Sifat khas pelayanan adalah ketidakpasti
Sifat khas pelayanan adalah ketidakpastian (uncertainty).bila seseorang jatuh sakit, sulit untuk benarbenar memastikan pelayanan kesehatan apa saja yang di butuhkan serta berapa lama waktu yang
pengobatan sampai akhirnya ia sembuh.hal ini tentu berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan.
Bila sakit parah hingga memerlukan pengobatan panjang,tak tertutup kemungkinan mereka yang
awalnya memiliki kecukupan financial dapat mendadak miskin, terlebih jika mereka tidak mendapatkan
jaminan kesehatan. Dalam kaitan inilah semangat “Universal Coverage 2014“yang sebagai amanat
undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menjadi penting
untuk serius diwujudkan.
Program kesehatan ‘’Pro Rakyat‘’ yang menjadi andalan kemkes harus diakui harus memperlihatkan
kekurangan di sana-sini. Antara lain diutarakan oleh Abdul Chalik Masulili,staf ahli kemkes bidang
pembiayaan kesehatan dan pembinaan masyarakat, yaitu bahwa dari 76,4 juta orang miskin peserta
program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) ternyata masih ada beberapa peserta yang
sebenarnya tidak layak mendapatkan Jamkesmas, sementara itu diluar sana masih banyak orang miskin
yang belum terdaftar sebagai peserta jamkesmas.
Kurangnya porsi sosialisasi menjadi salah satu penyebab belum optimal nya pelaksanaan Jamkesmas
Terkadang masyarakat yang awal harus menempuhjalur birokrasi yang panjang dan berbelit dalam
pengurusan kartu Jamkesmas, bahkan terpaksa mengeluarkan uang dari kocek mereka yang sudah
sangat kemps itu.
Berikutnya adalah soal akurasi pendapatan yang masih menjadi kendala lama yang sulit gterpecahkan
dalam waktu sinngkat. Selama ini kemkes menggunakan data dan criteria miskin dari Biro Pusat Statistik,
padahal dari data 60,13 juta orang miskin versi BPJS ternyata hanya 30-70% yang sama dengan data
penerima Jamkesmas. Sementara pada seminar ‘’Universal Coverage 2014 di Indonesia, Mungkinkah?’’
yang diselenggarakan Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI),
SABTU (6/2) terungkap hannya separuh atau sekitar 50,8% Masyarakat Ibdonesia yang memiliki jaminan
kesehatan yang beragam bentuknya. Mereka yang telah tercapai itu mempunyai jaminan dalam bentuk
asuransi kesehatan sosial dalam bentuk pegawai negeri, ASBRI, asuransi kesehatan komerial, Jamsostek
asuransi lain,Jaminan Kesehatan Masyarakat dn Jamkes Daerah. Total yang tercakup 116,8 juta orang dari
jumlah penduduk sekitar 2,30 juta jiwa pada 2009.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah dalam penyelenggaraan SJSN untuk
memastikan setiap warga Negara tanpa kecuali, memperoleh hak-hak fasilitas pelayanan kesehatan.
Sebagian besar yang belum ikut serta dalam program asuransi adalah para pekerja sector
informa.karennya pengikut sertaan mereka adalah tantangan besar, mengingat sebagian dari pekerja
sector informal tak selalu berpenghasilan, padahal justru merekalah yang lebih rentan terhadap penyakit
dikarenakan tak punya perlindungan dan hidup dalam serba keterbtasan. Bila masalah-masalah tersebut
tak dapat diselesaikan segera, maka kita akan hanya menunggu munculnya gerakan koin-koin cinta
berikutnya untuk mengetuk kepedulian sesama. Tak tampak peran Negara dan pemerintah sebagai
perlindung. Mungkin akan semakkin sering lahir l kebijakan-kebijakan populasi yang tak selalu tepat pada
sasaran serta diinisiasi dan disetir oleh kekuatan media atau gerakan massif masyarakat. Ataukah
memang negeri ini akan tercatat dalam sejarah seribu koin ?
1) Penasehat Media
Penasehat media dapat digunakan, untuk menyiagakan jurnalis tentang kegiatan yang akan
bernilai berita. Penasehat harus mampu bersikap simpelm jujur, dan menyuplai semua
informasi dasar menjawab siapa, apa, di mana, kapan, dan mengapa, dari kegiatan atau isu
yang dijadikan materi advokasi, termasuk beberapa nama organisasi yang relavan,
pembicara, lokasi, tanggal dan waktu, dan tujuan dari kegiatan. Informasi ini harus muncul
dengan huruf tebal. Penasehat harus mengatakan pada media mengapa kegiatan ini
signifikan dan menngapa pers harus mengulasnya, dan begitupun seballinya. Penasehat
media akan selalu ingat tentang pentingnya Nama dan nomor telepon dari kontak media.
