Teknik Permainan Sarune Pakpak Oleh Bapak Kerta Sitakar

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengantar
Sumatera Utara adalah salah satu dari 34 provinsi yang terdapat di
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi Sumatera Utara ini, secara
administratif pemerintahan terdiri dari 33 kabupaten dan kota. Sumatera Utara
adalah wilayah yang merupakan gabungan dari Regensi Tapanuli dan Sumatera
Timur, sewaktu pendudukan Hindia Belanda.
Secara etnikitas, Sumatera Utara terdiri dari tiga kelompok besar,
berdasarkan asal-usulnya. Yang pertama adalah kelompok-kelompok etnik
setempat yang terdiri dari: Karo, Pakpak (atau kadang disebut juga PakpakDairi), Simalungun, Batak Toba, Mandailing-Angkola, Pesisir, Nias, dan
Melayu. Yang kedua adalah kelompok-kelompok etnik migran Nusantara,
seperti: Aceh Rayeuk, Tamiang, Simeulue, Alas, gayo, Minangkabau, Banjar,
Sunda, jawa,, Bugis, Bali, dan lain-lainnya. Kelompok-kelompok etnik yang
ketiga adalah para migran Dunia, seperti: Hokkian, Khek, Kwong Fu, Hakka,
Kwantung, Tamil, Punjabi, Benggali, Hindustani, Arab, Anglosakson, dan lainlainnya.
Pada masa sekarang ini Sumatera Utara merupakan provinsi terpadat
penduduknya di Pulau Sumatera yaitu lebih dari 13 juta. Komposisi
penduduknya yang heterogen ini tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan
ekonomi,


terutama

perkebunan.

Hingga

akhirnya

membuat

kompsisi

penduduknya beranekaragam, baik itu dari suku bangsa, agama, budaya, bahasa,
dan lain-lainnya. Setiap kelompok etnik ini dalam konteks Sumatera Utara,
1
Universitas Sumatera Utara

selain menguatkan identitas kelompoknya, juga harus berinteraksi secara sisial
dengan kelompok etnik dan agama, serta budaya lainnya. Untuk itu diperlukan

sikap dan penghayatan toleransi dalam kebhinnekaan dan ketunggalikaan.
Demikian juga yang terjadi di kalangan etnik Pakpak.
Kelompok orang-orang yang disebut Pakpak, yang wilayah budaya
induknya berada di kawasan Dairi, Pakpak Bharat, dan sekitarnya, merupakan
salah satu kelompok etnik setempat Provinsi Sumatera Utara. Etnik Pakpak
memiliki unsurt-unsur kebudayaan yang beraneka ragam, khas, dan menjadi ciri
khas dan identitas kelompoknya. Salah satu dari unsur kebudayaannya adalah
seni musik.
Musik Pakpak termasuk musik tradisi yang fungsional di tengah arus
globalisasi. Musik ini jika didengar langsung sangat akrab di telinga
pendengarnya. Dalam realitasnya musik tradisi Pakpak kurang dikenal di
kalangan masyarakat Sumatera Utara. Hal ini diakibatkan tidak ada sarana
pendukung atau media yang memperkenalkan tradisi Pakpak tersebut kepada
masyarakat luas.
Namun demikian, di Desa Suka Ramai kecamatan Pakpak Bharat
terdapat sebuah sanggar yang khusus melestarikan budaya Pakpak terkhusus dari
segi musiknya. Sanggar inilah yang selalu diundang untuk tampil diacara
pemerintah kota maupun pemerintah daerah setempat. Hal ini yang membuat
musik Pakpak dapat mempertahankan keberadaannya pada masyarakat luas.
Adapun alat-alat musik yang terdapat dalam kebudayaan Pakpak, di

antaranya adalah sebagai berikut: 1. sarune, 2. gendrang, 3. gong, 4. kalondang,
5. hasapi, 6. balobat, 7. gotci, dan lain-lain. Alat-alat musik ini ada yang

2
Universitas Sumatera Utara

disajikan secara solo, namun ada pula yang disajikan dalam ensambel, dan juga
mengiringi nyanyian-nyaian tradisional Pakpak.
Pada umumnya penyajian musik Pakpak diadakan pada acara adat dan
ritual. Namun pada saat upacara besar misalnya pada saat acara ritual harus
menggunakan sarune. Dapat dikatakan bahwa sarune memiliki peranan penting
dalam ensambel musik Pakpak, karena peran dan simbol sosial yang terkandung
di dalam alat musik ini di tengah-tengah kebudayaan Pakpak.
Sarune Pakpak sudah tergolong langka, dan juga sangat sulit menemukan
pemainnya yang dapat

memainkannya. Kelangkaan ini diakibatkat karena

dahulu orang-orang tua suku Pakpak tidak secara tegas dan memeberikan
motivasi penuh kepada setiap keturunannya untuk belajar musik Pakpak.

