Laporan Protein fraksi met biuret

Laporan Praktikum
Struktur Fungsi Subseluler

Hari, Tanggal
Waktu
PJP
Asisten

: Senin, 12 Mei 2014
: 08.00 — 11.00 WIB
: Syaefudin, Ssi, Msi
: Synta Haqqul F
Puji Rahmadani
Syahrul Mustofa

PENENTUAN KADAR PROTEIN HATI TIKUS
(METODE BIURET)

Kelompok 15
Tubagus Iqbal Maulana G84120048
Ella Deffi Lestari

G84120017
Muhammad Munasir
G84120079

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PENDAHULUAN
Protein merupakan makromolekul yang penting bagi mahkluk hidup.
Protein merupakan suatu polimer atau makromolekul. Satuan monomer
pembentuk protein adalah asam amino. Terdapat dua puluh jenis asam amino yang
merupakan penyusun protein pada mahkluk hidup (Campbell et al 2002). Banyak
peran penting srotein dalam mahkluk hidup. Peranan protein dalam mahkluk
hidup seperti dapat berperan sebagai biokatalisator (enzim), berperan dalam
sistem pergerakan, berperan dalam sistem imun, dan sebagai penentu ekspresi gen
(Yuono T 2007). selain itu protein juga merupakan komponen penyusun sel.
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kualitatif

dan secara kuantitatif. Analisis protein secara kualitatif terdiri atas reaksi
Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi
Sakaguchi. Sedangkan analisis protein secara kuantitatif terdiri dari metode
Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible
(Biuret), dan metode spektrofotometri UV (Poedjiadi, 2007). Metode pengukuran
kadar protein kali ini adalah metode Biuret. Metode ini berprinsip pada reaksi
yang terjadi antara ion tembaga dengan ikatan peptide yang ada pada protein.
Reaksi Biuret menggunakan

tiga macam reagen, yaitu reagen A, B, dan C.

Reagen A mengandung CuSO4 dalam akuades. CuSO4 berfungsi sebagai penyedia
ion Cu2+ untuk membentuk kompleks dengan protein. Reagen B mengandung KI
dalam akuades. KI berfungsi untuk mencegah terjadinya reduksi pada Cu 2+
sehingga tidak mengendap. Reagen C mengandung Na-sitrat, Na 2CO3, dan NaOH.
Na-sitrat dan Na2CO3 berfungsi sebagai buffer dan NaOH berfungsi untuk
menyediakan seasana basa (Martono et al. 2012).
Uji ini dapat mendeteksi kehadiran ikatan peptida. Uji Biuret didasarkan
pada reaksi antara ion Cu2+ dan ikatan peptida dalam suasana basa. Warna
kompleks ungu menunjukkan adanya protein. Intensitas warna ynag dihasilkan

merupakan ukuran jumlah ikatan peptida yang ada dalam protein. Ion Cu2+ dari
pereaksi Biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatanikatan peptide yang menyusun protein, dan membentuk senyawa kompleks
berwarna ungu atau violet. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan peptida
atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau ikatan peptida. Protein
melarutkan hidroksida tembaga untuk membentuk kompleks warna. Reaksi

pembentukan warna ini dapat terjadi pada senyawa yang mengandung dua gugus
karbonil yang berikatan dengan nitrogen atau atom karbon. Kelebihan metode
pengukuran dengan menggunakan metode Biuret ialah mudah dilakukan dan
menggunakan bahan yang murah. Namun, kekurangannya ialah metode ini
memerlukan bahan yang cukup karena sensitivitasnya yang rendah (Pamungkas
KR 2010).
Praktikum kali ini bertujuan menentukan konsentrasi atau kadar protein sel
hati tikus. Kadar tersebut dilihat dari fraksi homogenat, fraksi inti, fraksi
mitokondria, fraksi mikrosom, dan fraksi sitosol.
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada pulkul 08.00—11.00 tanggal 12 Mei 2014 di
Laboratorium Pendidikan Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pipet Mohr, pipet
tetes, tabung reaksi, vortex, dan spektrofotometer. Bahan-bahan yang digunakan
pada praktikum ini antara lain larutan BSA (2 mg/mL), sampel masing-masing
fraksi, akuades, SDS 5 %, dan reagen Biuret.
Prosedur Percobaan
Pembuatan Kurva Standar. menyiappkan yujuh buah tabung reaksi.
Tabung reaksi 1 diisi 0,1 ml BSA(2 mg/ml) dan 1,2 ml H2O, tabung 2 diisi 0,2 ml
BSA(2mg/ml) dan 1,1 ml H2O, tabung 3 diisi 0,4 ml BSA ( 2 mg/ml) da
Pembuatan kirva standar dilakukan dengan mula-mula n 0,9 ml H2O, tabung 4
diisi 0,6 ml BSA (2 mg/ml) dan 0,7 ml H2O, tabung 5 diisi 0,8 ml (2 mg/ml) dan
0,5 ml H2O, tabung 6 diisi 1 ml BSA ( 2 mg/ml) dan 0,3 ml H 2O, dan tabung 7
diisi 1,2 ml BSA ( 2 mg/ml) dan 0,1 ml H 2O. Blanko dibuat dari 1,3 ml akuades.
Kemudian, setiap tabung ditambahkan 0,2 ml deoksikolat 5% dalam 0,01N KOH,
3 ml reagen biuret dan vortex lalu diinkubasi 37oC selama 15 menit. Setiap tabung
diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang
540 nm. Kurva standar dapat dibuat.

