Indeks Persepsi Negara Hukum 2012 (1)

Tahir Foundation

Para pendiri bangsa ini telah mengenalkan cita-cita untuk membangun suatu negara hukum jauh sejak negara ini diproklamasikan, meskipun secara eksplisit baru dalam Amandemen Ketiga UUD 1945 konsep negara hukum itu ditegaskan. Secara sederhana, negara hukum dipahami sebagai cita-cita untuk menjadikan hukum sebagai rujukan tertinggi dalam kehidupan bernegara.

Walaupun di dalam konstitusi tercantum bahwa Indonesia adalah negara hukum, namun sulit dinafikan bahwa hukum di Indonesia sudah berjalan dalam rel yang

benar. Setiap hari kita mendengar di berita-berita korupsi, pelanggaran Hak Asasi Manusia, konflik horisontal, dan lain sebagainya. Hal itu menandakan bahwa ada permasalahan

serius dalam dunia hukum di Indonesia. Oleh karena itu, kami merasa penyusunan Indeks

Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012 yang dilakukan oleh Indonesian Legal Roundtable sangat relevan dengan situasi dan kondisi hukum di Indonesia saat ini. Karena melalui Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia inilah kita dapat menilai sejauh mana negara hukum telah diimplementasikan dengan baik.

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

Tahir Foundation sangat mendukung dan menghargai upaya yang dilakukan oleh Indonesian Legal Roundtable ini karena kami sangat percaya bahwa dengan pembangunan hukum dan hak asasi manusia merupakan salah satu jalan menuju Indonesia yang lebih baik dan bermatabat.

Tentunya kami berharap semoga hasil dari penilaian ini dapat digunakan oleh semua pihak untuk terus menerus melakukan perbaikan demi tercapainya cita-cita negara hukum Indonesia yang pada akhirnya bermuara pada terciptanya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Todung Mulya Lubis yang telah membuka jalan bagi kami untuk berkontribusi dalam pembangunan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia. Serta tentunya terima kasih kami ucapkan kepada Indonesian Legal Roundtable dan berbagai pihak yang telah bersusah payah dalam mewujudkan laporan Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia ini.

Jakarta, 17 Mei 2013

Dato’ Sri Prof. DR. Tahir, MBA

Kata Pengantar

Direktur Eksekutif Indonesian Legal Roundtable

Negara hukum, baik dalam tataran konseptual maupun implementasi selalu menjadi isu yang menarik dan tidak pernah sepi dari perdebatan. Telah begitu banyak ilmuwan dan praktisi hukum yang mengemukan pendapatnya tentang hal tersebut. Ada di antaranya yang relatif sejalan, tapi tidak sedikit yang berbeda bahkan bertentangan satu dengan yang lain. Bicara tentang negara hukum memang tidak bisa dilepaskan dari pergerakan peradaban manusia itu sendiri, sehingga dengan sendirinya semua teori para ahli tersebut pasti dipengaruhi oleh zaman dan tempat di mana teori tersebut diutarakan.

Saat ini Indonesia telah menasbihkan dirinya sebagai negara hukum, hal tersebut dapat dibaca dengan jelas dalam konstitusi negara. Beberapa norma baru di dalam konstitusi kita semakin meneguhkan hal ini seperti pengakuan HAM yang lebih rinci, pembatasan kekuasaan yang lebih jelas dan sebagainya. Sebagai implementasinya, berbagai kebijakan pun terlihat sudah dikeluarkan. Tak dapat dipungkiri, pasca gerakan reformasi tahun 1998 telah terjadi perubahan yang

signifikan dalam pelaksanaan negara hukum di Indonesia. Hal tersebut tidak sebatas dalam peraturan perundang-

undangan baru yang dikeluarkan dan upaya reformasi di

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

berbagai lembaga penegak hukum, juga terlihat dalam pembentukan berbagai lembaga negara baru seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Yudisial (KY) yang diharapkan dapat mengawal agar pelaksanaan negara hukum berjalan optimal.

Namun di sisi lain kita juga tidak dapat menyangkal bahwa negara hukum tidak bisa hanya dinilai dari lahirnya berbagai peraturan ataupun proyek reformasi belaka. Nyatanya permasalahan masih kerap muncul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kisruhnya hubungan antarlembaga negara, maraknya kasus korupsi dalam berbagai sektor, bermasalahnya integritas aparat penegak hukum, terjadinya berbagai pelanggaran HAM dan minimnya akses masyarakat –terutama kaum marginal- terhadap keadilan merupakan fakta yang tidak dapat disangkal. Bahkan hal tersebut dapat dengan jelas kita lihat dalam data resmi yang dikeluarkan baik oleh lembaga negara maupun lembaga riset masyarakat sipil.

Beranjak dari potret di atas, ILR berinisiatif untuk menilai sudah sejauh manakah sebenarnya negara hukum Indonesia diimplementasikan. Kegiatan ini rencananya akan dilakukan setiap tahun dan dimulai pada tahun 2012 lalu. Sebagai langkah awal, Indonesian Legal Roundtable (ILR) melakukan suatu survei persepsi publik yang dilakukan kepada 1220 orang di seluruh Indonesia. Hal ini ditujukan untuk memotret sejauh mana prinsip pemerintahan berdasarkan hukum, independensi kekuasaan kehakiman, pemenuhan dan perlindungan HAM, akses terhadap keadilan serta peraturan yang terbuka dan jelas sudah dijalankan oleh negara. Kelima prinsip tersebut ditetapkan setelah melalui Beranjak dari potret di atas, ILR berinisiatif untuk menilai sudah sejauh manakah sebenarnya negara hukum Indonesia diimplementasikan. Kegiatan ini rencananya akan dilakukan setiap tahun dan dimulai pada tahun 2012 lalu. Sebagai langkah awal, Indonesian Legal Roundtable (ILR) melakukan suatu survei persepsi publik yang dilakukan kepada 1220 orang di seluruh Indonesia. Hal ini ditujukan untuk memotret sejauh mana prinsip pemerintahan berdasarkan hukum, independensi kekuasaan kehakiman, pemenuhan dan perlindungan HAM, akses terhadap keadilan serta peraturan yang terbuka dan jelas sudah dijalankan oleh negara. Kelima prinsip tersebut ditetapkan setelah melalui

Secara umum, berdasarkan hasil survei dapat kami katakan bahwa saat ini negara hukum Indonesia berada dalam persimpangan. Hal ini didasarkan pada nilai indeks yang tidak menggembirakan, di mana dalam skala 0 sampai 10, nilai yang diperoleh tidak bisa mencapai angka setengahnya.

Kami berharap langkah awal yang telah dilakukan oleh ILR ini dapat memberikan kontribusi dalam pembentukan negara hukum Indonesia. Kami pun menyadari bahwa indeks ini masih perlu dikembangkan ke depannya. Namun paling tidak dengan adanya potret berdasarkan indeks persepsi publik ini akan diketahui di mana posisi negara hukum kita saat ini di mata publik, serta setidaknya kita akan mendapat gambaran apa sebenarnya yang perlu secepatnya dibenahi.