Mempelajari musik Pakpak biasanya dilakukan secara kelisanan.
Pembelajaran yang dilakukan masih mengunakan sistem otodidak. Artinya
setiap orang yang mau belajar musik tersebut maka orang tersebut harus
berhubungan langsung kepada orang yang memang mahir memainkan alat musik
tersebut. SAetiap orang yang mau belajar harus mendatangi, berdialog, dan
mungkin saja harus mengikuti aturan- aturan ritual dari alat musik itu sendiri.
Menurut penulis sendiri, alat musik sarune Pakpak akan mengalami
“kepunahan” jika tidak ada lagi yang bisa memainkannya apalagi menjelaskan
apa itu sarune Pakpak. Hal ini juga akan mengakibatkan pudarnya ciri khas dari
budaya musik Pakpak. Selain itu, idak menutup kemungkinan akan
menghilangkan jati diri Pakpak. Apalagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi saat ini, dimana alat musik Barat telah ambil bagian dalam
ensambel musik tradisi. Seperti contoh alat musik keyboard yang dapat
berfungsi ganda yang dapat memainkan ritem dan melodi secara bersamaan dan
3
Universitas Sumatera Utara

dengan didukung oleh kecanggihan program maka keyboard dapat menghasilkan
suara yang mirip dengan suara sarune. Jika kita tidak memberi perhatian
terhadap fenomena ini, maka tidak menutup kemungkinan sarune yang dahulu

dianggap sakral dari segi musikalnya akan menjadi alat musik yang biasa-biasa
saja.
Sangatlah ironis jika seorang manusia kehilangan jati dirinya, begitu juga
dengan kebudayaan. Seperti yang sering kita dengarkan bahwa bangsa yang
besar adalah bangsa yang menghargai budanya. Atas kesadaran inilah penulis
membuat tulisan tentang kebudayaan Pakpak, khususnya teknik permainan
sarune..
Dalam tulisan ini, saya memfokuskan untuk membahas tentang teknik
dalam memainkan alat musik sarune Pakpak dan cara pembuatannya. Untuk itu
saya mimilih beberapa masyarakat Pakpak yang berprofesi sebagai pemusik
Pakpak dan menjadikannya sebagai sebagai informan pangkal yang dapat
membantu saya dalam mengkaji teknik permainan dan pembuatan sarune
Pakpak. Penulis berharap dengan penelitian dan tulisan yang dibuat dapat
memperkaya wawasan penulis dan pembaca tentang budaya Pakpak. Selain itu
penulis berharap pembaca dapat mengerti cara memainkan sarune Pakpak.
Untuk mendukung skripsi ini tentang sarune, penulis mencari informasi
tentang sarune kepada informan pangkal yaitu Bapak Pandapotan Solin. Beliau
adalah ketua di Sanggar Nina Nola yang memusatkan perhatian dan kegiatannya
pada kebudayaan tradisi Pakpak.
Selain memimpin sanggar, beliau juga mahir dalam memainkan alat

musik Pakpak begitu juga dengan membuatnya. Hampir seluruh alat musik yang
ada di sanggar tersebut adalah hasil karya beliau kecuali sarune Pakpak. Dari
4
Universitas Sumatera Utara

hasil perbincangan dengan beliau, maka didapat informasi bahwa ada seorang
pemain sarune yang telah lanjut usia. Menurut beliau, pemain sarune tersebut
adalah pemain sarune satu-satunya yang masih hidup. Berdasarkan informasi
inilah yang menjadi awal penelitian penulis dalam mengumpulkan informasiinformasi tentang sarune Pakpak.
Dengan latar belakang sarune Pakpak dalam kebudayaan seperti itu,
maka sangatlah tepat apabila dikaji teknik permainannya yang langka itu dikaji
memalui disiplin etnomusikologi. Disiplin ini adalah yang penulis pelajari
selama

beberapa

tahun

belakangan


ini,

tepatnya

sebagai

mahasiswa

Etnomusikologi angkatah tahun 2007. Penulis juga memiliki minat utama
terhadap praktik pertunjukan musik, yang diajarkan di institusi Etnomusikologi,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan.
Etnomusikologi adalah sebuah disiplin ilmu yang mengkaji musik dalam
konteks kebudayaan manusia (Merriam, 1964). Artinya jika seorang ahli
etnomusikologi mengkaji musik, maka ia akan selalu melihatnya dalam
perspektif kebudayaan di mana musik itu hidup, tumbuh, dan berkembang.
Musik bukan hanya fenomena bunyi yang dihasilkan manusia, tetapi musik
adalah bahagian dari fenomena manusia yang menghasilkan musik tersebut.
mengkaji musik dalam kebudayaan berarti juga mengkaji eksistensi manusia
yang menghasilkan musik tersebut. Tujuan akhir seorang etnomusikolog bukan
mengkaji musik sebagai bunyi dengan hukum-hukum internalnya sendiri, tetapi

