91676024 Peran Pendidikan Dalam Mengatasi Masalah Kesehatan Remaja

Peran Pendidikan dalam Mengatasi Masalah Kesehatan Remaja

Objektif:
Memahami permasalahan pada remaja serta upaya 1. penanganannya.
Mengetahui upaya yang dilakukan Departemen Pendidikan 2. Nasional dalam mengatasi
permasalahan remaja.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisten
Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mecapai tujuan pendidikan tersebut
diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yang antara lain diwujudkan
dengan menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat bagi para peserta didik baik yang
tertampung dalam sistem pendidikan formal maupun yang mengikuti jalur pendidikan non
formal.
1. Dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat, kita perlu memetakan
masalah-masalah kesehatan yang terjadi pada remaja dan lingkungan sekolah, antara

lain diketahui sebagai berikut:
2. Total jumlah kasus penyalahgunaan narkoba siswa SMP dan SMA sampai dengan
tahun 2008 tercatat 110.627 kasus , sementara di tahun 2007 tercatat 110.970 dan
tahun 2006 sebanyak 73.253
3. Berdasarkan usia: pada usia kurang dari 26 tahun terjadi kasus penyalahgunaan
narkoba sebanyak = 104 kasus, usia antara 16 s.d. 19 tahun = 2.361, 20 sampai 24
tahun = 33.020, 25 sampai 29 tahun =33.699, dan lebih dari 29 tahun sebanyak
=14.859 kasus.
4. Di Indonesia, mayoritas kasus HIV pada generasi muda antara 20 s.d 29 tahun.
5. Setiap tahun di dunia ini kira-kira 15 juta remaja berusia 15 – 19 tahun melahirkan, 4
juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi Penyakit Menular Seksual yang
bisa disembuhkan. Perkiraan terakhir, setiap hari ada 7.000 remaja terinfeksi HIV.
6. Masalah kesehatan sekolah seperti masalah kesehatan gigi, nutrisi yang tidak
seimbang, masalah kecacingan, kebersihan lingkungan sekolah yang tidak terjaga dan
lain sebagainya.
7. Ancaman dan tantangan yang menanti fase kehidupan remaja antara lain narkoba,
kenakalan remaja, free sex, gaya hidup konsumtif.

8. Sekitar 50 persen remaja usia 15 tahun, dan masih duduk di tingkat SMP/SMA sudah
merokok dan berpacaran. Padahal mereka belum mengetahui bahaya seks bebas.

9. Peredaran makanan jajanan anak sekolah tidak higienis dan memakai bahan kimia
Rhodamin B (pewarna tekstil), Methanil yellow, amaranth, boraks, formalin, siklamat,
sakarin, dan benzoat.
Remaja dan Permasalahannya
Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.
Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental,
emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat
yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja
menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh
status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Ottorank (dalam Hurlock, 1990)
mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan
tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat (dalam Hurlock, 1990) mengatakan
masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya
kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang. Erikson (dalam
Hurlock, 1990) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah
identitas-ego remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha menjelaskan siapa dirinya
dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan
kesamaan baru para remaja harus memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap
menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir.

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Secara intelektual remaja mulai dapat berpikir logis, mempunyai kemampuan nalar
secara ilmiah dan mampu menguji hipotesis.
2. Mulai menyadari proses berpikir efisien dan belajar berintrospeksi.
3. Mengalami puncak emosionalitas.
4. Remaja sudah mampu berperilaku yang tidak hanya mengejar kepuasan fisik saja,
tetapi meningkat pada tataran psikologis(rasa diterima, dihargai, dan penilaian positif
dari orang lain).
5. Sudah mampu memahami orang lain.
6. Mempunyai sikap rawan (sikap comfomity) yaitu kecenderungan untuk menyerah dan
mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat.
7. Masa berkembangnya identitas diri.
8. Remaja sudah mampu menyoroti nilai-nilai yang berkembang di masyarakat.

Karakter remaja yang labil dan lingkungannya menyebabkan timbulnya penyimpangan
perilaku yang juga berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan psikologis remaja.
Penyimpangan perilaku remaja juga terjadi karena interaksi faktor-faktor:



Predisposisi (kepribadian, kecemasan dan depresi): Kepribadian yang tidak mantap.
Ciri kepribadian : gampang kecewa, jadi agresif dan destruktif, rasa rendah diri,
senang mencari sensasi, cepat bosan, merasa tertekan, murung dan merasa tidak
mampu menjalankan fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.



