Beras impor beras di indonesia
TUGAS PKN UNDIP
Jumat, 11 Januari 2013
FENOMENA EKONOMI INDONESIA
IMPOR BERAS DI INDONESIA DAN
PENGARUHNYA TERHADAP PERTAHANAN
EKONOMI GUNA MENUNJANG KETAHANAN
NASIONAL
DISUSUN OLEH :
1) Rosda Agung A
( 12030112060002 )
2) Marianta Sitanggang
( 12030112060036 )
3) Merliance Turnip
( 12030112060038 )
4) Agus Eko Yulianto
( 12030112060090 )
5) Rahardian Seno W
( 12030112060095 )
6) Rini Ambar Untari
( 12030212060138 )
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berrhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “
impor beras di Indonesia dan pengaruhnya terhadap ketahanan ekonomi guna menunjang ketahanan
nasional ” ini dengan lancar.
Penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu,
dalam kesempatan yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa ini, Penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Koesoemadji S.H, M.H selaku Dosen Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan
2. Orang tua para Penulis
3. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca.
Semarang,10 Januari 2013
Penulis
i
1.2 Latar Belakang Masalah
Dalam masalah ini, sebenarnya kita sama-sama mengetahui bahwa negara kita ini merupakan
negara yang sangat subur dan yang paling menguntungkan .Negara kita merupakan negara dengan
penghasil komoditi utama yaitu beras. Dalam hal Ekspor dan Impor, ternyata Indonesia dengan
segala keunggulan dibidang pertanian khususnya dalam hal komoditi beras, masih membeli (Impor)
beras dari negara lain.
Pemerintah Indonesia pada tahun 2012 mengimpor beras sekitar 4.3 juta ton beras. Pada tahun 2013
Indonesia masih berencana akan mengimpor beras kalau hasil panen padi tidak mencapai 6% atau
sekitar 3 juta ton. Diantara negara yang menjalin kerjasama dengan Indonesia dalam hal impor
beras antara lain : Thailand, Vietnam, Kamboja dan Myanmar. Dari negara-negara tersebut,
contohnya Myanmar yang bisa mengekspor beras ke Indonesia karena mereka mendapatkan
surplus disebabkan oleh konsumsi masyarakat mereka yang rendah.
Dalam hal ini, ada beberapa faktor mengapa Indonesia melakukan impor beras dari luar negri
sedangkan kita sama-sama mengetahui bahwa negara kita Indonesia ini termasuk negara yang
sangat subur. ( Sumber : metamorf.blogspot.com)
1.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, kita dapat mengidentifikasikan masalah sebagai
berikut :
•Bagaimana kondisi pertanian di Indonesia?
• Mengapa Indonesia masih mengimpor beras dari luar negri sedangkan Indonesia termasuk salah
satu negara dengan kontribusi terhadap produksi beras dunia?
• Apa solusi untuk menciptakan ketahanan pangan di Indonesia?
ii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN :
1.1
1.2
1.3
Kata Pengantar
Latar Belakang Masalah
Identifikasi Masalah
i
ii
ii
BAB II
PEMBAHASAN :
2.1
2.2
2.3
Kondisi Pertanian di Indonesia Saat Ini
Alasan Indonesia Mengimpor Beras
Faktor Pendorong Indonesia Melakukan Impor Beras
2.4
Solusi Untuk Menciptakan Ketahanan Pangan
1
4
5
8
BAB III
PENUTUP :
3.1
Kesimpulan
3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
10
10
11
12
iii
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Kondisi Pertanian di Indonesia saat ini.
Kelebihan lain selain sumber daya alam yang melimpah negara kita dianugrahi dengan letak
wilayah yang strategis dengan iklim tropis yang memungkinkan radiasi matahari diterima sepanjang
tahun, suhu di Indonesia yang sangat optimal sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Hampir
segala jenis tanaman yang ada di wilayah dunia lain dapat tumbuh di tanah Indonesia ini. Bahkan
ada pepetah yang bilang bahwa tongkat yang ditanam di atas bumi indonesia pun akan dapat
menjadi pohon karena kesuburan tanahnya. Haruslah dipahami oleh semua pihak akan peran
vitalnya sektor pertanian. Pertanian menjadi alat untuk stabilitas ekonomi dan politik dalam suatu
negara. Pada dasarnya pangan adalah kebutuhan yang paling primer (dasar) yang harus dipenuhi
untuk meningkatkan gizi.
Dengan segala potensi sumberdaya alam yang sangat besar dan letak geografis serta iklim
tropisnya itu seharusnya pada saat ini Indonesia menjadi negara yang maju dalam bidang pertanian
pada khususnya. Namun faktanya kondisi pertanian kita pada masa kini sangat terpuruk. Bagaimana
tidak kini kita menjadi negara perngimpor buah-buahan, ternak dan bahan pangan utama seperti
beras, jagung, kedelai dan gula. Sungguh kondisi yang sangat ironis mengingat pada era tahun
1980-an negara kita menjadi negara pengekspor utama beras di wilayah asia. Dahulu kala negara
seperti Malaysia yang pernah belajar bagaimana cara bercocok tanam pada kita kini justru
kondisinya terbalik, kini kita yang belajar pada mereka. Kini kitalah yang membeli beras dari
mereka.Dengan potensi sumber daya yang sangat besar kita masih belum mampu mengelolanya
dengan baik. Bahkan banyak yang melakukan kerusakan alam daripada memanfaatkannya untuk
kesejahteraan rakyat. Banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa negara kita yang kaya ini
masih belum mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.