adalah mengkaji manusia yang menghasilkan musik sedemikian rupa itu
memiliki jati diri atau identitas yang khas.
Sama halnya dengan ilmu-ilmu lain di dunia ilmu pengetahuan,
etnomusikologi memiliki wilayah atau jangkauan pengkajian. Seorang
5
Universitas Sumatera Utara

etnomusikolog mestilah paham tentang wilayah penyelidikan etnomusikologi.
Apa pun yang dikerjakan oleh etnomusikolog di lapangan, pada hakekatnya
ditentukan oleh rumusan metodenya sendiri dalam arti yang luas. Maka sebuah
penelitian etnomusikologis dapat diarahkan seperti perekaman suara musik, atau
masalah peran sosial pemusik di dalam masyarakat. Jikalau suatu penelitian
diarahkan kepada kajian mendalam di suatu daerah penelitian, dan jika peneliti
menganggap studi etnomusikologi bukan hanya sebagai kajian musik dari aspek
lisan, tetapi juga terhadap aspek sosial, kultural, psikologi, dan estetika—paling
tidak ada enam wilayah penyelidikan yang menjadi perhatian etnomusikologi
(Merriam 1964).
Yang pertama adalah kebudayaan material musik. Wilayah ini meliputi
kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yyang
biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon. Selain itu

pula, setiap alat musik harus diukur, dideskripsikan, dan digambar dengan skala
atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi,
metode dan teknik pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan
masalah teoretis perlu pula dicatat. Selain masalah deskripsi alat musik, masih
ada sejumlah masalah analisis lain yang dapat menjadi sasaran penelitian
lapangan etnomusikologi. Di antaranya adalah apakah terdapat konsep untuk
memperlakukan secara khusus alat-alat musik tertentu di dalam suatu
masyarakat? Adakah alat musik yang dikeramatkan? Adakah alat-alat musik
yang melambangkan jenis-jenis aktivitas budaya atau sosial alain selain musik?
Apakah alat-alat musik tertentu merupakan pertanda bagi pesan-pesan tertentu
pada masyarakat luas?

Apakah suara-suara atau bentuk-bentuk alat musik

6
Universitas Sumatera Utara

tertentu berhubungan dengan emosi-emosi khusus, keberadaan manusia,
upacara-upacara, atau tanda-tanda tertentu?
Nilai ekonomi alat musik juga penting dikaji dalam etnomusikologi.

Mungkin ada beberapa spesialis yang mencari nafkahnya dari membuat alat
musik. Apakah ada atau tidak spesialis pada suatu masyarakat? Apakah proses
pembuatan alat musik melibatkan waktu pembuatnya? Alat musik dapat dijual
dan dibeli, dapat dipesan; dalam keadaan apa pun, produksi alat musik
merupakan bagian dari kegiatan ekonomi di dalam masyarakatnya secara luas.
Alat musik mungkin dianggap sebagai lambang kekayaan; mungkin dimiliki
perorangan; jika memilikinya mungkin diakui secara individual akkan tetapi
untuk kepentingan praktis diabaikan; atau mungkin alat-alat musik ini menjadi
lambang kekayaan suku bangsa atau desa tertentu. Penyebaran alat musik
mempunyai makna yang sangat penting di dalam kajian-kajian difusi dan di
dalam rekonstruksi sejarah kebudayaan, dan kadang-kadang dapat memberi
petunjuk atau menetukan perpindahan penduuduk melalui studi alatmusik.
Kategori kedua adalah kajian tentang teks nyanyian. Kajian ini meliputi
kajian teks sebagai peristiwa linguistik, hubungan linguistik dengan suara musik,
dan berbagai masalah isi yang dikandung oleh teks tersebut. Masalah hubungan
antara teks dengan musik telah banyak diteliti di dalam etnomusikologi karena
memberi manfaat yang jelas. Namun hingga kini belum pernah dilakukan kajian
yang menggunakan linguistik modern dan teknik-teknik etnomusikologis.
Teks nyanyian mengekspresikan perilaku kebahasaan yang dapat dianalisis
dari sudut struktur dan isi.


