Manusia dan masyarakat Indonesia kesetar

MAKALAH
MANUSIA DAN MASYARAKATINDONESIA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas ujian tengah semester
Mata Kuliah Manusia dan Masyarakat Indonesia
Dosen Pembimbing Dr. Priyono M.Si.

AVNI PRASETIA PUTRI
NPM. 1406619496

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
APRIL,2015

BAB I
PENDAHULUAN
Pentingnya pemahaman mengenai manusia dan masyarakat Indonesia bagi kita sebagai
bagian darinya merupakan sebuah kewajiban untuk lebih mengenal jati diri bangsa Indonesia
yang terdiri dari daratan dan lautan yang sangat luas dari sabang hingga merauke yang memiliki
identitas kedaerahan masing-masing.
Dalam makalah ini penulis akan mencoba untuk menjawab dan menjelaskan beberapa

pertanyaan mengenai manusia dan masyarakat Indonesia. Pertama adalah mentalitas apa yang
dibutuhkan oleh Individu-Individu dalam masyarakat dalam rangka menyongsong pembangunan.
di Indonesia. Kedua, penjabaran mengenai konflik yang dihadapi manusia masyarakat
Indonesia, penyebab terjadinya konflik, serta bagaimana menyikapi dan menyelesaikan konflik
secara bijaksana. Ketiga, bagaimana bangsa kita harus membangun identitas Indonesia-nya di
tengah kemajemukan identitas yang dimiliki oleh setiap warga negara? Bagaimana membuat
corak multikulturalisme Indonesia tidak bertentangan bahkan saling melengkapi dengan identitas
mereka sebagai warga satu bangsa Indonesia? Yang
dalam konteks kemajemukan
identitas,setiap manusia dapat saja menjadi bagian dari beberapa afiliasi identitas dalam
kehidupan sehari-hari seperti sukubangsa,agama, profesi,golongan sosial,dan lain-lain. Amartya
Sen melihat dinamika interaksi manusia dalam berbagai pengalaman hidupnya. Memang
manusia tidak saja hidup dalam ruang lingkup kesukubangsaan, melainkanjuga dalam ruang
lingkup lingkungan: sosial lainnya seperti tersebut diatas. Dengan corak interaksinya masingmasing.
Makalah ini diharapkan mampu untuk membantu pembaca maupun pihak penulis sendiri
dalam mengenal lebih jauh mengenai metalitas-mentalitas seperti apa yang dimiliki oleh
masyarakat Indonesia. Apakah mentalitas itu berdampak baik, buruk atau netral terhadap
pembangunan Indonesia. Selain itu pemahaman mengenai mentalitas dan kemajemukan di
Indonesia dapat menjadi pedoman untuk menelaah lebih lanjut mengenai penyebab berbagai
konflik dan menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Selain itu kita juga dapat

memahami pentingnya penanaman dan pengamalan nilai Multikuluralisme juga merupakan
sebuah tantangan yang besar bagi bangsa ini, sehingga kita dapat menghindari konflik-konflik
yang disebabkan oleh kemajemukan ini dan meyakinkan diri bahwa kita memiliki Identitas
Naional yang satu yaitu Bangsa indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mentalitas yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia untuk menyongsong
Pembangunan di Indonesia
Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang didasarkan pada
paradigma pembangunan yang terbangun atas pengalaman Pancasila yaitu pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan
Pancasila sebagai dasar, tujuan, dan pedomannya. Konsep dari pembangunan suatu negara bukan
hanya proses peningkatan pendapatan rill per kapita atau seringkali disebut Gross National Bruto
(GNP) dalam jangka panjang yang diikuti dengan perbaikan sistem kelembagaan. Artinya
Indikator dari keberhasilan pembangunan suatu negara tidak hanya dilihat dari pembangunaan
ekonominya saja, namun juga perbaikan struktur nasional, sistem kelembagaan, serta perubahan
sikap dan perilaku masyarakat .

