Perbandingan antara Peradilan Islam di N

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah.. Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan hidayahNya. Segala pujian hanya layak kita aturkan kepada Allah SWT. Tuhan seru sekalian alam
atas segala berkat, rahmat, taufik, serta petunjuk-Nya yang sungguh tiada terkira besarnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang penulis beri judul ” Perbandingan
antara Peradilan Islam di Negara Indonesia enagn Negara Brunei Darussalam ”.
Dalam penyusuna makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak,
oleh karena itu penulis mengucapkan rasa berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada
mereka, kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan
dukungan, moril, dan kepercayaan yang sangat berarti bagi penulis.
Berkat dukungan mereka semua kesuksesan ini dimulai, dan semoga semua ini bisa
memberikan sebuah nilai kebahagiaan dan menjadi bahan tuntunan kearah yang lebih baik
lagi. Penulis tentunya berharap isi makalah ini tidak meninggalkan celah, berupa kekurangan
atau kesalahan, namun kemungkinan akan selalu tersisa kekurangan yang tidak disadari oleh
penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengharapkan agar makalah
ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Senin, 12 Juni 2017
Hormat Kami

Pemakalah

1

2

Daftar isi
Kata pengantar………………………………………………………………………...………1
Daftar Isi……………………………………………………………………….……......…….2
BAB I : Pendahuluan
I.

Latar belakang……………………………………………………………….....….3

II.

Rumusan Masalah…………………………………………………………....……3

BAB II : Pembahasan
A. Sejarah Reformasi dan Kodifikasi Hukum Keluarga Islam Di Brunei Darussalam....4

B. Materi Hukum Keluarga.......………………………………………………………...6
BAB II : Penutup
Kesimpulan………………………………………………...………………….……...11
Daftar Pustaka……………………………………………………......………….…...12

3

BAB I
PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang
Pola hukum Islam yang dianut oleh penduduk Brunei lebih banyak dipengaruhi oleh

Mazhab Syafii. Sistem Hukum dan Pengadilan mereka lebih banyak dipengaruhi oleh hukum
adat Inggeris Sampai dekade sekarang ini sistem hukumnya, kecuali hukum-hukum agama
Islam, masih didominasi oleh sistem hukum Inggeris. Bahkan Mahkamah Agung/Hakim
Agungnya masih dirangkap oleh Mahkamah Agung/Hakim Agung Hongkong. Hukum
Perdata Islam bagaimanapun juga dapat terhindar dari upaya modernisasi.
Apabila hukum perdata


Islam dan kekuatan hukumnya dianalisis

secara

ketatanegaraan di Negara Republik Indonesia, dapat dikatakan bahwa asasnya adalah
Pancasila dan UUD 1945. Kemudian dijabarkan melalui Undang-Undang Nomor 1 tahun
1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama dan beberapa Instruksi Pemerintah, demikian juga munculnya Kompilasi Hukum
Islam yang menjadi pedoman bagi para hakim di Peradilan Agama di Indonesia.1
II.

Rumusan Masalah
Bagaimana perbandingan antara peradilan islam di negara indonesia denagn negara

brunei.
III.

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini iyalah untuk mengetahui perbandingan antara peradilan


islam di negara indonesia denagn negara brunei.

1

Zainudin Ali, Hukum Perdata islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika press, 2007, hal. 4

4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Reformasi dan Kodifikasi Hukum Keluarga Islam Di Brunei Darussalam
Kesultanan Brunei Darussalam mempunyai sejarah yang cukup panjang. Secara
kultural, hukum yang berlaku di Brunei Darussalam tidak jauh berbeda dengan tetangganya
Malaysia, karena keduanya memang mempunyai akar budaya yang sama. Meskipun sejak
tahun 1888 – 1984 Brunei menjadi negara protektorat Inggeris, namun hal tersebut tidak
menyebabkan hukum Islam tidak berlaku di Brunei Darussalam. Sikap Inggeris terhadap
Islam sangat berbeda dengan sikap Belanda, terutama terhadap penduduk negeri jajahannya.
Kalaupun Inggeris ikut campur tangan, yang mereka lakukan adalah menempatkan Islam di
bawah wewenang para Sultan, sehingga agama menjadi kekuatan yang konservatif.