1
Negara yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani, hidup di pedesaaan dan
merupakan golongan masyarakat yang berpenghasilan renda. Dr. Iskandar Andi Nuhung (2006),
terkait permasalahan ini menyampaikan argumentasinya bahwa “lebih dari 60 % penduduk
Indonesia hidup dari sektor pertanian, berdiam di pedesaan dan merupakan golongan masyarakat
yang berpenghasilan rendah, maka golongan masyarakat inilah yang harus menjadi titik sentral
pembangunan nasional terutama dalam pengarahan investasi”. Penulis pribadi sepakat dengan
pendapat ini dan membenarkan karena telah terdapat fakta dan bukti yang kuat. Pada masa yang
lalu ketika pertanian menjadi sentral pembangunan (leading sector), secara personal petani kita
menjadi sejahtera dan dalam konteks negara, mampu mencapai swasembada beras pada tahun 1984.
Dalam masalah pertanian di Indonesia, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua
faktor yaitu internal dan eksternal. faktor internal dan eksternal saling berpengaruh antar satu sama
lain. Faktor internal ini didefinisikan sebagai faktor yang ada dalam ruang lingkup petani dan faktor
eksternal merupakan faktor yang berada di luar lingkup petani. Faktor internal yang menjadi
permasalahan di Indonesia antara lain:
1. Permodalan, sebagian besar petani tidak memiliki modal yang besar untuk mengembangkan
usaha taninya.
2. Prasarana produksi, modal yang kurang menyebabkan petani tidak mampu membeli sarana
produksi seperti benih, bibit, pupuk dan pembasmi hama.
3. Keterampilan, sebagian besar petani masih jarang yang mendapat pendidikan yang layak,
kebanyakan dari mereka tidak pernah duduk di bangku sekolah.
4. Pengetahuan dan pola pikir, belum memiliki pandangan agar usahanya lebih maju ke depan dan
tidak ada usaha untuk meningkatkan pengetahuannya, baik dari segi tekni maupun non teknis.
5. Manajemen produksi, produksi yang dilakukan petani belum sampai pada profit oriented namun
lebih merupakan cara hidup.
2
6. Motivasi, motivasi untuk bertani terkadang menurun bahkan hilang. Petani lebih memiliki
melakukan urbanisasi dan bekerja sebagai buru pabrik.
Sedangkan faktor eksternal, antara lain:
1. Kebijakan pemerintah
a. kebijakan impor, kegiatan impor lebih digalakkan sehingga produk lokal kalah bersaing sehingga
petani mengalami kerugian.
b. kebijakan subsidi, adanya pencabutan subsidi untuk saprodi baik itu benih ataupun pupuk.
c. kebijakan alih fungsi lahan, lahan pertanian semakin berkurung dengan semakin majunnya
industri baik itu manufaktur, perumahan dan lain. Lahan pertanian yang subur menjadi sasaran
utama bagi pebisnis bidang manufaktur dan perumahan.
d. keijakan finansial, belum adanya lembaga khusus permodalan yang menjadi penopang sektor
pertanian, ada wacana untuk mendirikan bank pertanian yang menawarkan suku bunga 5-6% bagi
petani namun hingga saat ini hanya masih menjadi sebuah wacana.
e. Kelembagaan, kelembagaan di sektor pertanian telah banyak yang tidak aktif seperti HIPA, KUD,
dan Kelompok Tani. (Sumber : metamorf.blogspot.com)
3
2.2 ALASAN INDONESIA MASIH MENGIMPOR BERAS
Negara Indonesia memiliki peran penting sebagai produsen bahan pangan di mata
dunia.Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China dan India. Kontribusi
Indonesia terhadap produksi beras dunia sebesar 8,5% atau 51 juta ton. China dan India sebagai
produsen utama beras berkontribusi 54%. Vietnam dan Thailand yang secara tradisional merupakan
negara eksportir beras hanya berkontribusi 5,4% dan 3,9%. Meski menduduki posisi ketiga sebagai
negara penghasil pangan di dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi persoalan
berulang dengan produksi pangan terutama beras. Produksi beras Indonesia yang begitu tinggi
belum bisa mencukupi kebutuhan penduduknya, akibatnya Indonesia masih harus mengimpor beras
dari Negara penghasil pangan lain seperti Thailand. Salah satu penyebab utamanya adalah jumlah
penduduk yang sangat besar.Data statistik menunjukkan pada kisaran 230-237 juta jiwa, makanan
pokok semua penduduk adalah beras sehingga sudah jelas kebutuhan beras menjadi sangat besar.
Penduduk Indonesia merupakan pemakan beras terbesar di dunia dengan konsumsi 154 kg
per orang per tahun. Bandingkan dengan rerata konsumsi di China yang hanya 90 kg, India 74 kg,
Thailand 100 kg, dan Philppine 100 kg. Hal ini mengakibatkan kebutuhan beras Indonesia menjadi
tidak terpenuhi jika hanya mengandalkan produksi dalam negeri dan harus mengimpornya dari
negara lain (Sumber : metamorf.blogspot.com)
4
2.3 Faktor Pendorong Indonesia melakukan impor beras :
A. Iklim
Pengaruh iklim ,khususnya cuaca yang tidak mendukung keberhasilan sektor pertanian
pangan, seperti yang terjadi saat ini. Pergeseran musim hujan dan musim kemarau menyebabkan
petani kesulitan dalam menetapkan waktu yang tepat untuk mengawali masa tanam, benih besarta
pupuk yang digunakan, dan sistem pertanaman yang digunakan.Sehingga penyediaan benih dan
pupuk yang semula terjadwal, permintaanya menjadi tidak menentu yang dapat menyebabkan
kelangkaan karena keterlambatan pasokan benih dan pupuk.Akhirnya hasil produksi pangan pada
waktu itu menurun. Bahkan terjadinya anomali iklim yang ekstrem dapat secara langsung
menyebabkan penurunan produksi tanaman pangan tertentu, karena tidak mendukung lingkungan
yang baik sebagai syarat tumbuh suatu tanaman.
