Implementasi EYD pada Makalah. doc

BUDAYA WANI PIRO
SEBAGAI ANCAMAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Oleh:
Eko Widyaningsih

4101413102

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah
Bagi beberapa kalangan di masyarakat, momentum pemilu sudah
tidak menjadi sebuah momen untuk memilih calon pemimpin mereka. Sikap
skeptis dan lebih berorientasi kepada materi bahkan memanfaatkan
momentum pemilu untuk memberi keuntungan pada diri sendiri sering
terjadi. Masyarakat terlibat dalam sikap pragmatisme transaksional nomor

piro wani piro. Hal tersebut sudah berada di seluruh aspek kehidupan
masyarakat Indonesia saat ini.
Budaya wani piro merupakan salah satu ancaman demokrasi di
Indonesia. Budaya ini dikenal dari mulai anak-anak hingga dewasa. Budaya
ini seakan telah mengakar di Indonesia dan hampir selalu mewarnai pemilu
di Indonesia, baik pemilu presiden, gubernur, bupati, serta wakil-wakil
rakyat baik pusat maupun daerah. Antara masyarakat dan calon wakil rakyat
terlihat bahwa keduanya sama-sama terlibat dalam budaya wani piro. Hal ini
karena sebagian besar caleg masih mengandalkan kekuatan uang untuk
mendapatkan suara sehingga budaya money politik makin sulit dihindari.
Seharusnya, budaya wani piro tersebut tidak terjadi dalam demokrasi
Indonesia. Masyarakat dan calon wakil rakyat harus memiliki karakter yang
baik. Keduanya seharusnya menyadari bahwa budaya wani piro dapat
menghancurkan Indonesia sendiri. Budaya wani piro dapat menghasilkan
pemimpin yang tidak bertanggung jawab yang pada akhirnya akan
merugikan rakyat Indonesia sendiri.
Budaya wani piro ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Praktik money
politik harus segera dihapus dari demokrasi Indonesia. Seluruh elemen
masyarakat termasuk mahasiswa sebagai agent of change bertugas untuk
menciptakan suasana yang aman dan juga menciptakan suasana demokrasi

yang sehat.

Oleh karena itu, pada makalah ini penulis akan membahas tentang
“Budaya Wani Piro sebagai Ancaman Demokrasi di Indonesia.”
1.2

Rumusan Masalah
Penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1.
2.
3.

Bagaimana pelaksanaan demokrasi di Indonesia saat ini?
Mengapa budaya wani piro terjadi di Indonesia?
Apa saja dampak-dampak yang ditimbulkan dari budaya wani piro bagi
bangsa Indonesia?

1.3

Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.

Mengetahui pelaksanaan demokrasi di Indonesia saat ini.

2.

Mengetahui alasan-alasan budaya wani piro terjadi Indonesia.

3.

Mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan dari budaya wani piro
bagi bangsa Indonesia.

1.4

Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.


Mengetahui praktik budaya wani piro yang terjadi dalam pemilu di

2.

Indonesia.
Mengetahui kriteria calon pemimpin yang berkualitas.

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1

Pengertian Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “demos” yang
berarti rakyat dan “kratos” yang berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi
berarti pemerintahan, atau suatu pemerintahan di mana rakyat memegang
kedaulatan yang tertinggi atau rakyat diikutsertakan dalam pemerintahan
negara.

Abraham


Lincoln

menyatakan

bahwa

demokrasi

adalah

pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
2.2

Indikator Demokrasi
Untuk menentukan suatu negara benar-benar demokratis atau tidak,
digunakan lima indikator.
Sunarto (2013:44) menyimpulkan kelima indikator tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Akuntabilitas, bahwa dalam demokrasi setiap pemegang jabatan
yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan

kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya, ucapannya, dan
yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang
pernah, sedang, bahkan akan dijalaninya,
2. Rotasi kekuasaan, bahwa dalam demokrasi peluang akan terjadinya
rotasi kekuasaan harus ada dan dilakukan secara teratur dan damai,
jadi tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan,
sementara peluang orang lain tertutup sama sekali,
3. Rekruitmen politik yang terbuka, bahwa untuk memungkinkan
terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan suatu sistem rekruitmen
yang terbuka, artinya setiap orang yang memenuhi syarat untuk
mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai
peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi
jabatan tersebut,
4. Pemilihan umum, bahwa dalam suatu negara demokrasi pemilu
dilaksanakan secara teratur, setiap warga negara yang telah dewasa
mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dan bebas menggunakan
haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya,
5. Menikmati hak-hak dasar, bahwa dalam suatu negara yang yang
demokratis, setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak
dasar mereka secara bebas, termasuk di dalamnya adalah hak untuk


menyatakan pendapat, hak untuk berkumpul dan berserikat, dan
hak untuk menikmati pers yang bebas.
2.3

Budaya Wani Piro
Wani piro dalam terminologi masyarakat terinspirasi sebuah iklan
televisi yang diadopsi untuk menggambarkan budaya masyarakat dalam
menghadapi pemilu, baik pemilu legislatif untuk memilih calon legislatif
maupun pemilu kepala daerah untuk memilih calon kepala daerah. Wani
piro menunjukkan politik transaksional jual beli suara yang berlangsung
dalam proses dukung mendukung dan memilih calon (kontestan) peserta
pemilu.
Labolo Muhadam (2011:56) menarik kesimpulan sebagai berikut.
Budaya wani piro berkaitan erat dengan logika dan logistik.
Logika dan logistik adalah dua konsep yang berbeda. Logika
menunjukkan cara berpikir dengan alur dan sistematika tertentu
sehingga mengandung kesimpulan premis yang rasional dan
abstraktif. Di masyarakat umum, sering kali sesuatu dianggap logis
kalau masuk di akal. Para penyelidik suka membuat pertanyaan bagi

para tersangka agar mereka mampu menyimpulkan setiap kasus secara
logis, sedangkan logistik cenderung dimaknai sebagai segala sesuatu
yang berbentuk materi, bahkan sumber daya yang menyokong segala
hal yang lahir dari logika. Karenanya, logika tanpa logistik apalah
gunanya. Ibaratnya, logika adalah konsepnya, sedangkan logistik
adalah operasionalisasinya. Untuk apa logika hebat sekalipun, kalau
logistiknya tidak jelas, demikian kata kawan saya. Logika sebaiknya
berbanding lurus dengan logistik, supaya semua beres.
Para tim sukses suka menyambangi setiap kandidat kepala
daerah dengan dua istilah tersebut. Kalau ingin menang, sekalipun
calon pemimpin pintar, konsepnya logis, berapa dulu logistiknya.
Berapa banyak mantan birokrat cerdas dengan segudang pengalaman
dan pengetahuan tidak mampu bersaing ketika mencoba terjun dalam
pesta demokrasi langsung di daerah. Mereka yang hanya
mengandalkan logika nyatanya harus tunduk pada kandidat yang lebih
kuat logistiknya. Inilah dilema demokrasi yang kurang memenuhi
syarat. Demokrasi kadang tidak mempedulikan mereka yang memiliki
logika, demokrasi cenderung memihak pada mereka yang
mengendalikan logistik. Pada akhirnya, mereka yang cerdas
dikendalikan oleh sekumpulan pemegang logistik. Bagi rakyat

kebanyakan, tak penting apakah calon pemimpin cerdas atau tidak.
Sejauh mereka mampu menjamin masa depan rakyat, dalam artian

mampu menjamin logistik dan membuat rakyat tidur nyenyak tanpa
gangguan, silakan pimpin daerah ini.
2.4

Undang-Undang tentang Budaya Wani Piro
Budaya wani piro sesungguhnya bertentangan dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 301, yang berbunyi
1. Setiap pelaksana kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan
atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada
peserta kampanye peserta pemilu secara langsung ataupun tidak langsung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dipidana dengan pidana paling
lama dua tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh
empat juta rupiah).
2. Setiap pelaksana, peserta, dan/atau petugas kampanye pemilu yang
dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan
uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak

langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 dipidana dengan pidana
penjara

paling

lama

empat

tahun

dan

denda

paling

banyak

Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).

3. Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara
menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih
untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu
tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda
paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
2.5

Kriteria Pemimpin Berkualitas
Dalam memilih calon pemimpin bangsa, seharusnya rakyat
berpedoman pada kriteria pemimpin yang berkualitas, bukan malah
berorientasi pada budaya wani piro.
Muhadam Labolo (2011) menyimpulkan kriteria pemimpin yang berkualitas
sebagai berikut.

(1) memiliki kemampuan memahami betul apa kekuatan daerah

yang dipimpinnya. Pemahaman ini akan mendorong
kemampuan pemimpin daerah tersebut dalam mengeksplorasi
dan mengeksploitasi secara proporsional bagi masa depan setiap
generasi. Ketidakpahaman akan potensi daerah mengakibatkan
daerah kurang diuntungkan dari aspek marketable sehingga
minus secara ekonomi,
(2) memiliki kemampuan untuk memahami betul apa yang menjadi
kelemahan daerahnya. Jika pemimpinnya mengetahui betul apa
kelemahan daerahnya maka ia akan mengetahui betul apa
masalah pokok yang telah, sedang, dan akan dihadapi,
(3) kemampuan untuk menemukan jalan keluar (way out) atas
masalah yang telah dipahami,
(4) kemampuan memanfaatkan peluang yang ada bagi upaya
mendorong potensi daerah agar diterima secara luas.
Kemampuan ini dibutuhkan sehingga daerah yang dipimpin
dapat menjadi tolok ukur bagi daerah lain,
(5) kemampuan proaktif dan partisipatif terhadap setiap masalah
yang dihadapi masyarakat,
(6) kemampuan mendorong bawahan sehingga mampu bekerja
secara efektif, efisien, dan produktif dalam pelayanan
masyarakat,
(7) kemampuan menciptakan cara dan iklim kerja yang mendukung
wawasan kebersamaan dalam upaya mencapai tujuan
pemerintahan daerah.
Dengan berpedoman pada kriteria-kriteria tertentu, diharapkan akan
terpilih pemimpin yang benar-benar berkompeten dan mampu memimpin
daerah-daerah di Indonesia dengan penuh tanggung jawab. Dengan
demikian, akan terwujud pemilu yang bersih dan sehat sehingga tercipta
negara Indonesia yang demokratis, aman, makmur, dan sejahtera.
2.6

Manfaat Demokrasi
Menurut Srijanti, dkk. (2006:52), manfaat demokrasi tersebut antara lain:
1. kesetaraan sebagai warga negara, artinya demokrasi bertujuan
untuk memperlakukan semua orang adalah sama dan sederajat,
2. memenuhi kebutuhan-kebutuhan umum, artinya semakin besar
suara rakyat dan menentukan kebijakan, semakin besar pula
kemungkinan kebijakan itu mencerminkan keinginan dan
aspirasi-aspirasi rakyat,
3. pluralisme dan kompromi, artinya demokrasi mengandalkan debat
terbuka, persuasi, dan kompromi penekanan demokrasi pada
debat tidak hanya mengamsumsikan adanya perbedaan-perbedaan

pendapat dan kepentingan pada sebagai besar masalah kebijakan
tetapi juga menghendaki bahwa perbedaan-perbedaan itu harus
dikemukakan dan didengarkan, dengan demikian demokrasi
mengisyaratkan kebhinekaan dan kemajemukan dalam
masyarakat maupun kesamaan kedudukan di antara para warga
negara,
4. menjamin hak-hak dasar, yaitu diskusi terbuka sebagai metode
mengungkapkan dan mengatasi masalah-masalah perbedaan
dalam kehidupan sosial tidak dapat terwujud tanpa kebebasankebebasan,
5. pembaruan kehidupan sosial, yaitu kebijakan-kebijakan yang
telah usang secara rutin dan penggantian para politisi dilakukan
dengan cara yang santun dan damai.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian dapat dipahami sebagai tata cara bagaimana suatu
penelitian dilaksanakan. Sugiyono (2009:3) mendefinisikan metode penelitian
adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Dalam

pengertian

yang

lain,

Nana

Syaodih

Sukmadinata

(2005:52)

mendefinisikan metode penelitian sebagai rangkaian cara atau kegiatan
pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandanganpandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu yang dihadapi.
Dalam suatu penelitian, perlu dilakukan pengumpulan data guna
memperoleh informasi yang dibutuhkan. Metode pengumpulan data yang penulis
gunakan dalam penelitian ini yaitu metode studi pustaka. Penulis mengumpulkan
bahan informasi dari buku dan internet.