Sebentar lagi Indonesia akan berumur 70 tahun semenjak merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945. Umur tersebut terbilang sudah lama dan cukup bagi suatu negara untuk

melakukan pembangunan yang menyeluruh. Namun kenyataannya Indonesia masih termasuk
dalam kategori negara berkembang, masih banyak rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan,
yang rata-rata bekerja sebagai petani atau nelayan. Padahal Indonesia memiliki sumber daya
alam yang sangat melimpah, begitupun dengan sumber daya manusia yang sangat banyak
sebagai “bonus demografi”. Kedua hal ini merupakan harta yang sangat berharga bagi bangsa
kita. Sejak zaman dahulu bangsa ini sudah menarik banyak perhatian dari pihak luar, seperti
Spanyol, Portugis,Belanda,Inggris, dan Jepang yang selama ratusan tahun telah berkuasa di tanah
air ini dengan melakukan kolonialisme dan Imprealisme. Mereka bahkan dengan sukarela
berperang guna mempertahankan kekuasaanya untuk mengeksploitasi SDA dan SDM yang
dimiliki oleh negara ini. Dampak dari Imprealisme dan Kolonialisme adalah pembentukan
beberapa mentalitas yang terdapat di tengah masyarakat.
Sebelum membahas mengenai mental apa yang seharusnya dimiliki oleh manusia
Indonesia, terlebih dahulu kita harus mengetahui mental apa yang sekarang dimiliki oleh
masyarakat Indonesia. Ciri-ciri mental manusia Indonesia terbagi kedalam tiga golongan yaitu
ciri-ciri mental asli, mental yang berkembang sejak zaman penjajahan, dan mental yang
berkembang baru sejak kira-kira seperempat abad yang lalu (Koentjaraningrat, 1969). Menurut
D. Ricardo dalam Koentjaraningrat (1969) syarat untuk berkembangannya perekonomian suatu
negara adalah faktor-faktor susunan masyarakat, selanjutnya J.Schumpter dalam
Koentjaraningrat (1969) menambahkan bahwa hal ini juga akan terjadi apabila pada masyarakat
tersebut terdapat banyak tokoh-tokoh yang mempunyai bakat berusaha (enterpreuners) dengan

sistem ekonomi-budaya yang cocok untuk memungkinkan para enterpreuners itu mengambil
risiko berusaha. Berikut ini adalah mental yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia yang menjadi
rintangan dalam pembangunan ekonomi:
2.1.1 Ciri Mental manusia Indonesia asli (Petani) dan mental yang harus diubah
untuk mendorong pembangunan Di Indonesia
Menurut beberapa ahli seperti Boeke, Kluckohn bahwa masyarakat Indonesia tidak
suka bekerja, bersifat statis, tidak mempunyai inisiatif suka ”membebek” kepada orangorang yang memiliki kedudukan atau kekuasaan lebih tinggi misalnya orang-orang dari
kota. Selanjutnya Kluckhohn menambahkan bahwa petani, terutama di Jawa pada dasarnya
menganggap hidupnya itu sebgai suatu hal yang buruk, penuh dosa dan kesengsaraan, serta
kebanyakan dari mereka bekerja yang berorientasi pada saat sekarang bukan hari esok.
Mental yang masih juga sangat kental hingga sekarng pada petani adalah gotong-royong.
ciri-ciri yang disebutkan oleh kedua ahli ini merupakan mental-mental yang menjadi
kendala untuk pembangunan di Indonesia.
Sementara itu mental-mental yang cocok untuk pembangunan adalah semua mental
yang berkebalikan dari mental yang telah disebutkan sebelumnya yaitu hakekat hidup yang
memandang bahwa hidup adalah sesuatu yang buruk menjadi suatu hal yang baik dan
menyenangkan, hal ini akan mendorong manusia untuk selalu berusaha sehingga
melakukan aktivitas produksi dan melakukan pembangunan. Kedua, hakekat karya yang
seharusmya menilai tinggi karya untuk mencapai suatu kedudukan yang dapat
menghasilkan lebih banyak karya lagi, sehingga memberi dorongan kepada individu untuk

selalu mempergiat kerjanya tanpa batasan yang selanjutnya akan meningkatkan kesadaran
akan pentinya sebuah kualitas, mutu kerja dan daya kreativitas. Hal ini akan menjadi dasar
untuk penemuan baru, suatu inovasi dan inovasi itu adalah sama dengan kemajuan