B. Luas Lahan Pertanian
Luas lahan pertanian yang semakin sempit.Terdapat kecenderungan bahwa konversi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian mengalami percepatan. Dari tahun 1981 sampai tahun 1999
terjadi konversi lahan sawah di Jawa seluas 1 Juta Ha di Jawa dan 0,62 juta Ha di luar Jawa.
Walaupun dalam periode waktu yang sama dilakukan percetakan sawah seluas 0,52 juta ha di Jawa
dan sekitar 2,7 juta Ha di luar pulau Jawa, namun kenyataannya percetakan lahan sawah tanpa
diikuti dengan pengontrolan konversi, tidak mampu membendung peningkatan ketergantungan
Indonesia terhadap beras impor.
5
C. Kebijakan Pemerintah
Faktor yang mendorong dilakukannya impor masih diperparah dengan berbagai kebijakankebijakan pemerintah yang semakin menambah ketergantungan kita akan produksi pangan luar
negeri. Seperti kebijakan dan praktek privatisasi, liberalisasi, dan deregulasi. Privatisasi, akar dari
masalah ini tidak hanya parsial pada aspek impor dan harga seperti yang sering didengungkan oleh
pemerintah dan pers. Lebih besar dari itu, ternyata negara dan rakyat Indonesia tidak lagi punya
kedaulatan, yakni kekuatan dalam mengatur produksi, distribusi dan konsumsi di sektor pangan.
Saat ini di sektor pangan, kita telah tergantung oleh mekanisme pasar yang dikuasai oleh segelintir
perusahaan raksasa.Privatisasi sektor pangan yang notabene merupakan kebutuhan pokok rakyat
tentunya tidak sesuai dengan mandat konstitusi RI, yang menyatakan bahwa “Cabang-cabang
produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat”.Faktanya, Bulog dijadikan privat, dan industri hilir pangan
hingga distribusi (ekspor-impor) dikuasai oleh perusahaan seperti Cargill dan Charoen
Phokpand.Mayoritas rakyat Indonesia jika tidak bekerja menjadi kuli di sektor pangan, pasti
menjadi konsumen atau end-user.Privatisasi ini pun berdampak serius, sehingga berpotensi besar
dikuasainya sektor pangan hanya oleh monopoli atau oligopoli (kartel), seperti yang sudah terjadi
saat ini. Liberalisasi, disebabkan oleh kebijakan dan praktek yang menyerahkan urusan pangan
kepada pasar (1998, Letter of Intent IMF), serta mekanisme perdagangan pertanian yang ditentukan
oleh perdagangan bebas (1995, Agreement on Agriculture, WTO). Akibatnya negara dikooptasi
menjadi antek perdagangan bebas. Negara ini pun melakukan upaya liberalisasi terhadap hal yang
harusnya merupakan state obligation terhadap rakyat. Market access Indonesia dibuka lebar-lebar,
bahkan hingga 0% seperti kedelai (1998, 2008) dan beras (1998). Sementara domestic subsidy
untuk petani kita terus berkurang (tanah, irigasi, pupuk, bibit, teknologi dan insentif harga).Di sisi
lain, export subsidy dari negara-negara overproduksi pangan seperti AS dan Uni Eropa beserta
perusahaan-perusahaannya malah meningkat.
6
Indonesia pun dibanjiri barang pangan murah, sehingga pasar dan harga domestik kita
hancur.Hal ini jelas membunuh petani kita. Deregulasi, beberapa kebijakan sangat dipermudah
untuk perusahaan besar yang mengalahkan
pertanian rakyat. Seperti contoh UU No. 1/1967 tentang PMA, UU No. 4/2004 tentang
Sumber Daya Air, Perpres 36 dan 65/2006, UU No. 18/2003 Tentang Perkebunan, dan yang
termutakhir UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal. Dengan kemudahan regulasi ini, upaya
privatisasi menuju monopoli atau kartel di sektor pangan semakin terbuka.Hal ini semakin parah
dengan tidak diupayakannya secara serius pembangunan koperasi-koperasi dan UKM dalam
produksi, distribusi dan konsumsi di sektor pangan.
Dengan sistem kebijakan dan praktek ini, Indonesia kini tergantung kepada pasar
internasional (harga dan tren komoditas).Maka saat terjadi perubahan pola-pola produksi - distribusi
– konsumsi secara internasional, kita langsung terkena dampaknya.
(sumber : metamorf.blogspot.com )
7
2.4 Solusi Untuk Menciptakan Ketahanan Pangan .
Untuk mengurangi dampak ketergantungan kita akan bahan pangan impor dan menciptakan
ketahanan pangan, diperlukan strategi di antaranya yaitu:
1. Mematok harga dasar pangan yang menguntungkan petani dan konsumen. Harga harus sesuai
dengan ongkos produksi dan keuntungan petani dan kemampuan konsumen bukan merupakan
patokan dari standar internasional.