BAB IV
PEMBAHASAN
Ditinjau dari lima indikator negara dikatakan demokratis atau tidak, negara
Indonesia belum bisa dikatakan sebagai negara yang benar-benar demokratis. Hal
ini disebabkan oleh beberapa hal yang terjadi dan menyimpang dari demokrasi
yang seharusnya. Banyak pemimpin yang tidak mempertanggungjawabkan
kebijaksanaan dan ucapannya, banyak para pemimpin yang hanya mengucapkan
janji palsu. Jelas, hal ini bertentangan dengan indikator demokrasi yaitu
akuntabilitas. Selain itu, pemilihan umum untuk memilih calon pemimpin rakyat
diwarnai dengan budaya wani piro. Akibatnya, pemimpin yang terpilih kelak bisa
saja tidak memenuhi syarat untuk mengisi jabatan politik. Jelas, hal ini
bertentangan dengan indikator demokrasi yaitu rekruitmen politik yang terbuka.
Budaya wani piro telah mengancam demokrasi di Indonesia. Bagi
beberapa kalangan di masyarakat, momentum pemilu sudah tidak menjadi sebuah
momen untuk memilih calon pemimpin mereka. Sikap skeptis dan lebih
berorientasi kepada materi bahkan memanfaatkan momentum pemilu untuk
memberi keuntungan pada diri sendiri kerap terjadi. Masyarakat terlibat dalam
sikap pragmatisme transaksional nomor piro wani piro. Hal tersebut sudah berada
di seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia saat ini.
Wani piro menunjukkan politik transaksional jual beli suara yang
berlangsung dalam proses dukung mendukung dan memilih calon (kontestan)
peserta pemilu. Jual beli suara ini terjadi lebih disebabkan sikap apatis (kurangnya
kepedulian) anggota DPR terhadap kepentingan rakyat. Kurangnya sensivitas
(kepedulian dan keberpihakan) para caleg setelah terpilih menjadi anggota DPR
terhadap kepentingan rakyat dan hanya berorientasi memperjuangkan kepentingan
pribadi atau partai saja secara atraktif dipertontonkan di hadapan publik
memancing emosional masyarakat sehingga frame berpikir konstituen terhadap
caleg-caleg ini “Kalau belum terpilih, ia bersifat baik, ramah, dan bersahaja. Akan
tetapi, kalau sudah jadi, lupalah kacang pada kulitnya” melahirkan budaya wani

piro yang sesungguhnya merapuhkan tujuan demokrasi untuk menghasilkan
calon-calon anggota legislatif yang berkualitas dan berkarakter/berintegritas.
Demikianlah gambaran pelaksanaan demokrasi di Indonesia saat ini. Jika
budaya wani piro dalam pemilu terus berlanjut maka Indonesia akan dipimpin
oleh para pemimpin yang pada dasarnya kurang berkompeten. Budaya wani piro
juga bertentangan dengan salah satu asas pemilu.
Budaya wani piro sesungguhnya bertentangan dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, Pasal 301 yang berbunyi:
1. Setiap pelaksana Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta
Kampanye