(Koentjaraningrat, 1969).ketiga Hakekat kedudukan manusia dalam ruang waktu dimana
yang berorientasi pada waktu sekarang, harus diubah dengan juga berorientasi pada waktu
yang akan datang, hal ini akan menjadi dorongan untuk melakukan perencanaan matang
yang akan membuat pembangunan berjalan dengan lebih baik. Keempat,adalah mentalitas
menguasai alam, karena mental ini merupakan pangkal dari semua inovasi dan kemajuan
teknologi yang merupakan salah satu syarat primer bagi pembangunan ekonomi. Terakhir
hakekat manusia dengan sesamanya yang sudah disebutkan sebelumnya yaitu gotong
royong, menurut koentjaraningrat (1969) mental ini sebenarnya bisa tidak berpengaruh
terhadap pembangunan, bisa juga menghambat, teapi kadang-kadang juga membantu
dalam pembangunan. Untuk alasan ke dua, ini disebabkan tidak memberkan perangsang
untuk kemajuan, terdapat konformisme dan anggapan bahwa orang itu sebaiknya jangan
berusaha untuk memnonjol melebihi sesamanya dalam masyarakat, maka orang yang bisa
mneghasilkan prestasi yang lebih dari yang lain, tidak akan dipuji, melainkan dicela
(Koentjaraningrat, 1969). padahal dalam pembanguan ekonomi persaingan antar individu
untuk meraih prestasi dan kemajuan mutlak diperlukan.
2.1.2 Ciri Mental Manusia Indonesia Sejak Zaman Kolonial (Priyayi) dan mental

yang harus diubah untuk mendorong pembangunan Di Indonesia
Ciri mental ini (Priyayi) memberikan banyak pengaruh terhadap para usahawan dan
pedagang. Sama seperti mental petani yang menganggap bahwa hidup itu buruk, tetapi
menyadari bahwa hal tersebut harus diingkari. Mental priyayi atau pegawai menganggap
karya manusia pada hakekatnya untuk mencapai kedudukan serta lambang-lambangnya,
mental seharusnya diubah, karena kenyataannya kegiatan usaha itu akan berhenti pada saat
kedudukan sudah tercapai. Berbeda dengan mental petani mengenai hakekat hubungan
manusia dengan alam, mental priyayi berpandangan bahwa manusia harus menyelaraskan
dirinya dengan alam, hal ini juga tidak cocok dengan pembangunan ekonomi yang
mebutuhkan manusia untuk menguasai alam dengan teknologi. Kaum priyayi beranggapan
bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia diarahkan dan berorientasi pada sang
pemimpin, atasan maupun seniornya. Hal in tidak akan cocok dengan karena cenderung
mneghambat proses pembangunan ekonomi, sebab mematikan kreativitas individu, serta
memperkuat feodalisme di Indonesia.
2.1.3 Ciri-ciri Mental Manusia Indonesia Sejak Zaman Perang Dunia II
Ini adalah mental yang muncul dimulai dari zaman penjajahan, ketika Indonesia
mengalami zaman kemunduran ekonomi, yaitu sikap yang tidak menyadari akan arti dari
kualitas, adanya keinginan untuk mencapai tujuan secepat-cepatnya tanpa rela berusaha
langkah demi selangkah, tidak tanggung jawab, dan tidak percaya diri ayng diikuti dengan
munculnya sikap apatis dan lesu.