2. Memberikan insentif harga kepada petani komoditas pangan (terutama beras, kedelai, jagung,
singkong, gula dan minyak goreng) jika terjadi fluktuasi harga.
3. Mengatur kembali manajemen pangan. Pangan harus dikuasai oleh negara dan digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.Bulog bisa diberikan peran ini, tapi harus dengan
intervensi yang kuat dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian
Keuangan.
4. Mengoptimalkan penelitian dan pengembangan benih varietas unggul yang tahan terhadap
anomali iklim dan berumur sedang dengan melibatkan lembaga-lembaga penelitian, studi perguruan
tinggi, maupun kerjasama bilateral.
5. Menambah produksi pangan secara terproyeksi dan berkesinambungan, dengan segera
meredistribusikan tanah objek landreform yang bisa segera dipakai untuk pertanian pangan.
6. Menyediakan insentif bagi petani komoditas pangan, terutama bibit, pupuk, teknologi dan
kepastian beli.
7. Memperlancar arus distribusi hasil pertanian dengan siklus yang pendek, sehingga dapat
tersalurkan ke seluruh penjuru Nusantara dengan harga yang terjangkau sampai ke tangan rakyat.
8. Memberikan dukungan pelembagaan organisasi petani komoditas pangan, yakni kelompok tani,
koperasi, dan ormas tani.
9. Menciptakan diversifikasi pangan yang memiliki nilai gizi yang setara dengan beras dan
ekonomis terjangkau oleh rakyat. Sehingga rakyat tidak selalu bergantung pada ketersediaan
beras.Hal ini dapat dijalankan bersamaan dengan menggali potensi tanaman tradisional (lokal) yang
sudah terbiasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat.
8
10. Untuk menunjang budidaya tanaman pangan yang lebih cermat dan akurat perlu
didukung dengan ketersediaan data iklim khususnya curah hujan yang secara kontinyu dapat diupdate secara otomatis dari stasiun-stasiun iklim yang telah dipasang. Selain itu, Balitklimat telah
dan sedang menyusun kalender tanam yang diharapkan dapat membantu Dinas Pertanian, petani
dan pelaku agribisnis serta pengguna lainnya dalam budidaya dan pengembangan tanaman pangan
khususnya dan tanaman-tanaman semusim lainnya.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam masalah ini, adanya proses impor beras dari luar negri disaat nilai produksi beras di
Indonesia mengalami tanda tanya. Seharusnya, pemerintah dalam hal ini khususnya Bulog
melakukan manajemen stok yang lebih baik, bulog harus memaksimalkan penyerapan beras dari
para petani lokal.Hal ini selain dapat mengamankan stok beras juga dapat menghasilkan pendapatan
bagi petani sehingga kesejahteraan petani dapat naik.Bulog harus lebih agresif menyerap gabah dari
petani agar mereka tidak dirugikan.
Selanjutnya, pemerintah diharapkan dapat menggelar operasi pasar untuk menstabilkan harga.Hal
ini tentunya harus diimbangi dengan manajemen stok yang baik.Pemerintah harus berkomitmen
kuat mengatasi segala persoalan perberasan nasional secara komprehensif dari hulu ke hilir agar
tidak harus selalu bergantung pada impor.
Akan tetapi, kebijakan untuk mengimpor beras dengan alasan pengamanan stok oleh Bulog ini tidak
dapat sepenuhnya disalahkan.Hal ini dikarenakan data produksi dan data konsumsi beras yang
masih diragukan keakuratan dalam perhitungannya.Pada akhirnya, tugas bagi berbagai pihak yang
terkait adalah memperbaiki kinerja masing-masing.BPS diharapkan dapat memberikan data yang
lebih akurat lagi.Akan tetapi, diperlukan juga kebijaksanaan oleh Bulog agar setiap kebijakan yang
diambil tidak merugikan petani lokal yang kesejahteraannya masih rendah tanpa mengorbankan
ketahanan pangan Indonesia.
3.2 Saran
Berdasarkan masalah diatas, kami menyarankan pemerintah khususnya BULOG untuk lebih
memperhatikan dan merealisasikan manajemen stok yang lebih baik serta memaksimalkan
penyerapan beras lokal dari petani-petani lokal, sehingga stok beras dapat diatur dengan baik dan
petani Indonesia pun dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Selain itu memberikan
teknologi kepada seluruh petani supaya peningkatan produksi beras tidak bergantung pada musim
atau iklim yang sering berubah – ubah.
10
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
www.bps.go.id
www.republika.co.id
www.metamorf.blogspot.com
Sumber: http://tugaspknundip.blogspot.com/2013/01/lam.html
Diakes tgl: 26 Mar. 14 13:38 WIB
11
LAMPIRAN
12
13
Diposkan oleh TUGAS PKN UNDIP KELAS F di 08.07
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: A. MAKALAH
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Label
A. MAKALAH (1)
B. BERITA EKONOMI (3)
Arsip Blog
▼ 2013 (4)
o
▼ Januari (4)
FENOMENA EKONOMI INDONESIA
Kenaikan Impor Topang Bisnis Logistikl Jawa Tengah...
Subdivre Surakarta Targetkan Serap 120 Ribu Ton Be...
Komoditas Pertanian Surplus di Sepanjang 2012
Mengenai Saya
TUGAS PKN UNDIP KELAS F
Lihat profil lengkapku
Digital clock
Fish
Template Travel. Diberdayakan oleh Blogger.
