KONTEKS POLITIK PENATAAN KELEMBAGAAN NEGARA
Tatang Sudrajat
Dosen Tetap Fakultas Ilmu Komunikasi dan Administrasi (FIKA)
Universitas Sangga Buana (USB) YPKP Bandung e-mail: id.tatangsudrajat@gmail.com
Abstrak
Keberadaan lembaga-lembaga negara sebagaimana termaktub dalam konstitusi sangat penting bagi terwujudnya kepentingan publik. Demikian pula kehadiran beberapa lembaga/komisi negara independen di bidang tertentu pada era reformasi ini akan makin mengokohkan posisi Indonesia sebagai negara demokratis sekaligus negara hukum modern. Dari perspektif politik terdapat tuntutan besar agar ke semua lembaga tersebut benar-benar berperan fungsional, yang salah satu masalahnya berupa ketidakjelasan kedudukan dan status jabatan anggotanya. Terkait dengan ini diperlukan penataan dan kejelasan kedudukan kelembagaan dan status jabatan anggota/komisionernya. Penataan ini merupakan bagian dari pembangunan politik dan akan berkontribusi positif terhadap makin kokohnya bangunan sistem politik Indonesia.
Kata Kunci: Lembaga Negara, Pejabat Negara, Pembangunan Politik
Political Context of The State Institutional Arrangement
Abstract
The existence of the state institutions, as stated in the constitution is essential for the realization of public interest. Similarly, the presence of multiple agencies/independent state commission in the particular field in this era of reform will further strengthen the position of Indonesia as a democratic state, at the same time as a modern constitutional state. From a political perspective there is a great demand that all of these institutions role functionally, in which one of the problems is in the form of obscurity position and the status positions of its members. In relation to this, it is required an institutional arrangement and the clarity of the position and the status of the members position/commissioners. This arrangement is part of the political development and will contribute positively to strengthen the development of Indonesian political system.
Keywords: State Institution, State Officials, Political Development
A. PENDAHULUAN
lembaga negara yang mencerminkan negara hukum demokratis (democratische
Perubahan/amandemen terhadap rechtstaat) konstitusi negara yang pertama kali dilakukan modern, pengaturan pemilu dan
hak asasi manusia, penegasan otonomi tahun 1999, dapat dikatakan sebagai terobosan daerah, serta pemilihan presiden langsung konstitusional yang sangat besar pengaruhnya oleh rakyat. Keberadaan hukum dasar yang terhadap tatanan politik ketatanegaraan. Hal ini telah diamandemen ini tentu saja di satu memang merupakan salah satu perwujudan dari sisi melahirkan optimisme akan semakin amanat reformasi yang menggelinding setahun demokratisnya kehidupan politik, tetapi di sisi sebelumnya, bahwa tidak ada cara lain untuk lain juga menyisakan sejumlah permasalahan. memperbaiki berbagai tatanan hidup bernegara Apabila tidak segera dilakukan pembenahan ini kecuali melakukan perubahan terhadap tentu saja hal ini dapat menjadi sesuatu yang konstitusi. Terlepas dari fakta bahwa masih kontra produktif bagi upaya besar menjadikan adanya nada sumbang terhadap hasil amandemen Indonesia sebagai negara hukum yang benar- tersebut, bahkan terdapat pula usulan dari benar demokratis secara substansial. sebagian kalangan agar kembali menggunakan Secara umum, permasalahan yang UUD 1945 yang awal, tidak pelak lagi dan harus menimpa suatu negara sangat boleh jadi diakui bahwa di era pasca amandemen ini telah bermula dari penggunaan istilah-istilah tumbuh berkembang tatanan kehidupan politik administrasi pemerintahan negara yang yang semakin demokratis. tidak jelas, rancu, ambivalen, multitafsir atau Beberapa diantaranya adalah penegasan kontradiktif. Dalam kaitan ini, syah dan suatu sebagai negara hukum, lahirnya lembaga- ketika KonFu Tse, filsof Tiongkok Kuno yang
Jurnal
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi
Sebagian diantaranya dalam undang- kali bila menjadi kepala negara. Jawaban
undang yang mengaturnya ada yang sang filsof, singkat saja, yaitu akan segera
disebut secara tersurat berkedudukan menertibkan istilah-istilah dalam kehidupan
sebagai lembaga negara, ada yang hanya kenegaraan. Jawaban tersebut bermakna sangat
disebut lembaga, lembaga mandiri, fundamental dan kontekstual. Dikatakan
lembaga nonstruktural, serta sebagian fundamental karena dengan penamaan yang
lagi disebut secara samar-samar sebagai simpang siur dan tidak jelas yang melekat pada
lembaga negara.
organ atau lembaga negara, dapat dipastikan
e. Terjadi variabilitas dalam pola rekrutmen akan timbul kesemrawutan pada tingkatan
calon pejabat lembaga/komisi negara implementasi kewenangan masing-masing.
independen, termasuk yang memiliki Dikatakan kontekstual karena saat ini berbagai
perangkat struktural sampai ke daerah “konflik” antara berbagai lembaga sangat boleh
provinsi dan kabupaten/kota. Sebagian jadi berawal dari ketidakjelasan kedudukan
lembaga dilakukan seleksi tahap akhirnya institusional dan perlakuan diskriminatif yang
berupa fit and proper test oleh DPR, tetapi diterima tiap personelnya. Dengan kata lain
sebagian lagi hasil seleksi akhir oleh tim dapat dikatakan bahwa tatanan kehidupan
seleksi sesuai dengan peringkat diserahkan politik kenegaraannya akan selalu berada dalam
kepada presiden untuk ditetapkan sesuai situasi “jelas dalam ketidakjelasan, tidak jelas
dengan kebutuhan.
dalam kejelasan”.