Sementara itu upaya mengkodifikasikan hukum Islam telah dilakukan sejak awal di
Iran. Hukum keluarga Iran pertama kali dikodifikasikan sebagai bagian dari hukum perdata
yang diundangkan tahun 1928 s/d 1935. Pada tahun 1927, Menteri Keadilan Iran membentuk
Komisi yang bertugas menyiapkan draft hukum perdata, draft yang disusun Komisi tersebut
ditetapkan sebagai Qanun Madani ( Hukum Perdata) dalam tiga tahap, antara tahun19281935.2
Hukum Islam dalam bentuk perundang-undangan di Indonesia adalah Hukum Islam
yang bersifat mengikat secara hukum ketatanegaraan, bahkan daya ikatnya lebih luas.
Sebagai peraturan organik, terkadang tidak elastic mengantisipasi tuntutan zaman dan
perubahan. Sebagai contoh Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
memuat hukum Islam dan mengikat kepada setiap warga Negara Indonesia.
B. Materi Hukum Keluarga
1) Pencatatan Perkawinan
a. Perspektif Brunei Darussalam
Dalam Undang-Undang Brunei, orang yang bias menjadi pendaftar nikah selain
Kadi Besar dan Kadi-kai adalah imam-imam setiap masjid. Orang yang biasa melangsungkan
sebuah pernikahan adalah yang diberi kuasa (tauliah) oleh Sultan atau yang diberi kuasa oleh
hukum untuk orang lain, tetapi dalam hal ini kehadiran dan kebenaran pendaftaran juga
2
Tahir Mahmood, Family Law Resform in The Muslim World ( new Delhi: The Indian Law Intitute,
1972). H. 154


5

diperlukan. Walaupun demikian pernikahan yang tidak mengikuti aturan ini tetap
dilangsungkan (sah), tetapi menurut aturan hukum muslimdianggap sah dan dan hendak
didaftarkan.3Sedangkan dinamakan perkawinan yang tidak sah adalah perkawinan yang tidak
mengikuti hukum mazhab yang dianut oleh kedua belah pihak. 4
Berbeda dengan Malaysia yang mewajibkan mendaftarkan pernikahan. Tetapi
menurut hukum disana, suatu pernikahan tanpa pendaftaran tidak menjadikannya tidak sah
atau hanya dengan mendaftar saja tidak bisa menjadikan pernikahan tersebut sah. Ketentuan
sah atau tidaknya hanya

berdasarkan hukum Islam, tetapi kelalaian mendaftarkan

pernikahan merupakan sebuah pelanggaran di sebagian besar Negara Malaysia.
Aturan tentang pencatatan perkawinan ini terdapat pula di Singapura, tapi aturannya
sama dengan kedua Negara di Atas yaitu dengan didataftarkan atau tidak didaftarkannya
pernikahan tidak berpengaruh pada sahnya perkawinan, karena sahnya perkawinan hanya
menurut hukum Islam.
b. Perspektif Indonesia

Alqur’an dan Alhadis tidak mengatur secara rinci mengenai pencatatan perkawinan.
Namun dirasakan oleh masyarakat penting mengenai hal ini, sehingga diatur melalui
perundang-undangan, baik UU Nomor 1 Tahun 1974 melalui Kompilasi Hukum Islam.
Pencatatan

perkawinan

bertujuan

untuk

mewujudkan

ketertibanperkawinan

dalam

masyarakat, baik perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan hukum Islam maupun
perkawinanyang dilangsungkan oleh masyarakat yang memeluk agama diluar Islam.
Pencatatan perkawinan merupakan upaya untuk menjaga kesucian (misaqon golizon).

Realisasi dari pencatatn itu melahirkan Akta Nikah yang masing-masing dimiliki oleh istri
dan suami. Akta tersebut bisa digunakan bila ada terjadi perselihan dikemudian hari.
Pasal 5 dan 6 Kompilasi Hukum Islam

mengenai pencatatan perkawinan

mengungkapkan beberapa garis hukum sebagai berikut:
Pasal 5
a) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus
dicatat.
b) Pencatatn perkawinan tersebut, pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah
sebagaimana yang diatur dalam Unang-undang Nomor 22 Tahun 1946 jo. UndangUnang Nomor 32 Tahun 1954.
Pasal 6
3
4

Hukum Perkawinan, 1931, Pasal 137 (3)
Pasal 138

6


a) Untuk Memenuhi ketentuan dalam pasal 5 setiap perkawinan harus dilangsungkan
dihadapan dan di bawah Pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.
b) Perkawinan yang dilakukan di luar Pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak
memiliki kekuatan hukum5
2) Batasan Usia Perkawinan
a. Perspektif Brunei
Secara spesifik pemakalah belum menemukan batasan yang rinci di Negara ini akan
tetapi pengambilan hukum Islam di Negara ini secara utu diadopsi dari Mazhab As-Syafi’I
sehingga refirmasi hukum yang ada sebagian besar bersifat regulatory.6
b. Prespektif Indonesia
Didalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 disebutkan : Perkawinan hanya diizinkan
jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
tahun. Ini juga diperkuat dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 15 yang menyebutkan
bahwa : untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan
calon mempelai yang telah mencapai umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7 UU Nomor 1
tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnua berumur 19 tahun dan calon isteri
sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.7
3) Perceraian
a. Perstektif Brunei.Darusalam