Kendala utama dalam Pembangunan di Indonesia sendiri yang menjadi isu global dari
dahulu hingga sekarang adalah Korupsi. Dilihat dari sudut pandang mentalitas atau ciri yang
dimiliki oleh manusia Indonesia, masalah ini disebkan oleh Mentalitas Hipokritis dan Munafik
yaitu berpura-pura, lain dimuka, lain dibelakang, merupakan sebuah ciri utama manusia
Indonesia yang sudah sejak lama, sejak mereka dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk
menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakannya, karena takut akan mendapatkan ganjaran
yang mebawa bencana bagi dirinya (lubis, 2001). Kita semua tentu saja mengutuk korupsi,
terutama pemerintah yang terus saja menyuarakan “bebas korupsi” dengan berbagai program dan
gerakannya yang dipublikasikan ke ruang publik, tetapi mereka terus saja melakukan korupsi

dari hari ke hari etrbukti dengan pemimpin yang menyuarakan hal tersebutlah yang menjadi
terdakwa kasus korupsi. Sikap manusia Indonesia yang munafik seperti ini yang memungkinkan
korupsi begitu hebat berlangsung terus-menerus selama belasan tahun di Pertamina, umpanya
dan meskipun fakta-fakta sudah jelas dan terang, akan tetapi hingga hari ini belum ada tindakan
hukum diambil terhadap para pelakunya (Lubis,2001).
2.2

Konflik yang dihadapi manusia masyarakat Indonesia, penyebab, serta cara
menyikapi dan menyelesaikan konflik secara bijaksana.


Konflik berasal dari kata kerja latin Configere yang berarti saling memikul. Secar
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Kemunculan awal dari sebuah konflik adalah sebuah perbedaan. Perbedaan yang dimaksud
adalah perbedaan kepentingan-kepentingan , disamping hal-hal mendasar seperti Suku, Agama,
Ras dan Golongan (SARA) yang memang dusah sejak lama diperbincangkan sebagai dalang dari
konflik yang terjadi, baik itu berdiri sendiri maupun gabungan dari kepentingan yang terdapat
didalam SARA. Pemicu konflik yang paling sering terjadi Indonesia adalah kurangnya
kepercayaan dari satu pihak atau kelompok kepada pihak lainnya yang juga merupakan bagian
dari bangsa Indonesia serta rasa dendam dan cemburu kepada pihak atau kelompok lain. Hal ini
memunculkan sikap saling mencurigai , yang tak jarang menjadi awal dari sebuah
kesalapahaman dan berbuah pada konflik yang berakibat kepada disintegrasi bangsa. Kofllik
yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia adalah Konflik yang berasal dari dan terjadi pada
ruang masyarakat itu sendiri atau bisa disebut sebagai konflik Internal.Konflik Internal yang
terjadi dapat bercorak vertikal, antara negara dan masyarakat atau pemerintah dengan kelompokkelompok sosial, maupun corak horizontal, yang sedang dan masih mengancam integrasi
nasional dan sosial (Abdullah,2001). Adapun konflik vertikal yang dihadapi oleh masyarakat
yaitu pemberontakan, kerusuhan, demonstrasi berdarah, dan konflik horizontal yang berupa
perang antar-desa atau suku. Konflik yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia bukan hanya
bersifat antar etnis atau agama yang berbeda, melainkan juga terjadi sesama satu etnis atau