Kontribusi (keluarga): Keluarga yang disfungsi sosial memungkinkan yanggota
keluarga menjadi anti-sosial. Keluarga yang disfungsi sosial ditandai dengan:
kesibukan orang tua, hubungan interpersonal yang kurang baik, parental modeling
(yang kurang baik).



Pencetus (kelompok teman sebaya dan zat itu sendiri): Bila remaja ykhawatir ditolak
bergabung dengan kelompok, maka remaja akam berperilaku sesuai dengan perilaku
kelompoknya termasuk penggunaan narkoba.

Upaya Penanganan Masalah Remaja
Beberapa masalah remaja termasuk masalah kesehatan remaja perlu ditangani secara khusus

dengan metode yang khusus pula. Metode mendidik remaja adalah dengan:
1. Mengembangkan potensi remaja
2. Memandirikan remaja
3. Memberikan kemampuan untuk beradaptasi dan berperilaku yang diperlukan remaja
dalam mengatasi tantangan dan kebutuhan hidup sehari-hari.
Atas dasar metode ini, dalam menangani permasalahan remaja, perlu dikembangkan pola
pendidikan yang berorientasi pada kesehatan psikososial remaja. Kompetensi psikososial
adalah seluruh kemampuan yang berorientasi pada aspek kejiwaan seseorang terhadap diri
sendiri dan interaksinya dengan orang lain serta lingkungan sekitarnya dalam konteks
kesehatan. Kompetensi psikososial tersebut antara lain :
1. Empati, yaitu kemampuan untuk memposisikan perasaan orang lain pada diri sendiri.
2. Kesadaran diri, adalah kemampuan untuk mengenal diri sendiri tentang karakter,
kekuatan, kelemahan, keinginan dan tidak keinginan
3. Pengambilan keputusan, adalah kemampuan yang dapat membantu kita untuk
mengambil keputusan secara konstruktif dengan membandingkan pilihan alternatif
dan efek samping yang menyertainya.
4. Pemecahan masalah, adalah kemampuan untuk memungkinkan kita dapat
menyelesaikan masalah secara konstruktif.
5. Berpikir kreatif, yaitu kemampuan unuk menggali alternatif yang ada dan berbagai
konsekuensinya dari apa yang kita lakukan.


6. Berpikir kritis, yaitu kemampuan menganalisa informasi dan pengalaman-pengalaman
secara objektif.
7. Komunikasi efektif, yaitu kemampuan untuk mengekspresikan diri secara verbal
maupun non verbal yang mengikuti budaya dan situasi
8. Hubungan interpersonal, yaitu kemampuan yang dapat menolong kita beroteraksi
dengan sesama secara positif dan harmonis.
9. Mengatasi emosi, yaitu kemampuan keterlibatan pengenalan emosi dalam diri sendiri
dan orang lain.
10. Mengatasi stres, yaitu kemampuan pengenalan sumber-sumber yang menyebabkan
stres dalam kehidupan, bagaimana efeknya dan cara mengontrol terhadap derajat
stres. keterampilan hidup sehat pada remaja dilakukan dengan:
Penerapan kompetisi psikososial dalam memberikan pendidikan keterampilan hidup sehat
pada remaja dilakukan dengan:
Pembelajaran materi kesehatan
Pendidikan kesehatan berupa materi-materi kesehatan fisik dan psikis. Materi-materi tersebut
antara lain :


Gizi




Kesehatan gigi dan gusi



Puasa dan kesehatan



Kesehatan mata dan telinga



Higiene fisik dan lingkungan



Bahaya narkoba bagi fisik




Bahaya merokok



Kesehatan reproduksi remaja



Penyakit menular lewat hewan



Penyakit yang biasa dialami siswa



Penyakit Menular Seksual (PMS)– –


Materi kesehatan Psikologis dan Sosial :


Psikologi remaja



Bahaya narkoba ditinjau dari aspek hukum dan psikososial



Pemahaman diri



Kepribadian dan konsep diri




Permasalahan yang biasa dialami remaja



Teknik konseling/terapi psikologis



Mengatur waktu



Pergaulan sehat

Penjaringan masalah
Setelah memahami berbagai pengetahuan yang diberikan, kader kesehatan remaja dituntut
untuk menjadi fasilitator pada pengentasan masalah yang dialami teman sebayanya, baik
kasus kesehaan fisik maupun psikologis, metode penjaringan diantaranya:



