Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)

  JMP Online Vol 2, No. 4, 345-358. © 2018 Kresna BIP.

  Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online) e-ISSN 2550-0481

   p-ISSN 2614-7254

  PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS 3 SEKOLAH DASAR 1) 2) 3) Devri Yunia Styaningrum , Firosalia Kristin , Indri Anugraheni Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana

  INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

  Dikirim : 02 April 2018 Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Revisi pertama : 05 April 2018 langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Diterima : 13 April 2018 Lerning (PBL) dalam meningkatkan kemampuan berpikir Tersedia online : 30 April 2018 kritis siswa pada mata pelajaran IPA siswa kelas 3 SD

  Negeri Mangunsari 05. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Kata Kunci : Pembelajaran Berbasis Masalah, Berpikir Kritis, IPA Subjek penelitian adalah siswa kelas 3 SD Negeri 1) Mangunsari 05 Salatiga. Data penelitian diperoleh melalui tes, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian

  Email : devriyunia11@gmail.com , menunjukkan adanya peningkatan persentase kemampuan , 3) indri.anugraheni@staff.uksw.edu berpikir kritis siswa yang ini ditunjukkan dengan hasil evaluasi soal berpikir kritis siswa pada evaluasi yang mengacu pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditentukan yaitu 70. Nilai rata-rata ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan mengalami peningkatan.

  Ketuntasan awal pra siklus 44% saja, setelah siklus I presentase ketuntasan meningkat menjadi 70%. Setelah dilaksanakan Siklus II presentase ketuntasan menjadi 90%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir krtitis siswa pada mata pelajaran IPA siswa sekolah dasar.

  PENDAHULUAN Latar Belakang

  Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan sebuah mata pelajaran yang diajarkan di semua jenjang pendidikan yang ada di Indonesia tidak terkecuali di Sekolah Dasar (SD). Dalam kurikulum KTSP menyebutkan dengan sangat jelas bahwa tujuan pembelajaran IPA di SD (BSNP, 2006:484-485) adalah sebagai berikut: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling berpengaruh antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; (4) dikembangkannya keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan; (6) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.

  Purwasari (2013:11) mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah suatu yang dilakukan oleh siswa bukan dibuat untuk siswa. Menurut Setyowati, dkk (2011:89-96) diungkapkan bahwa pembelajaran pada dasarnya memiliki makna dua kegiatan yaitu belajar dan membelajarkan yang juga melibatkan dua pihak yaitu guru dan siswa. Belajar dan membelajarkan adalah dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pendapat diatas dapat disimpulan bahwa pembelajaran adalah suatu sistem yang terdiri atas komponen yang saling memiliki hubungan satu dengan yang lain. Belajar dititik beratkan pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek yang menerima materi pelajaran. Sedangkan membelajarkan menekankan pada hal yang dilakukan oleh seseorang guru yang berperan sebagai fasilitator didalam memberikan materi pelajaran. Penyampaian materi pembelajaran kepada siswa, seorang guru diharapkan dapat menarik perhatian dan memberikan motivasi siswanya agar siswa memiliki kemampuan berpikir kritis dan berpartisipasi aktifserta memberikan fasilitas siswa dalam mengembangkan kreatifitas dan kemandirian siswa pada pembelajaran yang sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan dari siswa di dalam pembelajaran IPA.

  Hasil diskusi bersama guru yang dilakukan bersama guru di kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05 Kecamatan Sidomukti tahun pembelajaran 2017/2018 ditemukan beberapa hal, diantaranya 1) saat pembelajaran berlangsung dengan kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh guru yang menjadi sumber belajar yang utama, sehingga siswa kurang dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. 2) Guru juga masih jarang dalam melakukan diskusi kelompok, sehingga siswa tidak terlatih untuk aktif dalam memberikan pendapat dan berpikir kritis terhadap suatu materi yang diberikan guru. 3) Selain itu materi pembelajaran yang disampaikan guru hanya bersumber dari buku pegangan Paket dan LKS (Lembar Kerja Siswa). Perbedaan diantara keduanya menunjukan kesenjangan yang terjadi antara pembelajaran yang ideal dengan pembelajaran yang terjadi di SD Negeri Mangunsari 05. Pembelajaran yang ideal yang seharusnya melibatkan keduanya yaitu guru dan siswa justru berbeda dengan yang terjadi di SD Negeri Mangunsari 05 dimana yang mendominasi pembelajaran hanyalah guru saja sehingga memunculkan berbagai permasalahan. Proses pembelajaran IPA seperti yang terjadi di SD Negeri Mangunsari 05 terdapat beberapa permasalahan dalam proses belajar mengajar diantaranya pertukaran informasi hanya bersifat informatif tanpa adanya pemahaman yang lebih mendalam dari siswa. Siswa hanya menghafal materi yang diberikan guru. Selain itu guru masih jarang menggunakan metode diskusi saat proses pembelajaran. Dampak dari permasalahan tersebut siswa menjadi kurang aktif untuk mengeluarkan pendapat dan kurangnya tingkat berpikir kritis siswa terhadap materi yang disampaikan guru sehingga mengakibatkan hasil belajar siswa masih terbilang rendah.