agama misalnya dalam kasus Singaraja bali. Konflik-Konflik Komunal atau horizontall yang
pernah dihadapi oleh Indonesia seperti Masalah Ambon, Kerusuhan Poso, Konflik Internal
Antar Masyarakat Bali, masalah Masyarakat Madura di Kalimantan Barat dan Kasus wamena.
Sementara konflik vertikal seperti persoalan tanah di deli, Aceh, pergolakan di Sulawesi Selatan
dan Riau merdeka versus Riau kepulauan.
Masing-masing konflik yang terjadi memiliki penyebab dan tingkat kerumitan masalah
yang bebeda. Konflik kerusuhan di poso misalnya, adalah konflik yang belum terpecahkan
penyebabnya hingga saat ini, namun dapat dipastikan bahwa penyebabnya tak lepas dari adanya
kepentingan-kepentingan dibalik alasan yang selalu diberikan seperti agama. Konflik di Poso ini
bukan hanya terjadi sekali-duakali namun sudah beberapa kali semenjak 1992 dan telah
memakan banyak korban jiwa. Hingga saat ini dapat ditarik kesimpulan ada beberapa pemicu
penyebab konflik di Poso. Adanya kesadaran Pluralisme kebangsaan yang terkalahkan oleh
semangat ekslusifsme agama-ideologi, yaitu dilatarbelakangi dengan perebutan kekuasaan,
dimana kelompok kristen merasa terpinggirkan atau tidak memperoleh jatah secara proporsional
karena terkalahkan oleh kekuasaan politik yang figur-figurnya berlatar belakangan agama Islam
dengan suku Bugis-Makassar, tampaknya telah membangkitkan emosi para elite politik untuk
mencari jalan lain memperoleh kekuasaan, yang didalam konteks ini, barangkali para elite politik
lokal yang beragama kristen merasa berada pada posisi marjinal yang dalam proses waktu

panjang boleh jadi terancam oleh dominasi dan kekuatan Islam yang dilestarikan melalui Islam

(Ida,2001). Kedua, munculnya semangat untuk saling menghancurkan antara komunitas Kristen
dengan Islam, yang ditandai adanya pembantaian umat islam oleh kelompok yang dikenal
dengan “kelelawar hitam”. Komunitas Kristen merasa terancam oleh dominasi kekuasaan dan
ekonomi dari orang-orang islam yang menduduki posisi kekuasaan atau pusat perkotaan, yang
menimbulkan perasan ekslusif serta diperkuat dengan adanya pemisahan wilayah pemukiman
yang secara gamblang menunjukkan ekslusifitas agamanya masing-masing, sehingga ini akan
memudahkan dalam melakukan koordinasi untuk suatu gerakan atau perlawanan yang terbuka
terhadap kelompok lain. Meskipun konflik di Poso mengatas namakan agama sebagai
permasalahan utamnya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini dipengaruhi oleh tiga faktor
utama, yaitu aktor, ideologi institusi dan Informasi yang ketiganya tidak mempertimbangkan
nilai dari pluralisme kebangsaan.
Sebagai masyarak Indonesia yang disatukan dalam Ideologi negara yang sama yaitu
Pancasila, seharunya kita dapat menyelesaikan konflik yang ada dengan mudah yaitu
mengamalkan nilai-nilai yang terdapat pancasila, yaitu musyawarah untuk mencapai mufakat.
Jalan penyelesaian dengan musyawarah adalah yang paling tepat dalam menyelesaikan sebuah
konflik, dimana pihak-pihak yang terlibat konflik dipertemukan dan ditegahi oleh pihak ketiga
yang bersifat netral atau tidak memihak, kemudian pihak-pihak yang terlibat konflik
mengemukakan pendapat dan masalah masing-masing secara jujur dan terbuka (mengingat salah
satu mental yang dikemukakan oleh Mochtar Lubis bawa masyarakat Indonesia itu Hipokratis
dan munafik) dengan tata cara penyampaian yang sopan dan santun, serta menghormati setiap

