Hinamatsuri Tango No Sekku Dan Shichigos

HINAMATSURI, TANGO NO SEKKU DAN SHICHIGOSAN
SEBAGAI BENTUK UNGKAPAN KASIH SAYANG ORANG TUA
KEPADA ANAK-ANAK DI JEPANG1

Oleh : Rima Devi, S.S.
1. Pendahuluan
Anak-anak adalah penerus dari generasi pada setiap bangsa manapun di dunia.
Kepada anak-anak dititipkan harapan dan cita-cita orang tua agar anak-anak bisa
meneruskan apa yang sudah dirintis oleh orang tua mereka. Agar anak-anak tersebut kelak
bisa menjadi penerus sesuai dengan harapan orang tua, biasanya orang tua mendidik anakanaknya untuk siap menghadapi tantangan di masa depan. Banyak cara yang dilakukan
oleh orang tua dalam mempersiapkan anak-anak mereka untuk mencapai masa depan
sesuai dengan yang diharapkan. Pada zaman sekarang ini hampir di seluruh dunia, anakanak dididik melalui pendidikan sekolah yang bersifat formal dan informal. Selain itu
anak-anak juga dibekali dengan ketrampilan-ketrampilan yang nantinya bermanfaat untuk
si anak itu sendiri.
Sejak zaman dahulu, orang tua sudah melakukan pentransferan ilmu dan
pengetahuan kepada anak-anaknya sebagai bekal dikemudian hari. Diketahui bahwa orang
tua zaman dahulu di negara China, selain membekali anak-anak mereka dengan ilmu
pengetahuan dan ketrampilan, mereka juga melakukan ritual atau upacara-upacara untuk
keselamatan anak-anak mereka kepada para dewa yang mereka yakini. Kebiasaan
mendoakan keselamatan anak-anak ini kepada para dewa sudah berlangsung sejak zaman
kerajaan China kuno.

Pada zaman dahulu Jepang sebagai negara yang banyak meniru China dalam
kebudayaannya juga meniru kebiasaan masyarakat China dalam mendoakan keselamatan,
kebaikan, kesehatan dan kesejahteraan anak-anaknya kepada para dewa. Ada bermacammacam ritual bangsa China kuno yang di bawa ke Jepang dan dikembangkan di Jepang
sendiri dan menjadi satu kebiasaan baru khas bangsa Jepang dan tidak dikenal di negara
China. Terkait dengan ritual untuk anak-anak, sejak zaman edo

( 1603-1868 ), ritual

tersebut tidak dijadikan ritual keagamaan saja tetapi dijadikan sebagai perayaan atau
1

Dipublikasikan dalam jurnal: Sarunai, edisi Etnisitas Nusantara dan Kekayaan Kultural
Bangsa, ISSN 1829-8249 Vol II No. 006/ September 2007

1

festival tahunan yang diperuntukkan bagi anak-anak. Ritual tersebut dapat dimaknai
sebagai ungkapan kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya. Berbagai macam festival
yang terkait dengan anak-anak tersebut akan dijelaskan dalam pembahasan.


2. Pembahasan
Sejak zaman dahulu bangsa Jepang mengadopsi kebudayaan-kebudayaan China
mulai dari agama, cara berpakaian, cara makan, tulisan-tulisan dan sebagainya. Setelah
semua budaya tersebut di tiba di Jepang, bangsa Jepang memodifikasinya sesuai dengan
kebutuhan bangsa Jepang itu sendiri sehingga lahir kebudayaan baru yang berbeda sama
sekali dengan kebudayaan China dan kebudayaan tersebut mempunyai ciri khas tersendiri.
Salah satu budaya China yang juga sampai ke Jepang adalah kebiasaan mendoakan
keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan anak-anak kepada para Dewa. Di Jepang sendiri
kebiasaan ini dimulai sejak zaman edo

( 1603-1868 ). Selain dalam bentuk ritual juga

dilakukan perayaan atau festival agar anak-anak bergembira. Sampai sekarang festival
untuk anak-anak di Jepang masih diselenggarakan. Setiap tahun ada 3 perayaan untuk
anak-anak yang masih dilakukan di Jepang. Festival tersebut adalah, tango no sekku,
hinamatsuri dan shichi go san. Berikut ini akan dijelaskan satu persatu mengenai perayaan
tersebut.