Peserta Pemilu

secara langsung ataupun tidak langsung

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dipidana dengan pidana paling lama 2
(dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta
rupiah).
2. Setiap pelaksana, peserta, dan / atau petugas Kampanye Pemilu yang dengan
sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau
materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 48.000.000,00 (empat puluh
delapan juta rupiah).
3. Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan
atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak
menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Kendatipun jika diperhatikan secara eksplisit dan tekstual tidak ditemukan
larangan budaya wani piro (karena dalam praktiknya mengatasnamakan kegiatan
sosial kegamaan) akan tetapi mempengaruhi pemilih dengan menggunakan cara
tersebut merupakan suatu tindakan yang dapat meruntuhkan demokrasi, sehingga

keinginan untuk mendapatkan caleg berkualitas dan berkarakter (berintegritas)
berdasarkan pemilu tidak akan tercapai, karena mengajarkan kepada masyarakat
menjadi pragmatis, dan tidak dapat menggunakan hak pilih secara cerdas dan
objektif.
Indonesia terancam gagal membangun demokrasi karena dua hal. Pertama,
proses demokrasi yang berlangsung saat ini terjebak dalam bentuk demokrasi
prosedural yang melelahkan banyak pihak. Rakyat lelah karena keadilan,
kesejahteraan, dan kemakmuran yang diidamkannya melalui sistem demokrasi tak
kunjung datang. Rakyat mulai merasakan demokrasi yang sekarang berjalan ini
hanya menguntungkan sekelompok elite partai saja. Oleh karena itu, rakyat kini
mulai berperilaku pragmatis menghadapi proses demokrasi, yaitu, mencari uang
dengan menunggu “serangan fajar” dari setiap kontestan pemilu. Hampir di semua
pemilu, baik itu pemilu legistif, pilpres, atau pilkada, rakyat sekarang mencari
uang melaui demokrasi prosedural tersebut. Ancaman kedua, Indonesia kini
memasuki babak baru dalam sejarah kesenjangan sosial. Indeks gini ratio (alat
ukur kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin) di Indonesia kini sudah
mencapai 0,42 %. Kondisi ini belum pernah terjadi dalam sejarah.
Jika rakyat dalam memilih calon pemimpin berpedoman pada budaya wani
piro maka pemimpin yang dihasilkan bisa jadi kurang berkompeten dan mungkin
tidak memenuhi kriteria pemimpin yang seeharusnya. Akibatnya, Indonesia akan
dipimpin oleh pemimpin yang kurang berkualitas. Budaya wani piro ini
sesungguhnya merapuhkan tujuan demokrasi untuk menghasilkan calon-calon
anggota legislatif yang berkualitas dan berkarakter (berintegritas). Budaya wani
piro dapat menghasilkan pemimpin yang tidak bertanggung jawab yang pada
akhirnya akan merugikan rakyat Indonesia sendiri, seperti melakukan korupsi.
Dengan demikian, akan sulit bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan negara
Indonesia yang berdaulat, adil, makmur, dan sejahtera. Selain itu, budaya wani
piro juga mengajarkan kepada masyarakat menjadi pragmatis, dan tidak dapat
menggunakan hak pilih secara cerdas dan objektif.
Seharusnya, dalam memilih calon pemimpin bangsa, rakyat berpedoman
pada kriteria pemimpin yang berkualitas, seperti yang telah dijelaskan dalam

bagian kajian teori, bukan malah berorientasi pada budaya wani piro. Dengan
berpedoman pada kriteria-kriteria tertentu maka diharapkan akan terpilih
pemimpin yang memang benar-benar berkompeten dan mampu memimpin
daerah-daerah di Indonesia dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian,
akan terwujud pemilu yang bersih dan sehat sehingga tercipta negara Indonesia
yang demokratis, aman, makmur, dan sejahtera. Dengan terciptanya negara
Indonesia yang demokratis maka akan terasa manfaat demokrasi bagi bangsa
Indonesia seperti yang telah dijelaskan pada bagian teori.

