SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM (1)

SISTEM FILSAFAT PANCASILA
SEBAGAI SISTEM IDEOLOGI NASIONAL INDONESIA
(PEMBUDAYAAN DAN TANTANGANNYA DALAM GLOBALISASI-LIBERALISASIPOSTMODERNISME *)
LATAR BELAKANG
Sesungguhnya bangsa Indonesia diberkati dengan berbagai keunggulan, baik natural
(alam nusantara yang amat luas, strategis, kaya SDA, subur, indah dan nyaman alamnya);
maupun nilai kultural (budaya yang kaya dan filsafat theisme-religious); serta SDM yang
kuantitas-kualitas unggul (bangsa : petani-nelayan-pelaut-ksatria/pejuang yang ulet).
Dengan luas nusantara 17.584 pulau (3 juta km2 daratan, dan 12 juta km2 lautan) berkat
Wawasan Nusantara (+ 200 mil ZEE) disilang benua dan samudera. Nusantara NKRI berada
di pintu gerbang Trans-Pasifik sebagai multi-lintas budaya modern --- sedangkan trans-Atlantik,
sebagai masa lalu lintas dunia, terutama kaum kolonialisme-imperialisme! ---. Mungkinkah,
trans-Pasifik yang demikian vital-strategis dimanfaatkan neo-imperialisme bagi supremasi
ideologi liberalisme-kapitalisme (negara adidaya USA dan UE) demi politik neo-ultraimperialisme dalam abad XXI dalam dinamika postmodernisme!
Menyaksikan praktek dan budaya (elite dan pemerintahan reformasi) NKRI yang
mengalami degradasi nasional, kita wajib meningkatkan kewaspadaan nasional dengan
wawasan visioner dan arif-kenegarawanan. Kita perlu (mendesak) untuk meng-audit
reformasi : mulai amandemen UUD 45, praktek demokrasi-liberal, dan ekonomi-liberal dalam
praktek memuja kebebasan (=neo-liberalisme) atas nama demokrasi (demokrasi-liberal) dan
HAM (semoga : bukan HAM-HAMPA sebagai yang dipraktekkan negara adidaya USA-UE
dengan menjajah Irak, Afghanistan; mengancam Korea Utara dan Iran.... ? semoga untuk

memasuki Kebangkitan Nasional 100 tahun ke-2, kita sungguh-sungguh meningkatkan
kesadaran nasional, kerukunan nasional dan kebanggan nasional demi integritas bangsa
dalam NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila.
I. SISTEM FILSAFAT (SISTEM IDEOLOGI) SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN
Sebagai nilai peradaban awal dan puncak pemikiran budaya umat manusia, diakui
berwujud nilai filsafat. Nilai filsafat menjangkau kesemestaan (fisika dan metafisika; alam
semesta sampai Tuhan Maha Pencipta semesta). Kebenaran filsafat diakui bersifat
fundamental dan hakiki; karenanya dijadikan filsafat hidup (Weltanschauung); yang
dipraktekkan sepanjang sejarah bangsa. Karenanya, nilai fundamental ini menjiwai bangsa
itu, sebagai jiwa bangsa (Volksgeist, jatidiri nasional).
Sejak perkembangan awal nilai-nilai filsafat, diakui bersumber dan berpusat di Timur
Tengah sekitar 6000–600 sM (Radhakrishnan 1953 : 11), dan sekitar 5000- 1000 sM (Avey
1961 : 3-7). Rekaman sejarah filsafat demikian, mengandung makna bahwa nilai filsafat
sinergis dengan nilai-nilai Ketuhanan dan Keagamaan. Bukankah, semua agama langit
(supernatural religions : Yahudi, Christiani dan Islam) berpusat di Timur Tengah.
Baru, sekitar (650 – 600 sM) diYunani mulai berkembang ajaran filsafat sebagai cikalbakal ajaran filsafat Barat, yang dipuja sebagai landasan peradaban modern.

*)

= Makalah disajikan dalam Seminar Dasar Negara Pancasila sebagai Ideologi Nasional,

diselenggarakan PERMAHI, 21 Agustus 2008 di Surabaya.

1

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

Sejarah budaya dan peradaban umat manusia menyaksikan bagaimana semua bangsa
di semua benua menjadi penganut berbagai sistem filsafat, baik yang dijiwai nilai-nilai moral
keagamaan (theisme-religious) maupun nilai non-religious (sekular, atheisme). Tegasnya,
umat manusia atau bangsa-bangsa senantiasa menegakkan nilai-nilai peradabannya dijiwai,
dilandasi dan dipandu oleh nilai-nilai religious atau non-religious.
Sampai abad XXI, peradaban mengakui sistem filsafat (dan atau sistem ideologi) telah
berkembang dalam berbagai sistem kenegaraan; terutama : theokratisme, kapitalismeliberalisme (dari sistem filsafat natural law); zionisme, sosialisme, marxismekomunisme-atheisme; naziisme-fascisme ; fundamentalisme, dan Pancasila ! Inilah
sistem ideologi, yang dijadikan sistem kenegaraan; telah berkembang dalam kehidupan
dunia internasional modern yang berpacu merebut supremasi ideologi nasional masingmasing (misal : perang dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur 1950-1990).
NKRI dengan berbagai negara Asia-Afrika bersikap bebas-aktif, dalam makna tidak
memihak antar ideologi negara adidaya --- antara Amerika Serikat dan Sekutunya berhadapan
dengan Uni Soviet dan Sekutunya ---. Bangkitlah kekuatan ke-3 dalam panggung politik
dunia; terkenal sebagai kekuatan negara-negara non-blok (= GNB atau gerakan non-blok).
Bagaimana wajah politik negara-negara masa depan, amat ditentukan oleh ideologi

mana yang memiliki otoritas dan supremasi atas berbagai ideologi dunia modern.
Berdasarkan analisis normatif filosofis-ideologis diatas, khasanah ilmu politik
mengakui adanya sistem kenegaraan dengan predikat berdasarkan sistem ideologi : negara
kapitalisme-liberalisme, negara sosialisme, negara zionisme Israel; negara komunisme; dan
sebagainya ... wajarlah NKRI dinamakan sistem kenegaraan Pancasila.
Jadi, tiap bangsa berbudaya dan beradab menegakkan sistem kenegaraannya
berdasarkan suatu sistem filsafat, dan atau sistem ideologi; yang terjabar dan ditegakkan
dalam UUD (konstitusi) negara.
Bagaimana identitas dan integritas sistem kenegaraannya itu, memancarkan ajaran dan nilai
fundamental sistem filsafat dan atau sistem ideologi negaranya. Identitas, integritas dan
keunggulan sistem filsafat dan atau ideologi --- selanjutnya kita namakan ideologi negara --terpancar dari asas bagaimana bangsa itu menghargai kedudukan, potensi dan martabat
manusia sebagai subyek di dalam negara.
II. DASAR-DASAR AJARAN FILSAFAT TENTANG HAM DAN TEORI NEGARA
Sesungguhnya teori negara fokus kepada apa dan bagaimana kekuasaan
(kedaulatan) di dalam negara ditegakkan. Bagaimana hakekat kekuasaan atau kedaulatan di
dalam negara, ditentukan oleh ajaran filsafat bagaimana kedudukan, potensi dan martabat
manusia di dalam kehidupan manusia --- dalam alam, dalam masyarakat dan dalam negara
---. Berkembanglah ajaran tentang hak asasi manusia (HAM). Kemudian, berdasarkan
pandangan tentang HAM ini dikembangkan teori negara yang berpusat kepada teori
kedaulatan.