2.1. Hinamatsuri
Hinamatsuri atau Hina no sekkku ( festival boneka) atau Momo no Sekku ( festival

persik ) adalah festival boneka yang dirayakan pada tanggal 3 Maret setiap tahunnya. Hina
dalam bahasa Jepang kuno bermakna boneka sedangkan matsuri bermakna festival atau
perayaan. Perayaan ini bertujuan untuk mendoakan kebahagiaan dan kesehatan anak
perempuan pada masa depannya nanti. Sehingga perayaan ini disebut juga perayaan untuk
anak perempuan.
Hinamatsuri disebut juga dengan momo no sekku. Momo adalah persik yang
melambangkan keberanian dan kecantikan. Bunga persik adalah lambang dari kebahagiaan
dalam pernikahan dan rangkaian bunga persik berarti ciri dari feminim, kelembutan,
kesabaran, dan ketenangan. Sekku dalam bahasa Jepang kuno bermakna festival. Tanggal 3
Maret penanggalan yang berdasarkan peredaran bulan adalah waktu berbuahnya pohon
persik sehingga perayaan ini disebut juga dengan momo no sekku. Walaupun pada

2

kenyataannya sekarang ini festival boneka dilaksanakan pada tanggal 3 Maret berdasarkan
kalender dengan penanggalan sesuai peredaran matahari.
Pada perayaan ini disetiap rumah yang ada anak perempuannya akan memajang
boneka yang disebut Hinaningyou yang terdiri dari raja, ratu dan pelayan-pelayannya.
Boneka-boneka tersebut biasanya dipajang pada pajangan yang berbentuk altar yang
bertingkat-tingkat. Tingkatnya biasa berjumlah lima atau tujuh. Altar ini diberi alas dengan

karpet berwarna merah. Altar ini akan diletakkan di ruangan yang terbaik dalam rumah.
Setiap tingkat dari altar ini mempunyai aturan penyusunan tersendiri.
Berikut ini adalah susunan boneka pada altar, dimulai dari tingkat paling atas ke tingkat
paling bawah.
1. Obina ( raja ) dan Mebina ( ratu ).
2. Sannin-kanjou ( tiga orang pelayan tamu ) yang berperan sebagai pembawa
sake, yang terdiri dari,
a. Nagae no choushi
b. Sanpou
c. Kuwae no choushi
3. Gonin-bayashi yaitu lima boneka yang berperan sebagai pemusik yang
masing-masing membawa alat musik dan dinamai sesuai dengan alat musik
yang dipegang yaitu,
a. Taiko
b. Ookawa
c. Kozutsumi
d. Fue
e. Utaikata
4. Zuishiin yaitu dua orang mentri yang masing-masing bernama Udaijin ( mentri
bagian kanan ) dan Sadaijin ( mentri bagian kiri ).

5. Ukon no tachibana yaitu pohon jeruk mandarin ( pada zaman kerajaan Jepang
kuno pohon jeruk mandarin ini selalu ditanam pada bagian kanan ) dan Sakon
no sakura yaitu pohon sakura ( pada zaman kerjaan Jepang kuno pohon sakura
ini selalu ditanam disebelah kiri. Sehingga susunan pohon pada altar juga

3

disesuaikan dengan posisi yang sebenarnya ditanam pada zaman dahulu.
Tetapi sejak festival ini disebut sebagai momo no sekku ( festival persik )
pohon sakura diganti dengan pohon persik ).
6. Pernak-pernik lain yang berhubungan dengan festival

Boneka-boneka ini sekurang-kurangnya berjumlah 15 buah dan memakai pakaian
tradisional tradisional Jepang yang dipakai oleh bangsawan-bangsawan Jepang pada zaman
Heian ( 794-1192 ). Pakaian yang dikenakan oleh obina ( raja ) disebut dengan juuni-hitoe
yaitu pakaian upacara yang terdiri dari dua belas lapis jubah. Boneka-boneka ini juga
dilengkapi dengan peralatan rumah tangga berukuran kecil dan sangat indah yang akan
digunakan untuk menaruh makanan persembahan untuk hinaningyou ( boneka ).
Kebiasaan memajang hinaningyou di rumah-rumah dimulai sejak zaman Edo
( 1603-1868 ). Boneka yang dipajang bukanlah boneka yang biasa dijadikan mainan

