Asuhan Gizi Pada Anak Penderita Obesitas

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obesitas merupakan keadaan patologis sebagai akibat dari konsumsi
makanan yang jauh melebihi kebutuhannya sehingga terdapat penimbunan
lemak yang berlebihan dari apa yang diperlukan untuk fungsi tubuh. Obesitas
saat ini sudah menjadi masalah global. Prevalensinya meningkat tidak saja
dinegara maju tapi juga di negara-negara berkembang. Obesitas pada anak
sampai saat ini masih merupakan masalah yang kompleks. Penyebabnya
multifaktorial sehingga menyulitkan penatalaksanaannya.
Obesitas pada anak beresiko tinggi menjadi obesitas pada masa dewasa
dan berpotensi mengalami pelbagai penyebab sakit dan kematian dibidang
kardiovaskuler dan diabetes militus. Obesitas jelas terjadi pada setiap umur,
tetapi obesitas tampak paling sering pada satu tahun pertama, pada usia 5-6
tahun, dan selama remaja. Prevalensi obesitas pada anak-anak usia sekolah
dasar secara berurutan dari yang tertinggi ialah Jakarta (25%), Semarang
(24.3%), Medan (17.75%), Denpasar (11.7%), Surabaya (11.4%), Padang
(7.1%), Manado (5.3%), Yogyakarta (4%) dan Solo (2.1%). Rata-rata
prevalensi obesitas di sepuluh kota besar tersebut mencapai 12.2%.
Tekanan darah merupakan kekuatan yang diperlukan agar darah dapat
mengalir dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh

manusia. Darah yang mengalir ke seluruh tubuh berfungsi sebagai media
pengangkut oksigen serta zat-zat lain yang diperlukan bagi kehidupan sel-sel
tubuh. Apabila darah tidak mengalir ke tubuh akan kekurangan darah dan
mengakibatkan kerusakan hingga kematian.
Dalam setiap detak jantung tekanan darah bervariasi dalam tekanan
darah maksimum (sitolik) dan minimun (diastolik). Tekanan darah normal
pada anak adalah tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik
(TDD) di bawah persentil 90 berdasarkan jenis kelamin, usia dan tinggi badan.
7 8 Menurut U.S Departement of Health and Human Service dalam The
Fourth Report, hipertemsi adalah tekenan darah sistolik dan diastolik yang

1

lebih dari persentil 95 menurut jenis kelamin, usia, dan tinggi badan.
Hipertensi anak dibagi menjadi hipertensi primer dan hipertensi sekunder.
Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak jelas penyebabnya, meskipun
demikian beberapa faktor dapat menimbulkan seperti faktor keturunan dan
berat badan.
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang paling sering
ditemukan pada anak dan kebanyakan kasus penyebabnya berhubungan

dengan penyakit perenkim dan pembuluh darah ginjal. Peningkatan
kegemukan dan obesitas pada anak di seluruh dunia ikut mendongkrak
prevalensi hipertensi pada anak, terutama hipertensi primer.
Obesitas diketahui merupakan salah satu faktor yang meningkatkan
resiko hipertensi primer pada anak. Oleh karena itu upaya menurunkan
prevalensi kegemukan dan obesitas akan menurunkan prevalensi hipertensi
pada anak secara tidak langsung. Hipertensi pada anak merupakan fenomena
yang mencemaskan karena dapat menimbulkan kerusakan pada berbagai
organ tubuh seperti ginjal, jantung, saraf mata, serta kelainan fungsi otak dan
sebagainya (Masloman dkk, 2013).
Hipertensi ensefalopati adalah kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba
disertai dengan keluhan sakit kepala serta perubahan kesadaran (Majid, 2004).
Ensefalopati adalah sindrom disfungsi neuropsikiatri yang disebabkan oleh
portosytemic venous shunting, dengan atau tanpa penyakit intrinsik hepar.
Pasien ensefalopati hepatik sering menunjukkan perubahan status mental
mulai dari kelainan psikologik ringan hingga koma dalam (Rampengan dkk,
2011).

