TEORI BILANGAN (Kajian tentang aritmatika, sistem dan representasi bilangan)

TEORI BILANGAN

(Kajian tentang aritmatika, sistem dan

representasi bilangan)

Drs. Antonius Cahya Prihandoko, M.App.Sc

PS. Pendidikan Matematika FKIP PS. Sistem Informasi

University of Jember Indonesia

Jember, 2009

1 Keterbagian dan Bilangan Prima

Keterbagian Bilangan Prima

2 GCD dan Algoritma Euclidis Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

3 Kekongruenan dan Aplikasinya Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

4 Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

1 Keterbagian dan Bilangan Prima

Keterbagian Bilangan Prima

2 GCD dan Algoritma Euclidis Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

3 Kekongruenan dan Aplikasinya Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

4 Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

1 Keterbagian dan Bilangan Prima

Keterbagian Bilangan Prima

2 GCD dan Algoritma Euclidis Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

3 Kekongruenan dan Aplikasinya Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

4 Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

1 Keterbagian dan Bilangan Prima

Keterbagian Bilangan Prima

2 GCD dan Algoritma Euclidis Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

3 Kekongruenan dan Aplikasinya Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

4 Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Jika 13 dibagi 5 maka hasil baginya 2 dan sisanya 3 dan ditulis:

5 =2+ 3 5 atau 13 =2×5+3 Algoritma Pembagian Bilangan Bulat

Jika a bilangan bulat positif dan b bilangan bulat, maka ada tepat satu bilangan bulat q dan r sedemikian hingga

b = qa + r dengan 0 ≤ r < a. Dalam hal ini q disebut hasil bagi dan r

adalah sisa pembagian bila b dibagi a. Jika r = 0 maka dikatakan b habis dibagi a, atau b adalah

kelipatan a, dan dinotasikan a |b

Jika 13 dibagi 5 maka hasil baginya 2 dan sisanya 3 dan ditulis:

5 =2+ 3 5 atau 13 =2×5+3 Algoritma Pembagian Bilangan Bulat

Jika a bilangan bulat positif dan b bilangan bulat, maka ada tepat satu bilangan bulat q dan r sedemikian hingga

b = qa + r dengan 0 ≤ r < a. Dalam hal ini q disebut hasil bagi dan r

adalah sisa pembagian bila b dibagi a. Jika r = 0 maka dikatakan b habis dibagi a, atau b adalah

kelipatan a, dan dinotasikan a |b

Jika 13 dibagi 5 maka hasil baginya 2 dan sisanya 3 dan ditulis:

5 =2+ 3 5 atau 13 =2×5+3 Algoritma Pembagian Bilangan Bulat

Jika a bilangan bulat positif dan b bilangan bulat, maka ada tepat satu bilangan bulat q dan r sedemikian hingga

b = qa + r dengan 0 ≤ r < a. Dalam hal ini q disebut hasil bagi dan r

adalah sisa pembagian bila b dibagi a. Jika r = 0 maka dikatakan b habis dibagi a, atau b adalah