sehari-hari oleh anak perempuan Jepang. Boneka ini adalah boneka khusus yang dipajang
beberapa hari sebelum perayaan. Boneka ini adalah warisan keluarga turun-temurun.
Boneka-boneka tersebut harganya sangat mahal. Sehingga bila lahir anak perempuan,
maka keluarga yang mampu akan membeli boneka yang baru sebagai perayaan
hinamatsuri yang pertama ( hatsu-zekku ) bagi anak perempuannya. Karib kerabat sering
pula memberikan boneka ini sebagai hadiah kepada anak perempuan. Pada zaman sekarang
karena masyarakat Jepang tinggal pada rumah-rumah kecil dan dihuni oleh keluarga inti
saja, maka boneka yang dipajang hanya terdiri dari odairi-sama ( pangeran ) dan ohinasama ( putri ) saja
Anak perempuan pada waktu perayaan hinamatsuri memakai pakaian tradisional.
Orang tua juga mengizinkan anak-anak perempuannya berdandan dan memakai make up
seperti orang dewasa. Mereka juga diperbolehkan mengundang teman-teman sebayanya
datang ke rumah untuk dijamu dengan minuman khusus yang disebut dengan shirozake
yaitu anggur yang agak manis. Shirozake ini adalah anggur tanpa alkohol dan terbuat dari
beras. Selain minuman juga ada makanan khusus yang berupa kue-kue kecil yang disebut
dengan hishimochi yaitu makanan yang dipotong berbetuk segitiga berlian yang terbuat
dari beras dan terdiri dari tiga warna yaitu warna merah atau merah muda yang bermakna
untuk mengusir roh jahat, warna putih sebagai lambang kesucian dan warna hijau sebagai
lambang kesehatan. Selain itu juga dihidangkan makanan yang disebut dengan chirashi-

4


zushi dan sakura mochi yaitu selai kacang yang dimasukkan ke dalam kue beras dengan
daun buah ceri serta hina-arare yaitu kue beras berbentuk kubus. Ada juga persembahan
khusus bagi hinanigyou. Persembahan untuk boneka ini disajikan dalam piring-piring kecil
yang berbentuk dan berdisain cantik.
Hinaningyou dipajang di rumah-rumah keluarga Jepang hanya dua atau tiga hari
saja. Ada kepercayaan dalam masyarakat Jepang yaitu bila festival sudah berakhir maka
boneka-boneka tersebut harus langsung disimpan. Bila hal ini tidak dilakukan segera maka
anak perempuan yang ada di dalam keluarga tersebut akan sulit mendapatkan jodoh.
Pada zaman dulu boneka untuk hinamatsuri ini ada yang dibuat dari kertas.
Setelah perayaan berakhir, boneka-boneka tersebut dihanyutkan ke sungai. Masyarakat
Jepang percaya bahwa roh-roh jahat dan kesialan dalam diri anak perempuannya pindah ke
dalam boneka dan bila boneka tersebut sudah dihanyutkan ke sungai maka kesialankesialan dalam diri anak perempuan itu juga terbawa hanyut. Menghanyutkan boneka ke
sungai itu disebut dengan hina-okuri atau nagashi-bina.
Selain dihanyutkan juga ada tradisi membakar boneka-boneka pajangan setelah
waktu perayaan hinamatsuri berakhir. Tujuannya juga sama agar roh-roh jahat dan kesialan
dalam diri anak perempuan yang sudah pindah ke dalam tubuh boneka terbakar bersama
boneka-boneka tersebut.
Pada zaman sekarang boneka-boneka ( hinaningyou ) tidak dihanyutkan lagi. Bila
perayaan sudah berakhir maka boneka tersebut langsung disimpan untuk dikeluarkan pada

perayaan tahun berikutnya. Pada beberapa daerah masih ditemui keluarga yang
menghanyutkan ohina ke sungai pada malam tanggal 3 Maret.

