Pemikiran Pancasila Mohammad Yamin SEJARAH PELAKSANAAN DAN AMANDEMEN UUD 1945

C. Pancasila atau Islam: Gagasan Dasar Negara Mohammad Natsir

Persatuan agama dengan Negara. Pandangan Mohamnad Natsir tentang dasar Negara bagi Indonesia lebih terfokus pada kemungkinan dasar Negara Islam. Kecenderungan terhadap Islam sebagai satu-satunya dasar Negara bagi Indonesia ini sesungguhnya sudah tercermin sejak jauh sebelum Indonesia merdeka. Tepatnya ketika terjadi polemik dengan Soekarno tentang hubungan agama dengan Negara Soekarno memiliki pandangan bahwa Negara dengan agama harus dipisahkan, sementara Natsir berpandangan bahwa agama dengan Negara harus bersatu. Natsir berpendapat dalam menyusun sebuah pemerintahan, Islam meletakkan dasar- dasarnya secara dinamis. Natsir menunjukkan adanya keselarasan konsep-konsep pemerintahan Islam dengan fenomena kehidupan masyarakat yang terus berkembang, bahkan karena kedinamisannya itu, Islam tidak pernah mengenal kepala Negara sebagai seorang yang diangkat atas nama Tuhan. Itulah sebabnya umat Islam di Indonesia bisa menerima Pancasila sebagai dasar Negara, kendati hal itu dilakukan karena Pancasila memang menjadi satu-satunya alternatif. Natsir meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya faham yang telah menjadi kekuatan bagi kehidupan dan perjuangan bagian terbesar rakyat Indonesia. Islam adalah faham yang telah menjiwai bangsa Indonesia. Didalam Islam terdapat fungsi memimpin, memberikan bimbingan, memenuhi kebutuhan, dan menyelamatkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Fungsi- fungsi itulah yang diperlukan bagi terselenggaranya pemerintahan Negara. Suatu Negara akan mampu melakukan kewajiban secara maksimal jika telah mempunyai dasar-dasar yang kuat dan mengakar dalam pikiran, perasaan, dan kepercayaan rakyatnya. Oleh karena itu, dengan dasar Negara Islam, suatu Negara akan dengan mudah menyelesaikan persoalan-persoalan pemerintahan dan kemasyarakatan. Tetapi usaha Natsir untuk menerapkan Islam sebagai dasar Negara dalam sidang-sidang konstituante memang tidak membawa hasil yang semestinya, setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan dekrit itu, Presiden membubarkan konstituante dan kembali kepada UUD 1945.

D. Pemikiran Pancasila Mohammad Yamin

Dalam Pidatonya, Mohammad Yamin menyampaikan beberapa ususlan lima untuk dijadikan dasar Negara, yaitu: 1 Peri Ketuhanan. Ketuhanan sendiri bukanlah dasar, melainkan pengakuan kepada Ke- Tuhanlah yang menjadi dasar Negara. Ketuhanan yang dimakssud adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, Tuhan yang Maha Esa, Tunggal dan tidak bersadasarkan pada prinsip-prinsip Monotheisme ketuhanan yang satu, bukan Polytheisme kedewaan yang banyak, apalagi Atheisme tidak bertuhan. 2 Peri-Kemanusiaan. Dasar ini merupakan suatu tinjauan hidup, bahwa manusia seluruh dunia adalah sama-sama mahluk Tuhan. Sikap Ruhani yang demikian mengatasi sikap kebangsaan yang sempit dan mengatasi segala perasaan yang terikat kepada perbatasan bangsa dan Negara. 3 Kerakyat demokrasi. Demokrasi, menurut Mohammad Yamin adalah dasar pembentukan pemerintahan dan masyarakat yang didalamnya kekuasaan memerintah atau mengatur dipegang secara sah, tidak hanya oleh satu atau beberapa golongan saja, melainkan oleh segala anggota masyarakat. 4 Kebangsaan Indonesia Nasionalisme. Nasionalisme Indonesia yang dinyatakan pada permualaan Konstitusi ini ialah Nasionalisme persatuan unitarisme, bukan Nasionalisme Federalisme. Nasionalisme Indonesia juga menghendaki Kemerdekaan yang penuh bagi seluruh daerah dan rakyat Indonesia. 5 Keadilan Sosial. Keadilan Sosial bertujuan melaksanakan kesejahteraan umum bagi seluruh warga Negara. Baik dalam bidang politik maupun ekonomi. Demokrasi politik member hak yang sama kepada semua warga Negara dalam penyelenggaraan pemerintahan, menjadi pegawai dalam berbagai jawatan dan lembaga maupun dalam bentuk pembelaan terahardap tanah air. BAB XI REFORMASI INDONESIA

