Teknik Permainan Sarune Pakpak Oleh Bapak Kerta Sitakar

Daftar Informan

Nama

: Mardi Boang Manalu

Umur

: 20 tahun

Pekerjaan

: Pemusik

Alamat

: Desa Sukaramai kec. Kerajaan

Nama

: Pandapotan Solin


Umur

: 45 tahun

Pekerjaan

: pemain musik Pakpak dan wiraswasta

Alamat

: Desa Sukaramai kec Kerajaan

Nama

: Mahangga Surung Solin

Umur

: 20 tahun


Pekerjaan

: pemain musik pakpak dan mahasiswa

Alamat

: Jl Jamin Ginting Pasar V Padang Bulan Medan

Nama

: Kerta Sitakar

Umur

: 77 tahun

Pekerjaan

: pemain sarune Pakpak dan petani


Alamat

: Mbereng Kec Kerajaan

Nama

: Sampe Berutu

Umur

: 29 tahun

Pekerjaan

: seniman musik tradisi pakpak dan wiraswasta

Alamat

: Jalan Pemuda Kab Sidikalang


82
Universitas Sumatera Utara

Nama

: Bima Manik

Umur

: 29 tahun

Pekerjaan

: Event Organizer musik Pakpak

Alamat

: Jl Darussalam Medan


Nama

: Benni Siagian

Umur

: 28 tahun

Pekerjaan

: pekerja entertaiment

Alamat

: Jalan Lintas Sidikalang kab. Dairi

83
Universitas Sumatera Utara

Melodi Lagu Anak Berru

yang dimainkan pada sarune Pakpak oleh Bapak Karta Sitakar
(direkam oleh: Tumpal Saragih tanggal 23 Februari 2013 di Desa Mbereng
Kecamatan Kerajaan, Pakpak Bharat)
transkripsi: Tumpal Saragih dibantu David Andartua

84
Universitas Sumatera Utara

Daftar Pustaka

Becker, Judith and Alton Becker. 1981. “A Musical Icon: Power and Meaning in
Javanese Gamelan Music”. In Steiner, Wendy. The Sign in Music and
Literature. Austin: University of Texas Press.
Blacking, John. 1974. How Musical is Man? Seattle: University of Washington
Press.
Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of
Qualitative Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage
Publications.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1988. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang
Melayu Sumatera Timur. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas
Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hood, Mantle, 1982. The Ethnomusicology. Ohio: The Kent State University
Press
Hornbostel, Erich M. von dan Curt Sach, 1961. Clasification of Musical
Instrument. Translate from original by Anthoni Baines and Klausss P.
Wachmann.
Ihromi, T.O., 1985. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor.
Koentjaraningrat 1973. Metode Wawancara Dalam Penelitian Masyarakat,
Jakarta: Gramedia.
Koentjaraningrat 1976. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta. PT.
Gramedia
Koentjaraningrat 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Khasima, Susumu. Asia performing Art. (Terjemahan Rizaldi Siagian, 1986).
Meriam, Alan P 1964. Antropology of Music. Blomington, Indiana, University
Press.
Meuraxa, Dada, 1974. Sejarah Kebudayaan Sumatera. Medan: Firma Hasmar.
Nettl, B 1964. Theory and Method In Ethnomusicology. New York Free Press of
Glencoe


80
Universitas Sumatera Utara

Rosita, Anna 1996. Deskripsi Organologi Sarune Pakpak-Dairi. Skripsi Sarjana
Etnomusikologi
Simbolon, Pardon 2012. Kajian Organologis Gandang sikambang Buatan Bapak
Chairil siregar Didesa Jago-jago, Tapanuli tengah. Skripsi Sarjana
Etnomusikologi
Sirait, Frendy 2009. Instrumen Sulim Pada Ensambel Musik Tiup Batak Toba di
Kota Medan: Kajian Organologis, Teknik Permainan dan Ciri Musikal.
Skripsi Sarjana Etnomusikologi.
Tan, Mely G., 1985. “Metode Penelitian.” Dalam Koentjaraningrat (ed.) Metode
Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

81
Universitas Sumatera Utara

BAB III
BIOGRAFI RINGKAS

BAPAK KERTA SITAKAR

Seperti sudah disinggung pada Bab I, dalam studi etnomusikologi, untuk
mengkaji teknik permainan alat-alat musik tertentu di seluruh dunia, maka hal
itu terkait secara langsung dengan pemusik atau musisi. Artinya studi tentang
teknik bermain alat musik juga adalah setudi tentang pemusik itu sendiri.
Sesuai dengan arahan Merriam, maka dalam mengkaji permainan alat
musik sarune Pakpak ini, penulis memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Apakah
Bapak Kerta Sitakar sebagai pemain sarune Pakpak dipaksa oleh masyarakat Pakpak
untuk menjadi pemain sarune, atau ia memilih sendiri karirnya sebagai pemain sarune?
Bagaimana metode latihan yang dilakukan Bapak Kerta Sitakar, apakah sebagai pemain
musik potensial yang mengandalkan kepada kemampuan sendiri; apakah Bapak Kerta
Sitakar mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik memainkan alat musik
sarunenya dari orang lain, atau apakah Bapak Kerta Sitakar menjalani latihan yang ketat
dalam waktu tertentu? Siapa saja gurunya, dan bagaimanakah metode mengajarnya?
Bergerak dari aspek-aspek musisi di atas, maka terlebih dahulu penulis
paparkan tentang aspek biografi Bapak Kerta Sitakar. Hal ini penting dilakukan dalam
rangka pemahaman kita terhadap latar belakang budayanya dan teknik-teknik
permainan sarune Pakpak yang disajikannya, yang menjadi fokus kajian penulis dalam
skripsi sarjana ini.


43
Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.1:
Bapak Kerta Sitakar
(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

3.1 Pengalaman Waktu Kecil
Bapak kerta Sitakar lahir di Dusun Mbereng kecamatan Kerajaan
Kabupaten Pakpak Bharat desa Kuta Meriah tahun 1946. Saat ityu masu=ih
tegabung ke dalam Provinsi Sumatera dengan gubernurnya Mr. Teuku
Mohammad Hasan (lihar Budi Agustono dkk. 2013). Orangtuanya merupakan
seorang petani sekaligus pemain sarune (pemain musik tradisional Pakpak).
Ibunya adalah seorang petani. Bapak Kerta Sitakar menjalani masa kecilnya
untuk membantu orangtuanya bertani. Beliau sempat mengecap pendidikan
sekolah dasar di desa tempat tinggalnya.
44
Universitas Sumatera Utara


Kadangkala ayahnya membawa beliau untuk ikut menemani ayahnya
bermain musik. Pertama kali beliau dibawa ayahnya ketika berumur 8 tahun.
Dari situlah beliau merasa tertarik dengan alat musik sarune. Terkadang ketika
ayahnya memainkan sarune di rumah, Beliau mengemukakan, “Kalau dimaikan
sarune ini kayaknya kena keperasaanku” kata Bapak Kerta Sitakar. Beliau
mengatakan bahwa ayahnya tidak mau mengajarkannya cara memainkan sarune
secara detail. Alasannya karena ayahnya menganggap bahwa Kerta Sitakar
masih terlalu kecil. Beliau hanya bisa mendengar dan melihat sarune ketika
ayahnya memainkan, namun karena ketertarikannya belia belajar sendiri ketika
ayahnya sedang tidak di rumah.
Dengan demikian, ia mengandalkan permainan alat musik sarune ini
dengan cara kelisanan, melihat, mendengar, dan menirukannya. Kemudian
secara diam-diam latihan sendiri tanpa adanya guru yang formal.
Awalnya dia mengalami kesulitan ketika akan meniup sarune “tak bisa
ku embus sarune, payah kali” cetuh beliau. Penasaran untuk mengetahui
bagaimana cara meniup sarune, tanpa diajak pun beliau mengajukan diri untuk
ikut menemani ayahnya bermain musik.
Pada saat ayahnya bermain musik, biasanya kerta sitakar selalu duduk di
samping ayahnya “duduk aku disamping bapak kalau dia main musik, kalau ga
main akulah yang memegang sarunenya”. Karena sering melihat ayahnya
memainkan sarune dan kegigihannya belajar sendiri, akhirnya beliau dapat
memiankan sarune tersebut.