2.2. Tango no sekku
Tango no sekku adalah festival untuk anak laki-laki yang dirayakan setiap tahunnya
pada tanggal 5 Mei. Pada tanggal 5 Mei ini di ruangan terbuka dipasang umbul-umbul
yang terbuat dari kain atau kertas yang berbentuk ikan koi ( ikan mas ) dan biasanya juga
dipasang pita-pita. Pemasangan umbul-umbul ikan koi ini disebut dengan koinobori. Koi
adalah ikan yang kuat yang suka menentang arus berlawanan dari bawah air terjun
sehingga dijadikan simbol kekuatan anak laki-laki. Seperti ikan koi yang suka menentang
arus air terjun, maka diharapkan anak laki-laki itu nantinya tumbuh besar dan sehat. Pada
rumah-rumah yang terpasang koinobori biasanya di rumah tersebut ada anak laki-laki dan

5

keluarga tersebut berharap dengan memasang koinobori Dewa melindungi anak mereka.
Pemasangan koinobori ini juga bisa dianggap sebagai doa orang tua untuk keselamatan
anak laki-lakinya.
Pada awalnya koinobori atau umbul-umbul ikan koi dibuat dari kertas atau kain dan
kemudian dilukis dengan tangan. Sesuai dengan kemajuan tekonologi, lama kelamaan

bahan dasar untuk membuat koinobori digunakan kertas minyak dan benang yang tidak
mudah putus. Sekarang koinobori dibuat dari nilon. Dan kebiasaan membuat koinobori
dari nilon dimulai pada tahun 1957. Pada zaman itu warna koinobori hanya dua macam
saja yaitu hitam dan merah. Pada zaman sekarang sudah berubah menjadi satu set
koinobori dengan warna magoi (hitam), higoi (merah), aoi (biru) yang dilenakapi pita
yang disebut fukinagashi.
Koi yang paling besar berwarna hitam yang diibaratkan ayah yang tegar dan kuat. Koi
yang berwarna merah merupakan lambang dari musim panas dan api. Api melahirkan
makhluk hidup dan juga merupakan simbol dari kepandaian. Koi yang berwarna biru
adalah lambang dari musim semi dan pohon. Saat musim semi makhluk hidup terbangun
dan menjadi aktif. Pohon- pohon yang tumbuh juga melambangkan anak yang tumbuh dan
dilambangkan dengan koi berwarna biru. Tiga ekor koi menjadi simbol perdamaian,
kehidupan, kecerdasan dan pertumbuhan, atau menjadi simbol keluarga yang sejahtera.
Pada perayaan ini juga keluarga-keluarga di Jepang membuat layang-layang. Pada
layang-layang tersebut dituliskan nama anak laki-laki mereka. Kemudian layang-layang
tersebut diberikan kepada anak-anak muda yang tinggal di sekitar rumah mereka.
Selain itu di dalam rumah juga di pajang boneka yang disebut dengan mushaningyou.
Boneka ini dilengkapi dengan miniatur helm, baju dari baja, pedang, panah dan busur. Ada
juga keluarga di Jepang memajang boneka yang disebut dengan kintaro. Kintaro
mengendarai ikan koi dan memakai helm yang disebut dengan kabuto. Kintaro adalah

nama anak dari Sakata no Kintoki yang menjadi pahlawan pada zaman Heian dan adalah
bawahan dari Minamoto no Raikou yang sangat terkenal akan kekuatannya pada masa
anak-anak. Kintaro dan Kabuto adalah dua simbol yang melambangkan kekuatan dan
kesehatan.
Tanggal 5 Mei juga bertepatan dengan mekarnya bunga iris sehingga tanggal 5 disebut
juga dengan shoubu no sekku atau festival bunga iris. Pada hari itu di tempat pemandian
atau ofuro ditebarkan daun bunga iris dan bila anak laki-laki dimasukkan ke dalam ofuro