A. Pengertian, Tujuan, dan Syarat Reformasi

a. Pengertian Reformasi

Dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan hidup bernegara Republik Indonesia termasuk jalannya ketatanegaraan, bangsa Indonesia telah mengalami momen sejarah baru, yaitu reformasi. Gerakan reformasi terjadi sebagai akibat krisis yang bersifat multidimensi di seluruh Negara Indonesia yang menyangkut segenap bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial budaya, maupun keamanan dan ketertiban. Diikuti pula oleh kondisi yang sangat rawan sebagai akibat perbedaan yang sangat tajam antara golongan yang diatas pemegang tampuk kekuasaan dengan rakyat yang mengalami kehidupan yang sangat menderita, tertekan, dan tidak berdaya. Berangkat dari keprihatinan moral yang dalam atas berbagai krisis di dalam negeri yang diakibatkan membumbung tingginya harga pokok kehidupan masyarakat, merajalelanya korupsi, kolusi dan nepotisme serta tingkah laku kepemimpinan yang sangat menyimpang dari tatanan kehidupan, dimulailah gerakan reformasi yang diprakarsai oleh para mahasiswa yang selanjutnya melibatkan lembaga sosial masyarakat serta akhirnya menyangkut seluruh lapisan masyarakat. Lebih tergugah lagi dengan terjadinya tragedi 12 Mei 1998, selain pengorbanan jiwa raga dan harta benda maka merebaklah semangat reformasi ke seluruh lingkup kehidupan masyarakat untuk mengakhiri kekuasaan orde baru. Secara umum reformasi di Indonesia dapat diartikan sebagai melakukan perubahan kea rah yang lebih baik dengan cara menata ulang hal-hal yang telah menyimpang dan tidak sesuai lagi dengan kondisi dan struktur ketatanegaraan dalam kehidupan berbangsa d.an bernegara

b. Tujuan Reformasi

Tujuan reformasi dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru dalam kehidupan berbangsaan bernegara. 2. Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk perundangan dan konstitusi yang menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita seluruh masyarakat bangsa 3. Melakukan perbaikan di segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomim sosial budaya, maupun pertahanan keamanan. 4. Mengapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam masyarakat bangsa yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN, kekuasaan sewenang- wenangotoriter, penyimpangan dan penyelewengan yang lain dan sebagainya.

c. Syarat-syarat Reformasi

Adapun ketentuan atau syarat-syarat yang bisa menyatakan suatu kondisi reformasi adalah sebagai adalah berikut; 1. Telah terjadi penyimpangan dan penyelewengan dalam pelaksanaan kehidupan di bidang ketatanegaraan, termasuk bidang perundang-undangan dan hukum. 2. Penyelenggara Negara telah menggunakan kewenagannnya secara semena-menaotoriter di luar etika kenegaraan melalui tindakan-tindakan yang merugikan dan menekan kehidupan rakyat keseluruhan. 3. Telah semakin melemahnya kondisi kehidupan ekonomi seluruh warga masyarakat bangsa sebagai akibat krisis multidimensi yang berkepanjangan dan terus-menerus 4. Perlunya langkah-langkah penyelamatan dalam segenap bidang kehidupan, khususnya yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak. 5. Reformasi harus menggunakan landasan kerohanian berupa falsafah dasar Negara Indonesia.