  Berdasarkan pada permasalahan tersebut, dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SD Negeri Mangunsari 05 Salatiga, memerlukan upaya untuk memilih dan menggunakan model, metode, dan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan tingkat berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPA. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk tercapainya peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa adalah penerapan model Problem Based Learning. Menurut Amin (2017:25-36) diungkapkan bahwa PBL yang diperkenalkan oleh Howard Barrows, yaitu model yang ideal dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis.Siswa dapat tumbuh kemampuan berpikir kritisnya pada saat memecahkan sebuah masalah. Model pembelajaran berbasis masalah yang dapat diterapkan untuk melatih keterampilan berpikir kritis antara lain analisis masalah, pemecahan masalah atau belajar berbasis masalah yang ditekankan pada metode sains, metode kooperatif dan inkuiri sains. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model berbasis masalah (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, sehingga model ini dirasa mampu untuk mengatasi permasalahan mengenai kurangnya kemampuan berpikir kritis pada siswa SD Negeri Mangunsari 05.

  Berdasarkan dari penjelasan diatas, maka peneliti melakukan sebuah penelitian tindakan kelas dengan menerapkan pembelajaran yang berbasis masalah dengan tujuan meningkatkankemampuan berpikir kritis siswa di dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model Problem Based Learning di kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05 Tahun Pembelajaran 2017/2018”.

  KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Problem Based Learning

  Saputri, dkk (2015:1-8) menyatakan bahwa model Problem Based Learning ini merupakan penyajian situasi autentik dan bermakna yang bertindak sebagai landasan bagipenyelidikan daninkuiri siswa. Oleh karena itu siswa lebih termotivasi dalam proses pembelajaran sehingga dapat mengembangkan keterampilan berpikir siswa, memecahkan masalah dan siswa menjadi pembelajar yang mandiri. Sejalan dengan pengertian tersebut Anugraheni (2018:9-18) mengungkapkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning atau dalam model pembelajaran berbasis masalah ini adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaranserta mengutamakan permasalahan yang nyata baik di lingkungan sekolah, rumah atau masyarakat sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan dan konsep melalui kemampuan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah.

  Pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam menyelesaikan permasalahan, siswa juga dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan, siswa tidak hanya menggunakan konsep yang berhubungan dengan masalah, tetapi juga metode untuk memecahkan masalah.

  Kekurangan dan Kelebihan Problem Based Learning

  Setiap model pembelajaran terdapat kelebihan dan kekurangan, begitupun pendekatan belajar Problem Based Learning. Menurut (Warsono dan Hariyanto, 2012:152) Kelebihan Problem Based Learning adalah sebagai berikut: a.

  Siswa akan erbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan tertantang untuk menyelesaikan masalah tidak hanya terkait dengan pembelajaran dikelas tetapi juga menghadapi masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari (real world).

  b.

  Menumpuk solidaritas antar teman dengan terbiasa bediskusi dengan teman-teman.

  c.

  Makin mengakrabkan guru dengan siswa.

  d.

  Membiasakan siswa melakukan sebuah eksperimen dalam pembelajaran. Kelemahan dari penerapan model Problem Based Learning ini antara lain: a.

  Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa pada pemecahan masalah b.

  Seringkali memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang panjang.

  c.

  Aktivitasnya sulit dipantau

  Langkah-Langkah Pendekatan Problem Based Learning

  Langkah –langkah atau sintak Problem Based Learning (PBL) menurut Ibrahim dan Nur Ismail dalam (Rusman 2014: 243) adalah sebagi berikut :

  

Tabel 1. Sintak Problem Based Learning

Fase Indikator Tingkah laku guru

  1. Orientasi siswa pada Menjelaskan tujuan dalam pembelajaran, menjelaskan masalah logistic yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.

  2. Mengorganisasi Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan siswa untuk belajar tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

  3. Membimbing Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang pengalaman sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan individual / penjelasan dan pemecahan masalah kelompok

  4. Mengembangkan dan Membantu siswa didalam merencanakan dan menyiapkan menyajikan hasil sebuah karya yang sesuai laporan, dan membantu mereka karya untuk berbagai tugas dengan temannya.