Bagaimana manusia mengerti dan menghargai martabat manusia, khasanah ilmu
pengetahuan mengajarkan filsafat manusia dan filsafat hak asasi manusia (HAM). Budaya
dan kepustakaan modern terutama mengajarkan beberapa sistem filsafat yang membahas
ajaran tentang hak asasi manusia --- selanjutnya kita sebut HAM --- ialah ajaran teori hukum
alam (Natural Law Theory, atau filsafat hukum alam) sebagai dianut negara-negara Barat
modern, dengan ideologi : liberalisme-kapitalisme.
Juga dari dunia Barat lahir ajaran filsafat idealisme murni dari tokoh filosof George
Wilhelm Hegel (1770-1831) dengan teori kedaulatan Tuhan (theokratisme) --- yang
kemudian dijiplak oleh Karl Marx (1818-1883) menjadi teori kedaulatan negara, etatisme

2

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

--- sebagai dianut negara-negara komunis dengan asas kolektivitisme (komunitas,
kebersamaan rakyat tanpa kelas sosial) ---semua rakyat warganegara sama dan sederajat
dalam status abdi negara, yang melaksanakan misi sebagai pekerja : buruh, tani, nelayan,
pedagang, prajurit, polisi, guru, profesional .... semua demi kerja / karya --- ! Karena itulah,
dinegara komunis diakui aksioma : bahwa negara adalah milik rakyat, kaum pekerja
(baca : kaum buruh). Demikian pula, semua kekayaan dalam negara (pabrik, perusahaan,

kantor) adalah milik rakyat, milik negara --- tidak diakui adanya milik individu / pribadi;
atau milik kaum modal / kapitalis; atau kaum ningrat / feudal atau borjuis --- ! Mereka, kaum
kapitalis adalah musuh rakyat, musuh negara ! Fenomena demikian ialah antithesa dalam
dialektika ideologi marxisme-komunisme-atheisme yang harus diperangi melalui revolusi
oleh penganut ideologi komunisme !
A. Ajaran Sistem Filsafat Pancasila sebagai Sistem Ideologi Nasional ditegakkan
sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila
Ajaran filsafat Pancasila baik sebagai filsafat hidup (Weltanschauung, Volksgeist),
maupun sebagai dasar negara (filsafat negara, ideologi negara, ideologi nasional)
berfungsi sebagai jiwa bangsa dan jatidiri nasional. Secara kenegaraan (konstitusional )
nilai Pancasila adalah asas kerohanian bangsa, dan jiwa UUD negara --- in casu UUD
Proklamasi 1945; b u k a n UUD 2002 / Amandemen ---! Karena, UUD amandemen
mengalami distorsi filosofis-ideologis --- sehingga melahirkan berbagai kontroversial
bahkan degradasi nasional dan degradasi mental dan moral !---. Pelopor dan elite
reformasi, termasuk pendukung berkewajiban untuk melaksanakan a u d i t nasional
atas praktek dan budaya sosial-politik-ekonomi dalam era reformasi, sehingga kondisi
nasional tetap dalam keterpurukan multi-dimensional !
Silahkan, kita mawas diri dengan merenungkan bagaimana integritas nasional dalam
tantangan konflik horisontal, praktek negara federal; juga praktek oligarchy, plutocracy,
dan anarchisme!

 HAM berdasarkan Ajaran Sistem Filsafat Pancasila
Filsafat Pancasila memberikan kedudukan tinggi dan mulia atas potensi dan
martabat manusia (sila I-II, IV dan V); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila
dijiwai dan dilandasi asas normatif theisme-religious :
1. Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus
amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan
kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat)
manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta, sebagai integritas moral
martabat manusia.
3. Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a. Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan
Maha Pencipta (sila I) yang menganugerahkan dan mengamanatkan potensi
kepribadian jasmani-rohani sebagai martabat (luhur) kemanusiaan.
b. Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas
semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan
c. Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas
anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM;
sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat (luhur) manusia.


3

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas
potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat
anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai
subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007:
147-160)
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk
wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan
ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara
berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Kedua asas fundamental ini memancarkan
identitas dan keunggulan sistem kenegaraan RI berdasarkan Pancasila – UUD 45.
Filsafat Pancasila memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai
sistem filsafat theisme-religious. Integritas demikian sebagai bagian dari keunggulan
dari sistem filsafat Timur, karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas
kepribadian manusia.
B. NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila

Dalam perbendaharaan ilmu pengetahuan filsafat, ideologi, politik, dan hukum,
kita mengetahui adanya berbagai sistem filsafat, dan atau sistem ideologi. Ajaran
sistem filsafat dan atau sistem ideologi ini melahirkan berbagai sistem kenegaraan,
seperti : theokratisme, kapitalisme-liberalisme, sosialisme, marxisme-komunismeatheisme; zionisme, naziisme, fundamentalisme; dan Pancasila terus berkembang
dalam budaya dan peradaban dunia modern.
Berdasarkan ajaran filsafat Pancasila, terutama tentang kedudukan dan martabat
kepribadian manusia, maka oleh pendiri negara (PPKI) dengan musyawarah mufakat
ditetapkan dan disahkan sistem kenegaraan Indonesia merdeka, sebagai terumus dalam
UUD Proklamasi 1945 seutuhnya. Karenanya, NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45
dapat kita namakan dengan predikat: sebagai sistem kenegaraan Pancasila, sebagai
terjabar dalam UUD Proklamasi 1945 --- untuk dibandingkan dan dibedakan dengan
UUD 45 amandemen, dan atau UUD RI 2002 ---.
Memahami sistem kenegaraan Pancasila seutuhnya, akan signifikan melalui
memahami sejarah Proklamasi dan UUD Proklamasi 45 seutuhnya. Di dalam
Pembukaan UUD negara kita, tentang kedaulatan rakyat, terlukis dalam kutipan
berikut:
“......susunan negara Republuk Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan

suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Sesungguhnya, rumusan kedaulatan rakyat dalam Pembukaan UUD Proklamasi ini
bermakna sebagai asas demokrasi (berdasarkan) Pancasila --- atau sistem
demokrasi Pancasila ---. Tegasnya, bukan demokrasi liberal, atau neo-liberal sebagai
mana yang dipraktekkan dalam era reformasi.
Sesungguhnya nilai fundamental dalam Pembukaan UUD Proklamasi 45 itu adalah
pancaran ajaran filsafat Pancasila, mulai ajaran HAM, teori kenegaraan, sampai sosial
politik dan ekonomi nasional Indonesia.
Jadi, bangsa Indonesia sebagai dipelopori oleh Kebangkitan Nasional dan the
founding fathers (pendiri negara : PPKI) mengamanatkan bagaimana bangsa Indonesia
menegakkan tatanan kebangsaan dan kenegaraannya sebagai terumus dalam UUD

