Penyebab Gagalnya Kerja Sama antar Dua N

Mengapa antar dua perusahaan yang berbeda negara bisa gagal menjalin kerja sama?
Dalam melakukan suatu kerja sama, hal yang paling utama harus dilakukan oleh sebuah organisasi
atau perusahaan adalah komunikasi bisnis. Apabila kerja sama tersebut merupakan kerja sama antar
perusahaan di dalam satu negara, maka komunikasi yang dilakukan tidak terlalu sulit, karena budaya,
terutama bahasa, sama dengan perusahaan tersebut. Akan tetapi, bagaimana jika perusahaan
tersebut ingin menjalin kerja sama dengan perusahaan di negara lain yang budaya dan bahasanya
berbeda dengan negara asalnya? Jawabannya adalah dengan mempelajari komunikasi bisnis lintas
budaya. Secara sederhana, komunikasi bisnis lintas budaya adalah komunikasi yang digunakan
dalam dunia bisnis baik komunikasi verbal maupun nonverbal dngan memperhatikan faktor-faktor
budaya di suatu daerah, wilayah, atau negara.
Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa bisa terjadi kegagalan dalam menjalin kerja sama
antar dua perusahaan yang berbeda negara meskipun sudah mempelajari komunikasi bisnis lintas
budaya? Dalam era globalisasi, ketika banyak perusahaan asing yang melakukan kegiatan bisnis di
suatu negara, diperlukan pemahaman yang baik dan benar terhadap budaya negara tersebut. Hal ini
sangat diperlukan untuk menghindari kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa kegagalan dalam menjalin bisnis kerja sama adalah karena adanya kesalahan dalam
berkomunikasi antar perusahaan yang bersangkutan.
Perbedaan budaya dapat dilihat dari nilai sosial, peran dan status, kebiasaan pengambilan
keputusan, sikap terhadap waktu, penggunaan ruang/jarak, konteks budaya, bahasa tubuh, hukum,
perilaku etis, dan perbedayaan budaya perusahaan. Kemungkinan, gagalnya pengajuan kerja sama
tersebut disebabkan oleh penyimpangan terhadap beberapa faktor yang telah disebutkan

sebelumnya.
Misalnya, pandangan terhadap peran wanita di dunia usaha. Di negara-negara yang sedang
berkembang, peran wanita dalam dunia bisnis masih relatif lemah dan kurang diakui. Sementara itu,
di negara-negara maju seperti Amerika Serikat an Eropa, peran wanita di dunia bisnis sudah cukup
kuat. Maka dari itu, apabila sebuah perusahaan A dari negara maju dengan pemimpin seorang wanita
ingin mengajukan kerja sama dengan perusahaan B di negara berkembang, ada kemungkinan
pemimpin dari perusahaan B kurang bisa mempercayai bahwa perusahaan A yang dipimpin oleh
wanita itu dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaannya. Bagi mereka, peran wanita tidak
sebaik peran kaum pria. Wanita dinilai tidak dapat mengambil keputusan dengan tegas. Kemudian
masalah status juga demikian.
Contoh lainnya

adalah penggunaan bahasa tubuh. Perbedaan bahasa tubuh sering kali

menjadi sumber kesalahpahaman berkomunikasi lintas budaya. Misalnya, di negara maju seperti
Amerika Serikat, membungkukkan badan merupakan sikap menjilat. Sedangkan bagi orang Jepang,
membungkukkan badan merupakan sikap hormat kepada atasan. Jika kedua negara mau menjalin
kerja sama, namun tidak mengetahui penggunaan bahasa tubuh yang sesuai dengan budaya negara
yang bersangkutan, bisa saja timbul kesalahpahaman antar perusahaan. Ketika orang dari
perusahaan Jepang datang ke perusahaan di Amerika Serikat dan membungkukkan badan dengan

maksud menunjukkan rasa hormat, akan dinggap sebagai tindakan menjilat yang mengharapkan

sesuatu. Hal ini dapat menyebabkan pengajuan kerja sama menjadi gagal karena dianggap tidak
sopan.
Perilaku etis dan tidak etis pun di setiap negara berbeda. Di beberapa negara, perusahaan
diharapkan membayar sejumlah uang secara resmi untuk persetujuan kontrak pemerintah.
Pembayaran tersebut dianggap hal yang wajar dan rutin. Sementara itu, di negara-negara seperti
Amerika Serikat dan Swedia, hal itu bisa dikategorikan sebagai bentuk suap sehingga tidak etis dan
ilegal. Sebagai contoh, perusahaan X ingin menjalin kontrak kerja sama dengan perusahaan Y dari
negara lain. Perusahaan X sudah biasa melakukan pembayaran uang dalam menyetujui suatu
kontrak. Sedangkan perusahaan Y sebaliknya, menganggap hal itu tidak etis. Ketika pemimpin
perusahaan X dan perusahaan Y bertemu, dan awalnya sepakat untuk menjalin kerja sama, namun
karena perusahaan X tidak mengetahui akan hal etis yang berlaku di negara tersebut, ia membayar
sejumlah uang dengan maksud setuju terhadap kontrak. Hal ini akan dipandang sebagai tindakan
menyuap dan tidak etis bagi perusahaan Y. Sehingga kontrak yang tadinya sudah disepakati bisa
dibatalkan.
Masih banyak contoh lainnya. Kebanyakan kegagalan yang terjadi adalah karena kesalahan
komunikasi (miscommunication). Ketidaktahuan atas perbedaan budaya yang ada, dapat menjadi
pemicu kegagalan utama dalam menjalin kerja sama. Oleh karena itu, sebelum menjalin kerja sama,
sebaiknya kita mempelajari dahulu unsur-unsur budaya negara asing yang bersangkutan. Jangan

sampai ketika dalam proses kerja sama, kita melakukan sesuatu yang menurut kita etis, tetapi
dipandang tidak etis oleh lawan bicara kita.