Pelaporan



Sistem angket dan kancing

Metode yang digunakan dalam pengentasan masalah, antara lain:


Ceramah



Curah pendapat



Diskusi kelompok



Debat



Bermain peran



Simulasi



Demontrasi

Referral (Rujukan)
Keterbatasan-keterbatasan yang ada di sekolah memungkinkan banyak kasus yang terjadi
tidak dapat diselesaikan melalui pendidikan keterampilan hidup sehat disekolah, sehingga
diperlukan rujukan kepada lembaga yang lebih kompeten dalam aspek psikososial.
Upaya yang dilakukan lingkungan pendidikan dalam mengatasi permasalahan ini adalah
dengan ditetapkan dan dilaksanakannya beberapa kebijakan sebagai berikut:



Menetapkan sekolah sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) melalui yInstruksi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4/U/1997



Peningkatan penanggulangan penyalahgunaan narkoba di kalangan ysiswa dan
mahasiswa dilakukan oleh kepala sekolah/rektor dengan cara mencegah melalui
berbagai aktifitas dan kreativitas siswa



Pemberian materi bahaya penyalahgunaan narkoba pada setiap ypenataran/pelatihan
guru mata pelajaran apapun di tingkat SMA/SMK



Mengintegrasikan pesan/informasi tentang kesehatan reproduksi ypada mata pelajaran
yang relevan



Sekolah diharapkan dapat melakukan berbagai kegiatan ekstrakurikuler yuntuk
menghindarkan siswa dari perilaku menyimpang.



Mengembangkan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) untuk mengatasi ymasalah
kebersihan di lingkungan sekolah.



Mengembangkan program ylife skills education, atau keterampilan psikososial untuk
mencegah penyalahgunaan narkoba. Pengembangan perilaku hidup sehat, sikap
asertif, kemampuan membuat keputusan, berpikir kritis, perlu dimiliki oleh peserta
didik.



Menghimbau kepada seluruh perguruan tinggi untuk melaksanakan yupaya-upaya
pencegahan penyalahgunaan narkoba dan seks

Kesimpulan
Dari semua hal yang perlu, harus, dan telah diterapkan, semuanya bermuara pada pentingnya
penerapan pola hidup sehat baik secara fisik dan psikis. Penerapan hidup sehat dilakukan
dengan prinsip seperti di bawah ini:
Menerapkan pola hidup sehat


Makanan yang halal dan alami



Kebiasaan makan yang sehat



Tegas/ disiplin



Tidak mudah terpengaruh

Memiliki gaya hidup cermat


Menghargai waktu



Menjaga tujuan utama



Sederhana



Memiliki perencanaan



Keseimbangan pengelolaan uang.



Keseimbangan beraktivitas



Menghindari hal-hal yang berlebihan



Berpikir kritis sebelum bertindakUtamakan menjaga kehormatan dan mematuhi etika.

Memiliki keimanan yang kuat


Penerapan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari



Menjadikan agama sebagai pedoman hidup



Beribadah sesuai dengan tuntutan agama



Keseimbangan kebutuhan jasmani dan rohani

http://www.idai.or.id/remaja/artikel.asp?q=2009113012438

Program Kesehatan Peduli Remaja
Sejak tahun 2003 model pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau remaja,
menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga
kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien
dalam memenuhi kebutuhan dan selera remaja diperkenalkan dengan sebutan Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
PKPR dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung Puskesmas termasuk Poskestren,
menjangkau kelompok remaja sekolah dan kelompok luar sekolah, seperti kelompok anak
jalanan, karang taruna, remaja mesjid atau gereja, dan lain-lain yang dilaksanakan oleh
petugas puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat.
Jenis kegiatan PKPR meliputi penyuluhan, pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan
penunjang, konseling, pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS), pelatihan pendidik
sebaya (yang diberi pelatihan menjadi kader kesehatan remaja) dan konselor sebaya