kelipatan a, dan dinotasikan a |b

Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka

1 a |0, 1|a dan a|a

2 Jika a |b maka a|bc

3 Jika a |b dan b|c maka a|c

4 Jika a |b maka −a|b

5 Jika a |b dan b|a maka a = b atau a = −b

6 Jika ab |c maka a|b dan b|c

7 Jika a |b dan a|c maka a|bx + cy, untuk suatu bilangan bulat x dan y

Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka

1 a |0, 1|a dan a|a

2 Jika a |b maka a|bc

3 Jika a |b dan b|c maka a|c

4 Jika a |b maka −a|b

5 Jika a |b dan b|a maka a = b atau a = −b

6 Jika ab |c maka a|b dan b|c

7 Jika a |b dan a|c maka a|bx + cy, untuk suatu bilangan bulat x dan y

Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka

1 a |0, 1|a dan a|a

2 Jika a |b maka a|bc

3 Jika a |b dan b|c maka a|c

4 Jika a |b maka −a|b

5 Jika a |b dan b|a maka a = b atau a = −b

6 Jika ab |c maka a|b dan b|c

7 Jika a |b dan a|c maka a|bx + cy, untuk suatu bilangan bulat x dan y

Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka

1 a |0, 1|a dan a|a

2 Jika a |b maka a|bc

3 Jika a |b dan b|c maka a|c

4 Jika a |b maka −a|b

5 Jika a |b dan b|a maka a = b atau a = −b

6 Jika ab |c maka a|b dan b|c

7 Jika a |b dan a|c maka a|bx + cy, untuk suatu bilangan bulat x dan y

Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka

1 a |0, 1|a dan a|a

2 Jika a |b maka a|bc

3 Jika a |b dan b|c maka a|c

4 Jika a |b maka −a|b

5 Jika a |b dan b|a maka a = b atau a = −b

6 Jika ab |c maka a|b dan b|c

7 Jika a |b dan a|c maka a|bx + cy, untuk suatu bilangan bulat x dan y

Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka

1 a |0, 1|a dan a|a

2 Jika a |b maka a|bc

3 Jika a |b dan b|c maka a|c

4 Jika a |b maka −a|b

5 Jika a |b dan b|a maka a = b atau a = −b

6 Jika ab |c maka a|b dan b|c

7 Jika a |b dan a|c maka a|bx + cy, untuk suatu bilangan bulat x dan y

Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka

1 a |0, 1|a dan a|a

2 Jika a |b maka a|bc

3 Jika a |b dan b|c maka a|c

4 Jika a |b maka −a|b

5 Jika a |b dan b|a maka a = b atau a = −b

6 Jika ab |c maka a|b dan b|c

7 Jika a |b dan a|c maka a|bx + cy, untuk suatu bilangan bulat x dan y

Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka

1 a |0, 1|a dan a|a

2 Jika a |b maka a|bc

3 Jika a |b dan b|c maka a|c

4 Jika a |b maka −a|b

5 Jika a |b dan b|a maka a = b atau a = −b

6 Jika ab |c maka a|b dan b|c

7 Jika a |b dan a|c maka a|bx + cy, untuk suatu bilangan bulat x dan y

Definisi Sebuah bilangan asli p kecuali 1 disebut prima jika pembagi

positifnya adalah 1 dan p. Sebuah bilangan prima kecuali 1 adalah komposit jika tidak prima

Berdasarkan definisi tersebut maka 1 bukan prima dan bukan komposit

Erastothenes Untuk setiap bilangan komposit n, ada bilangan prima p √ sehingga p |n dan p ≤ n. Dengan kata lain ”jika tidak ada

bilangan prima p yang dapat membagi n dengan p √ ≤ n, maka n adalah bilangan prima”

Definisi Sebuah bilangan asli p kecuali 1 disebut prima jika pembagi

positifnya adalah 1 dan p. Sebuah bilangan prima kecuali 1 adalah komposit jika tidak prima

Berdasarkan definisi tersebut maka 1 bukan prima dan bukan komposit

Erastothenes Untuk setiap bilangan komposit n, ada bilangan prima p √ sehingga p |n dan p ≤ n. Dengan kata lain ”jika tidak ada

bilangan prima p yang dapat membagi n dengan p √ ≤ n, maka n adalah bilangan prima”

Definisi Sebuah bilangan asli p kecuali 1 disebut prima jika pembagi

positifnya adalah 1 dan p. Sebuah bilangan prima kecuali 1 adalah komposit jika tidak prima

Berdasarkan definisi tersebut maka 1 bukan prima dan bukan komposit

Erastothenes Untuk setiap bilangan komposit n, ada bilangan prima p √ sehingga p |n dan p ≤ n. Dengan kata lain ”jika tidak ada

bilangan prima p yang dapat membagi n dengan p √ ≤ n, maka n adalah bilangan prima”

Apakah bilangan 157 dan 221 bilangan prima atau komposit? √

Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 157 adalah

2, 3, 5, 7, 11. Karena tidak ada satupun dari bilangan-bilangan tersebut yang dapat membagi 157, maka 157 merupakan bilangan prima

Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 221 adalah

2, 3, 5, 7, 11, 13. Karena 13 |221, maka 221 merupakan bilangan komposit

Apakah bilangan 157 dan 221 bilangan prima atau komposit? √

Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 157 adalah

2, 3, 5, 7, 11. Karena tidak ada satupun dari bilangan-bilangan tersebut yang dapat membagi 157, maka 157 merupakan bilangan prima

Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 221 adalah

2, 3, 5, 7, 11, 13. Karena 13 |221, maka 221 merupakan bilangan komposit

Apakah bilangan 157 dan 221 bilangan prima atau komposit? √

Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 157 adalah

2, 3, 5, 7, 11. Karena tidak ada satupun dari bilangan-bilangan tersebut yang dapat membagi 157, maka 157 merupakan bilangan prima

Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 221 adalah

2, 3, 5, 7, 11, 13. Karena 13 |221, maka 221 merupakan bilangan komposit

Setiap bilangan komposit dapat diekspresikan sebagai hasil produk bilangan asli yang lebih kecil. Jika bilangan yang lebih kecil ini juga komposit maka dapat difaktorisasikan menggunakan bilangan asli yang lebih kecil juga. Proses ini berakhir dengan sebuah ekspresi produk bilangan-bilangan prima. Ekspresi ini disebut faktorisasi prima

Teorema Dasar Aritmatika Faktorisasi prima dari sebuah bilangan asli yang lebih besar

dari 1 adalah tunggal, terlepas dari urutan faktor-faktor.

Setiap bilangan komposit dapat diekspresikan sebagai hasil produk bilangan asli yang lebih kecil. Jika bilangan yang lebih kecil ini juga komposit maka dapat difaktorisasikan menggunakan bilangan asli yang lebih kecil juga. Proses ini berakhir dengan sebuah ekspresi produk bilangan-bilangan prima. Ekspresi ini disebut faktorisasi prima

Teorema Dasar Aritmatika Faktorisasi prima dari sebuah bilangan asli yang lebih besar

dari 1 adalah tunggal, terlepas dari urutan faktor-faktor.

Definisi Misal a dan b sembarang bilangan bulat tak negatif dan

keduanya tidak nol. Faktor persekutuan terbesar dari a dan b adalah bilangan

asli terbesar m sedemikian hingga m |a dan m|b. Ditulis m = fpb(a, b) atau m = gcd(a, b).