pihak yang terlibat dalam musyawarah, hingga nantinya tercapai kata mufakat, dan bila perlu
kesepakatan tersebut dituliskan dalam bentuk hitam diatas putih dan ditandatangani oleh pihak
yang terlibat.
Melihat dari banyaknya konflik yang pernah terjadi di Indonesia, seharusnya manusia
sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dapat mengambil pembelajaran dari sejarah yang ada
untuk dijadikan cermin pembelajaran dimasa yang akan datang. Mengingat masalah utama dari
sebuah konflik adalah perbedaan, oleh karena itu perlu adanya peningkatan kesadaran pluralisme
nasional, yaitu sikap yang menerima akan adanya perbedaan diantara kita, karena sebagai bagian
dari masyarakat kita harus berinteraksi dengan orang lain yang seringkali berbeda baik dari suku,
agam,ras,bangsa,bahasa dan adat istiadat.
2.3 Pembangunan Identitas Indonesia di tengah kemajemukan identitas yang dimilliki
warga negara, serta cara menjadikan corak multikulturalisme Indonesia tidak
bertentangan bahkan saling melengkapi dengan identitas mereka sebagai warga satu
bangsa Indonesia
Identitas Indonesia dibangun ditengah-tengah kemajemukan yang dimiliki oleh setiap
warga negara dengan kesepakatan bersama yang dilakukan oleh para pemimpin bangsa dengan
bermusyawarah bersama dan menghadirkan beberapa perwakilan (Dewan perwakilan Rakyat)
yang berasal dari latar belakang berbeda. Identitas Indonesia ini bertujuan untuk menyamakan
dan menjadikan satu Identitas bangsa indonesia yang terdiri dari berbagai Kebudayaan yang
meliputi bahasa, kesenian,agama, kepercayaan dan adat Istiadat sehingga munculnya rasa
persatuan dan kesatuan yang ditandai dengan identitas nasional. Identitas Indonesia merupakan
gabungan dari unsur-unsur yang terdapat dalam berbagai kemajemukan masyarakat, dengan
semboyannya yang terkenal Bhineka Tunggal ika. Kita boleh memiliki banyak perbedaan dan itu
adalah hal yang lumrah, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kita memerlukan satu sama lain

untuk memenuhi kebutuhan kita sebagai manusia yang berkedudukan sebagai individu dan baian
dari masyarakat.
Tonggak utama dari Identitas nasional Indonesia adalah peristiwa Sumpah Pemuda yang
terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928, yang berisikan janji para pemuda bangsa Indonesia yaitu
bertumpah darah yang satu tanah air Indonesia, berbangsa yang satu bangsa Indonesia,
menjujung bahasa perastuan bahasa Indonesia. Selanjutnya identitas nasional ini dituangkan
dalam dasar negara kita Pancasila. Pancasila berperan sebagai Jati Diri bangsa, identitas
nasional, yang membedakan Indonesia dengan negara lainnya. Identitas ini bukan hanya
mengacu kepada sekelompok orang atau organisasi yang disebut negara, namun juga individuindividu yang berada didalamnya yang diikat karena adanya persamaan secara fisik seperti
budaya, agama dan bahasa, maupun non fisik seperti keinginan, tujuan dan cita-cita. Identitas
nasional Indonesia adalah identitas yang disepakati bersama ketika negara ini terbentuk, dan
muncul setelah lama adanya identitas kesukubangsaan yang dimiliki oleh berbagai daerah di
indonesia. Identitas nasional Indonesia kini lebih terperinci tercantum dalam konstitusi Indonesia
yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 35-36C. Identitas nasional yang menunjukkan jati
diri Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut:; Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu
Bahasa Indonesia. Bendera negara yaitu Sang Merah Putih. Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia
Raya Lambang Negara yaitu Pancasila. Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Dasar
Falsafah negara yaitu Pancasila. Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945. Bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Konsepsi Wawasan Nusantara.
Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan Nasional.
Kemajemukan yang berada di bangsa ini merupakan kekayaan yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia. Kemajemukan ini adalah hasil dari ciri utama manusia yaitu artistik, dimana sejak
ratusan tahun lampau sampai kini hasil daya cipta artistik manusia telah diyong ke luar tanah air
kita, dan kini di museum-museum penting di eropa, Amerika dan berbagai negeri lain koleksi
tembaga, tenun, batik, patung bambu dan kayu, ukiran kayu, tenunan Lampung, Batak, Toraja,
Sumba, ukiran Bali, kerajinan perak dan emas, Kalimantan, maluku, merupakan koleksi yang
patut dibanggakan dan digemari (Lubis, 2008).
Memang kemajemukan yang ada membuat beberapa perbedaan dan saling bertentangan
antara satu warga dengan warga lain (bisa juga kelompok) perbedaan ini memang sangat
berpotensi sebagai pemicu perpecahan dikalangan masyarakat yang tidak dapat menerimanya,
Oleh karena itu perlu adanya pendidikan Multikulturalisme maupun Pluralisme yang ditanamkan
bagi seluruh generasi yang disosialisasikan oleh agen-agen sosialisasi yang ada seperti keluarga,
peer group, organisasi maupun lembaga terkait untuk menghayati nili-nilai panacasila sebagai
pemersatu bangsa ditengah keadaan yang bersifat Heterogen ini, dan menurunkan ekslusifisme
suatu kelompok dengan menanamkan nilai bahwa setiap identitas yang dimiliki setiap warga
bernilai sama baik dan buruk seperti yang dimilikinya. Selain itu, pentingnya kesadaran akan
perbedaan bukanlah suatu penghalang untuk berhubungan, berinteraksi atau sesuatu yang buruk,
namun sebaliknya kemajemukan ini merupakan suatu keunggulan kita sebagai bangsa yang besar
dengan keberagamannya.
Disamping itu kemajemukan yang berasal dari golongan sosial dan profesi sangatlah
penting, sesuai dengan teori Struktural Fungsionalis bahwa setiap unsur dimasyarakat memiliki
fungsi masing-masing yang saling terkait dan membutuhkan satu dengan yang lainnya seperti
nelayan yang butuh petani untuk beras, dokter yang dibutuhkan setiap orang yang sedang sakit
meskipun profesinya berbeda, tenaga pendidik yang dibutuhkan pemerintah untuk pembangunan
pendidikan menunjukkan bahwa kemajemukan ini saling melengkapi. Apabila ada salah satu
unsur yang tidak berfungsi dengan baik maka akan mempengaruhi unsur yang lainnya.