  5. Menganalisis dan Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi mengevaluasi proses terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka pemecahan masalah gunakan

  Sumber : Rusman: 2014;243

  Hakikat IPA

  Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu pembelajaran yang wajib dilakukan di Sekolah Dasar (SD). IPA atau dalam bahasa Inggris disebut dengan

  

Science secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang

  mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Sudjana dkk, 2010). IPA adalah ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam ini menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal saja tetapi juga faktual. Trianto (2010:39) mengungkapkan pendapat bahwa: IPA berhubungan dengan cara mencari tahu mengenai alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Hal yang sama diungkapkan oleh Simorangkir (2014:30-34) dalam pernyataannya menyatakan bahwa proses belajar mengajar IPA seharusnya lebih ditekankan pada pendekatan ketrampilan proses siswa, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep- konsep, teori-teori dan sikap ilmiahnya yang dapat memberi pengaruh positif terhadap kualitas proses dan produk pendidikan.

  Berdasarkan beberapa definisi dan juga pernyataan yang sudah dipaparkan sebelumnya oleh beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

  IPA merupakan mata pelajaran yang sangat sistematis, didalamnya merupakan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, pada pelaksannannya menggunakan metodedan proses ilmiah seperti hasil pengamatan, penyelidikan penyusunan hipotesis dan diikuti dengan pengujian gagasan yang merupakan suatu proses penemuan.

  Hasil Belajar

  Suatu proses belajar mengajar terdapat sesuatu yang telah tercapai. Hasil dari proses pembelajaran yangtelah tercapai ini disebut dengan hasil belajar. Seperti yang diungkapkan oleh Anugraheni (2017: 246-258) Hasil belajar siswa ini dapat diukur dengan tes hasil belajar atau tes prestasi belajar ataupun achievement test. Dalam tes hasil belajar tersebut diperlukan tes baku atau tes standar. Dan tes hasil belajar ini biasanya disusun dan dibuat sendiri oleh guru. Hasil belajar juga tidak lepas dari proses pembelajaran. Sejalan dengan hal tersebut Kristin (2016:74-79) mengemukakan bahwa hasil belajar berarti adalah hasil yang diperoleh seseorang dari aktivitas yang dilakukan dan mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Senada dengan pendapat tersebut Nafiah, dkk (2014:125-142) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak kedua, dimana dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan peserta didik. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat diartikan bahwa hasil belajar adalahperubahan tingkah laku seseorang, yang merupakan akibat dari proses belajar yang mencakup semua bidang baik kognitif, afektif, dan psikomotorik. Atau adanya perubahan dalam tingkah laku misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti yang dapat diukur melalui tes.

  Berpikir Kritis

  Setyowati, dkk (2011: 90-91) menyatakan bahwa yang disebut dengan kemampuan berpikir kritis yaitu kemampuan berpikir yang dimilik peserta didik untuk membandingkan dua atau lebih informasi untuk tujuan memperoleh pengetahuan lebih melalui pengujian terhadap gejala-gejala menyimpang dan kebenaran ilmiah. Sedangkan menurut De Porter dkk (2013:298) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah salah satu keterampilan tingkat tinggi yang sangat penting diajarkan kepada siswa selain keterampilan berpikir kreatif. Hal serupa diungkapkan juga oleh Dike (2010:18-24) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis (critical thinking) adalah mendefinisikan permasalahan menilai dan mengolah informasi berhubungan dengan masalah dan membuat solusi permasalahan kemampuan berpikir kritis siswa dapat mempertimbangkan pendapat orang lain serta mampu menyampaikan pendapatnya sendiri. Selain itu menurut Nuraini S, dkk, (2017 :123-131) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis dinyatakan sebagai kemampuan yang dimiliki individu untuk menganalisa sebuah pendapat dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang benar dan rasional, analisis asumsi daninterpretasi logis.

  Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang baik yaitu hendaknya membantu atau memberikan jalan keluar bagi siswa untuk dapat meningkatkan daya pikir kritis serta partisipasi siswa. Ketrampilan berpikir kritis melatih siswa untuk membuat keputusan dari berbagai sudut pandang secara cermat, teliti dan logis serta memcahkan masalah. Dari beberapa pendapat para ahli diatas tentang berpikir kritis, maka dapat diartikan bahwa berpikir kritis merupakan sebuah proses aktif dan cara berpikir secara teratur serta secara sistematis untuk memahami informasi yang secara mendalam, sehingga kemudian membentuk sebuah keyakinan tentang kebenaran dari informasi yang didapatkan atau pendapat- pendapat yang di sampaikan. Menurut pendapat Ennis (2011) yang secara singkatnya menyatakan bahwa terdapat enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yaitu fokus, alasan, kesimpulan, situasi, kejelasan dan tinjauan ulang.