45
Universitas Sumatera Utara

3.2 Pendidikan
Pendidikan musical yang dialami oleh Bapak Kerta Sitakar lebih banyak
diperolehnya dari pengalaman berkesenian. Dari pengalaman ini ia banyak
bergaul dengan sesame musisi Pakpak. Begitu pula dengan para pemusik
Sumatera Utara di berbagai peristiwa seni. Pendidikan Kerta Sitakar secara
formal adalah sempat mengecap pendidikan sekolah dasar di desa tempat beliau
tinggal. Beliau menyelesaikan pendidikan hanya sampai kelas 3 Sekolah Dasar.
Dengan tingkat pendidikan yang seperti itu, ia mampu membaca dan menulis
dalam huruf latin.

3.3 Pengalaman Saat Dewasa
Pada tahun 1963, beliau memfokuskan diri sebagai pemain sarune
komersial. Acara yang pertama kali diikutinya adalah pada saat upacara
kematian (kerja njahat) di Desa Perpulungan. Bayaran yang diterimanya berupa
2 liter beras, uang senilai Rp 5.-, dan sebuah tikar anyaman.
Menjalani hidup sebagai pemusik dikatakan beliau adalah cukup untuk
menghidupi dan membantu perekonomian keluarganya. Beliau juga sering
diundang untuk mengiringi acara muisk di kantor Pemerintah Kabupaten Pakpak
Bharat. Dari mulai diberi upah Rp 5 pada tahun 1963 Sampai sekarang beliau
mendapatkan penghasilan sekitar Rp 200.000, setiap melakukan pertunjukan,
khususnya sebagai pemain sarune Pakpak..
Sampai pada tahun 2002, beliau masih menjalani rutinitas sebagai
pemusik tradisional Pakpak khususnya bermain sarune. Namun karena faktor
usia beliau tidak lagi bisa menjadi pemusik komersial. Di samping itu peranan
sarune saat ini, berangsur-angsur digantikan oleh alat musik balobat. Hal ini
46
Universitas Sumatera Utara

diakibatkan karena begitu banyaknya orang yang dapat memainkan balobat.
Akibatnya setiap grup musik tradisional Pakpak di daerah itupun menjadikan
balobat sebagai pembawa melodi dalam ensambel musik Pakpak.
Hal yang paling membuat Bapak Kerta Sitakar tidak lagi memainkan
sarunenya adalah karena sarune yang dimiliknya sudah tua. Juga karena
ketidaksengajaan cucunya yang mengakibatkan sarunenya pecah. Sarune ini
merupak pemberian ayah beliau jadi mengetahui sarunenya rusak membuat
perasaan beliau sedih.
Menurut penuturan beliau, bahwa sarune yang dimilikinya ini
merupakan sarune asli Pakpak zaman dulu. Jika kita bandingkan dengan sarune
yang dibuat saat ini memang sangat berbeda dari segi bahan dan bentuknya.

3.4 Pemain Profesional
Pemain profesional dapat diartikan yaitu seseorang (dalam hal ini
pemusik) yang ahli di bidangnya dan dapat memperoleh royalti ataupun upah
dari hasil kinerjanya. Bapak karta mulai dikenal sebagai peniup sarune Pakpak
pada tahun 1980an (wawancara dengan Kerta Sitakar pada tanggal 18-11-2012).
Ketika itu Bapak Kerta Sitakar bergabung dengan sebuah grup musik
Pakpak, dari sinilah beliau dikenal sebagai pemain sarune. Saat itu grup musik
tersebut cukup terkenal di kalangan kesenian Pakpak. Dengan status sebagai
pemusik, beliau sering dipanggil dan bergabung dengan seniman-seniman
Pakpak lainnya.
Salah satu keuntungan yang didapat oleh beliau setelah bergabung adalah
beliau sering tampil diberbagai event kebudayaan. Karena sering tampil di
berbagai acara, akhirnya beliau semakin dikenal di kalangan pemusik tradisi
47
Universitas Sumatera Utara

Pakpak. Hal ini menambah pemasukan beliau dari segi keuangan karena di
setiap kali acara yang diiringinya, beliau mendapatkan upah (wawancara dengan
Kerta Sitakar pada tanggal 18-11-2011).
Hingga pada masuknya instrumen barat seperti keyboard, musik tradisi
mulai kehilangan pamornya terkhusus alat musik sarune. Karena pada saat itu
dan sampai sekarang setiap grup musik menggantikan peranan sarune dengan
menggunakan lobat sehingga Bapak Kerta Sitakar pun mulai kehilangan sumber
pemasukan keuangannya dan lambat-laun beralih menjadi petani di desanya.

3.5 Cara Belajar Sarune
Pembelajaran sarune yang dilakukan Kerta Sitakar merupakan
pembelajaran yang dilakukan dengan cara otodidak dan berdasar kepada tradisi
kelisanan. Artinya pembelajar dilakukan secara tidak formal, tidak memiliki
pelatih hanya

belajar

sendiri dengan cara

mendengar,

melihat, dan

menirukannya. Menurut sejarahnya pada masyarakat Pakpak tidak ada
pembelajaran yang diberikan orangtua kepada generasi di bawahnya. Hal ini
disebabkan karena belajar seni dimasyarakat Pakpak hanya boleh dilakukan oleh
orang yang telah mendapatkan ”nampuren” atau karunia dari roh-roh nenek
moyang. Nampuren ada yang didapat sejak dilahirkan dan juga dengan meminta
langsung kepada roh dengan media ritual. Mungkin hal ini juga yang menjadi
alasan orangtua kerta sitakar tidak mau mengajarinya bermain sarune.
Menurut pengakuan beliau, teknik bermain sarune didapatnya karena
sering mengikuti ayahnya jika sedang bermain sarune baik pada saat ada acara
adat maupun ketika ayahnya memainkan sarune di saat waktu luang. Ayahnya
tidak mengijinkan beliau untuk memainkan sarune itu sebabnya beliau belajar
48
Universitas Sumatera Utara

ketika ayahnya sedang tidak memainkan sarune dan tidak sedang berada di
rumah. Namun seperti kata pepatah sepandai-pandainya tupai melompat pasti
jatuh jua yang artinya sepandai-pandainya kita menyimpan rahasia pasti sekali
waktu ketahuan juga. Inilah yang dialami beliau, pada akhirnya ayahnya pun
tahu jika beliau sering belajar sarune tanpa sepengetahuannya. Sejak saat itu
ayahnya mengajarinya sedikit tentang bermain sarune. Adapun yang diajari
ayahnya yaitu teknik polinama atau sirkular brithing (tiupan sirkuler) dan
beberapa lagu yang biasa dimainkan ketika acara adat.
Menutut beliau, yang paling sulit dari sarune adalah mempelajari teknik
polinama. Butuh waktu yang cukup lama untuk dapat menguasai teknik
polinama karena jika tidak bisa menguasai teknik ini, maka seseorang tersebut
belum bisa dikatakan sebagai pemain sarune. Bapak Kerta Sitakar biasanya
belajar sarune

