EVALUASI PEMBERIAN NATRIUM KLORIDA 1 DEO
EVALUASI PEMBERIAN NATRIUM KLORIDA 1%,
DEOKSIKORTIKOSTERON ASETAT, DAN BETAAMINOPROPIONITRIL PADA TEKANAN DARAH TIKUS
MODEL ANEURISMA
NISA CHAIRANA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Pemberian
Natrium Klorida 1%, Deoksikortikosteron Asetat, dan Beta-Aminopropionitril
pada Tekanan Darah Tikus Model Aneurisma adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Nisa Chairana
NIM B04120115
ABSTRAK
NISA
CHAIRANA.
Evaluasi
Pemberian
Natrium
Klorida
1%,
Deoksikortikosteron Asetat, dan Beta-Aminopropionitril pada Tekanan Darah
Tikus Model Aneurisma. Dibimbing oleh HUDA SHALAHUDIN DARUSMAN
dan BAYU FEBRAM PRASETYO.
Hipertensi menjadi masalah kesehatan di dunia karena menyebabkan
gangguan kardiovaskular yang mematikan seperti aneurisma, gagal jantung,
stroke, dan gagal ginjal. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengevaluasi tikus
model aneurisma pasca pemberian natrium klorida 1%, deoksikortikosteron asetat,
dan beta-aminopropionitril dengan menggunakan tekanan darah sistolik, tekanan
darah diastolik, dan tekanan arteri rerata sebagai variabel. Penelitian ini
menggunakan 20 ekor tikus galur Wistar yang telah dilakukan tindakan bedah
nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra. Tikus tersebut
selanjutnya diberikan perlakuan dengan memberikan sediaan secara bertahap,
yaitu natrium klorida 1%, deoksikortikosteron asetat, dan beta-aminopropionitril.
Variabel uji tekanan darah tikus pasca bedah menunjukkan hasil yang berbeda
signifikan atau mengalami kenaikan dibandingkan dengan tekanan darah sebelum
tikus dibedah. Dari ketiga perlakuan sediaan tersebut, pemberian betaaminopropionitril menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan
dengan tikus sebelum bedah, pasca bedah dan kedua perlakuan sebelumnya. Hal
ini menunjukkan bahwa pengaruh bedah dan pemberian tiga sediaan tersebut
memiliki efek sinergis dalam meningkatkan tekanan darah yang selanjutnya dapat
menimbulkan aneurisma.
Kata kunci: tekanan darah, tikus, hipertensi, aneurisma
ABSTRACT
NISA CHAIRANA. The Evaluation by Giving Sodium Chloride 1%,
Deoxycorticosterone Acetate, and Beta-Aminopropionitrile Toward The Blood
Pressure of The Aneurysm Rat Model. Dibimbing oleh HUDA SHALAHUDIN
DARUSMAN dan BAYU FEBRAM PRASETYO.
Hypertension become a health problem in the world due to its ability of
cardiovascular such as an aneurysm, heart failure, stroke, and renal disease. The
aim of this research was to evaluate variable of systolic blood pressure, diastolic
blood pressure, and mean arterial pressure using rat as an aneurysm model post
natrium chloride 1%, deoxycorticosterone acetate, and beta-aminopropionitrile.
This research used twenty Wistar rats post surgery nephrectomy dextra and
ligation of arterial carotis communis sinistra. Natrium chloride 1%,
deoxycorticosterone acetate, and beta-aminopropionitrile were given
continuously to the rats. This variable of blood pressure post surgery showed a
higher result with significant difference than before the surgery. From all of the
treatment, beta-aminopropionitrile application showed the highest result than the
other treatment. This result showed that surgery and these three solutions give a
significant effect of blood pressure and could lead to aneurysm.
Keywords: blood pressure, rat, hypertension, aneurysm
EVALUASI PEMBERIAN NATRIUM KLORIDA 1%,
DEOKSIKORTIKOSTERON ASETAT, DAN BETAAMINOPROPIONITRIL PADA TEKANAN DARAH TIKUS
MODEL ANEURISMA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Evaluasi Pemberian
Natrium Klorida 1%, Deoksikortikosteron Asetat, dan Beta-Aminopropionitril
pada Tekanan Darah Tikus Model Aneurisma. Terima kasih saya ucapkan kepada
Drh Huda S Darusman, MSi PhD dan Bayu Febram Prasetyo, SSi Apt MSi
selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan tuntunan dalam penelitian
dan penulisan skripsi. Penghargaan penulis ungkapkan kepada Dr Drh Risa Tiuria,
MS PhD selaku pembimbing akademik yang telah membimbing saya selama
menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Ungkapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ir H Muhammad Sulhi
sebagai Ayah, Dra Hj Rida Tresnadewi sebagai Ibu, serta Mutia Rizkiana dan
Rahmasari Ramadhan sebagai saudara kandung yang selalu memberikan
dukungan, doa, dan kasih sayang yang tak pernah putus.
Ungkapan terima kasih saya sampaikan kepada Kanti Rahmi Fauziyah,
Fauzi A Munggaran, dan Aditya Juliansyah sebagai rekan penelitian yang selalu
saling membantu dan memberi semangat selama menyusun tugas akhir. Galih
Adya Permana, Hutomo Adi Nugroho, Crisna Kemala, Intan Anindita Suseno,
Lew Junn Yi, Sari Anggraini, Rifka Putri Puri Handayani, rekan-rekan ‘WISMA
NUSANTARA’, dan rekan-rekan ‘ASTROCYTE’ FKH 49 yang selalu saling
mendukung. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Nisa Chairana
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Tekanan Darah
2
Model Tikus Aneurisma Serebri
3
METODE PENELITIAN
4
Lokasi dan Waktu Penelitian
4
Alat dan Bahan Penelitian
4
Prosedur Percobaan
4
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Tekanan Darah Normal dan Setelah Bedah
7
Tekanan Darah Normal dan Setelah Pemberian NaCl 1%
7
Tekanan Darah Normal dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA
8
Tekanan Darah Normal dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA + BAPN
9
Tekanan Darah Setelah Bedah dan Setelah Pemberian NaCl 1%
9
Tekanan Darah Setelah Bedah dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA
10
Tekanan Darah Setelah Bedah dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA +
BAPN
10
SIMPULAN DAN SARAN
11
Simpulan
11
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
11
DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis data tekanan darah normal dan peningkatan tekanan darah
setelah pembedahan maupun setelah perlakuan
2 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan
normal dan setelah pembedahan
3 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan
normal dan setelah pemberian NaCl 1%
4 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan
normal dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% + DOCA
5 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan
normal dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% + DOCA + BAPN
6 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar setelah pembedahan
dan setelah pemberian sediaan NaCl 1%
7 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar setelah pembedahan
dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% + DOCA
8 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar setelah pembedahan
dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% + DOCA + BAPN
6
7
8
8
9
10
10
11
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir prosedur penelitian
2 Nose cone animal holder with stand (A), occlusion cuff dan volume
pressure recorder cuff (B), pengukuran tekanan darah (C)
4
5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tekanan darah adalah suatu tenaga atau kekuatan yang diperlukan agar
darah dapat mengalir dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua
jaringan tubuh (Gunawan 2007). Gangguan pada tekanan darah dibagi menjadi
hipertensi dan hipotensi (Anies 2006). Hipotensi merupakan tekanan darah rendah
yang abnormal sedangkan hipertensi merupakan tingginya tekanan darah arteri
secara persisten (Dorland 2012). Hipertensi merupakan faktor risiko terhadap
munculnya penyakit kardiovaskular seperti aneurisma, gagal jantung, stroke, dan
gagal ginjal (Mancia et al. 2008).
Hipertensi menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Chen et al.
2006). Hipertensi dianggap sebagai satu-satunya faktor risiko terjadinya
aneurisma (Baradero et al. 2008). Aneurisma terjadi karena lemahnya dinding
pembuluh darah akibat penipisan dan degenerasi dinding pembuluh darah arteri
yang diakibatkan oleh turbulensi aliran darah (Sudibyo 2014). Aneurisma dapat
dipelajari dengan aplikasi hewan model bedah melalui nefrektomi atau operasi
pengangkatan ginjal dan ligasi atau pengikatan pembuluh darah arteri carotis
communis (Mancia et al. 2008). Hipertensi yang akan berlanjut menjadi
aneurisma merupakan penyakit multifaktorial, salah satu penyebabnya ialah
mengonsumsi garam dengan kadar yang berlebihan (Iskandar 2010).
Sehubungan dengan tingginya morbiditas dan mortalitas kejadian hipertensi
tersebut diperlukan kajian yang mendalam untuk mengetahui tindakan preventif
dan kuratif. Salah satunya ialah dengan mengembangkan hewan model aneurisma.
Hewan model aneurisma ditandai dengan gejala yang khas yaitu tekanan darah
yang tinggi dan persisten. Induksi bedah berupa nefrektomi dextra dan ligasi arteri
carotis communs sinistra diberikan pada tikus dengan tujuan untuk meningkatkan
tekanan darah (Mancia et al. 2008). Peningkatan tekanan darah secara persisten
dilakukan dengan memberikan beberapa sediaan yang mengandung garam atau
bahan yang dapat memicu peningkatan tekanan darah yang terdiri dari natrium
klorida (NaCl) 1% dan deoksikortikosteron asetat (DOCA) (Pimenta et al. 2009).
Sediaan yang mampu memicu terjadinya aneurisma ialah beta-aminopropionitril
(BAPN) dengan cara menghambat enzim lysyl oxydase sehingga pembuluh darah
menipis (Miana et al. 2015). Untuk mengetahui sediaan yang paling signifikan
dalam meningkatkan tekanan darah tersebut maka dilakukan evaluasi pengukuran
tekanan darah pada hewan tikus galur Wistar sebagai hewan model aneurisma
yang telah dibedah nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra
sebelumnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tekanan darah yaitu tekanan
darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan tekanan arteri rerata atau mean arterial
pressure pasca pemberian sediaan NaCl 1%, DOCA, dan BAPN pada tikus galur
Wistar sebagai hewan model aneurisma.
2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efek bedah
dan efek sediaan NaCl 1%, DOCA, dan BAPN pada tikus galur Wistar sebagai
hewan model aneurisma.
TINJAUAN PUSTAKA
Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir
di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh (Gunawan
2007). Tekanan darah sistolik (TDS) adalah puncak yang tercapai ketika jantung
berkontraksi dan memompakan darah keluar melalui arteri sedangkan tekanan
darah diastolik (TDD) ialah ketika tekanan jatuh ke titik terendah saat jantung
rileks dan mengisi darah kembali (Budiyanto 2002; Fried dan Hademenos 2005).
Tekanan arteri rerata atau yang sering disebut dengan mean arterial pressure
(MAP) adalah tekanan di seluruh sistem arteri pada satu siklus jantung. MAP
dapat diperoleh dengan rumus Ibnu (1996):
(
)
MAP merupakan hasil perkalian curah jantung dengan tahanan perifer (Ibnu
1996). Patogenesis tekanan darah tinggi dimulai dari tekanan darah yang
dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer serta dipengaruhi juga oleh
tekanan atrium kanan. Hipertensi menunjukkan curah jantung yang meningkat
kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikan
tekanan darah yang menetap (Ibnu 1996). Peningkatan curah jantung dan tahanan
perifer dapat terjadi akibat asupan garam yang berlebih (Sidabutar dan
Prodjosujadi 1990).
Tekanan darah dikatakan tinggi apabila lebih besar dari tekanan yang
diperlukan untuk memelihara aliran darah yang tetap. Saat tekanan darah di atas
normal, volume darah ikut meningkat dan saluran darah terasa lebih sempit
sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk dapat menyuplai oksigen dan
zat-zat makanan ke setiap sel di dalam tubuh (Baradero et al. 2008). Hipertensi
merupakan faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan
aneurisma arteria, serta menjadi penyebab utama gagal jantung kronis (WHO
1999).
Hipertensi mengakibatkan terjadinya penumpukkan fibrin dan infiltrasi sel
subendotel kemudian menyebabkan edema sehingga terjadi degenerasi kolagen
dan elastin pada dinding arteri (lamina elastika interna). Keadaan hipertensi
memicu terjadinya penebalan intima karena aterosklerosis (Inci dan Spetzler
2000). Aterosklerosis dapat menyebabkan penyempitan arteri ginjal dan dinding
pembuluh darah menjadi lemah sehingga terjadi aneurisma (Gharbawy 2011;
Brown 2005; Muttaqin 2008). Kondisi ini menyebabkan penggelembungan urat
secara terlokalisir berbentuk kantong akibat dilatasi segmental pembuluh darah
3
karena tekanan darah yang terus meningkat (Brisman et al. 2006; Dorland 2012;
Muttaqin 2008).
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung (invasive blood
pressure) merupakan kriteria standar yang terdiri dari penggunaan kateter
intraarterial untuk pengukuran namun metode ini tidak dapat diterapkan untuk
kelompok besar individu tanpa gejala untuk skrinning hipertensi. Metode tidak
langsung (non invasive blood pressure) merupakan metode yang biasa digunakan
karena memanfaatkan arteri yang kolaps oleh tekanan dari cuff eksternal. Metode
tersebut menggunakan manset atau cuff ekor tikus uji. Cuff akan mendeteksi
denyut karena tekanan cuff melebihi tekanan darah sehingga arteri terjepit dan
tidak ada darah yang mengalir di dalamnya. Metode pengukuran tekanan darah
tersebut menggunakan sensor perekam tekanan volume darah (Ronny et al. 2010).
Beberapa hal yang harus diperhatikan selama pengukuran adalah suhu tubuh tikus
uji yang sangat menentukan konsistensi dan akurasi pengukuran tekanan darah,
tikus uji harus tenang selama pengukuran serta pengaturan suhu ruang yang tidak
kurang dari 26 oC (Malkoff 2005).
Model Tikus Aneurisma Serebri
Tikus galur Wistar merupakan hewan laboratori rodensia yang
dikembangbiakkan karena bersifat adaptif dalam pemeliharaan dan memenuhi
fungsi fisiologis sebagai mamalia yang dapat menggambarkan manusia (Smith
dan Mangkoewidjojo 1988). Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rattus norvegicus, galur Wistar karena diketahui tikus ini dapat digunakan
sebagai hewan model untuk penelitian gangguan kardiovaskular (Murwani et al.
2006). Model tikus aneurisma serebri dilakukan dengan tindakan bedah yang
diawali dengan nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra.
Tindakan bedah pada tikus tersebut akan menghasilkan tekanan darah tinggi atau
hipertensi yang kemudian berlanjut menjadi aneurisma (Mancia et al. 2008).
Deoksikortikosteron adalah hormon steroid yang mempunyai kemiripan
dengan aldosteron dan berperan penting pada ginjal. Induksi DOCA menyebabkan
stres oksidatif akibat meningkatnya superoksida yang bersifat radikal bebas dan
merusak fisiologis dari beberapa jaringan dalam tubuh seperti jaringan adiposa
karena peran angiotensin II. Jaringan adiposa yang abnormal dapat meningkatkan
vasokontriksi yang kemudian menyebabkan hipertensi (Kasper et al. 2005;
Jimenez et al. 2007; Sargowo 2009).
Konsumsi NaCl 1% berlebih dapat menimbulkan hipertensi melalui retensi
air akibat kadar natrium yang tinggi sebab natrium bekerja menahan air di dalam
tubuh karena bersifat higroskopis atau mudah menyerap air, sehingga volume
darah yang beredar akan meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan
darah (Gunawan 2007). BAPN dapat menghambat aktivitas enzim lysyl oxydase
yang bertugas dalam deaminasi oksidatif dari lisin dan hidroksilisin pada proses
cross linking kolagen dan elastin sehingga akan menurunkan deposisi serat
kolagen dan elastin (Wu 2010).
4
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP)
Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai bulan
Juni 2015 sampai September 2015.
Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus, botol
minum tikus, spoit, timbangan, alat pengukur tekanan darah non invasive
menggunakan instrumen CODA (Kent Scientific, USA), kain lap, alat pengukur
suhu tikus (infrafred thermometer) dengan laser sight, dan laptop. Bahan-bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus galur Wistar betina usia 10-12
minggu dengan bobot badan 180-280 gram yang didapatkan dari PT Indo Anilab
Bogor, serbuk gergaji, NaCl 1%, DOCA, BAPN, akuades, dan pakan tikus.
Prosedur Percobaan
Tahap Persiapan Hewan
Tikus normal
1 minggu
Tikus + bedah
1 minggu
Tikus + bedah + NaCl 1%
2 minggu
Pengukuran
tekanan darah
Tikus + bedah + NaCl 1% + DOCA
2 minggu
Tikus + bedah + NaCl 1% + DOCA + BAPN
2 minggu
Analisis Data
Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
5
Hewan yang digunakan yaitu 20 ekor tikus galur Wistar yang dipelihara di
dalam kotak plastik berukuran 30 cm×20 cm×20 cm dan dilengkapi dengan kawat
penutup, minum yang diberikan secara ad libitum, pakan sebanyak 10gr/100gr
bobot badan/hari, dan serutan kayu sebagai alas. Penelitian ini telah memenuhi
kaidah etika penelitian dari komisi kesejahteraan hewan RSHP FKH IPB.
Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Aklimatisasi
dilakukan selama satu minggu untuk membiasakan hewan pada kondisi percobaan
dan diberi pakan standar serta minum yang cukup.
Tahap Perlakuan Hewan
Tikus galur Wistar diinduksi bedah dengan tindakan nefrektomi dextra dan
ligasi arteri carotis communis sinistra. Tindakan pembedahan diawali dengan
anestesi tikus menggunakan ketamine dengan dosis 40-100 mg/kg dan xylazine
dengan dosis 5-13 mg/kg. Satu minggu setelah pembedahan, tikus tersebut diberi
perlakuan dengan memberikan sediaan NaCl 1% melalui air minum. Dua minggu
setelah pemberian NaCl 1%, tikus tersebut diberikan tambahan DOCA secara
subkutan. Dua minggu selanjutnya, diberikan tambahan BAPN melalui air minum.
Tahap Pengukuran Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah menggunakan metode pengukuran non invasive
melalui instrumen CODA (Kent Scientific, USA). Pengukuran tekanan darah pada
tikus dilakukan dengan memasukkan tikus ke dalam nose cone animal holder with
stand atau tabung restraint yang terhubung dengan warming pad. Tikus tersebut
dikondisikan dalam keadaan hangat dan tenang di atas warming pad sampai suhu
tikus mencapai suhu yang optimum yaitu 30-32 oC. Ekor tikus dimasukkan ke
lubang ekor pada manset atau cuff. Cuff terdiri dari occlusion cuff yang
dimasukkan ke ekor tikus pertama kali dan volume pressure recorder cuff sebagai
pendetektor denyut. Cuff dikencangkan sesuai dengan ukuran ekor dari tiap tikus
dan tikus siap diukur (Gambar 2). Pengukuran yang menggunakan metode non
invasive ini memanfaatkan arteri yang kolaps oleh tekanan dari cuff yang
mengembang secara otomatis sehingga arteri terjepit. Arteri yang terjepit
menyebabkan tidak ada darah yang mengalir di dalamnya sehingga denyut aliran
darah akan terdeteksi. Pengukuran dilakukan sebanyak sepuluh kali pengulangan
untuk masing-masing tikus dan diambil reratanya. Parameter yang diambil yaitu
tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan mean arterial pressure.
C3
B2
a
A
B1
C2
a
B
a
C1
C
Gambar 2 Nose cone animal holder with stand (A), volume pressure recorder
cuff (B1), occlusion cuff (B2), pengukuran tekanan darah (C),warming
pad (C1), selimut (C2), instrumen CODA (C3)
6
Analisis Data
Data tekanan darah yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara statistik
dengan metode analisis sidik ragam (ANOVA-Analysis of Variance) yang
dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan dan variabel uji dapat terprediksi, analisis
statistik ini menggunakan software SAS 9.1.3 (North Carolina, USA).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tekanan darah dapat dikatakan mengalami hipertensi ketika memiliki TDS
di atas 140 mmHg dan TDD di atas 90 mmHg (Szukri dan Pranawa 2001).
Analisis data tekanan darah normal dan peningkatan tekanan darah setelah
pembedahan dan setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Secara keseluruhan
nilai TDS, TDD, dan MAP meningkat seiring perlakuan bedah dan pemberian
sediaan NaCl 1%, DOCA, dan BAPN. Peningkatan tekanan darah ini
menunjukkan hasil yang signifikan (p
DEOKSIKORTIKOSTERON ASETAT, DAN BETAAMINOPROPIONITRIL PADA TEKANAN DARAH TIKUS
MODEL ANEURISMA
NISA CHAIRANA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Pemberian
Natrium Klorida 1%, Deoksikortikosteron Asetat, dan Beta-Aminopropionitril
pada Tekanan Darah Tikus Model Aneurisma adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Nisa Chairana
NIM B04120115
ABSTRAK
NISA
CHAIRANA.
Evaluasi
Pemberian
Natrium
Klorida
1%,
Deoksikortikosteron Asetat, dan Beta-Aminopropionitril pada Tekanan Darah
Tikus Model Aneurisma. Dibimbing oleh HUDA SHALAHUDIN DARUSMAN
dan BAYU FEBRAM PRASETYO.
Hipertensi menjadi masalah kesehatan di dunia karena menyebabkan
gangguan kardiovaskular yang mematikan seperti aneurisma, gagal jantung,
stroke, dan gagal ginjal. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengevaluasi tikus
model aneurisma pasca pemberian natrium klorida 1%, deoksikortikosteron asetat,
dan beta-aminopropionitril dengan menggunakan tekanan darah sistolik, tekanan
darah diastolik, dan tekanan arteri rerata sebagai variabel. Penelitian ini
menggunakan 20 ekor tikus galur Wistar yang telah dilakukan tindakan bedah
nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra. Tikus tersebut
selanjutnya diberikan perlakuan dengan memberikan sediaan secara bertahap,
yaitu natrium klorida 1%, deoksikortikosteron asetat, dan beta-aminopropionitril.
Variabel uji tekanan darah tikus pasca bedah menunjukkan hasil yang berbeda
signifikan atau mengalami kenaikan dibandingkan dengan tekanan darah sebelum
tikus dibedah. Dari ketiga perlakuan sediaan tersebut, pemberian betaaminopropionitril menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan
dengan tikus sebelum bedah, pasca bedah dan kedua perlakuan sebelumnya. Hal
ini menunjukkan bahwa pengaruh bedah dan pemberian tiga sediaan tersebut
memiliki efek sinergis dalam meningkatkan tekanan darah yang selanjutnya dapat
menimbulkan aneurisma.
Kata kunci: tekanan darah, tikus, hipertensi, aneurisma
ABSTRACT
NISA CHAIRANA. The Evaluation by Giving Sodium Chloride 1%,
Deoxycorticosterone Acetate, and Beta-Aminopropionitrile Toward The Blood
Pressure of The Aneurysm Rat Model. Dibimbing oleh HUDA SHALAHUDIN
DARUSMAN dan BAYU FEBRAM PRASETYO.
Hypertension become a health problem in the world due to its ability of
cardiovascular such as an aneurysm, heart failure, stroke, and renal disease. The
aim of this research was to evaluate variable of systolic blood pressure, diastolic
blood pressure, and mean arterial pressure using rat as an aneurysm model post
natrium chloride 1%, deoxycorticosterone acetate, and beta-aminopropionitrile.
This research used twenty Wistar rats post surgery nephrectomy dextra and
ligation of arterial carotis communis sinistra. Natrium chloride 1%,
deoxycorticosterone acetate, and beta-aminopropionitrile were given
continuously to the rats. This variable of blood pressure post surgery showed a
higher result with significant difference than before the surgery. From all of the
treatment, beta-aminopropionitrile application showed the highest result than the
other treatment. This result showed that surgery and these three solutions give a
significant effect of blood pressure and could lead to aneurysm.
Keywords: blood pressure, rat, hypertension, aneurysm
EVALUASI PEMBERIAN NATRIUM KLORIDA 1%,
DEOKSIKORTIKOSTERON ASETAT, DAN BETAAMINOPROPIONITRIL PADA TEKANAN DARAH TIKUS
MODEL ANEURISMA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Evaluasi Pemberian
Natrium Klorida 1%, Deoksikortikosteron Asetat, dan Beta-Aminopropionitril
pada Tekanan Darah Tikus Model Aneurisma. Terima kasih saya ucapkan kepada
Drh Huda S Darusman, MSi PhD dan Bayu Febram Prasetyo, SSi Apt MSi
selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan tuntunan dalam penelitian
dan penulisan skripsi. Penghargaan penulis ungkapkan kepada Dr Drh Risa Tiuria,
MS PhD selaku pembimbing akademik yang telah membimbing saya selama
menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Ungkapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ir H Muhammad Sulhi
sebagai Ayah, Dra Hj Rida Tresnadewi sebagai Ibu, serta Mutia Rizkiana dan
Rahmasari Ramadhan sebagai saudara kandung yang selalu memberikan
dukungan, doa, dan kasih sayang yang tak pernah putus.
Ungkapan terima kasih saya sampaikan kepada Kanti Rahmi Fauziyah,
Fauzi A Munggaran, dan Aditya Juliansyah sebagai rekan penelitian yang selalu
saling membantu dan memberi semangat selama menyusun tugas akhir. Galih
Adya Permana, Hutomo Adi Nugroho, Crisna Kemala, Intan Anindita Suseno,
Lew Junn Yi, Sari Anggraini, Rifka Putri Puri Handayani, rekan-rekan ‘WISMA
NUSANTARA’, dan rekan-rekan ‘ASTROCYTE’ FKH 49 yang selalu saling
mendukung. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Nisa Chairana
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Tekanan Darah
2
Model Tikus Aneurisma Serebri
3
METODE PENELITIAN
4
Lokasi dan Waktu Penelitian
4
Alat dan Bahan Penelitian
4
Prosedur Percobaan
4
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Tekanan Darah Normal dan Setelah Bedah
7
Tekanan Darah Normal dan Setelah Pemberian NaCl 1%
7
Tekanan Darah Normal dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA
8
Tekanan Darah Normal dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA + BAPN
9
Tekanan Darah Setelah Bedah dan Setelah Pemberian NaCl 1%
9
Tekanan Darah Setelah Bedah dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA
10
Tekanan Darah Setelah Bedah dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA +
BAPN
10
SIMPULAN DAN SARAN
11
Simpulan
11
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
11
DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis data tekanan darah normal dan peningkatan tekanan darah
setelah pembedahan maupun setelah perlakuan
2 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan
normal dan setelah pembedahan
3 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan
normal dan setelah pemberian NaCl 1%
4 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan
normal dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% + DOCA
5 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan
normal dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% + DOCA + BAPN
6 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar setelah pembedahan
dan setelah pemberian sediaan NaCl 1%
7 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar setelah pembedahan
dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% + DOCA
8 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar setelah pembedahan
dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% + DOCA + BAPN
6
7
8
8
9
10
10
11
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir prosedur penelitian
2 Nose cone animal holder with stand (A), occlusion cuff dan volume
pressure recorder cuff (B), pengukuran tekanan darah (C)
4
5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tekanan darah adalah suatu tenaga atau kekuatan yang diperlukan agar
darah dapat mengalir dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua
jaringan tubuh (Gunawan 2007). Gangguan pada tekanan darah dibagi menjadi
hipertensi dan hipotensi (Anies 2006). Hipotensi merupakan tekanan darah rendah
yang abnormal sedangkan hipertensi merupakan tingginya tekanan darah arteri
secara persisten (Dorland 2012). Hipertensi merupakan faktor risiko terhadap
munculnya penyakit kardiovaskular seperti aneurisma, gagal jantung, stroke, dan
gagal ginjal (Mancia et al. 2008).
Hipertensi menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Chen et al.
2006). Hipertensi dianggap sebagai satu-satunya faktor risiko terjadinya
aneurisma (Baradero et al. 2008). Aneurisma terjadi karena lemahnya dinding
pembuluh darah akibat penipisan dan degenerasi dinding pembuluh darah arteri
yang diakibatkan oleh turbulensi aliran darah (Sudibyo 2014). Aneurisma dapat
dipelajari dengan aplikasi hewan model bedah melalui nefrektomi atau operasi
pengangkatan ginjal dan ligasi atau pengikatan pembuluh darah arteri carotis
communis (Mancia et al. 2008). Hipertensi yang akan berlanjut menjadi
aneurisma merupakan penyakit multifaktorial, salah satu penyebabnya ialah
mengonsumsi garam dengan kadar yang berlebihan (Iskandar 2010).
Sehubungan dengan tingginya morbiditas dan mortalitas kejadian hipertensi
tersebut diperlukan kajian yang mendalam untuk mengetahui tindakan preventif
dan kuratif. Salah satunya ialah dengan mengembangkan hewan model aneurisma.
Hewan model aneurisma ditandai dengan gejala yang khas yaitu tekanan darah
yang tinggi dan persisten. Induksi bedah berupa nefrektomi dextra dan ligasi arteri
carotis communs sinistra diberikan pada tikus dengan tujuan untuk meningkatkan
tekanan darah (Mancia et al. 2008). Peningkatan tekanan darah secara persisten
dilakukan dengan memberikan beberapa sediaan yang mengandung garam atau
bahan yang dapat memicu peningkatan tekanan darah yang terdiri dari natrium
klorida (NaCl) 1% dan deoksikortikosteron asetat (DOCA) (Pimenta et al. 2009).
Sediaan yang mampu memicu terjadinya aneurisma ialah beta-aminopropionitril
(BAPN) dengan cara menghambat enzim lysyl oxydase sehingga pembuluh darah
menipis (Miana et al. 2015). Untuk mengetahui sediaan yang paling signifikan
dalam meningkatkan tekanan darah tersebut maka dilakukan evaluasi pengukuran
tekanan darah pada hewan tikus galur Wistar sebagai hewan model aneurisma
yang telah dibedah nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra
sebelumnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tekanan darah yaitu tekanan
darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan tekanan arteri rerata atau mean arterial
pressure pasca pemberian sediaan NaCl 1%, DOCA, dan BAPN pada tikus galur
Wistar sebagai hewan model aneurisma.
2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efek bedah
dan efek sediaan NaCl 1%, DOCA, dan BAPN pada tikus galur Wistar sebagai
hewan model aneurisma.
TINJAUAN PUSTAKA
Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir
di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh (Gunawan
2007). Tekanan darah sistolik (TDS) adalah puncak yang tercapai ketika jantung
berkontraksi dan memompakan darah keluar melalui arteri sedangkan tekanan
darah diastolik (TDD) ialah ketika tekanan jatuh ke titik terendah saat jantung
rileks dan mengisi darah kembali (Budiyanto 2002; Fried dan Hademenos 2005).
Tekanan arteri rerata atau yang sering disebut dengan mean arterial pressure
(MAP) adalah tekanan di seluruh sistem arteri pada satu siklus jantung. MAP
dapat diperoleh dengan rumus Ibnu (1996):
(
)
MAP merupakan hasil perkalian curah jantung dengan tahanan perifer (Ibnu
1996). Patogenesis tekanan darah tinggi dimulai dari tekanan darah yang
dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer serta dipengaruhi juga oleh
tekanan atrium kanan. Hipertensi menunjukkan curah jantung yang meningkat
kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikan
tekanan darah yang menetap (Ibnu 1996). Peningkatan curah jantung dan tahanan
perifer dapat terjadi akibat asupan garam yang berlebih (Sidabutar dan
Prodjosujadi 1990).
Tekanan darah dikatakan tinggi apabila lebih besar dari tekanan yang
diperlukan untuk memelihara aliran darah yang tetap. Saat tekanan darah di atas
normal, volume darah ikut meningkat dan saluran darah terasa lebih sempit
sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk dapat menyuplai oksigen dan
zat-zat makanan ke setiap sel di dalam tubuh (Baradero et al. 2008). Hipertensi
merupakan faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan
aneurisma arteria, serta menjadi penyebab utama gagal jantung kronis (WHO
1999).
Hipertensi mengakibatkan terjadinya penumpukkan fibrin dan infiltrasi sel
subendotel kemudian menyebabkan edema sehingga terjadi degenerasi kolagen
dan elastin pada dinding arteri (lamina elastika interna). Keadaan hipertensi
memicu terjadinya penebalan intima karena aterosklerosis (Inci dan Spetzler
2000). Aterosklerosis dapat menyebabkan penyempitan arteri ginjal dan dinding
pembuluh darah menjadi lemah sehingga terjadi aneurisma (Gharbawy 2011;
Brown 2005; Muttaqin 2008). Kondisi ini menyebabkan penggelembungan urat
secara terlokalisir berbentuk kantong akibat dilatasi segmental pembuluh darah
3
karena tekanan darah yang terus meningkat (Brisman et al. 2006; Dorland 2012;
Muttaqin 2008).
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung (invasive blood
pressure) merupakan kriteria standar yang terdiri dari penggunaan kateter
intraarterial untuk pengukuran namun metode ini tidak dapat diterapkan untuk
kelompok besar individu tanpa gejala untuk skrinning hipertensi. Metode tidak
langsung (non invasive blood pressure) merupakan metode yang biasa digunakan
karena memanfaatkan arteri yang kolaps oleh tekanan dari cuff eksternal. Metode
tersebut menggunakan manset atau cuff ekor tikus uji. Cuff akan mendeteksi
denyut karena tekanan cuff melebihi tekanan darah sehingga arteri terjepit dan
tidak ada darah yang mengalir di dalamnya. Metode pengukuran tekanan darah
tersebut menggunakan sensor perekam tekanan volume darah (Ronny et al. 2010).
Beberapa hal yang harus diperhatikan selama pengukuran adalah suhu tubuh tikus
uji yang sangat menentukan konsistensi dan akurasi pengukuran tekanan darah,
tikus uji harus tenang selama pengukuran serta pengaturan suhu ruang yang tidak
kurang dari 26 oC (Malkoff 2005).
Model Tikus Aneurisma Serebri
Tikus galur Wistar merupakan hewan laboratori rodensia yang
dikembangbiakkan karena bersifat adaptif dalam pemeliharaan dan memenuhi
fungsi fisiologis sebagai mamalia yang dapat menggambarkan manusia (Smith
dan Mangkoewidjojo 1988). Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rattus norvegicus, galur Wistar karena diketahui tikus ini dapat digunakan
sebagai hewan model untuk penelitian gangguan kardiovaskular (Murwani et al.
2006). Model tikus aneurisma serebri dilakukan dengan tindakan bedah yang
diawali dengan nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra.
Tindakan bedah pada tikus tersebut akan menghasilkan tekanan darah tinggi atau
hipertensi yang kemudian berlanjut menjadi aneurisma (Mancia et al. 2008).
Deoksikortikosteron adalah hormon steroid yang mempunyai kemiripan
dengan aldosteron dan berperan penting pada ginjal. Induksi DOCA menyebabkan
stres oksidatif akibat meningkatnya superoksida yang bersifat radikal bebas dan
merusak fisiologis dari beberapa jaringan dalam tubuh seperti jaringan adiposa
karena peran angiotensin II. Jaringan adiposa yang abnormal dapat meningkatkan
vasokontriksi yang kemudian menyebabkan hipertensi (Kasper et al. 2005;
Jimenez et al. 2007; Sargowo 2009).
Konsumsi NaCl 1% berlebih dapat menimbulkan hipertensi melalui retensi
air akibat kadar natrium yang tinggi sebab natrium bekerja menahan air di dalam
tubuh karena bersifat higroskopis atau mudah menyerap air, sehingga volume
darah yang beredar akan meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan
darah (Gunawan 2007). BAPN dapat menghambat aktivitas enzim lysyl oxydase
yang bertugas dalam deaminasi oksidatif dari lisin dan hidroksilisin pada proses
cross linking kolagen dan elastin sehingga akan menurunkan deposisi serat
kolagen dan elastin (Wu 2010).
4
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP)
Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai bulan
Juni 2015 sampai September 2015.
Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus, botol
minum tikus, spoit, timbangan, alat pengukur tekanan darah non invasive
menggunakan instrumen CODA (Kent Scientific, USA), kain lap, alat pengukur
suhu tikus (infrafred thermometer) dengan laser sight, dan laptop. Bahan-bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus galur Wistar betina usia 10-12
minggu dengan bobot badan 180-280 gram yang didapatkan dari PT Indo Anilab
Bogor, serbuk gergaji, NaCl 1%, DOCA, BAPN, akuades, dan pakan tikus.
Prosedur Percobaan
Tahap Persiapan Hewan
Tikus normal
1 minggu
Tikus + bedah
1 minggu
Tikus + bedah + NaCl 1%
2 minggu
Pengukuran
tekanan darah
Tikus + bedah + NaCl 1% + DOCA
2 minggu
Tikus + bedah + NaCl 1% + DOCA + BAPN
2 minggu
Analisis Data
Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
5
Hewan yang digunakan yaitu 20 ekor tikus galur Wistar yang dipelihara di
dalam kotak plastik berukuran 30 cm×20 cm×20 cm dan dilengkapi dengan kawat
penutup, minum yang diberikan secara ad libitum, pakan sebanyak 10gr/100gr
bobot badan/hari, dan serutan kayu sebagai alas. Penelitian ini telah memenuhi
kaidah etika penelitian dari komisi kesejahteraan hewan RSHP FKH IPB.
Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Aklimatisasi
dilakukan selama satu minggu untuk membiasakan hewan pada kondisi percobaan
dan diberi pakan standar serta minum yang cukup.
Tahap Perlakuan Hewan
Tikus galur Wistar diinduksi bedah dengan tindakan nefrektomi dextra dan
ligasi arteri carotis communis sinistra. Tindakan pembedahan diawali dengan
anestesi tikus menggunakan ketamine dengan dosis 40-100 mg/kg dan xylazine
dengan dosis 5-13 mg/kg. Satu minggu setelah pembedahan, tikus tersebut diberi
perlakuan dengan memberikan sediaan NaCl 1% melalui air minum. Dua minggu
setelah pemberian NaCl 1%, tikus tersebut diberikan tambahan DOCA secara
subkutan. Dua minggu selanjutnya, diberikan tambahan BAPN melalui air minum.
Tahap Pengukuran Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah menggunakan metode pengukuran non invasive
melalui instrumen CODA (Kent Scientific, USA). Pengukuran tekanan darah pada
tikus dilakukan dengan memasukkan tikus ke dalam nose cone animal holder with
stand atau tabung restraint yang terhubung dengan warming pad. Tikus tersebut
dikondisikan dalam keadaan hangat dan tenang di atas warming pad sampai suhu
tikus mencapai suhu yang optimum yaitu 30-32 oC. Ekor tikus dimasukkan ke
lubang ekor pada manset atau cuff. Cuff terdiri dari occlusion cuff yang
dimasukkan ke ekor tikus pertama kali dan volume pressure recorder cuff sebagai
pendetektor denyut. Cuff dikencangkan sesuai dengan ukuran ekor dari tiap tikus
dan tikus siap diukur (Gambar 2). Pengukuran yang menggunakan metode non
invasive ini memanfaatkan arteri yang kolaps oleh tekanan dari cuff yang
mengembang secara otomatis sehingga arteri terjepit. Arteri yang terjepit
menyebabkan tidak ada darah yang mengalir di dalamnya sehingga denyut aliran
darah akan terdeteksi. Pengukuran dilakukan sebanyak sepuluh kali pengulangan
untuk masing-masing tikus dan diambil reratanya. Parameter yang diambil yaitu
tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan mean arterial pressure.
C3
B2
a
A
B1
C2
a
B
a
C1
C
Gambar 2 Nose cone animal holder with stand (A), volume pressure recorder
cuff (B1), occlusion cuff (B2), pengukuran tekanan darah (C),warming
pad (C1), selimut (C2), instrumen CODA (C3)
6
Analisis Data
Data tekanan darah yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara statistik
dengan metode analisis sidik ragam (ANOVA-Analysis of Variance) yang
dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan dan variabel uji dapat terprediksi, analisis
statistik ini menggunakan software SAS 9.1.3 (North Carolina, USA).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tekanan darah dapat dikatakan mengalami hipertensi ketika memiliki TDS
di atas 140 mmHg dan TDD di atas 90 mmHg (Szukri dan Pranawa 2001).
Analisis data tekanan darah normal dan peningkatan tekanan darah setelah
pembedahan dan setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Secara keseluruhan
nilai TDS, TDD, dan MAP meningkat seiring perlakuan bedah dan pemberian
sediaan NaCl 1%, DOCA, dan BAPN. Peningkatan tekanan darah ini
menunjukkan hasil yang signifikan (p