2


1.2

TUJUAN

1.2.1 Tujuan Umum
Melaksanakan Proses Asuhan Gizi Terstandar pada pasien Anak Obesitas +
Hipertensi II + Ensefalopati susp.
Tujuan Khusus
1. Menentukan status gizi pasien/klien dengan Obesitas + Hipertensi II +
Ensefalopati susp.
2. Melakukan penapisan gizi (nutrition screening) pada pasien secara individu
pada pasien Obesitas + Hipertensi II + Ensefalopati susp. di ruang Selincah
3. Melakukan pengkajian gizi (nutrition assessment) pasien dengan komplikasi
pasien Obesitas + Hipertensi II + Ensefalopati susp.
4. Melakukan diagnosis gizi (nutrition assessment) pasien dengan komplikasi
pasien Obesitas + Hipertensi II + Ensefalopati susp.
5. Melaksanakan intervensi gizi pada pasien dengan komplikasi pasien Obesitas +
Hipertensi II + Ensefalopati susp.
6. Melakukan edukasi gizi pada keluarga pasien dengan pasien Obesitas +
Hipertensi II + Ensefalopati susp.

7. Melakukan monitoring dan evaluasi pada pasien pasien Obesitas + Hipertensi
II + Ensefalopati susp.

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obesitas
2.1.1 Pengertian
Obesitas didefinisikan sebagai kandungan lemak berlebih pada
jaringan adiposa. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu
keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di
jaringan adiposa sehingga dapat menggangu kesehatan (Sugondo, 2009).
Obesitas terjadi jika dalam suatu periode waktu, lebih banyak kilokalori
yang masuk melalui makanan daripada yang digunakan untuk menunjang
kebutuhan energi tubuh, dengan kelebihan energi tersebut disimpan
sebagai trigliserida di jaringan lemak (Sherwood, 2012)
2.1.2 Penyebab Obesitas
Menurut Fauci, et al., (2009), obesitas dapat disebabkan oleh
peningkatan masukan energi, penurunan pengeluaran energi, atau kombinasi

keduanya. Obesitas disebabkan oleh banyak faktor, antara lain genetik,
lingkungan, psikis, kesehatan, obat-obatan, perkembangan dan aktivitas fisik
(Sherwood, 2012)
a. Faktor Genetik
Selain faktor genetik pada keluarga, gaya hidup dan kebiasaan
mengkonsumsi makanan tertentu dapat mendorong terjadinya obesitas.
Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan
pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang (Farida, 2009)
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan, termasuk perilaku atau gaya hidup juga memegang
peranan yang cukup berarti terhadap kejadian obesitas (Farida, 2009).

4

c. Faktor Psikis
Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan
makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang
negatif (Farida, 2009). Ada dua pola makan abnormal yang dapat menjadi
penyebab obesitas, yaitu makan dalam jumlah sangat banyak dan makan
pada malam hari (Shils, 2006).

d. Faktor Kesehatan
Terdapat beberapa kelainan kongenital dan kelainan neuroendokrin
yang dapat menyebabkan obesitas, diantaranya Down Syndrome, Cushing
Syndrome, kelainan hipotalamus, hipotiroid, dan polycystic ovary
syndrome (Shils, 2006).
e. Faktor Obat-obatan
Obat-obatan

merupakan

sumber

penyebab

signifikan

dari

terjadinya overweight dan obesitas. Obat-obatan tersebut diantaranya
adalah golongan steroid, antidiabetik, antihistamin, antihipertensi,

protease inhibitor (Shils, 2006). Penggunaan obat antidiabetes (insulin,
sulfonylurea, thiazolidinepines), glukokortikoid, agen psikotropik mood
stabilizer

(litihum),

antidepresan

(tricyclics,

monoamine

oxidase

inhibitors, paroxetine, mirtazapine) dapat menimbulkan keinginan makan
berlebihan sehingga menimbulkan obesitas (Fauci, et al., 2009).
f. Aktivitas Fisik
Kurangnya aktivitas disik kemungkinan merupakan salah satu
penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas pada
masyarakat. Orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori.

Seseorang yang cenderung mengonsumsi makanan kaya lemak dan tidak
melakukan aktivitas fisik yang seimbang akan mengalami obesitas (Farida,
2009).

5

2.1.3 Patofisiologi Obesitas
Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran
kalori dari tubuh serta penurunan aktivitas fisik (sedentary life style) yang
menyebabkan penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh (Rosen,
2008). Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu
makan dan tingkat kekenyangan seseorang diatus oleh mekanisme neural
dan humoral (neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi,
lingkungan dan sosial psikologis. Pengaturan kesimbangan energi
diperankan

oleh

hipotalamus


melalui

3 proses

fisiologis,

yaitu

pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran
energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di
hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal eferen dari perifer (jaringan
adiposa, usus dan jaringan otot).
Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (menigkatkan rasa lapar
serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik
(anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2
kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek
mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan
faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh
kolesistokini (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar.
Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang

mengatur penyimpanan dan kesimbangan energi (Sherwood, 2012).
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka
jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatkan kadar leptin
dalam peredaran darah. Kemudian, leptin merangsang anorexigenetic
center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptida Y (NPY)
sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikin pula sebaliknya bila
kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa
berkurang dan terjadi ransangan pada orexigenic center di hipotalamus
yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar

6

penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin
tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Jeffrey, 2009)
2.2 Hipertensi
2.2.1 Pengertian Hipertensi
Tekanan darah normal pada anak adalah tekanan darah sistolik
(TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD) di bawah persentil 90
berdasarkan jenis kelamin, usia dan tinggi badan. Definisi hipertensi pada
anak dan remaja didasarkan pada distribusi normal tekanan darah pada

anak sehat. Data National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES), tekanan darah anak laki-laki dan anak perempuan berdasarkan
persentil usia dan tinggi badan.
Hipertensi dinyatakan sebagai rerata TDS dan/atau TDD >
persentil 95 menurut jenis kelamin, usia dan tinggi badan. Prahipertensi
yaitu rerata TDS atau TDD > persentil 90 tetapi < persentil 95 merupakan,
keadaan yang berisiko tinggi berkembang menjadi hipertensi. Terdapat
istilah “white-coathypertension” yang merupakan keadaan penderita yang
tekanan darahnya > persentil 95 pada pemeriksaan di klinik.
2.2.2

Etiologi
a. Hipertensi Primer
Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya. Meskipun demikian, beberapafaktor dapat
diperkirakan berperan menimbulkan seperti faktor keturunan, berat badan,
respons terhadap stres fisik dan psikologis, abnormalitas transpor kation
pada membran sel, hipereaktivitas sistem saraf simpatis, resistensi insulin,
dan respons terhadap masukan garam dan kalsium. Tekanan darah yang
tinggi pada masa anak-anak merupakan faktor risiko hipertensi pada masa
dewasa muda.
Hipertensi primer pada masa anak biasa ringan atau bermakna.
Evaluasi anak dengan hipertensi primer harus disertai dengan evaluasi
beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan risiko berkembangnya suatu

7

penyakit kardiovaskular. Obesitas, kolesterol lipoprotein densitas tinggi
yang rendah, kadar trigliserida tinggi, dan hiperinsulinemia merupakan
faktor risiko yang harus dievaluasi untuk berkembangnya suatu penyakit
kardiovaskular.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding
pada orang dewasa. Evaluasi yang lebih teliti diperlukan pada setiap anak
untuk mencari penyebab hipertensi. Anak dengan hipertensi berat, anak
dengan usia yang masih muda, serta anak remaja dengan gejala klinis
sistemik disertai hipertensi harus dievaluasi lebih lanjut. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang mengarahkan pada suatu kelainan sistemik yang
mendasari hipertensi merupakan langkah pertama evaluasi anak dengan
kenaikan tekanan darah yang menetap. Jadi, sangat penting untuk mencari
gejala dan tanda klinis yang mengarah pada penyakit ginjal (hematuria
nyata, edema, kelelahan), penyakit jantung (nyeri dada, dispneu, palpitasi),
atau penyakit dari sistem organ lain (seperti kelainan endokrinologis,
reumatologis). Riwayat penyakit dahulu diperlukan untuk mengungkap
penyebab hipertensi.
Tabel 2.1 Kriteria Derajat Hipertensi Berdasarkan Kenaikan
Tekanan Diastolik Normal Sesuai dengan Usia
Derajat
Hipertensi

Ringan
Sedang
Berat
Krisis

Presentase

Usia (tahun)
6-12
Kenaikan
di 1-5
Diastolik TD
Diastolik
atas
batas TD
(mmHg)
(mmHg)
normal
5-15 %
15-30 %
30-50 %
>50 %

75-85
85-95
95-112
>112

90-100
100-110
110-120
>120

2.3 Ensefalopati Hepatik

8

2.3.1 Pengertian
Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat
terjadi pada penyakit hati akut dan kronik berat dengan beragam
manifestasi, mulai dari ringan hingga berat, mencakup perubahan perilaku,
gangguan intelektual, serta penurunan kesadaran tanpa adanya kelainan
pada otak yang mendasarinya. Ensefalopati terbagi menjadi tiga tipe
terkait dengan kelainan hati yang mendasarinya, tipe A berhubungan
dengan gagal hati akut dan ditemukan pada hepatitis fulminan, tipe B
berhubungan dengan jalur pintas portal dan sistemik tanpa adanya
kelainan intinsik jaringan hati, dan tipe C yang berhubungan dengan
sirosis dan hipertensi portal, sekaligus paling sering ditemukan pada
pasien dengan gangguan fungsi hati.
Klasifikasi ensefalopati hepatik berdasarkan gejalanya dibagi
menjadi ensefalopati miniman (EHM) dan Ensefalopati hepatik overt.
Ensefalopati hepatik minimal merupakan istilah yang digunakan bila
ditemukan adanya defisit kognitif seperti perubahan kecepatan psikomotor
dan

fungsi

eksekutif

melalui

pemeriksaan

psikometrik

elektrofisiologi. Sedangkan ensefalopati hepatik overt

atau

terbagi lagi

menjadi EH episodik (terjadi dalam waktu singkat dengan tingkta
keparahan yang befluktasi) dan EH persisten (terjadi secara progresif
dengan gejala neurologis yang kian memberat.
2.3.1 Patofisiologi
Beberapa kondisi berpengaruh terhadap timbulnya EH pada pasien
gangguan hati akut maupun kronik, seperti keseimbangan nitrogen positif
dalam tubuh (asupan protein yang tinggi, gangguan ginjal, peredaran
varises esofagus dan konstipasi), gangguan elektrolit dan asam basa
(hiponatremia, hipokalemia, asidosis dan alkalosis), penggunaan obatobatan (sedasi dan narkotika), infeksi (pneumonia, infeksi saluran kemih
atau infeksi lain) dan lain-lain, seperti pembedahan dan alkohol. Faktor

9

tersering yang mencetuskan EH pada sirosis hati adalah infeksi, dehidrasi
dan perdarahan gastrointestinal berupa pecahnya varices esofagus.
Terjadinyan EH didasari pada akumulasi berbagai toksin dalam
peredaran darah yang melewati sawar darah otak. Amonia merupakan
molekul toksik terhadao sel yang diyakini berperang penting dalam
terjadinya EH karena adanya peningkatan pada pasien sirosis hati
(Rampengan dkk, 2009).
2.4 Hubungan Obesitas, Hipertensi dan Ensefalopati
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi.
Angka pravelensi hipertensi pada obesitas lebih tinggi dibandingkan
pravalensi hipertensi pada yang tidak obesitas. Rahmouni, et all juga
menyatakan obesitas berhubungan erat dengan hipertensi dan terdapat
mekanisme patofisiologi hipertensi pada penderita obesitas. Mekanisme
tersebut melibatkan aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renin
angiotensin aldosteron. Selain mekanisme tersebut, disfungsi endotel dan
abnormalitas fungsi ginjal juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan pada
penderita obesitas.
Penderita obesitas mempunyai risiko mengalami hipertensi 2,2 kali
lebih besar dibandingkan dengan orang yang status gizi normal. pada
pemeriksaan penunjang hipertensi dilakukan juga pemeriksaan kadar ureum
dan kreatinin dalam darah yang berguna untuk menilai fungsi ginjal. Kadar
kreatinin ini digunakan sebagai indikator laju hlomerolus (glomerolar
filtration rate) yang menunjukkan derajat fungsi ginjal (Natalia, 2015).
Timbunan lemak pada obesitas mengakibatkan hepar menjadi
membesar tetapi dengan konsistensi yang normal dan sering bersifat
asimpomatik. Pada obesitas terjadi penurunan kadar adiponektin yang akan
menyebabkan penurunan daya proteksi hati terhadap lemak sehingga bisa
terjadi resistensi insulin. Kemudian kadar SGOT (Serum Glutamic
Oxaloacetic

Transaminase)

dan

SGPT

(Serum

Glutamic

Pyruvic

Transaminase) akan meningkat pada beberapa keadaan. Peningkatan SGOT

10

dan SGPT ini dianggap sebagai akibat kerusakan hepatosit pada hati
(Nuryanto, 2016).

