CSR dan PEKERJA SOSIAL (1)
A. Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut Edi Suharto (2007)
CSR adalah kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya
(profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet)
secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan professional.
Jadi menurut edi Suharto agar dapat lebih memahami definisi CSR adalah dengan
mengembangkan konsep triple bottom lines dan menambahkannya dengan satu line
tambahan, yakni procedure.
Menurut ISO 26000, CSR adalah
Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusankeputusan dan kegiatan-kegiatan pada masyarakat dan lingkungan yang
diwujudkan dalam bentuk prilaku transparan dan etis yang sejalan dengan
pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
B. Undang-Undang Tentang CSR
Pada pasal 74 di Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, berbunyi:
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan.
2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan pada pasal 25 (b) Undang – Undang Penanaman Modal menyatakan
kepada setiap penanam modal wajib melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Dari kedua pasal diatas dapat kita lihat bagaimana pemerintah Indonesia berusaha
untuk mengatur kewajiban pelaksanaan CSR oleh perusahaan atau penanam modal
C. Mengapa sebuah perusaan perlu menerapkan CSR bagi masyarakat
disekitarnya?
1. Tanggung jawab ekonomis (make a profit)
Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba adalah fondasi
perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomi sebagai
persyaratan agar perusahaan dapat terus hidup dan berkembang
2. Tanggung jawab legal (obey the law)
Perusahaan harus taat hokum. Dalam proses mencari laba, perusahaan tidak
boleh melanggar kebijakan dan hokum yang telah ditetapkan pemerintah
3. Tanggung jawab etis (be ethical)
Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan praktek bisnis yang baik,
benar, adil, dan fair. Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan bagi
perilaku organisasi perusahaan.
4. Tanggung jawab filantropis (be a good citizen)
Selain perusahaan harus memperoleh laba, taat hokum, dan berprilaku etis,
perusahaan juga dituntut untuk memberi kontribusi yang dapat dirasakan secara
langsung oleh masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas
kehidupan semua. Pera pemilik dan pegawai yang bekerja di perusahaan
memiliki tanggungjawab ganda, yakni kepada perusahaan dan kepada public.
D. Mengapa CSR penting?
Lahirnya CSR dipengaruhi oleh fenomena DEAF yang merupakan akronim dari
Dehumanisasi, Emansipasi, Aquariumisasi, dan Feminisai.
1. Dehumanisasi industry
Efisiensi dan mekanisasi yang semakin menguat di dunia industry telah
menciptakan persoalan-persoalan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh
diperusahaan, maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan. “merger mania”
Perampingan
perusahaan
telah
menimbulkan
gelombang
PHK
dan
pengangguran. Ekspansi dan eksploitasi industry telah melahirkan ketimpangan
sosial, polusi dan kerusakan lingkungan yang hebat.
2. Emansipasi hak-hak public
Masyarakat
kini
semakin
sadar
akan
haknya
untuk
meminta
pertanggungjawaban perusahaan atas berbagai masalah sosial yang seringkali
ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan. Kesadarn ini semakin menuntut
kepedulian
perusahaan.
Kesadaran
ini
semakin
menuntut
kepedulian
perusahaan bukan saja dalam proses produksi, melainkan pula terhadap
berbagai dampak sosial yang ditimbulkannya.
3. Aquariumisasi dunia industry
Dunia kerja kini semakin transparandan terbuka laksana sebuah aquarium.
Perusahaan yang hanya memburu rante ekonomi dan cenderung mengabaikan
hokum, prinsip etis dan filantropis tidak akan mendapatkan dukungan public.
Bahkan dalam banyak kasus, masyarakat menuntut agar perusahaan ini ditutup.
4. Feminisasi dunia kerja
Semakin banyaknya wanita yang bekerja semakin menuntut penyesuaian
perusahaan, bukan saja terhadap lingkungan internal organisasi, seperti
pemberian cuti hamil dan melahirkan, keselamatan dan kesehatan kerja,
melainkan pula terhadap timbulnya biaya-biaya sosial seperti penelantaran
anak, kenakalan remaja (akibat berkurangnya atau hilangnya kehadiran ibu
dirumah dan tentunya dilingkungan masyarakat). Pendirian fasilitaspendidikan,
kesehatan, dan perawatan anak atau pusat-pusat kegiatan olagraga dan rekreasi
bagi remaja adalah beberapa bentuk respon terhadap isu ini.
Pertanyaan mengenai mengapa CSR penting, tidak cukup dijawab dengan
seakan-akan bahwa CSR telah diamantkan UU. Jika CSR dianggap penting hanya
karena UU, perusahaan akan cenderung terpaksa dan setengah hati melaksanakan
CSR. Harus ada pemahaman filosofis dan komitmen etis tentang CSR.
Pentingnya CSR perlu dilandas oleh kesadaran perusahaan terhadap fakta
tentang adanya jurang yang semakin menganga antara kemakmuran dan
kemelaratan, baik pada tataran global maupun nasional. Oleh karena itu diwajibkan
atau tidak, CSR harus merupakan komitmen dan kepedulian dari para pelaku bisnis
untuk ambil bagian mengurangi nestapa kemanusiaan. Member gaji pada karyawan
dan membayar pajak pada Negara kurang patut dijadikan alasan bahwa perusahaan
tidak perlu melaksanakan CSR. Dikarenakan manfaat pajak sering tidak sampai
kepada masyarakat, terutama kelompok lemah dan rentan seperti orang miskin,
kaum perempuan, anak-anak, dan komunitas adat terpencil (KAT). Akibatnya
sebagian besar dari mereka hidup tanpa perlindungan sosial yang memadai.
E. Perkembangan dan motif corporate social responsibility
Sebagaimana dinyatakan Porter dan Kramer (2002), menyatakan bahwa tujuan
ekonomi dan sosial adalah terpisah dan bertentangan adalah pandangan yang keliru,
perusahaan tidak berfungsi secara terpisah dari masyarakat sekitarnya. Faktanya,
kemampuan perusahaan untuk bersaing sangat tergantung pada keadaan lokasi
dimana perusahaan itu beroperasi. Oleh karena itu, piramida tanggungjawab sosial
perusahaan yang dikembangkan Archie B. Carol harus di8pahami sebagai satu
kesatuan. Karenanya, secara konseptual CSR merupakan kepedulian perusahaan
yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines,
yaitu:
1. Profit, perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi
yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
2. People, perusahan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia.
Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian
beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian saran pendidikan dan
kesehatan, dan penguatan kapasitas ekonomi local.
3. Plannet,
perusahaan
peduli
terhadap
lingkungan
hidup
dan
keberlanjutankeragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada
prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan saran air
bersih, perbaikan permukiman, pengembangan pariwisata.
Profit
(keuntungan
perusahaan)
Plannet
Pepeople
(keberlanjutan
lingkungan hidup
(kesejahteraan
masyarakat
Triple bottom lines dalam corporate social responsibility
Secara tradisional, para teoritis maupun pelaku bisnis memiliki interpretasi
yang keliru mengenai keuntungan ekonomi perusahaan. Pada umumnya mereka
berpendapat bahwa mencari labalah yang harus diutamakan perusahaan. Di luar
mencari laba hanya akan mengganggu efisiensi dan efektifitas perusahaan.
