Catatan Fisika Matematika Ii
KATA PENGANTAR
Ilmu Fisika merupakan ilmu mendasar dengan tujuan mendeskripsikan bagaimana alam semesta bekerja. Berbagai fenomena alam kemudian diformulasikan ke dalam Matematika untuk mencari tahu deskripsi tersebut secara terperinci. Hasil perincian ini kemudian dikembangkan menjadi berbagai bidang keteknikan yang memfokuskan pada salah satu cabang ilmu Fisika. Bahkan penjabaran ilmu Fisika tidak jarang diterapkan dalam pemecahan masalah-masalah sosial-politik.
Buku ini merupakan kumpulan catatan kuliah saat mengikuti mata kuliah Fisika Matematika I di program studi Fisika, Universitas Hasanuddin. Terinspirasi dari hadits Rasulullah, โIkatlah ilmu dengan menuliskannyaโ, saya memulai sedikit demi sedikit menuliskan bahan perkuliahan. Setelah satu tahun berlalu, buku ini akhirnya bisa saya rampungkan meskipun masih jauh dari kata sempurna untuk menjelaskan luasnya samudera Fisika Matematika.
Kepada dosen-dosen pengajar; Prof. Wira Bahari Nurdin dan Dr. Tasrief Surungan, serta teman- teman sekelas pada mata kuliah Fisika Matematika semester ganjil 2014, saya mengucapkan banyak terimakasih atas berbagai inspirasi saat perkuliahan.
Bagi teman-teman, para pembaca sekalian, saran dan feedback selalu dinanti di [email protected].
Makassar, September 2015 Muhammad Fauzi Mustamin
1. KALKULUS VEKTOR
Sebagaimana diketahui bersama, kalkulus merupakan alat yang sangat penting dalam pendeskripsian berbagai kuantitas fisis. Pada tingkatan sekolah menengah tentu telah diperkenalkan dasar dari kalkulus; diferensial, integral, dan berbagai materi berkaitan dengan hal tersebut. Perbedaan mendasar dari kalkulus pada kuantitas skalar, kalkulus vektor, sesuai namanya, mengolah berbagai vektor dengan menggunakan prinsip kalkulus. Hal ini mengingat banyaknya kuantitas fisis berupa vektor, misalnya sebaran medan magnet pada sebuah muatan listrik, kecepatan alir fluida, dan masih banyak lagi fenomena alam lain yang dalam pendeskripsiannya menggunakan kalkulus vektor.
1.1 Diferensial Vektor
Misalkan sebuah vektor ๐ yang terdiri dari fungsi skalar dengan variabel ๐ข. Kita dapat menuliskan vektor tersebut sebagai ๐(๐ข). Misalnya pada kordinat kartesian, ๐(๐ข) = ๐ ๐ฅ (๐ข)๐ข + ๐ ๐ฆ (๐ข)๐ฃ + ๐ ๐ง (๐ข)๐ค.
Perubahan kecil pada vektor ๐(๐ข) menghasilkan perubahan โ๐ข sehingga โ๐ = ๐(๐ข + โ๐ข) โ ๐(๐ข). Diferensial dari ๐(๐ข) terhadap ๐ข didefinisikan :
Gambar 1.1 Skema diferensial vektor.
Pada kordinat kartesian, diferensial vektor (๐ข) = ๐ ๐ฅ (๐ข)๐ข + ๐ ๐ฆ (๐ข)๐ฃ + ๐ ๐ง (๐ข)๐ค :
Pada vektor komposit, setiap vektor atau skalar dapat berupa fungsi dari variabel ๐ข. Dengan mengasumsikan ๐ dan ๐ adalah vektor terdiferensiasi terhadap skalar ๐ข dan bahwa ๐ adalah fungsi skalar terdiferensiasi terhadap ๐ข :
Dari persamaan (1.1), dapat dilihat saat โ๐ข โ 0, perubahannya terhadap ๐ akan sangat kecil. Sehingga diperoleh persamaan :
Sebagai pemisalan adalah perubahan yang sangat kecil dari vektor posisi sebuah partikel pada selang waktu :
Dengan ๐ฏ adalah kecepatan partikel.
1.2 Integral Vektor
Kita ketahui bahwa intgerasi merupakan invers dari diferensiasi. Beberapa poin penting dalam integrasi :
(i) Integral dari vektor atau skalar memiliki perlakuan yang sama dengan integral biasa. (ii) Tetapan dari integrasi haruslah sama dengan sifat alami integral.
Misalnya, jika ๐(๐ข) = ๐ [๐(๐ข)] ๐๐ข โ menghasilkan integral (๐ข) :
Dimana ๐ adalah konstanta vektor. Jika ditetapkan batas dari ๐ข = ๐ข 1 sampai =๐ข 2 :
1.3 Kurva Ruang
Sebuah kurva ๐ถ pada ruang dapat dideskripsikan dengan vektor ๐ซ(๐ข) terhubung dengan titik awal ๐ dari sebuah sistem kordinat menuju sebuah titik pada kurva. Karena variasi ๐ข, vektor tersebut akan terus bergerak sepanjang kurva. Pada kordinat kartesian :
Dengan ๐ฅ = ๐ฅ(๐ข), ๐ฆ = ๐ฆ(๐ข),dan ๐ง = ๐ง(๐ข) merupakan persamaan parameter dari kurva tersebut.
Gambar 1.2 Tangen satuan ๐ญฬ, normal ๐งฬ dan binormal ๐ฬ terhadap kurva ๐ถ pada titik ๐. Kurva ruang juga dapat direpresentasikan dengan ๐ฆ = ๐(๐ฅ), ๐ง = ๐(๐ฅ), yang dapat dikonversei
seperti persamaan parameter :
Sebuah kurva terkadang dideskripsikan dengan formasi parametrik dengan vektor ๐ซ(๐ ), dimana parameter ๐ adalah panjang garis sepanjang kurva diukur dari titik tetap. Untuk kurva yang dideskripsikan dengan ๐ซ(๐ข), perubahan vektor yang sangat kecil :
Hasil kuadratnya memberikan :
Sehingga didapatkan :
yang dapat diformasi ulang menjadi jarak antara dua titik pada kurva ๐ซ(๐ข), dengan ๐ข = ๐ข 1 dan ๐ข=๐ข 2 :
Jika kurva ๐ถ dideskrippsikan dengan ๐ซ(๐ข), pada setiap titik di kurva terebut, ๐ ๐ซ ๐๐ข โ merupakan seuah tangen vektor dari ๐ถ pada titik tersebut, dengan arah ๐ข meningkat. Pada kasus khusus dimana parameter ๐ข adalah panjang ๐ sepanjang kurva, ๐ ๐ซ ๐๐ โ adalah satuan vektor tangen dari ๐ถ dan dinotasikan ๐ญฬ.
Vektor satuan ๐ฬ = ๐ญฬ ร ๐งฬ, tegak lurus terhadap permukaan datar ๐ญฬ dan ๐งฬ disebut sebagai binormal terhadap ๐ถ. Vektor ๐ฬ, ๐ญฬ, dan ๐งฬ membentuk sistem kordinat kartesian tangan-kanan pada setiap titik di ๐ถ.
Secara ringkas, ๐ฬ, tฬ, dan ๐งฬ serta diferensiasinya terhadap ๐ saling berhubungan, hubungan ini disebut juga dengan formula Frenet-Serret :
1.4 Operator Vektor
Proses diferensiasi dapat dilakukan pada medan skalar dan medan vektor yang memiliki aplikasi sangat luas dalam dunia fisika. Medan skalar secara sederhana dapat diperhatikan pada tekanan dalam fluida dan potensial elektrostatis akibat adanya sebuah muatan listrik. Adapun medan vektor berhubungan dengan hal tersebut adalah kecepatan vektor dalam fluida serta medan listrik.
Dalam penjabaran tersebut diperlukan operator vektor. Operator terpenting penerapannya adalah mencari gradien dari medan skalar serta mencari divergen dan curl dari medan vektor. Operator ini menggunakan konsep diferensiasi. Operator vektor ๐ atau sering disebut del atau nabla memiliki peran sentral pada pembahasan ketiga operator vektor tersebut. Pada kordinat kartesian didefinisikan :
Penjabaran selanjutnya memfokuskan pada sifat matematis dari operator vektor tersebut.
1.4.1 Gradien sebuah Medan Skalar
Gradien dari medan skalar ๐(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ง) didefinisikan :
Secara matematis, grad ๐ merupakan medan vektor yang setiap komponennya diturunkan satu kali secara parsial terhadap ๐(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ง).
Secara umum, perubahan ๐ terhadap jarak ๐ pada arah :
yang disebut sebagai turunan berarah. Dapat dilihat bahwa
Gambar 1.3 Sifat geometri ๐๐, ๐๐ merupakan nilai ๐๐/๐๐ pada arah ๐ฬ.
Sifat menarik lain, ๐๐ merupakan vektor normal pada permukaan ๐(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ง) = ๐ pada setiap titik, seperti ditunjukkan pada gambar 1.3. Jika ๐งฬ normal satuan permukaan dengan arah ๐(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ง) meningkat, maka gradien juga sering dituliskan
๐๐ โก |๐๐| adalah perubahan ๐ pada arah ๐งฬ dan disebut sebagai turunan normal.