Beberapa permasalahan tersebut B. URGENSI PENATAAN
dideskripsikan sebagai berikut:
KELEMBAGAAN
a. Saat ini semua lembaga yang ke- Dari perspektif politik dalam arti luas, beradaannya dengan tegas diatur dalam khususnya dalam kerangka pembangunan konstitusi, lazim dinamakan lembaga politik, tentu saja keadaan ini bukanlah negara. Secara eksplisit, sebagian besar sesuatu yang “menguntungkan”. Politik, diantaranya berpredikat sebagai lembaga dengan mengikuti pendapat Surbakti, negara sebagaimana diatur dalam undang- salah satu konsepnya yang berkembang undang yang menaunginya. Namun sejak awal sampai dengan sekarang adalah demikian, ironisnya ada lembaga yang pandangan kelembagaan atau institusional. dalam undang-undang yang mengaturnya Pandangan ini melihat politik sebagai hal yang tidak disebut sebagai lembaga negara, berkaitan dengan penyelenggaraan negara. padahal nyata-nyata keberadaannya Dengan mengikuti pandangan Max Weber, termaktub dalam konstitusi. dikemukakan lebih lanjut oleh Surbakti tentang
b. Dalam masing-masing undang-undang adanya struktur sebagai salah satu aspek sebagai yang mengaturnya, sebagian lembaga
ciri negara, yaitu adanya berbagai struktur negara yang keberadaannya disebut dalam
yang mempunyai fungsi yang berbeda, seperti konstitusi, pejabatnya dinamakan sebagai
jabatan, peranan, dan lembaga-lembaga yang pejabat negara, sedangkan lembaga negara
semuanya memiliki tugas yang jelas batasnya, lainnya tidak dinamakan pejabat negara.
yang bersifat kompleks, formal dan permanen
c. Terdapat penyebutan sebagai pejabat
(1999:3).
negara kepada yang menduduki Demikian pula dari ciri-ciri pokok jabatan dalam lembaga negara tertentu
pembangunan politik, yang diantaranya sebagaimana disebutkan dalam undang-
menurut Lucian W. Pye adalah kapasitas undang yang mengaturnya, tetapi
(capacity) serta diferensiasi dan spesialisasi. pada lembaga negara yang lain dalam
Kapasitas berkaitan dengan kesanggupan suatu undang-undang yang mengaturnya tidak
sistem politik, kapasitas berarti efektivitas dan dinamakan sebagai pejabat negara.
efisiensi dalam pelaksanaan kebijaksanaan
d. Terjadi keanekaragaman penyebutan umum. Di sini terdapat kecenderungan ke pada lembaga/komisi-komisi negara
arah profesionalisasi pemerintahan (dalam independen atau yang lazim dinamakan
Muhaimin dan Mac Andrews, 1991:16). Sejalan lembaga quasi negara (state auxiliary
dengan apa yang dikemukakan Pye, dijelaskan agencies) yang secara khusus dibentuk
oleh Sjamsuddin bahwa pemerintah seyogianya
24
Jurnal
Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Jurnal 25
Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
mempunyai badan-badan yang sanggup bekerja secara efisien dan efektif, sehingga target yang telah ditetapkan benar-benar dapat dicapai (1993:221).
Lebih lanjut Pye mengemukakan bahwa ciri diferensiasi dan spesialisasi berarti bahwa jabatan-jabatan dan badan-badan pemerintah masing-masing cenderung memiliki fungsi tersendiri dan terbatas, dan ada persamaan pembagian kerja dalam pemerintahan. Diferensiasi bukanlah fragmentasi dan isolasi bagian-bagian yang berbeda dari sistem politik, tetapi spesialisasi yang didasarkan atas suatu pemahaman mengenai integrasi (dalam Muhaimin dan MacAndrews, 1991:16- 17). Dalam rumusan yang hampir senada, Apter mengemukakan bahwa lembaga politik mewujudkan tujuan filosofis dalam praktek pemerintahan. Lembaga-lembaga “menertibkan” kehidupan sosial dengan cara- cara politik (1996:8).
Hal ini berarti bahwa merupakan suatu keganjilan bilamana kelembagaan negara, baik yang tersurat dalam konstitusi maupun yang ada dalam undang-undang yang mengaturnya, tidak berperan maksimal hanya karena ketidakjelasan dalam regulasi institusionalnya. Kalau sudah begini, tentu pertanggungjawaban kepada publik makin jauh dari harapan. Implikasi lebih jauhnya tentu akan berpotensi menimbulkan “kegaduhan politik” hanya karena masalah kewenangan dan atribut-atribut institusional lain yang mengiringinya. Bahkan dapat memunculkan kekhawatiran berupa makin jauhnya cita-cita kesejahteraan rakyat dapat terwujud karena institusi-institusi negara tidak bisa hadir dengan tepat sebagai pelayan publik. Padahal sebagaimana dikemukakan Michael, salah satu karakteristik pemerintahan demokratis adalah the institutionalisation of the process of government-in which functions are delineated, responsibilities are defined, and the mechanisms for change, including elections, are prescribed (2006:31). Hal ini menunjukkan pentingnya pelembagaan proses pemerintahan di mana fungsi-fungsi yang dimantapkan, tanggung jawab didefinisikan, dan mekanisme untuk perubahan, termasuk pemilu, yang ditegaskan.
Dalam konteks inilah penataan kelembagaan negara menemukan urgensinya. Hal ini tidak saja akan terkait dengan aspek- aspek internal lembaga yang bersangkutan tetapi juga dalam relasinya dengan sesama lembaga lain serta kebersinggungan tugasnya
secara sosiologis dengan kepentingan publik. Terkait hal ini, Marijan menjelaskan bahwa demokrasi dikatakan terkonsolidasi apabila terdapat regularitas, adanya rutinitas dan kesinambungan. Di tingkat kelembagaan, penataan lembaga-lembaga politik yang memungkinkan adanya bangunan sistem politik yang demokratis, perlu dilakukan secara lebih sistematis (2010: 339).
Reformasi politik kenegaraan yang diraih dengan susah payah lebih dari 17 tahun yang lalu jangan berujung ketidakpastian. Kapabilitas sistem politik yang bersifat regulatif harus ditunjukkan terutama oleh mereka yang berada pada tatanan suprastruktur politik. Dalam kaitan ini, relevan kiranya pandangan Alfian, bahwa kapabilitas merupakan hal penting dalam kaitan dengan pembangunan politik, yang mengandung tiga dimensi, yaitu dimensi preventif, dimensi pemeliharaan, dan dimensi pengembangan (1990: 38). Di- kemukakan lebih jauh bahwa dimensi preventif berupa kemampuan untuk mencegah agar sistem politik itu tidak sampai menjurus kepada menjerumuskan dirinya ke dalam kehancuran. Dimensi pemeliharaan berupa kemampuan memelihara apa-apa yang sudah dimiliki oleh dan relevan bagi sistem politik itu. Dimensi pengembangan berupa kemampuan untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan nilai-nilai ideologinya dan kehendak masyarakatnya yang selalu tumbuh dan berkembang.