11

BAB III
PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT) PADA PASIEN
OBESITAS + HIPERTENSI II + ENSEFALOPATI SUSP.
3.1 Gambaran Umum Pasien
An. A usia 10 tahun ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit demam
tinggi (+), mendadak mengeluh nyeri perut, muntah (+) , nafsu makan
menurun, BAK (+) penderita mengompol, bicara anak mengacau dan bila
ditanya tidak nyambung, badan lemas (+). Anak hanya tiduran, kejang (-),
mimisan (-). An. A suka sekali dengan chiki-chiki, chocolate dan minuman
kemasan seperti teh gelas dan anak A mengkonsumsi mie goreng setiap hari
pada pagi hari. Anak A memiliki berat badan 75 kg dengan tinggi badan 148
cm. Orang tua anak tidak tau anak menderita hipertensi. Penderita didiagnosa
ensefalopati susp. + Hipertensi II + Obesitas.
A. Data umum pasien
Nama

: An. A

Tanggal Lahir

: 16 Juni 2006

Umur

:10 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Tanggal Masuk RS

: 19 Agustus 2016

Tanggal Skrining

: 22 Agustus 2016

Diagnosa Medis

: Ensefalopati susp. + Hipertensi II + Obesitas

B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama terkait dengan masalah gizi : pasien mengalami
demam dan sesak
2. Riwayat penyakit dulu dan sekarang
a. Riwayat penyakit dulu
Pasien mengalami demam
b. Riwayat penyakit sekarang

12

Pasien mengalami demam, sesak dan penurunan kesadaran
c. Riwayat pembedahan
Tidak ada
d. Riwayat pengobatan
Pasien pernah dibawa ke klinik 24 jam karena pasien
mengalami demam tinggi terus menerus
e. Penyakit kronis atau resiko komplikasi
Ensefalopati susp. + Hipertensi II + Obesitas
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien menderita hipertensi
C. Riwayat Personal
a) 1) Riwayat Obat-obatan dan suplemen yang dikonsumsi
-

Tidak ada

2) Obat-Obatan Yang Diberikan Di Rumah Sakit
Obat-obatan yang diberikan kepada pasien selama berada di rumah
sakit dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.1 Pemberian Obat-obatan
Nama

Penggunaa

Obat

n

Indikasi
Mengobati
hipertensi dan
gagal jantung

Captopr

2x6,25 mg

il

p.o

dengan
melindungi
jantung
setelah terjadi
serangan

Inj

2x7 mg

jantung.
Menghambat

Furose

penyerapan

mide

kembali
natrium oleh
sel-sel tubuli

13

Paracet

30 mg

amol

ginjal.
Sebagai
analgesic,
untuk
mengurangi
rasa

nyeri

pada

sakit

kepala, sakit
gigi,

sakit

waktu

haid

dan

sakit

pada
otot.menurun
kan

demam

pada
influenza dan
setelah
vaksinasi.
b) Sosial Budaya
1. Status Sosial ekonomi

: Menengah ke atas

2. Agama

: Islam

3. Situasi Rumah

: Baik

4. Dukungan sosial dan kesehatan : pasien merupakan anak bungsu dari
tiga bersaudara, kemauan pasien selalu dituruti oleh ibunya. Pasien
biasanya diberi uang jajan kisaran 50.000 / hari.
3.2 Skrining Gizi
Hasil subjective global assesment (SGA) yang diisi oleh ahli gizi dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.2. subjective global assesment (SGA)
Parameter
Perubahan berat badan

Skor
B

14

Perubahan intake makanan

B

Perubahan gestasional

B

Perubahan kapasitas fungsional

A

Penyakit dan hubungannya dengan

B

kebutuhan gizi
Total

B

Ket : Pasien beresiko Malnutrisi sedang dengan penilaian SGA didapatkan B

3.3 Assesmen Gizi
1. Riwayat Gizi/ Makanan
a. Asupan Makanan
a) Asupan makan pasien sebelum masuk rumah sakit
Sebelum masuk rumah sakit An. A memiliki kebiasaan
makan 3x-4x sehari dan suka jajan. Pasien memiliki alergi makanan.
An.A

suka

makanan

yang

digoreng

dan

berlemak.