Dari sini kita bisa melihat, bahwa banyak hal yang perlu dilakukan baik oleh negara maupun masyarakat untuk mencapai negara hukum Indonesia yang dicita-citakan, karena membangun negara hukum bukanlah pekerjaan yang sebentar dan ringan. Sehingga keinginan kita untuk mempunyai negara hukum Indonesia yang bisa memberikan rasa keadilan dan kesejahteraan kepada seluruh rakyat Indonesia dengan tanpa kecuali dapat tercapai.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Tahir Foundations yang telah mendukung pendanaan program ini, Lembaga Survei Indonesia yang telah membantu

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

pelaksanaan survei, dan semua pihak lainnya yang telah berkontribusi dalam penyusunan Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia tahun 2012 .

Jakarta, 17 Mei 2013

Todung Mulya Lubis

Daftar Isi

Kata Pengantar Tahir Foundation ....... v Kata Pengantar Direktur Eksekutif

. . . . . . . vii Daftar Tabel

. . . . . . . xiii

BAB I Pengantar ....... 1

A. Latar Belakang ....... 1

B. Signifikansi ....... 3

C. Tujuan ....... 4

D. Metodologi ....... 4

E. Struktur Laporan ....... 6

BAB II Survei Publik . . . . . . . 19

A. Pemerintahan Berdasarkan Hukum . . . . . . . 19

B. Independensi Kekuasaan Kehakiman . . . . . . . 27

C. Penghormatan, Pengakuan dan Perlindungan HAM

D. Akses Terhadap Keadilan . . . . . . . 44

E. Peraturan yang Terbuka dan Jelas . . . . . . . 51

F. Indeks Persepsi Negara Hukum (Rule of Law Index) Indonesia 2012 . . . . . . . 60

BAB III Studi Dokumen . . . . . . . 67

A. Pemerintahan Berdasarkan Hukum . . . . . . . 67

B. Independensi Kekuasaan Kehakiman . . . . . . . 84

C. Penghormatan, Pengakuan dan

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

Perlindungan HAM . . . . . . . 101

D. Akses Terhadap Keadilan . . . . . . . 146

E. Peraturan yang Terbuka dan Jelas . . . . . . . 160

BAB IV Analisis . . . . . . . 173

A. Pemerintahan Berdasarkan Hukum . . . . . . . 173

B. Independensi Kekuasaan Kehakiman . . . . . . . 176

C. Penghormatan, Pengakuan, dan Perlindungan HAM

. . . . . . . 177

D. Akses Terhadap Keadilan . . . . . . . 180

E. Peraturan yang Terbuka dan Jelas . . . . . . . 182

Daftar Pustaka . . . . . . . 185 Latar Belakang

. . . . . . . 197

Daftar Tabel

Tabel 1.1 Berbagai Pandangan Mengenai Prinsip Negara Hukum

Tabel 1.2 Prinsip dan Indikator Negara Hukum Tabel 1.3

Demografi Responden Berdasarkan Gender, Desa-Kota, dan Usia

Tabel 1.4 Demografi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan

Tabel 1.5 Demografi Responden Berdasarkan Agama dan Etnis

Tabel 1.6 Demografi Responden Berdasarkan Provinsi Tabel 2.1

Indikator dan Pertanyaan Prinsip Pemerintahan Berdasarkan Hukum

Tabel 2.2 Indikator dan Pertanyaan Prinsip Pemerintahan Berdasarkan Hukum

Tabel 2.3 Tabel Indikator dan Pertanyaan Prinsip Peng- hormatan, Pengakuan dan Perlindungan HAM

Tabel 2.4 Indikator dan Pertanyaan Prinsip Akses terhadap Keadilan

Tabel 2.5 Indikator dan Pertanyaan Prinsip Peraturan yang Terbuka dan Jelas

Tabel 2.6 Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia Tahun 2012

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

Tabel 2.7 Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia Berdasarkan Gender, Desa-Kota, Usia, Pendi- dikan, Pekerjaan dan Wilayah

Tabel 3.1.1 Kewenangan Cabang Kekuasaan Tabel 3.1.2 Kewenangan Lembaga Eksekutif/Pemerintahan

Tabel 3.1.3 Regulasi yang Mengatur Saluran yang Tersedia Bagi Masyarakat Menyampaikan Keberatan atau Pengaduan Terkait Penyelengaraan Laya- nan Publik

Tabel 3.1.4 Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik

Tabel 3.1.5 Sengketa yang Diselesaikan Komisi Informasi Pusat dari tahun 2010-2012

Tabel

3.1.6 Laporan Pengaduan Masyarakat Terhadap

Instansi Pemerintah Ke Ombudsman

Tabel 3.1.7 Tindak Lanjut Ombudsman Terhadap Laporan Masyarakat 2008-2011

Tabel 3.1.8 Ketentuan Regulasi Mengenai Berbagai Sanksi yang Dapat Dikenakan kepada Pegawai Negeri Sipil

Tabel 3.1.9 Regulasi Saluran Pengaduan Masyarakat atas Pelanggaran Anggota Legislatif

Tabel 3.1.10 Regulasi Larangan dan Sanksi Bagi Anggota DPR Tabel 3.2.1 Regulasi Kewajiban Bagi Para Hakim untuk

Berintegritas Tabel

3.2.2 Rekapitulasi Pengaduan Masyarakat dan Sanksi yang Dijatuhkan oleh Mahkamah Agung Periode Januari-September 2012

Tabel 3.2.3 Rekapitulasi Laporan Masyarakat dan Rekomendasi Sanksi yang Dijatuhkan oleh Komisi Yudisial Periode Januari-Desember 2012

Tabel 3.2.4 Regulasi yang Mengatur tentang Independensi Hakim

Tabel 3.2.5 Regulasi yang Mengatur Mekanisme Seleksi dan Pengangkatan Hakim

Tabel 3.2.6 Regulasi yang Mengatur Jaminan Kesejahteraan dan Keamanan Hakim

Tabel 3.2.7 Beberapa Kasus Amuk Massa Terhadap Pengadilan Tabel 3.3.1 Hak-hak Dasar Warga Negara dalam UUD 1945 Tabel 3.3.2 Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang

Menjamin Hak untuk Berserikat dan Berkumpul Tabel 3.3.3 Ketentuan Mengenai Kebebasan Berpendapat

dan Sanksi Terhadap Pihak-pihak yang Menghalang-halangi

Tabel 3.3.4 Ketentuan Perundang-undangan yang Membatasi Hak Menyampaikan Pendapat

Tabel 3.3.5 Ketentuan Perundang-undangan yang Mengatur Jaminan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Tabel 3.3.6 Perundang-undangan yang Membatasi Pemeluk Agama Minoritas

Tabel 3.3.7 Pengaduan ke Komnas HAM tentang Kasus Agama 2011-2012

Tabel

3.3.8 Laporan Pemantauan Komnas Perempuan Tahun 2012

Tabel 3.3.11 Kebijakan Daerah yang Diskriminatif terhadap Perempuan

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

Tabel 3.3.9 Peraturan Perundang-undangan yang Menjamin

Perempuan untuk Tidak Didiskriminasi Tabel 3.3.10 Peraturan Perundang-undangan yang