Jumat, 11 Januari 2013
FENOMENA EKONOMI INDONESIA
IMPOR BERAS DI INDONESIA DAN
PENGARUHNYA TERHADAP PERTAHANAN
EKONOMI GUNA MENUNJANG KETAHANAN
NASIONAL
DISUSUN OLEH :
1) Rosda Agung A
( 12030112060002 )
2) Marianta Sitanggang
( 12030112060036 )
3) Merliance Turnip
( 12030112060038 )
4) Agus Eko Yulianto
( 12030112060090 )
5) Rahardian Seno W
( 12030112060095 )
6) Rini Ambar Untari
( 12030212060138 )
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berrhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “
impor beras di Indonesia dan pengaruhnya terhadap ketahanan ekonomi guna menunjang ketahanan
nasional ” ini dengan lancar.
Penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu,
dalam kesempatan yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa ini, Penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Koesoemadji S.H, M.H selaku Dosen Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan
2. Orang tua para Penulis
3. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca.
Semarang,10 Januari 2013
Penulis
i
1.2 Latar Belakang Masalah
Dalam masalah ini, sebenarnya kita sama-sama mengetahui bahwa negara kita ini merupakan
negara yang sangat subur dan yang paling menguntungkan .Negara kita merupakan negara dengan
penghasil komoditi utama yaitu beras. Dalam hal Ekspor dan Impor, ternyata Indonesia dengan
segala keunggulan dibidang pertanian khususnya dalam hal komoditi beras, masih membeli (Impor)
beras dari negara lain.
Pemerintah Indonesia pada tahun 2012 mengimpor beras sekitar 4.3 juta ton beras. Pada tahun 2013
Indonesia masih berencana akan mengimpor beras kalau hasil panen padi tidak mencapai 6% atau
sekitar 3 juta ton. Diantara negara yang menjalin kerjasama dengan Indonesia dalam hal impor
beras antara lain : Thailand, Vietnam, Kamboja dan Myanmar. Dari negara-negara tersebut,
contohnya Myanmar yang bisa mengekspor beras ke Indonesia karena mereka mendapatkan
surplus disebabkan oleh konsumsi masyarakat mereka yang rendah.
Dalam hal ini, ada beberapa faktor mengapa Indonesia melakukan impor beras dari luar negri
sedangkan kita sama-sama mengetahui bahwa negara kita Indonesia ini termasuk negara yang
sangat subur. ( Sumber : metamorf.blogspot.com)
1.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, kita dapat mengidentifikasikan masalah sebagai
berikut :
•Bagaimana kondisi pertanian di Indonesia?
• Mengapa Indonesia masih mengimpor beras dari luar negri sedangkan Indonesia termasuk salah
satu negara dengan kontribusi terhadap produksi beras dunia?
• Apa solusi untuk menciptakan ketahanan pangan di Indonesia?
ii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN :
1.1
1.2
1.3
Kata Pengantar
Latar Belakang Masalah
Identifikasi Masalah
i
ii
ii
BAB II
PEMBAHASAN :
2.1
2.2
2.3
Kondisi Pertanian di Indonesia Saat Ini
Alasan Indonesia Mengimpor Beras
Faktor Pendorong Indonesia Melakukan Impor Beras
2.4
Solusi Untuk Menciptakan Ketahanan Pangan
1
4
5
8
BAB III
PENUTUP :
3.1
Kesimpulan
3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
10
10
11
12
iii
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Kondisi Pertanian di Indonesia saat ini.
Kelebihan lain selain sumber daya alam yang melimpah negara kita dianugrahi dengan letak
wilayah yang strategis dengan iklim tropis yang memungkinkan radiasi matahari diterima sepanjang
tahun, suhu di Indonesia yang sangat optimal sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Hampir
segala jenis tanaman yang ada di wilayah dunia lain dapat tumbuh di tanah Indonesia ini. Bahkan
ada pepetah yang bilang bahwa tongkat yang ditanam di atas bumi indonesia pun akan dapat
menjadi pohon karena kesuburan tanahnya. Haruslah dipahami oleh semua pihak akan peran
vitalnya sektor pertanian. Pertanian menjadi alat untuk stabilitas ekonomi dan politik dalam suatu
negara. Pada dasarnya pangan adalah kebutuhan yang paling primer (dasar) yang harus dipenuhi
untuk meningkatkan gizi.
Dengan segala potensi sumberdaya alam yang sangat besar dan letak geografis serta iklim
tropisnya itu seharusnya pada saat ini Indonesia menjadi negara yang maju dalam bidang pertanian
pada khususnya. Namun faktanya kondisi pertanian kita pada masa kini sangat terpuruk. Bagaimana
tidak kini kita menjadi negara perngimpor buah-buahan, ternak dan bahan pangan utama seperti
beras, jagung, kedelai dan gula. Sungguh kondisi yang sangat ironis mengingat pada era tahun
1980-an negara kita menjadi negara pengekspor utama beras di wilayah asia. Dahulu kala negara
seperti Malaysia yang pernah belajar bagaimana cara bercocok tanam pada kita kini justru
kondisinya terbalik, kini kita yang belajar pada mereka. Kini kitalah yang membeli beras dari
mereka.Dengan potensi sumber daya yang sangat besar kita masih belum mampu mengelolanya
dengan baik. Bahkan banyak yang melakukan kerusakan alam daripada memanfaatkannya untuk
kesejahteraan rakyat. Banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa negara kita yang kaya ini
masih belum mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.