4

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

Proklamasi seutuhnya (Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan). Tegasnya, NKRI
berdasarkan Pancasila adalah negara berkedaulatan rakyat (demokrasi) dan negara
hukum (Rechtsstaat).
Sesungguhnya nilai fundamental dalam Pembukaan UUD Proklamasi 45 itu

adalah pancaran ajaran filsafat Pancasila, mulai ajaran HAM, teori kenegaraan, sampai
sosial politik dan ekonomi nasional Indonesia.
Jadi, bangsa Indonesia sebagai dipelopori dan diamanatkan oleh the founding fathers
(pendiri negara : PPKI) yang diawali Kebangkitan Nasional bangsa Indonesia
menegakkan tatanan kebangsaan dan kenegaraannya sebagai terumus dalam UUD
Proklamasi. Tegasnya, NKRI berdasarkan Pancasila adalah negara berkedaulatan
rakyat (demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat).
Hanya dengan pemahaman dan penghayatan yang valid atas nilai filsafat Pancasila
sebagai ideologi nasional, kita akan lebih memahami asas fundamental ajaran HAM
berdasarkan filsafat Pancasila --- yang melahirkan NKRI sebagai negara demokrasi dan
negara hukum ---, sekaligus pengamalan (implementasi) dan pembudayaannya.
III. INTEGRITAS NILAI FILSAFAT DAN IDEOLOGI PANCASILA
Bangsa Indonesia percaya bahwa kita mewarisi berbagai keunggulan sebagai
anugerah sekaligus amanat Allah Maha Pencipta; mulai keunggulan natural (alam
nusantara yang amat strategis dan luas, kaya SDA dan subur alamnya; nyaman hawanya dan
indah). Juga keunggulan sosio-kultural (nilai budaya yang kaya berpuncak dengan nilai
filosofis-ideologis yang memancarkan identitas dan integritasnya sebagai sistem filsafat
theisme-religious).
Nilai-nilai natural dan nilai fundamental diatas dihayati dan dibudayakan oleh rakyat
Indonesia sepanjang sejarahnya; sebagai bangsa yang unggul (Kedaulatan Kedatuan

Sriwijaya abad VII-XII; dan kedaulatan kedatuan Majapahit abad XIII-XVI) sebagai
monumen kejayaan dan zaman keemasan Nusantara Indonesia. Karena konflik internal,
maka kejayaan itu runtuh direbut oleh kolonialisme-imperialisme 1596-1945. Dalam
penjajahan yang amat panjang (3,5 abad) bangsa (SDM) Indonesia sebagai bangsa ksatria dan
patriot Nusantara terus berjuang merebut kemerdekaan.... berpuncak dengan
Proklamasi yang melahirkan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila !
Semangat dan jiwa ksatria demikian berkat SDM dijiwai nilai mental-moral dan
budaya (filsafat, ideologi) Pancasila. (Bandingkan : SDM Indonesia dalam era reformasi
yang tergoda dan terlanda neo-liberalisme, neo-kapitalisme dan individualisme-materialisme
yang direkayasa USA dan UE !
Berdasarkan kepercayaan dan cita-cita bangsa Indonesia, maka diakui nilai filsafat
Pancasila mengandung multi - fungsi dalam kehidupan bangsa, negara dan budaya
Indonesia.

5

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

Kedudukan dan fungsi nilai dasar Pancasila, dapat dilukiskan sebagai berikut:
7. Sistem Nasional (cermati skema 3)
6. Sistem Filsafat Pancasila, filsafat dan budaya
Indonesia: asas dan moral politik NKRI.
5. Ideologi Negara, ideologi nasional.
4. Dasar Negara (Proklamasi, Pembukaan UUD
45): asas kerokhanian bangsa, jiwa UUD 45;
Nilai Dasar
Grundnorm, basic norm, sumber dari segala
Filsafat Pancasila
sumber hukum.
3. Jiwa dan kepribadian bangsa; jatidiri nasional
(Volksgeist) Indonesia.
2. Pandangan hidup bangsa (Weltanschauung).
1. Warisan sosio-budaya bangsa.

Sesungguhnya nilai dasar filsafat Pancasila demikian, telah terjabar secara filosofisideologis dan konstitusional di dalam UUD Proklamasi (pra-amandemen) dan teruji dalam
dinamika perjuangan bangsa dan sosial politik 1945 – 1998 (1945 – 1949; 1949 – 1950; 1950
– 1959 dan 1959 – 1998). Reformasi 1998 sampai sekarang, mulai amandemen I – IV: 1999 –
2002 cukup mengandung distorsi dan kontroversial secara fundamental (filosofis-ideologis
dan konstitusional) sehingga praktek kepemimpinan dan pengelolaan nasional cukup
memprihatinkan.
Berdasarkan analisis normatif filosofis-ideologis dan konstitusional demikian,
integritas nasional dan NKRI juga akan memprihatinkan. Karena, berbagai jabaran di dalam
amandemen UUD 45 belum sesuai dengan amanat filosofis-ideologis filsafat Pancasila secara
intrinsik. Terbukti, berbagai penyimpangan dalam tatanan dan praktek pengelolaan negara
cukup memprihatinkan, terutama dalam fenomena praktek: demokrasi liberal dan ekonomi
liberal.
Demi cita-cita nasional yang diamanatkan para pahlawan dan pejuang nasional,
khususnya the founding fathers dan PPKI maka semua komponen bangsa sekarang ---10
tahun reformasi--- berkewajiban untuk merenung (refleksi) dan mawas diri untuk
melaksanakan evaluasi dan audit nasional apakah kita sudah sungguh-sungguh menegakkan
integritas NKRI berdasarkan Pancasila – UUD 45 sebagai sistem kenegaraan Pancasila dan
sistem ideologi nasional.
Kita semua bukan hanya melaksanakan visi-misi reformasi; melainkan secara moral
nasional kita juga berkewajiban menunaikan amanat dan visi-misi Proklamasi, sebagaimana
terkandung seutuhnya dalam UUD Proklamasi.
A. Keunggulan Indonesia Raya
Kita bangsa Indonesia wajib bersyukur dan bangga atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa bahwa bangsa dan NKRI diberkati dengan berbagai keunggulan potensial,
terutama:
1. Keunggulan natural (alamiah): nusantara Indonesia amat luas (15 juta km2, 3 juta km2
daratan + 12 juta km2 lautan, dalam gugusan 17.584 pulau); amat subur dan nyaman
iklimnya; amat kaya sumber daya alam (SDA); amat strategis posisi geopolitiknya:
sebagai negara bahari (maritim, kelautan) di silang benua dan samudera sebagai
transpolitik-ekonomi dan kultural postmodernisme dan masa depan.