1.4.2 Divergen
Secara sederhana, divergen dapat dianggap sebagai kuantitas pengukuran dari seberapa banyak medan vektor menyebar (divergen) atau menyusut (konvergen) pada sebuah titik.
Divergen dari medan vektor ๐(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ง) didefinisikan :
dimana ๐ ๐ฅ ,๐ ๐ฆ dan ๐ ๐ง merupakan komponen dari vektor ๐. Jelas terlihat bahwa ๐. ๐ menghasilkan sebuah medan skalar.
Selanjutnya, jika suatu medan vektor ๐ merupakan diferensiasi dari medan skalar, ๐ = ๐๐, maka
๐. ๐ akan membentuk ๐. ๐๐ atau ๐ 2 ๐, dimana
yang disebut Laplacian dan muncul pada persamaan diferensial parsial.
1.4.3 Curl
Curl dari sebuah medan vektor ๐(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ง) didefinisikan :
dimana ๐ ๐ฅ ,๐ ๐ฆ dan ๐ ๐ง merupakan komponen dari vektor ๐. Hasil dari sisi sebelah kanan persamaan tersebut didapatkan dari proses determinan :
Untuk medan vektor ๐ฏ(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ง) yang mendeskripsikan kecepatan lokal pada setiap titik di dalam sebuah fluida, ๐ ร ๐ฏ adalah pengukuran kecepatan sudut dari fuida pada daerah sekitar titik tersebut. Jika sebuah kincir air kecil ditempatkan di dalam fluida tersebut, maka kincirnya akan berotasi pada daerah ๐ ร ๐ฏ โ ๐, sementara kincirnya tidak akan berotasi pada daerah ๐ ร ๐ฏ = ๐.
Sebagai rangkuman hasil kombinasi dari ketiga operator vektor, tabel 1.1 menyajikan hal tersebut.
Tabel 1.1 Rangkuman kombinasi operator vektor
1.5 Kordinat Silinder dan Kordinat Bola
Pendeskripsian fenomena fisis tidak hanya diekspresikan dalam kordinat kartesian. Dalam berbagai situasi, kordinat sistem lain lebih mendasar, seperti kordinat silinder dan kordinat bola. Seperti fluida dalam pipa pendeskripsiannya lebih alami menggunakan kordinat silinder, ataupun muatan listrik dalam ruang pendeskripsiannya lebih alami dengan kordinat bola.
1.5.1 Kordinat Silinder
Posisi titik ๐ pada kordinat kartesian ๐ฅ, ๐ฆ, ๐ง dapat diekspresikan dalam kordinat silinder ๐, ๐, ๐ง seperti terlihat pada gambar 1.5, dimana :
Gambar 1.4 Kordinat silinder ๐, ๐, ๐ง
dan ๐ โฅ 0, 0 โค ๐ < 2๐ dan โ โ < ๐ง < โ. Posisi vektor dari titik ๐ kemudian dapat ditulis
๐ซ = ๐ cos ๐ ๐ข + ๐ sin ๐ ๐ฃ + ๐ง ๐ค (๐. ๐๐)
dimana, dengan melakukan diferensial parsial ๐ซ terhadap ๐, ๐ dan ๐ง lalu membagi dengan setiap modulusnya didapatkan vektor pada kordinat silinder
๐ฬ ๐ =๐ ๐ = cos ๐ ๐ข + sin ๐ ๐ฃ (๐. ๐๐๐)
1 ๐ฬ ๐ = ๐ = โ sin ๐ ๐ข + cos ๐ ๐ฃ (๐. ๐๐๐) ๐๐
Perpindahan sangat kecil ๐๐ซ dari titik ๐ memenuhi
Elemen volume dari kodinat silinder diperoeh dengan mengkalkulasi bidang paralelipiped sangat kecil, didefinisikan oleh vektor ๐๐๐ฬ ๐ , ๐๐๐๐ฬ ๐ dan ๐๐ง๐ฬ ๐ง :
Gambar 1.5 Elemen volume kordinat silinder
Perubahan kordinat ini juga memengaruhi operator vektor. Tabel 1.2 merangkum operator vektor dalam kordinat silinder.
Tabel 1.2 Opertor vektor dalam kordinat silinder
1.5.2 Kordinat Bola
Posisi titik ๐ dalam kordinat bola ๐, ๐, ๐ dapat diamati pada gamba 1.6, dimana ๐ฅ = ๐ sin ๐ cos ๐ ,
๐ฆ = ๐ sin ๐ sin ๐ ,
๐ง = ๐ cos ๐ (๐. ๐๐)
Gambar 1.6 Kordinat bola ๐, ๐, ๐
dengan ๐ โฅ 0, 0 โค ๐ โค ๐ dan 0 โค ๐ < 2๐. Posisi vektor ๐ dapat dituliskan sebagai
๐ซ = ๐ sin ๐ ๐๐๐ ๐๐ข + ๐ sin ๐ sin ๐ ๐ฃ + ๐ cos ๐ ๐ค (๐. ๐๐)
Vektor satuannya, kembali dapat ditelusuri dengan melakukan diferensial parsial terhadap ๐, ๐, dan ๐, lalu membaginya dengan modulus tiap vektor
๐ฬ ๐ = sin ๐ cos ๐ ๐ข + sin ๐ sin ๐ ๐ฃ + cos ๐ ๐ค (๐. ๐๐๐) ๐ฬ ๐ = cos ๐ cos ๐ ๐ข + cos ๐ sin ๐ ๐ฃ โ sin ๐ ๐ค (๐. ๐๐๐) ๐ฬ ๐ = โ sin ๐ ๐ข + cos ๐ ๐ฃ (๐. ๐๐๐)
Perpindahan sangat kecil vektor tersebut pada kordinat bola
๐๐ซ = ๐๐๐ฬ ๐ + ๐๐๐๐ฬ ๐ + ๐ sin ๐ ๐๐๐ฬ ๐
Elemen volume pada kordinat bola merupakan volume dari paralelipiped sangat kecil yang memenuhi
ร ๐ sin ๐ ๐๐๐ฬ
๐ )| = ๐ sin ๐ ๏ฟฝ๏ฟฝ๏ฟฝ (๐. ๐๐)
Gambar 1.7 Elemen volume kordinat bola ๐, ๐, ๐
Perubahan kordinat ini tentu juga memengaruhi perubahan operator vektor. Tabel 1.3 merangkum perubahan operator vektor untuk kordinat bola.
Tabel 1.3 Operator vektor pada kordinat bola, dengan ฮฆ medan skalar dan ๐ medan vektor.
1.6 Integral Kalkulus
1.6.1 Integral Garis
Integral garis secara umum memiliki persamaan
Gambar 1.8 Visualisasi integral garis
dimana ๐ merepresentasikan fungsi vektor dan ๐๐ซ adalah vektor perpindahan untuk elemen kecil, dengan integralnya dilakukan sepanjang titik ๐ sampai titik ๐. Saat integrasinya dilakukan untuk lintasan tertutup, ๐ = ๐, maka bentuk integrasinya dapat dituliskan sebagai integral tertutup
Esensi dari integral garis ini, kita melakukan perkalian skalar vektor dari ๐ dengan vektor perpindahan elemen kecil ๐๐ซ sepanjang lintasan. Bagi fisikawan, bentuk paling sering dijumpai adalah integral garis persamaan kerja oleh sebuah gaya, ๐ = โซ ๐ . ๐๐ซ.
Integral garis untuk beberapa kasus memiliki keunikan, dimana integral garis antara dua titik tidak bergantung pada lintasan yang dilalui. Medan vektor dengan karakteristik tersebut disebut konservatif. Sebuah vektor ๐ dengan diferensial parsial berhubungan pada daerah ๐ dikatakan konservatif jika dan hanya jika memenuhi beberapa syarat berikut.
(i) Integral โซ ๐ โ ๐๐ซ , dengan
๐ด dan ๐ต berada pada daerah ๐ , tidak bergantung pada lintasan ๐ด ke ๐ต. Dapat dikatakan bahwa โฎ ๐ โ ๐๐ซ pada lintasan tertutup adalah nol. (ii) Terdapat fungsi nilai tunggal ๐ dari posisi, dimana ๐ = ๐๐.
(iii) ๐ ร ๐ = 0. (iv) ๐ โ ๐๐ซ merupakan diferensial eksak.