(pendidik sebaya yang diberi tambahan pelatihan interpersonal relationship dan konseling),
serta pelayanan rujukan.
Jumlah Puskesmas PKPR dari 33 Provinsi yang melaporkan sampai dengan bulan Desember
2010 sebanyak 2190 puskesmas dan jumlah tenaga kesehatan yang dilatih PKPR sampai
Desember 2008 sebanyak 2232 orang.
http://archive.k4health.org/toolkits/indonesia/program-kesehatan-peduli-remaja Sign In |
Create an Account

About our search

Adolescent Reproductive Health in Indonesia

2008-02-04
Tinjauan Umum Kesehatan Reproduksi Remaja
Seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik dan psikis
seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak dikehendaki, aborsi yang tidak
aman, penyakit menular seksual (PMS) ter-masuk HIV/AIDS, serta semua bentuk kekerasan dan
pemaksaan seksual (FCI, 2000).
Mengapa Kesehatan Reproduksi Remaja Sangat Penting?
Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum
mencapai
tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi
dan sosial yang saling bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi yang tidak saja akan
menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup generasi berikutnya sehingga
menempatkan masa ini sebagai masa kritis.
Di negera-negara berkembang masa transisi ini berlangsung sangat cepat. Bahkan usia saat
berhubungan
seks pertama ternyata selalu lebih muda daripada usia ideal menikah (Kiragu, 1995:10, dikutip dari
Iskandar, 1997).

Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru
memancing
anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum
minuman
berakohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar-remaja atau tawuran
(Iskandar,
1997). Pada akhirnya, secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal
seksual
aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi, karena
kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan
seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi,
termasuk
kontrasepsi.
Kebutuhan dan jenis risiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda
dari
anak-anak ataupun orang dewasa. Jenis risiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja
antara lain
adalah kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), ke-kerasan seksual, serta masalah
keterbatasan
akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan. Risiko ini dipe-ngaruhi oleh berbagai faktor yang
saling
berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan
dan
pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya
hidup.
Khusus bagi remaja putri, mereka kekurangan informasi dasar mengenai keterampilan
menegosiasikan
hubungan seksual dengan pasangannya. Mereka juga memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk
mendapatkan pendidikan formal dan pekerjaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi
kemampuan
pengambilan keputusan dan pemberdayaan mereka untuk menunda perkawinan dan kehamilan
serta
mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki (FCI, 2000). Bahkan pada remaja putri di pedesaan, haid
pertama biasanya akan segera diikuti dengan perkawinan yang menempatkan mereka pada risiko
kehamilan dan persalinan dini (Hanum, 1997:2-3).
Kadangkala pencetus perilaku atau kebiasaan tidak sehat pada remaja justru adalah akibat
ketidak-harmonisan hubungan ayah-ibu, sikap orangtua yang menabukan pertanyaan anak/remaja
tentang
fungsi/proses reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido), serta frekuensi tindak
kekerasan
anak (child physical abuse).

Mereka cenderung merasa risih dan tidak mampu untuk memberikan informasi yang memadai
mengenai
alat reproduksi dan proses reproduksi tersebut. Karenanya, mudah timbul rasa takut di kalangan
orangtua
dan guru, bahwa pendidikan yang menyentuh isu perkembangan organ reproduksi dan fungsinya
justru
malah mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah (Iskandar, 1997).
Kondisi lingkungan sekolah, pengaruh teman, ketidaksiapan guru untuk memberikan pendidikan
kesehatan reproduksi, dan kondisi tindak kekerasan sekitar rumah tempat tinggal juga berpengaruh
(O’Keefe, 1997: 368-376).
Remaja yang tidak mempu-nyai tempat tinggal tetap dan tidak mendapatkan perlin-dungan dan kasih
sayang orang tua, memiliki lebih banyak lagi faktor-faktor yang berkontribusi, seperti: rasa kekuatiran
dan
ketakutan yang terus menerus, paparan ancaman sesama remaja jalanan, pemerasan, penganiayaan
serta
tindak kekerasan lainnya, pelecehan seksual dan perkosaan (Kipke et al., 1997:360-367). Para remaja
ini
berisiko terpapar pengaruh lingkungan yang tidak sehat, termasuk penyalahgunaan obat, minuman
beralkohol, tindakan kriminalitas, serta prostitusi (Iskandar, 1997).
Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi Remaja
Pilihan dan keputusan yang diambil seorang remaja sangat tergantung kepada kualitas dan kuantitas
informasi yang mereka miliki, serta ketersediaan pelayanan dan kebijakan yang spesifik untuk
mereka, baik
formal maupun informal (Pachauri, 1997).
Sebagai langkah awal pencegahan, peningkatan pengetahuan remaja mengenai kesehatan
reproduksi
harus ditunjang dengan materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang tegas tentang penyebab
dan
konsekuensi perilaku seksual, apa yang harus dilakukan dan dilengkapi dengan informasi mengenai
saranan pelayanan yang bersedia menolong seandainya telah terjadi kehamilan yang tidak diinginkan
atau
tertular ISR/PMS. Hingga saat ini, informasi tentang kesehatan reproduksi disebarluaskan dengan
pesan-pesan yang samar dan tidak fokus, terutama bila mengarah pada perilaku seksual (Iskandar,
1997).
Di segi pelayanan kesehatan, pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana di
Indonesia
hanya dirancang untuk perempuan yang telah menikah, tidak untuk remaja. Petugas kesehatan pun
belum