6

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

2. Keunggulan kuantitas-kualitas manusia (SDM) sebagai rakyat dan bangsa; merupakan
asset primer nasional: 235 juta dengan karakteristika dan jatidiri yang diwarisinya
sebagai bangsa pejuang (ksatria)…… ---silahkan dievaluasi bagaimana identitas dan
kondisi kita sekarang!--- dalam era reformasi.
3. Keunggulan sosiokultural dengan puncak nilai filsafat hidup bangsa (terkenal sebagai
filsafat Pancasila) yang merupakan jatidiri nasional, jiwa bangsa, asas kerokhanian
negara dan sumber cita nasional sekaligus identitas dan integritas nasional.
4. Keunggulan historis; bahwa bangsa Indonesia memiliki sejarah keemasan: kejayaan
negara Sriwijaya (abad VII - XI); dan kejayaan negara Majapahit (abad XIII - XVI)
dengan wilayah kekuasaan kedaulatan geopolitik melebihi NKRI sekarang (dari Taiwan
sampai Madagaskar).
5. Keunggulan sistem kenegaraan Pancasila sebagai negara Proklamasi 17 Agustus 1945;
terjabar dalam asas konstitusional UUD 45:
a. NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi);
b. NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat);
c. NKRI sebagai negara bangsa (nation state);
d. NKRI sebagai negara berasas kekeluargaan (paham persatuan, wawasan nasional dan
wawasan nusantara);
e. NKRI menegakkan sistem kenegaraan berdasarkan UUD Proklamasi yang
memancarkan asas konstitusionalisme melalui tatanan kelembagaan dan
kepemimpinan nasional dengan identitas Indonesia, dengan asas budaya dan asas
moral filsafat Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem
filsafat theisme-religious. Asas demikian memancarkan keunggulan sistem filsafat
Pancasila (sebagai bagian dari sistem filsafat Timur) dalam menghadapi tantangan dan
godaan masa depan: neo-liberalisme, neo-imperialisme dalam pascamodernisme yang
mengoda dan melanda bangsa-bangsa modern abad XXI.
Keunggulan potensial demikian sinergis dan berpuncak dalam kepribadian SDM
Indonesia sebagai penegak kemerdekaan dan kedaulatan NKRI yang memancarkan budaya
dan moral Pancasila dalam mewujudkan cita-cita nasional. Potensi nasional dan keunggulan
NKRI akan ditentukan oleh kuantitas-kualitas SDM yang memadai + UUD Negara yang
mantap terpercaya ---bukan kontroversial sebagaimana UUD 45 amandemen---.
B. Sistem Kenegaraan Pancasila Tegak sebagai Sistem Ideologi Nasional (Pancasila)
Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila
sebagai ideologi nasional (Weltanschauung); asas kerokhanian negara dan jatidiri bangsa.
Karenanya menjadi asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan
melandasi cita budaya dan moral politik nasional, terjabar secara konstitusional:
1. Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: sila IV).
2. Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara:
sila III), ditegakkan sebagai NKRI.
3. Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan
keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai negara hukum
Pancasila.
4. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang
adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan kenegaraan RI; ditegakkan
sebagai budaya dan moral manusia warga negara dan politik kenegaraan RI.
5. Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungai seluruh
tumpah darah Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia. Negara mengatasi paham golongan

7

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

dan paham perseorangan: sila III-IV-V); ditegakkan dalam sistem ekonomi Pancasila (M
Noor Syam, 2000: XV, 3).
Sistem kenegaraan Pancasila secara formal adalah kelembagaan nasional yang
bertujuan mewujudkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila)
sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara
bangsa (nation state), terlukis dalam skema 1.
Perwujudan Sistem NKRI Berdasarkan Pancasila - UUD 45

TAP
U

U

MPR
D

45

P A N C A S I L A
(MNS, 1985)
skema 1
Asas normatif fundamental ini bersumber dari sistem filsafat Pancasila yang
memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. (Bandingkan
dengan berbagai sistem filsafat yang melandasi sistem kenegaraan dari: negara komunisme,
negara liberalisme-kapitalisme; negara sosialisme, zionisme maupun fascisme). Jadi, bangsa
dan NKRI secara normatif memiliki integritas dan kualitas keunggulan sistem kenegaraan;
karenanya kita optimis dapat menjadi bangsa dan negara jaya (MNS, 2000: 45)
IV.

INTEGRITAS SISTEM KENEGARAAN PANCASILA DAN
UUD PROKLAMASI 1945
Bangsa Indonesia bersyukur dan bangga mewarisi (sebagai anugerah dan amanat
Allah Yang Maha Kuasa) NKRI sebagai negara Proklamasi. Negara Proklamasi ini memiliki
integritas keunggulan sebagai sistem kenegaraan Pancasila; karena dijiwai (sebagai asas
kerohanian dan asas moral Indonesia) dan terjabar dalam UUD Proklamasi 45
seutuhnya ! Amanat demikian tersurat dan tersirat di dalam Pembukaan UUD Proklamasi !
Kesetiaan dan kebanggaan nasional atas warisan dan amanat the founding fathers
(PPKI) juga dimufakati dan dihormati oleh MPR RI dalam komitmen untuk tidak melakukan
amandemen (perubahan) atas UUD 45; meliputi : Pembukaan UUD 45; NKRI; Sistem
Pemerintahan Presidensial; nilai dalam Penjelasan UUD 45 diakomodasi dalam Batang
Tubuh (Pasal-Pasal); dan Amandemen dalam bentuk Addendum.
Amanat demikian berlaku secara universal sebagaimana diuraikan berikut.
A. Amanat PPKI sebagai Pendiri Negara Pancasila
Amanat filosofis-ideologis yang bersifat universal ini, sekaligus mengandung makna
moral nasional generasi penerus yang senantiasa hormat dan khidmat kepada semua the
founding fathers, in casu : PPKI; bahkan juga semua pahlawan nasional yang membela
kemerdekaan nasional dan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi.
Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila – UUD Proklamasi