Kecenderungan selama ini menunjukan semakin banyak kalangan
akademisi maupun praktisi bisnis yang semakin menyadari pentingnya CSR.
Mencari keuntungan merupakan hal penting bagi perusahaan. Tetapi, hal itu tidak
harus melepaskan diri dari hal lain di luar mencari keuntungan, yakni
mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Apa yang memotivasi perusahaan melakukan CSR? Saidi dan abidin
(2004:69) membuat matriks yang menggambarkan tiga tahap atau pradigma yang
berbeda. Tahap pertama adalah corporate charity, yakni dorongan amal berdasarkan
motivasi keagamaan. Tahap kedua adalah corporate philantrophy, yakni dorongan
kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk
menolong sesame dan memperjuangkan pemerataan sosial. Tahap ketiga adalah
corporate citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan sosial
berdasarkan prinsip keterlibatan sosial.
Jika depetakan, tampaklah bahwa spectrum pradigma ini terentang dari
“sekedar menjalankan kewajiban” hingga “demi kepentingan bersama” atau dari
“membantu dan beramal kepada sesame” menjadi “memberdayakan manusia”.
Meskipun tidak selalu berlaku otomatis, pada umumnya perusahaan melakukan
CSR di dorong oleh motivasi karitatif kemudian kemanusiaan, dan akhirnya
kewargaan.
Motivasi tanggung jawab sosial perusahaan
motivasi
Semangat/prinsip
Tahapan/pradigma
Karitatif
filantropis
Agama, tradisi, Norma, etika
adat
Kewargaan
dan Pencerahan
hokum
diri
rekonsiliasi
dan
dengan
universal:redistribusi ketertiban sosial
Misi
kekayaan
Menolong sesame
Mengatasi
masalah
sesaat/saat
Mencari dan mengatasi
akar
itu
masalah,
memberikan kontribusi
Pengelolaan
Pengorganisasian
saja
Jangka pendek
Kepanitiaan
Terencana,
kepada masyarakat
Terinternalisasi dalam
terorganisasi,
kebijakan perusahaan
terprogram
Yayasan/dana abadi
Professional:keterlibata
n tenaga-tenaga ahli di
Penerima manfaat
Orang miskin
Masyarakat luas
bidangnya
Masyarakat luas dan
Kontribusi
Hibah sosial
Hibah pembangunan
perusahaan
Hibah sosial maupun
pembangunan
inspirasi
kewajiban
kemanusiaan
dan
keterlibatan sosial
Kepentingan bersama
F. Model Corporate Social Responsibility
Menurut saidi dan abidi (2004: 64-65) sedikitnya ada empat model atau pola CSR
yang umumnya diterapkan di Indonesia
1. Keterlibatan langsung
Perusahaan
menjalankan
program
CSR
secara
langsung
dengan
menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke
masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan
biasanya menugaskan salah satu pejabat sniornya, seperti corporate secretary
atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public
relation.
2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan
Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya.
Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaanperusahaan di Negara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana awal, dan
rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan
yayasan. Beberapa yayasan yang didirikan perusahaan diantaranya adalah
yayasan coca cola company, yayasan riot into (perusahaan pertambangan),
yayasan dharma bhakti astra, yayasan sahabat aqua, GE Fund.
3. Bermitra dengan pihak lain
Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga
sosial/organisasi non-pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media
massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan
sosialnya.
Beberapa
lembaga
sosial/organisasi
non-pemerintah
yang
bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah
(PMI, Yayasan kesejahteraan anak indonesi, dompet dhuafa) instansi
pemerintah (lembaga ilmu pengetahuan Indonesia, depdiknas, depkes, depsos),
universitas (UI,ITB,IPB), media massa (kompas,kita peduli indosiar)
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium
Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga
sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model
lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang
bersifat “hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu
yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro
aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian
mengembangkan program yang disepakati bersama.
Dari keempat model diatas, model yang paling banyak dijalankan adalah model
ketiga, yakni perusahaan bermitra dengan organisasi sosial atau lembaga lain
dengan dana yang teralokasi mencapai 79 M. sebagain besar kegiatan CSR adalah
berupa pelayanan sosial, diikuti dengan kegiatan di bidang pendidikan dan
penelitian, kesehatan, dll.
G. ComDev dan pemeberdayaan masyarakat
Konsep CSR seringkali diidentikan ddengan metode pengembangan
masyarakat (community development) yang akhir-akhir ini banyak diterapkan oleh
perusahaan dengan istilah ComDev. Tujuan utama pendekatan ComDev adalah
bukan sekedar membantu atau member barang kepada si penerima. Melainkan
berusaha agar si penerima memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mampu
menolong dirinya sendiri, dengan kata lain, semangat utama comdev adalah
pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu kegiatan comdev biasanya diarahkan
pada proses pemberkuasaan, peningkatan kekuasaan, atau penguatan kemampuan
para penerima pelayanan.
Pemberdayaan masyarakat ini pada dasarnya merupakan kegiatan terencana
dan kolektif dalam memperbaiki kehidupan masyarakat yang dilakukan melalui
program peningkatan kapasitas orang, terutama kelompok lemah atau kurang
beruntung agar mereka memiliki kemampuan dan memenuhi kebutuhan dasarnya,
mengemukakan gagasan, melakukan pilihan-pilihan hidup, melaksanakan kegiatan
ekonomi, menjangkau dan memobilisasi sumber, berpartisipasi dalam kegiatan
sosial.
Proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui beberapa
tahapan, diantaranya
1. Menentukan populasi dan kelompok sasaran
2. Mengidentifikasi masalah dan kebutuhan kelompok sasaran
3. Merancang program kegiatan dan cara-cara pelaksanaannya
4. Menentukan sumber pendanaan
5. Menentukan dan mengajak pihak-pihak yang dilibatkan
6. Melaksanakan kegiatan atau mengimplementasikan program
7. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan
Kegiatan-kegiatan pemberdayaan biasanya dilakukan secara berkelompok dan
teroganisir dengan melibatkan bebrapa strategi seperti :
1. pendidikan dan pelatihan keterampilan hidup (life skills),
2.
ekonomi produktif,
3. perawatan sosial, (penyadaran dan pengubahan sikap dan prilaku)
4. advokasi (pendampingan dan pembelaan hak-hak klien
5. aksi
sosial
(sosialisasi,
kampanye,
demonstrasi,
kolaborasi,
kontens,
pengubahan kebijakan public agar lebih responsive terhadap kebutuhan
kelompok sasaran)
pemberdayaan masyarakat dalam program comdev didasari oleh pendekatan yang
partisipatoris, humanis, dan emansipatoris yang berpijak pada bebrapa prinsip
sebagai berikut:
1. bekerja bersama berperan serta
2. membantu rakyat agar mereka bisa membantu dirinya sendiri dan orang lain
3. pemberdayaan bukan kegiatan satu malam
4. kegiatan diarahkan bukan saja untuk mencapai hasil, melainkan juga agar
menguasai prosesnya.