Penentuankonsentrasi protein sampel fraksi. Setiap tabung diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 540

nm.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil percobaan disajkan dalam bentuk tabel dan grafik. Tabel 1 dan
gambar grafik menunjukkan data pembuatan kurva standar dan tabel 2
menunjukkan konsentrasi protein sel hati tikus dari berbagai fraksi.
Tabel 1 Analisis kuantitatif protein
T
abung

Absorbansi
terukur

B
lanko
1
2
3
4
5
6

7

Absorbansi
terkoreksi

Konsentrasi
BSA (mg/mL)

0.053

0

0

0.055
0.082
0.112
0.132
0.146
0.192

0.204

0.002
0.029
0.059
0.079
0.093
0.139
0.151

0.154
0.308
0.615
0.923
1.231
1.538
1.846

Contoh perhitungan:
absorbansi terkoreksi tabung 2= absorbansi terukur – absorbansi blanko

= 0.082 – 0.029
= 0.053
Tabung 1
[BSA]
V1 x M1

= V2 x M2

0.1 mL x 2 mg/mL

= 1.3 mL x M2

M2

= 0.154 mg/mL

0.16
f(x) = 0.08x - 0
R² = 0.98


0.14

Absorbansi

0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0

0

0.2

0.4

0.6


0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

2

Konsentrasi BSA

Gambar 1 Hubungan konsentrasi BSA dengan nilai absorbansi
Tabel 2 Analisis kuantitatif protein
Fraksi


Absorb
ansi terukur

Blanko
(0.05 ml)
Blanko
(0.5 ml)
Homog
enat

0.062
0.199
0.243

Inti

0.164

Mitoko

0.136

ndria
Mikroso

0.073

m
Sitosol

0.275

Abs
orbansi
terkoreksi
0.00
0
0.00
0
0.18
1
0.10
2
0.07
4
0.01
1
0.07
6

Faktor
pengenceran
0.000
0.000
26.000
26.000
26.000
26.000
2.600

[
Protein]
mg/ml
0.
000
0.
000
5
6.333
3
1.880
2
3.214
3.
714
2
3.833

Contoh perhitungan:
Homogenat
Absorbansi terkoreksi = absorbansi terukur – absorbansi blanko
= 0.243 – 0.062
= 0.181
Faktor pengenceran ¿