B. Dampak Reformasi

1. Dampak negatif

Agenda reformasi telah ditetapkan melalui berbagai ketetapan MPR dan berbagai produk perundang-udangan yang baru, tetapi setelah berlangsung lebih dari 10 tahun lamanya, terasa bahwa reformasi berjalan secara belum terarah. Bila dinilai kembali kepada kondisi sebelum reformasi maka tampak bahwa kekuasaan yang pada wkatu dulu bersifat orotiter, sekarang harus bersifat demoratis, pemerintahan yang terpusat harus menjadi desentralisasi. Pemerintahan yang bersifat tertutup dan penuh larangan serta pengawasan seharusnya lebih terbuka, transparan, serta kebebasan. Rasionalitas dan objektivitas telah tersisihkan sehingga muncul egoism, perseorangan maupun kelompok tanpa mengidahan etika, moral, norma, dan hukum yang ada. Politik kekerasan banyak bermunculan dan berkembang mewarnai kehidupan baru dalam masyarakat sehingga sulit mengatasi maupun kehidupan bermasyarakat bangsa dan bernegara. Oleh karena itu, hal-hal seperti ini harus segera diatasi dan dihapuskan.

2. Dampak postif

Dampak positif reformasi dapat kita rasakan dan kita saksikan melalui berita-berita media massa, serta surat kabar dan internet maupun pendapat-pendapat pengamat bidangnya. Musnculnya suasana baru yang bisa kita saksikan diantaranya terdapatnya kebebasan pers, kebebasan akademis, kebabasan berorganisasi dan lain-lain yang selama ini belum pernah ada, termasuk kebebasan pemikiran dalam memperjuangkan pembebasan tahanan politik maupun narapidana politik, hal ini bisa dinilai sebagai lambang dari suatu kebebasan berpolitik di Indonesia. Timbulnya kesadaran baru masyarakat bisa bertindak dan berbuat sesuatu serta melakukan perubahan-perubahan diantaranya pendobrakan atas rasa ketakutan berpolitik, terhadap proses pembodohan yang telah berlangsung hampir lebih dari tiga puluh tahun. Memang, sebelum gerakan reformasi dimulai maka semua orang merasakan kelemahan tidak bisa berbuat apa pun tanpa daya dan takut berpolitik, berpendapat, dan berbicara. Namum, dengan pengalaman baru bereformasi, masyarakat Indonesia, khususnya para mahasiswa, mulai sadar dan memiliki serta dapat memperjuangkan politik mereka yang benar-benar dapat membawa ke arah perubahan yang positif, kesadaran baru ini penting sekali artinya dalam rangka perjuangan selanjutnya menuju reformasi yang total dan menyeluruh.

3. Hasil Reformasi

Reformasi memang bukan hal yang mudah dalam pencapaiannyam tetapi juga cukup banyak makan waktu. Berbagai macam paradox kita hadapi dan saksikan bersama. Banyak sorotan tajam dari masyarakat luas dewasa ini, yaitu penegakan hukum, pencegahan maupun penindakan terhadap KKN lama maupun yang muncul semasa reformasi karena hal tersebut menyangkut dan berkaitan dengan ketertiban keamanan masyarakat, termasuk perlindungan terhadap para investor asing yang diharapkan ditangani secara serius oleh para pelaksana reformasi, khususnya para penguasa yang kompeten. Disamping itu, sangat didambakan lahirnya good governance yang mampu manangani segenap permasalahan krisis yang belum usai. Hal ini juga akan dibantu oleh seluruh public melalui organisasi kemasyarakatan dan organisasi non pemerintah yang pada dewasa ini belum banyak menyadari keberadaan ruang public yang diperuntukan bagi mereka dalam beraksi dan berkarya ikut membangun dan memperluas kemampuan good governance tersebut. Untuk melihat hasil reformasi diharapkan munculnya seorang pemimpin yang mampu menangani permasalahan yang sedang dihadapi bersama secara nasional, juga sanggup memberikan kepemimpinan yang benar-benar efektif dan dapat diterima seluruh rakyat tentu melalui visi dan misi serta program-program yang betul-betul dapat dilaksanakan dengan sebaik- baiknya dan penuh tanggung jawab.

4. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi

Sebagai suatu paradigm, Pancasila merupakan model atau pola berpikir yang mencoba memberikan penjelasan atas kompleksitas realitas sebagai manusia personal dan komunal dalam bentuk bangsa. Yang menjadi paradigm justru sula-silanya karena sila-sila tersebut mengandung sejumlah nilai yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Pancasila sebagai paradigm juga berada pada posisi pembangunan nasional yang meliputi segenap bidang kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, juga di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta hukum dan hak asasi manusia, disamping yang lain. Di bidang politik, Pancasila menjadi menjadi kerangka acauan, kerangka proses, tandan kerangka arah tujuan dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam rangka melakukan pembangunan politik. Pancasila juga melakukan pemikiran, gagasan, konsep, evaluasi, serta tindak lanjut bagi bidang politik kenegaraan. Pancasila juga merupakan landasan dan dasar Negara, dengan dijiwai oleh nilai kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan politik demokrasi. Dalam bidang pembangunan nasional bidang ekonomi, pemerintah harus mengarah lebih memperhatikan kepentingan rakyat, karena sifat BAB XII Aktualisasi Pancasila dalam Lingkungan Perguruan Tinggi

1. Pemahaman Aktualisasi

Aktualisasi adalah sesuatu mengaktualkan. Dalam masalah ini adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila itu benar-benar dapat tercermin dalam sikap dan perilaku dari seluruh warga Negara, mulai dari aparatur dan pimpinan nasional sampai kepada rakyat biasa. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memerlukan kondisi dan iklim yang memungkinkan segenap lapisan masyarakat yang dapat mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dan dapat terlihat dalam perilaku yang sesungguhnya, bukan hanya sekedar lips service untuk mencapai keinginan pribadi dengan mengajak orang lain mengamalkan nilai-nilai Pancasila, sementara perilaku sendiri jauh lebih dari nilai-nilai Pancasila yang sesungguhnya. Oleh sebab itu, merealisasikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara sesungguhnya dapat dilakukan melalui cara-cara berikut ini: a Aktualisasi Pancasila secara objektif, yaitu melaksanakan Pancasila dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara meliputi eksekutif, legislative dan yudikatif dan dalam bidang kehidupan kenegaraan lainnya. b Aktualisasi Pancasila secara subjektif, yaitu pelaksanaan Pancasila dalam setiap pribadi, perseorangan, warga Negara, dan penduduk. Pelaksanaan Pancasila secara subjektif sangat ditentukan oleh kesadaran, ketaatan, serta kesiapan individu untuk mengamalkan Pancasila.

2. Tridarma Perguruan Tinggi

Sesuai dengan tujuan perguruan tinggi sebagaimana dinyatakan dalam PP No.30 Tahun 1990 k mententang Perguruan Tinggi, ialah pergurua tinggi bertujuan menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan teknologi dan atau kesenian, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, dan kesenian serta menyumbangkan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut perguruan tinggi memiliki motto yang dikenal Tri Dharma Perguruan Tinggi , yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian. Perguruan tinggi universitas adalah tempat pertemuan utama dari berbagai kelompok merupakan symbol dan kenyataan. Sebagai simbolis karena di dalam sector modern perguruan tinggi dianggap sebagai lembaga paling modern dan pembaruan. Tempat yang nyata karena merupakan satu tempat dimana berangkat para intelektual, apakah mereka masih mahasiswa atau sudah menjadi dosen. Universitas ialah sebuah pusat dengan peranannya menghasilkan pemimpin yang cocok di masa kini dan mempelopori modernisasi. Perguruan tinggi di Indonesia mempunyai moto dengan tiga fungsi, yaitu 1 tepat pengajaran dan pendidikan, 2 tempat penelitan ilmiah, 3 alat pengabdian masyarakat. Universitas membentuk kader- kader bangsa, ia menjadi pabrik ahli , menjadi tempat riset dilakukan, dan tempat pengumpulan pengetahuan dan penambahan pengenalan ilmiah berdasarkan rasionalisasi Barat. Namun, yang menjadi ciri khas di Indonesia ialah peranannya sebagai pengabdi kepada rakyat social engineering.

