Laporan Pembiakan Tanaman Kultur Organ

LAPORAN PRAKTIKUM
PEMBIAKAN TANAMAN

ACARA 6
KULTUR ORGAN
TRIA PITOYO
131510501162
GOLONGAN D / KELOMPOK 4

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman merupakan bahan pokok untuk melakukan kegiatan dalam
bidang pertanian. Bidang pertanian sendiri cukup luas yaitu mencakup perikanan,
kehutanan, perkebunan, dan peternakan sehingga negara Indonesia disebut
sebagai negara maritim karena memang mayoritas masyarakat Indonesia bekerja
di bidang pertanian. Sedangkan dalam arti yang sempit pertanian adalah kegiatan

bercocok tanam, membudidayakan, dan merawat tanaman dengan tujuan
memperoleh keuntungan komersial dari produk tanaman tersebut. Jadi pertanian
hanyalah kegiatan seputar tanaman dan hubungannya dengan hal-hal yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya.
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa macamnya
salah satunya dalam kerajaan tumbuhan. Sebagai contoh adalah buah-buahan
seperti buah mangga. Buah mangga memiliki banyak varietas yang mana terdapat
kelebihan dan kekurangan di setiap macamnya. Permintaan pasar akan varietas
unggulan dengan rasa, tekstur, aroma buah yang diminta tidak sebanding dengan
keadaan lapang yang tidak mampu menghasilkan buah sebanyak yang diminta.
Melakukan intensifikasi lahan cukup menguras biaya input lebih dari tanaman
mangga yang biasa, akhirnya sampai pada tangan konsumen dengan harga yang
tinggi. Mengetahui harga mangga yang tinggi para konsumen akan merubah
pikirannya untuk tidak menkonsumsi mangga jenis ini, dan dampaknya akan
merugikan bagi para pedagang, tengkulak, dan juga petani akan menerima harga
jual yang sangat murah dan tidak mendapat keuntungan.
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan cara pembiakan tanaman. Cara
pembiakan tanaman dibagi menjadi dua yaitu secara generatif dan secara
vegetatif. Pembiakan tanaman secara generatif dilakukan oleh tanaman itu sendiri,
peran petani hanya memberikan hormon agar tumbuhan cepat berbunga agar

segera mengalami fase generatif namun hal ini lebih mahal dan akan menambah
input berlebih. Cara yang lain adalah pembiakan tanaman secara vegetatif yaitu
dengan mengambil bagian dari tanaman unggul atau pilihan untuk dibiakkan.

Agar didapatkan bibit yang unggul ada berbagai macam salah satunya adalah
dengan mengkulturkan organ tanaman. Kultur organ adalah pembiakan secara
invitro yang dijaga kesterilannya agar bagian dari tanaman dapat tumbuh. Kultur
organ menggunakan bagian atau potongan dari tanaman sehingga nantinya
tanaman ini menjadi individu baru. Kultur jaringan ini memiliki kecepatan dan
tingkat keberhasilan sendiri-sendiri tergantung pada bagian tanamannya dan jenis
tanaman.
1.2 Tujuan
1.

Mengetahui organ tanaman mampu menjadi tanaman lengkap.

2.

Untuk mendapatkan eksplan steril


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Sitorus dkk., (2011) menjelaskan bahwa teknik kultur in vitro atau lebih
dikenal sebagai kultur jaringan tumbuhan dapat dijadikan sebagai alternatif
pemecahan masalah untuk perbanyakan bibit secara vegetatif dan perolehan
metabolit sekunder dari tanaman ini. Permasalahan perbanyakan adalah dalam
waktu yang singkat harus memenuhi permintaan konsumen yang besar, untuk itu
teknik kultur jaringan ini dapat digunakan ebagai salah satu metode penyelesaian
masalahnya.
Alkowni dan Sawalha (2012) juga berpendapat seperti penjelasan Sitorus
yaitu bioteknologi dalam perkembangan tanaman dapat menggunakan teknik
kultur jaringan atau teknik in-vitro. Penggunaan kultur jaringan ini karena
tanaman baru yang dihasilkan terbebas dari pathogen, hal ini disebabkan
perawatan dan penjagaan ekstra steril. Selain hal tersebut, teknik kultur jaringan
tidak tergantung oleh musim sehingga dapat dilakukan kapanpun yang diinginkan
serta mudah dikontrol.
Sharma dan Agrawal (2012) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan teknik kultur jaringan yaitu faktor genotip, media
tumbuh tanaman, dan tipe dari eksplan. Pada dasarnya teknik kultur jaringan
dapat menghasilkan tanaman baru yang memiliki kualitas yang baik karena
terbebas dari virus maupun pathogen. Alternatif metode perbanyakan yang dapat

digunakan adalah melalui kultur in vitro. Metode kultur invitro ini mampu
menghasilkan tanaman dalam skala besar dengan waktu yang relatif cepat. Pada
tanaman yang bernilai ekonomi tinggi atau tanaman yang tergolong langka dan
sulit dipropagasi dengan cara konvensional dilakukan perbanyakan tanaman
dengan teknik kultur jaringan. Perkecambahan secara in vitro telah dilakukan
yang menghasilkan data inisiasi perkecambahan tercepat yaitu 18 hari pada media
terbaik yang diuji (Dinarti dkk., 2010).
Menurut Ahmandian et al. (2013) perbanyakan dengan kultur organ dapat
dilakukan pada waktu yang singkat dibandingkan dengan perbanyakan tanaman
dengan cara konvensional. Tujuan dari kultur organ ini tentunya dapat

menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang besar yang memiliki sifat genetik
yang sama dengan tanaman induknya. Stress dapat dialami oleh tanaman hasil
dari teknik kultur jaringan akibat dari ketidak cocokan tempat penanamannya
(Patel dan Krishnamurthy, 2013).
Marlin dkk., (2012) menjelaskan kultur jaringan pada tanaman pisang,
melalui kultur organ ini jantung pisang dapat diinisiasi menjadi kalus. Kalus
adalah sekelompok massa sel yang berkembang dengan sangat cepat, tetapi belum
terorganisir atau belum terdiferensiasi. Pembentukan kalus sangat menguntungkan
karena dapat dikultur secara terus menerus. Kalus dapat diinisiasi dari semua

bagian tumbuhan, walaupun kecepatan pembelahan sel dari masing-masing bagian
tumbuhan tersebutberbeda. Sedang kan Winarto dkk., (2009) menjelaskan bahwa
2004 bahwa sel/jaringan/organ yang membentuk kalus umumnya didahului
dengan akumulasi pati sebelum pembentukan tunas dan akar dan kondisi ini tidak
ditemukan pada kalus yang kemampuan morfogenesisnya rendah atau tidak ada.
Ada dua cara yang dijelaskan oleh Sulistiami dkk., (2012) untuk
melakukan perbanyakan in-vitro, yaitu organorgenesis dan embryogenesis.
Organorgenesis adalah suatu proses membentuk dan menumbuhkan tunas dari
jaringan meristem. Sedangkan embryogenesis adalah proses pembentukan embrio
tanpa melalui fusi gamet, tetapi berkembang dari sel somatic. Golongan sitokinin
berperan untuk menstimulus pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas
pucuk. Organorgenesis pada tanaman ini secara langsung dengan terbentuknya
bagian-bagian tanaman pada permukaan eksplan membentuk tunas, duri dan akar
Kalus dan organogenesis dalam kultur jaringan dapat dipengaruhi oleh
cahaya putih yang bertugas merangsang pembentukan kalus dan organogenesis
dalam kultur jaringan tumbuhan. Kalus yang berwarna putih kehijauan dan hijau
terbentuk pada perlakuan dengan penambahan BAP dengan konsentrasi tinggi.
Warna hijau ini disebabkan kalus mengandung klorofil, akibat interaksi NAA dan
BAP, terutama BAP (sitokinin) yang berperan dalam pembentukan klorofil pada
kalus serta faktor lingkungan yaitu paparan cahaya. Proses organogenesis eksplan

secara in vitro terjadi dengan dua cara yang berbeda yaitu secara langsung dan
tidak langsung. Eksplan menunjukkan respon organogenesis secara tidak langsung

apabila eksplan tumbuh melalui kalus, kemudian akan berdiferensiasi menjadi
tunas dan akar. Eksplan menunjukkan respon secara organogenesis langsung
apabila eksplan tumbuh langsung membentuk tunas dan akar, tanpa melalui
pembentukan kalus (Nisak, 2012).
Hendaryono dan Wijayani (1994) menjelaskan bahwa eksplan pada
propagasi kultur organ dapat berupa tunas adventif ataupun akar adventif,
misalnya pucuk tanaman tebu, umbu wortel, tunas pucuk bawang putih, daun
muda dan tangkai daun. Bahan tanaman yang diperoleh dari kultur jaringan
disebut planlet. Perbanyakan melalui kultur jaringan ada 4 cara, yakni: kultur
embrio, kultur organ, kultur tangkai kepala sari atau polen, dan kultur protoplast.
Kultur organ merupakan pembiakan yang menggunakan organ pada tanaman.
organ yang digunakan adalah akar, batang, tangkai tandan, dan bunga (Risza,
1994).

BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pembiakan Tanaman Pembiakan Vegetatif dengan Cara Kultur

Organ dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2014 bertempat di Laboratorium
Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Jember pukul 13.00 WIB.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Embrio jagung
2. Planlet tembakau
3. Media MS
4. Agar-agar
5. Alkohol
6. LAF
7. Alumunium foil
8. Clorox
9. Plastik wrap
3.2.2 Alat
1. Botol kultur
2. Pinset
3. Bunsen
4. Scapel
5. Beaker glass
6. Gelas ukur

7. Petridish
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Embrio Jagung
1. Mencuci bersih jagung yang masih muda dengan detergen

2. Kemudian membilas dengan air mengalir.
3. Memipil jagung muda dari tongkolnya.
4. Mensterilkan biji jagung dengan kloroks 20 % selama 3 menit dan
membilasnya. Mengulangi 3 kali pekerjaan ini.
5. Mengambil embrio buah jagung dengan memakai pisau skapel dan pinset steril.
6. Menanam embrio ke dalam media botol yang sudah di sediakan.
3.3.2 Planlet Tembakau
1. Menyiapkan botol media masing-masing perlakuan dan botol kultur yang
tumbuh planlet tembakau.
2. Menyiapkan peralatan tanam steril antara lain, pinset, pisau skapel, petridish,
lampu bunsen.
3. Mengeluarkan planlet tembakau dari dalam botol kultur dan meletakkannya di
petridish steril. Kemudian memotong batangnya seukuran 2 cm atau sedikitnya
ada 1 ketiak daun.
4. Menanam batang tembakau ke media baru dengan menancapkannya di media

agar, dan menutup kembali media baru. Inkubasi hasil penanaman selama
kurang lebih 7-14 hari, kemudian lakukan pengamatan.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1.1 Hasil Pengamatan Pertumbuhan Bahan Tanam
Pertumbuahan Bahan Tanam
Hari ke-7
Hari ke-14
Hari ke-21
Kalu Tunas Akar Kalu Tunas Akar Kalu Tunas Akar

No

s
1
2
3
4
5

6

s
2
0
2
2
11
2

5
0
3
0
6
2

5
0
0

0
14
2

s
5
6
4
3
11
3

3
6
3
5
10
4

8
8
0
0
23
4

8
6
7
4
3
4

13
8
7
10
12
4

14
36
0
0
27
3

Tabel 4.1.2 Eksplan Embrio Jagung Pada Pengamatan Terakhir Hari ke-21
Tinggi

Jumla

Perlakuan

Tanaman

h

NAA 2 ppm
NAA 3 ppm
MS 0
BAP 4 ppm
NAA 4 ppm
0,5 BAP + 0,5 NAA

(cm)
19
22
10,26
5,5
9,46
10,5

Akar
7
8
8
3
6
12

Kelompo
k
1
2
3
4
5
6

Panjang
Akar
8,3
14
9,75
1,3
5,9
5,1

Keterangan
1 kontam
2 kontam
4 kontam
1 kontam
1 kontam

4.2 Pembahasan
Kultur Organ merupakan suatu dasar kegiatan yang dilakukan untuk
pelaksanaan kultur jaringan. Pada kultur jaringan, menggunakan organ tanaman
yang baik dan memilki sifat sifat yang baik sehingga penggunaan organ tanaman
yang masih aktif membelah sangat dibutuhkan untuk keberhsilan kultur jaringan.
Sitorus dkk., (2011) menjelaskan bahwa kultur meristem (meristem culture)
adalah kultur jaringan tanaman dengan menggunakan eksplan yang berupa
jaringan meritematik. Jaringan meristem yang dapat digunakan bisa berupa
meristem pucuk terminal ata meristem tunas aksilar. Kultur neristem biasa
digunakan untuk perbanyakan tanaman hortikultura. Jaringan meristem memilki

sifat stabil karena meiosis pada sel meristem terjadi bersamaan dengan
pembelahan sel sehingga duplikasi DNA yang terlalu banyak dapat dihindari. Hal
ini yang membuat tanaman yang dihasilkan sama dengan induknya.
Pertumbuhan dan morfogenesis organ tanaman dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang diantaranya genotip tanaman, media tumbuh, lingkungan
tumbuh dan kodisi eksplan. Perbedaan respon genotip tanaman tersebut dapat
diamati pada perbedaan eksplan masing-masing varietas untuk tumbuh dan
beregenerasi. Masing-masing varietas tanaman berbeda kemampuannya dalam
merangsang pertumbuhan tunas aksilar, baik jumlah tunas maupun kecepatan
pertumbuhan tunas aksilarnya. Hal serupa juga terjadi pada pembentukan kalus,
laju pertumbuhan kalus serta regenerasi kalus menjadi tanaman lengkap baik
melalui pembentukan organ-organ adventif maupun embrio somatik. Regenerasi
dan perkembangan organ adventif dan embrio somatik juga sangat ditentukan oleh
varietas tanaman induk. Perbedaan pengaruh genetik ini disebabkan karena
perbedaan kontrol genetik dari masing-masing varietas serta jenis kelamin
tanaman induk.
Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat dipengaruhi
oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Selain faktor
genetis eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi eksplan yang
mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran,
umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan. Meskipun
masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan totipotensi, namun masingmasing jaringan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan
beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis eksplan yang digunakan
untuk masing-masing kultur berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya.
Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk
tumbuh dan beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman
yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan
dengan jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Ukuran eksplan juga
mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah
disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, namun

kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga dibutuhkan media
yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasinya.
Secara umum, Yenisbar dkk (2013) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan tanaman dengan kultur in vitro. Pertumbuhan
tanaman pada kultur in vitro merupakan hasil interaksi antara kondisi organ yang
dikulturkan dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap
proliferasi tunas maupun pembentukan akar, serta aklimatisasi planlet ke
lingkungan eksternal. Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat
untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Sharma dan Agrawal
(2012) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan
teknik kultur jaringan yaitu faktor genotip, media tumbuh tanaman, dan tipe dari
eksplan. Pada dasarnya teknik kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman baru
yang memiliki kualitas yang baik karena terbebas dari virus maupun pathogen.
Kloroks yang digunakan pada embrio jagung memilki fungsi sebagai
desinfektan. Desinfektan yaitu cairan yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik,
sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalam membunuh
mikroorganisme patogen. Tujuan diberika desinfektan adalah suapayaembrio yang
ditanam tidak terkontaminasi dan dapat tumbuh dengan sempurna agar dapat
diamati persen pertumbuhan, jumlah pucuk yang terbentuk dan lain – lain.
Sedangkan betadin digunakan pada proses kultur jaringan karena berrfungsi
sebagai

antiseptik.

Betadin

digunakan

untuk

mencegah

pertumbuhan

mikroorganisme dengan menghalangi atau merusakkannya.
Eksplan yang digunakan

bagian tanaman yang masih muda hal ini

dikarenakan bagian yang muda lebih mudah tumbuh dan beregenerasi
dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda
umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum
kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan
tua. Arah pertumbuhan dan perkembangan atau regenerasi suatu eksplan
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu komposisi media dan Zat pengatur tumbuh

(ZPT) yang digunakan (jenis ZPT dan konsentrasinya), bagian tanaman yang
dijadikan eksplan dan lingkungan tumbuhnya.
Umur fisiologis eksplan berpengaruh terhadap kemampuannya untuk
beregenerasi. Jaringan tanaman yang masih muda yang meristematik (sel-selnya
masih aktif membelah) lebih mudah beregenerasi dibandingkan dengan jaringan
yang sudah tua, sehingga bagian tanaman yang meristemik paling banyak berhasil
bila dijadikan eksplan. Bagian tanaman yang termasuk jaringan meristematik
adalah pucuk apikal, pucuk lateral dan pucuk axial. Bahan tanam dapat diambil
dari tanaman dewasa, yaitu pada bagian pucuk tanaman, daun atau umbi. Untuk
eksplan dari daun, digunakan daun yang tidak terlalu muda juga tidak terlalu tua.
Pemotongan eksplan dengan menyertakan ibu tulang daun, karena pada bagian ini
lebih cepat tumbuh kalus. Apabila bahan tanam (eksplan) berasal dari umbi,
biasanya umbi ditumbuhkan dulu tunasnya. ZPT pada tanaman ada beberapa
hormon diantaranya adalah auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat dan etilen.
Auksin adalah zat aktif dalam sistem perakaran. Senyawa ini membantu proses
pembiakkan vegetatif. Pada satu sel auxins dapat mempengaruhi pemanjangan sel,
pembelahan sel dan pembentukan akar. Beberapa tipe auxins aktif dalam
konsentrasi yang sangat rendah antara 0.01 - 10 mg/L.
Sitokinin

merangsang

pembelahan

sel,

pertumbuhan

tunas,

dan

mengaktifkan gen serta aktifitas metabolis secara umum. Pada saat yang
sama cytokinins menghambat pembentukan akar. Oleh karenanya cytokinin sangat
berguna pada proses kultur jaringan dimana dibutuhkan pertumbuhan yang cepat
tanpa pembentukan perakaran.

Secara umum konsntrasi cytokinin yang

digunakan antara 0.1 - 10 mg/L. Giberelin adalah turunan dari asam gibberelat,
yang merupakan hormon tumbuhan alami yang merangsang pembungaan,
pemanjangan batang dan membuka benih yang masih dorman. Ada sekitar 100
jenis gibberellin, namun Gibberellic acid (GA3)-lah yang paling umum
digunakan. Menurut Kristina (2009), penggunaan sitokinin yang dikombinasikan
dengan auksin akan memberikan jumlah tunas lebih baik dibanding dengan
sitokinin tunggal, namun pada praktikum kali ini kelompok 4 hanya menggunakan
hormon sitokinin 4 ppm atau sama dengan 4 mg/l. Menurut Triningsih dkk.,

(2013), hormon sitokinin (BAP) berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan
tunas, berpengaruh terhadap metabolisme sel, pembelahan sel, merangsang sel,
mendorong pembentukan buah dan biji, mengurangi dormansi apikal, serta
mendorong inisiasi tunas lateral. Hal ini berkesinambungan dengan penjelasan
Kristina (2009) bahwa penggunaan media MS yang ditambah BAP (1 – 5 ppm)
adalah media terbaik untuk meningkatkan pembentukan tunas ganda.
Asam Absisat (ABA) adalah penghambat pertumbuhan merupakan
lawandari gibberellins. Hormon ini memaksa dormansi, mencegah biji dari
perkecambahan dan menyebabkan rontoknya daun, bunga dan buah. Secara alami
tingginya konsentrasi asam abscisat ini dipicu oleh adanya stress oleh lingkungan
misalnya kekeringan. Etilen merupakan senyawa unik dan hanya dijumpai dalam
bentuk gas. Senyawa ini memaksa pematangan buah, menyebabkan daun tanggal
dan merangsang penuaan. Tanaman sering meningkatkan produksi ethylene
sebagai respon terhadap stress dan sebelum mati. Konsentrasi Ethylene fluktuasi
terhadap musim untuk mengatur kapan waktu menumbuhkan daun dan kapan
mematangkan buah.
Pada praktikum kali ini menggunakan benih dari embrio jagung dan
planlet tembakau yang steril dari bakteri maupun jamur kemudian dipindahkan
dalam media agar yang tidak memiliki kontaminasi apapun. Media agar tersebut
diberi beberapa perlakuan yaitu dengan hormon auksin berupa NAA dan hormon
sitokinin berupa BAP dengan konsentrasi yang berbeda. Media 1 menggunakan
NAA 0,5 ppm, media agar 2 menggunakan NAA 2 ppm, media agar 3
menggunakan MS 0 sebagai kontrol, media agar 4 menggunakan BAP 4 ppm,
media agar 5 menggunakan NAA 4 ppm, dan media agar 5 mencampur NAA 0,5
ppm dengan BAP 0,5 ppm. Masing-masing perlakuan tersebut memiliki 5
ulangan, untuk banyaknya embrio jagung dalam 1 botol adalah 3 biji sedangkan
untuk planlet tembakau 2 planlet.

Grafik Pertumbuhan Planlet Tembakau
40
35

Jumlah

30
25

Kalus
tunas
akar

20
15
10
5
0

1

2

3

4

5

6

Kelompok

Grafik 4.2.1 Jumlah kalus, tunas, dan akar yang tumbuh pada hari ke-21.

Pada planlet tembakau dilakukan pengamatan selama 21 hari yang tiap
minggunya dihitung banyaknya kalus, akar, dan tunas yang muncul. Pada hari ke7 rata-rata kalus yang muncul sebanyak 2 tiap perlakuan kecuali pada perlakuan
NAA 4 ppm yaitu sebanyak 11 kalus yang sudah tumbuh sebaliknya perlakuan
NAA 2 ppm belum menumbuhkan kalus. Tunas terbanyak yang muncul pada hari
e-7 pada perlakuan NAA 4 ppm yaitu sebanyak 6 tunas, sedangkan NAA 2 ppm
belum menumbuhkan tunas. Begitu juga NAA 4 ppm pada hari ke-7 berhasil
tumbuh sebanyak 14 akar sedangkan pada NAA 2ppm, MS 0, dan BAP 4 ppm
belum menumbuhkan akar.
Pada hari ke-14 kalus yang tumbuh terbanyak adalah NAA 4 ppm yaitu
sebanyak 11 kalus, dan tunas terbanyak yaitu 10 tunas, serta 23 akar yang
merupakan jumlah akar terbanyak pada hari ke-14. Pada hari ke-21 kalus yang
banyak tumbuh adalah perlakuan NAA 0,05 ppm sebanyak 8 kalus sedangkan
NAA 4 ppm berbanding terbalik dengan sebelumnya yang hanya menumbuhkan 3
kalus. Tunas yang tumbuh pada hari ke-21 ini paling banyak pada NAA 0,5 ppm
yaitu 13 tunas dan NAA 4 ppm sebanyak 12 ppm. Akar terbanyak yaitu NAA 2
ppm yaitu 36 akar dan NAA 4 ppm sebanyak 27 akar.
Pada praktikum kali ini terlihat planlet tembakau yang diberi tidak diberi
perlakuan (kontrol) pertumbutumbuhannya tidak secepat planlet tembakau yang

diberi hormon auksin, sedangkan pemberian hormon sitokinin tidak berdampak
sebaik hormon auksin. Hormon auksin yaitu NAA dengan konsentrasi 4 ppm
menyebabkan pertumbuhan terbaik dengan memunculkan banyak kalus, tunas,
dan akar. Sebaiknya agar pertumbuhan planlet tembakau lebih cepat diberi
hormon auksin NAA sebanyak 2 sampai 4 ppm untuk hasil terbaik, sedangkan
pencampuran NAA dengan BAP tidak begitu berpengaruh pada praktikum kali ini
hal ini dikarenakan konsentrasi yang rendah yaitu NAA 0,5 ppm dan BAP 0,5
ppm, konsentrasi tersebut tidak sesuai untuk planlet tembakau.

Pengamatan Eksplan Embrio Jagung Hari Ke-21
25
20
15
10
5
0

NAA 2 PPM

NAA 3 PPM

Rata-Rata Tinggi Tanaman

MS 0

BAP 4 PPM

Rata-Rata Jumlah Akar

NAA 4 PPM0,5 BAP + 0,5 NAA
Rata-Rata Panjang Akar

Grafik 4.2.2 Eksplan embrio jagung hari ke-21

Pada embrio jagung yang diamati selama 21 hari menunjukkan jumlah
pertumbuhannya seperti yang nampa pada Grafik 4.2.2. Tinggi tanaman terbaik
adalah dengan NAA 2 ppm yaitu 22 cm sedangkan tinggi tanaman terendah ada
pada perlakuan BAP 4 ppm yaitu 5,5 cm. Jumlah akar terbanyak terdapat pada
campuran BAP 0,5 dan NAA 0,5 ppm yaitu sebanyak 12 akar dan panjang akar
terpanjang adalah NAA 2ppm yaitu sepanjang 14 cm. Kontaminasi terjadi pada
semua perlakuan kecuali MS 0, dengan kontaminasi terbanyak pada BAP 4 ppm.
Eriansyah (2014) menjelaskan bahwa faktor terjadinya kontaminasi adalah
kondisi lingkungan inkubasi atau laboratorium yang kurang steril, kurang
sterilnya bahan tanam, dan atau kurang sterilnya saat pelaksanaan pembuatan

media. Kontaminasi cendawan atau jamur ditandai dengan adanya koloni
cendawan berwarna putih sedangkan kontaminasi bakteri ditandai dengan
munculnya koloni bakteri berwarna kecoklatan dan kuning. Pada media kultur
yang masih steril menandakan bahan pembuatan media dan laboratorium atau
lingkungan sekitarnya steril, kemungkinan jamur tersebut muncul karena proses
pembuatan media saat ditutup atau saat dituangkan kurang steril atau memang
botol yang digunakan kurang steril.
Pada embrio jagung untuk pertumbuhan jagung perlakuan terbaik oleh
NAA 4 ppm dan jumlah akar tebanyak dengan campuran BAP dan NAA. Akar
terpanjang dengan NAA yang konsentrasinya lebih rendah yaitu 2 ppm. Jadi
direkomendasikan menggunakan hormon auksin untuk mempercepat perumbuhan
embrio jagung dan diberi campuran BAP agar jumlh akar lebh banyak.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kultur Organ merupakan suatu dasar kegiatan yang dilakukan untuk pelaksanaan
kultur jaringan.
2. Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh
keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan.
3. Direkomendasikan menggunakan hormon auksin untuk mempercepat perumbuhan
embrio jagung dan diberi campuran BAP agar jumlh akar lebh banyak.
4. Sebaiknya agar pertumbuhan planlet tembakau lebih cepat diberi hormon auksin
NAA sebanyak 2 sampai 4 ppm untuk hasil terbaik, sedangkan pencampuran NAA
dengan BAP tidak begitu berpengaruh pada praktikum kali ini hal ini dikarenakan
konsentrasi yang rendah yaitu NAA 0,5 ppm dan BAP 0,5 ppm, konsentrasi tersebut
tidak sesuai untuk planlet tembakau.

5.2 Saran
Secara keseluruhan praktikum Kultur Organ sudah berlangsung dengan
baik. Namun, masih dibutuhkan penjelasan yang lebih rinci dari asisten agar
praktikum berjalan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadian, E., A. Lolaei, S. Mobasheri, and R. Bemana. 2013. Investigation of
Importance Parameters of Plant Tissue. Agriculture and Crop Sciences,
5(8): 900-905.
Alkowni, R. and Sawalha, K. 2012. Biotechnology For Conservation Of
Palestinian Medicinal Plants. Agriculture Technology, 8(4): 1285-1299.
Dinarti, D, U. Sayekti, dan Y. Alitalia. 2010. Kultur Jaringan Kantong Semar
(Nepenthes mirabilis). Hort. Indonesia, 1(2): 59-65.
Hendaryono, D. P. S dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta:
Kanisius.
Kristina, N. N. 2009. Induksi Tunas Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack) Secara In
Vitro Menggunakan Benzil Adenin (Ba) dan Naphthalene Acetic Acid
(Naa). Littri, 15(1): 33-39.
Marlin, Yulian, dan Hermansyah. 2012. Inisiasi Kalus Embriogenik pada Kultur
Jantung Pisang ‘Curup’ dengan Pemberian Sukrosa, Bap dan 2,4-D.
Agrivigor,11(2): 275-283.
Nisak, K, T. Nurhidayati, dan K. I. Purwani. 2012. Pengaruh Kombinasi
konsentrasi ZPT NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana
tabacum var. Prancak 95. Sains Dan Seni Pomits, 1(1): 1-6.
Patel, H. and Krishnamurthy, R. 2013. Elicitors in Plant Tissue Culture.
Pharmacognosy and Phytochemistry, 2(2): 60-65.
Risza, S. 1994. Kelapa Sawit. Yogyakarta: Kanisius.
Sharma, A. and Agrawal, V. 2012. Tissue Culture Aspects of Ornamental Plants.
Biotechnology, 1(1): 2319-3859.
Sitorus, E. N, E. D. Hastuti. dan N. Setiari. 2011. Induksi Kalus Binahong
(Basella rubra L.) Secara In Vitro Pada Media Murashige & Skoog
Dengan Konsentrasi Sukrosa Yang Berbeda. Bioma, 13(1): 1-7.
Sulistiami, A., Waeniati., Muslimin dan N. Suwastika. 2012. Pertumbuhan Organ
Tanaman Buah Naga(Hylocerus undatus) Pada Medium Ms Dengan
Penambahan Bap Dan Sukrosa. Natural Science, 1.(1) 27-33.
Triningsih, L. A. M. Siregar, L. A. P. Putri. 2013. Pertumbuhan Eksplan Puar
Tenangau (Elettariopsis sp.) Agroekoteknologi, 1(2): 276-285.

Yenisbar, Yarni, R. Amelia. 2013. Multiplikasi Tunas Tanaman Inggu (Ruta
Angustifolia (L.) Pers.) Secara In Vitro Dengan Penambahan Benzyl
Adenin. Widya Kesehatan Dan Lingkungan, 1 (1) : 6-12.
Winarto, B. N.A. Mattjik, A. Purwito, dan B. Marwoto. 2009. Kultur Antera
Anthurium: Pengaruh Sukrosa dan Glukosa Terhadap Keberhasilan
Induksi Pembentukan Kalus dan Regenerasinya. Berk. Penel. Hayati, 14:
165-171.