5. Agar berkelanjutan, pemberdayaan jangan hanya berpusat pada komunitas
local, melainkan pula pada system sosial yang lebih luas termasuk kebijakan
sosial
H. CSR yang baik
CSR yang baik (good CSR)memadukan empat prinsip good corporate
governance, yakni fairness, transparency, accountability, dan responsibility secara
harmonis. Ada perbedaan mendasar diantara keempat prinsip tersebut (Supomo
dalam Edi Suharto, 2009). tiga prinsip pertama cenderung bersifat shareholdersdriven, karena lebih memperhatikan kepentingan pemegang saham perusahaan.
Sebagai contoh, fairness bisa berupa perlakuan yang adil terhadap
pemegang saham
minoritas; transparency menunjuk pada penyajian laporan
keuangan yang akurat dan tepat waktu; sedangkn accountability diwujudkan dalam
bentuk fungsi dan kewenangan RUPS, komisaris, dan direksi yang harus
dipertanggungjawabkan.
Sementara itu, prinsip responsibility lebih mencerminkan stakeholdersdriven, karena lebih mengutamakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
eksistensi perusahaan. Stakeholders perusahaan bisa mencakup karyawan beserta
keluarganya, pelanggan, pemasok, komunitas setempat dan masyarakat luas,
termaksud pemerintah selaku regulator. Disini perusahaan bukan saja dituntut
mampu menciptakan nilai tambah (value added) produk dan jasa bagi stakeholders
perusahaan, melainkan pula harus sanggup memelihara kesinambungan nilai
tambah yang diciptakannya itu (Supomo dalam Edi suharto, 2009).
Namun demikian, prinsip good corporate governance jangan diartikan
secara sempit. Artinya, tidak sekedar mengedepankan kredo beneficience (do good
principle), melainkan pula nonmaleficience ( do no-harm principle) (Nugroho
dalam Edi Suharto, 2009).
Perusahaan yang hanya mengedepankan benefience cenderung merasa telah
melakukan CSR dengan baik. Misalnya, karena telah memberikan beasiswa atau
sunatan massal gratis. Padahal, tanpa sadar dan pada saat yang sama, perusahaan
tersebut telah membuat masyarakat semakin bodoh dan berprilaku konsumtif,
misalnya, dengan iklan dan produknya yang melanggar nonmaleficience.
CSR yang baik memadukan kepentingan shareholders dan stakeholders.
Karenanya, CSR tidak hanya fokus pada hasil yang ingin dicapai. Melainkan pula
pada proses untuk mencapai hasil tersebut. Lima langkah di bawah ini bisa
dijadikan panduan dalam merumuskan program CSR, termaksud ComDev.
1.
Engagement. Pendekatan awal kepada masyarakat agar terjalin komunikasi dan
relasi yang baik. Tahap ini juga bisa berupa sosialisasi mengenai rencana
pengembangan program CSR. Tujuan utama langkah ini adalah terbangunnya
pemahaman, penerimaan dan trust masyarakat yang akan dijadikan sasaran
CSR. Modal sosial bisa dijadikan dasar untuk membangun “kontrak sosial”
antara masyarakat dengan perusahaan dan pihak-pihak terlibat.
2.
Assessment. Identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat yang akan
dijadikan dasar dalam merumuskan program. Tahapan ini bisa dilakukan bukan
hanya berdasarkan need-based approach (aspirasi masyarakat), melainkan pula
berpijak pada rights-based approach (konvensi internasional atau standar
normatif hak-hak sosial masyarakat).
3.
Plan of action. Merumuskan rencana aksi. program yang akan diterapkan
sebaiknya memerhatikan aspirasi masyarakat (stakeholders) disatu pihak dan
misi perusahaan termaksuk shareholders dilain pihak.
4.
Action and Facilitation. Menerapkan program yang telah disepakati bersama.
Program bisa dilakukan secara mandiri oleh masyarakat atau organisasi lokal.
Namun, bisa pula difasilitasi oleh LSM dan pihak perusahaan. Monitoring,
supervisi dan pendampingan merupakan kunci keberhasilan implementasi
program.
5.
Evaluation and Termination or Reformation. Menilai sejauh mana keberhasilan
pelaksanaan program CSR dilapangan. Bila berdasarkan evaluasi, program
akan diakhiri (termination) maka perlu adanya semacam pengakhiran kontrak
dan exit strategy antara pihak-pihak yang terlibat. Misalnya, melaksanakan
TOT CSR melalui capacity building terhadap masyarakat (stakeholders) yang
akan melanjutkan program CSR secara mandiri. Bila ternyata program CSR
akan dilanjutkan (reformation), maka perlu dirumuskan lessons learned bagi
pengembangan program CSR berikutnya. Kesepakatan baru bisa dirumuskan
sepanjang diperlukan.
I. Perusahaan dan serangga
CSR kini semakin populer. Dehumanisasi, Emansipasi, Aquariumisasi dan
Feminisme di dunia Industri mendorong CSR semakin diperlukan perusahaan. jika
modelnya tepat dan terhindar dari bias, CSR membawa
manfaat positif bagi
perusahaan, yakni 4D: Diterima masyarakat; Didukung pemerintah; Diminati
konsumen; dan Ditemani LSM.
CSR yang baik sejalan dengan prinsip good corporate governance, yakni
fairness, transparency, accountability dan responsibility. Good CSR tidak terfokus
hanya pada adagium beneficience (do good principle), melainkan pula pada
nonmaleficience (do no-harm principle).
CSR yang baik juga memerhatikan hasil dan proses. Proses CSR terentang
mulai dari engagement, assessment, plan of action, action and facilitation, hingga
evaluation and termination or reformation.
Elkington (1998) dalam bukunya Canibals With Forks: The Triple Bottom
Line in 21st Century Business mengelompokkan perusahaan yang peduli dan tidak
peduli terhadap CSR berdasarkan analogi serangga.
Perusahaan kategori pertama laksana ulat, yang memiliki model bisnis rakus
dan tidak peduli pada lingkungan sekelilingnya. Kategori kedua adalah perusahaan
yang mirip belalang, model bisnis yang juga eksploitatifdan degeneratif. Kategori
kedua ini mungkin saja sudah mulai mempraktikan CSR. Tetapi, CSR tidak
dilakukan dengan sepenuh hati. Cd di perusahaan ini hanyalah “celana dalam”
untuk menutupi “aurat” perusahaan agar terhindar dari tekanan masyarakat atau
LSM.
Perusahaan kupu-kupu adalah kategori ketiga. Korporasi seperti ini punya
komitmen kuat menjalankan CSR. Bagi perusahaan ini CSR adalah investasi,
bukan basa-basi. Kategori terakhir adalah korporasi lebah. Perusahaan seperti ini
punya sifat regeneratif atau menumbuhkan. Perusahaan ideal ini menerapkan etika
bisnis dan menjalankan good CSR.