3. Budaya Akademik

a. Pemahaman

Akademik berasal dari academia, yaitu sekolah yang diadakan Plato Pranarka, 1983:37-375. Kemudian berubah menjadi istilah akademi yang berkaitan dengan proses belajar-mengajar, sebagai tempat dilakukannya kegiatan mengembangkan intelektual. Istilah akademi selanjutnya mencakup pengertian kegiatan intelektual yang bersifat refleksif, kritis, dan sistematis. Dalam kaitannya dengan nilai-nilai Pancasila ruang lingkup pemikiran akademik menurut Pranarka 1983:37-375 adalah sebagai berikut. Pertama, pengolahan ilmiah mengenai Pancasila, adanya atau eksistenti objektif Pancasila, Pancasila sebagai data empiris, yaitu sebagai ideology, dasar Negara, dan sumber hukum yang terjadi di dalam sejarah. Sasaran ini dilakukan dengan penelusuran ilmiah terutama dengan menggunakan disiplin sejarah. Kedua, mengungkapkan ajaran yang terkandung dalam Pancasila, yaitu mempelajari factor- faktor objektif yang membentuk adanya Pancasila itu. Penelusurannya dilakukan dengan pendekatan disiplin ilmu kebudayaan, termasuk di dalamnya ethnologi, anthropologi, sosiologi, hokum, bahasa, dan ilmu kenegaraan. Dengan menggali factor-faktor yang ikut membentuk perkembangan pemikiran mengenai Pancasila, dapat pula diungkapkan isi maupun fungsi Pancasila secara analitis. Ketiga, renungan refleksif dan sistematis mengenai Pancasila yang sifatnya diolah dengan dengan keyakinan-keyakinan pribadi mengenai kebenaran-kebenaran yang sifatnya mendasari. Jenis pendekatan ketiga ini adalah kegiatan intelektual yang dilakukan dalam rangka filsafat atau teologi. Perbedaannya adalah teologi renungan fundamental mengenai Pancasila dilaksanaka renungan berdasarkan kepada wahyu yang diimani, sedangkan dalam filsafat renungan mendasar mengenai Pancasila dilaksanakan atas dasar keyakinan pemikiran dan pengalaman manusiawi. Keempat, studi perbandingan ajaran Pancasila dengan ajaran lain. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam rangka pemikiran filosofi, teologi, atau kegiatan ilmiah. Namun masing-masing mempunyai metodologinya sendiri-sendiri. Studi perbandingan ini mempunyai persyaratan yang banyak. Ajaran-ajaran Pancasila maupun ajaran lain diselami terlebih dahulu, dan baru kemudian dibandingkan. Didalam studi seperti ini masing-masing ajaran berkedudukan sebagai Normans et normata satu dengan yang lain. Kelima, pengolahan ilmiah mengenai pelaksanaan Pancasila, yaitu masalah pelaksanaan atau operasionalisasinya. Pemikiran akademik itu dapat bergerak dalam ruang lingkup das sain maupn das sollen. Dalam kaitan dengan pemikiran akademis itu, baik ilmu dilasafat maupun teologi dapat mempunyai focus kepada ruang lingkup kenyataan seperti adanya ataupun kepada ruang lingkup pelaksanaan praktis. Ada dua dimensi yang yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan pendekatan ilmiah untuk mempelajari Pancasila itu. Pertama, mengembangkan suatu teori ilmiah untuk mempelajari Pancasila, dimensi ini menyentuh aspek proses dan metodologi. Kedua, mengembangkan teori-teori ilmiah dengan Pancasila sebagai landasannya, dimensi ini menyentuh aspek substansi.

b. Kebebasan Akademik

Istilah kebebasan akademik menurut Mochtar Buchari 1995 digunakan sebagai padanan dari konsep Inggris academic freedom, yang menurut Arthur Lovejoy adalah kebebasan seorang guru atau seorang peneliti di lembaga pengembangan ilmu untuk mengkaji serta membahas persoalan yang terdapat dalam bidangnya, serta mengutarakan kesimpulan-kesimpulannya, baik melalui penerbitan maupun melalui perkuliahan kepada mahasiswanya, tanpa campur tangan dari penguasa politik atau keagamaan atau dari lembaga yang memperkerjakannya, kecuali apabila metode-metode yang digunakannya dinyatakan jelas-jelas tidak memadai atau bertentangan dengan etika professional oleh lembaga-lembaga yang berwenang dalam bidang keilmuannya Mochtar Buchari 1995. Sesuai dengan ketentuan yang dindyatakan dalam PP No.30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi menegaskan kebebasan akademik dan otonomi keilmuan, antara lain sebagai berikut: 1 Kebebasan akademik merupakan kebebasan yang dimiliki anggota akademik untuk secara bertanggung jawab dan mandiri melaksanakan kegiatan akademik yang terkait dengan pendidikan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2 Kebebasan mimbar akademik berlaku sebagai bagian dari kebebasan akademik yang memungkinkan dosen menyampaikan pikiran dan pendapat di perguruan tinggi yang bersangkutan sesuai dengan norma dan kaidah keilmuan. 3 Otonomi keilmuan merupakan kegiatan keilmuan yang berpedoman pada norma dan kaidah keilmuan yang harus ditaati oleh pada anggota sivitas akademik.