1
Negara yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani, hidup di pedesaaan dan
merupakan golongan masyarakat yang berpenghasilan renda. Dr. Iskandar Andi Nuhung (2006),
terkait permasalahan ini menyampaikan argumentasinya bahwa “lebih dari 60 % penduduk
Indonesia hidup dari sektor pertanian, berdiam di pedesaan dan merupakan golongan masyarakat
yang berpenghasilan rendah, maka golongan masyarakat inilah yang harus menjadi titik sentral
pembangunan nasional terutama dalam pengarahan investasi”. Penulis pribadi sepakat dengan
pendapat ini dan membenarkan karena telah terdapat fakta dan bukti yang kuat. Pada masa yang
lalu ketika pertanian menjadi sentral pembangunan (leading sector), secara personal petani kita
menjadi sejahtera dan dalam konteks negara, mampu mencapai swasembada beras pada tahun 1984.
Dalam masalah pertanian di Indonesia, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua
faktor yaitu internal dan eksternal. faktor internal dan eksternal saling berpengaruh antar satu sama
lain. Faktor internal ini didefinisikan sebagai faktor yang ada dalam ruang lingkup petani dan faktor
eksternal merupakan faktor yang berada di luar lingkup petani. Faktor internal yang menjadi
permasalahan di Indonesia antara lain:
1. Permodalan, sebagian besar petani tidak memiliki modal yang besar untuk mengembangkan
usaha taninya.
2. Prasarana produksi, modal yang kurang menyebabkan petani tidak mampu membeli sarana
produksi seperti benih, bibit, pupuk dan pembasmi hama.
3. Keterampilan, sebagian besar petani masih jarang yang mendapat pendidikan yang layak,
kebanyakan dari mereka tidak pernah duduk di bangku sekolah.
4. Pengetahuan dan pola pikir, belum memiliki pandangan agar usahanya lebih maju ke depan dan
tidak ada usaha untuk meningkatkan pengetahuannya, baik dari segi tekni maupun non teknis.
5. Manajemen produksi, produksi yang dilakukan petani belum sampai pada profit oriented namun
lebih merupakan cara hidup.
2
6. Motivasi, motivasi untuk bertani terkadang menurun bahkan hilang. Petani lebih memiliki
melakukan urbanisasi dan bekerja sebagai buru pabrik.
Sedangkan faktor eksternal, antara lain:
1. Kebijakan pemerintah
a. kebijakan impor, kegiatan impor lebih digalakkan sehingga produk lokal kalah bersaing sehingga
petani mengalami kerugian.
b. kebijakan subsidi, adanya pencabutan subsidi untuk saprodi baik itu benih ataupun pupuk.
c. kebijakan alih fungsi lahan, lahan pertanian semakin berkurung dengan semakin majunnya
industri baik itu manufaktur, perumahan dan lain. Lahan pertanian yang subur menjadi sasaran
utama bagi pebisnis bidang manufaktur dan perumahan.
d. keijakan finansial, belum adanya lembaga khusus permodalan yang menjadi penopang sektor
pertanian, ada wacana untuk mendirikan bank pertanian yang menawarkan suku bunga 5-6% bagi
petani namun hingga saat ini hanya masih menjadi sebuah wacana.
e. Kelembagaan, kelembagaan di sektor pertanian telah banyak yang tidak aktif seperti HIPA, KUD,
dan Kelompok Tani. (Sumber : metamorf.blogspot.com)
3
2.2 ALASAN INDONESIA MASIH MENGIMPOR BERAS
Negara Indonesia memiliki peran penting sebagai produsen bahan pangan di mata
dunia.Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China dan India. Kontribusi
Indonesia terhadap produksi beras dunia sebesar 8,5% atau 51 juta ton. China dan India sebagai
produsen utama beras berkontribusi 54%. Vietnam dan Thailand yang secara tradisional merupakan
negara eksportir beras hanya berkontribusi 5,4% dan 3,9%. Meski menduduki posisi ketiga sebagai
negara penghasil pangan di dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi persoalan
berulang dengan produksi pangan terutama beras. Produksi beras Indonesia yang begitu tinggi
belum bisa mencukupi kebutuhan penduduknya, akibatnya Indonesia masih harus mengimpor beras
dari Negara penghasil pangan lain seperti Thailand. Salah satu penyebab utamanya adalah jumlah
penduduk yang sangat besar.Data statistik menunjukkan pada kisaran 230-237 juta jiwa, makanan
pokok semua penduduk adalah beras sehingga sudah jelas kebutuhan beras menjadi sangat besar.
Penduduk Indonesia merupakan pemakan beras terbesar di dunia dengan konsumsi 154 kg
per orang per tahun. Bandingkan dengan rerata konsumsi di China yang hanya 90 kg, India 74 kg,
Thailand 100 kg, dan Philppine 100 kg. Hal ini mengakibatkan kebutuhan beras Indonesia menjadi
tidak terpenuhi jika hanya mengandalkan produksi dalam negeri dan harus mengimpornya dari
negara lain (Sumber : metamorf.blogspot.com)
4
2.3 Faktor Pendorong Indonesia melakukan impor beras :
A. Iklim
Pengaruh iklim ,khususnya cuaca yang tidak mendukung keberhasilan sektor pertanian
pangan, seperti yang terjadi saat ini. Pergeseran musim hujan dan musim kemarau menyebabkan
petani kesulitan dalam menetapkan waktu yang tepat untuk mengawali masa tanam, benih besarta
pupuk yang digunakan, dan sistem pertanaman yang digunakan.Sehingga penyediaan benih dan
pupuk yang semula terjadwal, permintaanya menjadi tidak menentu yang dapat menyebabkan
kelangkaan karena keterlambatan pasokan benih dan pupuk.Akhirnya hasil produksi pangan pada
waktu itu menurun. Bahkan terjadinya anomali iklim yang ekstrem dapat secara langsung
menyebabkan penurunan produksi tanaman pangan tertentu, karena tidak mendukung lingkungan
yang baik sebagai syarat tumbuh suatu tanaman.