Dengan asumsi bahwa desain kelembagaan negara sebagai produk empat kali amandemen kontitusi untuk sementara dianggap cukup, maka penataan ini seyogianya lebih difokuskan kepada pengaturan institusional melalui pem- bentukan atau revisi undang-undang.
C. LEMBAGA NEGARA
Dilihat dari sejarah politik ketatanegaraan, dapat ditelusuri bahwa pada masa praamandemen UUD 1945, secara lebih khusus lagi pada era pemerintahan Orde Baru yang telah berhasil melembagakan apa yang dinamakan mekanisme kepemimpinan nasional lima tahunan, sedikitnya dikenal adanya enam lembaga negara. Ketika itu, sebagaimana termaktub dalam TAP MPR Nomor III/MPR/1978 tentang Hubungan dan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara Dengan/Atau Antara Lembaga-lembagaTinggi Negara, kedudukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) disebut sebagai lembaga Tahun 2009 sebagai undang-undang yang tertinggi negara, dan yang lainnya dinamakan
digantikannya, disebutkan bahwa DPR lembaga tinggi negara, yaitu Presiden, Dewan
merupakan lembaga perwakilan rakyat Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung
yang berkedudukan sebagai lembaga (MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan
negara. Demikian pula, dalam undang- Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Dengan
undang sebelumnya, yaitu Undang- kata lain, karena posisinya tercantum dalam
Undang Nomor 22 Tahun 2003, Pasal konstitusi, maka keenamnya lazim disebut
24 menegaskan bahwa DPR merupakan sebagai lembaga negara, dan para pejabatnya
lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai pejabat negara.
berkedudukan sebaga lembaga negara. Pasca amandemen konstitusi ke-2 tahun
c. Dewan Perwakilan Daerah (DPD). 2000, terjadi perubahan mendasar pada tatanan
Organ negara tempat para “senator” ini suprastruktur politik di tingkat pusat, yaitu
berkiprah, menurut ketentuan Pasal 247 dengan dihapuskannya DPA dan munculnya
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, tiga lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi
merupakan lembaga perwakilan daerah (MK), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan
yang berkedudukan sebagai lembaga Komisi Yudisial (KY). Kelembagaan negara
negara. Pada Pasal 222 undang-undang mengalami pertambahan sehingga menjadi
yang digantikannya, yaitu Undang- MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, BPK dan
Undang Nomor 27 Tahun 2009 disebutkan KY. Namun demikian bila menilik berbagai
pula bahwa DPD merupakan lembaga undang-undang yang mengatur masing-masing
perwakilan daerah yang berkedudukan lembaga pada era reformasi ini ternyata terdapat
sebagai lembaga negara. Demikian pula inkonsistensi. Kesemua lembaga tersebut
pada Pasal 40 undang-undang pertama kecuali MA disebut sebagai lembaga negara,
yang mengatur keberadaannya di republik padahal dalam praktik politik kenegaraan
ini, yaitu Undang-Undang Nomor 23 selama ini MA selalu disebut dan diperlakukan
Tahun 2003 disebutkan bahwa DPD sebagai lembaga negara.
merupakan lembaga perwakilan daerah Secara lebih detail hal tersebut dapat
yang berkedudukan sebagai lembaga dideskripsikan sebagai berikut:
negara.
d. Presiden (dan Wakil Presiden). Peranan Menurut ketentuan Pasal 3 Undang-Undang
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
presiden yang sangat sentral dalam sistem Nomor17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,
ketatanegaraan, karena berposisi sebagai DPD, dan DPRD dikatakan bahwa MPR
kepala pemerintahan sekaligus kepala sebagai lembaga permusyawaratan rakyat
negara, telah menempatkan lembaga berkedudukan sebagai lembaga negara.
kepresidenan (yang di dalamnya terdiri Demikian pula dalam Pasal 3 Undang-
dari presiden dan wakil presiden) pada Undang Nomor27 Tahun 2009 sebagai
kedudukan sebagai lembaga negara undang-undang yang digantikannya,
yang tidak diragukan lagi. Meskipun disebutkan bahwa MPR merupakan
sampai dengan saat ini, tinggal lembaga lembaga permusyawaratan rakyat yang
kepresidenan inilah yang belum diatur berkedudukan sebagai lembaga negara.
dalam undang-undang yang merupakan Pun demikian dalam undang-undang
derivasi dari beberapa ketentuan dalam yang berlaku sebelumnya, yaitu Undang-
konstitusi yang mengatur keberadaannya. Undang Nomor 22 Tahun 2003, dalam Pasal
e. Mahkamah Agung (MA). Dalam Pasal
1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun lembaga permusyawaratan rakyat yang
10 disebutkan bahwa MPR merupakan
2004 sebagai undang-undang yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
mengubah Undang-Undang 14 Tahun
b. DewanPerwakilan Rakyat (DPR). 1985 tentang Mahkamah Agung, terkait Menurut ketentuan Pasal 68 Undang-
dengan kedudukan lembaga ini sama Undang Nomor 17 Tahun 2014, DPR
sekali secara eksplisit tidak disebutkan dinamakan sebagai lembaga perwakilan
sebagai lembaga negara. Demikian pula rakyat yang berkedudukan sebagai
dalam bagian penjelasan undang-undang lembaga negara. Sebelumnya, dalam
tersebut tidak ditemukan sedikitpun Pasal 68 Undang-Undang Nomor 27
istilah yang menyebutkan bahwa MA
Jurnal
Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016 Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
perilaku hakim. Demikian pula penyebutan undang yang diubahnya disebutkan
sebagai lembaga negara tersebut dalam bahwa MA sebagai lembaga tinggi negara,
Pasal 1 undang-undang perubahannya pada saat mana ketentuan ketatanegaraan
yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun ketika itu masih membedakan istilah
2011.
lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara sebagaimana diatur dalam
D. LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN
TAP MPR Nomor III/MPR/1978 tentang Beberapa permasalahan terkait pemberian Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja
kedudukan sebagai lembaga negara makin Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau
terasa bertambah seiring dengan lahirnya antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara.