Diskriminatif Terhadap Perempuan

Tabel 3.3.11 Kebijakan Daerah yang Diskriminatif terhadap Perempuan

Tabel 3.3.12 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Usia 7-18 Tahun Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Kelompok Umur, Tahun 2009- 2011

Tabel 3.3.13 Persentase Penduduk 15 Tahu Ke atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan

Tabel 3.3.14 Persentase PNS Menurut Jenis Kelamin Tabel 3.3.15 Perundang-undangan yang Tidak Mendiskri-

minasi Kelompok Minoritas Tabel 3.3.16 Pengakuan Masyarakat dalam Peraturan

Perundang-undangan Tingkat Nasional

Tabel 3.3.17 Pengakuan Terhadap Masyarakat Adat dalam Legislasi Daerah

Tabel 3.3.18 Perundang-undangan yang Menjamin Warga Negara Bebas dari Penyiksaan

Tabel 3.3.19 Fakta-fakta Pelanggaran Terhadap Hak Bebas dari Penyiksaan

Tabel 3.3.20 Peraturan Perundang-undangan Mengenai Hak atas Pendidikan

Tabel 3.3.21 Angka Partisipasi Murni Pendidikan Indonesia Tabel 3.4.1 Regulasi yang Mengatur tentang Bantuan Hukum

Tabel 3.4.2 Regulasi yang Mengatur Perlindungan Terhadap Korban

Tabel 3.4.3 Regulasi yang Mengatur Perlindungan Terhadap Pelapor Tabel 3.4.4 Regulasi yang Mengatur Ganti Rugi kepada Pihak

yang Keliru dinyatakan Bersalah oleh Pengadilan Tabel

3.5.1 Regulasi yang Mengatur Partisipasi Publik dalam Penyusunan Peraturan Perundang- undangan Tingkat Nasional

Tabel

3.5.2 Regulasi yang Mengatur Partisipasi Publik dalam Penyusunan Peraturan Perundang- undangan di Tingkat Daerah

Tabel 3.5.3 Regulasi yang Mengatur Peraturan Perundang- Undangan Harus Jelas

Tabel 3.5.4 Regulasi yang Mengatur Hak Warga dalam Memperoleh Informasi

Tabel 4.1.1 Bentuk-bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Tahapan Pembentukan Perundang-undangan

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Salah satu langkah utama yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di masa-masa awal Era Reformasi untuk mengimplementasikan semangat reformasi, adalah memunculkan kembali terminologi “Negara Hukum” dalam UUD 1945. Sebagai lembaga tertinggi negara pada masa itu, MPR melakukan langkah tersebut dengan maksud menjadikan hukum sebagai rujukan tertinggi dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.

Meskipun langkah memunculkan kembali istilah “Negara Hukum” telah membuat konstitusi Indonesia menjadi eksplisit menganut konsep negara hukum, namun realitas hukum di Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir justru menunjukan situasi yang berbeda. Situasi berbeda, yang tidak menunjukan Indonesia sebagai negara hukum, adalah adanya pelbagai kasus korupsi, pelanggaran HAM,

mafia peradilan, dan kerusakan lingkungan. Laporan riset kuantitatif sejumlah lembaga independen dan komisi negara

berikut ini dapat dijadikan rujukan untuk mendapatkan gambaran pelbagai masalah hukum tersebut.

Untuk isu korupsi misalnya, menurut Transparansi International (TI), Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perceptions Index) Indonesia pada tahun 2012 berada pada

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

peringkat ke-118 dari 174 negara yang disurvei. Peringkat rendah tersebut didapatkan karena Indonesia hanya memiliki nilai 32, sama dengan nilai Republik Dominika, Mesir, Ekuador dan Madagaskar. Bahkan peringkat Indonesia tersebut lebih rendah dari Timor Leste, negara yang pernah menjadi bagian dari Indonesia, yang berada pada peringkat ke-113 (Tranparansi Internasional Indonesia 2012: 9). 1

Untuk isu pelanggaran HAM, dalam hal ini kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) serta intoleransi dan diskriminalisasi, menurut laporan The Wahid Institute, sepanjang tahun 2012 terdapat 110 kasus pelanggaran. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2011) yaitu dengan 93 kasus pelanggaran, terdapat peningkatan sebesar

8 % untuk tahun 2012. Artinya, jika pada tahun 2011 rata- rata 7 kasus pelanggaran perbulan, maka pada tahun 2012 meningkat menjadi rata-rata 9 kasus perbulan. Statistik di atas merupakan jenis pelanggaran KBB yang dilakukan oleh aparatus negara. Adapun untuk jenis pelanggaran yang dilakukan oleh bukan aparatus negara, laporan tersebut menyebutkan terdapat 197 pelanggaran sepanjang tahun 2012. Sama seperti pelanggaran yang dilakukan oleh aparatus negara, pelanggaran oleh bukan aparatus negara juga meningkat 3% dari tahun sebelumnya dengan 187 kasus. Ini sekaligus menunjukan peningkatan dari rata-rata 15 kasus menjadi 16 kasus perbulan (The Wahid Institute 2012: 10-13).

Adapun untuk isu mafia peradilan, sejak Komisi Yudisial (KY) berdiri pada tahun 2005, jumlah laporan masyarakat

mengenai hakim yang diduga melanggar kode etik dan

1 Sebenarnya sejak tahun 1998 Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) meningkat sebesar 14 poin. Meskipun demikian, karena kenaikan tersebut berlangsung dalam rentang waktu 14 tahun maka belum terlihat sebagai peningkatan yang cukup signiikan.

BAB I | Pengantar

pedoman perilaku hakim dari periode Agustus 2005 s/d Juni 2012 mencapai 6.643. Selama periode tersebut jumlah laporan cenderung naik dari tahun ke tahun. Untuk tahun 2011 saja, KY menerima 1.638 laporan (Komisi Yudisial 2012: 66-67).

Selain melalui data-data kuantitatif di atas, realitas hukum di Indonesia selama satu dasawarsa terakhir juga bisa ditunjukan lewat penanganan beberapa kasus pelanggaran HAM berat. Dengan mengambil kasus pembunuhan Munir dan luapan lumpur Lapindo, dapat dikatakan bahwa penanganannya belum jelas dan tidak tuntas.

Berdasarkan gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa di satu sisi Indonesia sudah meletakan basis konstitusional mengenai kedudukannya sebagai negara hukum, namun di sisi lain realitas hukum menunjukan tidak dipenuhinya prinsip-prinsip negara hukum. Dalam pengertian ini dapat dikatakan juga bahwa realisasi amanah Reformasi masih jauh dari harapan.

B. Signifikansi

Sudah terdapat banyak publikasi yang memotret perjalanan ide negara hukum Indonesia, baik yang dilakukan peneliti luar maupun dalam negeri. Meskipun demikian perlu pula diberi catatan bahwa publikasi-publikasi tersebut lebih berfokus pada tataran ide. Oleh karena itu masih diperlukan riset dan publikasi yang berfokus untuk menampilkan aspek empirik mengenai negara hukum Indonesia. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan riset kuantitatif maupun kualitatif yang menggambarkan dan menjelaskan seberapa jauh Indonesia

telah memenuhi prinsip-prinsip negara hukum 2 .