Bahasa teks nyanyian cenderung mempunyai

perbedaan sifat dengan ungkapan harian, dan kadangkala, seperti pada namanama pujian, atau bunyi pertanda gendang, teks tersebut merupakan bahasa
7
Universitas Sumatera Utara

“rahasia” yang hanya diketahui sekelompok tertentu saja dari masyarakatnya.
Dalam teks nyanyian, bahasa yang digunakan sering lebih elastis dibandingkan
dengan bahasa sehari-hari, dan bahasa tersebut tidak hanya mengungkapkan
proses kejiwaan seperti pengendoran tekanan, akan tetapi juga informasi tentang
sifat yang tidak mudah diungkapkan. Dengan alasan yang sama, teks nyanyian
sering mengungkapkan nilai-nilai yang dalam dan tujuan-tujuan yang hanya
boleh dinyatakan dalam keadaan terpaksa di dalam ungkapan sehari-hari. Hal ini
selanjutnya dapat mengarahkan kepada kepekaan terhadap simbol yang
mengandung etos dari suatu kebudayaan, atau terhadap suatu jenis generalisasi
karakter nasional. Pemahaman mengenai perilaku ideal dan nyata sering dapat
diungkap mellaluiteks nyanyian, dan akhirnya teks juga digunakan sebagai
catatan sejarah bagi kelompok tertentu, sebagai cara-cara untuk menanamkan
nilai-nilai, dan sebagai cara untuk membudayakan generasi muda.
Aspek ketiga adalah meliputi kategori-kategori musik yang dibuat oleh
peneliti yang sesuai dengan kategori yang berlaku dalam kelompok tersebut. Di
dalam hubungan ini tentunya peneliti menyusun acara rekamannya, yang
diklasifikasikan utuk menyertakan contoh-contoh akurat dari semua jenis musik
di dalam situasi-situasi pertunjukan yang direncanakan dan dipertunjukkan
sebenarnya.
Pemain musik atau musisi dapat menjadi sasaran keempat bagi
etnomusikolog. Dari sekian hal yang penting adalah latihan untuk menjadi
pemusik. Apakah seseorang dipaksa oleh masyarakatnya untuk menjadi
pemusik, atau ia memilih sendiri karirnya

sebagai pemusik?

Bagaimana

metode latihannya, apakah sebagai pemain musik potensial yang mengandalkan
kepada kemampuan sendiri; apakah ia mendapatkan pengetahuan dasar tentang
8
Universitas Sumatera Utara

teknik memainkan alat musiknya atau teknik menyanyi dari orang lain, atau
apakah ia menjalani latihan yang ketat dalam waktu tertentu?

Siapa saja

pengajarnya, dan bagaimanakan metode mengajarnya? Hal ini mengarahkan
kepada masalah profesionalisme dan penghasilan. Sebuah masyarakat mungkin
saja membedakan beberapa tingkatan kemampuan pemusik, membuat klasifikasi
dengan istilah-istilah khusus, dan memberikan penghargaan tertinggi kepada
sesuatu yang dianggap benar-benar profesional; atau pemusik dapat saja tidak
dianggap sebagai spesialis. Bentuk dan cara memberi penghargaan dapat sangat
berbeda untuk setiap masyarakat, dan dapat terjadi bahwa pemusik sama sekali
tidak mendapat bayaran.
Wilayah studi kelima adalah mengenai penggunaan dan fungsi musik
dalam hubungannya dengan aspek budaya lain. Informasi yang kita dapatkan,
menunjukkan bahwa didalam hubungan dengan penggunaan, musik meliputi
semua aspek masyarakat; sebagai perilaku manusia, musik dihubungkan secara
sinkronik dengan perilaku lainnya, termasuk religi, drama tari, organisasi sosial,
ekonomi, struktur politik, dan berbagai aspek lainnya. Dalam mengadakan studi
tentangmusik, peneliti dipaksa untuk mengadakan pendekatan budaya secara
lengkap dalam mencari hubungan musik, dan di dalam maknanya yang dalam, ia
mengetahui bahwa musik mencerminkan kebudayaan, sedangkan musik menjadi
bagiannya.
Fungsi musik di dalam masyarakat merupakan objek penyelidikan lain
dari penyelidikan tentang penggunaan tersebut, karena penelitiannya diarahkan
kepada masalah-masalah yang jauh lebih dalam. Telah dinyatakan bahwa salah
satu fungsi utama musik adalah untuk membantu mengintegrasikan masyarakat,
suatu proses yang secara kontinu dilakukan di dalam kehidupan manusia.
9
Universitas Sumatera Utara