berbagai komisi atau lembaga negara mandiri/ Namun demikian, kiranya dapat difahami
independen. Sebagai tuntutan negara demokrasi bahwa kedudukan MA yang disandang
dan hukum, semua lembaga ini, kecuali Komisi sebagai lembaga tinggi negara sebagaimana
Nasional Hak Asasi Manusia lahir seiring disebut dalam Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1985 ini harus “dibaca” sebagai bergulirnya reformasi politik dan ketata- negaraan selepas kejatuhan rezim pemerintahan
lembaga negara, sehubungan amandemen Orde Baru. Bahkan sebagian diantaranya konstitusi yang tidak lagi menempatkan
memiliki perangkat organisasi struktural MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
sampai ke tingkat kabupaten dan kota. Sebagian
f. Mahkamah Konstitusi (MK). Berbeda diantara lembaga tersebut dalam undang- dengan kedudukan kelembagaan MA,
undang yang mengaturnya berkedudukan justru MK secara tegas disebutkan
sebagai lembaga negara, sebagian lagi sama kedudukannya sebagai lembaga negara
sekali tidak dinamakan lembaga negara tapi dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor24
hanya sebagai lembaga, dan ada pula yang Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
disebut dengan tidak begitu tegas atau hanya Hal ini ditegaskan lagi dalam bagian
samar-samar sebagai lembaga negara. penjelasan undang-undang tersebut bahwa
Sebagian diantara lembaga/komisi negara keberadaan MK sebagai lembaga negara
independen tersebut dideskripsikan sebagai yang berfungsi menangani perkara tertentu
berikut:
di bidang ketatanegaraan, dalam rangka
a. Penyelenggara pemilu yaitu Komisi menjaga konstitusi agar dilaksanakan
Pemilihan Umum (KPU) dan Badan secara bertanggung jawab sesuai dengan
Pengawas Pemilu (Bawaslu). Awal kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi.
“ketidak jelasan”
kedudukan kedua
g. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam lembaga ini sangat boleh jadi berawal dari ketentuan Pasal 2 Undang-Undang
ketentuan Pasal 22 E ayat (5) konstitusi Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK
yang menyebutkan bahwa pemilihan yang menggantikan Undang-Undang
umum diselenggarakan oleh suatu komisi Nomor 5 Tahun 1973 disebutkan bahwa
pemilihan umum yang bersifat nasional, kedudukannya sebagai lembaga negara
tetap dan mandiri. Akibatnya, meskipun yang bebas dan mandiri dalam memeriksa
istilah komisi pemilihan umum ini pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
muncul keberadaannya dalam konstitusi negara.
tetapi tidak menjadikannya tampil
h. Komisi Yudisial (KY). Penyebutannya sebagai lembaga negara yang “diakui” sebagai lembaga negara termaktub dalam
sebagaimana komisi negara lainnya yang Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 Undang-
sama sama termaktub dalam konstitusi, Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang
yaitu KY. Sebagai puncak organisasi Komisi Yudisial. Demikian pula bagian
penyelenggara pemilu di republik ini, penjelasan undang-undang tersebut
keduanya dalam Undang-Undang Nomor menyebutkannya sebagai lembaga negara
15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara yang bersifat mandiri yang berwenang
Pemilu sama sekali tidak dinamakan mengusulkan pengangkatan hakim
sebagai lembaga negara, tetapi hanya agung dan mempunyai wewenang lain
disebut sebagai “lembaga”. Pasal 1 angka dalam rangka menjaga dan menegakkan
5, angka 6 dan angka 16 undang-undang
27
Jurnal
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Jurnal
Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
tersebut sama sekali tidak menyebutkan bahwa keduanya sebagai lembaga negara. Hal yang sama tidak puladitemui dalam undang-undang yang digantikannya, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Demikian pula hal ini tidak dijumpai dalam berbagai undang-undang yang berkaitan dengan pemilu/pilkada yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai Undang- Undang.
b. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Institusi yang keberadaannya disebut dalam Pasal 74 sampai dengan 76 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ini, tidak juga dinamakan sebagai lembaga negara. Ia dalam Pasal 74 hanya disebut bersifat independen. Demikian pula, sebagai derivasi dari undang-undang ini yaitu Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 tentang KPAI hanya menyebutkan dalam Pasal 1 bahwa KPAI adalah lembaga yang bersifat independen dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak.
c. Komisi Informasi. Pasal 23 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, hanya menyebutkan bahwa Komisi Informasi sebagai lembaga mandiri. Lembaga yang secara imperatif sebagaimana titah undang- undang keberadaannya sampai dengan tingkat provinsi ini, tidak juga dilabeli sebagai lembaga negara. Karena tidak ada satu ketentuanpun dalam undang-undang yang membentuknya menegaskan bahwa berkedudukan sebagai lembaga negara.
d. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Organ negara yang keberadaannya diatur dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ini, juga tidak disebut secara eksplisit sebagai lembaga negara. Ketentuan Pasal 1 angka 7 undang- undang yang lahir selaras dengan perintah
Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia ini hanya menyebutnya sebagai lembaga mandiri yang kedudukannya “setingkat dengan lembaga negara lainnya” yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia. Tentu ada perbedaan implikasi baik yuridis, politis, administratif maupun struktural organisatoris antara lembaga yang secara eksplisit dinamakan berkedudukan sebagai lembaga negara dengan lembaga yang hanya disebut berkedudukan setingkat lembaga negara. Bahkan bila menilik produk hukum pertama yang membidangi kelahirannya, yaitu Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komnas HAM, dalam Pasal 3 hanya disebut bahwa Komnas HAM bersifat mandiri. Kedudukannya yang memiliki “nasib baik” ini selaras dengan ketentuan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,yang menegaskan bahwa Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya “setingkat dengan lembaga negara lainnya”. Hal ini dipertegas lagi dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Upaya Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
e. Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Organ negara yang pada mulanya bernama Komisi Ombudsman Nasional dan lahir melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 ini kedudukan organisasinya sangat kuat, karena ada dua undang- undang yang secara eksplisit menyebut dirinya sebagai lembaga negara. Pasal 1 dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebut institusi pengawas penyelengaraan pelayanan publik ini sebagai lembaga negara. Demikian pula organ negara yang kelahirannya sebagai perwujudan perintah dari Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ini disebut sebagai lembaga negara dalam ketentuan Pasal
1 angka 13 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
f. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). yang dilakukan berbagai pihak (pemerintah dan Lembaga anti rasuah yang dibentuk
masyarakat) dengan menggunakan konsensus- dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun
konsensus nasional tentang dasar-dasar sistem 2002 ini merupakan realisasi amanat Pasal
politik sebagai tolok ukur (dalam Munandar,
43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 1994: 228). Dalam rangka ini, Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Korupsi. Dalam Pasal 3 undang-undang
Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 tersebut KPK disebut sebagai lembaga
telah menegaskan bahwa arah pembangunan negara, bahkan kelima orang anggotanya
diantaranya adalah penyempurnaan struktur dalam Pasal 21 Ayat (3) disebut sebagai
politik yang dititikberatkan pada proses pejabat negara. Kehadiran lembaga yang
pelembagaan demokrasi yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir selalu
antara lain dengan meningkatkan kinerja menjadi sorotan publik ini dapat dipandang
lembaga-lembaga penyelenggara negara sebagai kelanjutan dari Komisi Pemeriksa
dalam menjalankan kewenangan dan fungsi- Kekayaan Penyelengara Negara. Lembaga
fungsi yang diberikan konstitusi dan peraturan ini keberadaannya merupakan amanat dari
perundangan, serta menciptakan pelembagaan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
demokrasi lebih lanjut untuk mendukung 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang
berlangsungnya konsolidasi demokrasi secara Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan
berkelanjutan.