2 Dalam hal ini istilah “negara hukum” dipahami sebagai terjemahan dari istilah rule of law, bukan terjemahan dari rechtsstaat.

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

World Justice Project (WJP) bekerja sama dengan Vera Institute, telah mentradisikan riset kuantitatif dengan output berupa index rule of law sejumlah negara. Riset yang dimulai sejak tahun 2009 dan hingga 2012 tersebut telah berhasil mencakup 197 negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang turut diindeks. Namun, riset yang dilakukan oleh WJP tersebut hanya menggunakan metode kuantitatif. Bertolak dari kebutuhan untuk melakukan riset dengan pendekatan yang komprehensif, Indonesian Legal Rountable (ILR) menyelenggarakan sebuah riset yang menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif sekaligus. Data-data kuantitatif dan kualitatif akan diperbandingkan dan dipadukan untuk memeriksa seberapa jauh Indonesia memenuhi prinsip-prinsip negara hukum. Dalam pengertian yang sempit, riset ini akan menghasilkan keluaran berupa Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia (IPNHI).

C. Tujuan

ILR mengharapkan laporan riset ini menyajikan gambaran dan analisis yang bermutu mengenai persepsi, norma, dan implementasi negara hukum di Indonesia

sepanjang tahun 2012. Gambaran dan analisis tersebut pada akhirnya diharapkan dapat dipakai untuk keperluan

mendorong perwujudan ide dan norma negara hukum di Indonesia.

D. Metodologi

1. Ragam pandangan Negara hukum adalah salah satu gagasan yang

sangat penting di masa sekarang. Ia merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari gagasan mengenai

BAB I | Pengantar

moralitas politik modern. Ia juga tidak dipisahkan dari ide mengenai Hak Asasi Manusia, demokrasi, dan prinsip- prinsip ekonomi pasar bebas. Dalam pemberitaan media negara hukum selalu disebut dan didengung- dengungkan dengan prediket berbeda. Di satu sisi ia digunakan untuk keperluan mencela namun di sisi lain ia digunakan sebagai landasan bagi legitimasi politik dan cita-cita yang hendak dicapai (Waldron 2008: 1).

Meskipun ‘negara hukum’ merupakan gagasan yang penting sampai masa sekarang namun, sebagaimana dikatakan oleh Andrei Marmor (tanpa tahun: 1), gagasan mengenai ‘negara hukum’ sangat rumit dan seringkali membingungkan. Kerumitan dimaksud tidak saja menyangkut substansi ide negara hukum tetapi juga dalam penggunaan terminologi. Negara-negara penganut sistem hukum anglo-saxon (Inggris dan Amerika Serikat) menggunakan terma “rule of law”, sedangkan negara-negara penganut sistem hukum civil law memakai terma Rechtsstaat atau Etat

de Droit. Masing-masing terma tersebut mempunyai sejarah dan pengertian yang tidak sama (Zolo 2007:7).

Diskusi ide negara hukum yang membingungkan dan tidak ada habisnya juga menggejala dalam diskursus akademik. Salah satu imbas dari situasi yang demikian adalah para sarjana (academic scholars) belum memiliki kata sepakat mengenai prinsip-prinsip umum yang terkandung dalam istilah negara hukum. Mereka masih berbeda pendapat mengenai hal ini. Tabel berikut ini memperlihatkan berbagai pandangan mengenai prinsip negara hukum oleh sejumlah sarjana dan lembaga internasional:

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

Tabel 1.1

Berbagai Pandangan Mengenai Prinsip Negara Hukum

M. Scheltema

Joseph Raz

Rachel Kleinfeld Belton

1. Pemerintah yang penghormatan, dan

1. Pengakuan,

1. Hukum harus

terikat pada hukum; pelindungan Hak Asasi

prospektif, terbuka dan

jelas;

Manusia yang berakar 2. Persamaan di depan dalam penghormatan

2. Hukum seharusnya

hukum;

atas martabat manusia

tidak sering dirubah;

(human dignity); 3. Hukum dan Ketertiban;

3. Proses pembuatan

2. Kepastian hukum;

hukum harus jelas,

4. Keadilan yang eisien

dan terukur; dan 3. Persamaan (similia

stabil, terbuka, dan

berlandaskan pada

similius atau equality

prinsip-prinsip umum;

5. Tidak adanya

before the law); kekerasan terhadap

Hak Asasi Manusia. 4. Demokrasi; dan

4. Independensi per-

adilan;

5. Pemerintah dan

5. Keadilan alamiah;

pejabat mengemban amanat sebagai

6. Pengadilan mampu

pelayan masyarakat

menghentikan

dalam rangka

tindakan kekuasaan

mewujudkan

yang melampaui

kesejahteraan

batas;

masyarakat sesuai dengan tujuan

7. Pengadilan mudah

bernegara yang

diakses; dan

bersangkutan.

8. Penegak hukum tidak menyalahgu- nakan diskresi yang dimilikinya.

Sumber: diolah dari Andrei Marmor, The Ideal of The Rule of Law, University of Southern California Law School, Tanpa Tahun; Brian Z. Tamanaha, The History and Elements of Rule of Law, Washington University School of Law, 2012; Jeremy Waldron, The Concept and The Rule of Law, New York University School of Law, 2008; Jimly Asshidiqqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, Tanpa Tahun;

BAB I | Pengantar

The International

Brian Z. Tamanaha

Jimly Asshidiqqie

Commission of Jurist

1. Pemerintahan yang

1. Supremasi hukum;

1. Negara merupakan

dibatasi oleh hukum;

subjek hukum;

2. Persamaan di depan

2. Legalitas formal;

hukum;

2. Peradilan independen dan fair;

3. Diatur oleh hukum,

3. Legalitas;

bukan orang.

3. Independensi profesi

advokat; Keadilan yang eisien

4. Pembatasan

kekuasaan;

4. Pengakuan dan

5. Organ-organ campuran

penegakan hukum

yang bersifat

yang efektif terhadap

independen;

hak-hak individual.

6. Peradilan bebas dan tidak memihak;

7. Peradilan tata usaha negara;

8. Peradilan tata negara; 9. Perlindungan Hak

Asasi Manusia; 10. Demokratis berfungsi

sebagai sarana mewujudkan tujuan Negara;

11. Transparansi dan kontrol sosial;

12. Ber-Ketuhanan yang maha esa.

Joseph Raz, The Authority of Law: Essays on Law and Morality, 1979; Rachel Kleinfeld Belton, Competing Deinitions of The Rule of Law: Implications for Practioners, Carniege Papers, 2005, dan International Commision of Jurist: The Rule of Law and Human Right, http://www.globalwebpost.com/genocide1971/ h_rights/rol/ 10_guide. htm#athens, diakses 10 Oktober 2012.