Mengenai perceraian dalam Undang-Undang ini ada beberapa hal yang penting. Jika
perempuan dicerai sebelum disetubuhi, maka ia tidak boleh dikawinkan dengan orang lain
kecuali dengan suaminya yang terdahulu dalam masa idah kecuali dibenarka oleh Kadi yang
berkuasa dimana dia tinggal.
Dalam Undang-Undang Brunei selanjtnya disebutkan bahwa bagi perempuan yang
dicerai dngan talak tiga tidak boleh nikah lagi dengan suaminya yang terdahulu kecuali ia
kawin dengan laki-laki lain dengan cara yang sah dan bersetubuh dengannya kemudian
diceraikan dengan sah sesuai dengan Undang-Undang.
b. Perspektif Indonesia
Apabila Suami yang mengajukan permohonan ke pengadilan untuk menceraikan
istrinya, kemudian sang istri menyetujui disebut cerai talak. Hal ini diatur dalam pasal 66
UUP disebutkan:
5
6
7

Kompilasi Hukum Islam pasal 5 dan 6
Khairudin Nasution, Hukum Keluarga Di Dunia Islam Modern, (Ciputat: Ciputat Press. 2003), h. 194

UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan KHI pasal 15

7

a) Seorang suami beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan
permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan siding guna menyaksikan ikrar
talak.
b) Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada pengadilan
yang daerah hukumnya

meliputi tempat kediaman termohon kecuali apabila

termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama
tanpa izin pemohon.8
Sedangkan dalam KHI disebutkan bahwa Seorang suami yang akan menjatuhkan
talak kepada isterinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada pengadilan
agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar
diadakan sidang untuk keperluan itu.9
4) Juru Damai (Arbirator)
a. Perspektif Brunei Darusalam.
Apabila selalu muncul masalah antara suami-isteri maka Kadi bisa mengangkat
seorang, dua orang pendamai atau hakam dari keluarga yang dekat dari masing-masing pihak
yang mengetahui keadaannya.
Kadi memberikan petunjuk kepada hakam untuk melaksanakan arbitrasi dan harus
melaksanakannya sesuai dengan hukum Muslim. Apabila Kadi tidak sanggup atau Kadi tidak
menyetujui apa yang dilakukan oleh Hakam, Kadi akan menggantikan hakam lain, demikian
juga jika hakam berpendapat bahwa pihak-pihak ini layak bercerai tetapi dengan tanpa
adanya alasan untuk menyatakan perceraian, maka Kadi akan mengakat hakam yang lain dan
akan memberikan otoritas untuk mempengaruhi perceraian.10
b. Perspektif Indonesia
Lahirnya acara mediasi melalui PERMA Nomor 1 Tahun 2008 (kemudian akan
disebut PERMA), merupakan penegasan ulang terhadap Perma sebelumnya yaitu Nomor 2
Tahun 2003. Dilatar belakangi dengan menumpuknya perkara di lingkungan peradilan
terutama dalam perkara kasasi, mediasi dianggap instrument efektif dalam proses
penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih

Zainudin Ali, Hukum Perdata islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika press,
2007, hal 80
9
KHI pasal 129
10
M. Atho’ Muzdar Hukum Keluarga Di Dunia Islam Modern, (Ciputat: Ciputat
Press. 2003), h193
8