Nepotisme. Dalam kaitan ini, berbagai produk politik
g. Komisi Penyiaran Indonesia {KPI). Institusi konstitusional yang lahir di awal era reformasi ini dibentuk sesuai dengan amanat Pasal 6
pada dasarnya telah menjadi tolok ukur langkah ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
evaluasi ini. Oleh karena itu, penataan lembaga/ 2002 tentang Penyiaran. Keberadaannya
komisi negara independen ini menjadi aktivitas merupakan wujud peran serta masyarakat
strategis bangsa ini untuk mencapai cita-cita dalam bidang penyiaran dan memiliki
demokratisasi.
perangkat kelembagaan sampai dengan tingkat provinsi, yang secara tersurat
E. PEJABAT NEGARA
dinamakan sebagai lembaga negara yang Sebagai konsekuensi logis reformasi bersifat independen sebagaimana tersebut
politik dan ketatanegaraan, memang sebutan dalam Pasal 7 ayat (2) undang-undang
sebagai pejabat negara rupanya tidak tersebut.
terhindarkan sebagai sesuatu yang muncul
Selain keberadaan lembaga-lembaga secara berkesinambungan, baik secara yuridis “konvensional” dalam tatanan negara hukum
formal maupun empiris operasional, dari masa dan demokratis, maka hadirnya lembaga-
praamandemen konstitusi. Oleh karenanya, lembaga/komisi negara independen ini
tidak mengherankan bila para pejabat lembaga benar-benar dapat menjadi bagian penting
negara yang keberadaannya disebut dalam dari kerangka kelembagaan bagi perwujudan
konstitusi praamandemen, yaitu presiden, demokrasi substansial. Oleh karena itu, pada
wakil presiden, anggota MPR, DPR, BPK, DPA tahap ini dituntut kelugasan dan objektivitas
dan hakim MA disebut pejabat negara. Secara semua kalangan, terlebih-lebih para pengambil
operasional hal ini dipertegas dalam beberapa keputusan politik, untuk mengevaluasi berbagai
undang-undang yang lahir pada masa itu, capaian dalam hidup bernegara. Hanya dengan
diantaranya Undang-Undang Nomor 8 Tahun cara seperti ini perjalanan hidup berbangsa
1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. dan bernegara akan semakin bermakna.
Pada Pasal 11 undang-undang tersebut Dalam konteks pembangunan politik, hal ini
terdapat istilah pejabat negara yang rinciannya merupakan salah satu bagian penting untuk
tersurat dalam penjelasan pasalnya, bahwa mencapai tujuan yang telah digariskan.
yang dimaksud dengan pejabat negara ialah: Mengacu kepada pandangan Maswadi
a. Presiden dan Wakil Presiden; Rauf tampak jelas bahwa tujuan pembangunan
b. Anggota Badan Permusyawaratan/ politik, yaitu terbentuknya sistem politik yang
Perwakilan Rakyat;
demokratis, baru dapat tercapai dalam beberapa
c. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; generasi. Salah satu tahapannya adalah
d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan penilaian terhadap tindakan-tindakan politik
Hakim Mahkamah Agung;
Jurnal
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi
f. Menteri; secara definitif tersebut dalam Pasal
g. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di
1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 luar negeri yang berkedudukan sebagai
Tahun 1999 tentang Penyelenggara Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
h. Gubernur Kepala Daerah; Pasal 2 undang-undang tersebut merinci
i. Bupati Kepala Daerah/Walikotamadya penyelenggara negara diantaranya sebagai Kepala Daerah;
berikut:
1. Pejabat negara pada lembaga j. Pejabat lain yang ditetapkan dengan
tertinggi negara.
peraturan perundang-undangan.
2. Pejabat negara pada lembaga tinggi Di awal reformasi pemerintahan, secara
negara.
definitif, dalam Pasal 1 angka 4 undang-undang
3. Menteri.
yang mengubahnya yaitu Undang-Undang
4. Gubernur.
Nomor 43 Tahun 1999 disebutkan pula bahwa
5. Hakim. Dalam penjelasannya di- yang dimaksud dengan pejabat negara adalah
sebutkan bahwa yang dimaksud pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi
meliputi hakim di semua tingkatan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-
pengadilan.
Undang Dasar 1945 dan pejabat negara lainnya
6. Pejabat negara yang lain sesuai yang ditentukan oleh undang-undang. Secara
dengan ketentuan peraturan per- terinci yang disebut pejabat negara ini tersurat
undang-undangan yang berlaku. pada Pasal 11 ayat (1), yaitu:
Dalam penjelasannya disebut bahwa
a. Presiden dan Wakil Presiden; pejabat negara yang lain misalnya
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Kepala Perwakilan Republik Permusyawaratan Rakyat;
Indonesia di luar negeri yang ber-
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan kedudukan sebagai Duta Besar Perwakilan Rakyat;
Luar Biasa dan Berkuasa Penuh,
d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Wakil Gubernur, dan Wakil Bupati/ Hakim Agung pada Mahkamah Agung,
Walikotamadya.
serta Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada
b. Penjelasan Pasal 12 Angka (1) huruf a semua Badan Peradilan;
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan tentang Dewan Pertimbangan Presiden. Pertimbangan Agung;
Disebutkan bahwa pejabat negara adalah
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan pimpinan dan anggota lembaga negara Pemerika Keuangan;
sebagaimana dimaksud dalam UUD
g. Menteri, dan jabatan yang setingkat 1945 dan pejabat negara lainnya yang Menteri;
ditentukan oleh undang-undang.