  Maka dibawah ini dijelaskan tahap-tahap dalam berpikir kritis menurut Ennis (2011) yaitu sebagai berikut:

  Tabel 2. Tahap-Tahap Berpikir Kritis No Tahapan Uraian

  Fokus Langkah awal dari berpikir kritis adalah mengidentifikasi 1. masalah dengan baik. Permasalahan yang menjadi fokus bisa terdapat dalam kesimpulan sebuah argumen

  Alasan Menganalisis alasan

  • –alasan yang diberikan apakah logis atau 2.

  tidak untuk disimpulkan seperti yang tercantum dalam fokus Kesimpulan Jika alasan yang diberikan sudah tepat, kembali dianalisis 3. apakah alasan tersebut dapat sampai kepada simpulan yang diberikan atau tidak

  Situasi Mencocokan dengan situasi yang sebenarnya 4. Kejelasan Harus ada kejelasan mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam 5. argumentersebut sehingga tidak terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan.

  Tinjauan Artinya perlu dicek kembali apa sudah ditemukan, diputuskan, 6. Ulang diperhatikan, dipelajari, dan disimpulkan. Sumber : Ennis (2011)

  METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

  Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitaian Tindakan Kelas(PTK). Menurut Arikunto (2010:2) menyebutkan pengertian PTK dengan mengabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu (1) penelitian, (2) tindakan, (3) kelas yaitu penelitian tindakan kelas merupakan suatupencermatan terhadap kegiatan pembelajaran berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. PTK atau sering disebut dengan penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri melalui refleksi diridengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat (Wardani, 2010:115). Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model Problem Based Learning di dalam kelas.

  Subjek, Waktu dan Tempat Penelitian

  Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 3 di SD Negeri Mangunsari 05 Salatiga sejumlah 39 siswa. Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester 2 tahun ajaran 2017/2018. Pelaksanaan penelitian ini dibagi ke dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas 3 rancangan kegiatan yakni perencanaan, tindakan dan pengamatan, dan refleksi.

  Teknik Pengumpulan Data

  Teknik yang dipergunakan dalam penelitian tindakan kelas ini berfungsi sebagai alat untuk mengukur kompetensi siswa kelas 3 dalam mata pelajaran IPA di SD Negeri Mangunsari 05, Kecamatan Sidomukti, Salatiga setelah melalui proses pembelajaran menggunakan pendekatan Problem Based Learning adalah 1) Tes tertulis yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritits siswa dengan menggunaka soal tes berupa soal uraian yang memiliki tingat kognitif tinggi. 2) Observasi ini digunakan untuk mengamati perilaku atau aktivitas guru dan siswa yang dilakukan saat proses pembelajaran apakah sudah sesuai dengan rencana pembelajaran atau tidak. 3) Dokumentasi dalam penelitian ini menunjukan dokumentasi setiap kegiatan yang dilakukan saat proses penelitian berlangsung.

  Teknik analisis Data

  Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif berupa persentase kenaikan hasil dari pembelajaran menggunakan tes diperoleh dari hasil evaluasi soal siswa dianalisis berdasarkan persentase ketuntasan belajar secara individu dan klasikal kemudian dijabarkan secara deskriptif kualitatif.

  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

  Berdasarkan kondisi awal yang terjadi pada penelitian yang di dapatkan dari hasil berdiskusi dengan guru kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05 kota Salatiga, didapatkan data sebagai berikut bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dikatakan rendah yang dibuktikan dengan hasil belajar yang rendah. Dimana pada kondisi awal penelitian ini dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada pelajaran IPA yang di terapkan adalah nilai 70. Sedangkan data yang didapatkan berdasarkan hasil dari diskusi dengan guru bahwa dari 39 orang siswa hanya 17 orang atau sekitar 44% saja yang dikatakan tuntas dimana nilainya 70 atau sudah melebihi KKM. Sedangkan 22 orang atau sekitar 56% yang dikatakan tidak tuntas, dimana nilainya <70. Nilai tertinggi 85 dan sangat terpaut jauh nilai terendah siswa 45, rata-rata kelas masih rendah juga yaitu 67,88.

  Kondisi kegiatan pembelajaran yang terjadi di SD tersebut lebih didominasi oleh guru yang sebagai sumber dalam belajar sementara siswa kurang berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru lebih sering menjelaskan materi kemudian siswa mengerjakan soal pada lembar kerja siswa saja. Guru juga masih jarang melakukan diskusi kelompok, sehingga siswa tidak terlatih untuk aktif dalam berpendapat dan berpikir kritis terhadap materi yang diberikan guru. Selain itu materi pembelajaran yang disampaikan guru hanya bersumber dari buku pegangan Buku Paket dan LKS (Lembar Kerja Siswa).