B. Luas Lahan Pertanian
Luas lahan pertanian yang semakin sempit.Terdapat kecenderungan bahwa konversi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian mengalami percepatan. Dari tahun 1981 sampai tahun 1999
terjadi konversi lahan sawah di Jawa seluas 1 Juta Ha di Jawa dan 0,62 juta Ha di luar Jawa.
Walaupun dalam periode waktu yang sama dilakukan percetakan sawah seluas 0,52 juta ha di Jawa
dan sekitar 2,7 juta Ha di luar pulau Jawa, namun kenyataannya percetakan lahan sawah tanpa
diikuti dengan pengontrolan konversi, tidak mampu membendung peningkatan ketergantungan
Indonesia terhadap beras impor.
5
C. Kebijakan Pemerintah
Faktor yang mendorong dilakukannya impor masih diperparah dengan berbagai kebijakankebijakan pemerintah yang semakin menambah ketergantungan kita akan produksi pangan luar
negeri. Seperti kebijakan dan praktek privatisasi, liberalisasi, dan deregulasi. Privatisasi, akar dari
masalah ini tidak hanya parsial pada aspek impor dan harga seperti yang sering didengungkan oleh
pemerintah dan pers. Lebih besar dari itu, ternyata negara dan rakyat Indonesia tidak lagi punya
kedaulatan, yakni kekuatan dalam mengatur produksi, distribusi dan konsumsi di sektor pangan.
Saat ini di sektor pangan, kita telah tergantung oleh mekanisme pasar yang dikuasai oleh segelintir
perusahaan raksasa.Privatisasi sektor pangan yang notabene merupakan kebutuhan pokok rakyat
tentunya tidak sesuai dengan mandat konstitusi RI, yang menyatakan bahwa “Cabang-cabang
produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat”.Faktanya, Bulog dijadikan privat, dan industri hilir pangan
hingga distribusi (ekspor-impor) dikuasai oleh perusahaan seperti Cargill dan Charoen
Phokpand.Mayoritas rakyat Indonesia jika tidak bekerja menjadi kuli di sektor pangan, pasti
menjadi konsumen atau end-user.Privatisasi ini pun berdampak serius, sehingga berpotensi besar
dikuasainya sektor pangan hanya oleh monopoli atau oligopoli (kartel), seperti yang sudah terjadi
saat ini. Liberalisasi, disebabkan oleh kebijakan dan praktek yang menyerahkan urusan pangan
kepada pasar (1998, Letter of Intent IMF), serta mekanisme perdagangan pertanian yang ditentukan
oleh perdagangan bebas (1995, Agreement on Agriculture, WTO). Akibatnya negara dikooptasi
menjadi antek perdagangan bebas. Negara ini pun melakukan upaya liberalisasi terhadap hal yang
harusnya merupakan state obligation terhadap rakyat. Market access Indonesia dibuka lebar-lebar,
bahkan hingga 0% seperti kedelai (1998, 2008) dan beras (1998). Sementara domestic subsidy
untuk petani kita terus berkurang (tanah, irigasi, pupuk, bibit, teknologi dan insentif harga).Di sisi
lain, export subsidy dari negara-negara overproduksi pangan seperti AS dan Uni Eropa beserta
perusahaan-perusahaannya malah meningkat.
6
Indonesia pun dibanjiri barang pangan murah, sehingga pasar dan harga domestik kita
hancur.Hal ini jelas membunuh petani kita. Deregulasi, beberapa kebijakan sangat dipermudah
untuk perusahaan besar yang mengalahkan
pertanian rakyat. Seperti contoh UU No. 1/1967 tentang PMA, UU No. 4/2004 tentang
Sumber Daya Air, Perpres 36 dan 65/2006, UU No. 18/2003 Tentang Perkebunan, dan yang
termutakhir UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal. Dengan kemudahan regulasi ini, upaya
privatisasi menuju monopoli atau kartel di sektor pangan semakin terbuka.Hal ini semakin parah
dengan tidak diupayakannya secara serius pembangunan koperasi-koperasi dan UKM dalam
produksi, distribusi dan konsumsi di sektor pangan.
Dengan sistem kebijakan dan praktek ini, Indonesia kini tergantung kepada pasar
internasional (harga dan tren komoditas).Maka saat terjadi perubahan pola-pola produksi - distribusi
– konsumsi secara internasional, kita langsung terkena dampaknya.
(sumber : metamorf.blogspot.com )
7
2.4 Solusi Untuk Menciptakan Ketahanan Pangan .
Untuk mengurangi dampak ketergantungan kita akan bahan pangan impor dan menciptakan
ketahanan pangan, diperlukan strategi di antaranya yaitu:
1. Mematok harga dasar pangan yang menguntungkan petani dan konsumen. Harga harus sesuai
dengan ongkos produksi dan keuntungan petani dan kemampuan konsumen bukan merupakan
patokan dari standar internasional.