Kelipatan persekutuan terkecil dari a dan b adalah bilangan asli terkecil n sedemikian hingga a |n dan b|n. Ditulis n = kpk(a, b) atau n = lcm(a, b).

Dua bilangan asli a dan b dikatakan coprime (atau relative prima) jika fpb (a, b) = 1.

Definisi Misal a dan b sembarang bilangan bulat tak negatif dan

keduanya tidak nol. Faktor persekutuan terbesar dari a dan b adalah bilangan

asli terbesar m sedemikian hingga m |a dan m|b. Ditulis m = fpb(a, b) atau m = gcd(a, b).

Kelipatan persekutuan terkecil dari a dan b adalah bilangan asli terkecil n sedemikian hingga a |n dan b|n. Ditulis n = kpk(a, b) atau n = lcm(a, b).

Dua bilangan asli a dan b dikatakan coprime (atau relative prima) jika fpb (a, b) = 1.

Definisi Misal a dan b sembarang bilangan bulat tak negatif dan

keduanya tidak nol. Faktor persekutuan terbesar dari a dan b adalah bilangan

asli terbesar m sedemikian hingga m |a dan m|b. Ditulis m = fpb(a, b) atau m = gcd(a, b).

Kelipatan persekutuan terkecil dari a dan b adalah bilangan asli terkecil n sedemikian hingga a |n dan b|n. Ditulis n = kpk(a, b) atau n = lcm(a, b).

Dua bilangan asli a dan b dikatakan coprime (atau relative prima) jika fpb (a, b) = 1.

Definisi Misal a dan b sembarang bilangan bulat tak negatif dan

keduanya tidak nol. Faktor persekutuan terbesar dari a dan b adalah bilangan

asli terbesar m sedemikian hingga m |a dan m|b. Ditulis m = fpb(a, b) atau m = gcd(a, b).

Kelipatan persekutuan terkecil dari a dan b adalah bilangan asli terkecil n sedemikian hingga a |n dan b|n. Ditulis n = kpk(a, b) atau n = lcm(a, b).

Dua bilangan asli a dan b dikatakan coprime (atau relative prima) jika fpb (a, b) = 1.

Contoh gcd (27, 45) = 9 gcd (15, 32) = 1 gcd (12, 18) = 6 lcm (12, 18) = 36 lcm (11, 18) = 198 Bilangan 15 dan 32 relative prima.

Contoh gcd (27, 45) = 9 gcd (15, 32) = 1 gcd (12, 18) = 6 lcm (12, 18) = 36 lcm (11, 18) = 198 Bilangan 15 dan 32 relative prima.

Contoh gcd (27, 45) = 9 gcd (15, 32) = 1 gcd (12, 18) = 6 lcm (12, 18) = 36 lcm (11, 18) = 198 Bilangan 15 dan 32 relative prima.

Contoh gcd (27, 45) = 9 gcd (15, 32) = 1 gcd (12, 18) = 6 lcm (12, 18) = 36 lcm (11, 18) = 198 Bilangan 15 dan 32 relative prima.

Contoh gcd (27, 45) = 9 gcd (15, 32) = 1 gcd (12, 18) = 6 lcm (12, 18) = 36 lcm (11, 18) = 198 Bilangan 15 dan 32 relative prima.

Contoh gcd (27, 45) = 9 gcd (15, 32) = 1 gcd (12, 18) = 6 lcm (12, 18) = 36 lcm (11, 18) = 198 Bilangan 15 dan 32 relative prima.

Contoh gcd (27, 45) = 9 gcd (15, 32) = 1 gcd (12, 18) = 6 lcm (12, 18) = 36 lcm (11, 18) = 198 Bilangan 15 dan 32 relative prima.

FPB dan KPK dapat dihitung dengan menggunakan faktorisasi prima. Misalnya untuk mendapatkan fpb dan kpk dari a dan b

1 Tentukan faktorisasi prima dari masing-masing a dan b

2 Untuk fpb, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terkecil. Lalu kalikan

perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

3 Untuk kpk , carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terbesar. Lalu kalikan

perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

FPB dan KPK dapat dihitung dengan menggunakan faktorisasi prima. Misalnya untuk mendapatkan fpb dan kpk dari a dan b

1 Tentukan faktorisasi prima dari masing-masing a dan b

2 Untuk fpb, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terkecil. Lalu kalikan

perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

3 Untuk kpk , carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terbesar. Lalu kalikan

perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

FPB dan KPK dapat dihitung dengan menggunakan faktorisasi prima. Misalnya untuk mendapatkan fpb dan kpk dari a dan b

1 Tentukan faktorisasi prima dari masing-masing a dan b

2 Untuk fpb, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terkecil. Lalu kalikan

perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

3 Untuk kpk , carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terbesar. Lalu kalikan

perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

FPB dan KPK dapat dihitung dengan menggunakan faktorisasi prima. Misalnya untuk mendapatkan fpb dan kpk dari a dan b

1 Tentukan faktorisasi prima dari masing-masing a dan b

2 Untuk fpb, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terkecil. Lalu kalikan

perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

3 Untuk kpk , carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terbesar. Lalu kalikan

perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

Contoh Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18

Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan pangkat terbesar?