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

2. Prinsip-prinsip umum Sekalipun masih terdapat perbedaan mengenai

penggunaan istilah, pengertian maupun prinsip, namun tidak menghalangi upaya untuk merumuskan elemen- elemen universal dalam gagasan negara hukum. Salah satu elemen universal tersebut adalah prinsip-prinsip yang berlaku umum, karena disebutkan oleh hampir semua sarjana dan lembaga yang mencoba merumuskan prinsip-prinsip negara hukum.

Berangkat dari pandangan bahwa prinsip-prinsip umum negara hukum masih bisa dirumuskan, ILR memilih 5 prinsip dengan dua alasan. Pertama, kelima prinsip tersebut mewakili pandangan yang saling beririsan dari beberapa sarjana terkemuka. Kedua, prinsip-prinsip tersebut lebih realistis diturunkan dalam tataran praktis. Dengan kata lain prinsip-prinsip tersebut lebih aplikatif karena tidak terlalu abstrak.

Guna memudahkan untuk memeriksa seberapa jauh kelima prinsip tersebut telah dipenuhi atau

dilaksanakan, ILR membuat indikator untuk masing- masing prinsip tersebut. Berikut kelima prinsip terpilih beserta indikatornya masing-masing:

Tabel 1.2 Prinsip dan Indikator Negara Hukum

No Prinsip Indikator

1 Pemerintahan • Keseimbangan kekuasaan antara berdasarkan

eksekutif, legislatif dan yudikatif Hukum

• Performa eksekutif • Performa legislatif

2 Independensi • Pelaksana kekuasaan kehakiman kekuasan

• Organisasi kekuasaan kehakiman Kehakiman

BAB I | Pengantar

3 Penghormatan, • Kebebasan untuk berserikat, berkumpul, pengakuan dan

dan menyatakan pendapat perlindungan

• Kebebasan beragama dan berkeyakinan HAM • Perlakuan yang tidak diskriminatif

• Hak untuk hidup dan bebas dari penyiksaan • Hak atas pekerjaan, upah yang layak dan

pendidikan 4 Akses terhadap

• Peradilan yang mudah, cepat dan berbiaya keadilan

ringan • Bantuan hukum kepada warga yang tidak

mampu • Perlindungan kepada korban, pelapor dan

kompensasi kepada yang keliru din- yatakan bersalah

5 Peraturan yang • Mengikutsertakan publik dalam pembuatan terbuka dan jelas

peraturan • Kejelasan materi peraturan • Akses terhadap peraturan perundang-

undangan

Kelima prinsip yang dipilih ini tentu saja bisa mengundang perdebatan. Oleh sebab itu, perlu disampaikan di sini bahwa ILR memandang kelima prinsip terpilih tersebut bukan merupakan prinsip

negara hukum yang final. Kelima prinsip tersebut bersifat sementara yang akan dikembangkan terus agar

mampu memenuhi pelbagai pandangan dan ekspektasi mengenai negara hukum Indonesia yang lebih ideal.

3. Pengumpulan data Laporan ini menggunakan survei dan studi

dokumen sebagai cara untuk mendapatkan data. Survei digunakan untuk mendapatkan data primer berupa persepsi, sedangkan studi dokumen digunakan untuk mendapatkan data-data sekunder berupa laporan

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

lembaga negara/pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Laporan ini mengutamakan hasil survei sebagai data utama untuk melihat pemenuhan atau pelaksanaan kelima prinsip negara hukum di atas.

Namun kami menyadari bahwa mengandalkan hasil survei semata hanya akan menghasilkan penggam- baran dan analisa yang tidak proporsional. Latar belakang responden, terutama dari segi pendidikan dan pekerjaan, diyakini akan menyulitkan sebagian mereka untuk memahami pertanyaan-pertanyaan sehingga berpengaruh pada jawaban-jawaban yang diberikan.

Dengan maksud mendapatkan gambaran dan analisa yang proporsional, laporan ini menggunakan data-data studi dokumen sebagai pembanding untuk data-data survei. Data-data dari studi dokumen dibagi atas dua kelompok: Pertama, data-data normatif berupa peraturan perundangan dan putusan pengadilan; Kedua, data-data statistik berupa laporan resmi lembaga negara/pemerintah, LSM, dan lembaga internasional.

Survei Publik Laporan ini menggunakan metode survei untuk

mendapatkan gambaran mengenai persepsi publik tentang seberapa jauh Indonesia telah melaksanakan atau memenuhi kelima prinsip terpilih negara hukum. Survei dilakukan dengan metode multi stage random sampling. Responden yang disurvei adalah warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, yaitu mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Jumlah sampel sebanyak 1.220 responden. Dengan jumlah sampel sebanyak itu, margin of error diperkirakan

BAB I | Pengantar

kurang lebih 3 %, dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Seluruh responden diwawancari lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Satu pewawancara bertanggung jawab mewawancari para responden dalam satu desa/kelurahan, yang masing-masing terdiri dari 10 orang.

Untuk memastikan kualitas (quality control) hasil wawancara yang dilakukan oleh pewawancara, supervisor melakukan wawancara secara random terhadap responden terpilih (spot check) yang jumlahnya mencapai 20% dari total sampel. Setelah dilakukan, quality control menemukan tidak ada kesalahan berarti pada wawancara sebelumnya. Seluruh wawancara berlangsung pada 6-14 Desember 2012.

Dengan menggunakan metode multi stage random sampling, responden ditentukan dengan menggunakan 3 tahap pengelompokan.

Tahap pertama, populasi pemilih dikelompokan menurut provinsi. Di masing-masing provinsi ditentukan jumlah pemilih sesuai dengan jumlah populasi. Atas dasar ini dipilih desa dan kelurahan secara random sebagai primary sampling unit. Jumlah desa atau keluruhan terpilih ditentukan oleh jumlah pemilih di masing-masing provinsi. Seperti sudah disebutkan setiap desa ditetapkan 10 responden dengan komposisi 5 laki-laki dan 5 perempuan. Kesepuluh responden tersebut dipilih secara random. Sekedar memberi contoh, bila di Provinsi Jawa Barat (Jabar) prosentase pemilih adalah 18% dan di Nusa Tenggara Barat (NTB) 2%, maka untuk Provinsi Jabar akan disurvei di 18 desa/kelurahan dan NTB di 2 desa/kelurahan.

Tahap kedua, populasi pemilih dikelompokan ke dalam kategori yang tinggal di pedesaan (desa) dan perkotaan (kelurahan) dengan komposisi 50% : 50%. Setelah

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

menentukan jumlah desa atau kelurahan selanjutnya dihitung jumlah rukun tetangga (RT) atau yang setingkat dengan itu. RT yang masuk dalam cakupan survei masing-masing 5 buah untuk setiap desa atau kelurahan yang dipilih secara random. Langkah terakhir dari tahapan kedua ini adalah menentukan

2 keluarga setiap RT yang dipilih secara random juga. Tahap ketiga, populasi pemilih dikelompokan

menurut jenis kelamin dengan komposisi 50% laki-laki dan 50% perempuan. Setelah ditentukan 2 keluarga untuk setiap RT sebagaimana yang dilakukan pada tahap kedua, langkah berikutnya adalah mendaftar seluruh anggota keluarga yang mempunyai hak pilih, baik laki- laki atau perempuan. Langkah terakhir dari tahap ketiga ini adalah memilih secara random siapa yang akhirnya menjadi responden. Aturan mainnya, bila pada keluarga pertama yang dipilih adalah responden perempuan maka pada keluarga kedua respondennya otomatis laki-laki. Demikian pula sebaliknya.