V akhir 1.3 mL
=
=26
V awal 0.05mL

[Protein] : y = a + bx
y

= -0.001 + 0.084x

[Protein] = x * Faktor pengenceran

0.181

= -0.001 + 0.084x

[Protein] = 2.167 * 26

x

= 2.167

[Protein] = 56.333

Pengujian kadar protein dengan menggunakan metode Biuret pada
dasarnya adalah pengujuan dengan melihat reaksi yang terjadi antara ion Cu2+ dan
ikatan peptide protein dalam suasana basa. Keberadaan protein ditunjukkan
dengan terbentuknya kompleks warna ungu. Kepekatan warana yang dihasikan
sebanding dengan jumlah ikatan peptide yang ada dalam protein tersebut. Reaksi
yang terjadi ini hanya positif untuk dua buah ikatan peptide atau lebih. Reaksi
menunjukkan hasil yang negatif untuk asam amino atau ikatan peptida.
Hasil pengukuran kadar protein menunjukkan hasil yang beragam disetiap
fraksi yang diukur. Fraksi yang memiliki kadar protein terbanyak ialah pada fraksi
homogenat dan kadar protein paling sedikit terdapat pada fraksi mikrosom.
Perbedaan kadar protein ini menunjukkan adanya fungsi protein yang sangat
penting disetiap bagian sel. Fraksi homogenat memiliki kadar protein tertinggi
karena fraksi ini merupakan fraksi utuh sehingga kandungan proteinnya tinggi
yang berasal dari fraksi-fraksi lain yang masih tercampur. Urutan kedua
konsentrasi protein tertinggi didapat dari pengukuran pada fraksi inti. Fraksi ini
memiliki kadar protein lebih dari 50% kadar protein pada homogenat. Hasil
demikian menunjukkan bahwa pada fraksi inti protein sangat penting dan
memiliki fungsi yang lebih dominan. Seperti yang telah diketahui bahwa dalam
inti sel terdapat sintesis berbagai protein dan asam amino yang akan digunakan
dalam metabolisme sel. Itulah salah satu alasan mengapa fraksi ini memiliki kadar
protein lebih tinggi dibandingkan fraksi lain yang termasuk fraksi pemisahan
homogenat. Fraksi ketiga ialah fraksi mitokondria. Fraksi ini menunjukkan
kandungan protein yang juga tinggi, yakni mendekati 50% kadar protein
homogenat. Kadar protein tersebut dapat berasal dari beberapa komponen
penyusun mitokondria yang aktif dan terlibat langsung dalam produksi ATP dalam
sel karena organel fraksi ini memiliki aktivitas yang tinggi dan memiliki peran
sangat penting. Meski demikian, kadar protein pada fraksi ini tidak lebih tinggi
dari kadar protein pada fraksi sitosol. Perbedaannya hanya sebesar 0.619 mg/mL
tetapi ini menunjukkan bahwa terdapat lebihbanya protein pada sotosol yang
dapat bersal dari enzim sitolitik dan protein dari berbagai organel sel dan juga

ribosom. (Campbell et al 2005). Fraksi mikrosom memiliki kandungan protein
paling sedikit yang disebabkkan protein yang terlibat dalam setiap proses di
fraksi tersebut lebih banyak yang telah dihasilkan dan terdapat dalam sitosol sel.
Penyebablain dapat berasal dari kondisi tikus yang kekurangan antioksidan.
Kadar tersebut dapat lebih tinggi lagi jika tikus diberikan perlakuan antioksidan
seperti yang dilakukan Wijayanti DA et al (2003) dengan hasil kadar protein yang
lebih tinggi dan terjaga pada tikus dengan perlakuan antioksidan.
SIMPULAN
Kadar protein terbanyak dalam fraksi penyusun homogenate terdapat pada fraksi
inti. Kadar paling sedikit terdapat pada fraksi mikrosom. Tingginya kadar protein
bergantung pada letak protein berperan.

DAFTAR PUSTAKA
Campbell NA Reece JB Mitchell G. 2005. Biologi Edisi Kelima jilid 1. Lestari R
et al.Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari : Biology.
Machin A. 2012. Potensi hidrolisat tempe sebagai penyedap rasa melalui
pemanfaatan ekstrak buah nanas. Biosantifika 4(2) : 70-77.
Martono Y, Hartini S, Gunawan IR. 2012. Analisis protein dan identifikasi asam
amino pada tepung gaplek terfotifikasi protein tepung biji saga pohon
(Adenanthera paranina LINN.). Dalam : Pemberdayaan manusia dan alam
yang berkelanjutan melalui sains. Prosiding. Jakarta (ID): 109-116.
Pamungkas KR, Nafwa S. 2010. Kitosan sebagai matriks pendukung
ammobilisasi papain. Dalam : Prosiding tugas Akhir Semester
Genap. Prosiding. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Poedjiadi, Anna. 2007. Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press
Wijayanti DA, Tato S, Mangkoewijojo S. 2003. Engaruh antioksidan flavonoid
terhadap kadar protein mikrosomal hati tikus yang diinduksi
dengan karbon tetraklorid. J. Sain. Vet. 11(2): 18-21.
Yuono T. 2007. Biologi Molekular. Jakarta (ID): Erlangga.