  Dalam proses pembelajaran IPA seperti yang terjadi di SD Negeri Mangunsari 05 terdapat beberapa permasalahan yang terjadi diantaranya yaitu pertukaran informasi hanya bersifat informatif tanpa adanya pemahaman yang lebih mendalam dari siswa. Siswa hanya menghafal materi yang diberikan guru. Selain itu guru masih jarang menggunakan metode diskusi saat proses pembelajaran. Dampak dari permasalahan tersebut siswa menjadi kurang aktif untuk mengeluarkan pendapat dan kurangnya tingkat berpikir kritis siswa terhadap materi yang disampaikan guru. Dari hal tersebut mengakibatkan hasil belajara dan kemampuan berpikir kritis siswa siswa masih terbilang rendah. Hasil belajar siswa yang terdapat dalam kegiatan pra siklus, maka akan dijadikan sebagai sampel awal dalam kegiatan penelitian dengan menggunakan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPA di kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05.

  Pada siklus I yakni pada pertemuan 1 dan 2 telah diterapkan tindakan pembelajaran dengan langkah-langkah pembelajaran Problem Based Learning. Pada pelaksanaan pembelajaran menggunakan PBL pada siklus I baik pada pertemuan 1 dan 2 dilakukan pembukaan pembelajaran oleh guru. Setelah itu guru mengorientasi siswa untuk belajar dengan melaukan apresepsi dan penyampaian tujuna pembelajaran. Selanjutnya guru mengorganisasi siswa untuk belajar dengan membentuk siswa menjadi beberapa kelompok dan meminta siswa mencari berbagai informasi mengenai permasalaha yang diberikan mengenai gerak benda. Langkah selanjutnya guru membimbing pengalaman kelompok siswa untuk memecahkan masalah. Siswa selanjutnya menyajikan hasil karya berupa laporan hasil kerja kelompok dan rangkuman. Laporan hasil kerja kelompok tersebut dipresentasikan ke depan kelas untuk mendapat tanggapan dari teman lain. Yang terakhir guru mengevaluasi proses pemecahan masalah dan melakukan refleksi pembelajaran. Pada pertemuan ke 3 dijadikan evaluasi untuk mengukur tingkat kemampuan berpikir kritis siswa pada mata

  pelajaran IPA. Kemampuan berpikir kritis itu dapat diukur dengan hasil belajar siswa setelah mengerjakan soal yang memiliki tingkat kognitif tinggi yaitu C4, C5 dan C6.

  Pada pelaksanaan siklus I ini masih ada beberapa langkah-langkah PBL yang belum dilaksanakan dengan baik, oleh karena itu belum mendapatkan hasil yang maksimal. Hasil yang tidak maksimal tersebut tercermin dari data hasil belajar yang ditunjukan setelah dilakukannya tindakan siklus I yaitu dari 39 siswa kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05 sebanyak 12 orang atau sektar 30% yang belum mencapai KKM atau bisa dibilang belum tuntas karena nilainya <70. Sedangkan 27 atau sekitar 70% orang yang sudah mencapai KKM atau bisa dibilang sudah tuntas dimana nilai yang didapatkan

70. Nilai tertinggi yang didapatkan juga ikut meningkat yaitu 88 dan nilai terendah masih 45 sedangkan rata-rata nilai mencapai 73.

  Setelah dilakukan tindakan siklus I yang dilakukan dalam 3 kali pertemuan. Setelah dilakukan refleksi dan observasi agar tindakan pada siklus I, diharapkan siklus

  II dapat dilakukan dengan maksimal. Tidak jauh beda dengan kegiatan yang dilakukan pada siklus I Siklus II ini juga dilaksanakan dalam 3 pertemuan. Pada pelaksanaan pembelajaran menggunakan PBL pada siklus II baik pada pertemuan 1 dan 2 juga dilaksanakan dengan pembukaan pembelajaran oleh guru. Setelah itu guru mengorientasi siswa untuk belajar dengan melaukan apresepsi dan penyampaian tujuna pembelajaran. Selanjutnya guru mengorganisasi siswa untuk belajar dengan membentuk siswa menjadi beberapa kelompok dan meminta siswa mencari berbagai informasi mengenai permasalahan yang diberikan mengenai energi. Langkah selanjutnya guru membimbing pengalaman kelompok siswa untuk memecahkan masalah. Siswa selanjutnya menyajikan hasil karya berupa laporan hasil kerja kelompok dan rangkuman. Laporan hasil kerja kelompok tersebut dipresentasikan ke depan kelas untuk mendapat tanggapan dari teman lain. Pada kegiatan terakhir guru mengevaluasi proses pemecahan masalah dan melakukan refleksi pembelajaran. Pada siklus 2 ini langkah