6

yang sudah ditaburi daun bunga iris maka anak laki-laki tersebut akan tumbuh menjadi
kuat. Kemudian pada bagian tepi dari atap rumah ditebarkan daun bunga iris dan daun
tumbuhan yomogi (sejenis rumput untuk obat ). Aroma dari tumbuhan obat yang cukup
kuat dapat mengusir roh-roh jahat. Tradisi ini masih dilakukan sampai sekarang.
Pada festival tango no sekku ini juga dibuat makanan khusus yaitu kue mochi yang
terbuat dari beras. Mochi ini kemudian dibungkus dengan daun pohon ek yang disebut
dengan kashiwa sehingga nama kue mochi ini disebut kashiwamochi .
Pada zaman sekarang ini dari bulan April sampai Mei di seluruh Jepang sudah terlihat
ubul-umbul koinobori. Memasuki festival tango no sekku maka setiap rumah akan
memasang koinobori di depan rumahnya. Pada bagian atas dari koinobori ditulis lambang

atau nama keluarga yang memasang koinobori tersebut. Keluarga yang tinggal di
apartemen memasang koinobori di balkon-balkon. Sementara di pedesaan masih dipasang
di halaman rumah dan ini menjadi satu festival yang besar dan sangat meriah. Banyaknya
koinobori yang dipasang diluar rumah-rumah orang Jepang juga menjadi pertanda
bergantinya musim dari musim dingin ke musim semi.
Umbul-umbul dan orang-orangan pada saat ini tidak dipakai untuk menakut-nakuti
serangga lagi tapi untuk mengingatkan anak laki-laki dalam keluarga agar bersikap jantan.
Masyarakat Jepang juga masih percaya bahwa dengan mengadakan festival ini dapat
menghidarkan diri dari pengaruh roh jahat.

2.3. Shichi go san
Shichi go san berarti tujuh lima tiga yaitu anak perempuan berumur tiga dan tujuh
tahun serta anak laki-laki berumur tiga dan lima tahun pergi ke kuil merayakan shichi go
san dan berdoa untuk kesehatan dan pertumbuhan yang baik, terhindar dari kesialan dan
roh jahat. Angka tiga lima dan tujuh dianggap sebagai angka keberuntungan. Ritual ini
dilaksanakan pada tanggal 15 November dan bukan hari libur nasional. Tanggal 15
November dipilih karena pada tanggal tersebut adalah hari yang paling baik berdasarkan
kalender Jepang.
Pada waktu perayaan shichi go san orang tua dan anak mereka datang ke kuil
mengenakan kimono atau pakaian mereka yang terbagus. Anak perempuan ada yang
datang dengan mengenakan kimono dan ada juga yang mengenakan baju ala Eropa.

7

Sedang anak laki-laki memakai jaket ( haori ) dan pakaian tradisional untuk laki-laki
( hakama ).
Kuil yang sering dikunjungi adalah kuil Hie di Tokyo. Lebih dari 2000 keluarga
mendatangi kuil tersebut untuk merayakan shichi go san. Pada saat itu orang tua sangat
bangga akan keturunannya dan mereka sering berfoto bersama di kuil. Bunga-bunga juga
dijadikan latar foto. Dikuil diadakan permainan untuk anak-anak dan dijual berbagai
macam mainan dan makanan untuk anak-anak.
Kemudian setelah selesai berdoa di kuil orang tua memberikan chitose-ame kepada
anak-anaknya.

Chitose-ame adalah permen yang berbentuk bulat dan panjang yang

dibungkus dengan kertas putih dan merah bergambar cemara, bambu, palm, kura-kura dan
burung bangau. Bila permen ini dipotong-potong maka bentuk dan disainnya selalu sama.
Gambar-gambar yang ada pada bungkus permen ini melambangkan panjang umur.
Chitose-ame berarti permen ribuan tahun dan berarti hidup selama bertahun-tahun.
Perayaan shichi go san dimulai pada zaman Edo ( 1603-1868 ) ketika rakyat jelata
pergi ke kuil untuk minta didoakan kepada pendeta. Dan kebiasaan shich ig osan ini terus
berkembang sampai zaman Meiji ( 1868-1912 ).
Shichi g osan sebenarnya adalah gabungan dari tiga festival dari zaman samurai. Pada
umur tiga tahun anak perempuan dan anak laki-laki tidak dipotong lagi rambutnya dan
mereka diizinkan untuk memanjangkan rambut. Ketika akan mengunjungi kuil, anak lakilaki pada usia 5 tahun untuk pertama kali dibolehkan memakai hakama ( pakaian
tradisional Jepang untuk laki-laki ), dan anak perempuan umur tujuh tahun untuk pertama
kali boleh melepaskan tali yang mengikat kimononya dan pertama kali memakai obi ( tali
pengikat kimono dan sekaligus menjadi hiasan dipunggung pada waktu pakai kimono ).
Zaman sekarang ada keluarga yang merayakan shichi go san dengan pesta yang sangat
meriah seperti pesta kawin dan rela menghabiskan ribuan yen untuk menyenangkan hati
anak-anak meraka.