2. Memberikan insentif harga kepada petani komoditas pangan (terutama beras, kedelai, jagung,
singkong, gula dan minyak goreng) jika terjadi fluktuasi harga.
3. Mengatur kembali manajemen pangan. Pangan harus dikuasai oleh negara dan digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.Bulog bisa diberikan peran ini, tapi harus dengan
intervensi yang kuat dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian
Keuangan.
4. Mengoptimalkan penelitian dan pengembangan benih varietas unggul yang tahan terhadap
anomali iklim dan berumur sedang dengan melibatkan lembaga-lembaga penelitian, studi perguruan
tinggi, maupun kerjasama bilateral.
5. Menambah produksi pangan secara terproyeksi dan berkesinambungan, dengan segera
meredistribusikan tanah objek landreform yang bisa segera dipakai untuk pertanian pangan.
6. Menyediakan insentif bagi petani komoditas pangan, terutama bibit, pupuk, teknologi dan
kepastian beli.
7. Memperlancar arus distribusi hasil pertanian dengan siklus yang pendek, sehingga dapat
tersalurkan ke seluruh penjuru Nusantara dengan harga yang terjangkau sampai ke tangan rakyat.
8. Memberikan dukungan pelembagaan organisasi petani komoditas pangan, yakni kelompok tani,
koperasi, dan ormas tani.
9. Menciptakan diversifikasi pangan yang memiliki nilai gizi yang setara dengan beras dan
ekonomis terjangkau oleh rakyat. Sehingga rakyat tidak selalu bergantung pada ketersediaan
beras.Hal ini dapat dijalankan bersamaan dengan menggali potensi tanaman tradisional (lokal) yang
sudah terbiasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat.
8
10. Untuk menunjang budidaya tanaman pangan yang lebih cermat dan akurat perlu
didukung dengan ketersediaan data iklim khususnya curah hujan yang secara kontinyu dapat diupdate secara otomatis dari stasiun-stasiun iklim yang telah dipasang. Selain itu, Balitklimat telah
dan sedang menyusun kalender tanam yang diharapkan dapat membantu Dinas Pertanian, petani
dan pelaku agribisnis serta pengguna lainnya dalam budidaya dan pengembangan tanaman pangan
khususnya dan tanaman-tanaman semusim lainnya.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam masalah ini, adanya proses impor beras dari luar negri disaat nilai produksi beras di
Indonesia mengalami tanda tanya. Seharusnya, pemerintah dalam hal ini khususnya Bulog
melakukan manajemen stok yang lebih baik, bulog harus memaksimalkan penyerapan beras dari
para petani lokal.Hal ini selain dapat mengamankan stok beras juga dapat menghasilkan pendapatan
bagi petani sehingga kesejahteraan petani dapat naik.Bulog harus lebih agresif menyerap gabah dari
petani agar mereka tidak dirugikan.
Selanjutnya, pemerintah diharapkan dapat menggelar operasi pasar untuk menstabilkan harga.Hal
ini tentunya harus diimbangi dengan manajemen stok yang baik.Pemerintah harus berkomitmen
kuat mengatasi segala persoalan perberasan nasional secara komprehensif dari hulu ke hilir agar
tidak harus selalu bergantung pada impor.
Akan tetapi, kebijakan untuk mengimpor beras dengan alasan pengamanan stok oleh Bulog ini tidak
dapat sepenuhnya disalahkan.Hal ini dikarenakan data produksi dan data konsumsi beras yang
masih diragukan keakuratan dalam perhitungannya.Pada akhirnya, tugas bagi berbagai pihak yang
terkait adalah memperbaiki kinerja masing-masing.BPS diharapkan dapat memberikan data yang
lebih akurat lagi.Akan tetapi, diperlukan juga kebijaksanaan oleh Bulog agar setiap kebijakan yang
diambil tidak merugikan petani lokal yang kesejahteraannya masih rendah tanpa mengorbankan
ketahanan pangan Indonesia.
3.2 Saran
Berdasarkan masalah diatas, kami menyarankan pemerintah khususnya BULOG untuk lebih
memperhatikan dan merealisasikan manajemen stok yang lebih baik serta memaksimalkan
penyerapan beras lokal dari petani-petani lokal, sehingga stok beras dapat diatur dengan baik dan
petani Indonesia pun dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Selain itu memberikan
teknologi kepada seluruh petani supaya peningkatan produksi beras tidak bergantung pada musim
atau iklim yang sering berubah – ubah.
10
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
www.bps.go.id
www.republika.co.id
www.metamorf.blogspot.com
Sumber: http://tugaspknundip.blogspot.com/2013/01/lam.html
Diakes tgl: 26 Mar. 14 13:38 WIB
11
LAMPIRAN
12
13
Diposkan oleh TUGAS PKN UNDIP KELAS F di 08.07
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: A. MAKALAH
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Label
A. MAKALAH (1)
B. BERITA EKONOMI (3)
Arsip Blog
▼ 2013 (4)
o
▼ Januari (4)
FENOMENA EKONOMI INDONESIA
Kenaikan Impor Topang Bisnis Logistikl Jawa Tengah...
Subdivre Surakarta Targetkan Serap 120 Ribu Ton Be...
Komoditas Pertanian Surplus di Sepanjang 2012
Mengenai Saya
TUGAS PKN UNDIP KELAS F
Lihat profil lengkapku
Digital clock
Fish
Template Travel. Diberdayakan oleh Blogger.