  • –langkah PBL sudah terlaksana dengan baik. Pada pertemuan ke 3 atau terakhir dijadikan evaluasi untuk mengukur tingkat kemampuan berpikir kritis kognitif siswa pada mata pelajaran IPA. Kemampuan berpikir kritis itu dapat diukur dengan hasil belajar siswa setelah mengerjakan soal yang memiliki tingkat kognitif tinggi yaitu C4, C5 dan C6. Pada tindakan di siklus II ini sudah melaksanakan semua langkah-langkah PBL dengan baik maka dapat didapatkan hasil yang maksimal.Data hasil belajar yang ditunjukan setelah dilakukannya tindakan siklus II yaitu dari 39 siswa kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05 sebanyak 4 orang yang belum mencapai KKM atau bisa dibilang belum tuntas karena nilainya < 70 atau sebanyak 10%. Sedangkan 35 orang atau 90% yang sudah mencapai KKM atau bisa dibilang sudah tuntas dimana nilai yang didapatkan

70. Nilai tertinggi yang didapatkan juga ikut meningkat yaitu 95 dan Nilai terendah masih 65 sedangkan rata-rata nilai mencapai 80.

  Komparasi Hasil Penelitian Kemampuan Berpikir Kritis

  Perbandingan hasil dari kemampuan berpikir kritis siswa pada Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II yang dilakukan. Adapun perbandingan hasil belajar siswa pada pra siklus, siklus I, dan siklus II dapat dilihat pada tabel berikut ini :

  

Tabel 3. Perbandingan Hasil Kemampuan Berpikir kritis Siswa

NO NILAI Pra Siklus Siklus I Siklus II Jumlah Presentase Jumlah Presentase Jumlah Presentase Siswa (%) Siswa (%) Siswa (%)

  1 Tuntas 17 44% 27 70% 35 90%

  2 Tidak 22 56% 12 30% 4 10% Tuntas

  Jumlah 39 100% 39 100% 39 100% Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)

  Dari tabel diatas dapat dilihat dari kondisi pra siklus nilai rata-rata 67,88 pada siklus I rata-rata 73 dan pada siklus II rata-rata 80. Ketuntasan nilai pada pra siklus 44%, pada siklus I 70% dan pada siklus II 90%. Hal ini menunjukan ada peningkatan ketuntasan pada siklus I dari 44% menjadi 70% meningkat 26%. Sedangkan pada siklus II ada peningkatan ketuntasan 20% yakni pada siklus I 70% menjadi 90%. Dengan demikian penerapan model pembelajaran PBL pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa yang ditunjukan dengan peningkatan nilai siswa mencapai 46% dari pra siklus menjadi 90% pada siklus II. Berdasarkan hasil tersebut yang menunjukan kesamaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Amin (2017, 25-36). Kesamaan tersebut yaitu dalam penelitian yang menerapkan pendekatan Problem Based Learning diantaranya penelitian tentang hal serupa juga pernah dilakukan oleh Amin (2017, 25-36) pembelajaran berbasis masalah atau

  

Problem Based Learning (PBL) memilik pengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis

  dan hasil belajar siswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amin (2017, 25- 36) bahwa terdapat perbedaan persentase kemampuan berpikir kritis siswa antara prates dan pasca tes. Kriteria kemampuan berpikir kritis pada pra tes terdiri dari kritis sebesar 24,14% dan cukup kritis 75,86%. Kriteria kemampuan berpikir kritis pada pascates terdiri dari sangat kritis sebesar 10,34%; kritis 82,76%; dan cukup kritis 6,90%. Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah diterapkannya model pembelajaran Problem Based Learning.

  Pembahasan

  Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05, diketahui bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA masih rendah. Hal ini berdasarkan hasil ulangan tengah semester genap, 22 siswa dari 39 siswa dengan persentase 56% mendapatkan nilai dibawah nilai KKM. Selain persentase ketidaktuntasan yang lebih dari 50%, pemerolehan nilai dikelas 3 juga masih rendah, nilai tertinggi mencapai 85 sedangkan nilai terendah hanya 45. Hal ini membuktikan bahwa dalam pembelajaran terdapat beberapa kekurangan yang membuat pembelajaran kurang menarik bagi siswa, saat pembelajaran berlangsung kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh guru yang sebagai sumber dalam belajar sementara siswa kurang berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru lebih sering mejelaskan materi kemudian siswa mengerjakan soal pada lembar kerja siswa saja. Guru juga masih jarang melakukan diskusi kelompok, sehingga siswa tidak terlatih untuk aktif dalam berpendapat dan berpikir kritis terhadap materi yang diberikan guru. Selain itu materi pembelajaran yang disampaikan guru hanya bersumber dari buku pada pegangan Paket dan LKS (Lembar Kerja Siswa).