Indeksisasi

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa ILR memilih 5 prinsip negara hukum yang dianggap berlaku umum. Untuk keperluan membuat kelima prinsip tersebut lebih aplikatif, masing-masing prinsip tersebut diurai ke dalam indikator. Indikator selanjutnya diurai ke dalam pertanyaan. Terdapat 16 indikator dan 49 pertanyaan. Setiap indikator diukur dengan menggunakan skala ordinal

4 titik yaitu 1-4 dengan kualifikasi 1 berarti rendah dan 4 berarti tinggi.

BAB I | Pengantar

Tahap pertama yang dilakukan adalah menganalisis reliabilitas dan unidimensionalitas kelima prinsip dan 16 indikator. Berdasarkan analisis tersebut pertanyaan yang tidak layak dikeluarkan.

Tahap berikutnya adalah pembuatan skor atau indeks. Skor setiap indikator diperoleh dari rata-rata jawaban responden; skor setiap prinsip diperoleh dari rata-rata skor indikatornya; dan akhirnya IPNHI diperoleh dari rata-rata skor masing-masing prinsip. Dengan demikian, setiap skor pada awalnya mempunyai interval 1-4.

Skor akhir yang diinginkan adalah skor dengan interval 0-10. Untuk tujuan tersebut dibentuk skor akhir dengan formula berikut: skor akhir = (skor - 1) / 3 × 10.

Tabel 1.3

Demografi Responden Berdasarkan Gender, Desa-Kota, dan Usia

< 25 Tahun 13,2 % 26-40 Tahun

39,7 % 41-55 Tahun

29,3 % > 55 Tahun

17,8 % Sumber: Laporan Survei Nasional Lembaga Survei Indonesia, Desember 2012

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

Tabel 1.4

Demografi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan

Tingkat Pendidikan

< SD 51,7 % SLTP

Petani/Peternak/Nelayan 27,0 % Buruh Kasar/ Pembantu/ Kerja Tidak Tetap/ Supir/

13,7 % Ojek/ Satpam/ Hansip

Pedagang/Wiraswasta 11,0 % Pegawai Negeri/ Pegawai Desa/ Guru/ Dosen

4,7 % Pegawai Swasta/ Profesional

6,6 % Ibu Rumah Tangga

24,4 % Lainnya

12, 6 % Sumber: Laporan Survei Nasional Lembaga Survei Indonesia, Desember 2012

Tabel 1.5

Demografi Responden Berdasarkan Agama dan Etnis

87,2 Katholik/Protestan

27,1 14 Sumber: Laporan Survei Nasional Lembaga Survei Indonesia, Desember 2012

BAB I | Pengantar

Tabel 1.6

Demografi Responden Berdasarkan Provinsi

Kategori Sampel

BPS

Kategori

Sampel BPS

Provinsi Provinsi NAD

Papua Barat

Sumber: Laporan Survei Nasional Lembaga Survei Indonesia, Desember 2012

Studi Dokumen Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa studi

dokumen menghasilkan data normatif dan statistik. Data normatif akan mencakup undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan daerah serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). Mengikuti metode pengelompokan data survei, data studi dokumen juga disusun ke dalam prinsip, indikator, dan pertanyaan.

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

Berkenaan dengan data statistik berupa laporan resmi lembaga negara/pemerintah, LSM dan lembaga internasional, perlu disampaikan bahwa tidak semua prinsip atau indikator negara hukum tersedia laporan sebagai data pendukung. Hal ini terjadi karena tidak terdapat laporan mengenai prinsip atau indikator tertentu. Sekalipun laporan tersebut tersedia tidak dengan sendirinya dapat dipakai sebagai alat ukur untuk mengetahui seberapa jauh prinsip atau indikator tertentu telah dilaksanakan atau dipenuhi.

E. Struktur Laporan

Agar lebih memudahkan pembaca dalam membaca, maka laporan ini diorganisasikan dalam empat bab, yaitu:

Bab 1, Pengantar. Bab ini mendeskripsikan latar belakang, urgensi, tujuan, dan metodologi Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia (IPNHI) ini dilakukan oleh ILR. Selain itu dalam bab ini juga ditemukan pembahasan dan alasan ILR menggunakan prinsip dan indikator negara hukum yang akan digunakan sebagai titik pijak dalam melakukan survei dan studi dokumen dalam bab-bab selanjutnya.

Bab 2, Survei. Bab ini mendeskripsikan hasil temuan persepsi publik yang telah disurvei terhadap masing-masing prinsip, indikator, dan pertanyaan dalam bentuk diagram. Selain itu, dalam bab ini pembaca juga akan menemukan hasil indeks dari masing-masing prinsip dan indikator yang telah dikonversikan dalam angka. Hasil indeks dari masing- masing prinsip yang diakumulasikan dalam bab inilah yang dijadikan Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia (IPNHI) 2012.

BAB I | Pengantar

Bab 3, Studi dokumen. Bab ini mendeskripsikan hasil temuan studi dokumen masing-masing prinsip negara hukum. Hasil temuan dalam studi dokumen ini memaparkan regulasi normatif dan fakta empiris sejauh mana penyelenggara negara sudah tunduk pada prinsip-prinsip negara hukum yang telah dibangun oleh ILR.

Bab 4, Analisis. Bab ini menganalisa hasil temuan persepsi publik sebagaimana yang dijelaskan dalam Bab

2 dan hasil temuan studi dokumen sebagaimana yang dijelaskan dalam Bab 3. Hasil analisa dalam bab ini adalah hasil pandangan ILR sebagai sebuah lembaga dalam melihat ketaatan negara dalam menjalankan prinsip-prinsip negara hukum.

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

BAB II SURVEI PUBLIK

Bab ini akan mendeskripsikan hasil temuan survei persepsi publik tentang seberapa jauh penyelenggara negara Indonesia telah melaksanakan atau memenuhi kelima prinsip negara hukum. Persepsi publik terhadap setiap indikator dari prinsip-prinsip negara hukum akan disajikan dalam persentase yang terdeskripsikan dalam bentuk diagram. Hasil survei tersebut kemudian dikonversi menjadi skor dan indeks yang terpapar pada setiap prinsip negara hukum.

Pada bagian akhir bab ini semua hasil indeks masing- masing prinsip negara hukum diakumulasikan menjadi Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012.