8

besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa
keadilan.
Sesuai dengan maknanya, mediasi berarti menengahi. Seorang mediator tidaklah
berperan sebagai judge yang memaksakan pikiran keadilannya, tidak pula mengambil
kesimpulan yang mengikat seperti arbitrer tetapi lebih memberdayakan para pihak untuk
menentukan solusi apa yang mereka inginkan. Mediator mendorong dan memfasilitasi dialog,
membantu para pihak mengklarifikasi kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka,
menyiapkan panduan, membantu para pihak dalam meluruskan perbedaan-perbedaan
pandangan dan bekerja untuk suatu yang dapat diterima para pihak dalam penyelesaian yang
mengikat. Jika sudah ada kecocokan di antara para pihak yang bersengketa lalu dibuatkanlah
suatu memorandum yang memuat kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai.11
Mediasi merupakan salah satu dari beberapa penyelesaian sengketa. Berbagai proses
penyelesaian sengketa adalah :
1. Litigasi di mana perselisihan diselesaikan melalui pengadilan.
2. Arbitrase suatu sistem di mana prosedur dan arbitrer dipilih oleh para pihak untuk
membuat keputusan yang mengikat.
3. Konsiliasi proses yang sama dengan mediasi namun diatur oleh undang-undang.
4. Konseling di mana ada proses therapeutic yang memberikan nasihat membantu
penangan masalah prikologikal.
5. Negosiasi adanya unsur diskusi, edukasi, pendekatan persuasive serta tawar menawar
dengan pasilitas pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu masalah.
6. Fasilitasi suatu proses yang dipergunakan dalam perselisihan yang melibatkan
berbagai pihak.
7. Case appraisal/neutral evaluation, suatu proses di mana pihak ketiga yang
mempunyai kualifikasi memberikan pandangan berdasarkan fakta dan kehyataan yang
ada.
8. Mini Tria, proses penyelesaian perselisihan dengan pertukaran informasi yang
kemudian dicari jalan keluar melalui hadirnya senior eksekutif dari masing-masing
organisasi.

Secara spesifik dalam bidang perceraian, mediasi terdapat pada Al Quran surata an
Nisa ayat 35, dalam bagian pidato Umar bin al Khatab mengenai penyelesaian perkara oleh
seorang hakim, ia mendorong penyelesaian perkara secara damai al sulhu khairun.
Menunjukkan bahwa mediasi sebagai sarana sulhu sangat dianjurkan. Pada saat peralihan
kepemimpinan Ali ra dengan Mu’awiyah juga dilakukan dengan mediasi.
11

9

9. Provati judging, suatu proses yang hampir sama dengan arbitrase di mana seorang eks
hakim bertindak untuk memberikan keputusan dan para pihak sepakat untuk mentaati
keputusan tersebut.12

BAB III
KESIMPULAN

Sugiri Permana, Mediasi Dan Hakam Dalam Tinjauan Hukum Acara Peradilan
Agama, Jakarta
12

10

Tabel Perbandingan Hukum Keluarga Islam di Iran, Brunei Darusalam dan Indonesia.
Jenis Masalah

Brunei Darssalam

Pencatatan Perkawinan

Yang berhak mencatat itu
Kadi, Imam-imam masjid,
dan perlu jua didaftarkan.
Namun kalau ada yang tidak
melakukan seperti itu tetap
sah.

Batasan Perkawinan

Perceraian

Juru damai

Ini mengadopsi dari imam
Syafi’I, yang menyebutkan
bagi pria iti sudah baligh
seperti mimpi basah dan
wanita sudah mengeluarkan
darah haidh.
Jika perempuan dicerai
sebelum disetubuhi, maka ia
tidak boleh dikawinkan
dengan orang lain kecuali
dengan suaminya yang
terdahulu dalam masa idah
kecuali dibenarka oleh Kadi
yang berkuasa dimana dia
tinggal
Jika selau terjadi
perselisihan, ,maka kadi
mengangkat 2 orang juru
damai

11

Indonesia
Ini sanagat perlu dan diatur
dalam UUP dan KHI,
urgensinya anyak sekali
diantaranya andai terjadi
perselisihan maka ada bukti
yang otentik yaitu berupa
akta nikah.
UUP bagi pria itu minimum
19 tahun an wanita 16 tahun
diperkuat juga dengan KHI
KHI disebutkan bahwa
Seorang suami yang akan
menjatuhkan talak kepada
isterinya mengajukan
permohonan baik lisan
maupun tertulis kepada
pengadilan agama yang
mewilayahi tempat tinggal
isteri
Di Indonesia diatuangkan
dalam PERMA Nomor 1
Tahun 2008, merupakan
penegasan ulang terhadap
Perma sebelumnya yaitu
Nomor 2 Tahun 2003.

Daftar Pustaka
Zainudin Ali, Hukum Perdata islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika press, 2007
Tahir Mahmood, Family Law Resform in The Muslim World ( new Delhi: The Indian
Law Intitute, 1972).
Kompilasi Hukum Islam pasal 5 dan 6
Khairudin Nasution, Hukum Keluarga Di Dunia Islam Modern, (Ciputat: Ciputat
Press. 2003)
UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan KHI pasal 15
Zainudin Ali, Hukum Perdata islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika press, 2007,
hal 80
M. Atho’ Muzdar Hukum Keluarga Di Dunia Islam Modern, (Ciputat: Ciputat Press.
2003)
Sugiri Permana, Mediasi Dan Hakam Dalam Tinjauan Hukum Acara Peradilan
Agama, Jakarta

12