ketika malam hari. Biasanya durasi yang dibutuhnya untuk

belajar sekitar 2 sampai 3 jam sehari.
Selaras dengan arahan Alan P. Merriam (1964), maka dalam
menganalisis Bapak Kerta Sitakar sebagai pemain sarune Pakpak ini dapat
disimpulkan sebagai berikut.
(a) Bapak Kerta Sitakar dalam menjalani profesinya sebagai pemain
musik sarune Pakpak adalah atas kemauannya sendiri, tidak dipaksa
oleh orang tuanya yang juga seniman, apalagi oleh masyarakatnya.
Sepenuhnya kinerja beliau sebagai pemain sarune Pakpak adalah
panggilan hati nurani, minat utama, dan tentu saja faktor bakat
(talenta) yang diperoleh dari ayahnya.
(b) Metode latihannya adalah mengandalkan intuisi secara otodidak dan
kelisanan. Artinya ia mengasah kemampuan bermain sarune Pakpak
49
Universitas Sumatera Utara

berdasarkan pengalaman melihat, mendengar, dan menirukan. Selain
itu ia pun sadar akan bakat seninya ini merupakan bahagian dari
nampuren yaitu karunia seni dari roh-roh nenek moyang beliau. Ia
menjadi motivasi penting dalam kinerja beliau sebagai pemain
sarune Pakpak. Berdasarkan aspek-aspek inilah beliau terus-menerus
mengasah kemampuan bermusiknya terutama dalam memainkan alat
musik yang paling dicintainya yaitu sarune Pakpak. Selain itu ia
belajar awalnya secara diam-diam tanpa diketahui oleh ayahnya.
Namun setelah diketahui ayahnya, ia juga diajari oleh ayahnya dalam
memainkan alat musik ini. Namun demikian, menurut pengakuannya,
secara mendasar keahlian bermain sarune diasahnya melalui sistem
otodidak dan kelisanan.
(c) Untuk melancarkan dan mengolah kemampuan musikalnya, Bapak
Kerta Sitakar memerlukan dan mengisi waktu latihan dua sampai tiga
jam setiap harinya. menurut penjelasan beliau, waktu latihan ini bila
perlu ditambah jika ada job-job baru yang mengharuskan beliau
latihan bersama dengan seniman-seniman musik dan tari lainnya,
baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, atau provinsi. Jadwal
latihan disesuaikan dengan kehendak orang yang memimpin proyek
kesenian tersebut.

50
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
ANALISIS TEKNIK PERMAINAN

Pada Bab IV ini penulis akan mengkaji teknik-teknik permainan sarune
Pakpak yang disajikan oleh Bapak Kerta Sitakar. Pendekatan utama dalam
proses kerja di bahagian ini adalah pendekatan emik berdasar kepada teori
etnosains. Analisis teknik difokuskan kepada teknik tradisional yang diterapkan
oleh Bapak Kerta Sitakar.

4.1

Teknik Pernapasan/ Teknik Meniup
Berdasarkan penjelasan Bapak Kerta Sitakar, dalam memainkan sarune

Pakpak, Ada 4 jenis teknik pernapasan yaitu: (a) teknik pernafasan perut, (b)
teknik pernafasan dada, (c) teknik pernafasan pundak, dan (d) teknik pernafasan
gabungan (perut, dada, dan pundak). Keempat teknik ini dapat dideskripsikan
sebagai berikut.

4.1.1

Teknik Pernapasan Perut
Mulailah menarik nafas dan biarkan udara masuk sedalam mungkin ke

dalam perut, sehingga perut menjadi menggembung. Perhatikan perut anda.
Saat menarik nafas, perut akan menggembung dan saat menghembuskan nafas,
perut mengempis. Kebiasaan yang sering tidak kita sadari adalah pada saat
menarik nafas, justru perut mengempis. Sebaliknya pada saat menghembuskan
nafas, perut menggembung. Pada gilirannya cara bernafas yang salah seperti ini
akan membebani banyak sekali organ dalam tubuh, sehingga kita lebih rentan
terhadap penyakit. Lakukan teknik ini dengan posisi duduk tegak, bukan berdiri
51
Universitas Sumatera Utara

atau tiduran. Anda bisa melakukannya dengan duduk di atas kursi atau duduk
bersila di lantai. Lakukan teknik ini beberapa kali sampai anda terbiasa.

4.1.2 Teknik Pernapasan Dada
Caranya sama dengan Nafas Utama Perut. Hanya perhatian Anda
arahkan ke bagian dada. Pada saat menarik nafas, dada mengembang dan saat
menghembuskan, dada mengempis. Perhatikan bahwa posisi latihan dan istirahat
tetap sama, yaitu duduk tegak, bukan berdiri atau lainnya. Lakukan teknik ini
beberapa kali sampai anda terbiasa.

4.1.3

Teknik Pernapasan Pundak
Caranya sama seperti nafas perut dan dada. Kali ini arahkan perhatian

Anda ke pundak. Saat menarik nafas, bawalah udara sampai ke bagian pundak
atau dada atas sehingga pundak akan naik. Saat menghembuskan nafas pundak
turun kembali ke posisi biasa. Posisi latihan ini juga sama dengan latihan nafas
perut dan dada. Anda boleh duduk di kursi atau duduk bersila di lantai. Yang
penting anda melakukannya dengan duduk tegak, bukan dengan berdiri.

4.1.4

Teknik Pernapasan Gabungan (Perut, Dada dan Pundak)
Tariklah

nafas

sedalam

mungkin,

perut

menggembung.

Dada

mengembang dan pundak naik tanpa ditahan. Kemudian hembuskan nafas, perut
mengempis, dada dan pundak kembali ke posisi semula.

52
Universitas Sumatera Utara

Dari keempat teknik pernapasan di atas, teknik yang sering dipakai
dalam permainan sarune adalah teknik pernapasan perut. Alasannya adalah
pernafasan perut ini lebih banyak udara yang didapatkan sehingga memudahkan
untuk bermain.
Sebagai awal, mulailah dengan hanya meniup reed pada sarune (ini akan
mempermudah menguasai untuk membunyikan suara sarune, karena jika
langsung menghembus sarune kemungkinan suara tidak akan bunyi). Masukkan
reed kedalam mulut kemudian jepit reed dengan bibir, posisikan reed ditengah
bibir.

53
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.1:
Permainan Sarune Pakpak dengan Teknik Pernafasan Gabungan
(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

Kemudian hembuskan udara dengan menggunakan teknik pernapasan perut.
Reed (lidah sarune) akan mengeluarkan suara jika bergetar, getaran ini
dihasilkan dari tiupan udara yang melewati rongga reed, maka usahakan antara
reed atas dan reed bawah terdapat rongga untuk aliran udara.

54
Universitas Sumatera Utara

Dalam peniupan sarune dikenal juga teknik polinama atau cirkular
breathing yang artinya sirkulasi udara tidak berhenti. Inilah salah satu yang
menjadi karakteristik sarune Pakpak. Cara untuk menguasai teknik ini, yaitu:
1. Lakukan peniupan selama durasi 4 ketuk, kemudian 8 ketuk kalau bisa
lakukan sampai 24 ketuk,
2. Hembuskan udara dari perut hingga sampai keluar mulut secara perlahanlahan tanpa terputus,
3. Pada saat menghembus, simpan udara didalam mulut, ini akan membuat
rongga mulut mengembang,
4. Pada saat yang bersamaan, hirup udara dari hidung, dan
5. Hiruplah udara ketika udara yang didalam mulut hampir habis.
Langkah ini akan mempermudah untuk menguasai teknik polinama
tersebut dan untuk menguasainya dibutuhkan konsentrasi dan kesabaran. Untuk
pemula lakukan cara ini dengan menggunakan sedotan atau pipet. Caranya
adalah dengan menyediakan sebuah sedotan kecil, sebuah gelas yang berisi air
(ukuran air kira-kira 1/5 dari gelas). Masukkan sedotan ke dalam gelas yang
berisi air tersebut kemudian hembuskan udara dari mulut hingga menimbulkan
gelembung air (gunakan 5 langkah diatas untuk mempelajari teknik polinama).
Tetap dingat bahwa ketika dilakukannyanya teknik polinama, reed harus tetap
bergetar.
Setelah teknik ini sudah dikuasai, kemudian sambungkan kembali reed
pada badan sarune. Lakukan kembali peniupan sama seperti melakukan tiupan
ketika reed dilepas. Peganglah sarune dengan menggunakan jari kemudian tutup
semua lubang nada pada sarune, jika suara sarune belum berbunyi maka bukalah
lubang nada yang ada kemudian tiup sekuat-kuatnya, jika dengan cara ini sarune
55
Universitas Sumatera Utara

dapat berbunyi kemudian tutup kembali lubang nada. Lakukan secara berulangulang sampai sarune dapat berbunyi walaupun lubang nadanya tertutup.

4.2

Teknik Penjarian
Teknik penjarian (fingering) berguna untuk menghasilkan nada. Sarune

memiliki 7 buah lubang nada yang masing-masing lubangnya ditutup oleh jari
tangan. Pada umumnya telapak tangan manusia memiliki 5 jari-jari dan setiap
jari memiliki 3 ruas. Untuk menutup lubang nada sarune hanya diperlukan 4 jari
kiri dan 4 jari kanan dan ruas jari yang digunakan adalah ruas jari yang paling
atas.
Jari telunjuk, jari tengah, jari manis pada tangan kiri berfungsi untuk
menutup 3 lubang nada pada bagian atas-depan sarune dan ibu jari berfungsi
untuk menutup lubang nada pada bagian belakang sarune.
Jari telunjuk, jari tengah, jari manis pada tangan kanan berfungsi untuk
menutup lubang nada bagian bawah-depan sedangkan ibu jari kiri berfungsi
sebagai penutup lubang nada disisi belakang sarune dan ibu jari kanan berfungsi
sebagai penopang sarune pada bagian bawah sisi belakang.

56
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.2:
Teknik Penjarian
(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

Perlu diperhatikan bahwa lubang nada harus benar-benar tertutup oleh
ruas jari, karena jika tidak tertutup rapat maka nada yang dihasilkan akan fals
(out of tune). Dalam teknik penjarian sarune juga terdapat teknik urgut, teknik
ini merupakan cara yang digunakan untuk menbuat nada-nada thrill
sebagaimana yang lazim digunakan dalam teori musik Barat (terdapat 3 not 1/8
dalam 1 ketuk).

57
Universitas Sumatera Utara

4.3

Teknik Penghasilan Nada
Untuk menghasilkan nada, diperlukan perpaduan antara teknik

pernapasan dengan teknik penjarian. Tanpa menguasai teknik ini maka akan
sangat sulit untuk membuat bunyi suara sarune. Jika udara yang ditiupkan
berlebihan maka nada akan melengking atau false ataupun jika jari-jari tangan
tidak menutup rapat lubang nada, maka sarune juga tidak akan berbunyi.

4.3.1 Teknik Menghasilkan Nada Do (Dasar)

Gambar 4.2:
Teknik Mengasilkan Nada Do
(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

58
Universitas Sumatera Utara

Posisikan reed sarune dipertengahan mulut antara bibir atas dan bibir
bawah, pegang dan angkat sarune dengan jari-jari, sambil menutup semua
lubang nada pada sarune lalu hembuskan sarune sampai menghasilkan bunyi.
Untuk tahap awal anda akan mengalami kesulitan untuk membunyikan sarune.
Untuk mempermudahnya maka angkat semua jari yang ada di atas lubang nada
kemudian hembuskan, Setelah sarune berbunyi maka tutup kembali lubang nada
lalu hembuskan sarune Lakukan berkali-kali sampai sarune dapat berbunyi
ketika lubang nada tertutup semua). Jika sudah berhasil maka untuk
membunyikan nada berikutnya anda tidak akan mengalami kesulitan.
Karena ini merupakan nada paling rendah, maka jangan terlalu kuat
dalam menjepit reed sarune. Berikan rongga yang sedikit lebih besar. Ini akan
mempermudah menghasilkan nada tersebut.

59
Universitas Sumatera Utara

4.3.2 Teknik Menghasilkan Nada Re

Gambar 4.3:
Teknik Mengasilkan Nada Re
(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

Posisikan reed sarune dipertengahan mulut, antara bibir atas dan bibir
bawah. Sealnanjutnya pegang dan angkat sarune dengan menggunakan jari
sambil menutup semua lubang nada kemudian lepaskan jari manis kanan agar
lubang nada paling bawah terbuka. Lalu tiupkan udara melalui reed sarune
hingga sarune menghasilkan suara.

60
Universitas Sumatera Utara

4.3.3 Teknik Menghasilkan Nada Fi

Gambar 4.4:
Teknik Mengasilkan Nada Fi
(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

Posisikan reed sarune dipertengahan mulut antara bibir atas dan bibir
bawah. Pegang dan angkat sarune dengan jari-jari, sambil menutup semua
lubang nada lepaskan jari manis dan jari tengah kanan, sehingga 2 lubang nada
terbuka. Kemudian hembuskan udara melalui reed hingga sarune menghasilkan
bunyi.

61
Universitas Sumatera Utara

4.3.4 Menghasilkan Nada Sol

Gambar 4.5:
Teknik Mengasilkan Nada Sol
(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

Posisikan reed dipertengahan mulut antara bibir atas dan bibir bawah,
pegang dan angkat sarune dengan jari-jari kemudian tutup lubang nada dengan
menggunakan jari. Lalu lepas kan jari manis, jari tengah, jari telunjuk (bagian
tangan kanan), namun jari telunjuk tidak dilepaskan secara sepenuhnya (hanya
terbuka sebagian) dan sisanya masih ditutup oleh jari telunjuk. Teknik ini
berfungsi juga sebagai penghasil nada setengah (kromatik) untuk setiap lubang
nada. Kemudian hembuskan udara melalui reed sarune hingga menghasilkan
bunyi.
Pada penjarian ini, khusus untuk jari telunjuk kanan harus tetap berada di
sisi badan sarune, hal ini berguna untuk menambah daya menahan bagian bawah
sarune. Tidak diperlukan kekuatan tenaga, hanya filling sipemain dalam
62
Universitas Sumatera Utara

merasakan dan mendengar nada yang dibunyikan. Jika lubang nada dibuka
secara berlebihan, maka nada yang dihasilkanpun akan false.

4.3.5 Menghasilkan Nada Si

Gambar 4.6:
Teknik Mengasilkan Nada Si
(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

63
Universitas Sumatera Utara

Posisikan reed pada bagian tengah mulut diantara bibir atas dan bibir
bawah. Tutup semua lubang nada dengan menggunakan jari-jari tangan.
Kemudian buka lubang nada dengan cara melepaskan jari manis, jari tengah
tangan kanan tetapi khusus untuk jari telunjuk pada bagian kanan lubangg nada
tidak dibuka total. Hanya setengah lubang nadanya saja, lalu lepaskan jari manis
kiri, lalu hembuskan udara melalui reed sarune.

4.3.6Menghasilkan Nada Do (Oktaf)

Gambar 4.7:
Teknik Mengasilkan Nada Do (Oktaf)
(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

64
Universitas Sumatera Utara

Posisikan reed ditengah mulut antara bibir atas dengan bibir bawah, lalu
tutup semua lubang nada, kemudian lepaskan semua penutup lubang nada
sehingga yang tetap berada dibadan sarune adalah ibu jari kanan, jari telunjuk
kiri dan ibu jari kanan. Jari telunjuk kiri diposisikan disisi kiri badan sarune,
tepat disisi lubang nadanya.
Untuk penjarian ini diperlukan latihan yang lebih baik lagi, hal ini
disebabkan karena pada saat membunyikan nada ini, penopang badan sarune
hanya menggunakan 3jari yaitu, ibu jari kiri, jari telunjuk kanan dan ibu jari
kanan. Jika tidak mahir, maka bagian sarune antara badan sarune dengan reed
akan terlepas, hal ini adalah kejadian yang sangat fatal jika terjadi saat memain
alat musik tersebut.
Oleh sebab itu, diperlukanlah kulit ataupun badan si pemain untuk
menopang bagian bawah sarune. Karena sarune merupakan alat musik yang
bagian- bagiannya disusun dan dirangkaikan antara sisi lubang udara yang satu
dengan yang lain nya tanpa ada perekat ataupun lem maka sangat
memungkinkan bagian rangkaian sarune tersebut akan lepas. Untuk itulah
diperlukan badan ataupun kulit tersebut. Biasanya bagian tubuh yang sering
digunakan sebagai penopang adalah bagian betis kaki ataupun bagian samping
telapak kaki.

4.4 Sistem Pelarasan (Pengragamenken)
Pelarasan ataupun penyeteman dalam bahasa Pakpak disebut dengan
istilah pengragamenken. Pada dasarnya istilah ini menyangkut kualitas bunyi
dari sarune itu sendiri, dalam arti bunyi yg dihasilkan harus sempurna dan cukup
baik menurut perasaan dan naluri musikal pemainnya melalui rangkaian melodi
65
Universitas Sumatera Utara

pengragamenken. Apabila kualitas bunyi yang diinginkan belum tercapai dan
sesuai dengan rasa musikal pemainnya maka ada tiga hal yang dianggap sebagai
penyebabnya, yaitu sambungan masing-masing bagian sarune, lubang nada yang
tidak sesuai, dan faktor pit (lidah) sarune.
Tentang sambungan masing-masing sarune dapat menyebabkan kualitas
suara tidak baik adalah dikarenakan kurang padatnya masing-masing bagian dari
organ-organ sarune yang mengakibatkan kebocoran udara dari bagian-bagian
yang tidak semestinya berfungsi sebagai saluran udara.
Menyangkut perbandingan lubang nada sarune dengan badan sarune juga
dapat mempengaruhi kualitas bunyi dari alat musik sarune. Apaabila lubang
nadanya terlalu kecil maka lubang nada tersebut harus diperbesar hingga dicapai
kualitas yang diinginkan. Sedangkan pembuatan jarak lubang nada yang salah
dalam pembuatannya atau lubang nada yang terlalu besar maka jalan satusatunya yang harus dilakukan adalah dengan mengganti sarune tersebut dengan
sarune lain yang sesuai dengan kualitas bunyi dan rasa musikaln pemainnya.
Yang peling sering terjadi menyangkut kualitas suara sarune adalah yang
diakibatkan oleh pit (lidah) sarune. Perubahan kualitas bunyi dapat terjadi
apabila lidahnya terlalu kering ataupun terlalu basah oleh air ludah pemainnya.
Apabila terlalu basah maka pemainnya akan berusaha mengurangi kadar airnya
dengan menjepit sarune pada kedua bibir pemainnya dan mencobanya hingga
tercapai bunyi yang dinginkan. Sedangkan pit yang terlalu kering akan
ditempelkan pada lidah pemainnya dan menyulurkan air ludahnya sendiri untuk
membasahi pit sarune tersebut. Selanjutnya lidah sarune (pit) kembali dijepitkan
pada kedua bibir pemainnya untuk mengurangi kadar air yang berlebihan pada

66
Universitas Sumatera Utara

pit. Namun demikian pada kenyataannya pemain sarune seringkali memeriksa
pit sarune secara fisik.
Dalam hal melodi pengragamenken ini seorang pemain sarune selalu
memainkan sebuah lagu. Baik lagu dalam konteks pertunjukan ataupun dalam
konteks pengungkapan perasaan. Melodi tersebut adalah merupakan free meter
(meter

bebas)

yang

secara

khusus

hanya

dimainkan

dalam

proses

pengragamenken. Dalam arti, melodi ini tidak dimainkan dalam bentuk repertoar
karena bisa dikatakan bersifat asal-asal saja.

67
Universitas Sumatera Utara

BAB V
TRANSKRIPSI DAN ANALISIS
5.1

Transkripsi
Transkripsi adalah suatu proses pemvisualisasikan bunyi musikal pada

notasi (Nettl 1964:98). Pada proses transkripsi sampel lagu ataupun melodi,
penulis mengacu pada tulisan Nettl yang mengemukakan bahwa notasi deskriptif
bertujuan untuk mencatat secara terperinci bagian-bagian musik yang disajikan.
Secara umum transkripsi dilakukan dengan menggunakan notasi balok,
dengan alasan hasil transkripsi dapat dipahami oleh para pembaca sampai
lingkup

internasional.

Alasan

mengapa

penulis

tidak

memakai

atau

menggunakan notasi angka adalah karena jika menggunakan notasi angka kontur
(garis lintasan melodi) dan tinggi rendahnya suatu nada tidak nampak secara
eksplisit.
Ada beberapa metode yang digunakan dalam pentranskripsian ini, antara
lain, sebagai berikut.
1. Nada-nada ditulis didalam wilayah garis paranada (staff notation) yang terdiri
dari lima garis horizontal ditambah garis bantu diatas jika nada yang
digunakan lebih tinggi dari 1 oktaf dan garis bantu bawah jika nada yang
digunakan lebih rendah 1 oktaf.

68
Universitas Sumatera Utara

Contoh :

2. Kunci (clef) ang dipergunakan adalah kunci G, karena wilayah nada (ambitus)
yang dimainkan berkisar diantara tanda kunci ini.
Contoh:

3. Komposisi repertoar yang disajikan sebagai sampel dalam analisis teknik
permainan sarune digunakan dengan nada dasar 1 mol (1b), karena sarune
yang digunakan memiliki nada dasar F=do
Contoh:

4. Tanda birama yang ditulis hanya pada awal birama disebelah kanan kunci G
yang berlaku untuk semua baris. Tanda birama ini digunakan untuk
mengidentifikasi segmen ritmik berdasarkan aksen kuat yang pada umumnya
menggunakan meter 4/4.
Contoh:

69
Universitas Sumatera Utara

5. Transkripsi tidak ditulis dengan menggunakan tanda ulang ||:

:||,

gunanya

untuk melihat sejauh mana bunyi yang dihasilkan dalam memyelesaikan satu
repertoar musik. Dalam Etnomusikologi teknik ini sering disebut dengan
comparative score (perbandingan notasi).
6. Untuk satu tangga nada yang diperpanjang, tetapi harus ditulis dengan dua not
atau lebih namun sebenarnya mencerminkan satu nada, maka ditulis dengan
tanda suspensi.
Contoh:

5.2

Analisis
Analisis merupakan suatu rangkaian kerja yang lebih lanjut dalam

mengolah hasil trenskripsi, yaitu suatu kerja untuk memilah atau menguraikan
bagian-bagian dari hasil transkripsi yang kemudian dideskripsikan hubungannya
diantara tiap-tiap bagiannya (Nettl,1964:131). Dalam menganalisis melodi
berikut penulis mengacu pada pendekatan yang digunakan oleh Malm (1977:8)
yaitu metode weight scale (penghitungan bobot tangga nada) dengan
memperhatikan beberapa karakteristik yaitu tangga nada, nada dasar, wilayah
nada, distribusi nada, interval yang dipakai, pola-pola kadens, formula melodi
dan kantur.

5.2.1

Tangga Nada
Wilayah suara pada sarune dapat dibedakan berdasarkan besar-kecilnya

tiupan udara (hembusan napas) dan juga kekuatan daya jepit reed sarune. Jika
70
Universitas Sumatera Utara

hembusan udara terlalu banyak dan jepitan reed sedikit dilonggarkan maka nada
yang dihasilkan berkisar diantara nada rendah sebaliknya jika tiupan udara
sedikit dan jepitan reed terlalau dijepit maka nada yang dihasilkan berkisar
diantara nada tinggi.
Secara umum interval nada yang dihasilkan adalah 1,5 oktaf dalam
tangga nada diatonis. Untuk menghailkan nada dalam otaf pertama dilakukan
dengan cara meniup lembut, sedangkan untuk menghasilkan nada oktaf kedua
dilakukan dengan meniup lebih keras.
Pada dasarnya sarune Pakpak mempunyai tonika dari nada yang paling
rendah (semua lobang nada ditutup dengan jari). Nada tersebut menjadi nada
awal untuk menghasilkan nada-nada dalam tangga nada diatonis. Apabila sarune
ketika semua lubang nada ditutup menghasilkan nada “bes” dalam nada piano,
maka dasar tangga nada sarune tersebut adalah “F”.
Alasan penulis menyebutkan bahwa tangga nada sarune sama dengan
tangga nada diatonis adalah karena nada-nada yang dihasilkan setiap lubang
nada mendekati interval yang terdapat dalam konsep tangga nada diatonis Barat.
Hal tersebut dibuktikan dengan penyesuaian nada-nada sarune dengan piano.

5.2.2

Nada Dasar
Menurut Nettl (1964:147) ada tujuh pendekatan yang dapat dilakukan

untuk menemukan nada dasar:
1. Melihat nada yang paling sering dipakai,
2. Melihat nada yang memiliki ritmis (harga ritmis) yang besar,
3. Melihat nada awal atau nada akhir komposisi yang dianggap mempunyai
fungsi penting dalam tonalitas,
71
Universitas Sumatera Utara

4. Nada paling rendah atau posisi tepat ditengah-tengah dianggap penting
5. Interval-interval yang terdapat diantara nada kadang-kadang sebagai
patokan,
6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada, dan
7. Pengenalan yang akrab dengan pengalaman gaya musik.

Dalam hal ini lagu yang dimainkan dalam repertoar adalah menggunakan sarune
dengan nada dasar mutlak “bes”, apabila disusun berderet naik maka nada-nada
yang terdapat pada sarune adalah :
Bes

C

F

Interval : 2M 4aug

5.2.3

G

A

Bes

2M

2M

2m

Wilayah Nada
Penentuan wilayah nada dalam lagu diambil berdasarkan ambitus suara

yang terdengar secara alami ditentukan oleh sumber penghasil bunyi itu sendiri,
yaitu dengan melihat nada yang paling rendah hingga nada yang paling tinggi
yang dibawakan instrumen sarune sebagai pembawa melodi utama. Satuan yang
digunakan adalah sitem penghitungan frekuensi nada yang ditemukan oleh Ellis
dalam Malm (1977:35) yanitu penentuan nada yang berjarak 1 laras sama
dengan 200 cent dan nada yang berjarak ½ laras sama dengan 100 cent.

5.2.4

Distribusi (Jumlah Pemakaian) Nada
Salah satu hal penting dalam analisis melodi adalah melihat distribusi

(jumlah pemakaian) nada. Melalui jumlah itu, dapat diketahui peranan atau

72
Universitas Sumatera Utara

tingkat esensi dalam lagu tesebut, sepeti halnya dalam penentuan nada dasar,
nada pokok dan nada-nada pendukung dalam komposisi tersebut.
Nada dasar biasanya ditulis dengan Not utuh, nada penting lainnya ditulis
dengan nada setengah, nada yang biasa dipakai sebagai not seperempat, not
seperdelapan, dan seterusnya sebagai hiasan.

5.2.5 Interval
Interval adalah jarak antara nada yang satu dengan nada yang berikutnya
dalam tangga nada sarune pakpak adalah:
Bes

C

E

F

A

Bes

Dengan pola interval yaitu secunda mayor, terts mayor, secunda minor, terts
mayor, secunda minor.

5.2.6 Karakteristik Bunyi Melodis Sarune
Karakteristik bunyi melodi yang dimaksud pada bagian ini adalah ciriciri khas yang merupakan kebiasaan dalam penggarapan melodi suatu lagu pada
instrumen sarune. Semakin banyak karakteristik melodis sarune yang sesuai
dengan sifat lagu yang dapat dimainkan pada instrumen sarune maka semakin
baik pula teknik permainan yang sekaligus memberikan nuansa artistik pada
lagu yang sedang dimainkan.
Namun demikian, jika memasukkan karateristik bunyi melodis yang
berlebihan pada sebuah lagu terlebih karakteristik yang tidak sesuai dengan sifat
lagu maka akan menggangu dan mengakibatkan suatu permainan menjadi tidak
enak didengar. Oleh sebab itu, seorang pemain sarune harus dapat menanggapi
dengan cermat dan juga harus memahami sifat lagu yang akan dimainkan
73
Universitas Sumatera Utara

(wawancara dengan bapak pandapotan solin dan bapak kerta sitakar, 23-022013).
Beberapa karateristik bunyi melodis dari instrumen sarune yang
diperoleh penulis selama penelitian adalah : Cerrp merdatas, merginoling,
merdatas dan mengragam.

5.2.6.1 Cerrp Merdatas
Cerrp merdatas adalah istilah yang dipakai dalam permainan sarune
dengan teknik penggarapan melodi yang dimulai dari nada terendah sebelum
bertahan pada nada tinggi. Penggarapan dengan teknik ini haruslah dilaksanakan
yang cukup besar. Apabila nada tinggi yang ingin dicapai tersebut memiliki
durasi ritmis yang kecil maka pemasukan teknik cerrp merdatas ini kurang lazim
(skripsi sarjana anna rosita, 1996). Oleh sebab itu diperlukan penguasaan yang
baik dari seorang pemain sarune terhadap lagu yang dimainkan serta
kemahirannya dalam menghasilkan nada-nada sarune.

5.2.6.2 Merginoling
Secara harfiah istilah mergoling dalam bahasa Pakpak sama artinya
dengan berguling dalam bahasa Indonesia. Dalam permainan sarune istilah ini
digunakan untuk permainan melodi yang cenderung turun secara bergelombang.
Proses penggarapannya selalu dimulai dari nada tertinggi kemudian berangsurangsur turun secara bergelombang hingga nada terendah.

74
Universitas Sumatera Utara

5.2.6.3 Merdatas
Merdatas adalah istilah yang dipakai untuk nada yang tinggi dan ditahan
dengan melakukan beberapa variasi nada dengan melangkah naik-turun.
Langkah-langkah nada-nada tersebut umumnya mempunyai jarak yang kecil
yaitu sebagai nada variasi dari nada yang dimaksudkan. Pada umumnya
merdatas ini hanya dipakai untuk nada tinggi dengan durasi ritmis yang besar.
Walaupun dalam permainanya nada tinggi tersebut boleh saja dimainkan dengan
cara menahan secara panjang, namun untuk memberikan efek yang khas serta
untuk menambah artistiknya para pemain sarune pada umumnya akan
melakukan teknik ini dalam permainannya.

5.2.6.4 Menragam
Dalam bahasa Indonesia menragam dapat diartikan pemberian unsure
ornamentasi (improvisasi) pada permainan sarune. Menragam adalah beberapa
nada lain diantara dua nada yang sama yang memiliki nilai durasi yang cukup
besar atau pada satu nada dengan durasi ritmis yang besar. Nada-nada yang
merupakan ornamentasi tersebut bervariasi antara melangkah dan melompat,
naik ataupun turun.

\

75
Universitas Sumatera Utara

BAB VI
PENUTUP
6.1

Kesimpulan
Dari

keseluruhan

pembahasan

dalam

tulisan

ini

dapat

disimpulkan bahwa teknik permainan sarune Pakpak memiliki beberapa proses
untuk tiap tahapan belajarnya. Setiap teknik yang dipakai memerlukan perhatian
khusus untuk para pembaca atau siapapun yang ingin mempelajarinya.
Teknik permainan sarune yang disajikan oleh Bapak kerta Sitakar adalah
teknik permainan tradisi. teknik yang menonjol adalah pernafasan polinama
(circular breathing). Selain itu adalah teknik peniupan, berupa pernafasan bahu,
dada, perut, dan gabungan. Di sisi lain teknik meniup pada pit juga menjadi sarat
untuk menghasilkan bunyi sarune Pakpak. Penjarian untuk menghasilkan nadanada (do, re, fi, sol, si, dan do tinggi) juga menjadi tekknik penting dalam
memainkan sarune Pakpak ini. Permainan jari pada setiap lubang nada dan
menghafal lagu akan tetapi ada aspek lain yang merupakan factor pendukung
yaitu perasaan dan latar belakang sifat lagu.
Berkenean dengan perasaan, seorang pemain sarune haruslah dapat
merasakan bahwa bunyi-bunyi sarune yang dimainkan secara melodis adalah
merupakan ungkapan perasaan dari penyajinya atau pihak pelaksana suatu
upacara. Apabila sarune dimainkan secara solo sebagai ungkapan perasaan
penyajinya, terlebuh dahulu si pemain harus memikirkan perasaan penyajinya.
Dari uraian-uraian bab-bab terdahulu penulis merangkum bahwa sarune
dalam kebudayaan musikal Pakpak Bharat adalah salah satu alat musik tiup yang

76
Universitas Sumatera Utara

dalam penyajiannya dapat secara tunggal maupun sacara ensambel. Dari
kedudukan diatas maka alat musik ini dikelompokkan dalam masyarakat ke
dalam oning-oningen (instrument tunggal) dan gotci (ensambel instrument).
Sebagai instrumen tunggal, alat musik ini berfungsi untuk menghibur diri
sendiri pemain. Selain itu juga untuk orang lain yang sedang dilanda kesusahan
serta sebagai alat untuk merayu melalui bunyi melodis yang dihasilkan.
Dalam perkembangannya saat ini, sarune mulai kehilangan eksisitensinya
sebagai alat musik tradisional masyarakat Pakpak. Sarune Pakpak mulai tergeser
fungsinya sebagai alat musik pembawa melodi dalam ensambel musik Pakpak
digantikan dengan alat musik lobat. Selain itu pengaruh masuknya instrumen
modern seperti keyboard juga turut ambil bagian dalam penggeseran nilai
musikal sarune tersebut. Namun jauh sebelum masuknya teknologi pergeseran
peran sarune disebabkan oleh munculnya alat musik tiup lobat (alat musik
Pakpak) sebagai pembawa melodi utama dalam ensambel musik Pakpak.
Dari hasil penelitian dan berdasarkan tulisan ini, penulis menyimpulkan
bahwa sarune Pakpak hampir memiliki persamaan dengan sarune Toba,
Simalungun yang ada disumater utara baik dari segi teknik permainan dan dari
segi aspek musikalnya.
Yang membuat sarune ini sedikit berbeda dengan sarune etnis lainnya
adalah karena sarune Pakpak dapat dimainkan pada setiap kesempatan baik
dalam upacara adat maupun dikehidupan sehari-hari. Jika didalam upacara adat
sarune mempunyai peran sebagai leader (pimpinan dalam ensambel), didalam
kehidupan sehari-hari khususnya kehidupan pribadi sarune berfungsi sebagai

77
Universitas Sumatera Utara

alat yang dapat mengungkapkan perasaan sipemain. Jika pemain sedang
mengalami kesedihan, pemain tersebut dapat memainkan sarunenya dengan
lagu-lagu bernuansa lambat dan jika si pemain sedang merasa bahagia maka
sipemain membunyikan sarunenya dengan lagu-lagu riang tanpa mengenal
tempat.

6.2 Saran
Pergeseran peran sarune ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan
kepunahan

instrumen

tersebut.

Penulis

menyarankan

kepada

instansi

pemerintahan maupun instansi yang berkecimpung di dalam bidang seni agar
mencari ataupun menciptakan metode yang dapat menyelamatkan sarune ini dari
kepunahannya.
Selain itu, dalam rangka melestarikan kebudayaan sarune dalam
kebudayaan Pakpak, diperlukan strategi pemungsiannya di dalam kebudayaan.
Salah satu di antaranya adalah perlunya dilakukan workshop atau bengkel
pelatihan sarune, ternmasuk menggunakan tenaga Bapak kerta Sitakar. Ini
dilakukan agar alat musik tersebut tidak tercerabut dari kebudayaannya.
Di samping itu, dalam rangka melestarikan keberadaan sarune Pakpak
ini, perlu juga diproduksi alat musik ini oleh para pembuatnya, yang dapat
diberdayakan untuk para pemain sarune, atau juga unutk kepentingan dunia
kepariwisataan. karena dalam alat musik ini juga terkandung nilai-nilai ekonomis
dan budaya sekali gus.

78
Universitas Sumatera Utara

Secara umum pula perlu dilakukan pendidikan seni di tingkat Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah menengah Atas di Kabupaten
Pakpak Bharat dan Dairi, dengan muatan studi musik etnik Pakpak, baik itu
ensambel genderang sisibah, sipitu-pitu, sidua-dua, nyanyian-nyaian Pakpak
seperti enden, nangen, orih-orih, dan lainnya. Ini akan menumbuhkan kecintaan
generasi muda kepada tradisi nenek moyangnya. Selain itu akan memperkuat
identitas etnik Pakpak, dalam rangka menyongsong globalisasi. Bagaimanapun
bangsa yang kuat adalah bangsa yang menghargai warisan tradisinya.