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di
c. Pasal 122 Undang-Undang Nomor 5 Tahun luar negeri yang berkedudukan sebagai
2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
merinci pejabat negara sebagai berikut: i.
1. Presiden dan Wakil Presiden; j.
Gubernur dan Wakil Gubernur;
Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil
2. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Walikota; dan
Majelis Permusyawaratan Rakyat; k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan
3. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota oleh undang-undang.
Dewan Perwakilan Rakyat; Predikat yang melekat sebagai pejabat
4. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota negara ini, terus bertambah seiring dengan
Dewan Perwakilan Daerah; perkembangan politik dan ketatanegaraan yang
5. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, ditandai dengan lahirnya beberapa undang-
dan Hakim Agung pada Mahkamah undang di bidang tertentu yang menyebutnya
Agung serta Ketua, Wakil Ketua, dan demikian. Beberapa diantaranya adalah sebagai
Hakim pada semua badan peradilan berikut:
kecuali hakim ad hoc;
a. Istilah pejabat negara sebagai bagian dari
6. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota “penyelenggara negara” yang menjalankan
Mahkamah Konstitusi;
Jurnal
Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
7. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota negara, tetapi anggota/komisionernya tidak Badan Pemeriksa Keuangan;
disebut sebagai pejabat negara. Diantaranya
8. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota adalah Ombudsman Republik Indonesia, Komisi Yudisial;
yang berdasarkan Pasal 1 angka 1 dan Pasal
9. Ketua dan Wakil Ketua Komisi Pem-
2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 berantasan Korupsi;
tentang Ombudsman Republik Indonesia
10. Menteri dan jabatan setingkat menteri; serta dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang
11. Kepala Perwakilan Republik Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Indonesia di luar negeri yang ber-
Publik, secara eksplisit institusi ini disebut kedudukan sebagai Duta Besar Luar
sebagai lembaga negara. Tetapi tidak ada satu Biasa dan Berkuasa Penuh;
ketentuan pun dalam kedua undang-undang
12. Gubernur dan Wakil Gubernur; tersebut yang menyebutkan bahwa kesembilan
13. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/ orang anggotanya merupakan pejabat negara. Wakil Walikota; dan
Demikian pula Komisi Penyiaran Indonesia
14. Pejabat negara lainnya yang di- (KPI) dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang tentukan oleh undang-undang.
Nomor 32 Tahun 2002 disebut sebagai lembaga Dicantumkannya pihak-pihak tertentu
negara yang bersifat independen, tidak ada satu yang dapat disebut pejabat negara pada urutan
ketentuanpun di dalamnya yang menyebutkan terakhir dalam frasa “pejabat lain” atau frasa
bahwa kesembilan anggota/komisionernya “pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh
sebagai pejabat negara.
undang-undang”, pada beberapa undang- Saat ini, masih ada beberapa lembaga/ undang tersebut tidaklah menuntaskan masalah.
komisi negara independen lainnya yang tidak Karena pada tataran implementatif operasional,
secara eksplisit dipredikati sebagai lembaga sangat mungkin terjadi multitafsir sesuai
negara, sehingga dengan demikianpara kepentingan masing-masing.
anggotanya harus rela tidak disebut sebagai Namun demikian, bila dicermati ternyata
pejabat negara. Beberapa diantaranya adalah: ketujuh lembaga negara yang secara definitif
a. KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara disebut berkedudukan sebagai lembaga
pemilu. Seluruh anggota/komisioner negara dan sudah ada undang-undang yang
kedua lembaga ini tampaknya harus rela mengaturnya tersebut, tidak semua pimpinan
hati karena tidak dipredikati sebagai dan para anggotanya disebut sebagai pejabat
pejabat negara. Sebabnya, sebagai puncak negara. Konkretnya, para pimpinan dan anggota
organisasi penyelenggara pemilu di MPR, DPR, DPD, dan BPK meskipun lembaganya
republik ini, keduanya dalam Undang- berdasarkan masing-masing undang-undang
Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang yang mengaturnya disebut sebagai lembaga
Penyelenggara Pemilu sama sekali tidak negara tetapi mereka tidak disebut sebagai
dinamakan sebagai lembaga negara, tetapi pejabat negara. Sebaliknya para pimpinan dan
hanya disebut sebagai “lembaga”. Padahal anggota MA, MK dan KY dalam masing-masing
KPU memiliki perangkat kelembagaan undang-undang yang mengaturnya dipredikati
yang permanen, tidak bersifat adhock, sebagai pejabat negara selain kelembagaannya
sampai dengan ke tingkat kabupaten/ berkedudukan sebagai lembaga negara. Para
kota, sedangkan Bawaslu sampai dengan hakim agung di MA disebut sebagai pejabat
tingkat provinsi. Pasal 1 angka 5, angka negara sebagaimana tersebut pada Pasal 6 ayat
6 dan angka 16 undang-undang tersebut (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
sama sekali tidak menyebutkan bahwa tentang Mahkamah Agung. Ketujuh anggota
keduanya sebagai lembaga negara. Hal KY sebagaimana tersebut pada Pasal 6 ayat (2)
yang sama tidak pula ditemui dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang
undang-undang yang digantikannya, Komisi Yudisial disebut sebagai pejabat negara,
yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun demikian pula kesembilan hakim konstitusi di
2007 tentang Penyelenggara Pemilu. MK disebut sebagai pejabat negara sebagaimana
b. Komisi Perlindungan Anak Indonesia disebut dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor
(KPAI). Kesembilan anggota/komisioner-
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. nya harus rela hati pula untuk tidak Terdapat lembaga/komisi negara
menyandang kedudukan sebagai independen yang dalam undang-undang
pejabat negara, karena institusi yang yang mengaturnya disebut sebagai lembaga
Jurnal
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi
di level provinsi dan kabupaten/kota. Tentu
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak saja hal ini berpotensi menjadi sesuatu yang ini, tidak juga dinamakan sebagai lembaga
kontraproduktif bagi upaya terwujudnya tata negara. Ia dalam Pasal 74 hanya disebut
kelola pemerintahan yang baik.