3. Kesimpulan
Setiap tahun di Jepang masih diselenggarakan tiga perayaan untuk anak-anak di
Jepang seperti disebut di atas yaitu Hinamatsuri, Tango no Sekku dan Shichi go san. Dari
ketiga perayaan tersebut hanya Tango no Sekku yang dijadikan hari libur nasional Jepang
dan sekaligus pada hari tersebut sejak tahun 1948 dijadikan hari anak. Dari kegiatan yang

8

dilakukan oleh masyarakat Jepang dalam rangka mendoakan keselamatan dan untuk
kegembiraan anak-anak mereka dapat kita simpulkan bahwa perayaan-perayaan tersebut
adalah ungkapan kasih sayang orang tua di Jepang kepada anak-anak mereka agar anakanak dapat tumbuh sehat dan bila besar kelak selamat dan sejahtera dalam hidupnya
sehingga dapat menjadi orang yang berguna.

4. Daftar Pustaka

___________________Fujingaho no.1232 edisi maret 2006, Hachette Fujingaho, Japan
___________________Furi Hyakka Jiten Wikipedia
Itasaka, Gen, Seki, Masaaki, ( 2003 ) Nihon o Shiru –sono kurashi 365nichi Surie Network,
Tokyo, Japan
Matsuura, Kenji ( 1994 ). Kamus Bahasa Jepang Indonesia. Kyoto Zangyo University
Press. Kyoto.
Japanese.about.com
Japan-guide.com
Shingon.org
http://en.wikipedia.org/wiki/Shichi-Go-San
http://www.coara.or.jp/~mieko/sekkuj.htm
http://greggman.com/japan/matsuri/matsuri.htm%7Clang=japanese%7C?q
http://joypoptv.com/mikoshi/matsuri.htm
http://web-jpn.org/museum/others/festival/festival_01.html
http://aurachan.faithweb.com/hinamatsuri.html
http://web.mit.edu/jpnet/holidays/Mar/hinamaturi.shtml
http://www.janmstore.com/hinamatsuri.html
http://www.coara.or.jp/~mieko/hinadan.htm
http://www.sushiandtofu.com/sushi_and_tofu/features_hinamatsuri.htm
http://www.answers.com/topic/hinamatsuri
http://sekichiku.freehosting.net/j_hinamatsuri.htm
http://www.answers.com/topic/edo-period
http://farstrider.net/Japan/Festivals/HinaMatsuri/index.htm
http://web-jpn.org/kidsweb/calendar/march/hinamatsuri.html
http://www.ginkoya.com/pages/girlsday.html
http://www.watanabesato.co.jp/jpculture/hinamatsuri/hina.html
http://www.clas.ufl.edu/users/jshoaf/Jdolls/hina.htm
http://www.answers.com/topic/holidays-of-japan
http://www.answers.com/topic/arare
http://www.answers.com/topic/amazake
http://www.tjf.or.jp/deai/contents/teacher/mini_en/html/hinamatsuri_j.html
http://www.bunsugi.ed.jp/pasodou/gyoji/hinamaturi.htm
http://www.dohi-doll.co.jp/3gatu.htm
http://everything2.com/index.pl?node=Heian%20era
http://www.bridgewater.edu/~dhuffman/soc306/sp04grp03/tango_no_sekku.htm
http://www.city.hitachi.ibaraki.jp/upload/freepage/shikatsu/hyotanhp/2004_may/sekku/tangonosekku.htm

9

http://www.answers.com/topic/kodomo-no-hi
http://www.rotary-no-tomo.jp/eng/j_culture/the_children_day.html
http://www.watanabesato.co.jp/jpculture/gogatsu/gogatsu.html
http://markun.cs.shinshu-u.ac.jp/japan/f_custom/tango.html
http://www.jpn-miyabi.com/Vol.21/sekku-e.html
http://www.answers.com/topic/shichi-go-san
http://www.answers.com/topic/shichi-go-san

10