A. Pemerintahan Berdasarkan Hukum

Sebagaimana telah disebutkan pada Bab I, prinsip Pemerintahan Berdasarkan Hukum diurai ke dalam tiga indikator. Ketiga indikator dan pertanyaan-pertanyaan turunan dari masing-masing indikator dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

Tabel 2.1

Tabel Indikator dan Pertanyaan Prinsip Pemerintahan

Berdasarkan Hukum

Indikator Pertanyaan

Keseimbangan cabang Keseimbangan kekuasaan antara eksekutif, kekuasaan

legislatif dan yudikatif Performa kekuasaan

• Bagaimana pemerintah sudah

eksekutif menjalankan undang-undang; • Bidang apa yang dijalankan dengan

baik oleh pemerintah; • Ketersediaan saluran untuk menampung

keluhan dari masyarakat terkait dengan pelanggaran undang-undang yang dilakukan oleh pemerintah; dan

• Penegakan hukum terhadap aparat pemerintah yang melakukan pelanggaran undang-undang.

Performa kekuasaan • Pelaksanaan undang-undang oleh legislatif; legislatif

• Bidang yang dijalankan dengan baik oleh

legislatif; • Ketersediaan saluran untuk menampung

keluhan dari masyarakat terkait dengan pelanggaran undang-undang yang dilakukan oleh legislatif; dan

• Penegakan hukum terhadap anggota legislatif yang melakukan pelanggaran undang-undang.

BAB II | Survei Publik

Keseimbangan cabang kekuasaan

Menurut hasil survei ketika ditanya mengenai keseimbangan kekuasaan negara, sebanyak 34% responden berpendapat kekuasaan negara telah seimbang. Adapun 3% responden menyatakan kekuasaan sangat seimbang. Pendapat yang berbeda dinyatakan oleh 35% responden yang berpendapat keseimbangan kekuasaan di antara ketiga cabang kekuasan tersebut kurang seimbang. Bahkan 11% di antaranya menyatakan tidak seimbang sama sekali. Sedangkan sebanyak 16% responden tidak menjawab.

Dari 46% responden yang menyatakan kekuasaan negara kurang seimbang atau tidak seimbang, 49% di antaranya berpersepsi bahwa pemerintah/presiden (eksekutif) memiliki kekuasaan paling besar. Sedangkan yang menyatakan DPR (legislatif) memiliki kekuasaan paling besar sebanyak 30% responden. Sisanya, sebanyak 19% responden menyatakan yudikatif memiliki kekuasaan paling besar. Sebanyak 2% responden tidak menjawab.

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

Performa kekuasaan eksekutif

Ketika ditanyakan mengenai kinerja pemerintah dalam melaksanakan hukum/undang-undang, 45% responden berpendapat sudah cukup baik dan hanya 6% mengatakan sangat baik. Sedangkan sebanyak 32% responden mengatakan pemerintah atau presiden kurang baik dalam melaksanakan hukum/undang-undang. Bahkan 3% respoden menyatakan tidak baik sama sekali. Sementara itu 14% responden tidak memberikan jawaban.

BAB II | Survei Publik

Dari 35% responden yang berpersepsi bahwa pemerintah kurang/tidak baik dalam melaksanakan hukum/ undang-undang, 48% di antaranya berpendapat bahwa performa paling kurang atau tidak baik sama sekali terdapat pada bidang ekonomi dan investasi. Sedangkan beberapa bidang lain dipersepsikan secara hampir merata, antara lain: pendidikan 12%; kesehatan 12%; lingkungan hidup 11%; dan lainnya 15%. Sisanya sebanyak 2% responden tidak menjawab pertanyaan ini.

Dalam hal pemerintah melanggar hukum/undang- undang/putusan pengadilan, masyarakat memerlukan saluran untuk mengadu atau menyampaikan keluhan. Terhadap pertanyaan tersebut, 37% responden berpendapat bahwa saluran tersebut sudah tersedia cukup baik. Bahkan 4% di antaranya menyatakan tersedia sangat baik. Sedangkan yang berpersepsi sebaliknya: saluran pengaduan tersebut kurang baik, dikemukakan 34% responden. Hanya 6% responden yang berpersepsi saluran tersebut tidak baik sama sekali. Untuk pertanyaan ini, cukup banyak responden yang tidak memberikan pendapat, yaitu sebanyak 19%.

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

Responden juga ditanyai mengenai seberapa jauh pemberian sanksi dilakukan terhadap aparatur pemerintah yang melanggar hukum/undang-undang/putusan pengadilan. Hanya 30% responden yang mengatakan pengenaan sanksi yang dilakukan cukup sering. Jumlah yang mengatakan sanksi selalu/hampir selalu dikenakan jumlahnya lebih kecil yaitu 5%. Sedangkan mayoritas responden: sebesar 37%, mengatakan sanksi jarang dikenakan. Bahkan 9% responden berpendapat sanksi sangat jarang atau bahkan tidak pernah dikenakan kepada pelanggar. Sama seperti pertanyaan mengenai saluran pengaduan, sebanyak 19% responden juga tidak memberi jawaban untuk pertanyaan ini.

BAB II | Survei Publik

Performa kekuasaan legislatif

Jika mayoritas responden berpendapat bahwa performa pemerintah sudah cukup/sangat baik dalam melaksanakan hukum/undang-undang, tidak demikian pendapat mereka ketika ditanyakan performa DPR. Pendapat responden yang mengatakan cukup/sangat baik berimbang dengan pendapat yang mengatakan kurang/tidak baik sama sekali. Sebanyak 36% responden mengatakan bahwa performa DPR cukup baik dan 3% responden menyatakan sangat baik. Sebaliknya, 37% responden mengatakan kurang baik dan 4% responden mengatakan tidak baik sama sekali. Sedangkan yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 19%.

Pendapat responden juga berimbang ketika ditanyakan mengenai saluran pengaduan yang tersedia bila masyarakat hendak mengadukan anggota DPR yang melanggar hukum. Sebanyak 32% responden mengatakan bahwa saluran pengaduan sudah cukup baik. Bahkan 4% responden mengatakan sangat baik. Sementara itu, 37% responden menyatakan sebaliknya: saluran pengaduan masih kurang baik. Bahkan 4% responden menyatakan tidak baik sama sekali. Untuk pertanyaan ini responden yang tidak menjawab cukup banyak, sebesar 23% responden.

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

Sama ketika menjawab pertanyaan sanksi yang dikenakan pemerintah kepada aparaturnya yang melanggar hukum/undang-undang/putusan pengadilan, mayoritas responden juga berpendapat bahwa DPR juga jarang/ sangat jarang mengenakan sanksi kepada anggotanya yang melanggar hukum. Ini ditunjukan dengan 37% responden yang berpendapat sanksi jarang dikenakan, bahkan 7% responden berpendapat sangat jarang atau tidak pernah. Adapun yang berpendapat sanksi cukup sering dikenakan sebanyak 28% responden, dan 4% responden berpendapat sanksi selalu/hampir selalu dikenakan. Sebanyak 24% responden tidak menjawab pertanyaan ini.

BAB II | Survei Publik

Apabila semua jawaban dari kedelapan pertanyaan di atas dikonversikan menjadi indeks maka untuk ketiga indikator tersebut akan didapat skor masing-masing: Keseimbangan Cabang Kekuasaan (4,50); Performa Eksekutif (5.00); Performa Legislatif (4.81). Dengan demikian, indeks untuk prinsip Pemerintahan Berdasarkan Hukum secara keseluruhan berada pada angka 4,77.