dibekali dengan kete-rampilan untuk melayani kebutuhan kesehatan reproduksi para remaja
(Iskandar,
1997).
Jumlah fasilitas kesehatan reproduksi yang menyeluruh untuk remaja sangat terbatas. Kalaupun ada,
pemanfaatannya relatif terbatas pada remaja dengan masalah kehamilan atau persalinan tidak
direncanakan. Keprihatinan akan jaminan kerahasiaan (privacy) atau kemampuan membayar, dan
kenyataan atau persepsi remaja terhadap sikap tidak senang yang ditunjukkan oleh pihak petugas
kesehatan, semakin membatasi akses pelayanan lebih jauh, meski pelayanan itu ada. Di samping itu,
terdapat pula hambatan legal yang berkaitan dengan pemberian pelayanan dan informasi kepada
kelompok remaja (Outlook, 2000).
Karena kondisinya, remaja merupakan kelompok sasaran pelayanan yang mengutamakan privacy dan
confidentiality (Senderowitz, 1997a:10). Hal ini menjadi penyulit, mengingat sistem pelayanan
kesehatan
dasar di Indonesia masih belum menempatkan kedua hal ini sebagai prioritas dalam upaya perbaikan
kualitas pelayanan yang berorientasi pada klien.
(Disusun dan diterjemahkan oleh Siti Rokhmawati Darwisyah)
http://yudhim.blogspot.com/2008/02/tinjauan-umum-kesehatan-reproduksi.html
PIK KRR merupakan forum pertukaran informasi dan konsultasi tentang KRR
secara benar di kalangan remaja, baik di lingkungan sekolah maupun
masyarakat. Disetiap PIK KRR disiapkan tenaga konsultan dari guru BP dan siswa
yang telah dilatih. Mereka dibekali dengan KIE Kit dan buku-buku modul.

Pusat Informasi dan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja (PIPR / Youth Center)
Kegiatan yang dilakukan oleh Youth Center antara lain :
• penyebaran informasi bagi remaja di sekolah dan luar sekolah termasuk pesantren
• training tentang kesehatan dan hak-hak seksual serta reproduksi remaja untuk peer
educator, konselor, wartawan, orangtua, tokoh masyarakat dan guru
• seminar, panel diskusi, diskusi kelompok, konseling (tatap muka, surat, email, telepon),
radio program, surat kabar, pelayanan medis, on the spot clinic
• serta melakukan advokasi kaitannya dengan isu Kesehatan Reproduksi Remaja
Prinsip program remaja di PKBI antara lain :
• Remaja berhak mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang lengkap
dan tepat sesuai dengan kebutuhan mereka
• Remaja berhak dilibatkan dalam pelaksanaan program, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi
• Remaja perlu memiliki sikap dan perilaku yang sehat dan bertanggung jawab berkenaan
dengan kesehatan reproduksinya

Pendekatan yang dilakukan Youth Center adalah dari, untuk dan oleh remaja. PKBI secara
rutin merekrut remaja untuk diseleksi dan dilatih menjadi peer educator atau peer counselors.
Youth Center ini sepenuhnya dikelola oleh remaja.
Saat ini PKBI memiliki 28 Youth Center yang tersebar di 24 propinsi di seluruh Indonesia,
yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu,
Lampung, Riau, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulwesi Tengah, dan Papua.

Tinjauan Program Kesehatan Reproduksi Remaja di Beberapa Departemen
Pemerintahan & Organisasi Non ..