BAB V
PENUTUP
5.1

Simpulan
1. Pelaksanaan demokrasi di Indonesia saat ini, utamanya dalam pemilu,

terancam oleh merebaknya budaya wani piro. Sebagian besar calon
pemimpin masih mengandalkan kekuatan uang untuk meraup suara.
Sesuai realita di lapangan, rakyat Indonesia sendiri memang mau
menerima uang dari calon pemimpin tersebut. Bagi rakyat, calon
pemimpin yang memberikan jumlah uang paling besar itulah yang akan
dipilih.
2. Budaya wani piro terjadi di Indonesia disebabkan sikap apatis
(kurangnya kepedulian) para pemimpin terhadap kepentingan rakyat dan
hanya

berorientasi

memperjuangkan

kepentingan

pribadi

atau

kelompoknya saja. Para calon pemimpin rakyat berharap bahwa dengan
memberikan uang maka rakyat akan bersedia memilihnya untuk menjadi
pemimpin. Sedangkan rakyat Indonesia sendiri mau menerima uang
karena alasan tersebut dan rakyat memang membutuhkannya untuk
memenuhi kebutuhannya.
3. Dampak-dampak yang ditimbulkan dari budaya wani piro antara lain
pemilu menjadi tidak bersih dan tidak sehat serta tidak sesuai dengan
asas pemilu, mengajarkan kepada masyarakat menjadi pragmatis, dan
tidak dapat menggunakan hak pilih secara cerdas dan objektif, dapat
mengancam demokrasi di Indonesia, dan merapuhkan tujuan demokrasi
untuk menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan berkarakter
(berintegritas) yang akibatnya akan merugikan rakyat Indonesia sendiri
sehingga akan sulit bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan negara
Indonesia yang berdaulat, adil, makmur, dan sejahtera.

5.2

Saran

1. Melakukan sosialisasi pada rakyat Indonesia tentang kriteria pemimpin

yang berkualitas dan menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari budaya
wani piro.
2. Mengadakan berbagai kegiatan pendidikan politik untuk mencerdaskan

masyarakat sehingga masyarakat akan benar-benar dapat menggunakan
hak pilihnya secara benar dan sesuai keinginan hati nuraninya
berdasarkan pertimbangan kemampuan intelektual (akademik), dan
kualitas

kepribadian

(berkarakter,

berintegritas)

sensitivitas terhadap rakyat.
3. Mengubah budaya wani piro menjadi wani opo.

DAFTAR PUSTAKA

serta

memiliki

Affan, Affandi. 2014. “Antara Budaya Wani Piro dan Berjuang”.
http://www.ipublika.com/2014/03/pemilu-2014-antara-budaya-wanipiro.html (diunduh pada tanggal 19 April 2014).
Firdaus, Fahmi. 2014. “Budaya Wani Piro Ancam Demokrasi di Indonesia”.
http://pemilu.okezone.com/read/2014/01/18/568/928261/budaya-wani-piroancam-demokrasi-di-indonesia (diunduh pada tanggal 16 Maret 2014).
HarianSIB. 2014. “Penyebab Masyarakat Bersikap Nomor Piro Wani Piro”.
http://hariansib.co/view/Dalam-Negeri/10381/Ini-Penyebab-MasyarakatBersikap--Nomor-Piro-Wani-Piro-.html#.U1AiHvmSwrU (diunduh pada
tanggal 18 April 2014).
Infobanua. 2014. “Budaya Wani Piro Kuasai Demokrasi di Indonesia”.
http://infobanua.co.id/budaya-wani-piro-kuasai-demokrasi-indonesia/
(diunduh pada tanggal 18 April 2014).
Krina, Eidi. 2013. “Ancaman Demokrasi di Indonesia di Mata Mahfud MD”.
http://daerah.sindonews.com/read/2013/12/11/12/815956/ancamandemokrasi-indonesia-di-mata-mahfud-md (diunduh pada tanggal 18 April
2014).
Labolo, Muhadam. 2011. Dinamika Demokrasi, Politik, dan Pemerintahan
Daerah. Jakarta: PT Indeks Permata Puri Media.
Srijanti, dkk. 2006. Etika Berwarga Negara. Jakarta: Salemba Empat.
Sunarto, dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.
Tobari. 2014. “Integritas TNI-Polri Diharapkan Mengurangi Praktik Money
Politics”.
http://infopublik.kominfo.go.id/read/67483/integritas-tni-polridiharapkan-mengurangi-praktek-money-politics.html (diunduh pada tanggal
18 April 2014).

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15