  Sedangkan seharusnya pembelajaran IPA di Sekolah Dasar (SD) harus dapat menciptakan kondisi yang dapat membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran. Membuat siswa mampu berpikir kritis terhadap permasalahan dalam kehidupan sehri- hari. Sehingga siswa tidak hanya duduk diam mendengarkan penjelasan guru, melaikan siswa harus terlibat aktif dalam pembelajaran. Oleh karena itu, dalam pembelajaran IPA diperlukan metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa ingin tahu dan mengajak siswa berpikir kritis terhadap suatu permasalahan dalam materi permbelajaran sehingga siswa akan terlibat aktif dalam pembelajaran dan kemampuan berpikir krtitis akan meningkat.

  Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning pada pembelajaran mempunyai dampak pada kemampuan berpikir kritis siswa hal tersebut dibuktikan dengan tingkat hasil evaluasi siswa setelah mengerjakan soal berpikir kritis dimana soal tersebut memiliki tingkat berpikir yang tinggi yaitu menggunakan soal yang tingkat kognitifnya C4, C5 dan C6. Dibuktikan dengan grafik berikut yang menunjukan peningkatan kemampuan berpikr kritis siswa pada penelitian ini sebagai berikut:

  

Gambar 1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dari Pra Siklus,

Siklus I Dan Siklus II

  35

  30

  25

  20

  15 Siswa Tuntas

  10 Siswa Tidak Tuntas

  5 Pra Siklus I Siklus II Siklus

  Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018) Berdasarkan diagram tersebut dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa sehingga dapat dikatakan kemampuan berpikir kritis siswa juga meningkat. Perubahan kondisi siswa dapat dilihat dari presentasi siswa yang tuntas dalam mata pelajaran IPA kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05 semester II tahun ajaran 2017/2018 pada kegiatan pra siklus adalah 44%, untuk siklus I tuntas dengan presentase 70%, dan pada siklus II tuntas dengan presentase 90% dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) hasil belajar siswa 70.

  Hasil presentase hasil dari pengukuran kemampuan berpikir kritis siswa menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Problem Based

  

Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 3 SDN Mangunsari 05

  Semester II Tahun Pelajaran 2017/2018 sebesar 90% yang menunjukan bahwa hasil dari presentase ketuntasan siswa melebihi indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh peneliti. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dinyatakan bahwa keampuhan PBL dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis diantaranya seperti penelitian yang dilakukan oleh Amin (2017: 25-36) pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) memiliki pengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis dari siswa dan hasil belajar siswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amin (2017) bahwa terdapat beberapa perbedaan persentase dari kemampuan berpikir kritis antara kegiatan sebelum dilaksanakannya tes dan sesudah tes. Kriteria kemampuan berpikir kritis ini pada saat sebelum dilakukan tes yang terdiri dari kritis sebesar 24,14% dan cukup kritis 75,86%. Kriteria kemampuan berpikir kritis pada saat setelah dilaksanakan tes terdiri dari sangat kritis sebesar 10,34%; kritis 82,76%; dan cukup kritis 6,90%. Berdasarkan data diatas, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah menggunakan model pembelajaran Problem Based

  

Learning. Selain itu penelitian dari Nafiah (2014) juga menyimpulkan bahwa PBL

mempunyai pengaruh terhadap kemampuan berpikr kritis dan hasil belajar siswa.

  Berdasarkan penelitian ini skor perolehan keterampilan berpikir kritis masing-masing siswa mengalami peningkatan. Pada akhir siklus II kategori keterampilan berpikir kritis mengalami peningkatan. Keterampilan berpikir kritis siswa kategori sangat tinggi sebanyak 20 siswa (69%), kategori tinggi sebanyak siswa 7 (24,1%), rendah sebanyak 2 siswa (6,9%), sangat rendah sebanyak 0 siswa (0%). Siswa yang telah mencapai keterampilan berpikir kritis kategori tinggi yaitu 27 siswa (93,1%) dengan kata lain kriteria keberhasilan pada siklus II telah tercapai.

  Keunggulan dari penelitian ini dibandingkan dengan penelitian lain yaitu dalam penelitian ini menggunakan rubrik penilaian dalam pengukuran evaluasi kemampuan berpikir kritis siswa. Rubrik penilaian tersebut berfungsi untuk penskoran hasil evaluasi siswa terhadap soal yang memiliki tingkat berpikir tinggi. Setiap soal memiliki deskripsi kriteria penilaian yang berbeda sesuai tingkatannya sehingga hasil penilaian menjadi lebih otentik dan rinci sehingga pengukuran kemampuan berpikir ktitis siswa menjadi lebih akurat.

  KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan peneliti, dapat disimpulkan bahwa Penerapan model pembelajaran PBLdapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05 pada mata pelajaran IPA tahun pembelajaran 2017/2018 melalui langkah-langkah sebagai berikut: Orientasi dalam masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing pengalaman individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah, mempresentasikan dan membuat laporan dari hal yang telah dipelajari dan memberikan evaluasi. Penerapan model pembelajaran PBL ini terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05 pada mata pelajaran IPA materi tahun ajaran 2017/2018. Pada pra siklus terdapat 17 siswa yang tuntas dalam mata pelajatan IPA dengan presentasi 44%. Kemudian meningkat di siklus I yang terlihat dari 26 siswa yang tuntas pada mata pelajaran IPA dengan presentase 70%, sehingga setelah dilaksanakan siklus I terjadi peningkatan sebesar 26%. Hasil yang memuaskan terlihat pada siklus II yaitu 35 siswa mencapai ketuntasan pada mata pelajaran IPA dengan presentase 90% dengan presentase peningkatan sebesar 46% dari data awal pra siklus yang menunjukan kemampuan berpikir krtis siswa sebesar 44% meningkat menjadi 90% pada siklus II. Hal ini dapat diperoleh dari hasil evaluasi yang diperoleh dari Pra siklus, Siklus I dan Siklus II yang mengalami peningkatan.

  Saran

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir krtitis siswa pada mata pelajaran IPA. Oleh karena itu penulis menyarankan: 1) Bagi pihak sekolah diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan atau contoh bagi sekolah agar dapat menerapakan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Sehingga, kedepan guru dapat menerpakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang kreatif, inovatif dan menarik. 2) kepada para guru dapat dijadikan referensi bagi guru dalam model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan karakteristik siswa. 3) Saran bagi peneliti selanjutnya agar dapat meneliti kembali keampuhan model PBL untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran lainnya agar dapat mengembangkan model pembelajaran yang baik untuk dapat memajukan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

  Anugraheni, I. 2017. Penggunaan Portofolio Dalam Perkuliahan Penilaian Pembelajaran . Jurnal Pendidikan Dasar Perkhasa, 3(1), 246-258. Anugraheni, I. 2018. Meta Analisis Model Pembelajaran Problem Based Learning

  dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis di Sekolah Dasar [A Meta- analysis of Problem-Based Learning Models in Increasing Critical Thinking Skills in Elementary Schools] .Polyglot: Jurnal Ilmiah, 14(1), 9-18.

  Amin, S. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learing Terhadap

  Kemampuan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Geografi. Jurnal Pendidikan Geografi , Vol 4(3) 25-36.

  Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

  BSNP.2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP

  DePorter, Bobbi. dkk. 2013. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan . Bandung: Kaifa. Dike, Daniel. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dengan Model

  TASC (Thingking actively in a Social Context) Pada Pembelajaran IPS . Jurnal Penelitian.

  Ennis, R.H. 2011. The Nature of Critical thinking: An Outline of Critical Thinking Dispositions and Abilities . University of Illinios.

  Kristin, F. 2016. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Ditinjau Dari

  Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD . Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan , 6(2), 74-79.

  Nafiah, Y. N., & Suyanto, W. 2014. Penerapan Model Problem Based Learning Untuk

  Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Siswa . Jurnal Pendidikan Vokasi , 4(1)125-142.

  Ngalim, Purwanto. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nuraini, F. 2017. Penggunaan Model Problem Based Learning (Pbl) Untuk

  Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD . e-Jurnal Mitra Pendidikan, 1 (4), 369-379.

  Purwasari, Y. 2013. Meningkatkan Haasil Belajar IPA Tentang Hasil Peruabahan

  Kenampakan Permukaan Bumi dan Benda Langit Melalui Peta Pikiran Pada Anak Kesulitan Belajar Kelas IV SD 13 Balai-Balai Kota Padang Panjang .eJUPEKhu , Vol 1 (536-548).

  Rusman. 2014. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

  Guru. Jakarta: PT Raja grafindo Persada

  Saputri, K., Muslim.,& Murniati. 2015. Pengaruh Model Problem Based Learning

  Terhadap Keterampilan Menyimpulkan Hasil Percobaan Siswa Pada Pembelajaran Fisika Kelas X SMA Negeri 1 TANJUNG UBUK .Jurnal Inovasi dan Pembelajaran Fisika , (1-8).

  Setyowati, dkk.2011.Implementasi Pendekatan Konflik Dalam Pembelajaran Fisika

  Untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas VIII . Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 7(1), 89-96.

  Simorangkir,F.M. 2014. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

  Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional .Jurnal Saintech Vol 06-No.04, 30-34

  Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Wardani, N, S, dkk. 2012. Asesmen Pembelajaran SD. Salatiga: Widya Sari Press

  Salatiga Warsono&Haryanto, 2012.Pembelajaran Aktif Teori dan Assasmen. Surabaya: PT Remaja Rosdakarya.