Bantuan untuk penasehat media untuk dapat memasukkan isu atau permasalahan yang
tengah di p[erjjuangkan menjadi hesdline di media akan sangat membantu advokasi.
2) Rillis pers (Press Release)
semua Tidak momen yang diselenggarakan oleh pelaku advokasi dapat menarik minat media
untuk menghadiri atau menginput langsung. Dalam kondisi tersebut di butuhkan peran rillis
pers. Rillis pers sangat berguna untuk menjelaskan suatu kegiatan atau isu secara lebih
detail. Di sinilah di dapatkan kesempatan untuk mngemas berita- kegiatan, studi,atau isu
umum sebagai mana yang di inginkan untuk dilihat oleh public. Rillis pers yang sudah
disiapkan dapat diberikan kepada reporter media yang berkesempatan hadir, dan kemudian
di faks dan di-e-mail pada kontak media yang telah hadir. Persiapan yang menyusun rillis pers
sebaiknya dimulai dua minggu sebelumnya.
3) Surat untuk Editor
Kolom surat pembaca di surat kabar cenderung menjadi bagian yang popular dalam publikasi
dan dapat menjadi jalan singkat untuk menyampaikan pada tujuan advokasi mengingat tidak
hanya public yang memerhaatikan, tetapi juga anggota kongres dan staf-stafnya. Oleh karena
itu, pentingnya untuk diingat bahwa media publikasi untuk mengekspresikan pandangan
adalah kolom surat pembaca pada surat kabar nasional serta harian dan mingguan local.
Berikut contoh penulisan sebuah surat tentang World AIDS Day beserta tip yang perlu diingat
Singkat. Gunakan surat yang sudah di publikasi sebelumnya sebagai contoh.
Rspon segera mungkin,tanpa di tunda.
Arahkan pada tulisan lainnya, editorial atau surat dari publikasi.
Tulis secara konsisten dan tanpa kesalahan gramatikal.
Gnakan fakta dan statistic yang mencolok untuk mnyokong opini yang kuat.
Gunakan bahasa yang menuju pada satu titik minti.
Tuliskan informasi kontak: nama, alamat, e-mail, dan nomor telepon.
4)
Artikel Opini/ Opini- Editorial (Ops-Eds)
Artikel opini memberikan kesempatan pada pelaku advokasi untuk menyampaikan argument
pengobatan sampai akhirnya ia sembuh.hal ini tentu berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan.
Bila sakit parah hingga memerlukan pengobatan panjang,tak tertutup kemungkinan mereka yang
awalnya memiliki kecukupan financial dapat mendadak miskin, terlebih jika mereka tidak mendapatkan
jaminan kesehatan. Dalam kaitan inilah semangat “Universal Coverage 2014“yang sebagai amanat
undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menjadi penting
untuk serius diwujudkan.
Program kesehatan ‘’Pro Rakyat‘’ yang menjadi andalan kemkes harus diakui harus memperlihatkan
kekurangan di sana-sini. Antara lain diutarakan oleh Abdul Chalik Masulili,staf ahli kemkes bidang
pembiayaan kesehatan dan pembinaan masyarakat, yaitu bahwa dari 76,4 juta orang miskin peserta
program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) ternyata masih ada beberapa peserta yang
sebenarnya tidak layak mendapatkan Jamkesmas, sementara itu diluar sana masih banyak orang miskin
yang belum terdaftar sebagai peserta jamkesmas.
Kurangnya porsi sosialisasi menjadi salah satu penyebab belum optimal nya pelaksanaan Jamkesmas
Terkadang masyarakat yang awal harus menempuhjalur birokrasi yang panjang dan berbelit dalam
pengurusan kartu Jamkesmas, bahkan terpaksa mengeluarkan uang dari kocek mereka yang sudah
sangat kemps itu.
Berikutnya adalah soal akurasi pendapatan yang masih menjadi kendala lama yang sulit gterpecahkan
dalam waktu sinngkat. Selama ini kemkes menggunakan data dan criteria miskin dari Biro Pusat Statistik,
padahal dari data 60,13 juta orang miskin versi BPJS ternyata hanya 30-70% yang sama dengan data
penerima Jamkesmas. Sementara pada seminar ‘’Universal Coverage 2014 di Indonesia, Mungkinkah?’’
yang diselenggarakan Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI),
SABTU (6/2) terungkap hannya separuh atau sekitar 50,8% Masyarakat Ibdonesia yang memiliki jaminan
kesehatan yang beragam bentuknya. Mereka yang telah tercapai itu mempunyai jaminan dalam bentuk
asuransi kesehatan sosial dalam bentuk pegawai negeri, ASBRI, asuransi kesehatan komerial, Jamsostek
asuransi lain,Jaminan Kesehatan Masyarakat dn Jamkes Daerah. Total yang tercakup 116,8 juta orang dari
jumlah penduduk sekitar 2,30 juta jiwa pada 2009.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah dalam penyelenggaraan SJSN untuk
memastikan setiap warga Negara tanpa kecuali, memperoleh hak-hak fasilitas pelayanan kesehatan.