8

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

Dalam analisis kajian normatif-filosofis-ideologis, dan konstitusional dan kritis atas
UUD 45 (amandemen) dan dampaknya dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan
landasan pemikiran berikut:
1. Baik menurut teori umum hukum ketatanegaraan dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen
dan Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental yang
bersifat tetap; sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari segala sumber hukum dalam
negara. Karenanya, kaidah ini tidak dapat diubah, oleh siapapun dan lembaga apapun,
karena kaidah ini ditetapkan hanya sekali oleh pendiri negara (Nawiasky1948: 31 – 52;
Kelsen 1973: 127 – 135; 155 – 162; Notonagoro 1984: 57 – 70; 175 – 230; Soejadi 1999:
59 – 81).
2. Dengan mengakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental, dan bagi
negara Proklamasi 17 Agustus 1945 (baca: NKRI) ialah berwujud: Pembukaan UUD
Proklamasi 1945. Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan
mengamanatkan bahwa atas nama bangsa Indonesia kita menegakkan sistem
kenegaraan Pancasila – UUD 45. Asas demikian terpancar dalam nilai-niai fundamental
yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 45 sebagai kaidah filosofis-ideologis
Pancasila seutuhnya. Karenanya dengan jalan apapun, oleh lembaga apapun tidak dapat
diubah. Karena Pembukaan ditetapkan hanya 1 x oleh pendiri negara (the founding
fathers, PPKI) yang memiliki legalitas dan otoritas pertama dan tertinggi (sebagai
penyusun yang mengesahkan UUD negara dan lembaga-lembaga negara). Artinya,
mengubah Pembukaan dan atau dasar negara berarti mengubah negara; berarti pula
mengubah atau membubarkan negara Proklamasi (membentuk negara baru; mengkhianati
negara Proklamasi 17 Agustus 1945).
3. Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara di dalam Penjelasan UUD 45;
terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 (sebagai asas
kerokhanian negara dan Weltanschauung bangsa) terutama:
"4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah
negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemnusiaan yang
adil dan beradab.
Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
III.Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum
(Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis
(Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.
Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam
pasal-pasalnya."
Amanat moral ini wajib kita tegakkan sebagai pembudayaan nilai dasar negara
Pancasila dan UUD Proklamasi.
Jadi, kedudukan Pembukaan UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar negara
Pancasila; karenanya memiliki supremasi dan integritas filosofis-ideologis secara
konstitusional (terjabar dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 45).
Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan
mewujudkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai

9

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa
(nation state).
Tujuan Pendidikan dan Pembudayaan Nilai Dasar Negara Pancasila terpadu
dengan penghayatan UUD Proklamasi 45, adalah keniscayaan bagi pembinaan bangsa
dan watak bangsa (Nation and character building). Demi tegak-lestarinya NKRI sebagai
sistem kenegaraan Pancasila UUD-Proklamasi, maka tiap warganegara sebagai subyek
bhayangkari NKRI wajib menghayati, mengamalkan dan membudayakannya sebagai wujud
kesetiaan dan kebanggaan nasional. Dalam budaya bangsa negara beradab dan bermartabat,
proses demikian, generasi-demi-generasi (proses regenerasi bangsa) --- melalui Pendidikan
dan Pembudayaan Nilai Dasar Negara Pancasila --- bersifat imperatif.
B. Pembudayaan Sistem Ideologi Pancasila sebagai N-Sistem Nasional
Menegakkan filsafat Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional, secara
kebangsaan dan kenegaraan berwujud sistem kenegaraan Pancasila. Sebab, setiap sistem
kenegaraan dilandasi sistem filsafat dan atau sistem ideologi.
Kesadaran dan kebanggaan nasional suatu bangsa terpancar dalam asas kebangsaan
(nasionalisme); sebagai wujud kesadaran jatidiri bangsa (jatidiri nasional, identitas nasional)
yang ditegakkan dalam semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem kenegaraan
demikian berwujud dikembangkannya dan ditegakkannya berbagai sistem nasional sebagai
pengamalan dan pembudayaan dasar negara dan ideologi negara.
Pengembangan dan pembudayaan sistem nasional ini sebagai wujud kesadaran
nasional dan wawasan nasional; sekaligus sebagai fungsi dari asas imperatif konstitusional
sistem ideologi nasional. Sebaliknya, tidak dikembangkan dan dibudayakannya N-sistem
nasional adalah fenomena degradasi nasional yang bermuara: disintegrasi nasional; dan
keruntuhan sistem kenegaraannya.
Semua asas filosofis-ideologis demikian terjabar dalam UUD Proklamasi; karenanya
kewajiban semua lembaga negara dan kepemimpinan nasional untuk melaksanakan amanat
konstitusional dimaksud; terutama NKRI dengan identitas sebagai negara demokratis dan
negara hukum menegakkan HAM dengan asas dan praktek budaya dan moral politik yang
dijiwai moral filsafat Pancasila ---yang beridentitas theisme-religious---. Amanat
konstitusional ini secara kenegaraan terutama menegakkan moral Ketuhanan dan
kemanusiaan yang adil dan beradab; dalam NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat) demi
supremasi hukum dan keadilan serta keadilan sosial (oleh semua, untuk semua!).
Secara formal-struktural-kenegaraan asas normatif filosofis-ideologis Pancasila
dikembangkan (dijabarkan) dalam tatanan kenegaraan sebagai terlukis dalam skema berikut.
N-SISTEM NASIONAL
SISTEM HUKUM NASIONAL
SISTEM POLITIK

SISTEM EKONOMI

N E G A R A H U K U M
FILSAFAT HUKUM
FILSAFAT NEGARA
SOSIO-BUDAYA & FILSAFAT HIDUP
NUSANTARA (ALH-SDA) & BANGSA (SDM) INDONESIA

10

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

*) =

N = sejumlah sistem nasional, terutama:
1. Sistem filsafat Pancasila
2. Sistem ideologi Pancasila
3. Sistem Pendidikan Nasional (berdasarkan) Pancasila
4. Sistem hukum (berdasarkan) Pancasila
5. Sistem ekonomi Pancasila
6. Sistem politik Pancasila (= demokrasi Pancasila)
7. Sistem budaya Pancasila
8. Sistem Hankamnas, Hankamrata
(MNS, 1988)
skema 2