bersifat independen. Ketiadaan kedudukan Beberapa hak yang diterima para pejabat sebagai lembaga negara sehingga oleh
negara atau pejabat lembaga negara yang karenanya para anggotanya tidak disebut
dituangkan dalam peraturan perundang- sebagai pejabat negara ini tampak pula
undangan diantaranya sebagai berikut: ketentuan yang merupakan derivasi dari
a. Kesembilan anggota BPK mendapatkan undang-undang ini yaitu Keputusan
hak keuangan/administratif, kedudukan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 tentang
protokoler dan tindakan kepolisian KPAI. Dalam Pasal 1 keputusan ini hanya
sebagaimana diatur dalam Pasal 23 dan disebutkan bahwa KPAI adalah lembaga
Pasal 24 Undang-Undang Nomor 15 Tahun yang bersifat independen dalam rangka
2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. meningkatkan efektivitas penyelenggaraan
b. Ketujuh anggota KY yang menurut perlindungan anak. undang-undang pembentukannya
c. Komisi Informasi. Pasal 23 Undang- merupakan pejabat negara memperoleh Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
hak protokoler, keuangan, dan tindakan Keterbukaan Informasi Publik, hanya
kepolisian sebagaimana diatur dalam menyebutkan bahwa Komisi Informasi
Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 Undang- sebagai lembaga mandiri. Lembaga
Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang yang secara imperatif sebagaimana titah
Komisi Yudisial.
undang-undang ini keberadaannya sampai
c. Kedudukan protokoler, hak keuangan, dengan tingkat provinsi, tidak ada satu dan tindakan kepolisian bagi kesembilan ketentuanpun yang menyebutnya sebagai hakim konstitusi dalam statusnya sebagai lembaga negara, dan ketujuh anggota/ pejabat negara diatur dalam Pasal 6 komisionernya tidak juga disebut sebagai Undang-Undang 24 Tahun 2003 tentang pejabat negara.
Mahkamah Konstitusi.
d. Para hakim agung memiliki kedudukan kelembagaan dan status jabatan para anggota/
Terlepas dari kontroversi kedudukan
protokol, dan hak keuangan/administratif komisionernya, satu hal yang pasti, terdapat
sebagai pejabat negara sebagaimana diatur kesamaan sifat kelembagaan dari semua
dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor lembaga/komisi negara tersebut, yaitu
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. kemandirian/independensinya. Hal ini tersurat
e. Para wakil rakyat (anggota MPR, DPR, dari makna kelembagaannya yang tidak dapat DPD, DPRD provinsi, dan DPRD dipengaruhi oleh lembaga manapun, termasuk intervensi politik, serta figur komisionernya kabupaten/kota) memiliki hak protokoler,
yang terbebas dari konflik kepentingan politik hak keuangan dan administratif masing- masing sebagaimana diatur dalam Pasal
karena tidak berstatus sebagai anggota parpol.
58, Pasal 59, Pasal 225, Pasal 226, Pasal 291, Dari perspektif pembangunan politik dan upaya Pasal 292, Pasal 339, Pasal 340, Pasal 389, besar membangun negara hukum modern, dan Pasal 390 Undang-Undang Nomor maka keberadaan dan kinerja lembaga-lembaga
17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, ini benar-benar sangat diperlukan. dan DPRD. Dalam konteks pemerintahan Kesimpangsiuran tidak disebutnya sebagai daerah, para legislator daerah (anggota lembaga negara termasuk para anggota/ DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/ komisionernya yang tidak berstatus sebagai kota) masing-masing memiliki hak pejabat negara ini, tentu banyak berimplikasi protokoler serta hak keuangan dan kepada berbagai hal. Misalnya terkait hak administratif sebagaimana diatur dalam keprotokoleran dalam acara kenegaraan, hak Pasal 123, Pasal 124, Pasal 177 dan Pasal administratif, hak keuangan bahkan hak 178 Undang-Undang Nomor 23 Tahun keamanan para komisionernya. Sangat mungkin perlakuan “diskriminatif” akan dirasakan 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
menimpa mereka, termasuk lembaga/komisi
f. Kelima komisioner KPK yang menurut undang-undang pembentukannya
Jurnal
Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016 Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Nomor 28 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor perlindungan keamanan sebagaimana
43Tahun 1999, dan Undang-Undang Nomor 5 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
Tahun 2014, disebutkan bahwa gubernur/wakil
29 Tahun 2006. gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/ wakil walikota berkedudukan sebagai pejabat
Adapun para pejabat lembaga negara negara. Pada sisi lain, anehnya, para anggota lainnya, khususnya yang berada pada lembaga/ DPRD di provinsi, kabupaten, dan kota yang komisi negara independen tidak mendapatkan sama-sama sebagai unsur penyelenggara pengaturan akan hak-hak keuangan/ pemerintahan daerah, tidak berkedudukan administratif dan protokoler dalam ketentuan sebagai pejabat negara. Padahal dari proses setingkat undang-undang sebagaimana di terima politik keterpilihannya, mereka sama-sama pejabat lembaga lainnya. dipilih dalam perhelatan demokrasi secara Hal yang kurang lebih sama berpotensi langsung oleh rakyat, yaitu anggota DPRD munculnya kesimpangsiuran status jabatan dipilih dalam pemilu dan kepala daerah/ ini terdapat pula dalam penyelenggaraan wakilnya dipilih dalam pilkada. pemerintahan daerah. Berdasarkan Pasal 1 angka Namun demikian, secercah harapan
3 dan angka 4 serta Pasal 95 ayat (1) dan Pasal kiranya masih menghinggapi para legislator 148 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun daerah ini. Dikatakan demikian, karena 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan berdasarkan ketentuan Pasal 95 ayat (2) dan bahwa kepala daerah dan DPRD sebagai lembaga Pasal 148 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 perwakilan rakyat daerah keduanya merupakan Tahun 2014, disebutkan bahwa anggota DPRD unsur penyelenggara pemerintahan daerah. provinsi sebagai pejabat daerah provinsi dan Selaras dengan itu, Pasal 315 dan Pasal 364 anggota DPRD kabupaten/kota sebagai pejabat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang daerah kabupaten/kota. Tentu saja harapan MPR, DPR, DPD, dan DPRD menyebutkan pula ini bisa menjadi kenyataan menggembirakan bahwa DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ apabila ada penjelasan yang komprehensif Kota masing-masing merupakan lembaga tentang definisi serta konsekuensi dari istilah perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan “pejabat daerah” ini. Hal ini sangat penting sebagai unsur penyelenggara pemerintahan digarisbawahi, karena merupakan suatu istilah daerah. Dalam undang-undang pemerintahan yang sama sekali baru, yang tidak ditemukan daerah sebelumnya, yaitu Undang-Undang dalam undang-undang pemerintahan daerah Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa
sebelumnya.
unsur penyelenggara pemerintahan daerah Secara keseluruhan, setiap lembaga sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 dan yang menjadi fokus kajian tulisan ini dilihat Pasal 19 ayat (2) adalah Pemerintah Daerah dan dari aspek posisi kelembagaan secara yuridis DPRD. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, (konstitusi atau undang-undang), kedudukan Bupati/Walikota dan perangkat daerah. kelembagaan (lembaga negara atau nonlembaga Ketiganya adalah kepala daerah menurut Pasal negara) dan status jabatan (pejabat negara atau
24 yang masing-masing dibantu oleh wakil nonpejabat negara) dapat disederhanakan gubernur, wakil bupati/walikota sebagai wakil
melalui tabel berikut:
kepala daerah.
Jurnal
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi
Tabel 1. Kedudukan dan Status Jabatan Kelembagaan Negara
Status Jabatan No. Nama Lembaga
Posisi Yuridis
Kedudukan Lembaga
Menurut UU Menurut UU Pembentuk
Lain*
1. MPR
Pejabat Negara 2. DPR
UUD dan UU
Lembaga Negara
Pejabat Negara 3. DPD
UUD dan UU
Lembaga Negara
Pejabat Negara 4. Presiden
UUD dan UU
Lembaga Negara
Pejabat Negara 5. MA
UUD
Pejabat Negara Pejabat Negara 6. MK
UUD dan UU
Lembaga Negara
Pejabat Negara Pejabat Negara 7. BPK
UUD dan UU
Lembaga Negara
Pejabat Negara 8. KY
UUD dan UU
Lembaga Negara
Pejabat Negara Pejabat Negara 9. ORI
UUD dan UU
Lembaga Negara
- 10. KPK
UU
Lembaga Negara
Pejabat Negara Pejabat Negara 11. KPU
UU
Lembaga Negara
- 12. KOMNAS HAM
Setingkat Lembaga Negara
- 15. Komisi Informasi
UU dan Keppres
Lembaga independen
- 16. KPI
UU
Lembaga mandiri
UU
Lembaga Negara
independen
*Keterangan: UU lain (UUNomor 8 Tahun 1974, Nomor 28 Tahun 1999, UU Nomor 43 Tahun 1999, dan UU Nomor 5 Tahun 2014)
F. REKRUTMEN PEJABAT LEMBAGA
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002
NEGARA INDEPENDEN
tentang Penyiaran.
e. Komisi Informasi, sebagaimana diatur yang mengaturnya terdapat keanekaragaman
Selama ini sesuai dengan undang-undang
dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 32 dalam pola rekrutmen calon anggota/
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 komisioner berbagai lembaga/komisi negara
tentang Keterbukaan Informasi Publik. independen. Sebagian lembaga berawal
Sebagian lagi berawal dari seleksi yang dengan pembentukan panitia/tim seleksi yang
sepenuhnya dilakukan oleh panitia/tim seleksi dibentuk presiden yang seleksi akhirnya berupa
yang dibentuk yang hasilnya diserahkan kepada fit and proper test dilakukan oleh DPR. Beberapa
presiden untuk ditetapkan sesuai dengan jumlah lembaga/komisi negara independen yang
yang diperlukan. Beberapa lembaga yang rekrutmennya berpola demikian diantaranya
berpola demikian diantaranya Komisi Aparatur adalah sebagai berikut:
Sipil Negara (KASN) yang diatur berdasarkan
a. KPU dan Bawaslu, sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. Tentu dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 24
saja masing-masing pola ada plus minusnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011
sehingga untuk kepentingan pembangunan tentang Penyelenggara Pemilu.
politik ke depan harus dirancang pola yang
b. Ombudsman Republik Indonesia benar-benar makin mengukuhkan Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 15 dan
sebagai negara demokratis. Hal ini sekaligus Pasal 16 Undang-Undang Nomor 37
juga dapat menjamin bahwa lembaga/komisi Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
negara independen yang terbentuk tersebut Indonesia.
mampu benar-benar berperan fungsional.
c. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dari pendekatan kelembagaan tampak sebagaimana diatur dalam Pasal 30 dan
bahwa selama ini rekrutmen calon anggota/ Pasal 31 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
komisioner lembaga negara independen 2002 tentang Komisi Pemberantasan
tersebut sudah terlalu banyakyang melewati Tindak Pidana Korupsi.
“pintu masuk” DPR. Beberapa diantaranya
d. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), adalah KPU, Bawaslu, Ombudsman, Komnas sebagaimana diatur dalam Pasal 10 HAM dan KPK. Seringkali terjadi harapan
34
Jurnal Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Jurnal 35
Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
publik yang demikian membubung tinggi terhadap kinerja lembaga yang bersangkutan di masa yang akan datang berdasarkan jerih payah serangkaian seleksi oleh timsel harus kandas setelah menyaksikan hasil akhir seleksi oleh komisi terkait DPR. Dikatakan demikian karena sebagian dari calon terpilih merupakan figur- figur yang sejak awal diragukan kapabilitas dan integritasnya oleh publik. Di mata publik, timsel yang dibentuk pemerintah tentu telah bekerja maksimal sesuai dengan rambu-rambu regulatif dan kebutuhan organisasi berdasarkan analisis tantangan dan permasalahan yang akan muncul di masa depan.
Dengan demikian, DPR yang dalam me- laksanakan trifungsi utamanya saja sebagaimana termaktub dalam Pasal 69 ayat (1) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014 sudah banyak disorot karena tidak memuaskan publik, tambah kelimpungan dengan ikut “cawe-cawe” dalam seleksi pejabat publik. Belum lagi bila dicermati bahwa masih ada beberapa pejabat publik lain yang berdasarkan konstitusi atau undang-undang tertentu harus melalui persetujuan atau seleksi DPR, seperti Gubernur BI, Kapolri, Panglima TNI, anggota BPK dan anggota KY.