TINJAUAN PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI BEBERAPA
DEPARTERMEN PEMERINTAHAN DAN ORGANISASI NON PEMERINTAHAN
Skripsi
CAROLINA PURWANTI HENDRAWATI
NPM: 109600075
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2001
(vii + 87 halaman + 5 tabel + 4 lampiran)
Remaja merupakan populasi terbesar di Indonesia, jumlahnya mencapai 22,2% dari total
populasi penduduk Indonesia (sekitar 44,6 juta penduduk), jumlah yang sangat besar dan
sangat mempengaruhi kekuatan bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupannya. Akan
tetapi sedikit permasalahan dalam kehidupan remaja. Tingginya angka perkawinan usia muda
yang berarti menyebabkan semakin muda usia pertama kali hamil, dapat mengakibatkan
berbagai resiko pada kehidupan remaja itu sendirimuali dari komplikasi kehamilan dan
persalinan pada kematian ibu ataupun bayi, tingginya perilaku seksual beresiko kepada
remaja, tingginya angka kematian yang tidak diinginkan, dan tingginya angka PMS yang
diderita remaja, membuat banyak pihak termasuk departermen pemerintahan merasa
terpanggil untuk berkontribusi dalam mengatasi permasalahan tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran kebijakan atau program KRR pada
beberapa departermen pemerintah yaitu pada Departermen Kesehatan dan Kesejahtraan
Sosial (Depkes dan Kesos), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Departemen Agama (Depag), dan koordinasi
antar sektor tersebut, juga untuk mendapatkan gambaran program KRR pada beberapa LSM
terpilih.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari dokumen perencanaan atau
evaluasi program yang diadakan oleh masing-masing institusi dalam lima tahun terakhir yang
dilengkapi dengan wawancara untuk memperjelas data sekunder. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian deskriptif dengan data yang diambil dan institusi terkait diolah
secara manual, yang selanjutnya diringkas dalam bentuk matrik intervensi berdasarkan
kategori prioritas intervensi WHO/SEARO, matrik SWOT dan dianalisa berdasarkan
indikator untuk evaluasi program KRR. Dari seluruh departemen yang telah ditelusuri
informasinya, BKKBN memiliki tiga kebijaksanaan yang terkait dengan KRR, Depdiknas
memiliki dua kebijaksan tingkat tingkat departermen dan enam kebijaksanaan tingkat dirjen,
Depag memiliki enam kebijaksanaan dan Depkes memiliki 5 kebijaksanaan yang terkait
dengan KRR. Program yang dilakukan departemen pemerintah bervariasi yang mencakup
katagori penyebar-luasan informasi, peningkatan keterampilan, penciptaan lingkungan yang
aman dan mendukung bagi perkembangan remaja, pengembangan pelayanan kesehatan dan
konseling, yang kegiatanya telah tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Begitu pula LSM
yang telah memiliki kegiatan-kegiatan dengan katagori yang relatif sama. LSM-LSM yang
ditelusuri telah memiliki spesifikasi kegiatan masing-masing. Yayasan Pelita Ilmu (YPI)
menekan pada kegitan awareness terhadap HIV/AIDS, Yayasan Kusuma Buana (YKB)
menekankan pada pencegahan HIV/AIDS untuk pekerja seks komersial remaja dan
pembangunan kelompok Pertolongan Mandiri (KPM) untuk anak dan remaja dalam
nemanggulangi Narkoba di Warakas, Jakarta Utara, Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI) menekankan pembinaan remaja dengan didirikannya Youth Center,
Yayasan Cinta Anak Bangasa (YCAB) menekankan pada pencegahan terhadap Drug Abuse.
Banyaknya kegiatan yang dilakukan baik oleh departermaen pemerintah maupun organisasi
non pemerintah memerlukan koordinasi yang efektif dan dilakukan secara terus menerus,
tetapi dari penelitian didapatkan bahwa program-program yang dilakukan masih belum
terkoordinasi dan belum terevaluasidengan efektif. Dengan kondisis yang demikian tersebut,
maka evaluasi program dan sharing information dari program perlu ditekankan agar masingmasing institusi bisa saling mendukung dan saling melengkapi kelebihan dan kekurangan dari
program yang duilakukan.
(Daftar Pustaka: 42{1991-2001})