Secara fundamental: normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional skema di atas
melukiskan asas normatif: praktek budaya dan moral politik bangsa negara sebagaimana
tersurat dan tersirat dalam UUD Proklamasi (UUD 45). Pengamalan amanat dimaksud
terjabar dalam UUD 45, dan dikembangkan di dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998
tentang HAM, dan dilengkapi dengan Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM.
Juga dilengkapi pula dengan Tap MPR RI No. VI/MPR/2000 tentang Etika Kehidupan
Bernegara.
V. TANTANGAN
NASIONAL
:
GLOBALISASI-LIBERALISASI
DAN,
POSTMODERNISME
Dinamika millenium III dan postmodernisme yang paling dirasakan ialah dinamika
globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme yang menggoda dan melanda bangsa-bangsa,
sebagai tantangan aktual dan mendesak terutama bagi negara-negara berkembang.
Juga memperhatikan runtuhnya negara adidaya Unie Soviet pasca reformasi glassnost
dan perestroika; mereka (rakyat, warganegaranya) kehilangan kepercayaan kepada integritas
dan otoritas negara Unie Soviet sekaligus ideologi marxisme-komunisme-atheisme ---yang
telah dipraktekkan sejak 17 Oktober 1917, runtuh 1990---. Era reformasi Indonesia, Mei 1998
hampir satu dasawarsa bangsa dan NKRI hidup dalam krisis multidimensional yang tak
teratasi.
Reformasi yang ditandai dengan sikap elite politisi memuja kebebasan dan demokrasi
atas nama HAM. Fenomena sosial politik dan ekonomi bangsa nampak terlanda oleh praktek
budaya supremasi ideologi politik liberalisme-kapitalisme ---yang bergerak sebagai “proses
supremasi dan dominasi” ideologi neo-liberalisme yang berwatak: sekularisme-pragmatisme
dan neo-imperialisme!
Secara filosofis-ideologis dan politis bangsa dan negara RI sesungguhnya telah
terbawa a r u s dan dinamika globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme; tepatnya tergoda
dan terlanda oleh praktek budaya ideologi neo-liberalisme (perhatikan watak neo-liberalisme
dan neo-PKI dalam skema 3, terlampir).
Tantangan Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme
Menyelamatkan bangsa dan NKRI dari tantangan demikian (baca: keruntuhan
sebagaimana yang dialami Unie Soviet), maka bangsa Indonesia wajib meningkatkan
kewaspadaan nasional dan Ketahanan mental-ideologi Pancasila (sebagai essensi
Ketahanan Nasional). Visi-misi demikian terutama meningkatkan wawasan nasional
dan kepercayaan nasional (kepercayaan diri) dan kebanggaan nasional agar SDM
warga negara kita mampu mewaspadai tantangan : globalisasi-liberalisasi dan
postmodernisme !.

11

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

Kemampuan menghadapi tantangan yang amat mendasar dan akan melanda
kehidupan nasional --- sosial-ekonomi dan politik, bahkan mental dan moral bangsa --maka benteng terakhir yang diharapkan mampu bertahan ialah keyakinan nasional atas
kebenaran dan kebaikan (baca: keunggulan) dasar negara Pancasila baik sebagai
filsafat hidup bangsa (Weltanschauung), maupun sebagai dasar negara (ideologi negara,
ideologi nasional). Hanya dengan keyakinan nasional ini manusia Indonesia tegak-tegar
dengan keyakinannya yang benar dan terpercaya: bahwa sistem filsafat Pancasila
sebagai bagian dari filsafat Timur, mengandung dan memancarkan identitas dan
integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Maknanya, sistem
filsafat demikian secara filosofis-ideologis dan konstitusional berfungsi sebagai asas
kerokhanian Indonesia; jiwa dan kepribadian bangsa (jatidiri nasional); jiwa UUD
negara sekaligus sumber dari segala sumber hukum Indonesia.
Ajaran filsafat Pancasila terjabar dalam Pembukaan UUD 45 dan Batang Tubuh
seutuhnya; karenanya melaksanakan dasar negara Pancasila terutama dengan dilandasi
dan berpedoman UUD 45 (UUD Proklamasi) kita akan tegak-tegar, bahkan jaya
sentausa............insya Allah dunia dan akhirat.
Bandingkan dengan ajaran filsafat kapitalisme-liberalisme yang beridentitas
individualisme-materialisme-sekularisme-pragmatisme akan hampa spiritual religius
sebagaimana juga identitas ideologi marxisme-komunisme-atheisme! Kapitalismeliberalisme memuja kebebasan dan HAM demi kapitalisme (baca: materi, kekayaan
sumber daya alam yang dikuasai neoimperialisme): dalam praktek politik dan ekonomi
liberal!
1. Watak setiap ajaran filsafat dan ideologi dengan asas dogmatisme senantiasa merebut
supremasi dan dominasi atas berbagai ajaran filsafat dan ideologi yang dipandangnya
sebagai saingan. Ideologi kapitalisme-liberalisme yang dianut negara-negara Barat
sebenarnya telah merajai kehidupan berbagai bangsa dan negara: politik kolonialismeimperialisme. Karena itulah, ketika perang dunia II berakhir 1945, meskipun mereka
meraih kemenangan atas German dan Jepang, namun mereka kehilangan banyak
negara jajahan memproklamasikan kemerdekaan, termasuk Indonesia. Sejak itulah
penganut ideologi kapitalisme-liberalisme menetapkan strategi politik neoimperialisme untuk melestarikan penguasaan ekonomi dan sumber daya alam di
negara-negara yang telah mereka tinggalkan (disusun strategi rekayasa global, 1947).
2. Melalui berbagai organisasi dunia, mulai PBB, World Bank dan IMF sampai APEC
dipelopori Amerika Serikat mereka tetap sebagai kesatuan Sekutu dan Unie Eropa
dalam perjuangan merebut supremasi politik dan ekonomi dunia (neo-imperialisme).
3. Hampir semua negara berkembang yang kondisi ipteks, industri dan ekonomi amat
tergantung kepada negara maju (G-8) maka melalui bantuan modal pembangunan baik
bilateral maupun multilateral, seperti melalui IMF dan World Bank, termasuk IGGI
kemudian CGI semuanya mengandung strategi politik ekonomi negara Sekutu.
4. Melalui kesepakatan APEC, mereka menyebarkan doktrin ekonomi liberal, atas nama
ekonomi pasar ---tidak boleh ada proteksi demi peningkatan kemampuan dan
kemandirian---. Sementara potensi ekonomi berbagai negara berkembang tanpa
proteksi, tanpa daya saing yang memadai...... semuanya dilumpuhkan dan ditaklukkan.
Tercapailah politik supremasi ekonomi kapitalisme-liberalisme, neo-imperialisme.
5. Sejak dimulai perang dingin (sekitar 1950 – 1985) Sekutu telah menampilkan watak
untuk merebut supremasi ideologi dan dominasi politik internasional. Kondisi
perang dingin yang amat panjang meskipun menguras dana dan biaya perang
(angkatan perang dan persenjataan), namun juga dijadikan media propaganda bahwa
otoritas supremasi ideologi politik dan ekonomi tetap dimiliki Blok Barat.