4. Kampus sebagai Moral Force Pengembangan Hukum dan HAM

Pembicaraan tentang kampus mengingatkan kita kepada kehidupan ilmiah dengan ciri utama kebebasan berfikir dan berpendapat, kreativitas, argumentative, tekun, dan melihat jauh ke depan sambil mencari manfaat praktis dari suatu ide ataupun penemuan. Perpaduan cirri tersebut di dalam kehidupan kampus melahirkan gaya hidup tersendiri yang merupakan variasi dari corak kehidupan yang menjadikan kampus sebagai pedoman dan harapan masyarakat. Gambaran klasik yang lebih bertumpu kepada kehidupan akademik itu, sesungguhnya lebih mewakili fokus kehidupan kampus pada abad kesembilan belas masa colonial dulu. Setelah jatuhnya rezim pemerintahan Orde Baru akibat dari perbedaan misi dan visi dengan kalangan kampus yang semakin meruncing, maka kehadiran kampus sebagai usaha meluruskan jalannya kehidupan bernegara tidak dapat disangkal lagi. Namun, jatuhnya Soeharto kehidupan kenegaraan meninggalkan setumpuk permasalahan yang tidak mudah diselesaikan dalam waktu yang sangat singkat. Permasalahan utama yang perlu mendapatkan perhatian dalam rangka pendidikan Pancasila ini adalah pembangunan Hukum dan Hak Asasi Manusia HAM. Apabila berbagai persoalan utama dalam kehidupan ketatanegaraan kita semenjak kemerdekaan tidak lepas dari kekuatan moral dari kalangan kampus, maka reformasi yang menjadi tuntutan utama kalangan kampus tertentu tidak lepas dari upaya mereka dalam mencari solusi pemecahannya. Reformasi menyeluruh yang dikehendaki oleh semua lapisan masyarakat dewasa ini adalah tuntutan agar kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan Republik Indonesia ditegakkan. Oleh sebab itu, perwujudan Negara berdasarkan kepada hokum dan pemerintahan yang konstitusional benar-benar dapat diabadikan untuk memenuhi aspirasi dan kepentingan rakyat sesuai dengan tujuan Negara. Hukum di Indonesia dalam rangka prakteknya belum mengembirakan, karena kesadaran hokum dikalangan supra-struktur dan infra-struktur masih memprihatinkan. Permasalahan yang actual tentang hokum di Indonesia yang mendesak untuk dicarikan solusinya adalah masalah independensi institusi lembaga peradilan, law enforcement, dan masalah HAM. Kenyataan bahwa Republik Indonesia adalah berdasarkan hokum, bukan kekuasaan belaka, hokum menjanjikan untuk menjadi sarana yang terpercaya guna melakukan usaha rekayasa social. Tugas penting dan berat yang diterima sarjana hokum termasuk kalangan kampus adalah menciptakan masyarakat Indonesia baru yang didasarkan pada Pancasila melalui hokum. Rekayasa social tersebut menurut Satjipto 1991 dimulai dari sumber nilai-nilai yang merupakan orientasi tertinggi dalam teknik pengaturan hokum. Penjabaran Pancasila ke dalam postulat hokum terlebih dahulu, sebagai langkah sistematis memasukan Pancasila ke dalam sistem hokum Indonesia. Postulat hokum yang diusulkan dan didasarkan pada Pancasila ini dimulai dengan diinginkan dalam suatu masyarakat yang berdasarkan Pancasila. Dalam perkembangan penegakan hokum sepangjang masa pemerintahan Indonesia Orde Lama dan khususnya orde baru banyak kasus hokum menunjukkan gejala kian dalamnya pengaruh kekuasaan terhadap lembaga peradilan dan aparat penegak hokum. Masyarakat hampir setiap saat mempersoalkan mental dan etika aparat penegak hokum dengan terjadinya perlakuan tidak manusiawi Pelanggaran HAM. Banyak keputusan peradilan bertentangan dengan perasaan keadilan masyarakat, seperti kasus kerusuhan 27 Juli 1996, kasus santet di Banyuwangi, penembakan mahasiswa di Universitas Trisakti, semanggi berdarah, Ambon, Ketapang, Sambas, Kasus Kekayaan mantan Presiden Soeharto, dan lain sebagainya. Penegakan HAM, khususnya untuk menyatakan untuk menyatakan apa yang dianggap benar, seharusnya menjamin bahwa kemakmuran yang diperoleh oleh suatu Negara secara nyata di rakyat kecil dapat menikmatinya. Bagaimanakah usaha merealisasikan perjuangan menegakkan HAM untuk meningkatkan kemakmuran rakyat secara merata? Apabila kita memperhatikan peranan kampus sebagaimana diuraikan di atas jelas peranan kampus memiliki peranan yang sangat besar. Kampus melalui kajian ilmiah, mimbar akademik yang bebas, budaya akademik, dan berfikir rasional objektif dengan menggunakan metodologi ilmiah dalam kerangka pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, akan mempunyai peluang yang sangat besar untuk berperan serta sebagai kekuatan moral moral force untuk mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