Contoh Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18

Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan pangkat terbesar?

Contoh Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18

Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan pangkat terbesar?

Contoh Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18

Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan pangkat terbesar?

Contoh Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18

Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan pangkat terbesar?

Contoh Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18

Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan pangkat terbesar?

Misal faktorisasi prima untuk x =a m . b n . c dan y =a p . b q . Dan misalkan m > p dan q > n,

maka fpb (x, y ) = a p . b n

Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y . Jika d p |a maka d m |a . Jika d n

|b q maka d |b . Jika d 0 |c maka d 1 |c

Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah a p . b n

kpk (x, y) = a m . b q . c Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany .

Jika a m

|k maka a 1 |k. Jika b |k maka b |k . Jika c |k maka c 0 |k

Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah a m . b q . c

Misal faktorisasi prima untuk x =a m . b n . c dan y =a p . b q . Dan misalkan m > p dan q > n,

maka fpb (x, y ) = a p . b n

Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y . Jika d p |a maka d m |a . Jika d n

|b q maka d |b . Jika d 0 |c maka d 1 |c

Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah a p . b n

kpk (x, y) = a m . b q . c Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany .

Jika a m

|k maka a 1 |k. Jika b |k maka b |k . Jika c |k maka c 0 |k

Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah a m . b q . c

Misal faktorisasi prima untuk x =a m . b n . c dan y =a p . b q . Dan misalkan m > p dan q > n,

maka fpb (x, y ) = a p . b n

Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y . Jika d p |a maka d m |a . Jika d n

|b q maka d |b . Jika d 0 |c maka d 1 |c

Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah a p . b n

kpk (x, y) = a m . b q . c Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany .

Jika a m

|k maka a 1 |k. Jika b |k maka b |k . Jika c |k maka c 0 |k

Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah a m . b q . c

Misal faktorisasi prima untuk x =a m . b n . c dan y =a p . b q . Dan misalkan m > p dan q > n,

maka fpb (x, y ) = a p . b n

Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y . Jika d p |a maka d m |a . Jika d n

|b q maka d |b . Jika d 0 |c maka d 1 |c

Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah a p . b n

kpk (x, y) = a m . b q . c Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany .

Jika a m

|k maka a 1 |k. Jika b |k maka b |k . Jika c |k maka c 0 |k

Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah a m . b q . c

Misal faktorisasi prima untuk x =a m . b n . c dan y =a p . b q . Dan misalkan m > p dan q > n,

maka fpb (x, y ) = a p . b n

Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y . Jika d p |a maka d m |a . Jika d n

|b q maka d |b . Jika d 0 |c maka d 1 |c

Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah a p . b n

kpk (x, y) = a m . b q . c Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany .

Jika a m

|k maka a 1 |k. Jika b |k maka b |k . Jika c |k maka c 0 |k

Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah a m . b q . c

Misal faktorisasi prima untuk x =a m . b n . c dan y =a p . b q . Dan misalkan m > p dan q > n,

maka fpb (x, y ) = a p . b n

Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y . Jika d p |a maka d m |a . Jika d n

|b q maka d |b . Jika d 0 |c maka d 1 |c

Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah a p . b n

kpk (x, y) = a m . b q . c Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany .

Jika a m

|k maka a 1 |k. Jika b |k maka b |k . Jika c |k maka c 0 |k

Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah a m . b q . c

Diberikan dua bilangan bulat a dan b dengan a > b > 0, maka GCD (a, b) bisa dicari dengan mengulang algoritma pembagian berikut:

Maka r n , pembagi terakhir dari pembagian di atas yang memberikan sisa 0 merupakan GCD (a, b).

Contoh Tentukan GCD (4840, 1512).

Jadi GCD (4840, 1512) = 8.

Contoh Tentukan GCD (4840, 1512).

Jadi GCD (4840, 1512) = 8.

Contoh Tentukan GCD (4840, 1512).

Jadi GCD (4840, 1512) = 8.

Contoh 2 Tentukan fpb (2093, 836)

Contoh 3 Tentukan solusi bilangan bulat dari:

1 3024x + 2076y = 12

2 3024x + 2076y = 36

3 3024x + 2076y = 10

Contoh 2 Tentukan fpb (2093, 836)

Contoh 3 Tentukan solusi bilangan bulat dari:

1 3024x + 2076y = 12

2 3024x + 2076y = 36

3 3024x + 2076y = 10

Contoh 2 Tentukan fpb (2093, 836)

Contoh 3 Tentukan solusi bilangan bulat dari:

1 3024x + 2076y = 12

2 3024x + 2076y = 36

3 3024x + 2076y = 10

Contoh 2 Tentukan fpb (2093, 836)

Contoh 3 Tentukan solusi bilangan bulat dari:

1 3024x + 2076y = 12

2 3024x + 2076y = 36

3 3024x + 2076y = 10

Contoh 2 Tentukan fpb (2093, 836)

Contoh 3 Tentukan solusi bilangan bulat dari:

1 3024x + 2076y = 12

2 3024x + 2076y = 36

3 3024x + 2076y = 10

Solusi bilangan bulat untuk ax + by = c

1 Jika c = fpb(a, b) maka solusi didapat langsung dari algoritma Euclidis

2 Jika fpb (a, b)|c maka solusi didapat dari algoritma Euclidis dengan pengali

3 Jika c bukan kelipatan fpb (a, b) maka persamaan tidak punya solusi bilangan bulat.

Solusi bilangan bulat untuk ax + by = c

1 Jika c = fpb(a, b) maka solusi didapat langsung dari algoritma Euclidis

2 Jika fpb (a, b)|c maka solusi didapat dari algoritma Euclidis dengan pengali

3 Jika c bukan kelipatan fpb (a, b) maka persamaan tidak punya solusi bilangan bulat.

Solusi bilangan bulat untuk ax + by = c

1 Jika c = fpb(a, b) maka solusi didapat langsung dari algoritma Euclidis

2 Jika fpb (a, b)|c maka solusi didapat dari algoritma Euclidis dengan pengali

3 Jika c bukan kelipatan fpb (a, b) maka persamaan tidak punya solusi bilangan bulat.

Solusi bilangan bulat untuk ax + by = c

1 Jika c = fpb(a, b) maka solusi didapat langsung dari algoritma Euclidis

2 Jika fpb (a, b)|c maka solusi didapat dari algoritma Euclidis dengan pengali

3 Jika c bukan kelipatan fpb (a, b) maka persamaan tidak punya solusi bilangan bulat.

Algoritma Euclidis diorientasikan untuk menghitung FPB, lalu bagaimana dengan KPK?

Untuk sebarang dua bilangan asli a dan b

ab lcm (a, b) =

gcd (a, b) Pembuktiannya mengacu pada algoritma perhitungan fpb dan

kpk menggunakan faktorisasi prima Contoh

kpk (4840, 1512) = 4840×1512 fpb (4840 , 1512 ) = 7318080 8 = 914760

Algoritma Euclidis diorientasikan untuk menghitung FPB, lalu bagaimana dengan KPK?

Untuk sebarang dua bilangan asli a dan b

ab lcm (a, b) =

gcd (a, b) Pembuktiannya mengacu pada algoritma perhitungan fpb dan

kpk menggunakan faktorisasi prima Contoh

kpk (4840, 1512) = 4840×1512 fpb (4840 , 1512 ) = 7318080 8 = 914760

Algoritma Euclidis diorientasikan untuk menghitung FPB, lalu bagaimana dengan KPK?

Untuk sebarang dua bilangan asli a dan b

ab lcm (a, b) =

gcd (a, b) Pembuktiannya mengacu pada algoritma perhitungan fpb dan

kpk menggunakan faktorisasi prima Contoh

kpk (4840, 1512) = 4840×1512 fpb (4840 , 1512 ) = 7318080 8 = 914760

Algoritma Euclidis diorientasikan untuk menghitung FPB, lalu bagaimana dengan KPK?

Untuk sebarang dua bilangan asli a dan b

ab lcm (a, b) =

gcd (a, b) Pembuktiannya mengacu pada algoritma perhitungan fpb dan

kpk menggunakan faktorisasi prima Contoh

kpk (4840, 1512) = 4840×1512 fpb (4840 , 1512 ) = 7318080 8 = 914760

Definisi Misalkan m bilangan asli. Dua bilangan bulat a dan b dikatakan

kongruen modulo m dan dinotasikan

a ≡ b mod m

jika m |a − b. Atau secara ekivalen

a ≡ b mod m jika a dan b memberikan sisa yang sama setelah pembagian oleh m.

Definisi Misalkan m bilangan asli. Dua bilangan bulat a dan b dikatakan

kongruen modulo m dan dinotasikan

a ≡ b mod m

jika m |a − b. Atau secara ekivalen

a ≡ b mod m jika a dan b memberikan sisa yang sama setelah pembagian oleh m.

Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi

Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan:

aRb jika a ≡ b mod m Relasi tersebut memenuhi sifat:

a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m

Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi

Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan:

aRb jika a ≡ b mod m Relasi tersebut memenuhi sifat:

a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m

Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi

Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan:

aRb jika a ≡ b mod m Relasi tersebut memenuhi sifat:

a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m

Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi

Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan:

aRb jika a ≡ b mod m Relasi tersebut memenuhi sifat:

a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m

Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi

Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan:

aRb jika a ≡ b mod m Relasi tersebut memenuhi sifat:

a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m

Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi

Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan:

aRb jika a ≡ b mod m Relasi tersebut memenuhi sifat:

a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m

Akibatnya Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas

ekivalensi modulo m Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi

yang terjadi adalah:

E (0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...}

E (1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...}

E (2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...}

E (3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...}

E (k ) = {4n + k; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3

Akibatnya Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas

ekivalensi modulo m Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi

yang terjadi adalah:

E (0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...}

E (1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...}

E (2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...}

E (3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...}

E (k ) = {4n + k; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3

Akibatnya Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas

ekivalensi modulo m Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi

yang terjadi adalah:

E (0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...}

E (1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...}

E (2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...}

E (3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...}

E (k ) = {4n + k; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3

Akibatnya Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas

ekivalensi modulo m Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi

yang terjadi adalah:

E (0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...}

E (1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...}

E (2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...}

E (3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...}

E (k ) = {4n + k; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3

Akibatnya Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas

ekivalensi modulo m Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi

yang terjadi adalah:

E (0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...}

E (1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...}

E (2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...}

E (3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...}

E (k ) = {4n + k; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3

Akibatnya Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas

ekivalensi modulo m Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi

yang terjadi adalah:

E (0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...}

E (1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...}

E (2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...}

E (3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...}

E (k ) = {4n + k; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3

Akibatnya Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas

ekivalensi modulo m Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi

yang terjadi adalah:

E (0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...}

E (1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...}

E (2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...}

E (3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...}

E (k ) = {4n + k; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3

Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut:

1 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka

a + c ≡ b + d mod m

2 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka

a − c ≡ b − d mod m

3 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m Bukti sifat 3

Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan m |c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan m |bc − bd. Sehingga m|ac − bd

Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan

Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut:

1 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka

a + c ≡ b + d mod m

2 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka

a − c ≡ b − d mod m

3 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m Bukti sifat 3

Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan m |c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan m |bc − bd. Sehingga m|ac − bd

Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan

Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut:

1 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka

a + c ≡ b + d mod m

2 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka

a − c ≡ b − d mod m

3 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m Bukti sifat 3

Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan m |c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan m |bc − bd. Sehingga m|ac − bd

Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan

Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut:

1 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka

a + c ≡ b + d mod m

2 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka

a − c ≡ b − d mod m

3 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m Bukti sifat 3

Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan m |c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan m |bc − bd. Sehingga m|ac − bd

Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan

Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut:

1 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka

a + c ≡ b + d mod m

2 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka

a − c ≡ b − d mod m

3 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m Bukti sifat 3

Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan m |c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan m |bc − bd. Sehingga m|ac − bd

Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan

Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut:

1 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka

a + c ≡ b + d mod m

2 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka

a − c ≡ b − d mod m

3 Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m Bukti sifat 3

Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan m |c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan m |bc − bd. Sehingga m|ac − bd

Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan

Jika a dan m adalah bilangan bulat yang saling relatif prima, maka untuk setiap bilangan bulat b, kongruensi ax ≡ b mod m memiliki solusi semua bilangan bulat dalam satu kelas residu modulo m.

Tentukan solusi untuk

1 9x + 5 ≡ 10 mod 11

2 18x + 13 ≡ 6 mod 23

Jika a dan m adalah bilangan bulat yang saling relatif prima, maka untuk setiap bilangan bulat b, kongruensi ax ≡ b mod m memiliki solusi semua bilangan bulat dalam satu kelas residu modulo m.

Tentukan solusi untuk

1 9x + 5 ≡ 10 mod 11

2 18x + 13 ≡ 6 mod 23

Jika a dan m adalah bilangan bulat yang saling relatif prima, maka untuk setiap bilangan bulat b, kongruensi ax ≡ b mod m memiliki solusi semua bilangan bulat dalam satu kelas residu modulo m.

Tentukan solusi untuk

1 9x + 5 ≡ 10 mod 11

2 18x + 13 ≡ 6 mod 23

Jika a dan m adalah bilangan bulat yang saling relatif prima, maka untuk setiap bilangan bulat b, kongruensi ax ≡ b mod m memiliki solusi semua bilangan bulat dalam satu kelas residu modulo m.

Tentukan solusi untuk

1 9x + 5 ≡ 10 mod 11

2 18x + 13 ≡ 6 mod 23

Pada beberapa aplikasi, perlu dibangun bilangan-bilangan secara random dari sebuah himpunan bilangan, sedemikian hingga setiap bilangan memiliki peluang yang sama untuk dibangun. Beberapa contoh situasi dimana bilangan random digunakan, semua melibatkan software untuk mensimulasikan sebuah proses acak, misalnya:

kedatangan pelanggan di suatu konter seleksi sampel secara acak dari sebuah populasi manusia

untuk menyelenggarakan poling opini pembuatan input tes untuk sebuah program komputer

Pada beberapa aplikasi, perlu dibangun bilangan-bilangan secara random dari sebuah himpunan bilangan, sedemikian hingga setiap bilangan memiliki peluang yang sama untuk dibangun. Beberapa contoh situasi dimana bilangan random digunakan, semua melibatkan software untuk mensimulasikan sebuah proses acak, misalnya:

kedatangan pelanggan di suatu konter seleksi sampel secara acak dari sebuah populasi manusia

untuk menyelenggarakan poling opini pembuatan input tes untuk sebuah program komputer

Pada beberapa aplikasi, perlu dibangun bilangan-bilangan secara random dari sebuah himpunan bilangan, sedemikian hingga setiap bilangan memiliki peluang yang sama untuk dibangun. Beberapa contoh situasi dimana bilangan random digunakan, semua melibatkan software untuk mensimulasikan sebuah proses acak, misalnya:

kedatangan pelanggan di suatu konter seleksi sampel secara acak dari sebuah populasi manusia

untuk menyelenggarakan poling opini pembuatan input tes untuk sebuah program komputer

Pada beberapa aplikasi, perlu dibangun bilangan-bilangan secara random dari sebuah himpunan bilangan, sedemikian hingga setiap bilangan memiliki peluang yang sama untuk dibangun. Beberapa contoh situasi dimana bilangan random digunakan, semua melibatkan software untuk mensimulasikan sebuah proses acak, misalnya:

kedatangan pelanggan di suatu konter seleksi sampel secara acak dari sebuah populasi manusia

untuk menyelenggarakan poling opini pembuatan input tes untuk sebuah program komputer

Bagaimana membangun bilangan acak jika kita hanya membutuhkan sedikit bilangan saja?