79
Universitas Sumatera Utara

BAB II
MASYARAKAT DAN SENI BUDAYA
DAERAH PENELITIAN

2.1 Wilayah-wilayah Pakpak
Secara geografis Pakpak Bharat terletak sekitar 30 km dari pusat Kota
Sidikalang. Suku Pakpak merupakan salah satu bagian dari suku Batak.
Masyarakat Pakpak merupakan suatu kelompok suku bangsa yang terdapat di
Sumatera Utara.

Gambar 2.1
Peta Provinsi Sumatera Utara

Secara tradisonal wilayah komunitasnya disebut Tanoh Pakpak. Tanoh
Pakpak terbagi atas 5 (lima) sub wilayah, yaitu: (1) Simsim, daerah Kabupaten
22
Universitas Sumatera Utara

Pakpak Bharat, (2) Keppas, daerah Kabupaten Dairi, (3) Pegagan, daerah
Kabupaten Dairi, khusus Kecamatan Sumbul, (4) Kelasen, daerah Tapanuli
Utara, khusus Kecamatan Parlilitan dan Kabupaten Tapanuli Tengah di
Kecamatan Manduamas, (5) Boang, daerah Aceh Singkil Dalam administrasi
pemerintahan Republik Indonesia, yakni Kabupaten Pakpak Bharat, Dairi,
Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Kabupaten Singkil (Provinsi Aceh).
Daerah yang penduduknya homogeny orang Pakpak hanyalah Kabupaten
Pakpak Bharat. Namun demikian, secara geografi wilayah atau hak ulayat secara
tradisonal yang disebut Tanoh Pakpak tersebut sebenarnya tidak terpisah satu
sama lain karena satu sama lain berbatasan langsung walaupun hanya bagianbagian kecil dari wilayah kabupaten tertentu, kecuali Kabupaten Pakpak Bharat
dan Dairi yang merupakan sentra utama orang Pakpak. Kesatuan komunitas
terkecil yang umum dikenal hingga saat ini disebut lebuh dan Kuta. Lebuh
merupakan bagian dari kuta yang dihuni oleh klen kecil. Sementara kuta adalah
gabungan dari lebuh-lebuh yang dihuni oleh suatu klen besar (marga) tertentu.
Jadi setiap lebuh dan kuta dimiliki oleh klen atau marga tertentu dan dianggap
sebagai penduduk asli, sementara marga lain dikategorikan sebagai pendatang.

2.2 Sistem Mata Pencaharian
Secara umum, sistem mata pencaharian masyarakat Pakpak adalah
sebagai perkemenjen (orang yang mencari kemenyan). Sebagian ada juga yang
bercocok tanam. Namum setelah Pakpak Bharat terpisah dari wilayah
pemerintahan kabupaten Dairi maka Pakpak Bharat mulai membentuk instansiinstansi pemerintahan kabupaten sendiri yang mempekerjakan sebagian besar
masyarakat Pakpak bharat sebagai pegawai pemerintahan kabupaten.
23
Universitas Sumatera Utara

2.3. Sistem Kekerabatan
Seperti halnya etnik lain di dunia, etnik Pakpak juga juga memiliki adat
istiadat yang khas, sehingga dapat dibedakan dengan kelompok etnik lainnya.
Unsur sistem kekerabatan ini adalah sebagai berikut. 1. Marga dan Sulang
Silima Marga dalam kajian antropologi disebut dengan klen yaitu suatu
kelompok kekerabatan yang dihitung berdasarkan satu garis (unilineal), baik
melalui garis laki-laki (patrilineal) maupun perempuan (matrilineal). Marga pada
masyarakat Pakpak bukan hanya sekedar sebutan atau konsep tetapi di dalamnya
nilai budaya yang mencakup norma dan hukum yang berguna untuk mengatur
kehidupan sosial. Misalnya dengan adanya marga maka dikenal perkawinan
eksogami marga, yakni adat yang mengharuskan seseorang kawin diluar
marganya.bila terjadi perkawinan semarga maka orang tersebut diberi sanksi
hukum berupa pengucilan, cemoohan, dan malah pengusiran, karena melanggar
adat yang berlaku.
Struktur sosial yang dikenal dan dijunjung tinggi oleh masyarakat
Pakpak dikenal dengan sebutan Sulang Silima dengan unsur berru, dengan
sebeltek atau sinina dan puang atau kula-kula. Seseorang Pakpak dengan
struktur sulang silima umumnya paham atau dapat menentukan kedudukan dan
peranannya sesuai konteks. Dengan demikian sama seperti halnya marga, di
dalamnya terdapat sejumlah hak dan kewajiban yang mengatur hubungan atau
unsur tersebut. Misalnya upacara perkawinan jelas kelihatan perbedaan hak dan
kewajiban dari masing-masing unsur sulang silima. 2. Upacara Sepanjang
Lingkaran Hidup dan Upacara Lainnya Berbagai jenis upacara selalu dijumpai
dispanjang lingkaran hidup manusia pada hampir semua kelompok suku bangsa
sesuai dengan perkembangan biologi manusia itu sendiri. Tidak terkecuali
24
Universitas Sumatera Utara

kelompok yang sudah menganut agama-agama besar maupun yang belum selalu
tidak terlepas dengan berbagai upacara-upacara tersebut. Suatu kelompok
mengganggap masa balita merupakan masa yang paling berbahaya, yang lainnya
menganggap lebih berbahaya pada masa menjelang dewasa yang lainnya lagi
mengganggap lebih berbahaya pada masa mati. Untuk itu masa-masa tersebut
perlu diantisipasi dengan melakukan berbagai upacara.
Suku Pakpak mengenal system kekerabatan yang berbeda-beda yang
digunakan

untuk

mengelompokkan

dan

memanggil

anggota

kerabatnya.perbedaan ini berhubungan erat dengn berbedanya peranan dan
kedudukan masing-masing anggota kerabat dalam kelompok kerabatnya.
Seorang individu mengelompokkan, menyebut dan memanggil kerabat sesuai
dengan hak dan kewajiban yang diembannya. Selain itu dalam berinteraksi
dengan para kerabat dikenal berbagai aturan dan nilai agar seseorang anggota
kerabat dikategorikan beradat. Aturan dan nilai tersebut menjadi pengetahuan
dan dijadikan pola dalam berinteraksi. Akibatnya ada interaksi yang harus
bersikap sungkan dan tidak sungkan (akrab, bebas). Konsep atau pola yang
digunakan sebagai acuan adat sopan santun adalah:
1. Ego adalah seorang individu yang dijadikan sebagai pusat orientasi atau
perhatian dalam melihat istilah kekerabatan. Ego biasa seseorang yang
berkedudukan sebagai anak, ayah atau kakek. Dalam konteks kekerabatan
Pakpak ego adalah seorang laki-laki, karena kelompok kerabat dihitung
berdasarkan patrilineal.
2. Keluarga inti adalah kelompok kekerabatan terkecil yang terdiri dari ayah, ibu
dan anak-anak yang belum kawin.

25
Universitas Sumatera Utara

3. Sinina adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari saudara sepupu, paman
dan bibi pararel baik yang semarga (sebeltek) maupun yang tidak semarga
(pemerre maupun sebe;tek inang)
4. Berru adalah kelompok kerabat pihak penerima gadis. Atau