A. SEJARAH PELAKSANAAN DAN AMANDEMEN UUD 1945

MPR hasil Pemilu 1999, mengakhiri masa tugasnya dengan mempersembahkan UUD 1945 Amandemen IV. Terhadap produk terakhir MPR tersebut kembali muncul pro dan kontra. Yang setuju terhadap amandemen menyatakan bahwa itulah hasil maksimal MPR produk pemilu 1999. Masyarakat diminta untuk secara sabar menunggu efektifnya atau tidaknya setelah amandemen dilaksanakan mungkin tidak sekali, setelah beberapa kali pelaksanaan baru bisa dievaluasi untuk, bila perlu dilakukan penyempurnaan kembali. Atas terjadinya kekurangan di sana sini harus disikapi secara arif karena tidak ada karya manusia sempurna. Ada pula yang begitu antusias menyambut UUD 1945 Amandemen IV, dengan menyebut nya sebagai karya monumental bangsa . Sehingga sejarah mencatat sudah empat kali UUD 1945 amandemen dilakukan, yaitu sebagai hasil Sidang Umum MPR 1999 Amandemen I, hasil Sidang Umum MPR 2000 Amandemen II, hasil Sidang Umum MPR 2001 Amandemen III, hasil Sidang Umum MPR 2002 Amandemen IV. Meskipun demikian, hasil akhir amandemen bukan berarti tidak ada yang tidak setuju, bahkan menentang, menganggap amandemen ke IV sudah kebablasan. Produk tersebut tidak lagi mencerminkan sistem prudensial, bahkan cenderung lebih bersifat parlementer. Kalangan ini termasuk sejumlah purnawirawan petinggi militer AD menuntut kembali ke UUD 1945 versi original. Amandeman batang tubuh UUD 1945 hampir tidak berbeda dengan proses awal kelahiran batang tubuh UUD 1945, yakni produk upaya mengakomodasikan danatau mengkompromikan sejumlah kepentingan yang beberapa diantaranya berseberangan. Namun ada perbedaan mandasar bahkan sangat prinsipil diantara keduanya. Sementara oleh tokoh yang mengetuai proses lahirnya UUD 1945 Ir. Soekarno pada hari diundangkannya UUD 1945 original 18 Agustus 1945, secara sadar dan tegas dinyatakan sebagai UUD kilat dan bersifat sementara yang setelah terbentuk MPR harus disempurnakan dalam arti luas. Namun disisi lain, pendukung UUD 1945 asli dan pendukung UUD 1945 amandemen ke IV masing-masing meyakininya sebagai produk final. Sejarah membuktikan bahwa dinamika

B. TATA CARA MELAKUKAN AMANDEMEN UUD 1945