Kasus lain terjadi untuk menghubungkan integral garis dan integral bidang. Integral garisnya dapat dihubungkan dengan luas daerah cakupan dengan menggunakan teorema Green untuk bidang memenuhi Kasus lain terjadi untuk menghubungkan integral garis dan integral bidang. Integral garisnya dapat dihubungkan dengan luas daerah cakupan dengan menggunakan teorema Green untuk bidang memenuhi
1.6.2 Integral Permukaan
Integral permukaan secara umum memiliki persamaan
Gambar 1.9 Visualisasi integral permukaan
dimana ๐ merupakan fungsi vektor dan ๐๐ merupakan elemen kecil luas, dengan arah tegak lurus dengan permukaan. Saat permukaannya tertutup, maka persamaannya dapat dituliskan sebagai integral tertutup
Jika ๐ mendeskripsikan aliran fluida (massa persatuan luas persatuan waktu), maka โซ ๐ โ ๐๐ merepresentasikan massa total persatuan waktu yang melewati permukaan atau lebih sering
disebut sebagai flux. Lebih detail, elemen luas dapat dituliskan
dimana ๐ฬ merupakan normal satuan permukaan.
1.6.3 Integral Volume
Integral volume memiliki persamaan umum
dengan ๐ fungsi skalar dan ๐๐ elemen volume kecil, dimana untuk kordinat kartesian ๐๐ = ๐๐ฅ๐๐ฆ๐๐ง.
Misalnya ๐ adalah densitas suatu bahan, maka โซ ๐๐๐ merepresentasikan massa total.
1.6.4 Teorema Divergence
Teorema divergence menghubungkan flux total dari medan vektor yang menyebar dari permukaan tertutup ๐ menuju integrasi divergence dari medan vektor volume tertutup ๐. Ungkapan matematis dari teorema divergence memenuhi
1.6.5 Teorema Stokes
Teorema Stokes menghubungkan integral dari curl dari medan vektor sepanjang sebuah permukaan terbuka ๐ dengan integral garis dari medan vektor sekitar lintasan ๐ถ yang menghubungkan permukaan. Ungkapan matematis teorema Stokes memenuhi
2. DERET
Banyak situasi fisika yang kita sajikan dalam bentuk deret. Sebuah deret dapat berupa penjumlahan berhingga ataupun penjumlahan tak hingga dari sekumpulan angka. Secara umum, penjumlahan dari ๐ bagian dari sebuah deret dapat ditulis :
Jenis deret berhingga, berarti nilai ๐ mencapai angka tertentu. Sedangkan untuk deret tak hingga nilai ๐ = โ. Dalam dunia fisika, banyak kejadian alam yang memenuhi konsep deret tak berhingga. Atas dasar ini, pembahasan selanjutnya akan fokus pada deret tak hingga.
2.1 Deret Konvergen dan Deret Divergen
Dalam pembahasan deret untuk menganalisa keadaan fisis, perlu diperhatikan bahwa kita akan menjumlahkan sekian banyak angka yang jumlahnya tak berhingga. Sesuai dengan persamaan (2.1), karena deretnya tidak berhingga :
Atau juga dapat dicari engan menggunakan konsep limit :
Jika nilai ๐ menuju sebuah angka tertentu deretnya dikatakan deret konvergen. Sementara jika ๐ menuju ยฑโ, deretnya dikatakan sebagai deret divergen.
2.2 Uji Konvergen Suatu Deret
2.2.1 Nilai Mutlan dan Konvergensi Deret
Secara umum, deret tak hingga โ๐ข ๐ dapat memiliki bagian kompleks dan pada kasus khusus terdiri dari nilai positif dan negatif. Untuk sebuah deret, kita dapat mengasumsikan deret lain
โ|๐ข ๐ | yang setiap bagiannya merupakan nilai absolut dari deret awal โ ๐ข ๐ yang hendak dicari. Setiap bagian dari deret mutak tersebut akan menghasilkan nilai positif.
Jika deret โ|๐ข ๐ | konvergen, maka deret โ ๐ข ๐ juga konvergen, dan โ๐ข ๐ dapat dikatakan sebagai deret konvergen mutlak. Untuk deret konvergen mutlak, setiap bagiannya dapat disusun ulang tanpa mempengaruhi konvergensi dari deret tersebut.
Jika deret โ|๐ข ๐ | divergen namun deret โ ๐ข ๐ konvergen, deretnya dikatakan konvergen kondisional. Untuk deret konvergen kondisional, jika urutan bagiannya diubah, maka akan berpengaruh pada deret semula, sehingga tidak jelas, apakah deretnya konvergen atau divergen.
2.2.2 Konvergensi Deret Positif
Deret positif merupakan deret yang semua bagiannya terdiri dari bilangan konstan positif. Untuk meguji konvergensitas suatu deret positif, ada beberapa cara yang dapat dilakukan :
1. Uji Awal Uji awal digunakan untuk mendeteksi apakah deret tersebut sudah pasti divergen. Untuk deret
โ๐ข ๐ dikatakan konvergen jika hasilnya menuju nol saat ๐ menuju tak hingga.
Jika kondisi tersebut tidak terpenuhi, maka deretnya sudah pasti divergen. Namun, meski telah terpenuhi, deretnya juga bisa berupa deret divergen, sehingga membutuhkan pengujian yang lain untuk membuktikan.
2. Uji Banding Uji banding merupakan pengujian paling mendasar dalam menguji konvergensi suatu deret.
Misalkan kita memiliki dua deret, โ๐ข ๐ dan โ๐ฃ ๐ dan kita mengetahui bahwa salah satunya deret konvergen. Sehingga jika setiap bagian ๐ข ๐ pada deret awal kurang dari atau sama dengan bagian dari deret ๐ฃ ๐ , untuk setiap ๐ yang lebih besar dari nilai tetap ๐ yang bisa bervariasi setiap deret, deret awal โ๐ข ๐ juga merupakan deret konvergen.
Dengan kata lain, jika โ๐ฃ ๐ konvergen dan
๐ข ๐ โค๐ฃ ๐ , untuk ๐ > ๐
Maka deret โ๐ข ๐ juga konvergen. Namun jika โ๐ฃ ๐ divergen dan ๐ข ๐ โฅ๐ฃ ๐ untuk setiap ๐ yang lebih besar untuk nilai tetap, maka
โ๐ข ๐ merupakan deret divergen.
3. Uji Perbandingan dโAlembert Jika sebuah deret โ๐ข ๐ dan didefinisikan :
Berlaku hubungan, jika ๐ < 1 deretnya konvergen; jika ๐ > 1 deretnya divergen; jika ๐ = 1 maka deretnya bisa konvergen mapun divergen.
4. Uji Integral Misalkan terdapat sebuah fungsi ๐(๐ฅ) yang secara monoton menurun sepanjang ๐ฅ lebih besar
dari niali tetap ๐ฅ 0 dan untuk ๐(๐) = ๐ข ๐ . Deret โ๐ข ๐ konvergen jika integral pembandingnya berhingga :
Namun jika integralnya tak hingga, maka deretnya dikatakan deret divergen.
2.3 Deret Selang Seling
Deret selang seling dapat ditulis sebagai :
Syarat deret selang-seling konvergen adalah
1. Limit dari harga mutlak suku ๐ข ๐ adalah 0.
2. Deret selang-seling haruslah deret yang monoton turun untuk setiap suku mutlaknya.
Jika setiap suku dalam deret diambil harga mutlaknya, kita peroleh deret baru yang sema bagiannya positif. Deret ini disebut deret mutlak, yang bisa bersifat konvergen ataupun divergen.
2.4 Deret Pangkat
Formasi umum dari deret pngkat adalah :
Dimana ๐ 0 ,๐ 1 ,๐ 2 ,๐ 3 , โฆ. Meruakan konstanta. Deret tersebut secara umum sering muncul dalam fisika dan sangat berguna, untuk |๐ฅ| < 1, bagian seanjutnya deret tersebt dapat menjadi sangat kecil dan diabaikan.
Dengan menggunakan uji perbandingan dโAlembert, kita dapat melihat bahwa ๐(๐ฅ) konvergen mutlak jika :
Atau dapat ditulis :
Konvergensi dari ๐(๐ฅ) bergantung pada nilai ๐ฅ, dimana daerah ๐ฅ bergantung pada nilai ๐.
1. Jika ๐ = 0, deretya konvergen untuk semua nilai ๐ฅ.
2. Jika ๐ = โ, deretnya konvergen hanya untuk nilai ๐ฅ = 0.
3. Jika โ1 ๐ โ < ๐ฅ < +1 ๐ โ , deretnya konvergen untuk daerah ๐ฅ antara โ1 ๐ โ sampai +1 ๐ โ.
2.5 Deret Taylor
Ekspansi Taylor merupakan alat yang sangat berguna untuk menjabarkan deret pangkat dari sebuah fungsi. Dengan mengasumsikan fungsi ๐(๐ฅ) memiliki sebuah turunan ke-๐ yang kontinu pada selang ๐ โค ๐ฅ โค ๐, kemudan mengintegralkanya sebanyak ๐ :
Dengan mengintegralkan sebanyak ๐ kali, didapatkan formasi :
(๐ โ 1)! ๐ Dengan melakukan pengurutan ulang, didapatkan nilai (๐ฅ) :
Dimana ๐ ๐ merupakan pengintegralan ๐ kali :
๐ ๐ dapat ditulis dengan menggunakan konsep integral kalkulus :
Dengan ๐ โค ๐ โค ๐ฅ. Dengan mengintegralkan ๐ kali, didapatkan suku sisa :
Saat fungsi ๐๐๐ ๐ ๐ = 0, nilai ๐(๐ฅ) kemudian menjadi deret Taylor :
Atau disederhanakan menjadi :
Deret Taylor yang didapatkan mendefinisikan nilai fungsi pada titik ๐ฅ, yang merupakan bagian dari nilai fungsi dan turunannya pada titik ๐. Ini merupaan ekspansi pangkat dari perubahan variable, atau ๐ฅ โ ๐. Definisi ini dapat memperjelas deret Taylor dengan menggunakan formasi alternative, menggantikan ๐ฅ dengan ๐ฅ + โ dan ๐ dengan :
Jika dipilih ๐ = 0, ekspansi Taylor di atas berubah menjadi ekspansi Mclaurin :
(๐ฅ) ๐
๐(๐ฅ) = โ
๐ (๐) (0) (๐. ๐๐)
๐!
๐=0
3. BILANGAN KOMPLEKS
3.1 Dasar Bilangan Kompleks
Perhatikan persamaan kuadrat berikut :
Solusinya dapat dicari dengan menggunakan persamaan akar persamaan kuadrat :
Setiap persamaan kuadrat selalu memiliki dua solusi dan tentunya juga berlaku untuk persamaan (3.2). Bagian kedua dari persamaan sebelah kanan disebut bagian ๐๐๐๐๐๐๐๐ karena memilii akar dari sebuah bilangan negative, sementara bagian pertamanya disebut bagian ๐๐๐. Solusi totalnya merupakan jumlah antara bagian ril dan bagian imajiner yang disebut dengan bilangan kompleks. Fungsinya dapat dilihat dari gambar di bawah.
Gambar 3.1 Grafik persamaan kuadrat ๐ง 2 โ 4๐ง + 5 = 0
Persamaan umum dari bilangan kompleks disimbolkan sebagai ๐ง, yang merupakan gabungan dari bagian ril ๐ฅ dan ๐ dikalikan bagian imajiner ๐ฆ :
Dengan ๐ digunakan sebagai symbol dari akar -1. Bagian ril ๐ฅ dinotasikan dengan โ๐ง sementara bagian imajiner ๐ฆ dinotasikan sebagai โ๐ง.
Pada contoh di atas, โโ4 = 2โโ1 = 2๐, sehingga solusi yang kita dapatka adalah :
Dengan ๐ฅ = 2 dan ๐ฆ = ยฑ1. Persamaan bilangan kompleks biasa ditulis dengan bentuk :
Dimana komponen dari ๐ง bisa umpamakan berada pada koordinat kartesian. Plot fungsi tersebut disebut diagram Argand.
Gambar 3.2 Diagram Argand
3.2 Manipulasi Bilangan Kompleks
3.2.1 Modulus, Argumen dan Konjugat Kompleks
Modulus dari bilangan kompleks ๐ง dinotasikan sebagai |๐ง| dan didefinisikan :
Sehingga modulus dapat diartikan sebagai jarak sebuah titik dar titik pada diagram Argand. Argumen dari bilangan kompleks ๐ง dinotasikan dengan arg ๐ง dan didefinisikan : Sehingga modulus dapat diartikan sebagai jarak sebuah titik dar titik pada diagram Argand. Argumen dari bilangan kompleks ๐ง dinotasikan dengan arg ๐ง dan didefinisikan :
Dapat pula dilihat bahwa arg ๐ง adalah sudut yang menghubungan titik asal sampai ๐ง pada diagram Argand dengan sumbu- ๐ฅ positif. Menurut hasil konvensi, arah berlawanan jarum jam adalah positif.
Gambar 3.3 Representasi modulus dan arg bilangan kompleks ๐ง
Sementara konjugat kompleks, didenotasikan sebagai ๐ง โ , dimana jika ๐ง = ๐ฅ + ๐๐ฆ, maka ๐ง โ = ๐ฅ โ ๐๐ฆ. Secara umum, konjugat kompleks ๐ง adalah nilai yang sama dengan besar ๐ง yang jika
dikalikan dengan ๐ง menghasilkan hasil ril.
Gambar 3.4 Hubungan geometri konjugat bilangan kompleks
Hal ini dapat diuktikan, misalkan ๐ง = ๐ฅ + ๐๐ฆ, maka jika dikalikan dengan konjugat kompleksnya akan menghasilkan :
๐ง๐ง โ = (๐ฅ + ๐๐ฆ)(๐ฅ โ ๐๐ฆ) = ๐ฅ 2 โ ๐๐ฅ๐ฆ + ๐๐ฅ๐ฆ โ ๐ 2 ๐ฆ 2 =๐ฅ 2 +๐ฆ 2 = |๐ง| 2 Kompleks konjugat juga dapat dipandang sebagai refleksi dari ๐ง.
3.2.2 Operasi Matematika
Penjumlahan dalam bilangan kompleks pada kordinat kartesian sama persis dengan penjumlahan biasa :
๐ง 1 +๐ง 2 = (๐ฅ 1 + ๐๐ฆ 1 ) + (๐ฅ 2 + ๐๐ฆ 2 ) = (๐ฅ 1 +๐ฅ 2 ) + ๐(๐ฆ 1 +๐ฆ 2 ) (3.6) Untuk perkalian :
๐ง 1 ๐ง 2 = (๐ฅ 1 + ๐๐ฆ 1 )(๐ฅ 2 + ๐๐ฆ 2 ) = (๐ฅ 1 ๐ฅ 2 โ๐ฆ 1 ๐ฆ 2 ) + ๐(๐ฅ 1 ๐ฆ 2 +๐ฆ 1 ๐ฅ 2 ) (3.7) Perkalian dari suatu bilangan kompleks memenuhi aturan komutatif dan asosiatif :
Produk dari perkalian bilangan kompleks juga menghasilkan hubungan :
Untuk bilangan kompleks ๐ง yang dikalikan dengan ยฑ1 dan ยฑ๐, menghasilkan suatu pola yang menarik. Ketika mengalikan ๐ง dengan kesatuan (yang memiliki argument nol) memberikan ๐ง yang tetap dikedua modulus dan argument.
Adapun dengan mengalikan โ1 (argumennya ๐) mengakibatkan rotasi, sepanjang sudut ๐, dari garis yang menghubungkan titik asal dengan ๐ง pada diagram Argand. Sama halnya dengan mengalikan ๐ atau โ๐ yang menghasilkan putaran ๐ 2 โ atau โ๐ 2 โ.
Gambar 3.5 Pola menarik saat menglikan bilangan kompleks dengan ยฑ1 dan ยฑ๐
Sementara untuk operasi pembagian, misalkan diketahui bilangan kompleks ๐ง 1 dan ๐ง 2 , jika keduanya dibagi akan membentuk formasi :
Untuk mendapatkan hasil yang terpisah antara bagian ril dan kompleksnya, kita kalikan dengan rasio kompleks konjugat dari pembagi atau dalam persamaan (3.12) adalah ๐ง 2 :
Sama halnya dengan perkalian, pembagian bilangan kompleks juga menghasilkan beberapa persamaan yang sesuai dengan persamaan (3.10) dan (3.11) :
3.3 Representasi Polar
Sebuah alternative untuk memetakan bilangan kompleks adalah dengan menggunakan kordinat polar (๐, ๐), yang memenuhi persamaan :
Dengan melakukan subtitusi pada persamaan umum bilangan kompleks pada kordinat kartesian, ๐ง = ๐ฅ + ๐๐ฆ, diperoleh persamaan :
๐ง = ๐ cos ๐ + ๐ ๐ sin ๐ = ๐๐ ๐๐
Dimana ๐ ๐๐ merupakan persamaan euler yang sesuai definisi :
๐ ๐๐๐ = cos ๐๐ + ๐ sin ๐๐ (๐. ๐๐)
Gambar 3.6 Representasi polar bilangan kompleks ๐ง
Penyederhanaan representasi dari modulus dan argument merupakan salah satu alas an menggunakan kordinat polar. Sudut ๐ secara konvensional terletak pada โ๐ < 0 โค ๐, namun karena rotasi ๐ adalah sama dengan rotasi 2๐๐ + ๐, dengan ๐ adalah bilangan bulat, didapatkan persamaan umum bilangan kompleks :
Jika kita memiliki dua buah bilangan kompleks dengan formasi polar, ๐ง 1 =๐ 1 ๐ ๐๐ 1 dan ๐ง 2 = ๐ ๐ ๐๐ 2 2 , jika dikalikan :
Sementara untuk pembagian :
3.4 Teorema de Moivre
Kita tahu bahwa (๐ ๐๐ ) =๐ ๐๐๐ , sehingga sesuai dengan persamaan euler didapatkan :
(๐๐๐ ๐ + ๐๐ ๐๐๐) ๐ = cos ๐๐ + sin ๐๐ (๐. ๐๐)
Hasil ini disebut teorema de Moivre dan sering digunakan dalam maniulasi bilangan kompleks. Manipulasinya anatara lain; mencari identitas trigonometri, mencari akar ke- ๐ suatu besaran.
3.4.1 Mencari Identitas Trigonometri
Misalkan kita ingin mencari bentuk pangkat dari cos ๐ dan sin ๐, cos 3๐ + ๐ sin 3๐ = (cos ๐ + ๐ sin ๐) 3 = (cos 3 ๐ โ 3 cos ๐ sin 2 ๐) + ๐(3 sin ๐ cos 2 ๐ โ sin 3 ๐)
Metode ini juga dapat digunakan untuk mencari ekspansi pangkat dari cos ๐๐ dan sin ๐๐ untuk setiap ๐ bilangan bulat.
๐ง โ๐ + = (cos ๐ + ๐ sin ๐) + (cos ๐ + ๐ sin ๐)
= cos ๐๐ + ๐ sin ๐๐ + cos(โ๐๐) + ๐ sin(โ๐๐) = 2 cos ๐๐ (๐. ๐๐) Dan
1 ๐ง ๐ โ = (cos ๐ + ๐ sin ๐) ๐ โ (cos ๐ + ๐ sin ๐) โ๐ ๐ง ๐
= cos ๐๐ + ๐ sin ๐๐ โ cos(โ๐๐) + ๐ sin(โ๐๐) = 2๐ sin ๐๐ (๐. ๐๐)
3.4.2 Mencari Akar ke- ๐ Persamaan ๐ง 2 = 1 memiliki solusi ๐ง = ยฑ1. Dengan menggunakan konsep bilangan kompleks,
kita dapat menyelesaikan persamaa umum dari ๐ง ๐ = 1. Ingat bahwa persamaan tersebut memiliki ๐ buah solusi. Persamaan ๐ง ๐ dapat ditulis ulang :
Dengan ๐ adalah bilangan bulat sembarang dan dengan melakukan penyederhanaan kita dapatkan :
Sehingga, solusi untuk ๐ง ๐ = 1 adalah :
Dengan ๐ nilainya mulai dari 0,1,2, โฆ , ๐ โ 1.Nilai ๐ yang semakin besar tidak memberi solusi baru karena akarnya telah berulang untuk ๐ = ๐, ๐ + 1, ๐ + 2, dan seterusnya.
Misalna mencari solusi dari ๐ง 3 = 1, sesuai persamaan (4.25) kita dapatkan : ๐ง=๐ 2๐๐๐ 3 โ
Selanjutnya, solusinya didapatkan dengan memasukkan nilai ๐, ๐ง
2 =๐ ,๐ง 3 = ๐ 4๐๐ 3 โ . Ketika memasukkan nilai ๐ yang lebih besar, misalya 3, ๐ง =๐ 6๐๐ 3 โ 4 =1=๐ง 1 . Sehingga terbukti hanya terdapat tiga buah solusi untuk ๐ = 3.
Gambar 3.7 Representase geometri solusi ๐ ๐ง =1
3.5 Fungsi Hiperbolik
Fungsi hiperbolik merupakan analogi kompleks dari fungsi trigonometri. Memiliki hubungan yang mirip dengan fungsi trgonometri, baik dari identitas maupun kalkulusnya.
Terdapat dua fungsi fundamental, cosh ๐ฅ dan sinh ๐ฅ, yang masing-masing merupakan mirip dengan ๐๐๐ ๐ฅ dan ๐ ๐๐๐ฅ. Fungsi tersebut didefinisikan dengan relasi :
1 cosh ๐ฅ = (๐ ๐ฅ +๐ โ๐ฅ ) (๐. ๐๐)
1 sinh ๐ฅ = (๐ ๐ฅ โ๐ โ๐ฅ ) (๐. ๐๐)
Dengan fungsi tersebut, leih jauh dapat dicari hubungan dari fungsi hiperbolik lain untuk tanh ๐ฅ, sech ๐ฅ, csch ๐ฅ, dan coth ๐ฅ.
Sesuai dengan persamaan euler, kita mendapatkan :
Sehingga didapat hubungan yang sangat jelas antara fungsi hiperbolik dengan fungsi trigonometri :
cosh ๐ฅ = cos ๐๐ฅ (๐. ๐๐) ๐ sinh ๐ฅ = sin ๐๐ฅ (๐. ๐๐)
cos ๐ฅ = cosh ๐๐ฅ (๐. ๐๐) ๐ sin ๐ฅ = sinh ๐๐ฅ (๐. ๐๐)
4. DERET FOURIER
Fenomena periodik seperti gelombang, gerak harmonis, atau gaya-gaya berulang lain dideskripsikan dengan fungsi berulang. Deret dan transformasi Fourier merupakan media yang menjadi dasar untuk memecahkan berbagai fenomena berulang tersebut.
4.1 Kondisi Dirichlet
Deret Fourier dapat digunakan untuk merepresentasikan suatu fungsi yang tidak dapat dilakukan dengan ekspansi Taylor. Agar fungsi ๐(๐ฅ) memenuhi kriteria deret Fourier, maka deret tersebut harus memenuhi kondisi Dirichlet :
(i) Fungsinya harus periodic (ii) Bernilai tunggal dan kontinu, kecuali mungkin pada nilai berhingga tertentu.
(iii) Memiliki hanya satu titik maksimum dan minimum pada satu periode. (iv) Integral sepanjang periode |๐(๐ฅ)| harus konvergen.
Gambar 4.1 Sebuah contoh fungsi yang dapat direpresentasikan dengan deret Fourier Deret Fourier terdiri dari fungsi sinus dan kosinus. Esensi dari hal ini adalah sinus merupakan
fungsi ganjil sementara kosinus merupakan fungsi genap, dimana keduanya merupakan fungsi periodik.
Setiap bagian pada deret Fourier saling ortogonal, setiap satu periode. Setiap bagiannya memenuhi sifat matematis berikut :
๐ฟ ) ๐๐ฅ = 0 untuk semua ๐ dan ๐
dengan ๐ dan ๐ merupakan bilangan bulat lebih besar atau sama dengan nol. Ekspansi Fourier dari fungsi ๐(๐ฅ) memiliki bentuk umum :
dimana ๐ 0 ,๐ ๐ , dan ๐ ๐ merupakan koefisien Fourier.
4.2 Koefisien Fourier
Untuk fungsi periodik ๐(๐ฅ) dengan periode ๐ฟ, koefisien Fourier memenuhi persamaan :
0 atau โ๐ฟ/2. Penjabaran formula ini dapat dilakukan dengan mengalikan ๐(๐ฅ) pada persamaan (๐. ๐), dengan cos(2๐๐๐ฅ/
dimana ๐ฅ 0 adalah nilai sembarang namun sering diambil sebagai
๐ฟ), lalu mengintegralkan sepanjang satu periode penuh terhadap ๐ฅ. Hasil dari tahap tersebut, kemudian diselesaikan dengan menggunakan persamaan (๐. ๐), (๐. ๐), dan (๐. ๐).
Fungsi yang simetri atau asimetri pada titik awal dapat mempermudah perhitungan dari koefisien Fourier. Fungsi dengan ๐ฅ ganjil tidak memiliki bagian kosinus dan semua koefisien ๐ bernilai Fungsi yang simetri atau asimetri pada titik awal dapat mempermudah perhitungan dari koefisien Fourier. Fungsi dengan ๐ฅ ganjil tidak memiliki bagian kosinus dan semua koefisien ๐ bernilai
4.3 Fungsi Diskontinu
Ekspansi deret Fourier juga dapat diimplementasikan untunk fungsi diskontinu pada selang tertentu. Hasil ekspansinya sendiri tidak lah diskontinu dan nilain dari fungsi ๐(๐ฅ) hasil ekspansi akan bernilai setengah antara nilai batas atas dan nilai batas bawahnya.
Pada titik diskontinu, representasi deret Fourier akan meampaui nilainya. Lebih banyak bagian digabungkan, posisi nilai lampauannya menyebabkan fungsi ekspansi bergerak mendekati diskontinu, tidak akan pernah hilang meskipun terdapat takberhingga bagian. Hal ini dikenal sebagai fenomena Gibbs.
Gambar 4.2 Konvergensi deret Fourier fungsi setengah gelombang, dengan (a) satu bagian, (b)
dua bagian (c) tiga bagian, dan (d) 20 bagian dengan ๐ฟ menunjukkan lampauan fungsi.
4.4 Fungsi Non-Periodik
Deret Fourier dapat pula digunakan untuk mengekspansi suatu fungsi non-periodik pada selang tertentu. Hasil dari selang tersebut kemudan diterapkan kepada selang lain sehingga membentuk suatu fungsi ekspansi periodik.
Misalnya mencari deret Fourier ๐(๐ฅ) = ๐ฅ 2 pada selang โ2 โค ๐ฅ โค 2. Dari gambar 4.3 terlihat periodenya 4. Catat juga bahwa fungsinya merupakan fungsi genap, mengakibatkan bagian ๐ ๐ bernilai nol dan menyisakan bagian kosinus.
Gaambar 4.3 Fungsi ๐ฅ 2 dengan selang โ2 โค ๐ฅ โค 2.
