Laporan Kegiatan Perencanaan Program Giz

LAPORAN KEGIATAN
PERENCANAAN PROGRAM GIZI

PENYULUHAN PENANGANAN BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM)
DENGAN PEDOMAN GIZI SEIMBANG (PGS) DI POSYANDU MATAHARI,
KECAMATAN TAPOS KOTA DEPOK
TAHUN 2016

ANGGOTA:
NADYA ANGGRAENI (1210714002)
LESTAMI INDAH MAHARDHIKA (1310714008)
NURFATI DHIBA (1310714022)
ADRIYANA CHANDRA RIZQI (1310714032)
FIRLI ARDRIANA MARAU (1310714041)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU GIZI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
TAHUN 2016


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas Rahmat-Nya
kami bisa menyelesaikan laporan ini tepat waktu.
Laporan ini disampaikan kepada pembina mata kuliah Perencanaan Program Gizi Ibu
Dr. Fatmah sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah tersebut. Tidak lupa penyusun
mengucapkan terima kasih kepada beberapa banyak pihak yang telah membantu dan
memotivasi kami selama menyusun dan mengerjakan laporan ini. Tanpa bantuan dari pihak
tersebut, laporan ini tidak akan selesai tepat pada waktunya.
Kami sangat mengharapkan laporan ini dapat berguna untuk kedepannya dan juga
dapat menambah wawasan bagi yang membaca. Kami juga menyadari bahwa dalam laporan
ini masih ada beberapa kekurangan maka dari itu, kami sebagai tim penyusun mengharapkan
kritik, saran maupun usulan demi perbaikan dimasa yang akan datang. Karena kami
menyadari di dunia ini tidak ada yang sesempurna diri-Nya.

Waalaikumsalam Wr.Wb

Depok, 30 April 2016

Hormat Kami,

Penyusun

i

DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar

i

Daftar Isi

ii

Daftar Tabel

iii


Daftar Gambar

iv

BAB I PENDAHULUAN

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3

BAB III METODE PENYULUHAN

17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

19


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

24

BAB VI DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

ii

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka

15


Kecukupan Gizi (AKG) Rata-rata Per-Hari
Tabel 2.2 Angka Kecukupan Energi (AKE) & Protein (AKP)

15

Pada Anak
Tabel 3.1 Gambaran Wilayah Puskesmas & Wilayah Kerja

19

Kelurahan di UPT Puskesmas Kec. Tapos Tahun 2014
Tabel 3.2 Situasi Geografis di Wilayah Kerja Puskesmas Tapos

21

Tahun 2014
Tabel 3.3 Penduduk & Jumlah Rumah Tangga di Kel. Tapos &

22


Kel. Leuwinanggung Tahun 2010-2014
Tabel 3.4 Data Hasil Kuesioner Pre-Test & Post-Test Dalam Nilai

23

Rata-rata

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Penyebab Masalah Gizi menurut UNICEF, 1998

5

Gambar 3.1.2 Struktur Organisasi UPT Puskesmas Kec. Tapos

20


Tahun 2015

iv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Peningkatan pelaksanaan program gizi menuntut peningkatan pengetahuan dan
keterampilan di dalam pengenalan masalah secara mendalam, alternatif pemecahan masalah,
perencanaan, pengolahan dan penilaian program. Pengetahuan dan keterampilan dalam
pengelolaan program gizi ditingkatkan kabupaten dan Puskesmas merupakan kebutuhan
yang tidak terletakkan bagi para calon sajana gizi yang nantinya akan berfungsi sebagai
pengelola program gizi ditingkat propinsi, kabupaten, dan Puskesmas.
Untuk memenuhi kebutuhan di atas, kuliah-kuliah di kelas di rasa belum cukup.Untuk
itu praktek kerja lapangan dalam melaksanakan program gizi di tingkat kabupaten dan
Puskesmas merupakan bagian yang mutlak untuk dilakukan guna melengkapi pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh di kelas. Manajemen Pelayanan Gizi Masyarakat
(Puskesmas) agar calon Sarjana Gizi mampu melaksanakan manajemen program gizi
masyarakat.

Status gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
pembangunan kesehatan dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional secara
keseluruhan. Hal ini tercemin pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri dari
umur harapan hidup, tingkat melek huruf dan pendapatan per kapita. IPM yang rendah
antara lain dipengaruhi oleh status gizi dan kesehatan yang berdampak pada tingginya angka
kematian bayi, balita dan ibu.
Di Indonesia prevalensi balita gizi buruk adalah 4,9% dan gizi kurang sebesar 13,0%
atau secara nasional prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang adalah sebesar
17,9%,keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Menengah
untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target Millenium Development
Goals pada 2015 18,5% telah tercapai. Namun masih terjadi disparitas antar provinsi yang
perlu mendapat penanganan masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan (Riskesdas
2010).

1

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan gizi terhadap tingkat pengetahun ibu
balita di Puskesmas Kelurahan Tapos.

1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan gizi terhadap tingkat pengetahuan ibu
balita di Puskesmas Kelurahan Tapos.
b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu balita di Puskesmas Kelurahan
Tapos.
c. Untuk menganalisis pengaruh penyuluhan gizi terhadap tingkat pengetahuan
ibu balita di Puskesmas Kelurahan Tapos.
d. Untuk menganalisis tingkat pengetahuan dengan kejadian balita bawah garis
merah (BGM) di Puskesmas Kelurahan Tapos.

1.3 Manfaat
1.3.1 Untuk Peneliti
Dapat mengaplikasikan teori yang telah dipelajari serta meningkatkan peningkatan
wawasan dan keterampilan.
1.3.2 Untuk Masyarakat
Dapat memberikan pemahaman mengenai besaran masalah BGM pada balita di
Kelurahan Tapos.
1.3.3 Untuk Peneliti Lain
Dapat memberikan


informasi tentang prevalensi dan penyebab kejadian balita

bawah garis merah (BGM).

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bawah Garis Merah pada Anak Balita
2.1.1

BGM
Gizi di bawah garis merah adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang

disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan
terjadi dalam waktu yang cukup lama. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk secara garis
besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor (WHO,
2005).
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat

kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu
lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau
hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik
kwashiorkor (Supriasa, 2001).
Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme
dan

pengeluaran

zat-zat

yang

digunakan

untuk

mempertahankan

kehidupan,

pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Status gizi
merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel-variabel tertentu,
atau perwujudan dari nutriture, (Supriasa, 2002).
2.1.2

Klasifikasi Gizi Buruk

Bila dilihat berdasarkan gejala klinisnya gizi buruk dapat dibagi menjadi 3 yaitu
sebagai berikut:
1.

Marasmus
Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemukan

pada balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Gejala
marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang
disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut),
balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga
gambang.
2.

Kwashiorkor
3

Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh
asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang adekuat. Hal ini
seperti marasmus, kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi
buruk. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan
mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat,
gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut,kulit penderita biasanya kering
dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering
ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit,pembesaran hati,anemia ringan,pada
biopsi hati ditemukan perlemakan.
3.

Marasmiks-Kwashiorkor
Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala

klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut umur (U)
< 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak mencolok. Bentuk
kelainan digolongkan menjadi 4 macam yaitu :
a. Undernutrition, yaitu kekurangan komsumsi pangan secara relatif dan absolute
dalam bentuk tertentu.
b. Spesifik depesiensi yaitu kekurangan zat gizi tertentu.
c. Overnutrition yaitu kelebihan konsumsi zat gizi dalam priode tertentu.
d. Imbalance, ketidak seimbangan karena disporsi zat gizi tertentu (Supriasa dkk,
2002).
2.1.3

Faktor Penyebab BGM
BGM dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Namun, secara

langsung dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu : anak tidak cukup mendapat makanan bergizi
seimbang, anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai dan anak mungkin menderita
penyakit infeksi. Ketiga penyebab langsung tersebut diuraikan sebagai berikut :
1.

Anak Tidak Cukup Mendapat Makanan Bergizi Seimbang
Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi. Makanan alamiah

terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya.
MPASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga
mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral
lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada
4

keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah, seringkali
seorang anak harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi
kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
2.

Anak Tidak Mendapat Asuhan Gizi Yang Memadai
Suatu studi “positive deviance” mempelajari mengapa dari sekian banyak

bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang BGM, padahal
orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan
anak berpengaruh pada timbulnya BGM. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan
kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat
posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih
sehat.
Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.
Sebaliknya sebagian anak yang BGM ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh
yang juga miskin dan tidak berpendidikan.
3.

Anak Menderita Penyakit Infeksi
Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan BGM.

Anak yang menderita BGM akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga anak
rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain, anak yang menderita sakit infeksi
akan cenderung menderita gizi buruk.

Gambar 2.1 Penyebab Masalah Gizi menurut UNICEF, 1998

5

2.1.4 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi secara langsung menurut Supariasa (2001) dapat dilakukan
dengan empat cara:
1. Secara Klinis
Penilaian Status Gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama
untuk mengetahui keadaan gizi penduduk. Karena hasil penilaian dapat memberikan
gambaran masalah gizi yang nyata. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
sepertikulit, mata, rambut dan mukosa oral.
2. Secara Biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji
secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan
tubuh seperti hati dan otot. Salah satu ukuran yang sangat sederhana dan sering
digunakan adalah pemeriksaan haemoglobin sebagai indeks dari anemia.
3. Secara Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur dari jaringan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda dan gejala
kurnag gizi. Pemeriksaan dengan memperhatikan rambut, mata, lidah, tegangan otot
dan bagian tubuh lainnya.
4. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat Gizi, Pengukuran antropometrik

: pada metode ini dilakukan beberapa

macam pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar
lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan
atas sesuai dengan usia yang paling sering dilakukan dalam survei gizi. Di dalam
ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai
dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat
merupakan kombinasi dari ketiganya.

6

Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori : Tergolong gizi
buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai
dengan < -2 SD. Gizi baik jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Gizi lebih
jikahasil ukur > 2 SD. Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan)
atau Panjang badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori : Sangat
pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Pendek jika hasil ukur – 3 SD sampai
dengan < -2 SD. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Tinggi jika hasil
ukur > 2 SD. Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau
Panjang Badan: Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Kurus jika hasil
ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2
SD. Gemuk jika hasil ukur > 2 SD. Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil
BB/TB sangat kurus, sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.
2.1.5 Dampak Gizi Dibawah Garis Merah Pada Balita
Keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan
pertumbuhan dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak yang
bergizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta bersikap akan
lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal (Santoso, 2003). Dampak yang
mungkin muncul dalam pembangunan bangsa di masa depan karena masalah gizi antara
lain :
1.

Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-anak. Hal ini
berarti berkurangnya kuantitas sumber daya manusia di masa depan.
Kekurangan gizi berakibat meningkatnya angka kesakitan dan menurunnya
produktivitas kerja manusia. Hal ini berarti akan menambah beban pemerintah
untuk meningkatkan fasilitas kesehatan.

2.

Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak

- anak.

Akibatnya diduga tidak dapat diperbaiki bila terjadi kekurangan gizi semasa
anak dikandung sampai umur kira-kira tiga tahun. Menurunnya kualitas
manusia usia muda ini, berarti hilangnya sebagian besar potensi cerdik pandai
yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan bangsa.
3.

Kekurangan gizi berakibat menurunnya daya tahan manusia untuk bekerja,
yang berarti menurunnya prestasi dan produktivitas kerja manusia. Kekurangan
gizi pada umumya adalah menurunnya tingkat kesehatan masyarakat. Masalah
gizi masyarakat pada dasarnya adalah masalah konsumsi makanan rakyat.
7

Karena itulah program peningkatan gizi memerlukan pendekatan dan
penggarapan diberbagai disiplin, baik teknis kesehatan, teknis produksi, sosial
budaya dan lain sebagainya (Suhardjo, 2003).

2.2 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kejadian Bawah Garis Merah Pada Balita
2.2.1

Perilaku Ibu
Dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau

makhluk hidup yang bersangkuatan (Notoatmojo,2010) , Segala kegiatan yang
dilakukan makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari untuk mempertahankan
kehidupan sehari-hari disebut dengan perilaku. Menurut Skiner (1938), seorang ahli
psikologi yang dikutip dalam buku Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa perliku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulasi (rangsangan dari luar).
Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus Organisme Respon,
sehingga teori Skinner ini disebut teori „SOR”Berdasarkan pembagian domain oleh
Bloom, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tingkat ranah
perilaku sebagai berikut (Notoatmodjo,2010) :
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya).
2. Sikap (Attitiude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan.
3. Tindakan atau Praktik (Practice)
Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk
bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk
terwujudnya tindakan perlu faktor lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.
2.2.2

Pola Asuh

Secara harfiah, Bahasa Indonesia, pola adalah motif, penggambaran, model, cara.
Sementara pengasuhan berasal dari kata asuh berarti menjaga, memelihara dan
mindidik. Jadi dari harfiah Bahasa Indonesia, praktek pengasuhan anak adalah cara yang
diterapkan oleh ibu untuk mendidik anak-anak agar tidak mudah mengalami sakit
8

dengan kondisi badan yang sehat Pengasuhan anak adalah aktivitas yang berhubungan
dengan pemenuhan pangan, pemeliharan fisik dan perhatian terhadap anak. Pengasuh
anak meliputi aktivitas peraatan terkait gizi/persiapan makanan dan menyusui,
pencegahan dan pengobatan penyakit, memandikan anak, membersihkan rumah.
Berdasarkan pengertian tersebut “Pengasuhan‟‟ pada dasarnya adalah suatu praktek
yang dijalankan oleh orang yang lebih dewasa terhadap anak yang dihubungkan dengan
pemenuhan kebutuhan pangan atau tempat tinggal yang layak, higiene perorangan,
sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani(Soetjiningsih, 1995). Pola pengasuhan
merupakan salah satu kejadian pendukung untuk mencapai status yang baik bagi anak.
Pola pengasuhan merupakan kejadian pendukung anmun secara tidak langsung. Dengan
pola pengasuhan yang baik, maka perkembangan anak juga akan baik. Ahli psikologi
perkembangan, dewasa ini menilai secara kritis pentingnya pengasuhan anak oleh orang
tuanya. Proses pengasuhan ini erat hubungannya dengan kelekata antara anak dan orang
tua dimana proses tersebut melahirkan ikatan emosional secara timbal balik antara bayi
atau anak dengan pengasuh (orang tua) (Milis. I, 2004 di dalam Silfiya dkk, 2005).
Berdasarkan pengertian tersebut “ Pengasuhan “ pada dasarnya adalah suatu praktek
yang dijalankan oleh orang yang lebih dewasa terhadap anak yang dihubungkan dengan
penemuan kebutuhan pangan atau tempat tinggal yang layak, hygiene perorangan,
sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani, (Soetjiningsih, 1995). Menurut Eagle
1995 pola pengasuhan adalah aktivitas terhadap anak terkait makanan, aktivitas mandi
mereka menderita infeksi Eagle, (1995). Pola pengasuhan menurut Zeitlin (2000) adalah
praktek dirumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan
kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan
perkembangan anak. Pola makan di suatu daerah berubah-ubah sesuai dengan perubahan
faktor atau kondisi setempat yang dapat dibagi dalam dua kelompok. Pertama adalah
faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan pangan dalam kelompok ini
termasuk faktor geografi, iklim, kesuburan tanah yang dapat mempengaruhi jenis
tanaman dan jumlah produksinya di suatu daerah, bahan pangan yang erat kaitannya
dengan tinggi rendahnya persediaan disuatu daerah (Almatsier, 2001).
Pola makan adalah jumlah makanan dan jenis serta banyaknya bahan makanan
dalam pola pangan, disuatu Negara atau daerah tertentu, biasanya berkembang dari
daerah setempat atau dari pangan yang telah ditanam ditempat tersebut untuk jangka
waktu yang panjang (Suhadjo, 2003). Segala yang terkaitan dengan pengaturan makanan
(pola makan dan pengaturan jenis makanan beserta kandungan gizi suatu zat makanan)
9

bertujuan untuk mmenuhi keseimbangan zat dalam tubuh kita untuk mencapai
kehidupan yang optimal (Kusumah, 2007).
Kesehatan Lingkungan juga berperan penting terhadap status gizi balita, ruang
lingkup kesehatan lingkungan antara lain meliputi perumahan, pembuangan tinja,
penyediaan air bersih dan pembuangan sampah dan sebagainya. Keadaan perumahan
mempunyai hubungan yang erat dengan status kesehatan penghuninya. Air bersih
merupakan faktor utama untuk menentukan bagi proses kehidupan dan kesehatan
(Sukarni), karena bibit penyakit tertentu dapat ditularkan oleh air terkontaminasiHigiene
atau biasa disebut dengan kebersihan, adalah upaya untuk memelihara hidup sehat yang
meliputi kebersihan pribadi, kehidupan bermasyarakat, dan kebersihan kerja. Sanitasi
lingkungan adalah usaha pengendalian diri dari factor lingkungan yang dapat
menimbulkan hal yang merugikan perkembangan fisik, kesehatan dan menurun daya
tahan tubuh manusia. Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Salah satu kelompok
masyarakat yang rentan terhadap penurunan status gizi adalah anak usia 2-5 tahun,
karena pada usia ini anak sudah tidak mendapatkan ASI sedangkan makanan yang
dikonsumsi belum mencukupi kebutuhan gizi yang semakin meningkat. Status gizi
secara tidak langsung berkaitan dengan faktor sosial ekonomi dan higiene sanitasi serta
berkaitan langsung dengan tingkat konsumsi dan infeksi.
Penelitian Ma‟rifat (2012) terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi
batita indikator BB/U dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan, penyuluhan dan
pemberian makanan tambahan. Sementara untuk status gizi batita indikator TB/U
hubungan yang signifikan hanya terjadi dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan
dan suplementasi gizi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita
indikator BB/TB adalah jumlah anggota keluarga dan pemanfaatan pelayanan kesehatan,
sedangkan terhadap status gizi batita indikator BB/U dan TB/U adalah lama pendidikan
ibu, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi.
Aspek kunci dalam pola asuhan adalah :
a. Perawatan dan perlindungan bagi bayi
b. Praktek menyusui dan pemberian MP-ASI
c. Pengasuhan psiki-sosial
d. Kebersihan diri dan sanitasi lingkungan
e. Praktek kesehatan dirumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan.

10

2.3 Epidemiologi BGM
Konsep dasar kejadian BGM

menurut segitiga epidemilogi, Segitiga epidemiologi

merupakan konsep dasar epidemiologi yang memberi gambaran tentang hubungan antara
tiga faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Segitiga
epidemiologi menggambarkan interaksi antara Host (penjamu), Agent (penyebab) dan
Environment (lingkungan). Suatu penyakit dapat timbul di masyarakat apabila terjadi
ketidakseimbangan antara Host, Agent dan Environment. Hal ini dikarenakan perubahan
pada salah satu faktor atau komponen akan mengubah keseimbangan secara keseluruhan.
Hubungan ketiga komponen digambarkan dengan tuas dalam timbangan, dimana
environment sebagai penumpunya.
Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari
rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara manusia
(pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, Fisiologis, Psikologis, Sosiologis dan
antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (Enviroment) (Nur nasry
noor,2000). Pada kasus balita yang mengalami BGM, penyakit dapat timbul dikarenakan
tidak seimbangnya host, agent, dan environmentnya.
a.

Host (Pejamu)

Host atau pejamu ialah keadaan manusia dimana dapat menjadi faktor risiko untuk
terjadinya suatu penyakit. Faktor ini di sebabkan oleh faktor intrinsik. :
1. Umur
Bayi dan balita merupakan golongan rawan terhadap penyakit gizi buruk.
Selain karena daya tahan tubuhnya yang masih rendah, faktor organ pencernaan
yang belum berfungsi sempurna juga turut mempengaruhi.
2. Status Kesehatan
Status gizi yang kurang menyebabkan mudahnya menderita BGM.
3. Keadaan Imunitas Dan Respons Imunitas
Adanya alergi atau intolerantterhadap protein tertentu terutama protein susu
mempengaruhi intake protein dalam tubuh. Sehingga menyebabkan kurangnya
protein apabila tidak dicari penggantinya.
4. Tingkat Pendidikan

11

BGM juga dipengaruhi akibat rendahnya pengetahuan ibu mengenai
keseimbangan nutrisi pada anak dan kurangnya pemahaman akan makanan
peralihan dari ASIke makanan pengganti ASI.
b.

Agent (Penyebab)

Pada dasarnya, tidak ada satu pun penyakit yang dapat timbul hanya disebabkan
oleh satu faktor tunggal semata. Umumnya kejadian penyakit disebabkan oleh berbagai
unsur yang secara bersama-sama mendorong terjadinya penyakit, namun demikian,
secara dasar, unsur penyebab penyakit dapat dibagi dalam dua bagian utama yakni :
1. Penyebab Kausal Primer, dan
2. Penyebab Kausal Sekunder.
Penyebab kausal primer pada penderita BGM ialah rendahnya asupan makanan
yang mengandung protein. Padahal zat ini sangat dibutuhkan oleh anak untuk tumbuh
dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, namun
tidak semua makanan mengandung protein/asam amino yang mencukupi kebutuhan
dalam tubuh.
Sedangkan penyebab kausal sekunder lebih kepada lingkungan pasien itu sendiri
seperti ketersediaan bahan pangan di daerah tempat tinggalnya yang memadai atau
tidak.
c.

Environment (Lingkungan)

Unsur lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan
terjadinya sifat karakteristik individu sebagai pejamu dan ikut memegang peranan
dalam proses kejadian BGM.
-

Lingkungan Fisik, daerah dimana ketersediaan dan ketahanan pangannya rendah
akan menjadi daerah endemik penyebaran BGM. Lingkungan fisik ada yang
terjadi secara alamiah tetapi dapat juga mucul akibat ulah manusia sendiri (Nur
Nasri Noor, 2000).

-

Lingkungan Sosial, semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik,
sistem organisasi. Serta instusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu yang
membentuk masyarakat tersebut. Faktor hidup di tingkat kepadatan penduduk
yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan
untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun temurun
dapatmenjadi hal yang menyebabkan terjadinya BGM. Selain itu tingkat
12

pendapatan yang rendah sehingga mengakibatkan daya beli barang yang rendah
juga turut andil mengakibatkan BGM.
Dari keseluruhan unsur di atas, dimana hubungan interaksi antara satu dengan yang
lainnya akan menentukan proses dan arah dari proses kejadian penyakit, baik pada
perorangan, maupun dalam masyarakat. Dengan demikian Terjadinya suatu penyakit
tidak hanya di tentukan oleh unsur penyebab semata, tetapi yang utama adalah
bagaimana rantai penyebab dan hubungan sebab akibat di pengaruhi oleh berbagai
faktor maupun unsur lainnya.
2.4. Kebutuhan Nutrisi Gizi pada Balita
Bila ditinjau dari segi umur, maka anak balita yang sedang tumbuh kembang adalah
golongan yang awan terhadap kekurangan energi dan protein, kerawanan pada anak - anak
disebabkan oleh hal-hal di sebagai berikut, (Kardjati, dkk, 1985):
a. Kemampuan saluran pencernaan anak yang tidak sesuai dengan jumlah volume
makanan yang mempunyai kandungan gizi yang dibutuhkan anak.
b. Kebutuhan gizi anak per satuan berat badan lebih besar dibandingkan dengan orang
dewasa, karena disamping untuk pemeliharaan juga diperlukan untuk pertumbuhan.
c. Segera anak dapat bergerak sendiri, tanpa bantuan orang lain, dia akan mengikuti
pergerakan disekitarnya sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya penularan
penyakit.
d. Meskipun mempunyai nilai tertentu dalam keluarga, akan tetapi dalam hal penyajian
makanan, anggota keluarga yang mempunyai nilai produktif akan mendapatkan
pilihan yang terbaik, baru selebihnya yang diberikan pada anggota keluarga yang
lain.
Masa anak dibawah lima tahun (anak balita, umur 12 - 59 bulan). Pada masa ini,
kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik
(gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi ekskresi. Setelah lahir terutama pada 3 tahun
pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan
terjadi pertumbuhan serabut - serabut syaraf dan cabang - cabangnya, sehingga terbentuk
jaringan syaraf dan otak yang kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar
sel syaraf ini sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar
berjalan, mengenal huruf, sehingga bersosialisasi.

13

Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreatifitas, kesadaran
sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan
perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga
dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan/ penyimpangan sekecil apapun apabila tidak
dideteksi apalagi tidak ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya manusia
dikemudian hari, (Depkes RI, 2006).
Anak kelompok balita di Indonesia menunjukkan prevalensi paling tinggi untuk
penyakit kurang kalori protein dan defesiensi vitamin A serta anemia defesiensin Fe.
Kelompok umur sulit dijangkau oleh berbagai upaya kegiatan pebaikan gizi dan kesehatan
lainnya, karena tidak dapat datang sendiri ke tempat berkumpul yang telah ditentukan tanpa
diantar, padahal yang mengantar sedang semua, (Seadiaoetama, 2000). Adapun kebutuhan
nutrisi pada anak balita sebagai berikut :
1. Asupan Kalori
Anak-anak usia balita membutuhkan kalori yang cukup banyak disebabkan
bergeraknya cukup aktif pula. Mereka membutuhkan setidaknya 1500 kalori setiap
harinya. Dan balita bisa mendapatkan kalori yang dibutuhkan pada makanan-makanan
yang mengandung protein, lemak dan gula.
2. Pasokan Lemak
Roti, santan, mentega merupakan makanan yang mengandung lemak dan baik
diberikan pada anak balita sebab lemak sendiri mampu membentuk Selubung Mielin
yang terdapat pada saraf otak.
3. Kebutuhan Protein
Asupan gizi yang baik bagi balita juga terdapat pada makanan yang mengandung
protein. Karena protein sendiri bermanfaat sebagai prekursor untuk neurotransmitter
demi perkembangan otak yang baik nantinya. Protein bisa didapatkan pada makananmakanan seperti ikan, susu, telur 2 butir, daging 2 onsdan sebagainya.
4. Zat besi
Usia balita merupakan usia yang cenderung kekurangan zat besi sehingga balita
harus diberikan asupan makanan yang mengandung zat besi. Makanan atau minuman
yang mengandung vitamin C seperti jeruk merupakan salah satu makanan yang
mengandung gizi yang bermanfaat untuk penyerapan zat besi.
5. Karbohidrat
14

Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan karbohidrat sebagai energi
utama serta bermanfaat untuk perkembangan otak saat belajar dikarnakan karbohidrat di
otak berupa Sialic Acid. Begitu juga dengan balita, mereka juga membutuhkan gizi
tersebut yang bisa diperoleh pada makanan seperti roti, nasi kentang dan lainnya.
6.

Kalsium
Balita juga membutuhkan asupan kalsium secara teratur sebagai pertumbuhan

tulang dan gigi balita. Salah satu pemberi kalsium terbaik adalah susu yang diminum
secara teratur.
7.

Vitamin
Vitamin merupakan nutrisi yang juga dibutuhkan, tidak hanya balita, namun untuk

semua umur membutuhkannya. Banyak manfaat yang bisa didapat dari vitamin seperti
misalnya vitamin A sebagai perkembangan kulit sehat, vitamin C yang berfungsi sebagai
penyerapan zat besi. Vitamin E yang berperan untuk mencegah kerusakan struktur sel
membrane dan antioksidan.
Dapat dilihat pada tabel berikut :

2.5 Prinsip Gizi Seimbang bagi Balita
Setelah anak berumur satu tahun menunya harus bervariasi untuk mencegah kebosanan
dan diberi susu, serealia (seperti bubur beras, roti), daging, sup, sayuran dan buah-buahan.
Makanan padat yang diberikan tidak perlu di blender lagi melainkan yang kasar supaya anak
15

yang sudah mempunyai gigi dapat belajar mengunyah. Kecukupan gizi: Golongan umum: 1-3
tahun → BB 12 kg, TB 89 cm, Energi 1220 Kkal, Protein 23 gram 4-6 tahun → BB 18 kg, TB
108 cm, Energi 1720 Kkal, Protein 32 gram.
Anak dibawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan
badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat
badannya. Anak balita justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat
kekurangan gizi. Bila mengalami gizi buruk balita maka perkembangan otaknya pun kurang
dan itu akan berpengaruh kepada kehidupannya di usia sekolah dan pra sekolah.
Melaksanakan pemberian makanan yang sebaik-baiknya kepada bayi dan balita yang
bertujuan sebagai berikut:
1. Memberikan nutrien yang cukup untuk kebutuhan, memelihara kesehatan dan
memulihkannya jika sakit, melaksanakan berbagai jenis aktivitas, pertumbuhan dan
perkembangan jasmani serta psikomotorik.
2. Mendidik kebiasaan yang baik tentang memakan, menyukai dan menentukan makanan
yang diperlukan

16

BAB III
METODE PENYULUHAN

A. Judul Penyuluhan
Penanganan Balita Bawah Garis Merah Dengan Pedoman Gizi Seimbang Di Posyandu
Matahari, Kecamatan Tapos.
B. Tema Penyuluhan
Balita BGM (Balita Dibawah Garis Merah).
C. Sasaran Penyuluhan
Sasaran penyuluhan kami adalah kelompok ibu-ibu yang memiliki balita dengan jumlah
responden sekitar 30 balita di Posyandu Matahari Kecamatan Tapos Kota Depok, Jawa Barat.
Dengan usia anak sekitar 6-12 tahun. Rata-rata ibu di posyandu tersebut kurang mengetahui
apa itu BGM dan apa itu PGS selain itu rata-rata profesi para ibu-ibu sebagai Ibu rumah
tangga.
D. Pelaksaan Penyuluhan
1. Waktu Pelaksanaan
Hari dan Tanggal

: Senin, 18 April 2016

Waktu

: 09:00 s/d 11:00 WIB

2. Tempat Pelaksanaan :
Penyuluhan ini dilaksanakan di Posyandu Matahari Kecamatan Tapos Kota Depok,
Jawa Barat.
3. Pelaksana Penyuluhan
Pelaksana penyuluhan tentang Penanganan Balita Bawah Garis Merah Dengan
Pedoman Gizi Seimbang Di Posyandu Matahari, Kecamatan Tapos oleh mahasiswa/i
jurusan S1 Ilmu Gizi semester 6 (enam) Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta tahun 2016.
E. Media
Pada penyuluhan ini kelompok kami menggunakan 2 buah media, yaitu :

17

1. Poster
Poster merupakan media yang digunakan sebagai alat bantu untuk menyampaikan
informasi, sehingga informasi dapat tersampaikan dengan mudah. Poster yang kami buat
berisikan informasi tentang cara pengenalan ibu-ibu terhadap balita gizi buruk serta
pemaparan penyebab masalah gizi buruk secara langsung dan tidak langsung. Tidak
hanya itu, kami juga menambahkan informasi tentang upaya para ibu untuk menangani
masalah gizi buruk pada balita dan beberapa kriteria yang terjadi pada anak gizi buruk.
Poster ini kami buat dengan warna yang cerah yaitu warna meerah dengan diberi
sentuhan garis-garis buru di ujung poster sehingga terlihat menarik, selain itu kami juga
menggunakan tulisan yang bisa dilihat dari jarak 3 meter. Dan menggunakan judul poster
yang bisa membuat para pembaca penasaran tentang isi poster yang kami buat. Kami juga
menambahkan gambar animasi anak dengan sebagian wajah yang terlihat murung dan
satu sisinya lagi dengan wajah yang ceria, hal ini kami lakukan untuk menunjukkan
bahwa seperti inilah gambaran dan ekspresi anak yang mengalami gizi buruk/balita
BGM.
2.

Leaflet
Leaflet yang kami buat ini beriikan tentang informasi dan gambaran tentang PUGS.

Leaflet ini berwana dasar hijau dengan tulisan dengan warna yang kontras dengan warna
dasar, hal ini kami lakukan agar para ibu dapat mudah membaca tulisan. Selain itu kami
juga menggunakan ilustrasi gambar Tumpeng Gizi Seimbang agar para ibu mudah
menggambarkan apa itu Tumpeng Gizi sembang, serta mudah memahami apa saja isi dari
tumpeng gizi seimbang, serta mengetahui perbedaan dari 4 sehat 5 sempurna dengan
Tumpeng Gizi Seimbang. Dalam penulisan leaflet kami juga menggunakan kata-kata
yang sederhana sehingga para ibu mudah untuk mencerna dan mengingat apa isi dari
pesan yang terdapat dalam leaflet tersebut.

18

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Lokasi Kerja
3.1.1

Gambaran Umum
UPT Puskesmas kecamatan Tapos adalah salah satu dari lima puskesmas yang

ada di wilayah kecamatan Tapos dan terletak dibagian timur kota Depok, yang
berbatasan langsung dengan kabupaten Bogor, dengan batas sebagai berikut :
1. Bagian barat berbatasan dengan kelurahan Sukamaju baru (wilayah Puskesmas
Sukatani).
2. Bagian utara berbatasan dengan kelurahan Sukatani (wilayah puskesmas
Sukatani).
3. Bagian selatan berbatasan dengan Cimpaeun (wilayah puskesmas Cimpaeun).
4. Bagian timur berbatasan dengan kabupaten Bekasi.
Tabel 3.1
Gambaran Wilayah Puskesmas dan Wilayah Kerja Kelurahan
di UPT Puskesmas Kec. Tapos Tahun 2014
Kecamatan

Puskesmas
UPT Puskesmas Kec. Tapos

Tapos

UPF Puskesmas Sukatani

Wilayah Kerja Kelurahan
Kelurahan Tapos
Kelurahan Leuwinanggung
Kelurahan Sukatani
Kelurahan Sukamaju Baru

UPF Puskesmas Jatijajar

Kelurahan Jatijajar

UPF Puskesmas Cilangkap

Kelurahan Cilangkap

UPF Puskesmas Cimpaeun

Kelurahan Cimpaeun

19

3.1.2

Struktur Organisasi
GAMBAR 2.2 STRUKTUR ORGANISASI UPT PUSKESMAS
KECAMATAN TAPOS TAHUN 2015

KEPALA PUSKESMAS
dr.Mamik Juniarti
KASUBAG TATA USAHA
Rika Natalia, SKM

SISTEM INFORMASI PUSKESMAS

KEPEGAWAIAN

LB : Ai Nuraidah, Herawati, Junaidi, Sri Wahyuni, Hilmar
Sinaga, Azhriani Rahmawati, Herlina
P2KT & PKP: dr. Mamik Juniarti
Profil : Rika Natalia
SIMPUS & P-CARE : Hilmar Sinaga, Azhriani Rahmawati
Jamkesda : dr. Surya Desnatalina

Dwi Febrianti
M. Rosadi

UKM Esensial dan
Keperawatan Kesehatan Masyarakat
a. Pelayanan promosi kesehatan, termasuk UKS
Herawati (Promkes, Siaga, Kota Sehat, PHBS), drg.
Rizki Andriani Alimy (UKS,UKGS)
b. Pelayanan kesehatan lingkungan
Junaidi
c. Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKM
Ai Nuraidah,Alia Devina
d. Pelayanan Gizi yang bersifat UKM
Herawati
e. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit
Dadah Hodijah (Imunisasi), Sri Wahyuni
(Survailens Kusta, Campak, ISPA, Diare, W2,
STP), dr.Resma Yunita (TBC, MTBS), Fifi
Damayanti(HIV/AIDS, IMS), Junaidi (DBD),
dr.Surya Desnatalina (Filariasis)
f. Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Sri Wahyuni

RUMAH TANGGA
Bendahara barang : Nurhaidah
ATK : M. Rosadi
Alat Kebersihan : Aprilia Saputri
Makanan/minuman : Herwati
Harwati
Meubelair : M. Rosadi
Alat PONED : Ika Pratiwi
K3 (Kebersihan Keindahan,
Keamanan) : Junaidi

UKM Pengembangan

KEUANGAN
BPP : Hilmar Sinaga
BOP : Sari Mulyani, Diyan Trinawati
BOK : Fifi Damayanti, Ita Mardhotillah,
Yeni Nuraeni
Retribusi : Junaidi, Herlina
RKA & ABT : Rika Natalia

UKP Kefarmasian dan Laboratorium

a. Pelayanan Kesehatan Jiwa
dr.Resma Yunita

a. Pelayanan Pemeriksaan Umum
dr.Jeanette Florentia,dr.Surya Desnatalina

b. Pelayanan Kesehatan Gigi Masyarakat
Nurhaidah

b. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
drg.Rizki Andriani Alimy

c. Pelayanan Kesehatan Traditional Komplementer
Herawati

c. Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP
Fifi Damayanti, Dadah Hodijah, dr. Resma Yunita
(MTBS), Ai Nuraidah (KB), dr. Jeanette Florentia (KTA,
SDIDTK), Dadah Hodijah (KTA), Herawati (SDIDTK)

d. Pelayanan Kesehatan Olahraga
Nurhaidah
e. Pelayanan Kesehatan Indera
dr. Resma Yunita
f. Pelayanan kesehatan lansia
Fifi Damayanti, dr. Jeanette Florentia,Ai Nuraidah,
Alia Devina
g. Pelayanan kesehatan kerja
Hilmar Sinaga
h. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja
Fifi Damayanti (KRR), drg.Rizki Andriani Alimy
(PKPR)

Jaringan Pelayanan Puskesmas dan
Jejaring
a. Puskesmas Keliling
dr. Mamik Juniarti, Junaidi, Herawati,
Hilmar Sinaga, Kiswanto, Fahrudin
b. Bidan Kelurahan
Ai Nuraidah,Alia Defina
c. Jejaring Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Herawati, Ai Nuraidah, Alia Defina,
Dadah Hodijah

d. Pelayanan gawat darurat
Dr. Surya Desnatalina, Hilmar Sinaga
e. Pelayanan Gizi yang Bersifat UKP
Herawati, dr.Surya Desnatalina, Sari Mulyani
f.

Pelayanan Persalinan
dr.Surya Desnatalina, Alia Devina

g. Pelayanan Kefarmasian
Diyan Trisnawati, dr. Jeanette Florentia (Indikator
Peresepan Obat), Yeni Nuraini (Obat PONED), Fifi
Damayanti (Obat Posbindu)
h. Pelayanan Laboratorium
Herawati,Bernadeta Ari

20

3.1.3

Letak geografis
Wilyah kerja puskesmas Tapos meliputi dua wilayah kelurahan yaitu kelurahan

Tapos dan kelurahan Leuwinanggung. Dengan luas wilayah ± 6,36km2. Kondisi alam
wilayah kerja Puskesmas Tapos sebagaian besar merupakan dataran rendah.
Tabel 3.2
Situasi Geografis di Wilayah Kerja Puskesmas Tapos Tahun 2014
Jarak
Luas
NO

Kel

Wil.
2

(Km )

Jumlah
RW

terjauh
Fasilitas

Rata-rata

Kondisi
keterjangkauan Kel

Kesehatan

Roda

Roda

Puskesmas

2

2

Jalan

1

Tapos

2,48

17

± 2 Km

Baik

Baik

Baik

2

Leuwinanggung

3,88

14

± 7 Km

Baik

Baik

Baik

6,36

31

± 7 Km

Baik

Baik

Baik

Puskesmas

Waktu Tempuh
ke Puskesmas
Roda

Roda

2

4

± 10

± 15

mnt

mnt

± 20

± 25

mnt

mnt

± 15

± 20

mnt

mnt

Akses penduduk dari dua kelurahan yang ada diwilayah kerja UPT. Puskesmas
Kec. Tapos untuk sampai ke puskesmas, secara umum tidak ada masalah, dilihat dari
kondisi jalan dan waktu tempuh. Akan tetapi dari wilayah Rw. 16, 17, 18, 19, dan 20
kelurahan Tapos menuju ke puskesmas akses kendaraan umum masih terbatas.
Sedangkan penduduk dari wilayah kelurahan leuwinanggung menuju puskesmas harus
menggunakan dua kali kendaraan angkutan umum (angkot) sehingga biaya transportasi
yang harus ditanggung pasien cukup besar.
3.1.4

Demografi
Gambaran suatu wilayah memiliki berbagai potensi sumber daya, dapat di lihat

dari satu sisi, yaitu sumber daya manusia. Seperti diketahui sumber daya manusia
sebagai salah satu factor strategis. Karena disadari posisi mereka bukan hanya sebagai
sasaran dari berbagai program pembangunan akan tetapi juga SDM berfungsi sebagai
pemikir, perencana, sekaligus pelaksana berbagai program pembangunan

21

Tabel 3.3
Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga, di Kelurahan Tapos dan Kelurahan
Leuwinanggung Tahun 2010-2014
Jumlah

Jumlah Rumah

Rata-rata Jiwa/Rumah

Penduduk

Tangga

Tangga

2010

24.172

5.283

4.58

2011

26.445

6.387

4.14

2012

27.669

7.170

3.86

2013

28.609

4.760

6.01

2014

29.766

4.805

6.19

Tahun

Jumlah penduduk merupakan modal yang potensial dan sangat menguntungkan
bila diimbangi dengan peningkatan kualitas yang baik. Namun bila tidak, justru akan
menjadi beban dan kendala dalam kegiatan pembangunan. Jumlah penduduk yang besar
tetapi kesejahteraannya tidak terjamin akan menimbulkan masalah besar yang umumnya
dialami daerah-daerah yang padat penduduk, seperti kota/kabupaten di Jawa Barat, yaitu
kemiskinan. Atas dasar pemikiran ini pembangunan manusia dititikberatkan pada
peningkatan kualitas SDM yang ssejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Penitikbearatn
pada kualitas SDM diperlukan karena penduduk yang besar hanya akan dapat
merupakan aset pembangunan jika “kualitasnya” dilihat dari (derajat kesehatan dan atau
tingkat pendidikan) cukup baik. Jumlah penduduk yang besar disadari hanya merupakan
beban pembangunan jika berkualitas rendah apabila dilihat dari komposisinya secara
social dan budaya yang sangat beragam.
Angka

laju

pertumbuhan

penduduk

Kelurahan

Tapos

dan

Kelurahan

Leuwinanggung relative stabil. Akan tetapi pada akhir tahun 2012 ada penggusuran
tanah untuk pembangunan jalan tol di wilayah Kelurahan Leuwinanggungsehingga pada
tahun 2013 jumlah rumah tangga di Kelurahan Leuwinanggung berkurang. Sehingga
terlihat ada kenaikan jumlah rata-rata jiwa per rumah tangga. Adapun pada tahun 2014
tidak jauh berbeda dengan tahun 2013.
Untuk itu, laju pertumbuhan penduduk ini harus diantisipasi oleh pemerintah
daerah Kota Depok dalam penyediaan berbagai fasilitas pelayanan umum yang

22

diperlukan seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun dalam pemenuhan kebutuhan
pokok seperti pangan dan papan.
3.2 Hasil Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah pelaksanaan penyuluhan berlangsung. Data
didapatkan dari hasil pre-test dan post-test ibu yang datang saat penyuluhan. Setelah
didapatkan hasil, kemudian hasil pre-test dibandingkan dengan hasil post-test. Hal ini untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh paparan yang disampaikan oleh komunikator kepada
khalayak sasaran, serta mengetahui apakah kegiatan ini berhasil menambah pengetahuan
tentang penanganan balita BGM dengan pedoman umum gizi seimbang yang nantinya dapat
di implementasikan pada kehidupan sehari-hari.
Dari hasil yang didapat, terjadi peningkatan yang bermakna dalam nilai persen antara
pre test dengan post test. Hal tersebut dapat disimpulkan dengan melihat nilai rata-rata yang

didapat dari nilai pre-test terhadap nilai post-test. Hasil tersebut dapat dilihat dalam tabel 3.4
dibawah.
Tabel 3.4 Data Hasil Kuesioner Pre-Test dan Post-Test Dalam Nilai Rata-rata
Data

Pengatahuan

Jenis Kuesioner

Nilai Rata-rata

Pre-Test

33.6

Post-Test

84.8

TOTAL

100

Berdasarkan data diatas, terjadi perubahan yang cukup bermakna antara hasil dari pretest dengan hasil dari post-test. Didapatkan data hasil dari nilai rata-rata pre-test sebesar 33.6.

Sedangkan pada nilai rata-rata post-test sebesar 84.8.
Berdasarkan hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan yang
telah dilakukan berjalan secara baik dengan melihat hasil yang menunjukkan peningkatan
yang baik. Hal tersebut dapat terlihat peningkatan pada hasil nilai rata-rata antara pre-test
(33.6) dengan post-test (84.8) sebesar 51.2 setelah adanya pemberian materi tentang
bahayanya balita Bawah Garis Merah (BGM) dan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) kepada
ibu-ibu yang datang ke POSYANDU Matahari, Kecamatan Tapos.

23

3.3

Hasil Intervensi
Berdasarkan hasil penyuluhan pada tanggal 18 April 2016 di POSYANDU Matahari

Rw 13 Kecamatan Tapos Kota Depok didapatkan hasil sebagai berikut :


Penyuluhan :
Dengan masalah yang ada di Puskesmas Kecamatan Tapos kelompok kami

melakukan kegiatan penyuluhan


Pengetahuan :
Setelah dilakukan penyuluhan oleh kelompok kami, tingkat pengetahuan ibu balita di

posyandu matahari meningkat dari hasil nilai rata-rata antara pre-test dengan post-test
yaitu sebesar 51,2.


Pemberian PMT :
Pada penyuluhan kelompok kami, kami memberikan PMT berupa puding dengan

aneka rasa serta didukung oleh pemberian biskuit MP-ASI yang disediakan oleh
Puskesmas Tapos. Tingkat keberhasilan pemberian MP-ASI pada balita di Kecamatan
Tapos dapat kita lihat dari tingkat daya terima balita terhadap PMT yang diberikan oleh
kelompok kami.

24

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Terjadi peningkatan pada hasil nilai rata-rata antara pre-test dan post-test yaitu sebesar
51.2.
2. Bentuk intervensi yang diberikan berupa PMT dengan memberikan puding dan biskuit
MP-ASI.
3. Masih banyaknya warga yang belum mengetahui tentang Pedoman Gizi Seimbang
(PGS).
4. Masih banyaknya warga yang belum mengetahui bahayanya dari balita Bawah Garis
Merah (BGM).
B. Saran
1. Perlu peningkatan penyuluhan kesehatan secara umum khususnya tentang Pedoman
Gizi Seimbang (PGS) dan bahaya dampak dari balita Bawah Garis Merah (BGM)
kepada masyarakat, khususnya kepada ibu yang memiliki balita mulai usia 0-59 bulan.
2. Perlu ditingkatkan peranan bagi tenaga kesehatan baik di rumah sakit, klinik bersalin,
Posyandu di dalam memberikan penyuluhan atau petunjuk kepada ibu yang memiliki
balita usia 0-59 bulang tentang Pedoman Gizi Seimbang (PGS) dan bahaya dampak
dari balita Bawah Garis Merah (BGM).
3. Sebaiknya para ibu menerapkan Pedoman Gizi Seimbang dalam kehidupan sehari-hari
dalam mengatasi kasus balita Bawah Garis Merah (BGM).

25

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

SUMBER BUKU:
Sunita Almatsier. 2010. PRINSIP DASAR ILMU GIZI. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
KEMENKES RI. 2014. PEDOMAN GIZI SEIMBANG. (pdf)

SUMBER INTERNET:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45095/4/Chapter%20II.pdf
http://digilib.unila.ac.id/2383/9/BAB%20II.pdf
Kominfo.go.id/poster/

26

LAMPIRAN
MATERI PENYULUHAN GIZI

POSTER

LEAFLET

DOKUMENTASI KEGIATAN PENYULUHAN GIZI

Pengisian pre-test kepada ibu-ibu yang baru datang ke POSYANDU sebelum melakukan
penimbangan balita

Setelah mengisi pre-test, kemudian dilakukan penimbangan balita serta pengisian KMS
(Kartu Menuju Sehat). Hal ini dikarenakan kegiatan penyuluhan berbarengan dengan
kegiatan penimbangan di POSYANDU

Setelah pengisian KMS, para ibu diarahkan untuk mengikuti penyuluhan yang
materinya dibawakan oleh Nadya selaku pemateri dengan menggunakan media poster
dan leaflet

Antusiasme para ibu ketika sesi tanya-jawab

Pengisian post-test setelah selesai pemberian materi

Setelah mengisi post-test, peserta penyuluhan diberikan puding dan biskuit bayi sebagai
PMT (Pemberian Makanan Tambahan) serta diberikan souvenir sebagai kenangkenangan

Sesi foto bersama dengan para ibu kader POSYANDU Matahari, bu Ale selaku petugas
PUSKESMAS Tapos, serta bu Hera selaku Ahli Gizi PUSKESMAS TAPOS

ANGGARAN KEGIATAN PENYULUHAN GIZI
Tanggal

Nama Barang

Banyak

Harga Satuan
(Rp)

Jumlah
(Rp)

16/04/2016

Puding Susu

2 bks

9.690

16.850

17/04/2016

Puding Susu

2 bks

8.450

17.300

17/04/2016

Parcel Buah

1 ranjang

17/04/2016

Lapis Legit

3 dus

17/04/2016

Pulpen

1 dus

17/04/2016

Cetak Poster

3 lbr

7.000

21.000

17/04/2016

Aqua Gelas

2 dus

15.000

30.000

17/04/2016

Souvenir

1 dus

18/04/2016

Pulpen

2 dus

17-18/04/2016

247 lbr

Fotocopy

TOTAL

123.000
26.000

78.000
15.000

100.000
18.000

36.000

150

37.000
474.150