Fungsi lain adalah untuk melepaskan tekanan-tekanan jiwa. Perbedaan antara
penggunaan dan

fungsi

musik

belum banyak

dibicarakan

di dalam

etnomusikologi, dan studi-studi pada wilayah yang luas cenderung untuk
memusatkan kepada masalah pertama dan mengenyampingkan masalah yang
kedua. Studi-studi tentang fungsi jauh lebih menarik di antara keduanya, oleh
karena studi tersebuts eharusnya mengarahkan kepada pengertian yanglebih
dalam tentang mengapa musik merupakan suatu gejala universal dii dalam
masyarakat.
Akhirnya, keenam, peneliti lapangan dapat mempelajari musik sebagai
aktivitas kreatif di dalam kebudayaan. Yang penting di sini adalah tahap-tahap
dari studi musik yang memusatkan pada konsep-konsep musik yangdigunakan di
dalam masyarakat yang sedang diteliti.

Yang mendasari semua pertanyaan

adalah berbagai masalah perbedaan yang dibuat oleh pemusik dan bukan
pemusik di antara apa yang dianggap musik dan bbukan musik, merupakan
sasaran yang baru mendapatkan sedikit perhatian di dalam etnomusikologi. Apa
sumber-sumber musik itu? Apakah musik disusun hanya melalui perantaraan
bantuan dan persetujuan manusia super, atau apakah musik merupakan gejalagejala manusia biasa? Bagaimana nyanyian-nyanyian baru muncul? Apabila
penyusun musik mempunyai status tinggidi dalam masyarakat, bagaimana ia
menyusun musik, dan bagaimana pendapatnya tentang proses penyusunan
musik? Ukuran-ukuran kemampuan di dalam pertunjukan adalah penting sekali
karena melalui pengertian ukuran ini peneliti dapat melihat musik yang baik dan
buruk serta dapat melihatnya dengan cara-cara yang digunakan di dalam
masyarakat. Masalah-masalah ini mengarahkan kepada evaluasi rakyatnya dan
evaluasi analitis dari suatu teori tentang musik di dalam masyarakat tersebut;
10
Universitas Sumatera Utara

juga mengarahkan kepada berbagai masalah khusus di mana bentuk
divisualisasikan sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasikan, dan terhadap
apakah aspek-aspek bentuk seperti interval musik atau pola-pola ritme inti
khusus digunakan di dalam pemikiran pemusik dan bukan pemusik.
Kajian terhadap teknik bermain sarune Pakpak, sesuai dengan penjabaran
Merriam tentang wilayah studi etnomusikologi adalah berada pada aspek
keempat yaitu dalam tema pemusik. Dalam kaitan ini tentu saja bagaimana
keadaan pemain sarune yaitu Bapak

Kerta Sitakar, sebagai pemain sarune

Pakpak yang “langka.” Penelitian ini, sesuai dengan arahan Merriam di atas,
adalah mengenai aspek-aspek lebih lanjut di bawah tema musisi.
Di antaranya adalah apakah Bapak Kerta Sitakar dipaksa oleh
masyarakatnya (yaitu etnik Pakpak) untuk menjadi pemusik, atau sebaliknya ia
memilih sendiri karirnya sebagai pemusik yaitu pemain sarune? Lebih jauh
bagaimana metode latihan Bapak Kerta Sitakar, apakah sebagai pemain musik
potensial yang mengandalkan kepada kemampuan sendiri; apakah Bapak Kerta
Sitakar mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik memainkan sarune
Pakpak dari orang lain, atau apakah ia menjalani latihan yang ketat dalam waktu
tertentu?

Siapa saja pengajarnya, dan bagaimanakan metode mengajarnya?

Inilah pertanyaan-pertanyaan yang kemudian penulis dalami dalam penelitian
lapangan.
Dengan latar belakang keberadaan sarune, Bapak Sitakar sebagai
pemainnya, dan disiplin etnomusikologi sebagai dasar dalam mengkaji
permainan sarune Bapak Sitakar, maka penelitian ini diberi judul: “Teknik
Bermain Sarune pakpak oleh Bapak Kerta Sitakar.” Fokus kajian ini adalah pada
teknik yang dilakukannya secara etnosains, yaitu menurut ilmu yang didapatinya
11
Universitas Sumatera Utara

secara emik dari guru-guru terdahukkunya, dan pengalamannya sebagai pemain
sarune Pakpak.