12

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

Supremasi ideologi, politik dan ekonomi ini juga didukung oleh supremasi
ipteks .......sehingga banyak intelektual negara berkembang (baca: negara GNB) yang
belajar ipteks ke negara-negara blok Barat. Ternyata, intelektual hasil didikan Barat,
banyak membawa budaya dan moral ideologi politik neo-liberalisme --- langsung
maupun tak langsung mendorong berkembangnya neo-imperialisme --- di negaranegara berkembang, termasuk Indonesia.
6. Berakhirnya perang dingin, bukanlah kemenangan Sekutu (USA dan UE) atas ideologi
marxisme-komunisme-atheisme; melainkan sebagai dampak reformasi Unie Soviet
dengan gerakan glasnost dan perestroika yang dipelopori Michael Gorbachew.
Keruntuhan kubu dan benteng blok komunis negara adidaya Unie Soviet,
membuktikan bahwa ajaran marxisme-komunisme-atheisme tidak mampu bertahan
dalam abad XXI, karena bertentangan dengan kerohanian manusia (kepercayaan
theisme-religious); bahkan juga tidak sesuai dengan perkembangan asas dan teori
politik ekonomi modern !
7. Bandingkan, bagaimana perkembangan negara Rusia sebagai bangsa yang tidak lagi
menerapkan sistem komunisme; dengan NKRI yang menerapkan neo-liberalisme,
neo-kapitalisme … yang dapat runtuh kedalam cengkeraman neo-imperialisme, dan
atau neo-komunisme --- waspadalah : neo-PKI / KGB sedang bersiap mengomando
revolusi sosial, karena rakyat Indonesia makin tenggelam dalam kemiskinan dan krisis
multi-dimensional yang berkepanjangan !--Untuk meningkatkan kewaspadaan nasional, kita terutama elite reformasi wajib
merenungkan --- sebagai audit nasional atas neraca kepemimpinan reformasi --- dapat
dicermati, dihayati bagaimana tantangan mendesak dalam era reformasi, sebagai terlukis
dalam skema berikut.

13

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

Skema ini melukiskan bagaimana NKRI dalam dinamika : tergoda dan terlanda ideologi dunia : blok Barat dan Timur; yang sinergis dengan
tantangan dalam NKRI
INTEGRITAS NASIONAL DAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA

TAP – MPR *
NEO-IMPERIALISME
NEO-LIBERALISME
SEKULARISME-PRAGMATISME
DEMOKRASI LIBERAL,
INDIVIDUALISME – AN. HAM
KAPITALISME (MATERIALISME)

U

U

D

45

NEO-KOMUNISME, NEO-PKI, KGB
KEDAULATAN NEGARA (= ETATISME),
KOLEKTIVISME – INTERNASIONALISME
MARXISME – KOMUNISME – ATHEISME,
DIALEKTIKA–HISTORIS–MATERIALISME

P A N C A S I L A
ERA – REFORMASI
POSTMODERNISME
GLOBALISASI – LIBERALISASI

7.
6.
5.
4.
3.
2.
1.
*) =

UU NO. 27 TAHUN 1999 TENTANG KEAMANAN NEGARA (YANG DIREVISI):
TERUTAMA PASAL 107a – 107f. SEBAGAI JABARAN UUD 45 DAN TAP MPRS NO.
XXV/MPRS/1966 (KARENANYA DAPAT DITEGAKKAN SEBAGAIMANA MESTINYA).
TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 jo. Tap MPR RI No. I/MPR/2003, Pasal 2 dan 4
UUD Proklamasi 45 SEUTUHNYA ……. (PEMBUKAAN, PASAL 29 DAN
PENJELASAN )
NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA
DASAR NEGARA (IDEOLOGI NEGARA, IDEOLOGI NASIONAL) PANCASILA
FILSAFAT HIDUP (WELTANSCHAUUNG), JATIDIRI INDONESIA : PANCASILA
SOSIO – BUDAYA NUSANTARA INDONESIA

UUD 45 Amandemen, dengan kelembagaan negara (tinggi) : = Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY)

skema: 3
14

(MNS, 2007)
MNS–Lab. Pancasila UM-2008

VI. TANTANGAN NASIONAL (NKRI) DALAM ERA REFORMASI
Praktek dan budaya era reformasi (dalam NKRI) merupakan budaya neoliberalisme, yang memuja kebebasan (=liberalisme) atas nama demokrasi (demokrasi
liberal) dan HAM (HAM individualisme yang bersumber dari ajaran filsafat Hukum Alam
/ Natural Law, yang menjiwai dan melandasi ideologi Barat : liberalisme-kapitalisme).
Demikian pula praktek dan budaya ekonomi liberal yang bersumber dari ajaran
kapitalisme (individualisme, materialisme).
Praktek budaya demikian adalah bukti bahwa Pemerintahan era reformasi telah
tergoda dan terlanda ideologi-neo-liberalisme dan neo-kapitalisme; sebagai supremasi
neo-imperialisme.
Jadi, sesungguhnya bangsa dan NKRI dalam era reformasi bukanlah menikmati “
keterbukaan dan kebebasan ”, melainkan tenggelam dibawah otoritas dan supremasi
ideologi neo-liberalisme sebagai neo-imperialisme!
Pemerintahan dan kelembagaan negara era reformasi, bersama berbagai komponen
bangsa berkewajiban meningkatkan kewaspadaan nasional yang dapat mengancam
integritas nasional dan NKRI.
A. Praktek Budaya Neo-Liberalisme dalam Era Reformasi
Tantangan nasional yang mendasar dan mendesak untuk dihadapi dan dipikirkan
alternatif pemecahannya, terutama:
1. Amandemen UUD 45 yang sarat mengandung kontroversial; baik filosofis-ideolofis
bukan sebagai jabaran dasar negara Pancasila, juga secara konstitusional
amandemen mengandung sarat kontroversial dan konflik kelembagaan. Berdasarkan
analisis demikian berbagai kebijaksanaan negara dan strategi nasional, dan sudah
tentu program nasional mengalami distorsi nilai ---dari ajaran filsafat Pancasila,
menjadi praktek budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme--- terutama
demokrasi liberal dan ekonomi liberal.
2. Rakyat Indonesia mengalami degradasi wawasan nasional ---bahkan juga
degradasi kepercayaan atas keunggulan dasar negara Pancasila, sebagai sistem
ideologi nasional---. Karenanya, elite reformasi mulai pusat sampai daerah
mempraktekkan budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme (praktek
demokrasi liberal, multi partai dengan praktek sistem parlementer; bahkan juga
budaya negara federal; dan ekonomi liberal). Jadi, rakyat dan bangsa Indonesia
mengalami erosi jatidiri nasional dan ideologi nasional !
3. Elite reformasi dan kepemimpinan nasional, hanya mempraktekkan budaya
demokrasi liberal atas nama HAM; yang aktual dalam tatanan dan fungsi
pemerintahan negara (suprastruktur dan infrastruktur sosial politik) berwujud :
praktek budaya oligarchy, plutocrachy.......bahkan sebagian rakyat mengembangkan
budaya anarchisme !--- terutama dalam berbagai Pilkada yang bermuara konflik
horisontal ---.
4. Otonomi daerah sekarang cenderung mempraktekkan budaya negara federal; mulai
otoritas Pemda yang makin liberal, sampai penguasaan kekayaan daerah (PAD) yang
cenderung bersifat kapitalisme. Artinya, hak-hak rakyat warganegara di daerah itu
terlupakan --- kekayaan daerah hanya dinikmati oleh elite Pemda --- bersama elite
partai.
Praktek Otoda yang cenderung mengejar peningkatan PAD, namun bukan untuk
kesejahteraan rakyat, melainkan lebih untuk kepentingan elite dan pejabat. Praktek
otoda cenderung menjadi budaya negara federal, mungkin lebih federal dari sistem di

15

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

5.

6.

7.

8.

9.