Dengan melempar dadu kubus berulang-ulang, dapat dibangun sebuah barisan acak dari bilangan-bilangan dari himpunan {1, 2, 3, 4, 5, 6}. Barisan yang dihasilkan dengan cara ini tidak akan punya pola, tetapi dengan percobaan berulang-ulang dalam waktu relatif lama diharapkan keenam bilangan tersebut dapat tampil dengan frekuensi yang sama

Bagaimana membangun bilangan acak jika kita hanya membutuhkan sedikit bilangan saja?

Dengan melempar dadu kubus berulang-ulang, dapat dibangun sebuah barisan acak dari bilangan-bilangan dari himpunan {1, 2, 3, 4, 5, 6}. Barisan yang dihasilkan dengan cara ini tidak akan punya pola, tetapi dengan percobaan berulang-ulang dalam waktu relatif lama diharapkan keenam bilangan tersebut dapat tampil dengan frekuensi yang sama

Jika beberapa bilangan random diperlukan, maka wajar untuk menanyakan apakah sebuah komputer dapat diprogram untuk menjalankan tugas tersebut.

Sebuah komputer merupakan sebuah deterministic device. Dari input yang dimasukkan akan diproduksi output yang secara prinsip selalu dapat diprediksikan.

Namun demikian tetap dimungkinkan untuk memprogramkan komputer untuk membangun barisan bilangan yang diproduksi secara random. Bilangan yang dibangun dengan cara ini pada sebuah komputer disebut bilangan pseudo-random

Jika beberapa bilangan random diperlukan, maka wajar untuk menanyakan apakah sebuah komputer dapat diprogram untuk menjalankan tugas tersebut.

Sebuah komputer merupakan sebuah deterministic device. Dari input yang dimasukkan akan diproduksi output yang secara prinsip selalu dapat diprediksikan.

Namun demikian tetap dimungkinkan untuk memprogramkan komputer untuk membangun barisan bilangan yang diproduksi secara random. Bilangan yang dibangun dengan cara ini pada sebuah komputer disebut bilangan pseudo-random

Jika beberapa bilangan random diperlukan, maka wajar untuk menanyakan apakah sebuah komputer dapat diprogram untuk menjalankan tugas tersebut.

Sebuah komputer merupakan sebuah deterministic device. Dari input yang dimasukkan akan diproduksi output yang secara prinsip selalu dapat diprediksikan.

Namun demikian tetap dimungkinkan untuk memprogramkan komputer untuk membangun barisan bilangan yang diproduksi secara random. Bilangan yang dibangun dengan cara ini pada sebuah komputer disebut bilangan pseudo-random

Ide Dasar Konstruksi Barisan bilangan yang dibangun: x 0 , x 1 , x 2 , x 3 , ... x 0 disebut seed atau benih Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda,

demikian pula sebaliknya. Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi

seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh sistem jam guna menghindari bias antar pengguna.

Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan sebuah formula rekursif: x i = f (x i−1 ), i = 1, 2, 3, ...

Ide Dasar Konstruksi Barisan bilangan yang dibangun: x 0 , x 1 , x 2 , x 3 , ... x 0 disebut seed atau benih Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda,

demikian pula sebaliknya. Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi

seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh sistem jam guna menghindari bias antar pengguna.

Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan sebuah formula rekursif: x i = f (x i−1 ), i = 1, 2, 3, ...

Ide Dasar Konstruksi Barisan bilangan yang dibangun: x 0 , x 1 , x 2 , x 3 , ... x 0 disebut seed atau benih Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda,

demikian pula sebaliknya. Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi

seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh sistem jam guna menghindari bias antar pengguna.

Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan sebuah formula rekursif: x i = f (x i−1 ), i = 1, 2, 3, ...

Ide Dasar Konstruksi Barisan bilangan yang dibangun: x 0 , x 1 , x 2 , x 3 , ... x 0 disebut seed atau benih Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda,

demikian pula sebaliknya. Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi

seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh sistem jam guna menghindari bias antar pengguna.

Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan sebuah formula rekursif: x i = f (x i−1 ), i = 1, 2, 3, ...

Ide Dasar Konstruksi Barisan bilangan yang dibangun: x 0 , x 1 , x 2 , x 3 , ... x 0 disebut seed atau benih Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda,

demikian pula sebaliknya. Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi

seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh sistem jam guna menghindari bias antar pengguna.

Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan sebuah formula rekursif: x i = f (x i−1 ), i = 1, 2, 3, ...

Ide Dasar Konstruksi Barisan bilangan yang dibangun: x 0 , x 1 , x 2 , x 3 , ... x 0 disebut seed atau benih Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda,

demikian pula sebaliknya. Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi

seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh sistem jam guna menghindari bias antar pengguna.

Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan sebuah formula rekursif: x i = f (x i−1 ), i = 1, 2, 3, ...