J. Contoh perusahaan PLN yang menggunakan CSR
PLN telah “berkomitmen menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, mengupayakan tenaga listrik
menjadi pendorong kegiatan ekonomi dan menjalankan kegiatan usaha yang
berwawasan lingkungan”, PLN bertekad menyelaraskan pengembangan ketiga
aspek dalam penyediaan listrik, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk itu,
PLN mengembangkan Program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai
wujud nyata dari Tanggungjawab Sosial Perusahaan
PELAKSANAAN PROGRAM CSR
1. Community Relation
Kegiatan ini menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan
informasi kepada para pihak yang terkait. Beberapa kegiatan yang dilakukan
PLN antara lain: melaksanakan sosialisasi instalasi listrik, contohnya melalui
penerangan kepada pelajar SMA di Jawa Barat tentang SUTT/SUTET, dan
melaksanakan sosialisasi bahaya layang-layang di daerah Sumenep, Pulau
Madura, Jawa Timur
2. Community Services
Program bantuan dalam kegiatan ini berkaitan dengan pelayanan masyarakat
atau kepentingan umum. Kegiatan yang dilakukan selama tahun 2011, antara
lain memberikan :
a. Bantuan bencana alam.
b. Bantuan peningkatan kesehatan di sekitar instalasi PLN, antara lain di
Kelurahan Asemrowo, Surabaya yang berada di sekitar SUTT 150kV
Sawahan-Waru.
c. Bantuan sarana umum pemasangan turap untuk warga pedesaan di
Kecamatan Rumpin – Kabupaten Bogor, Jawa Barat serta bantuan
pengaspalan jalan umum di Bogor – Buleleng, Bali.
d. Bantuan perbaikan sarana ibadah.
e. Operasi Katarak gratis di Aceh, Pekanbaru, Jawa Barat, dan kota lainnya di
Indoenesia
f. Bantuan Sarana air bersih,
3. Community Empowering
Kegiatan ini terdiri dari program-program yang memberikan akses yang lebih
luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya. Kegiatan yang
dilakukan antara lain:
a. Bantuan produksi dan pengembangan pakan ikan alternatif di sekitar
SUTET, bekerja sama dengan Fakultas Pertanian UGM.
b. Bantuan alat pertanian kepada kelompok tani Ngaran Jaya Kabupaten
Kulonprogo, Jawa Tengah.
c. Pemberdayaan anggota PKK Asemrowo, Surabaya.
d. Program budi daya jamur tiram masyarakat Desa Umbul Metro, Lampung.
e. Pelatihan manajemen UKM dan Kiat-kiat pengembangan UKM di Papua
f. Pemberian bibit coklat masyrakat dibawah ROW P3B Sumatera
4. Program desa mandiri energy di antaranya:
a. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)
PLTMH di bangun di areal yang relatif terpencil, sulit diakses oleh jaringan
listrik secara ekonomis, namun memiliki potensi sumber air yang potensial
dan luas hutan yang memadai untuk menjamin pasokan air. Untuk memberi
manfaat penerangan sekaligus mendorong masyarakat setempat memelihara
kelestarian lingkungan, PLN membantu pembangunan PLTMH bekerja
sama dengan perguruan tinggi. Salah satu unit PLTMH hasil kerja sama ini
dibangun di Desa Pesawaran Indah, Lampung.
b. Pembangkit listrik biogas
Pembangit biogas didirikan di daerah dengan kegiatan peternakan yang
dominan. Pembangkit ini memanfaatkan kotoran ternak, biasanya sapi,
sebagai bahan utama. Proses pembangkitan listrik dilakukan dengan
memanfaatkan gas metan dari proses fermentasi kotoran ternak. Gas metan
yang dihasilkan dapat digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik atau
dapat digunakan untuk memasak. Sisa fermentasi dpat digunanakan sebagai
pupuk. PLN telah mendukung pengembangan komunitas berbasis
optimalisasi biogas dan potensi lokal di Desa Bojong Sleman yang mandiri,
bekerja sama dengan Fakultas Teknik UGM.
c. Pendidikan dan penyuluhan
Selain kegiatan pembangunan prasarana yang berkaitan dengan energi,
dalam Program CSR Desa Mandiri Energi PLN juga menyelenggarakan
berbagai program pendidikan dan penyuluhan yang bertujuan memberi
pengertian mengenai pengaruh listrik, jaringan transmisi dan distribusi
listrik terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat selain pelaksanaan
program bantuan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat.
d. Pelestarian alam, termasuk penghijauan
Penanaman dan kegiatan pemeliharaan pohon yang selama ini telah rutin
dilakukan untuk membantu lingkungan dalam pemulihan dampak aktivitas
manusia. Pada tahun 2010 sampai dengan 2011 PLN telah menanam pohon
sebanyak 126.705 pohon.
5. Program pengembangan masyarakat
a. Program Kemitraan (PK)
Program Kemitraan merupakan program untuk meningkatkan kemampuan
usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana
yang berasal dari bagian laba BUMN. Pelaksanaan PK umumnya dilakukan
melalui pembinaan secara struktural oleh Perseroan langsung pada Mitra
Binaan melalui Kantor Wilayah/Distribusi, Cabang, Unit Pelayanan, Area
Pelayanan (kecuali yang berlokasi sama dengan Kantor Wilayah/Distribusi).
Pelaksanaan PK pada dasarnya dilakukan melalui beberapa tahap, sebagai
berikut:
1. Melakukan survei penelitian lapangan atas permohonan bantuan dari
calon Mitra Binaan. Evaluasi kelayakan dilakukan sesuai kaidah usaha
yang layak dan sehat, serta dikoordinasikan dengan instansi terkait;
2. Melakukan pembinaan kemitraan berupa pendidikan dan pelatihan,
pemasaran, bantuan modal kerja, memproses jaminan kredit, pemantauan
dan evaluasi pada Mitra Binaan, pencatatan dan pembukuan transaksi
yang terkait;
3. Membuat laporan secara periodik (triwulan dan tahunan).
b. Program Bina Lingkungan
Program bina lingkungan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan bantuan
pendidikan bagi masayarakat sekitar lokasi transmisi dan distribusi yang
tidak mampu, namun memiliki kecerdasan dan kemauan besar untuk
melanjutkan pendidikan. Selain itu, dilakukan melalui kegiatan pelestarian
alam berupa partisipasi program penghijauan yang diselenggarakan oleh
pihak eksternal bekerja sama dengan Pemerintah dan realisasi penghijauan
sekitar instalasi PLN. Kegiatan lain yang dilakukan dalam rangka Bina
Lingkungan adalah kegiatan bantuan bencana alam (BUMN Peduli) yang
terjadi di Merapi, Mentawai, Gunung Sinabung, banjir bandang Wasior dan
kegiatan sosial lainnya.
Daftar Pustaka
www.pln.co.id
Edi Suharto.2009.pekerjaan sosial di dunia industry.bandung.alfabeta
Menurut Edi Suharto (2007)
CSR adalah kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya
(profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet)
secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan professional.
Jadi menurut edi Suharto agar dapat lebih memahami definisi CSR adalah dengan
mengembangkan konsep triple bottom lines dan menambahkannya dengan satu line
tambahan, yakni procedure.
Menurut ISO 26000, CSR adalah
Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusankeputusan dan kegiatan-kegiatan pada masyarakat dan lingkungan yang
diwujudkan dalam bentuk prilaku transparan dan etis yang sejalan dengan
pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
B. Undang-Undang Tentang CSR
Pada pasal 74 di Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, berbunyi:
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan.
2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan pada pasal 25 (b) Undang – Undang Penanaman Modal menyatakan
kepada setiap penanam modal wajib melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Dari kedua pasal diatas dapat kita lihat bagaimana pemerintah Indonesia berusaha
untuk mengatur kewajiban pelaksanaan CSR oleh perusahaan atau penanam modal
C. Mengapa sebuah perusaan perlu menerapkan CSR bagi masyarakat
disekitarnya?
1. Tanggung jawab ekonomis (make a profit)
Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba adalah fondasi
perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomi sebagai
persyaratan agar perusahaan dapat terus hidup dan berkembang
2. Tanggung jawab legal (obey the law)
Perusahaan harus taat hokum. Dalam proses mencari laba, perusahaan tidak
boleh melanggar kebijakan dan hokum yang telah ditetapkan pemerintah
3. Tanggung jawab etis (be ethical)
Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan praktek bisnis yang baik,
benar, adil, dan fair. Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan bagi
perilaku organisasi perusahaan.
4. Tanggung jawab filantropis (be a good citizen)
Selain perusahaan harus memperoleh laba, taat hokum, dan berprilaku etis,
perusahaan juga dituntut untuk memberi kontribusi yang dapat dirasakan secara
langsung oleh masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas
kehidupan semua. Pera pemilik dan pegawai yang bekerja di perusahaan
memiliki tanggungjawab ganda, yakni kepada perusahaan dan kepada public.
D. Mengapa CSR penting?
Lahirnya CSR dipengaruhi oleh fenomena DEAF yang merupakan akronim dari
Dehumanisasi, Emansipasi, Aquariumisasi, dan Feminisai.
1. Dehumanisasi industry
Efisiensi dan mekanisasi yang semakin menguat di dunia industry telah
menciptakan persoalan-persoalan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh
diperusahaan, maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan. “merger mania”
Perampingan
perusahaan
telah
menimbulkan
gelombang
PHK
dan
pengangguran. Ekspansi dan eksploitasi industry telah melahirkan ketimpangan
sosial, polusi dan kerusakan lingkungan yang hebat.
2. Emansipasi hak-hak public
Masyarakat
kini
semakin
sadar
akan
haknya
untuk
meminta
pertanggungjawaban perusahaan atas berbagai masalah sosial yang seringkali
ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan. Kesadarn ini semakin menuntut
kepedulian
perusahaan.
Kesadaran
ini
semakin
menuntut
kepedulian
perusahaan bukan saja dalam proses produksi, melainkan pula terhadap
berbagai dampak sosial yang ditimbulkannya.
3. Aquariumisasi dunia industry
Dunia kerja kini semakin transparandan terbuka laksana sebuah aquarium.
Perusahaan yang hanya memburu rante ekonomi dan cenderung mengabaikan
hokum, prinsip etis dan filantropis tidak akan mendapatkan dukungan public.
Bahkan dalam banyak kasus, masyarakat menuntut agar perusahaan ini ditutup.
4. Feminisasi dunia kerja
Semakin banyaknya wanita yang bekerja semakin menuntut penyesuaian
perusahaan, bukan saja terhadap lingkungan internal organisasi, seperti
pemberian cuti hamil dan melahirkan, keselamatan dan kesehatan kerja,
melainkan pula terhadap timbulnya biaya-biaya sosial seperti penelantaran
anak, kenakalan remaja (akibat berkurangnya atau hilangnya kehadiran ibu
dirumah dan tentunya dilingkungan masyarakat). Pendirian fasilitaspendidikan,
kesehatan, dan perawatan anak atau pusat-pusat kegiatan olagraga dan rekreasi
bagi remaja adalah beberapa bentuk respon terhadap isu ini.
Pertanyaan mengenai mengapa CSR penting, tidak cukup dijawab dengan
seakan-akan bahwa CSR telah diamantkan UU. Jika CSR dianggap penting hanya
karena UU, perusahaan akan cenderung terpaksa dan setengah hati melaksanakan
CSR. Harus ada pemahaman filosofis dan komitmen etis tentang CSR.
Pentingnya CSR perlu dilandas oleh kesadaran perusahaan terhadap fakta
tentang adanya jurang yang semakin menganga antara kemakmuran dan
kemelaratan, baik pada tataran global maupun nasional. Oleh karena itu diwajibkan
atau tidak, CSR harus merupakan komitmen dan kepedulian dari para pelaku bisnis
untuk ambil bagian mengurangi nestapa kemanusiaan. Member gaji pada karyawan
dan membayar pajak pada Negara kurang patut dijadikan alasan bahwa perusahaan
tidak perlu melaksanakan CSR. Dikarenakan manfaat pajak sering tidak sampai
kepada masyarakat, terutama kelompok lemah dan rentan seperti orang miskin,
kaum perempuan, anak-anak, dan komunitas adat terpencil (KAT). Akibatnya
sebagian besar dari mereka hidup tanpa perlindungan sosial yang memadai.
E. Perkembangan dan motif corporate social responsibility
Sebagaimana dinyatakan Porter dan Kramer (2002), menyatakan bahwa tujuan
ekonomi dan sosial adalah terpisah dan bertentangan adalah pandangan yang keliru,
perusahaan tidak berfungsi secara terpisah dari masyarakat sekitarnya. Faktanya,
kemampuan perusahaan untuk bersaing sangat tergantung pada keadaan lokasi
dimana perusahaan itu beroperasi. Oleh karena itu, piramida tanggungjawab sosial
perusahaan yang dikembangkan Archie B. Carol harus di8pahami sebagai satu
kesatuan. Karenanya, secara konseptual CSR merupakan kepedulian perusahaan
yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines,
yaitu:
1. Profit, perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi
yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
2. People, perusahan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia.
Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian
beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian saran pendidikan dan
kesehatan, dan penguatan kapasitas ekonomi local.
3. Plannet,
perusahaan
peduli
terhadap
lingkungan
hidup
dan
keberlanjutankeragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada
prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan saran air
bersih, perbaikan permukiman, pengembangan pariwisata.
Profit
(keuntungan
perusahaan)
Plannet
Pepeople
(keberlanjutan
lingkungan hidup
(kesejahteraan
masyarakat
Triple bottom lines dalam corporate social responsibility
Secara tradisional, para teoritis maupun pelaku bisnis memiliki interpretasi
yang keliru mengenai keuntungan ekonomi perusahaan. Pada umumnya mereka
berpendapat bahwa mencari labalah yang harus diutamakan perusahaan. Di luar
mencari laba hanya akan mengganggu efisiensi dan efektifitas perusahaan.
Kecenderungan selama ini menunjukan semakin banyak kalangan
akademisi maupun praktisi bisnis yang semakin menyadari pentingnya CSR.
Mencari keuntungan merupakan hal penting bagi perusahaan. Tetapi, hal itu tidak
harus melepaskan diri dari hal lain di luar mencari keuntungan, yakni
mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Apa yang memotivasi perusahaan melakukan CSR? Saidi dan abidin
(2004:69) membuat matriks yang menggambarkan tiga tahap atau pradigma yang
berbeda. Tahap pertama adalah corporate charity, yakni dorongan amal berdasarkan
motivasi keagamaan. Tahap kedua adalah corporate philantrophy, yakni dorongan
kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk
menolong sesame dan memperjuangkan pemerataan sosial. Tahap ketiga adalah
corporate citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan sosial
berdasarkan prinsip keterlibatan sosial.
Jika depetakan, tampaklah bahwa spectrum pradigma ini terentang dari
“sekedar menjalankan kewajiban” hingga “demi kepentingan bersama” atau dari
“membantu dan beramal kepada sesame” menjadi “memberdayakan manusia”.
Meskipun tidak selalu berlaku otomatis, pada umumnya perusahaan melakukan
CSR di dorong oleh motivasi karitatif kemudian kemanusiaan, dan akhirnya
kewargaan.
Motivasi tanggung jawab sosial perusahaan
motivasi
Semangat/prinsip
Tahapan/pradigma
Karitatif
filantropis
Agama, tradisi, Norma, etika
adat
Kewargaan
dan Pencerahan
hokum
diri
rekonsiliasi
dan
dengan
universal:redistribusi ketertiban sosial
Misi
kekayaan
Menolong sesame
Mengatasi
masalah
sesaat/saat
Mencari dan mengatasi
akar
itu
masalah,
memberikan kontribusi
Pengelolaan
Pengorganisasian
saja
Jangka pendek
Kepanitiaan
Terencana,
kepada masyarakat
Terinternalisasi dalam
terorganisasi,
kebijakan perusahaan
terprogram
Yayasan/dana abadi
Professional:keterlibata
n tenaga-tenaga ahli di
Penerima manfaat
Orang miskin
Masyarakat luas
bidangnya
Masyarakat luas dan
Kontribusi
Hibah sosial
Hibah pembangunan
perusahaan
Hibah sosial maupun
pembangunan
inspirasi
kewajiban
kemanusiaan
dan
keterlibatan sosial
Kepentingan bersama
F. Model Corporate Social Responsibility
Menurut saidi dan abidi (2004: 64-65) sedikitnya ada empat model atau pola CSR
yang umumnya diterapkan di Indonesia
1. Keterlibatan langsung
Perusahaan
menjalankan
program
CSR
secara
langsung
dengan
menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke
masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan
biasanya menugaskan salah satu pejabat sniornya, seperti corporate secretary
atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public
relation.
2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan
Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya.
Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaanperusahaan di Negara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana awal, dan
rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan
yayasan. Beberapa yayasan yang didirikan perusahaan diantaranya adalah
yayasan coca cola company, yayasan riot into (perusahaan pertambangan),
yayasan dharma bhakti astra, yayasan sahabat aqua, GE Fund.
3. Bermitra dengan pihak lain
Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga
sosial/organisasi non-pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media
massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan
sosialnya.
Beberapa
lembaga
sosial/organisasi
non-pemerintah
yang
bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah
(PMI, Yayasan kesejahteraan anak indonesi, dompet dhuafa) instansi
pemerintah (lembaga ilmu pengetahuan Indonesia, depdiknas, depkes, depsos),
universitas (UI,ITB,IPB), media massa (kompas,kita peduli indosiar)
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium
Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga
sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model
lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang
bersifat “hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu
yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro
aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian
mengembangkan program yang disepakati bersama.
Dari keempat model diatas, model yang paling banyak dijalankan adalah model
ketiga, yakni perusahaan bermitra dengan organisasi sosial atau lembaga lain
dengan dana yang teralokasi mencapai 79 M. sebagain besar kegiatan CSR adalah
berupa pelayanan sosial, diikuti dengan kegiatan di bidang pendidikan dan
penelitian, kesehatan, dll.
G. ComDev dan pemeberdayaan masyarakat
Konsep CSR seringkali diidentikan ddengan metode pengembangan
masyarakat (community development) yang akhir-akhir ini banyak diterapkan oleh
perusahaan dengan istilah ComDev. Tujuan utama pendekatan ComDev adalah
bukan sekedar membantu atau member barang kepada si penerima. Melainkan
berusaha agar si penerima memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mampu
menolong dirinya sendiri, dengan kata lain, semangat utama comdev adalah
pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu kegiatan comdev biasanya diarahkan
pada proses pemberkuasaan, peningkatan kekuasaan, atau penguatan kemampuan
para penerima pelayanan.
Pemberdayaan masyarakat ini pada dasarnya merupakan kegiatan terencana
dan kolektif dalam memperbaiki kehidupan masyarakat yang dilakukan melalui
program peningkatan kapasitas orang, terutama kelompok lemah atau kurang
beruntung agar mereka memiliki kemampuan dan memenuhi kebutuhan dasarnya,
mengemukakan gagasan, melakukan pilihan-pilihan hidup, melaksanakan kegiatan
ekonomi, menjangkau dan memobilisasi sumber, berpartisipasi dalam kegiatan
sosial.
Proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui beberapa
tahapan, diantaranya
1. Menentukan populasi dan kelompok sasaran
2. Mengidentifikasi masalah dan kebutuhan kelompok sasaran
3. Merancang program kegiatan dan cara-cara pelaksanaannya
4. Menentukan sumber pendanaan
5. Menentukan dan mengajak pihak-pihak yang dilibatkan
6. Melaksanakan kegiatan atau mengimplementasikan program
7. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan
Kegiatan-kegiatan pemberdayaan biasanya dilakukan secara berkelompok dan
teroganisir dengan melibatkan bebrapa strategi seperti :
1. pendidikan dan pelatihan keterampilan hidup (life skills),
2.
ekonomi produktif,
3. perawatan sosial, (penyadaran dan pengubahan sikap dan prilaku)
4. advokasi (pendampingan dan pembelaan hak-hak klien
5. aksi
sosial
(sosialisasi,
kampanye,
demonstrasi,
kolaborasi,
kontens,
pengubahan kebijakan public agar lebih responsive terhadap kebutuhan
kelompok sasaran)
pemberdayaan masyarakat dalam program comdev didasari oleh pendekatan yang
partisipatoris, humanis, dan emansipatoris yang berpijak pada bebrapa prinsip
sebagai berikut:
1. bekerja bersama berperan serta
2. membantu rakyat agar mereka bisa membantu dirinya sendiri dan orang lain
3. pemberdayaan bukan kegiatan satu malam
4. kegiatan diarahkan bukan saja untuk mencapai hasil, melainkan juga agar
menguasai prosesnya.
5. Agar berkelanjutan, pemberdayaan jangan hanya berpusat pada komunitas
local, melainkan pula pada system sosial yang lebih luas termasuk kebijakan
sosial
H. CSR yang baik
CSR yang baik (good CSR)memadukan empat prinsip good corporate
governance, yakni fairness, transparency, accountability, dan responsibility secara
harmonis. Ada perbedaan mendasar diantara keempat prinsip tersebut (Supomo
dalam Edi Suharto, 2009). tiga prinsip pertama cenderung bersifat shareholdersdriven, karena lebih memperhatikan kepentingan pemegang saham perusahaan.
Sebagai contoh, fairness bisa berupa perlakuan yang adil terhadap
pemegang saham
minoritas; transparency menunjuk pada penyajian laporan
keuangan yang akurat dan tepat waktu; sedangkn accountability diwujudkan dalam
bentuk fungsi dan kewenangan RUPS, komisaris, dan direksi yang harus
dipertanggungjawabkan.
Sementara itu, prinsip responsibility lebih mencerminkan stakeholdersdriven, karena lebih mengutamakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
eksistensi perusahaan. Stakeholders perusahaan bisa mencakup karyawan beserta
keluarganya, pelanggan, pemasok, komunitas setempat dan masyarakat luas,
termaksud pemerintah selaku regulator. Disini perusahaan bukan saja dituntut
mampu menciptakan nilai tambah (value added) produk dan jasa bagi stakeholders
perusahaan, melainkan pula harus sanggup memelihara kesinambungan nilai
tambah yang diciptakannya itu (Supomo dalam Edi suharto, 2009).
Namun demikian, prinsip good corporate governance jangan diartikan
secara sempit. Artinya, tidak sekedar mengedepankan kredo beneficience (do good
principle), melainkan pula nonmaleficience ( do no-harm principle) (Nugroho
dalam Edi Suharto, 2009).
Perusahaan yang hanya mengedepankan benefience cenderung merasa telah
melakukan CSR dengan baik. Misalnya, karena telah memberikan beasiswa atau
sunatan massal gratis. Padahal, tanpa sadar dan pada saat yang sama, perusahaan
tersebut telah membuat masyarakat semakin bodoh dan berprilaku konsumtif,
misalnya, dengan iklan dan produknya yang melanggar nonmaleficience.
CSR yang baik memadukan kepentingan shareholders dan stakeholders.
Karenanya, CSR tidak hanya fokus pada hasil yang ingin dicapai. Melainkan pula
pada proses untuk mencapai hasil tersebut. Lima langkah di bawah ini bisa
dijadikan panduan dalam merumuskan program CSR, termaksud ComDev.
1.
Engagement. Pendekatan awal kepada masyarakat agar terjalin komunikasi dan
relasi yang baik. Tahap ini juga bisa berupa sosialisasi mengenai rencana
pengembangan program CSR. Tujuan utama langkah ini adalah terbangunnya
pemahaman, penerimaan dan trust masyarakat yang akan dijadikan sasaran
CSR. Modal sosial bisa dijadikan dasar untuk membangun “kontrak sosial”
antara masyarakat dengan perusahaan dan pihak-pihak terlibat.
2.
Assessment. Identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat yang akan
dijadikan dasar dalam merumuskan program. Tahapan ini bisa dilakukan bukan
hanya berdasarkan need-based approach (aspirasi masyarakat), melainkan pula
berpijak pada rights-based approach (konvensi internasional atau standar
normatif hak-hak sosial masyarakat).
3.
Plan of action. Merumuskan rencana aksi. program yang akan diterapkan
sebaiknya memerhatikan aspirasi masyarakat (stakeholders) disatu pihak dan
misi perusahaan termaksuk shareholders dilain pihak.
4.
Action and Facilitation. Menerapkan program yang telah disepakati bersama.
Program bisa dilakukan secara mandiri oleh masyarakat atau organisasi lokal.
Namun, bisa pula difasilitasi oleh LSM dan pihak perusahaan. Monitoring,
supervisi dan pendampingan merupakan kunci keberhasilan implementasi
program.
5.
Evaluation and Termination or Reformation. Menilai sejauh mana keberhasilan
pelaksanaan program CSR dilapangan. Bila berdasarkan evaluasi, program
akan diakhiri (termination) maka perlu adanya semacam pengakhiran kontrak
dan exit strategy antara pihak-pihak yang terlibat. Misalnya, melaksanakan
TOT CSR melalui capacity building terhadap masyarakat (stakeholders) yang
akan melanjutkan program CSR secara mandiri. Bila ternyata program CSR
akan dilanjutkan (reformation), maka perlu dirumuskan lessons learned bagi
pengembangan program CSR berikutnya. Kesepakatan baru bisa dirumuskan
sepanjang diperlukan.
I. Perusahaan dan serangga
CSR kini semakin populer. Dehumanisasi, Emansipasi, Aquariumisasi dan
Feminisme di dunia Industri mendorong CSR semakin diperlukan perusahaan. jika
modelnya tepat dan terhindar dari bias, CSR membawa
manfaat positif bagi
perusahaan, yakni 4D: Diterima masyarakat; Didukung pemerintah; Diminati
konsumen; dan Ditemani LSM.
CSR yang baik sejalan dengan prinsip good corporate governance, yakni
fairness, transparency, accountability dan responsibility. Good CSR tidak terfokus
hanya pada adagium beneficience (do good principle), melainkan pula pada
nonmaleficience (do no-harm principle).
CSR yang baik juga memerhatikan hasil dan proses. Proses CSR terentang
mulai dari engagement, assessment, plan of action, action and facilitation, hingga
evaluation and termination or reformation.
Elkington (1998) dalam bukunya Canibals With Forks: The Triple Bottom
Line in 21st Century Business mengelompokkan perusahaan yang peduli dan tidak
peduli terhadap CSR berdasarkan analogi serangga.
Perusahaan kategori pertama laksana ulat, yang memiliki model bisnis rakus
dan tidak peduli pada lingkungan sekelilingnya. Kategori kedua adalah perusahaan
yang mirip belalang, model bisnis yang juga eksploitatifdan degeneratif. Kategori
kedua ini mungkin saja sudah mulai mempraktikan CSR. Tetapi, CSR tidak
dilakukan dengan sepenuh hati. Cd di perusahaan ini hanyalah “celana dalam”
untuk menutupi “aurat” perusahaan agar terhindar dari tekanan masyarakat atau
LSM.
Perusahaan kupu-kupu adalah kategori ketiga. Korporasi seperti ini punya
komitmen kuat menjalankan CSR. Bagi perusahaan ini CSR adalah investasi,
bukan basa-basi. Kategori terakhir adalah korporasi lebah. Perusahaan seperti ini
punya sifat regeneratif atau menumbuhkan. Perusahaan ideal ini menerapkan etika
bisnis dan menjalankan good CSR.
J. Contoh perusahaan PLN yang menggunakan CSR
PLN telah “berkomitmen menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, mengupayakan tenaga listrik
menjadi pendorong kegiatan ekonomi dan menjalankan kegiatan usaha yang
berwawasan lingkungan”, PLN bertekad menyelaraskan pengembangan ketiga
aspek dalam penyediaan listrik, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk itu,
PLN mengembangkan Program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai
wujud nyata dari Tanggungjawab Sosial Perusahaan
PELAKSANAAN PROGRAM CSR
1. Community Relation
Kegiatan ini menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan
informasi kepada para pihak yang terkait. Beberapa kegiatan yang dilakukan
PLN antara lain: melaksanakan sosialisasi instalasi listrik, contohnya melalui
penerangan kepada pelajar SMA di Jawa Barat tentang SUTT/SUTET, dan
melaksanakan sosialisasi bahaya layang-layang di daerah Sumenep, Pulau
Madura, Jawa Timur
2. Community Services
Program bantuan dalam kegiatan ini berkaitan dengan pelayanan masyarakat
atau kepentingan umum. Kegiatan yang dilakukan selama tahun 2011, antara
lain memberikan :
a. Bantuan bencana alam.
b. Bantuan peningkatan kesehatan di sekitar instalasi PLN, antara lain di
Kelurahan Asemrowo, Surabaya yang berada di sekitar SUTT 150kV
Sawahan-Waru.
c. Bantuan sarana umum pemasangan turap untuk warga pedesaan di
Kecamatan Rumpin – Kabupaten Bogor, Jawa Barat serta bantuan
pengaspalan jalan umum di Bogor – Buleleng, Bali.
d. Bantuan perbaikan sarana ibadah.
e. Operasi Katarak gratis di Aceh, Pekanbaru, Jawa Barat, dan kota lainnya di
Indoenesia
f. Bantuan Sarana air bersih,
3. Community Empowering
Kegiatan ini terdiri dari program-program yang memberikan akses yang lebih
luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya. Kegiatan yang
dilakukan antara lain:
a. Bantuan produksi dan pengembangan pakan ikan alternatif di sekitar
SUTET, bekerja sama dengan Fakultas Pertanian UGM.
b. Bantuan alat pertanian kepada kelompok tani Ngaran Jaya Kabupaten
Kulonprogo, Jawa Tengah.
c. Pemberdayaan anggota PKK Asemrowo, Surabaya.
d. Program budi daya jamur tiram masyarakat Desa Umbul Metro, Lampung.
e. Pelatihan manajemen UKM dan Kiat-kiat pengembangan UKM di Papua
f. Pemberian bibit coklat masyrakat dibawah ROW P3B Sumatera
4. Program desa mandiri energy di antaranya:
a. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)
PLTMH di bangun di areal yang relatif terpencil, sulit diakses oleh jaringan
listrik secara ekonomis, namun memiliki potensi sumber air yang potensial
dan luas hutan yang memadai untuk menjamin pasokan air. Untuk memberi
manfaat penerangan sekaligus mendorong masyarakat setempat memelihara
kelestarian lingkungan, PLN membantu pembangunan PLTMH bekerja
sama dengan perguruan tinggi. Salah satu unit PLTMH hasil kerja sama ini
dibangun di Desa Pesawaran Indah, Lampung.
b. Pembangkit listrik biogas
Pembangit biogas didirikan di daerah dengan kegiatan peternakan yang
dominan. Pembangkit ini memanfaatkan kotoran ternak, biasanya sapi,
sebagai bahan utama. Proses pembangkitan listrik dilakukan dengan
memanfaatkan gas metan dari proses fermentasi kotoran ternak. Gas metan
yang dihasilkan dapat digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik atau
dapat digunakan untuk memasak. Sisa fermentasi dpat digunanakan sebagai
pupuk. PLN telah mendukung pengembangan komunitas berbasis
optimalisasi biogas dan potensi lokal di Desa Bojong Sleman yang mandiri,
bekerja sama dengan Fakultas Teknik UGM.
c. Pendidikan dan penyuluhan
Selain kegiatan pembangunan prasarana yang berkaitan dengan energi,
dalam Program CSR Desa Mandiri Energi PLN juga menyelenggarakan
berbagai program pendidikan dan penyuluhan yang bertujuan memberi
pengertian mengenai pengaruh listrik, jaringan transmisi dan distribusi
listrik terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat selain pelaksanaan
program bantuan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat.
d. Pelestarian alam, termasuk penghijauan
Penanaman dan kegiatan pemeliharaan pohon yang selama ini telah rutin
dilakukan untuk membantu lingkungan dalam pemulihan dampak aktivitas
manusia. Pada tahun 2010 sampai dengan 2011 PLN telah menanam pohon
sebanyak 126.705 pohon.
5. Program pengembangan masyarakat
a. Program Kemitraan (PK)
Program Kemitraan merupakan program untuk meningkatkan kemampuan
usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana
yang berasal dari bagian laba BUMN. Pelaksanaan PK umumnya dilakukan
melalui pembinaan secara struktural oleh Perseroan langsung pada Mitra
Binaan melalui Kantor Wilayah/Distribusi, Cabang, Unit Pelayanan, Area
Pelayanan (kecuali yang berlokasi sama dengan Kantor Wilayah/Distribusi).
Pelaksanaan PK pada dasarnya dilakukan melalui beberapa tahap, sebagai
berikut:
1. Melakukan survei penelitian lapangan atas permohonan bantuan dari
calon Mitra Binaan. Evaluasi kelayakan dilakukan sesuai kaidah usaha
yang layak dan sehat, serta dikoordinasikan dengan instansi terkait;
2. Melakukan pembinaan kemitraan berupa pendidikan dan pelatihan,
pemasaran, bantuan modal kerja, memproses jaminan kredit, pemantauan
dan evaluasi pada Mitra Binaan, pencatatan dan pembukuan transaksi
yang terkait;
3. Membuat laporan secara periodik (triwulan dan tahunan).
b. Program Bina Lingkungan
Program bina lingkungan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan bantuan
pendidikan bagi masayarakat sekitar lokasi transmisi dan distribusi yang
tidak mampu, namun memiliki kecerdasan dan kemauan besar untuk
melanjutkan pendidikan. Selain itu, dilakukan melalui kegiatan pelestarian
alam berupa partisipasi program penghijauan yang diselenggarakan oleh
pihak eksternal bekerja sama dengan Pemerintah dan realisasi penghijauan
sekitar instalasi PLN. Kegiatan lain yang dilakukan dalam rangka Bina
Lingkungan adalah kegiatan bantuan bencana alam (BUMN Peduli) yang
terjadi di Merapi, Mentawai, Gunung Sinabung, banjir bandang Wasior dan
kegiatan sosial lainnya.
Daftar Pustaka
www.pln.co.id
Edi Suharto.2009.pekerjaan sosial di dunia industry.bandung.alfabeta