Sebagian besar yang belum ikut serta dalam program asuransi adalah para pekerja sector
informa.karennya pengikut sertaan mereka adalah tantangan besar, mengingat sebagian dari pekerja
sector informal tak selalu berpenghasilan, padahal justru merekalah yang lebih rentan terhadap penyakit
dikarenakan tak punya perlindungan dan hidup dalam serba keterbtasan. Bila masalah-masalah tersebut
tak dapat diselesaikan segera, maka kita akan hanya menunggu munculnya gerakan koin-koin cinta
berikutnya untuk mengetuk kepedulian sesama. Tak tampak peran Negara dan pemerintah sebagai
perlindung. Mungkin akan semakkin sering lahir l kebijakan-kebijakan populasi yang tak selalu tepat pada
sasaran serta diinisiasi dan disetir oleh kekuatan media atau gerakan massif masyarakat. Ataukah
memang negeri ini akan tercatat dalam sejarah seribu koin ?
1) Penasehat Media
Penasehat media dapat digunakan, untuk menyiagakan jurnalis tentang kegiatan yang akan
bernilai berita. Penasehat harus mampu bersikap simpelm jujur, dan menyuplai semua
informasi dasar menjawab siapa, apa, di mana, kapan, dan mengapa, dari kegiatan atau isu
yang dijadikan materi advokasi, termasuk beberapa nama organisasi yang relavan,
pembicara, lokasi, tanggal dan waktu, dan tujuan dari kegiatan. Informasi ini harus muncul
dengan huruf tebal. Penasehat harus mengatakan pada media mengapa kegiatan ini
signifikan dan menngapa pers harus mengulasnya, dan begitupun seballinya. Penasehat
media akan selalu ingat tentang pentingnya Nama dan nomor telepon dari kontak media.
Bantuan untuk penasehat media untuk dapat memasukkan isu atau permasalahan yang
tengah di p[erjjuangkan menjadi hesdline di media akan sangat membantu advokasi.
2) Rillis pers (Press Release)
semua Tidak momen yang diselenggarakan oleh pelaku advokasi dapat menarik minat media
untuk menghadiri atau menginput langsung. Dalam kondisi tersebut di butuhkan peran rillis
pers. Rillis pers sangat berguna untuk menjelaskan suatu kegiatan atau isu secara lebih
detail. Di sinilah di dapatkan kesempatan untuk mngemas berita- kegiatan, studi,atau isu
umum sebagai mana yang di inginkan untuk dilihat oleh public. Rillis pers yang sudah
disiapkan dapat diberikan kepada reporter media yang berkesempatan hadir, dan kemudian
di faks dan di-e-mail pada kontak media yang telah hadir. Persiapan yang menyusun rillis pers
sebaiknya dimulai dua minggu sebelumnya.
3) Surat untuk Editor
Kolom surat pembaca di surat kabar cenderung menjadi bagian yang popular dalam publikasi
dan dapat menjadi jalan singkat untuk menyampaikan pada tujuan advokasi mengingat tidak
hanya public yang memerhaatikan, tetapi juga anggota kongres dan staf-stafnya. Oleh karena
itu, pentingnya untuk diingat bahwa media publikasi untuk mengekspresikan pandangan
adalah kolom surat pembaca pada surat kabar nasional serta harian dan mingguan local.
Berikut contoh penulisan sebuah surat tentang World AIDS Day beserta tip yang perlu diingat
Singkat. Gunakan surat yang sudah di publikasi sebelumnya sebagai contoh.
Rspon segera mungkin,tanpa di tunda.
Arahkan pada tulisan lainnya, editorial atau surat dari publikasi.
Tulis secara konsisten dan tanpa kesalahan gramatikal.
Gnakan fakta dan statistic yang mencolok untuk mnyokong opini yang kuat.
Gunakan bahasa yang menuju pada satu titik minti.
Tuliskan informasi kontak: nama, alamat, e-mail, dan nomor telepon.
4)
Artikel Opini/ Opini- Editorial (Ops-Eds)
Artikel opini memberikan kesempatan pada pelaku advokasi untuk menyampaikan argument