Linear Congruential Method membangun sebuah barisan bilangan pseudo-random dari

himpunan {0, 1, 2, 3, ..., m − 1}. Aturan konstruksi menggunakan formula:

x i = ax i−1 + c mod m

a dan c konstan. Jika c = 0 maka metode tersebut dinamakan multiplicative congruential method.

Analisa Metoda x i = ax i−1 + c mod m

Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka barisan akan menampilkan siklus yang berulang.

Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam himpunan hingga dengan m elemen.

Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus.

Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka m juga harus semakin besar.

Analisa Metoda x i = ax i−1 + c mod m

Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka barisan akan menampilkan siklus yang berulang.

Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam himpunan hingga dengan m elemen.

Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus.

Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka m juga harus semakin besar.

Analisa Metoda x i = ax i−1 + c mod m

Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka barisan akan menampilkan siklus yang berulang.

Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam himpunan hingga dengan m elemen.

Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus.

Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka m juga harus semakin besar.

Analisa Metoda x i = ax i−1 + c mod m

Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka barisan akan menampilkan siklus yang berulang.

Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam himpunan hingga dengan m elemen.

Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus.

Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka m juga harus semakin besar.

Analisa Metoda x i = ax i−1 + c mod m

Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka barisan akan menampilkan siklus yang berulang.

Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam himpunan hingga dengan m elemen.

Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus.

Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka m juga harus semakin besar.

Contoh 1 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3 dengan seed = 1

Solusi 1 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (4x i−1 + 3) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ... Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15. pemilihan a dan c disini kurang representatif

Contoh 1 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3 dengan seed = 1

Solusi 1 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (4x i−1 + 3) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ... Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15. pemilihan a dan c disini kurang representatif

Contoh 1 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3 dengan seed = 1

Solusi 1 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (4x i−1 + 3) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ... Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15. pemilihan a dan c disini kurang representatif

Contoh 1 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3 dengan seed = 1

Solusi 1 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (4x i−1 + 3) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ... Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15. pemilihan a dan c disini kurang representatif

Contoh 1 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3 dengan seed = 1

Solusi 1 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (4x i−1 + 3) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ... Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15. pemilihan a dan c disini kurang representatif

Contoh 1 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3 dengan seed = 1

Solusi 1 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (4x i−1 + 3) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ... Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15. pemilihan a dan c disini kurang representatif

Contoh 2 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7 dengan seed = 1

Solusi 2 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (3x i−1 + 7) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ... Setelah suku ke-8, siklus akan berulang pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan

yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal

Contoh 2 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7 dengan seed = 1

Solusi 2 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (3x i−1 + 7) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ... Setelah suku ke-8, siklus akan berulang pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan

yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal

Contoh 2 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7 dengan seed = 1

Solusi 2 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (3x i−1 + 7) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ... Setelah suku ke-8, siklus akan berulang pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan

yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal

Contoh 2 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7 dengan seed = 1

Solusi 2 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (3x i−1 + 7) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ... Setelah suku ke-8, siklus akan berulang pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan

yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal

Contoh 2 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7 dengan seed = 1

Solusi 2 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (3x i−1 + 7) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ... Setelah suku ke-8, siklus akan berulang pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan

yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal

Contoh 2 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7 dengan seed = 1

Solusi 2 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (3x i−1 + 7) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ... Setelah suku ke-8, siklus akan berulang pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan

yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal

Contoh 3 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11 dengan seed = 1

Solusi 3 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (5x i−1 + 11) mod 16 Barisan yang didapat:

1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ... Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15 pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan

bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal

Contoh 3 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11 dengan seed = 1

Solusi 3 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (5x i−1 + 11) mod 16 Barisan yang didapat:

1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ... Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15 pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan

bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal

Contoh 3 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11 dengan seed = 1

Solusi 3 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (5x i−1 + 11) mod 16 Barisan yang didapat:

1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ... Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15 pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan

bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal

Contoh 3 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11 dengan seed = 1

Solusi 3 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (5x i−1 + 11) mod 16 Barisan yang didapat:

1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ... Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15 pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan

bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal

Contoh 3 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11 dengan seed = 1

Solusi 3 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (5x i−1 + 11) mod 16 Barisan yang didapat:

1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ... Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15 pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan

bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal

Contoh 3 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan

bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11 dengan seed = 1

Solusi 3 Relasi rekurensi adalah: x 0 = 1, x i = (5x i−1 + 11) mod 16 Barisan yang didapat:

1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ... Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15 pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan

bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal

Dari ketiga simulasi terdahulu

1 Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan yang dihasilkan.

2 Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial (sederhana).

3 Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m

4 Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang

lebih besar.

Dari ketiga simulasi terdahulu

1 Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan yang dihasilkan.

2 Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial (sederhana).

3 Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m

4 Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang

lebih besar.

Dari ketiga simulasi terdahulu

1 Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan yang dihasilkan.

2 Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial (sederhana).

3 Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m

4 Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang

lebih besar.

Dari ketiga simulasi terdahulu

1 Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan yang dihasilkan.

2 Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial (sederhana).

3 Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m

4 Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang

lebih besar.

Dari ketiga simulasi terdahulu

1 Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan yang dihasilkan.

2 Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial (sederhana).

3 Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m

4 Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang

lebih besar.

Bangunlah 20 bilangan pseudo-random menggunakan generator:

x 0 = 2187, x i = (2187x i−1 ) mod 65536 Barisan yang didapat: