Asimilasi Sosial Budaya etnis Arab di In

Asimilasi Sosial-budaya Etnis Arab di Indonesia
Tugas Akhir Bahasa Indonesia Akademik
Harry Fajar Surya
Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok.
Abstrak
Masyarakat Arab telah lama mendiami wilayah Indonesia dan membentuk
kelompok masyarakat baru sebagai salah satu warga negara Indonesia. Penulisan
ini menjelaskan tentang bagaimana sejarah dan proses asimilasi antara Etnis Arab
dengan Masyarakat Indonesia terutama Betawi. Proses ini terjadi di Condet,
Jakarta, karena komunitas etnis Arab di daerah tersebut merupakan etnis Arab
yang unik dan mempunyai ciri yang berbeda dengan Etnis lain. Keterbukaan dari
masyarakat Condet yang mayoritas bersuku Betawi terhadap etnis Arab membuat
sebuah corak Budaya baru, yaitu etnis Arab-Indonesia atau Arab Betawi.
Kata Kunci: Etnis Arab, Betawi, Jakarta, Batavia, Asimilasi Sosial-budaya.

1. Pendahuluan
Etnis Arab atau Orang keturunan timur tengah, telah mendiami Indonesia
dari beberapa abad silam. etnis Arab di Indonesia adalah sebuah kelompok
masyarakat yang mempunyai ciri kebudayaan campuran antara dari negeri
induknya, yaitu Arab dan Indonesia.1 Kedatangan etnis Arab ke Indonesia
bertujuan untuk mencari kemakmuran dengan cara berdagang. Perkembangan

selanjutnya yaitu dengan menyebarkan Islam di kalangan pribumi.
Proses Asimilasi antara Arab dan Indonesia terjadi akibat sikap toleransi
dari kedua masyarakat tersebut. Asimilasi yang di Batavia yang sekarang menjadi
Jakarta terjadi karena Jakarta merupakan kota besar sehingga etnis Arab
berkumpul dan berdagang di daerah yang ramai pembelinya. Proses asimilasi ini
terjadi dalam jangka waktu yang lama sehingga melahirkan sebuah kebudayaan
baru yang khas dan sedikit merubah kebiasaan dari dua kebudayaan induknya.
1 Selo Soemardjan, Steriotip Etnik, Asimilasi, Integrasi Sosial, 2008 (Jakarta: Pustaka
Grafika Kita), hlm. 176.

Bentuk asimilasi kebudayaan ini terutama berasal dari perkawinan
campuran. Budaya mayoritas (Jakarta) yang mempunyai keterbukaan dengan
budaya luar memicu proses percampuran ini. Daya tarik itulah yang membuat
orang Arab datang dan mengadu nasib di Indonesia.2 Sebagian besar orang Arab
di Jakarta telah bercampur dengan penduduk lokal. Corak bahasa dan kebudayaan
mereka mulai berbeda dengan budaya Arab. Mereka juga membentuk kosakata
Bahasa Indonesia dengan campuran aksen Arab yang khas, kadang anak-anak
keturunan campuran tidak dapat menggunakan bahasa induknya yaitu Arab.
Mereka senantiasa menggunakan Bahasa Indonesia dengan kosakata Arab yang
disisipkan pada bagian kata tertentu.

Dalam pembahasan selanjutnya, penulis ingin menjelaskan tentang
bagaimana cara bangsa Arab datang ke Indonesia. Dalam bagian tersebut
dijelaskan secara menyeluruh tentang sejarah dan persebaran penduduk Arab yang
mendiami Indonesia dan membentuk sebuah corak masyarakat baru yang khas.
Campuran ini berawal dari ketiadaan isteri dari golongan Arab yang berasal dari
Hadramaut membuat anak-anak keturunan Arab-Indonesia sedikit banyak
mempunyai darah campuran.3 Percampuran ini secara terus menerus membentuk
sebuah pola campuran yang menggabungkan dua kebudayaan menjadi sebuah
budaya baru.
Setelah membentuk sebuah corak baru kebudayaan, etnis Arab di
Indonesia memiliki hasil asimilasi yang khas sesuai dengan daerah tempat mereka
tinggal. Salah satu yang terlihat adalah contoh kasus di Condet, Jakarta, mereka
menggunakan bahasa Indonesia dan betawi dicampur dengan beberapa kosakata
Arab dan akses orang Arab. Pada kasus lain di Purwakarta, Jawa barat, mereka
mencampur beberapa bahasa sunda dengan kosakata Arab yang umum kita
dengar. Kosakata ini lahir karena mereka sesungguhnya tidak dapat berbicara
bahasa Arab secara utuh, hanya beberapa kosakata saja yang mampu mereka
katakan karena telah mengalami proses asimilasi secara berkelanjutan dari
beberapa generasi.4 Bentuk asimilasi dari ini akan dijelaskan dalam penulisan ini.
2 L. W. G. Van Den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, 2010 (Jakarta:

Komunitas Bambu), hlm. 122.
3 Ibid, hlm. 191.
4 Ibid, hlm. 192.

2. Pembahasan
Dalam pembahasan ini, penulis akan menjelaskan mengenai etnis Arab dari
sejarahnya yang panjang hingga dapat membentuk koloni dan berinteraksi dengan
masyarakat pribumi. Selanjutnya adalah proses asimilasi yang dilakukan oleh
etnis Arab keturunan dengan masyarakat Betawi yang membentuk kebudayaan
baru. Setelah membentuk kebudayaan baru yang khas, etnis Arab di Jakarta yang
merupakan hasil perkawinan campuran membuat beberapa ciri yang membedakan
mereka dengan orang Arab asli. Pada akhirnya, penulisan ini dapat terselesaikan
dengan baik dengan hasil yang memuaskan.
2.1 Sejarah Kedatangan Bangsa Arab di Indonesia
Masyarakat Arab yang datang ke wilayah Nusantara sebagian besar berasal
dari Hadramaut.5 Adapun yang berasal dari daerah lain namun tidak banyak
jumlahnya seperti yang datang dari Hadramaut. Hadramaut merupakan sebuah
daerah yang berada pada garis pantai wilayah Arab Selatan. Orang Hadramaut
datang ke wilayah nusantara dan yang nanti menjadi Indonesia baru pada abad ke18, mereka baru membentuk sebuah koloni besar di nusantara pada abad
setelahnya. Perkampungan Arab banyak tersebar di berbagai kota di Indonesia,

misalnya di Jakarta (Pekojan), Bogor (Empang), Surakarta (Pasar Kliwon),
Surabaya (Ampel), Gresik (Gapura), Malang (Jagalan), Cirebon (Kauman),
Mojokerto

(Kauman), Yogyakarta

(Kauman),

Probolinggo

(Diponegoro),

Bondowoso, dan Banjarmasin (Kampung Arab), serta masih banyak lagi yang
tersebar di kota-kota lainnya seperti Palembang, Banda Aceh, Sigli, Medan,
Lampung, Makasar, Gorontalo, Ambon, Mataram, Ampenan, Sumbawa, Dompu,
Bima, Kupang, dan Papua.
Pada tahun 1870 Terusan Suez mulai dibuka, sehingga kapal dari Eropa ke
Timur termasuk Hindia Belanda bisa langsung melalui Suez. Kemudian pelabuhan
Tanjung Priok, Batavia mulai dibangun tahun 1877 secara modern, selanjutnya
Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), yaitu perusahaan pelayaran Belanda

5 Ibid, hlm. 1.

memungkinkan orang Arab Hadramaut atau Arab Mesir datang ke HindiaBelanda. Kedatangan mereka secara berangsur-angsur mulai tahun 1870 hingga
setelah tahun 1888. Terjadi migrasi orang Arab dan Mesir ke Hindia-Belanda
secara besar-besaran. Mereka naik kapal api dari Suez dan mereka tidak
membawa keluarga sesuai tradisi Arab, bahwa wanita tidak boleh bepergian
apalagi sejauh ke Hindia-Belanda.6
Saat ini diperkirakan jumlah keturunan Arab Hadramaut di Indonesia lebih
besar bila dibandingkan dengan jumlah mereka yang ada di tempat leluhurnya
sendiri. Penduduk Hadramaut sendiri hanya sekitar 1,8 juta jiwa. Bahkan
sejumlah marga yang di Hadramaut sendiri sudah punah, seperti Basyeiban dan
Haneman. Namun di Indonesia Marga tersebut jumlahnya masih cukup banyak.
Keturunan Arab Hadramaut di Indonesia, seperti negara asalnya Yaman, terdiri
dua kelompok besar yaitu kelompok Alawi, dan kelompok Qabili. Di Indonesia,
kadang-kadang ada yang membedakan antara kelompok Alawiyyin yang
umumnya pengikut organisasi Jamiat al-Kheir, dengan kelompok Syekh atau
Masyaikh yang biasa pula disebut Irsyadi atau pengikut organisasi al-Irsyad.
Orang Arab yang menetap di Indonesia bukan merupakan golongan kelas atas
dan kaya di Hadramaut. Golongan kaya tentunya merasa nyaman di daerahnya
dan memilih untuk menetap karena sudah mapan. Sama seperti bangsa Eropa,

mereka datang ke wilayah baru untuk mencari kehidupan baru yang layak. Orang
Arab yang datang ke Indonesia banyak mengambil sektor ekonomi. Mereka
menganut sunnah Rasul yang berasal dari pedagang untuk mencari kemakmuran.
Di Batavia, koloni Arab memiliki usaha dagang yang kurang maju dibandingkan
dengan Etnis Tionghoa.
Khusus bagi koloni Arab yang telah datang ke Batavia, merupakan koloni
yang terbesar di Hindia-Belanda.7 Pada abad ke-19 koloni Arab di Indonesia
sudah sangat ramai dan penuh, sehingga pemerintah kolonial segera membuat
kebijakan pada koloni tersebut untuk segera memilih pemimpin koloni.
Sebelumnya, wilayah koloni etnis Arab di Indonesia adalah wilayah orang-orang
6 Ibid, hlm. 5.
7 Ibid, hlm. 100.

Melayu, namun lama kelamaan karena orang Arab berkembang dan datang secara
terus menerus membuat wilayah ini secara keseluruhan ditinggali oleh etnis Arab.
Kebanyakan etnis Arab yang telah berinteraksi langsung dengan golongan
pribumi lahir di wilayah Indonesia. Keadaan tersebut membuat pergaulan antara
golongan Pribumi dan golongan Arab terjadi secara terus menerus. Pada era
selanjutnya, secara otomatis akan menjadikan mereka terintegrasi atau tergabung
dalam masyarakat dan kebudayaan di Indonesia. Proses asimilasi yang terjadi

secara intensif akibat dari sikap tolerasni atara kedua kebudayaan tersebut.
Fenomena tersebut dapat terlihat pada contoh kasus di Jakarta. Pada daerah
Ibukota ini terdapat banyak daerah yang masyarakatnya berasal dari etnis Arab.
2.2 Proses Asimilasi
Asimilasi terjadi jika ada kedua masyarakat yang mempunyai latar belakang
yang berbeda, saling berinteraksi dan bergaul secara intensif untuk waktu yang
cukup lama sehingga kedua kebudayaan yang tadi saling berinteraksi menjadi
berubah sifatnya dan menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. 8 Golongan yang
tercampur dalam asimilasi ini biasanya adalah suatu golongan mayoritas dan
beberapa golongan minoritas. Pada kasus ini, golongan minoritas adalah Etnis
Arab yang bermukim di Indonesia dan golongan mayoritas merupakan
masyarakat Indonesia atau pribumi.
Asimilasi tersebut didukung oleh beberapa faktor. Asimilasi sebagai proses
sosialisasi antara etnis Arab dengan pribumi akan berjalan baik jika antara dua
komunitas tersebut memiliki faktor-faktor yang mendukung asimilasi. Faktor
tersebut adalah adanya sikap toleransi budaya, perkawinan campuran, dan adanya
kesamaan agama.9
Faktor tersebut merupakan pendukung terjadinya etnis Arab campuran yang
mendiami beberapa wilayah di Indonesia. Faktor pertama adalah adanya toleransi
budaya atau sikap saling menghargai adat-istiadat seperti berbahasa, cara

membuat makanan, dan cara berpakaian menjadi faktor yang memudahkan
8 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, 1990 (Jakarta: PT Rineka Cipta), hlm.
225.
9 Selo Soemardjan, op. cit. hlm. 197.

terjadinya proses asimilasi antara masyarakat keturunan Arab dengan masyarakat
Jakarta khususnya Betawi.
Faktor yang kedua adalah perkawinan campuran, yaitu perkawinan yang
terjadi antara masyarakat keturunan Arab campuran dengan masyarakat Jakarta.
Sikap saling menghargai atau menerima etnis yang berbeda dalam sebuah
perkawinan tentu akan sangat memudahkan terjadinya asimilasi. Karena telah
berinteraksi lama, masyarakat Arab dan masyarakat Betawi seperti melebur
menjadi sebuah kebudayaan baru.
Faktor ketiga adalah kesamaan agama. Dalam kehidupan sehari-hari faktor
agama menjadi suatu hal yang sangat penting menjadi pendorong terwujudnya
asimilasi sosial yang baik. Adanya nilai, ajaran etika sosial, dan perilaku
keagamaan yang dimiliki oleh individu bertujuan untuk terciptanya hubungan
yang harmonis antara keturunan Arab dengan masyarakat Betawi. Adanya agama
yang seragam menghilangkan perbedaan antara mereka bagi segi etnis maupun
budaya yang memiliki latar belakang yang berbeda. Sesungguhnya, Islam

mengajarkan bahwa seluruh manusia yang memeluk agama Islam adalah
bersaudara berdasarkan agama sehingga mereka merasa memiliki ikatan tidak
langsung dari agama tersebut.
2.3 Bentuk Asimilasi Sosial-Budaya
Di Indonesia, konsep asimilasi pada umumnya dihubungkan dengan masalah
perkawinan antargolongan etnis. Proses asimilasi keturunan Arab di Indonesia
merupakan proses sosialisasi mereka untuk mengidentifikasi jatidiri mereka
sebagai sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Keturunan Arab di Condet sebagai
contoh, kita akan melihat sistem sosial-budaya mereka sebagai suatu bentuk dari
asimilasi. Ciri yang terlihat adalah jika seseorang bertamu, maka kita harus
menghabiskan makanan dan masuk jika diijinkan oleh sang tuan rumah, hal ini
merupakam budaya Arab yang diadopsi melalui etnis Arab di Indonesia. Hal
tersebut merupakan bagian kecil dari bentuk asimilasi yang terjadi, selanjutnya
dijabarkan beberapa contoh dari asimilasi secara lengkap.
1) Ciri Fisik dan Bahasa

Ciri lain dari Asimilasi tersebut adalah ciri biologis yang khas misalnya
bentuk wajah, hidung, warna kulit yang membedakan dengan etnis lain. Bahasa
yang mereka gunakan juga memiliki sebuah kosakata yang khas sebagai sarana
komunikasi. Cara mereka berkomunikasi mereka menggunakan bahasa Indonesia

dengan aksen campuran. Sebagian besar masyarakat Arab yang telah bercampur
dengang masyarakat Indonesia tidak menguasai bahasa Arab secara utuh, mereka
hanya dapat mengemukakan beberapa kosakata yang umum digunakan oleh para
orangtuanya. Hal ini disebabkan karena dari orangtua mereka juga tidak dapat
berbicara bahasa Arab dan proses ini telah berlangsung sejak lama.
Salah satu ciri khas dari orang Arab adalah dari segi bahasa, namun karena
sudah terjadi asimilasi dengan masyarakat Betawi, orang Arab ini perlahan-lahan
meninggalkan bahasa Arab dan memilih bahasa Indonesia dalam berkomunikasi
dengan orang lain. Bahasa mereka, seperti yang telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya merupakan bahasa campuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa
Arab, dengan komposisi bahas Indonesia yang mayoritas.
Pengaruh bahasa nampaknya sangat terlihat dan membedakan Etnis Arab di
Indonesia dengan orang Arab asli. Percampuran banyak terjadi dan membentuk
sebuah kosakata baru yang unik. Berdasarkan sumber yang ditemukan, kosakatakosakata tersebut sering dijumpai dalam percakapan sehari-hari dan umum.
Bentuk asimilasi tersebut adalah campuran dari bahasa Indonesia dan Arab.
Berikut ini adalah beberapa cuplikan percakapan sebagai contoh campur kode
yang memuat kosakata-kosakata:10
Panggilan untuk anggota keluarga
A. X: “Datang ke sini sama siapa?”
Y: “Sama Njid” (Kakek)

B. X: “Mana Waliduk?” (Ayah)
Y: “Ada entu di Bait” (rumah)

10 Titin Widarti, Bahasa dalam Komunitas Arab Condet, Jakarta Timur, (Jakarta: UIN,
2010), hlm. 30. (diakses pada website
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/798/1/94314-Titin%20WidartiFISIP.pdf. Tanggal 15 Desember 2014 pukul 01.23)

Cuplikan percakapan di atas merupakan sebagian kecil dari contoh kosakata
dan percakapan dari Etnis Arab di Jakarta. Mereka pada umumnya mencampurkan
bahasa Indonesia, Betawi, dan Arab sebagai sarana komunikasi sehari-hari.
Berdasarkan contoh di atas, terlihat campuran bahasa dari dialek yang khas.
Sebagian besarkata tersebut berbahasa Indonesia, namun terdapat campuran kata
dari Arab sebagai sebuah kebiasaan dan mereka yang menggunakan sudah
menjadi bahasa sehari-hari dan memudahkan mereka dalam berkomunikasi.
2) Perkawinan
Bentuk asimilasi melalui budaya dapat terlihat dari prosesi perkawinan. Jika
keturunan Arab itu perempuan, pria yang harus menikahinya adalah laki-laki
keturunan Arab namun jika keturunan Arab tersebut adalah laki-laki, wanita yang
harus dinikahinya boleh dari masyarakat pribumi atau etnis Arab keturunan.
Tambahan asimiliasi terdapat pada adanya malam pacar, yaitu malam sebelum
akad nikah calon pengantin perempuan melakukan tradisi yang biasa dilakukan.
Tradisi tersebut adalah memasang pacar di kuku calon pengantin perempuan yang
dilakukan oleh kerabat ataupun teman dekat.11
Kemudian terdapat sebuah tarian yaitu Tarian Syamar yang merupakan tarian
orang Arab yang dilakukan oleh kaum laki-laki saat resepsi pernikahan, mereka
biasanya menari diikuti irama gendang yang ditabuh oleh masyarakat Arab
maupun Betawi. Musik marawis juga tidak luput dari acara resepsi tersebut
sebagai peramai dan pelengkap acara. Cara berpakaian pengantin juga
mengadopsi gaya Arab dengan memakai jubah panjang. Makanan yang disajikan
juga beragam, ada yang merupakan makanan khas Arab adapula yang menyajikan
makanan khas Betawi.
3) Agama
Salah satu kegiatan yang masih membudaya antara keturunan arab dan
masyarakat Betawi adalah kegiatan keagamaan yang masing-masing saling
mengamalkan ilmu agamanya sebagai bentuk kerjasama dalam mensyiarkan
ajaran Islam di lingkungan masyarakat setempat. Berbeda dengan para leluhurnya,
11 L.W.G. Van Den Berg, op.cit., hlm. 214.

tujuan etnis Arab sudah mengalami banyak perkembangan. Sebelumnya mereka
hanya mencari kemakmuran dan pindah dari daerah asalanya, namun sekarang
tujuan mensyiarkan agama muncul karena mereka dipercaya dekat secara darah
dengan Arab yang idientik dengan daerah suci.
Faktor agama nampaknya menjadi faktor yang paling kuat mempengaruhi
asimilasi. Dengan adanya kesatuan dan kegiatan keagamaan yang sama dapat
mewujudkan suatu persatuan dan kesatuan antara etnis Arab dan masyarakat
Betawi. Akhirnya, etnis Arab yang sudah diindonesiakan muncul, mereka
membentuk sebuah keunikan dan komunitas yang berbeda dengan orang Arab asli
dan orang Indonesia asli.
Asimilasi terjadi dalam bentuk yang sangat nyata. Dalam kasus ini etnis Arab
di Indonesia menjadi seutuhnya masyarakat Indonesia yang khas dan memiliki
corak baru. Asimilasi sosial-budaya ini merupakan sebuah campuran yang
membentuk kebudayaan baru. Kebudayaan tersebut adalah akibat agama yang
sama dan bercampur dari tata cara pelaksanaannya.

3. Penutup
Masyarakat Arab di Indonesia adalah salah satu contoh identitas bangsa
Indonesia. Interaksi antara etnis Arab dan masyarakat pribumi terjadi dalam kurun
waktu yang cukup lama. Hal ini membuat kebudayaan mereka secara langsung
maupun tidak telah bercampur. Bagi masyarakat pribumi yang tempat tinggalnya
berdekatan dengan kampung etnis Arab, mereka secara langsung mempunyai
interaksi yang cukup besar dan memicu asimilasi pada era selanjutnya.
etnis Arab yang datang ke Indonesia berasal dari Hadramaut yaitu sebuah
daerah di Yaman. Mereka datang ke wilayah Nusantara tidak membawa anak serta
istri. Hal ini menyebabkan perkawinan antara orang Arab dan masyarakat pribumi
khususnya betawi terjadi. Dari perkawinan tersebut, keturunan etnis Arab
campuran lahir. Mereka mulai meninggalkan budaya dan identitas Arabnya secara

berangsur-angsur. keturunan campuran ini memiliki budaya yang juga bercampur
antara budaya Arab dan pribumi.
Proses yang terjadi tidak hanya berdasarkan perkawinan saja, sifat masyarakat
pribumi dan Arab yang terbuka membuat mereka dapat bertukar kebudayaan dan
membentuk kebudayaan baru. Kesamaan agama juga menjadi faktor utama dalam
terjalinnya asimilasi sosial-budaya etnis Arab di Jakarta. Mereka seperti bersatu
dalam sebuah payung agama. Proses ini memicu dan nantinya membuat sebuah
ciri asimilasi sosial-budaya Etnis Arab di Jakarta.
Di Condet, banyak keturunan Arab yang telah bercampur dengan masyarakat
pribumi terutama Betawi. Ciri mereka sangat terlihat dari fisiknya, yaitu bentuk
wajah, kulit, rambut, dan hidung. Mereka juga memiliki aksen yang khas dari cara
berbicaranya. Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Indonesia, namun
dengan aksen Arab dan beberapa kosakata Arab yang umum didengar. Pada
dasarnya mereka tidak dapat menggunakan bahsa Arab secara utuh karena proses
asimilasi tersebut telah berlangsung dari beberapa generasi. Bentuk asimilasi
tersebut juga banyak terlihat dari cara perkawinan yang bercampur dari cara
perkawinan Arab dan perkawinan Betawi. Keadaan fisik dan ciri tersebut
membuat mereka biasa disebut dengan Arab Betawi atau Arab Condet.

Daftar Pustaka
Buku:
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Selo Soemardjan. 1988. Steriotip Etnik, Asimilasi, Integrasi Sosial.
Jakarta:Pustaka Grafika Kita.
Van Den Berg, L.W.G. 2010. Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara. Jakarta:
Komunitas Bambu.
Skripsi / Jurnal:

Widarti, Titin. 2010. Bahasa dalam Komunitas Arab Condet, Jakarta Timur.
Skripsi belum diterbitkan. Jakarta: Universitas Islam Negeri.
Website:
http://www.scribd.com/doc/90097658/Bangsa-Arab-Di-Indonesia#force_seo
(diakses pada 15 Desember 2014 pukul 22.04)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
Laporan penelitian ini disusun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan
yang berlaku di Universitas Indonesia.

Jika kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, Saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada Saya.

Depok, 24 Desember 2014

Harry Fajar Surya