Jarang

mengkonsumsi sayur, suka mengonsumsi mie. Pasien alergi terhadap
makanan laut dan muncul bintik- bintik merah ketika megonsumsi
makanan laut
- Maka

:

berupa nasi 3x-4x makan dalam

nan

sehari yaitu 200 gr atau dalam

Pokok

URT 1.5 gelas

dalam 7 hari,

sedangkan mie goreng 7x makan
- Lauk

:

Nabat
i
- Lauk

dalam seminggu yaitu 200 gr
berupa tempe 4-5x dalam
seminggu yaitu 50 gr.

:

Hewa

Berupa

ayam

3-4x

dalam

seminggu yaitu 50 gr

ni
- Sayur

:

1-2x dalam seminggu yaitu 50

an

:

gr.

- Jajana

Chiki-chiki 7x dalam seminggu 1
15

n dari
luar

bks, teh gelas 6x dalam sehari,
chocolate 4x dalam seminggu 2
btg

Asupan Makan Pasien Sebelum Masuk Rumah Sakit
Ene

Protein

L

KH

rgi

(gr)

e

(gr)

(kal

m

)

a
k
(
g
r

A

133

s

4,1

56,1

)
4

144,

9

9

u

,

p

3

a
n

O
r
a
l
K
e
b
u
t
u
h

4

a

2

n

192

%

5
62,
3%

71,25
78,7 %

,

312,

7
1

8
41,9

0

%

A

4

s

%

16

u
p
a
n

b) Asupan makan pasien setelah masuk rumah sakit
Selama perawatan diruang rawat inap, telah dilakukan recall 24
jam terhadap pasien selama 5 hari dari tanggal 22 agustus 2016 sampai
26 agustus 2016 untuk mengetahui tingkat konsumsi makan pasien.
Kebutuhan

Tanggal

E (Kal)

P (gr)

L (gr)

KH (gr)

Asupan

22 Agustus 2016

350,7

4,6

6,8

71,7

23 Agustus 2016

505,8

9,5

7,2

100,8

24 Agustus 2016

1854,6

40,2

85,8

281,5

25 Agustus 2016

1869

49,6

61,5

297,9

26 Agustus 2016

1625,9

60.1

49.5

231,9

Rata-rata Asupan

1241,2

32,8

42,16

196,76

Kebutuhan

2125

71,25

47,2

345,3

% Asupan

58,4 %

46,03 %

89,32 %

57,04 %

Ket :
Tabel 3.3. Presentase Asupan Makan
Kategori
Buruk
Kurang
Baik

Persen Asupan
< 51 %
51- 80%
>80%

Sumber: (Gibson, 2005)
Penilaian : Dilihat dari hasil presentase asupan makan pasien selama 5
hari adalah energi 58,4% kategori buruk dari asupan, protein 46,3 %
dengan kategori buruk dari asupan, lemak 89,32 % kategori baik dari
asupan dan karbohidrat 57,04% dengan kategori kurang dari asupan.
c) Kesadaran terhadap gizi dan kesehatan
a. Edukasi dan Konseling gizi yang sudah didapat di masa lalu

17

Pasien tidak pernah mendapat pengetahuan mengenai gizi
seimbang sebelumnya.
b. Ketersediaan Makanan
Disekitar rumah An. A terdapat warung yang menjual berbagai
macam jenis jajanan salah satunya chiki-chiki, coklat dan teh gelas.
c. Aktifitas Fisik
Aktifitas An. A masuk dalam kategori ringan. Sepulang sekolah
An. A menonton televisi atau bermain gadget dirumah.

2. Antropometri
BBA

: 75 kg

TB

: 148 cm

DBW

: 10 x 2 + 8 = 28 kg

Sumber

: Pedoman Pelayanan Dietetik RS. Depkes oleh : RSSA, 2012

Kategori status gizi dapat dilihat :
Tabel 3.4. Klasifikasi Status Gizi
I

Has

Nilai

K

n

il

Rujukan

e

d

t

i

e

k

r

a

a

t

n

o

g

r

a
n

18

I

6.2

>= - 2 SD

O

M

7

s/d

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65