1.2 Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan dalam penelitian ini ditentukan agar tidak meluas
dan melebar. Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah: bagaimana teknik memainkan sarune Pakpak oleh Bapak Kerta
Sitakar? Pokok masalah ini akan dibantu oleh dekripsi sia itu Bapak Kerta
Sitakar, bagaiman ia memperoleh teknik permainan itu, apakah ada gurunya
yang khusus, atau ia belajar sendiri secara otodidak, atau bagaimana masyarakat
Pakpak secara umum memandang belaiau sebagai pemusik, dan aspek-aspek
sejenis.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan
Penelitian yang akan dilakukan penulis merupakan salah satu kajian
yang dilatarbelakangi oleh disiplin etnomusikologi. Jika kita menelaah arti dari
etnomusikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan suatu suku
bangsa yang dilihat dari aspek musikalnya, maka penulis menjadikan arti
tersebut menjadi landasan penelitian dalam mencapai tujuan dari penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah yang utama untuk
mendapatkan pengetahuan secara emik (pendapat informan kunci) sekitar teknik
bermain sarune Pakpak yang dipertunjukkan oleh Bapak Kerta Sitakar.

12
Universitas Sumatera Utara

1.3.2 Manfaat
Penelitian ini bermanfaat sebagai usaha untuk menambah wawasan
tentang kebudayaan suku Pakpak. Manfaat lainnya yang dapat diperoleh dalam
penelitian ini antara lain sebagai suatu pengetahuan dan informasi bagi
mahasisiwa yang akan mendalami penelitian tentang Pakpak. Sebagai bahan
acuan dalam penulisan yang berikutnya tentang musik Pakpak.
Selain itu, diharapkan dari penelitian ini para pembaca dapat mengetahui
bagaimana teknik permainan sarune Pakpak. Dalam hal ini penulis melakukan
penelitian untuk mengetahui teknik memainkan sarune Pakpak sesuai dengan
judul skripsi ini.
Selanjutnya, tulisan ini dapat menjadi dokumentasi dalam bentuk karya
tulis guna menambah referensi di Departemen Etnomusikologi, tentang musik
Pakpak. Juga sebagai pengaplikasian ilmu yang telah diperolah penulis selama
mengikuti pendidikan di Departemen Etnomusikologi.

1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Konsep Mely G.Tan, dalam Koentjaraningrat (1985:21) mengatakan
konsep merupakan suatu defenisi secara singkat dari sekelompok fakta atau
gejala. Konsep juga merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep
menentukan variabel-variabel yang di inginkan untuk menemukan hubungan
empiris dan dikemukakan lagi oleh Mardalis yang mengatakan bahwa konsep
adalah suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang perlu
dirumuskan (2003:46).

13
Universitas Sumatera Utara

Adapun konsep yang penulis perlu jelaskan dalam konteks penelitian ini
adalah tentang: (a) teknik, (b) permainan, dan (c) sarune Pakpak. Dalam Kamus
Besar bahasa Indonesia (1988) dijelaskan bahwa yang dimasud dengan teknik
adalah cara. Istilah ini adalah unsure serapan yang berasal dari bahasa Inggris.
Teknik dalam bermain sarune Pakpak ini mencakup bagaimana meniupnya,
menghasilkan nada-nada, improvisasi, permainan lagu, dan hal-hal sejenis.
Selanjutnya yang dimaksud dengan permainan dalam tulisan ini adalah
penyajian sarune Pakpak dalam pertunjukan yang didasari oleh nilai-nilai
penyajiannya secara tradisional, yaitu turun temurun dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Penyajian yang dimaksud adalah mengutamakan penyajian
bunyi musik, yang juga disertai dengan penyajian visualnya.
Selanjutnya yang dimaksud dengan sarune Pakpak, adalah mengacu
kepada kebberadaan alat musik ini di tengah-tengah kebudayaan Pakpak. Sarune
Pakpak adalah salah satu alat musik tradisional dalam kebudayaan Pakpak, yang
masuk ke dalam kategori musik tiup. Alat musik ini berdasarkan pendekatan
etnomusikologi dapat diklasifikasikan sebagai aerofon, berlidah ganda, jenis
shawm.

1.4.2 Teori
Koentjaraningrat (1973:10) mengatakan bahwa teori adalah alat yang
terpenting dari suatu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang
serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan. Teori adalah
landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah
rujukan utama dalam memecahkan maslaah penelitian di dalam ilmu
pengetahuan. Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis
14
Universitas Sumatera Utara

menggunakan

beberapa

teori

yang

berhubungan

dengan

pokok-pokok

permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini.
Adapun teori yang menjadi landasan penulis dalam melakukan tulisan ini
adalah dengan menggunakan teori etnosain (ethnoscience). Yang dimaksud teori
etnosains dalam skripsi ini adalah mengutip pendapat Ihromi (1980) yang
menyatakan bahwa teori etnosains adalah teori yang mendasarkan kajian dengan
p0engungkapan yang dilakukan oleh informan atau masyarakat pendukungnya.
Analisis etnosains ini sebaiknya tidak begitu mengelaborasikan pendapatpendapat sepihak dari peneliti, tanpa memperhatian pengetahuan yang terdapat
di balik pemikiran masyarakat pendukung kebudayaan yang diteliti tersebut.
Sebagai tambahan teori, penulis memakai pendekatan teori klasifikasi
alat-alat musik yang dikemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961) yaitu
tentang sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar bunyi
utama. Sistem pengklasifikasian ini dibagi menjadi empat bagian yaitu:
1.

Idiofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyi dihasilkan
oleh badan alat musik itu sendiri,

2.

Aerofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyi dihasilkan
oleh udara,

3.

Membranofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyinya
dihasilkan oleh kulit atau membrane, dan

4.

Kordofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyinya
dihasilkan oleh senar atau dawai.
Dari teori di atas maka penulis menklasifikasikan sarune Pakpak

termasuk kedalam klasifikasi alat musik aerofon karena sarune merupakan alat

15
Universitas Sumatera Utara

musik yang materi penghasil bunyinya dihasilkan oleh hembusan ataupun tiupan
udara dari mulut pemainnya.

1.5 Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian perlu dibuat metode yang bertujuan sebagai cara
yang akan ditempuh peneliti sebelum ataupun saat berapa di lapangan
penelitiannya. Untuk itu dalam penelitian ini, penulis juga memerlukan beberapa
metode yang dapat mendukung pembuatan karya tulis ini. Dari berbagai metode
yang dicetuskan oleh beberapa ahli, maka penulis mendapatkan beberapa ahli
yang mencetuskan metode yang berhungan dengan penelitian ini.
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode pendekatan
kualitatif yang mengutamakan kualitas data. Data yang disajikan dalam bentuk
kata-kata atau kalimat dan datanya adalah data sekunder seperti dokumen dan
dalam penelitian-penelitian yang menggunakan metode pengamatan terlibat atau
participant observation (M. Sitorus 2003).
Menurut Nettl (1964:62-64) yaitu terdapat dua hal yang sangat esensial
untuk melakukan aktivitas penelitian dalam disiplin ilmu etnomusikologi yaitu
kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan
mencakup pengamatan awal, dokumentasi foto, audio, atau audiovisual. Selain
itu juga mencakup wawancara dengan para informan, perekaman wawancara,
penyebaran kuesioner, dan hal-hal sejenis. Dalam penelitian laboratorium
termasuklah analisis data, transkripsi bunyi musik, transkripsi wawancara,
penulisan laporan penelitian, dan hal-hal sejenis.
Kerja lapangan yang dimaksud yaitu meliputi pemilihan informan yang
memiliki informasi cukup banyak tentang objek penelitian, pendekatan internal
16
Universitas Sumatera Utara

maupun eksternal dalam arti melakukan pendekatan dengan cara membaur
dengan masyarakat pendukung dari objek penelitian, pengumpulan data baik
melalui dokumentasi ataupun wawancara sedangkan keja laboratorium adalah
mengolah data yang didapat dari penelitian lapangan untuk dianalisa sehingga
memperoleh hipotesa dan juga dapat menyimpulkan hasil penelitian.

1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi penelitian sangat berhubungan dalam memperoleh data.
Untuk itu lokasi penelitian harus sesuai dengan tujuan penelitian dan juga dapat
mewakili keseluruhan wilayah dari objek penelitian.
Maka penulis menentukan lokasi penelitian didesa sukaramai kecamatan
Raja kabupaten Pakpak Bharat dikarenakan bahwa desa tersebut merupakan
tempat informan berada dan juga memiliki beberapa informasi yang dibutuhkan
dan juga didesa tersebut merupakan domisili pemusik tradisi Pakpak.

1.7 Pemilihan Informan
1.7.1 Informan Kunci
Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu menentukan
informan pangkal yang memiliki informasi tentang apa dan siapa saja yang
memiliki infomasi lainnya untuk keperluan penelitian. Dari beberapa
narasumber ataupun informan yang didapat dari informan pangkal maka penulis
menentukan informan kunci. Menurut penulis informan pangkal yang menjadi
awal informasi tentang sarune Pakpak ini ialah bapak Kerta Sitakar, yang
kemudian dari hasil perbincangan itulah sehingga penulis mendapatkan

17
Universitas Sumatera Utara

informasi tentang keberadaan pemain sarune Pakpak dan menjadikan nya
sebagai informan kunci.
Informan kunci inilah yang diharapkan dapat memberikan kontribusi
pamahaman tentang budaya Pakpak. Pemahaman dan data tersebut berguna
sebagai referensi penulis dalam membahas masalah yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini.

1.7.2 Informan Tambahan
Informan tambahan adalah segala sesuatu baik manusia ataupun benda
yang dapat memberikan informasi tambahan tentang objek penelitian. Informasi
yang didapat dari informan tambahan dapat menambahkan referensi data bagi
penulis. Didalam masa observasi penulis tidak banyak memperoleh keterangan
tentang sarune dari informan tambahan, hak ini mungkin disebabkan masih
sedikit masyarakat yang tahu tentang sarune Pakpak.

1.8 Studi Kepustakaan
Penulis melakukan studi kepustakaan yaitu dengan menelaah sejumlah
buku tentang budaya Pakpak. Selain itu penulis juga membaca artikel-artikel
tentang Pakpak yang diperoleh dari beberapa penulis skripsi tentang Pakpak
terdahulu. Dari beberapa buku inilah penulis menggali informasi awal tentang
masyarakat Pakpak. Informasi tersebut akan menjadi awal pengetahuan penulis
dalam mempelajari budaya tersebut, juga digunakan sebagai bahan referensi
dalam penulisan skripsi.

18
Universitas Sumatera Utara

1.9 Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan berarti dalam mengumpulkan data peneliti langsung
mendatangi objek penelitian. Adapun macam-macam penelitian lapangan
tersebut adalah sebagai berikut.

1.9.1 Observasi
Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan
data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
penginderaan. Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai
alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman,
mulut dan kulit (Burhan Bungin,2007:115).
Untuk itulah penulis langsung mendatangi daerah Pakpak bharat dan
melakukan interaksi kepada narasumber maupun masyarakat yang ada disana.

1.9.2 Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau
pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat
yang dinamakan interview guide atau panduan wawancara (Moh. Nazir, 1988:
234). Wawancara merupakan suatu proses interaksi yang dilakukan dengan cara
berdialog. Wawancara tidak dapat dilakukan hanya kepada 1 narasumber untuk
itu penulis berinisiatif melakukan wawancara kepada beberapa orang penatua
dan pemusik Pakpak lainnya guna mendapat “koherensi” informasi.dengan
melakukan wawancara kepada beberapa orang tersebut penulis dapat
menyimpulkan tentang kebenaran informasi yang diberikan oleh informan kunci.
19
Universitas Sumatera Utara

Metode wawancara yang digunakan penulis adalah metode wawancara
berstruktur, tidak berstruktur. Sebelum melakukan wawancara penulis membuat
“draft” pertanyaan. Pertanyaan inilah yang akan disampaikan penulis kepada
narasumber. Saat memberikan pertanyaan ini, infoman kunci yaitu bapak Kerta
Sikatar menjawab sekaligus menjelaskan secara detail pertanyaan yang penulis
berikan. Begitu juga dengan informan tambahan, beliau juga menjelaskan dan
menambahi penjelasan dari bapak kerta sikatar.
Untuk selanjutnya penulis akan mengadakan penelitian langsung dengan
informan kunci tanpa didampingi informan pangkal dan diharapkan penulis
dapat menggali lebih banyak lagi tentang biografi dan kehidupan sang informan
kunci.

1.9.3 Perekaman atau Dokumentasi
Untuk mendokmentasikan penelitian,penulis mengunakan kamera digital,
handycam dan debuah laptop. Alat ini berguna untuk meliput wawancara dan
merekam kejadian pada saat penelitian yang meliputi pertunjukan musik team
musik sanggar nina nola, permainan sarune dan mendokumentasikannya.

1.9.4 Analisis Laboratorium
Seluruh data dan informasi yang didapat selama penelitian diolah dan
saring dalam kerja laboratorium sehingga menghasilkan data yang sesuai objek
penelitian untuk penulisan skripsi. Data yang digunakan dalam penulisan ini
adalah data yang sesuai dengan disiplin ilmu Etnomusikologi. Setelah data
dikumpulkan maka langkah selanjutnya adalah proses analisis data.

20
Universitas Sumatera Utara

Analisis data yang penulis lakukan adalah mentranskripsi dan
menganalisis melodi sarune yang disajikan oleh Bapak Kerta Sitakar. Selain itu
adalah memindahkan foto dari kamera ke dalam format computer. Foto-foto ini
dimasukkan ke dalam bahagian kajian penelitian ini. Selanjutnya adalah
menguraikan data-data lapangan, ke dalam bentuk tulisan, yang secara umum
adalah menggunakan bahasa Indonesia.

21
Universitas Sumatera Utara