BAB III
KESIMPULAN
Manusia dan masyarakat Indonesia memiliki beberapa mentalitas yang tidak cocok untuk
pembangunan, seperti yang telah disebutkan sebelumnya sehingga hal ini adalah tantangan bagi
kita untuk merubah mentalitas tersebut untuk mendorong pembangunan di Negeri ini.
Keberagaman atau kemajemukan Indonesia dapat menajdi sebuah kekayaan atau harta yang tak
ternilai harganya, namusn disisi lain juga dapat menjadi awal bencana, yang diwujudkan dalam
bentuk Konflik yang dapat memecah-belajkan bangsa Indonesia atau istilahnya Disintegrasi
Bangsa. Untuk itu perlu adanya penanaman nilai multikulturalisme yaitu sebuah paham yang
menerima dan memahami akan sebuah kemajemukan atau perbedaan yang dimiliki oleh setiap
warga, mengingat bahwa Indonesia terdiri dari masyarakat yang sangat majemuk baik
kebudayaan, golongan sosial maupun profesi, selain itu mempertegas paradigma atau persepektif
Struktural Fungsional kepada masyarakat untuk memperkecil pandangan negatif terhadap
berbagai perbedaan yang ada serta kesadaran Identitas Nasinal sebagai pemersatu perbedaan.
Keseluruhan dari penjelasan diatas adalah tuntutan produk akhir berupa mentalitas yang baru
guna mencapai kehidupan yang lebih baik sesuai dengan Ideologi dan Konstitusi negara.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2001.Kumpulan Makalah Diskusi sejarah Lokal : Konflik
Komunal dan Keterasingan Sosial. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah
Nasional Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional

Departemen Pendidikan Nasional. 2001.Kumpulan Makalah Diskusi sejarah Lokal :
Pembangkangan Sipil dan Konflik Vertikal II. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran
Sejarah Nasional Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
Koentjaraningrat. 1969. Rintangan-Rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di
Indonesia. Jakarta: Bharata Djakarta
Koentjaraningrat. 1979. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djamban
Lubis, Mochtar. 1993.
Indonesia

Budaya, Masyarakat dan Manusia Indonesia. Jakarta: Yayan Obor

Lubis, Mochtar. 2008. Manusia Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
http://www.academia.edu/9601958/INDIKATOR_PEMBANGUNAN diakses pada Sabtu, 04
April 2015

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24