Dengan persamaan (๐. ๐), dimana ๐ฟ = 4 didapatkan
adapun untuk ๐ 0 ,
Hasil akhir untuk ๐(๐ฅ), sesuai persamaan (๐. ๐), didapatkan
4.5 Deret Fourier Kompleks
Dari pelajaran bilangan kompleks, bentuk ๐๐๐ฅ ๐ = cos ๐๐ฅ + ๐ sin ๐๐ฅ. Secara sepintas, terlihat bagian kosinus dan sinus muncul sekaligus. Hal ini membuat penyederhanaan deret Fourier. Deret Fourier dalam bentuk kompleks memiliki persamaan: Dari pelajaran bilangan kompleks, bentuk ๐๐๐ฅ ๐ = cos ๐๐ฅ + ๐ sin ๐๐ฅ. Secara sepintas, terlihat bagian kosinus dan sinus muncul sekaligus. Hal ini membuat penyederhanaan deret Fourier. Deret Fourier dalam bentuk kompleks memiliki persamaan:
yang dapat diturunkan dengan mengalikan ๐(๐ฅ) pada (๐. ๐) dengan exp (โ ) dan
mengintegralkannya, serta dengan memperhatikan relasi ortogonal:
0 , ๐ โ ๐ (๐. ๐) Koefisien kompleks dari deret Fourier memiliki hubungan:
Untuk ๐(๐ฅ) real, maka ๐ โ โ๐ =๐ ๐ , atau biasa disebut sebagai kompleks konjugat dari ๐ ๐ .
4.6 Teorema Parseval
Teoream Parseval beguna dalam menghubungkan koefisien Fourier dengan fungsi yang dideskripsikannya. Bentuk umumnya:
Persamaan tersebut menyatakan penjumlahan dari modulus kuadrat dari koefisien deref Fourier kompleks memiliki nilai yang sama dengan |๐(๐ฅ)| 2 dalam satu periode. Teorema Parseval biasa digunakan dalam penjumlahan deret.
5. TRANSFORMASI FOURIER
5.1 Pengantar Transformasi Fourier
Transformasi Fourier merepresentasikan fungsi terdefinisi pada interval takberhingga dan tidak periodik. Dengan kata lain, transformasi Fourier merupakan generalisasi dari deret Fourier yang merepresentasikan fungsi periodik. Misalkan untuk sebuah fungsi dengan periode ๐ dapat direpresentasikan sebagai deret Fourier kompleks
Saat periode ๐ menuju tak terhingga, frekuensi quantum, โ๐ = 2๐/๐ menjadi sangat kecil dan spektrum frekuensi yang diizinkan ๐ ๐ menjadi kontinu. Penjumlahan tak terhingga berbentuk deret Fourier menjadi sebuah integral, dan koefisien ๐ ๐ menjadi fungsi kontinu dengan variabel ๐, dimana persamaannya
Substitusi ke persamaan (๐. ๐), didapatkan bentuk
sampai disini, ๐ ๐ masih merupakan fungsi diskrit ๐ yang nilainya 2๐๐/๐. Untuk memudahkan imajinasi, perhatikan gambar 5.1. Setiap titik pada kurva merupakan alur
dari ๐ ๐๐ ๐ ๐ก
๐ ๐ sebagai fungsi dari ๐ dan jelas bahwa (2๐/๐)๐ ๐ ๐ memberikan luas dari persegi panjang (garis putus-putus) ke- ๐. Saat ๐ menuju โ, maka โ๐ (= 2๐/๐) menjadi sangat kecil, lebar dari persegi panjang akan menuju nol dan, dari definisi matematis dari integral,
Gambar 5.1 Hubungan bagian Fourier untuk fungsi periode ๐ dan integral Fourier dari suatu fungsi
Sehingga persamaan (๐. ๐) menjadi
Hasil ini dikenal dengan teorema inversi Fourier. Transformasi Fourier dari ๐(๐ก) kemudian didefinisikan
dengan inversnya
5.2 Fungsi Delta Dirac ( ๐น) Fungi delta Dirac dapat divisualisasikan sebagai pulsa sangat tajam (waktu, ruang, densitas, dsb)
yang memproduksi sebuah efek dengan magnitude tertentu. Fungsi ๐ฟ-Dirac memiliki sifat
๐ฟ(๐ก) = 0 untuk ๐ก โ 0 (๐. ๐) ๐ฟ(๐ก) = 0 untuk ๐ก โ 0 (๐. ๐)
menghasilkan selang integasi pada titik ๐ก = ๐; selain itu integralnya sama dengan nol. Hal ini mengarahkan pada dua hasil lebih lanjut
โซ ๐ฟ(๐ก) ๐๐ก = 1 untuk setiap ๐, ๐ > 0 (๐. ๐)
memberikan selang integasi ๐ก = ๐. Sifat lain dari fungsi delta Dirac antara lain
Fungsi yang mirip dengan delta Dirac adalah fungsi Heaviside
๐ป(๐ก) = {1 untuk ๐ก > 0
0 untuk ๐ก < 0 (๐. ๐๐)
namun fungsi ini diskontinu pada ๐ก = 0. Hubungannya dengan fungsi delta Dirac
Dari teorema inversi Fourier, persamaan (๐. ๐), dapat dilihat hubungannya dengan fungsi delta Dirac
Adapun transformasi Fourier dari fungsi ๐ฟ secara sederhana
5.3 Fungsi Ganjil dan Fungsi Genap
Jika ๐(๐ก) ganjil atau genap, teorema inversi Fourier dapat disajikan dalam bentuk berbeda. Untuk fungsi ganjil, didapatkan teorema inversi Fourier
sin ๐๐ก {โซ ๐(๐ข) sin ๐๐ข ๐๐ข}
menghasilkan transformasi Fourier sinus untuk fungsi ganjil
Untuk fungsi genap, didapatkan teorema inversi Fourier
cos ๐๐ก {โซ ๐(๐ข) cos ๐๐ข ๐๐ข}
menghasilkan transformasi Fourier sinus untuk fungsi ganjil
(๐ก) cos ๐๐ก ๐๐ก (๐. ๐๐)
ฬ(๐) ๐ cos ๐๐ก ๐๐ (๐. ๐๐)
6. PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
6.1 Persamaan Diferensial Orde I
Persamaan diferensial merupakan kelompok dari persamaan yang mengandung derivatives. Sesuai dengan namanya, persamaan diferensial biasa (PDB) hanya mengandung turunan biasa (tidak mengandung turunan parsial) dan mendeskripsikan hubungan antara variable tidak bebasnya, dengan variable bebasnya. Orde dari PDB secara sederhana mengacu pada orde tertinggi dari turunannya (derivatives). Persamaan yang hanya mengandung ๐๐ฆ ๐๐ฅ โ disebut PDB
orde satu. Untuk persamaan yang mengandung ๐ 2 ๐ฆ ๐๐ฅ โ 2 disebut PDB orde 2, dan seterusnya.
6.1.1 Bentuk Umum
Persamaan diferensial biasa dengan derajat satu hanya mengandung komponen ๐๐ฆ ๐๐ฅ โ untuk suatu fungsi x dan y. dan dapat ditulis dalam dua bentuk umum :
dimana ๐น(๐ฅ, ๐ฆ) = โ๐ด (๐ฅ, ๐ฆ) ๐ต โ (๐ฅ, ๐ฆ), dan ๐น(๐ฅ, ๐ฆ), ๐ด(๐ฅ, ๐ฆ), ๐ต(๐ฅ, ๐ฆ), secara umum dapat berupa fungsi x dan y.
6.1.2 Persamaan Variabel Pisah
Persamaan variable pisah merupakan persamaan yang dapat dengan sederhana dituliskan dalam bentuk :
Dimana ๐(๐ฅ) dan ๐(๐ฆ) adalah fungsi dari x dan y, termasuk juga dalam kasus ๐(๐ฅ) atau ๐(๐ฆ) adalah sebuah konstanta. Dengan melakukan pengaturan ulang, persamaan tersebut dapat ditulis kedalam bentuk integral
yang solusinya didapat dengan menyelesaikan persamaan tersebut.
6.1.3 Persamaan Eksak
Persamaan diferensial eksak memenuhi bentuk umum
๐ด(๐ฅ, ๐ฆ)๐๐ฅ + ๐ต(๐ฅ, ๐ฆ)๐๐ฆ = 0, dimana ๐๐ฆ = ๐๐ฅ (๐. ๐) Persamaan ๐ด(๐ฅ, ๐ฆ)๐๐ฅ + ๐ต(๐ฅ, ๐ฆ)๐๐ฆ dapat dituliskan dalam variable ๐๐(๐ฅ, ๐ฆ), atau dengan kata
sehingga terlihat hubungan
Dengan merujuk pada persamaan diferensial eksak, ๐๐(๐ฅ, ๐ฆ) = 0, sehingga memiliki solusi ๐(๐ฅ, ๐ฆ) = ๐. Dimana ๐ disini dapat dicari dengan menyelesaikan salah satu dari dua persmaan diatas, dimana hasilnya adalah solusi dari persamaan diferensial eksak.
Dimana untuk ๐น(๐ฆ) dapat ditemukan dengan menurnkan persamaan ๐(๐ฅ, ๐ฆ) diatas terhadap ๐ฆ,
kemudian melakukan penyamaan dengan persamaan ๐ต= .
6.1.4 Persamaan Linear
Persamaan diferensial linear dapat ditulis dalam bentuk sederhana :
Persamaan tersebut dapat dirubah menjadi persamaan eksak dengan mengalikan factor pengintegralan. Faktor pengintegralan disini hanya berupa fungsi x semata.
Dengan memisalkan faktor pengintegralan ๐(๐ฅ, ๐ฆ), persamaan umum PDB linear menjadi
yang dengan melakukan pengintegralan,
faktor pengintegralan ๐(๐ฅ, ๐ฆ) dapat ditemukan dengan melihat bahwa :
yang memberikan hubungan sederhana :
Sehingga penyelesaian umumnya memenuhi persamaan
6.1.5 Persamaan Bernoulli
Bentuk umum persamaan Bernouli adalah : ๐๐ฆ
dengan ๐ โ 0 atau 1 (๐. ๐๐) ๐๐ฅ + ๐
PDB Bernoulli merupakan kasus khusus dari PDB linear, tapi PDB Bernoulli ini tidaklah linear. Hal ini disebabkan karena adanya ๐ฆ ๐ . Namun, PDB Bernoulli dapat diubah menjadi PDB linear dengan melakukan pemisalan sebuah variable baru ๐ฃ=๐ฆ 1โ๐ yang mengakibatkan ๐๐ฃ = (1 โ ๐)๐ฆ โ๐ ๐๐ฆ.
yang merupakan bentuk PDB linear. Tentu saja, solusinya dicari dengan metoda PDB linear.
6.1.6 Persamaan Homogen
Persamaan diferensial homogen merupakan PDB yang dapat ditulis :
dimana ๐ด(๐ฅ, ๐ฆ) dan ๐ต(๐ฅ, ๐ฆ) merupakan fungsi homogen dengan derajat yang sama. Sebuah fungsi ๐(๐ฅ, ๐ฆ) homogen dengan derajat n jika, untuk setiap ๐, memenuhi
Misalnya, jika ๐ด=๐ฅ 2 ๐ฆ โ ๐ฅ๐ฆ 2 dan ๐ต=๐ฅ 3 โ๐ฆ 3 , kita lihat bahwa A dan B merupakan fungsi homogen dengan derajat 3. Secara umum, untuk fungsi dengan bentuk A dan B, keduanya merupakan fungsi homogen, dan dengan derajat yang sama. Kita menjumlahkan setiap pangkat dari x dan y pada bagian A dan B untuk menjadi sama. Sisi kanan dari PDB homogen dapat ditulis sebagai fungsi y/x. Persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan melakukan substitusi
Ini kemudian merupakan PDB variabel pisah dan dapat langsung diintegralkan
6.2 Persamaan Diferensial Orde II
6.2.1 Persamaan Diferensial Linear Secara Umum
Bentuk umumnya :
Saat ๐(๐ฅ) = 0, persamaannya disebut homogen, sebaliknya, persamaannya disebut tidak homogen. Solusi umum untuk persamaan diferensial linear, mengacu pada persamaan diatas, akan mengandung n buah konstan.
Kasus paling umum yang sering dijumpai dalam masalah fisika adalah persamaan diferensial linear orde dua. Karena itu, buku ini memfokuskan untuk kasus PD Linear orde dua :
Dimana ๐ด(๐ฅ), ๐ต(๐ฅ) dan ๐ถ(๐ฅ) adalah sebuah fungsi yang kontinu. Persamaan ini biasa digunakan untuk mempelajari gerak dari sebuah pegas.
6.2.2 PD Linear Homogen Orde Dua dengan Koefisien Konstan
Seperti di awal pembahasan, saat ๐(๐ฅ) = 0, persamaannya menjadi homogen. Bentuk umunya :
Dua fakta dasar membantu kita untuk dapat memecahkan solusi untuk persamaan di atas. Pertama adalah jika kita mengatahui dua solusi ๐ฆ 1 (๐ฅ) dan ๐ฆ 2 (๐ฅ) untuk persamaan tersebut, kombinasi linearnya juga merupakan solusi :
Dengan ๐ 1 dan ๐ 2 adalah suatu konstanta tertentu. Hal ini dapat dibuktikan dengan melakukan subtitusi ๐ฆ 1 (๐ฅ) dan ๐ฆ 2 (๐ฅ) pada persamaan yang menghasilkan nilai 0 dan menurunkan ๐ฆ(๐ฅ) dua kali lalu melakukan subtitusi pada persamaan awal.
Fakta lain yang membuat kita mampu memecahkan solusi persamaan ini adalah, solusi umumnya berupa kombinasi linear dari dua solusi linear yang independen ๐ฆ 1 (๐ฅ) dan ๐ฆ 2 (๐ฅ). Ini berarti antara ๐ฆ 1 (๐ฅ) dan ๐ฆ 2 (๐ฅ) bukanlah merupakan kelipatan antara satu sama lain. Lebih jelasnya, fungsi ๐(๐ฅ) = ๐ฅ 2 dan ๐(๐ฅ) = 2๐ฅ 2 merupakan fungsi tidak bebas secara linear, tapi ๐(๐ฅ) = ๐ ๐ฅ dan ๐(๐ฅ) = ๐ฅ๐ ๐ฅ merupakan fungsi bebas secara linear.
Secara umum tidak mudah mencari solusi khusus untuk PD linear orde dua. Namun saat koefisiennya, ๐ด(๐ฅ), ๐ต(๐ฅ) dan ๐ถ(๐ฅ) adalah sebuah konstanta, hal tersebut dapat dengan mudah Secara umum tidak mudah mencari solusi khusus untuk PD linear orde dua. Namun saat koefisiennya, ๐ด(๐ฅ), ๐ต(๐ฅ) dan ๐ถ(๐ฅ) adalah sebuah konstanta, hal tersebut dapat dengan mudah
Dengan ๐ด, ๐ต dan ๐ถ adalah konstanta dan ๐ด โ 0. Solusi persamaan di atas adalah sebuah fungsi y, teerdiri dari sebuah konstanta dikalikan dengan
turnuan keduanaya (๐ฆโโ) ditambah dengan kontastanta lain yang dikalikan dengan turunan pertamanya (๐ฆโ) yang ditambah lagi dengan konstanta kemudian dikalikan dengan (๐ฆ) menghasilkan
0. Kita mengatahui bahwa fungsi eksponensial ๐ฆ = ๐ ๐๐ฅ (dengan ๐ adalah konstanta) memiliki turunan sebuah konstanta yang dikalikan dengan dirinya sendiri ๐ฆโฒ = ๐๐ ๐๐ฅ .
Adapun turunan keduanya
2 ๐ฆโฒโฒ = ๐ ๐๐ฅ ๐ . Dengan melakukan substitusi dengan persamaan diatas :
Tapi ๐ ๐๐ฅ tidak pernah 0, sehingga ๐ฆ=๐ ๐๐ฅ adalah solusi untuk PD linear homogen orde dua dengan koefisien konstan, dengan r adalah akar-akar dari persamaan :
Persamaan di atas disebut persamaan karakteristik dari persamaan ๐ด๐ฆ โฒโฒ + ๐ต๐ฆ โฒ + ๐ถ๐ฆ = 0. Nilai ๐ bisa didapatkan dengan cara pemfaktoran, namun tidak jarang juga menggunakan rumus
akar persamaan kuadrat :
Dimana kita dapatkan tiga kasus yang bergantung pada diskriminan 2 ๐ต โ 4๐ด๐ถ. Kasus pertama, saat ๐ต 2 โ 4๐ด๐ถ > 0. Kasus ini, akar-akar ๐ 1 dan ๐ 2 merupakan persamaan yang
berbeda. Sehingga ๐ฆ =๐ ๐ 1 ๐ฅ dan ๐ฆ =๐ ๐ 2 1 ๐ฅ 2 adalah dua solusi linear yang bebas dari persamaan ๐ด๐ฆ โฒโฒ + ๐ต๐ฆ โฒ + ๐ถ๐ฆ = 0. Sehingga solusi umumnya dapat ditulis :
(๐. ๐๐) Kasus kedua, saat ๐ต 2 โ 4๐ด๐ถ = 0. Pada kasus ini r 1 =r 2. Sehingga akar-akarnya real dan sama.
Kita misalkan akar-akar sama ini dengan ๐. Sehingga, rumus akar persamaan kuadrat :
Dari syarat-syarat tersebut, didapatkan solusi untuk PD linear homogen orde dua dengan koefisien konstan dan akar-akar yang sama memberikan :
(๐. ๐๐) Kasus ketiga, saat ๐ต 2 โ 4๐ด๐ถ < 0. Pada kasus ini, r 1 dan r 2 terdiri dari bilangan kompleks. Kita
dapat menuliskan :
๐ 1 = ๐ผ + ๐๐ฝ dan ๐ 2 = ๐ผ โ ๐๐ฝ
Dimana ๐ผ dan ๐ฝ adalah bilangan real (๐ผ = โ๐ต (2๐ด) โ dan ๐ฝ = โ๐ต 2 โ 4๐ด๐ถ (2๐ด) โ ), sehingga dengan menggunakan persamaan Euler :
Solusi yang kita dapatkan menjadi :
1 ๐ (cos ๐ฝ๐ฅ + ๐ sin ๐ฝ๐ฅ) + ๐ถ 2 ๐ (cos ๐ฝ๐ฅ โ ๐ sin ๐ฝ๐ฅ) =๐ ๐ผ๐ฅ (๐ถ 1 cos ๐ฝ๐ฅ + ๐๐ถ 1 sin ๐ฝ๐ฅ + ๐ถ 2 cos ๐ฝ๐ฅ โ ๐๐ถ 2 sin ๐ฝ๐ฅ)
=๐ ๐ผ๐ฅ ((๐ถ 1 +๐ถ 2 ) cos ๐ฝ๐ฅ + ๐(๐ถ 1 โ๐ถ 2 ) sin ๐ฝ๐ฅ)
atau disederhanakan
๐ฆ=๐ ๐ผ๐ฅ (๐ 1 cos ๐ฝ๐ฅ + ๐ 2 sin ๐ฝ๐ฅ) (๐. ๐๐) Dengan ๐ 1 =๐ถ 1 +๐ถ 2 dan ๐ 2 = ๐(๐ถ 1 โ๐ถ 2 ). Formula ini memberikan semua solusi yang
dibutuhkan untuk persamaan diferensial. Rangkuman solsui untuk persamaan diferensial โฒโฒ
6.2.2 PD Linear Tidak Homogen Orde Dua dengan Koefisien Konstan
Formasi umum dari persamaannya adalah :
Dimana A, B, dan C adala suatu konstanta dan G adalah fungsi kontinu. Kita tahu bentuk homogennya adalah :
Solusi umum dari persamaan linear tidak homogen adalah :
Dengan ๐ฆ ๐ (๐ฅ) adalah solusi khusus dari persamaan linear orde dua tidak homogen dengan koefisien konstan.
Salah satu metode menyelesaikan persamaan jenis ini, pertama-tama, kita ilustrasikan sebuah persamaan :
Dimana ๐(๐ฅ) adalah sebuah polynominal. Masuk akal ketika kita menebak bahwa terdapat solusi partikular ๐ฆ ๐ yang merupakan polynominal dengan derajat yang sama dengan ๐ karena jika ๐ฆ adalah polynominal, maka ๐ด๐ฆ โฒโฒ + ๐ต๐ฆ โฒ + ๐ถ๐ฆ juga merupakan polynominal. Kemudian dilakukan subtitusi ๐ฆ ๐ (๐ฅ) sebuah polynominal kedalam persamaan tersebut dan menentukan koefisiennya.
Misalkan ๐(๐ฅ) adalah sebuah polynominal ๐ฅ 2 , kita dapat mencari solusi khususnya dengan formasi :
Kemudian melakukan diferensiasi sebanyak dua kali, lalu subtitusikan hasilnya pada persamaan awal untuk mencari koefisien.
Adapun ketika Q(x) adalah sebuah fungsi dengan formasi ๐ถ๐ ๐๐ฅ dengan C dan k adalah konstanta, kita menggunakannya solusi percobaan dengan formasi sama
karena turunan dari ๐ ๐๐ฅ adalah suatu konstanta yang dikalikan dengan ๐ ๐๐ฅ . Jika ๐(๐ฅ) adalah fungsi yang terdiri dari ๐ถ cos ๐๐ฅ dan ๐ถ sin ๐๐ฅ, dengan memperhatikan aturan
penurunan terhadap sinus dan kosinus, kita ambil sebagai solusi percobaan partikular adalah fungsi dengan formasi :
๐ฆ ๐ (๐ฅ) = ๐ด cos ๐๐ฅ + ๐ต sin ๐๐ฅ (๐. ๐๐)
Kasus lain, ketika ๐(๐ฅ) merupakan hasil dari suatu fungsi yang didahuli oleh sebuah variabel, kita mengambil solusi percobaan partikular yang sesuai dengan fungsi tersebut. Misalkan :
๐ฆ โฒโฒ + 2๐ฆ โฒ + 4๐ฆ = ๐ฅ๐๐๐ 3๐ฅ
Kita mencoba solusi khususnya :
๐ฆ ๐ (๐ฅ) = (๐ด๐ฅ + ๐ต) cos 3๐ฅ + (๐ถ๐ฅ + ๐ท) sin 3๐ฅ
7. TRANSFORMASI LAPLACE
7.1 Definisi
Transformasi Laplace dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu persamaan diferensial. Meski berbeda dan menjadi alternatif untuk variasi parameter dan koefisien yang tidak ditentukan, metode Laplace bermanfaat secara terpisah untuk masukan bagian yang hanya terdefinisi sebagian, periodic, ataupun impulsive.
Transformasi Laplace ๐(๐ ) dari fungsi ๐น(๐ก) didefinisikan :
yang merupakan bentuk umum integral biasa. Karena bentuk integral, sifat-sifat dari integral juga berlaku untuk transformasi Laplace ini. Misalnya :
7.2 Fungsi Elementer
Sebagai pengantar transformasi Laplace, mari kita mengaplikasikannya untuk beberapa fungsi elementer. Untuk setiap kasus, kita asumsikan ๐น(๐ก) = 0 untuk ๐ก < 0. Jika
transformasi Laplacenya menjadi :
Contoh lain,
Dari dua bentuk diatas, transformasi Laplace untuk fungsi hiperbolikus ๐๐๐ โ dan ๐ ๐๐โ dapat diketahui. Kita tahu,
), sinh ๐๐ก = 2 (๐ โ๐ ), transformasi Laplacenya menjadi :
Dimana keduanya terpenuhi untuk ๐ > ๐. Hal tersebut juga dapat dibuktikan untuk mencari transofmasi dari cos ๐๐ก dan sin ๐๐ก, dimana :
Keduanya berlaku untuk ๐ > 0. Fungsi elementer lain yang juga sering digunakan, adalah ๐น(๐ก) = ๐ก ๐ , yang transformasi
dengan menyelesaikan bentuk integral tersebut, didapatkan :
untuk ๐ > 0 dan ๐ > โ1.
Dari beberapa persamaan di atas, setiap transformasi memiliki variabel ๐ pada pembagi, sehingga muncul sebagai pangkat negative. Dari definisi awal transformasi Laplace dan syarat keadaannya, dapat kita lihat bahwa jika ๐(๐ ) adalah sebuah transformasi Laplace, ๐๐๐ ๐(๐ ) = 0.
Suatu hal penting dari fakta ini adalah jika ๐(๐ ) bersifat asymptotis untuk nilai ๐ yang besar sebagai pangkat positif dari ๐ , tidak ada transformasi invers yang memenuhi persamaan tersebut.
7.3 Hubungan Fungsi Tertentu dengan Transformasi Laplace
Secara umum, fungsi Heaviside merupakan fungsi diskontinu yang nilainya nol untuk bagian negative dan nilainya satu untuk bagian positif. Misalkan fungsi Heaviside kita definisikan sebagai ๐ข(๐ก โ ๐),
Gambar 7.1 Contoh grafik fungsi Heaviside
dimana transformasi Laplace dari fungsi tersebut adalah :
Misalnya sebuah grafik signal ๐น(๐ก) dengan tinggi ๐ด saat ๐ก = 0 sampai ๐ก = ๐ก 0 , dengan menggunakan fungsi Heaviside, signal tersebut dapat direpresentasikan sebagai :
Transformasi Laplacenya menjadi :
Penggunaan lebih lanjut pada persamaan diferensial akan berguna dengan menggunakan konsep fungsi Delta Dirac. Transformasi dari fungsi Delta Dirac :
untuk ๐ก 0 > 0 (๐. ๐)
Gambar 7.2 Grafik fungsi Delta Dirac
Untuk ๐ก 0 = 0 perlu diperhatikan, karena fungsi Delta Dirac berpengaruh pada distribusi kesimetrian dan definisi integral dari transformasi Laplace teerdestriksi untuk ๐ก โฅ 0. Hasil yang konsisten dari transformasi Laplace, didapatkan ketika urutan delta pada jangkauan ๐กโฅ๐ก 0 , yang hasilnya :
Fungsi delta ini sering disebut fungsi impulse karena sangat berguna dalam mendeskripsikan gaya impulsive, yakni gaya yang terjadi pada waktu yang singkat.
7.4 Penerapan Transformasi Laplace pada Diferensial
Salah satu fungsi dari transformasi Laplace adalah untuk menyelesaikan solusi dari persamaan difrensial. Transformasi Laplace menjadikan persamaan diferensial yang dianalisis ditransformasi ke ruang Laplace menjadi fungsi ๐(๐ ). Fungsi terebut dapat dirubah bentuknya menjadi aljabar sederhana, lalu melakkukan transformasi balik fungsi tersebut sehingga didapatkan solusi dengan variabel asal fungsi.
Gambar 7.3 Diagram alir penggunaan transformasi Laplace untuk diferensial