Negara aselinya. Perhatikan syarat calon : putera daerah aseli, PNS lokal sulit pindah
antar kabupaten/kota.
Pelaksanaan Pilkada
Pilkada sebagai praktek demokrasi liberal, juga menghasilkan otoda dalam budaya
politik federalisme, dilaksanakan: dengan biaya amat mahal + social cost juga mahal,
dilengkapi dengan konflik horisontal sampai anarchisme. Pilkada dengan praktek
demokrasi liberal, menghasilkan budaya demokrasi semu (demokrasi palsu).
Bagaimana tidak semu ; bila peserta pilkada 3 – 5 paket calon; terpilih dengan
jumlah suara sekitar 40%, 35%, 25%. Biasanya, yang terbanyak 40% ini
dianggap terpilih sebagai mayoritas. Padahal norma mayoritas di negara
demokrasi umumnya dengan norma 51%. (Pilkada menetapkan norma = 31 %! )
Sebaliknya, bila diadakan putaran kedua, akan sangat mahal !. Inilah demokrasi
liberal yang lebih liberal dari yang berlaku di negara asalnya
Negara demokrasi modern ditegakkan dengan asas : Majority ruler, minority rights
dalam makna : Mayoritas memerintah, dengan kewajiban mengayomi minoritas !.
Bandingkan bagaimana : Kehidupan multi partai dalam NKRI
Sudah amat banyak partai politik supaya rakyat rukun bersatu, masih terjadi konflik
internal. Bila parpol kita hargai sebagai upaya persatuan dan kesatuan warga
masyarakat; atas nama demokrasi dan HAM kita juga menghargai hak individu atas
nama golongan independen untuk tampil dalam pemilu ? Apakah ini budaya
individualisme ?
NKRI sebagai negara hukum, dalam praktek justru menjadi negara yang tidak
menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Pancasila – UUD 45. Praktek dan
“budaya” korupsi makin menggunung, mulai tingkat pusat sampai di berbagai daerah:
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kekayaan negara dan kekayaan PAD bukan
dimanfaatkan demi kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat, melainkan dinikmati oleh
elite reformasi. Demikian pula NKRI sebagai negara hukum, keadilan dan
supremasi hukum; termasuk HAM belum dapat ditegakkan sebagaimana harapan kita
semua !.
Ekonomi nasional dalam NKRI menerapkan ekonomi liberal, sebagaimana terbukti
dalam praktek budaya ekonomi era reformasi. Perlu direnungkan bagaimana dampak
ekonomi liberal yang dilaksanakan dengan Perpres No. 76 dan 77 th. 2007 tentang
PMDN dan PMA yang Terbuka dan Tertutup; yang bermuara neo-imperialisme!
(silahkan cermati dan hayati !)
Tokoh-tokoh nasional, baik dari infrastruktur (orsospol), maupun dalam
suprastruktur (lembaga legislatif dan eksekutif) hanya berkompetisi untuk merebut
jabatan dan kepemimpinan yang menjanjikan (melalui pemilu dan pilkada). Berbagai
rekayasa sosial politik diciptakan, mulai pemekaran daerah sampai usul
amandemen UUD 45 tahap V, sekedar untuk mendapatkan legalitas dan otoritas
kepemimpinan demi kekuasaan. Sementara kondisi nasional rakyat Indonesia,
dengan angka kemiskinan dan pengangguran yang tetap menggunung belum ada
konsepsi alternatif strategis pemecahannya; dilengkapi dengan krisis BBM dan
tenaga listrik. Kondisi demikian dapat melahirkan konflik horisontal dan vertikal,
bahkan anarchisme sebagai fenomena sosio-ekonomi-psikologis rakyat dalam wujud
stress massal.
Pemujaan demokrasi liberal atas nama kebebasan dan HAM telah mendorong
bangkitnya primordialisme kesukuan dan kedaerahan. Mulai praktek otoda dengan
budaya negara federal sampai semangat separatisme. Fenomena ini membuktikan

16

MNS–Lab. Pancasila UM-2008

degradasi nasional telah makin parah dan mengancam integritas mental ideologi
Pancasila, integritas nasional dan integritas NKRI.
10. Pemujaan kebebasan (neo-liberalisme) atas nama demokrasi dan HAM juga telah
membangkitkan partai terlarang PKI. Mulai gerakan “pelurusan sejarah” ---terutama
G.30S/PKI--- sampai bangkitnya neo-PKI sebagai KGB melalui PRD dan Papernas.
Mereka semua melangkahi (baca: melecehkan Pancasila – UUD 45) dan ramburambu (= asas-asas konstitusional) yang telah berlaku sejak 1966, terutama :
a. Bahwa filsafat dan ideologi Pancasila memancarkan integritas sebagai sistem
filsafat dan ideologi theisme-religius. Artinya, warga negara RI senantiasa
menegakkan moral dan budaya politik yang adil dan beradab yang dijiwai
moral Pancasila yang menghadapi separatisme ideologi: marxisme-komunismeatheisme.
b. UUD Proklamasi seutuhnya memancarkan nilai dasar negara Pancasila : dalam
Pembukaan, Batang Tubuh (hayati: Pasal 29) dan Penjelasan UUD 45.
c. Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan dikukuhkan Tap MPR RI No.
I/MPR/2003 Pasal 2 dan Pasal 4.
d. Tap MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa; dan
e. Undang Undang No. 27 tahun 1999 tentang Keamanan Negara ( yang
direvisi, terutama Pasal 107 a – 107 f ).
(Perhatikan : Tantangan ideologis dan politik dalam skema 4 ).
Bila NKRI sebagai negara Pancasila dan negara hukum membiarkan/tidak
menindak gerakan separatisme ideologi dari kaum marxisme-komunisme-atheisme (neoPKI, KGB, PRD, Papernas) berarti:
a. Membiarkan identitas dan integritas sistem kenegaraan Pancasila – UUD 45
dilecehkan; dan atau dilangkahi yang bermuara : diruntuhkan..........!
b. Membiarkan berbagai komponen rakyat bangkit membendung mereka; seperti: HMI,
FPI, PMII dan berbagai organisasi keagamaan..... bermakna negara memberi kebebasan
konflik horisontal dan anarchisme dalam NKRI !
Mutlak diperlukan kebijaksanaan negara dan strategi nasional menghadapi
tantangan dimaksud, terutama dengan :
B. Kebijaksanaan Negara, Strategi dan Program Nasional
Memperhatikan tantangan dimaksud dan multi krisis nasional maka dipandang
mendesak untuk menetapkan kebijaksanaan negara ---oleh kelembagaan negara yang
berwenang : MPR – Presiden – DPR – DPD – MA dan MK--- secara sinergis dan
mufakat; dan fungsional.
1. Kebijaksanaan negara dimaksud, terutama memprioritaskan:
a. Menegakkan budaya dan moral politik nasional berdasarkan filsafat dan
ideologi negara Pancasila sebagaimana diama