B. Independensi Kekuasaan Kehakiman

Prinsip Independensi Kekuasaan Kehakiman memiliki dua indikator. Dari dua indikator tersebut, terdapat enam pertanyaan yang diajukan. Berikut kedua indikator beserta pertanyaan-pertanyaan yang diajukan:

Tabel 2.2 Tabel Indikator dan Pertanyaan Prinsip Pemerintahan Berdasarkan Hukum

Indikator Pertanyaan

Pelaksana • Integritas hakim; Kekuasaan

• Independensi hakim; dan Kehakiman • Pihak yang paling sering mempengaruhi hakim;

Organisasi • Seleksi hakim yang bebas dari KKN; Kekuasaan

• Memberikan kesejahteraan hakim secara layak; Kehakiman

• Menyediakan sarana dan prasarana

pengadilan.

Pelaksana Kekuasaan Kehakiman

Berkenaan dengan integritas, survei menanyakan kepada responden mengenai seberapa bersih para hakim dari praktik suap. Dari pertanyaan tersebut, sebanyak 49% responden menjawab tidak setuju bahwa para hakim bersih dari praktik suap. Bahkan 11% di antaranya sangat tidak setuju. Sekalipun demikian, 21% responden setuju dengan

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

pernyataan bahwa para hakim bersih dari praktik suap. Dan 2% responden menyatakan sangat setuju. Sedangkan 17% responden menjawab tidak tahu/tidak menjawab.

Persepsi responden mengenai seberapa bersih para hakim dari praktek suap berbanding lurus dengan persepsi responden mengenai independensi hakim dalam memutus perkara. Hal itu tecermin dari 40% responden yang memilih tidak setuju dengan pernyataan bahwa hakim independen dalam memutus perkara, bahkan 7% responden memilih sangat tidak setuju. Hanya 30% responden yang berpendapat setuju dan 3% sangat setuju dengan pernyataan bahwa hakim independen dalam memutus perkara. Adapun 20% responden memilih tidak tahu/tidak jawab.

BAB II | Survei Publik

Survei menggali lebih jauh pendapat responden terhadap independensi hakim dengan menanyakan pihak mana yang paling sering mempengaruhi hakim. Dari pertanyaan tersebut, sebanyak 33% responden menganggap pengusaha sebagai pihak yang paling sering mempengaruhi hakim. Berturut-turut setelah itu adalah partai politik (30%), pemerintah (24%), dan tokoh masyarakat (5%). Sedangkan 6% responden menyebutkan pihak lainnya. Sisanya sebanyak 3% responden memilih tidak menjawab.

Organisasi Kekuasaan Kehakiman

Berkenaan dengan indikator Organisasi Kekuasaan Kehakiman, ada tiga pertanyaan yang diajukan kepada para responden. Pertama, mengenai pemilihan hakim sudah bebas dari KKN; Kedua, mengenai tingkat kememadaian gaji hakim jika dikaitkan dengan beban tugasnya. Ketiga, berhubungan dengan kelayakan sarana prasarana pengadilan.

Terhadap pernyataan pertama mengenai proses pemilihan hakim sudah bebas dari KKN, sebesar 43% respon- den menyatakan tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Bahkan 5% responden menjawab sangat tidak setuju. Hanya 31% responden yang menjawab setuju dan 3% responden

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Sedangkan 18% sisanya memilih tidak tahu atau tidak menjawab.

Terhadap pertanyaan kedua: tingkat kememadaian gaji hakim jika dikaitkan dengan beban pekerjaan, sebanyak 54% responden menyatakan setuju, bahkan 3% responden menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa gaji hakim sudah memadai bila dikaitkan dengan beban tugasnya. Hanya 23% responden yang menyatakan tidak setuju, dan 2% responden menjawab sangat tidak setuju bahwa gaji hakim sudah memadai. Sedangkan 18% responden menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

BAB II | Survei Publik

Untuk pertanyaan ketiga: sarana prasarana pengadilan sudah layak atau baik, 50% responden menyatakan setuju, bahkan 3% responden menjawab sangat setuju bahwa sarana prasarana pengadilan sudah layak atau baik. Hanya 21% responden yang berpendapat tidak setuju dan 1% responden sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Sisanya sebesar 25% responden menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

Bila keseluruhan statistik jawaban di atas diakumulasi maka indeks untuk prinsip Independensi Kekuasaan Kehakiman berada pada angka 4.72. Angka tersebut merupakan total dari skor rata-rata untuk indikator Pelaksana Kekuasaan Kehakiman (4.26) dan indikator Organisasi Kekuasaan Kehakiman (5,8).

C. Penghormatan, Pengakuan dan, Perlindungan HAM

Prinsip Penghormatan, Pengakuan, dan Perlindungan HAM memiliki jumlah indikator yang paling banyak dibandingkan dengan indikator-indikator prinsip negara hukum lainnya. Dalam prinsip ini terdapat 5 indikator yang kemudian dijabarkan dalam sejumlah pertanyaan yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012

Tabel 2.3 Tabel Indikator dan Pertanyaan Prinsip Penghormatan, Pengakuan, dan Perlindungan HAM

No Indikator Pertanyaan

1 Kebebasan berserikat, • Jaminan atas hak menyatakan penda- berkumpul, dan

pat atau pemikiran secara terbuka; menyatakan pendapat

• Jaminan kebebasan berkumpul dan

berserikat; • Jaminan kebebasan pers. 2 Kebebasan beragama

• Pemerintah memberikan jaminan dan berkeyakinan

kebebasan bagi warga negara dalam

menjalankan ajaran agama sesuai dengan

keyakinannya masing-

masing; • Apakah kekerasan atas nama agama

sudah diproses hukum oleh penegak hukum;

• Negara sudah menjamin dan melin-

dungi

hak-hak penganut agama minoritas seperti halnya penganut agama mayoritas

• Negara sudah menjamin dan melin-

dungi

hak-hak kelompok agama minoritas, seperti Ahmadiyah, Syiah dll, seperti halnya penganut agama mayoritas Islam.

3 Perlakuan yang tidak Persepsi publik yang hendak diketahui diskriminatif

melalui indikator ini adalah perlindu- ngan terhadap kelompok perempuan, minoritas dan masyarakat adat.

4 Hak untuk hidup dan Lewat indikator ini survei hendak bebas dari penyiksaan

menggali persepsi publik mengenai jaminan untuk tidak disiksa selama proses pemeriksaan peradilan pidana dan extra judicial killing yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

5 Hak untuk mendapatkan Indikator yang terakhir ini mencari- penghidupan yang layak tahu persepsi publik mengenai jaminan kehidupan yang layak.

BAB II | Survei Publik

Kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat

Publik sekarang sudah relatif terbebas dari rasa takut dalam mengemukakan pendapat, keinginan dan berorganisasi. Sebagian besar publik merasa tidak tertekan dan terancam dalam mengemukakan pendapat. Hal ini terungkap dari jawaban-jawaban yang diberikan responden terhadap tiga pertanyaan untuk indikator kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat.