C. Pancasila atau Islam: Gagasan Dasar Negara Mohammad Natsir
Persatuan agama dengan Negara. Pandangan Mohamnad Natsir tentang dasar  Negara bagi Indonesia  lebih  terfokus  pada  kemungkinan  dasar  Negara  Islam.  Kecenderungan  terhadap  Islam
sebagai  satu-satunya  dasar  Negara  bagi  Indonesia  ini  sesungguhnya  sudah  tercermin  sejak  jauh sebelum Indonesia merdeka. Tepatnya ketika terjadi polemik dengan Soekarno tentang hubungan
agama  dengan  Negara  Soekarno  memiliki  pandangan  bahwa  Negara  dengan  agama  harus dipisahkan, sementara Natsir berpandangan bahwa agama dengan Negara harus bersatu.
Natsir  berpendapat  dalam  menyusun  sebuah  pemerintahan,  Islam  meletakkan  dasar- dasarnya  secara  dinamis.  Natsir  menunjukkan  adanya  keselarasan  konsep-konsep  pemerintahan
Islam  dengan  fenomena  kehidupan  masyarakat  yang  terus  berkembang,  bahkan  karena kedinamisannya  itu,  Islam  tidak  pernah  mengenal  kepala  Negara  sebagai  seorang  yang  diangkat
atas nama Tuhan. Itulah sebabnya umat Islam di Indonesia bisa menerima Pancasila sebagai dasar Negara, kendati hal itu dilakukan karena Pancasila memang menjadi satu-satunya alternatif.
Natsir meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya faham yang telah menjadi kekuatan bagi kehidupan  dan  perjuangan  bagian  terbesar  rakyat  Indonesia.  Islam  adalah  faham  yang  telah
menjiwai  bangsa  Indonesia.  Didalam  Islam  terdapat  fungsi  memimpin,  memberikan  bimbingan, memenuhi  kebutuhan,  dan  menyelamatkan  masyarakat  Indonesia  secara  keseluruhan.  Fungsi-
fungsi  itulah  yang  diperlukan  bagi  terselenggaranya  pemerintahan  Negara.  Suatu  Negara  akan mampu  melakukan  kewajiban  secara  maksimal  jika  telah  mempunyai  dasar-dasar  yang  kuat  dan
mengakar  dalam  pikiran,  perasaan,  dan  kepercayaan  rakyatnya.  Oleh  karena  itu,  dengan  dasar Negara Islam, suatu Negara akan dengan mudah menyelesaikan persoalan-persoalan pemerintahan
dan kemasyarakatan. Tetapi  usaha  Natsir  untuk  menerapkan  Islam  sebagai  dasar  Negara  dalam  sidang-sidang
konstituante  memang  tidak  membawa  hasil  yang  semestinya,  setelah  Presiden  Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan dekrit itu, Presiden membubarkan konstituante
dan kembali kepada UUD 1945.
D. Pemikiran Pancasila Mohammad Yamin
Dalam  Pidatonya,  Mohammad  Yamin  menyampaikan  beberapa  ususlan  lima  untuk dijadikan dasar Negara, yaitu:
1
Peri  Ketuhanan.  Ketuhanan  sendiri  bukanlah  dasar,  melainkan  pengakuan  kepada  Ke-
Tuhanlah  yang  menjadi  dasar  Negara.  Ketuhanan  yang  dimakssud  adalah  Ketuhanan  Yang Maha  Esa,    Tuhan  yang  Maha  Esa,  Tunggal  dan  tidak  bersadasarkan  pada  prinsip-prinsip
Monotheisme  ketuhanan  yang  satu,  bukan  Polytheisme  kedewaan  yang  banyak,  apalagi Atheisme tidak bertuhan.
2
Peri-Kemanusiaan. Dasar ini merupakan suatu tinjauan hidup, bahwa manusia seluruh dunia
adalah  sama-sama  mahluk  Tuhan.  Sikap  Ruhani  yang  demikian  mengatasi  sikap  kebangsaan yang  sempit  dan  mengatasi  segala  perasaan  yang  terikat  kepada  perbatasan  bangsa  dan
Negara. 3
Kerakyat demokrasi. Demokrasi,  menurut  Mohammad  Yamin  adalah  dasar  pembentukan
pemerintahan  dan  masyarakat  yang  didalamnya  kekuasaan  memerintah  atau  mengatur dipegang secara sah, tidak hanya oleh satu atau beberapa golongan saja, melainkan oleh segala
anggota masyarakat. 4
Kebangsaan  Indonesia  Nasionalisme.  Nasionalisme  Indonesia  yang  dinyatakan  pada
permualaan  Konstitusi  ini  ialah  Nasionalisme  persatuan  unitarisme,  bukan  Nasionalisme Federalisme.  Nasionalisme  Indonesia  juga  menghendaki  Kemerdekaan  yang  penuh  bagi
seluruh daerah dan rakyat Indonesia. 5
Keadilan Sosial. Keadilan Sosial bertujuan melaksanakan kesejahteraan umum bagi seluruh
warga  Negara.  Baik  dalam  bidang  politik  maupun  ekonomi.  Demokrasi  politik  member  hak yang  sama  kepada  semua  warga  Negara  dalam  penyelenggaraan  pemerintahan,  menjadi
pegawai  dalam berbagai jawatan dan lembaga maupun dalam bentuk pembelaan  terahardap tanah air.
BAB XI
REFORMASI INDONESIA
A. Pengertian, Tujuan, dan Syarat Reformasi
a. Pengertian Reformasi
Dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan hidup bernegara Republik Indonesia termasuk jalannya ketatanegaraan, bangsa Indonesia telah mengalami momen sejarah baru, yaitu reformasi.
Gerakan  reformasi  terjadi  sebagai  akibat  krisis  yang  bersifat  multidimensi  di  seluruh  Negara Indonesia  yang  menyangkut  segenap  bidang  kehidupan,  baik  politik,  ekonomi,  sosial  budaya,
maupun  keamanan  dan  ketertiban.  Diikuti  pula  oleh  kondisi  yang  sangat  rawan  sebagai  akibat perbedaan yang sangat tajam antara golongan yang diatas pemegang tampuk kekuasaan dengan
rakyat yang mengalami kehidupan yang sangat menderita, tertekan, dan tidak berdaya. Berangkat  dari  keprihatinan  moral  yang  dalam  atas  berbagai  krisis  di  dalam  negeri  yang
diakibatkan  membumbung  tingginya  harga  pokok  kehidupan  masyarakat,  merajalelanya  korupsi, kolusi  dan  nepotisme  serta  tingkah  laku  kepemimpinan  yang  sangat  menyimpang  dari  tatanan
kehidupan, dimulailah gerakan reformasi yang diprakarsai oleh para mahasiswa yang selanjutnya melibatkan  lembaga  sosial  masyarakat  serta  akhirnya  menyangkut  seluruh  lapisan  masyarakat.
Lebih tergugah lagi dengan terjadinya tragedi 12 Mei 1998,  selain pengorbanan jiwa raga dan harta benda  maka  merebaklah  semangat  reformasi  ke  seluruh  lingkup  kehidupan  masyarakat  untuk
mengakhiri kekuasaan orde baru. Secara umum reformasi di Indonesia dapat diartikan sebagai melakukan perubahan kea rah
yang  lebih  baik  dengan  cara  menata  ulang  hal-hal  yang  telah  menyimpang    dan  tidak  sesuai  lagi dengan kondisi dan struktur ketatanegaraan dalam kehidupan berbangsa d.an bernegara
b. Tujuan Reformasi
Tujuan reformasi dapat disebutkan sebagai berikut: 1.
Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru dalam kehidupan berbangsaan bernegara.
2. Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk perundangan dan konstitusi yang
menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita seluruh masyarakat bangsa
3. Melakukan perbaikan di segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomim sosial budaya,
maupun pertahanan keamanan. 4.
Mengapus  dan  menghilangkan  cara-cara  hidup  dan  kebiasaan  dalam  masyarakat  bangsa yang  tidak  sesuai  lagi  dengan  tuntutan  reformasi,  seperti  KKN,  kekuasaan  sewenang-
wenangotoriter, penyimpangan dan penyelewengan yang lain dan sebagainya.
c. Syarat-syarat Reformasi
Adapun ketentuan atau syarat-syarat yang bisa menyatakan suatu kondisi reformasi adalah sebagai adalah berikut;
1. Telah terjadi penyimpangan dan penyelewengan dalam pelaksanaan kehidupan di bidang
ketatanegaraan, termasuk bidang perundang-undangan dan hukum. 2.
Penyelenggara  Negara  telah  menggunakan  kewenagannnya  secara  semena-menaotoriter di  luar  etika  kenegaraan  melalui  tindakan-tindakan  yang  merugikan  dan  menekan
kehidupan rakyat keseluruhan. 3.
Telah semakin melemahnya kondisi kehidupan ekonomi seluruh warga masyarakat bangsa sebagai akibat krisis multidimensi yang berkepanjangan dan terus-menerus
4. Perlunya langkah-langkah penyelamatan dalam segenap bidang kehidupan, khususnya yang
menyangkut hajat hidup rakyat banyak. 5.
Reformasi  harus  menggunakan  landasan  kerohanian  berupa  falsafah  dasar  Negara Indonesia.
B. Dampak Reformasi
1. Dampak negatif
Agenda  reformasi  telah  ditetapkan  melalui  berbagai  ketetapan  MPR  dan  berbagai  produk perundang-udangan  yang  baru,  tetapi  setelah  berlangsung  lebih  dari  10  tahun  lamanya,  terasa
bahwa reformasi berjalan secara belum terarah. Bila dinilai kembali kepada kondisi sebelum reformasi maka tampak bahwa kekuasaan yang
pada wkatu dulu bersifat orotiter, sekarang harus bersifat demoratis, pemerintahan yang terpusat harus  menjadi  desentralisasi.  Pemerintahan  yang  bersifat  tertutup  dan  penuh  larangan  serta
pengawasan seharusnya lebih terbuka, transparan, serta kebebasan. Rasionalitas  dan  objektivitas  telah  tersisihkan  sehingga  muncul  egoism,  perseorangan
maupun kelompok tanpa mengidahan etika, moral, norma, dan hukum yang ada. Politik kekerasan
banyak bermunculan dan berkembang mewarnai kehidupan baru dalam masyarakat sehingga sulit mengatasi  maupun  kehidupan  bermasyarakat  bangsa  dan  bernegara.  Oleh  karena  itu,  hal-hal
seperti ini harus segera diatasi dan dihapuskan.
2. Dampak postif
Dampak positif reformasi dapat kita rasakan dan kita saksikan melalui berita-berita media massa,  serta  surat  kabar  dan  internet  maupun  pendapat-pendapat  pengamat  bidangnya.
Musnculnya  suasana  baru  yang  bisa  kita  saksikan  diantaranya  terdapatnya  kebebasan  pers, kebebasan  akademis,  kebabasan  berorganisasi  dan  lain-lain  yang  selama  ini  belum  pernah  ada,
termasuk  kebebasan  pemikiran  dalam  memperjuangkan  pembebasan  tahanan  politik  maupun narapidana  politik,  hal  ini  bisa  dinilai  sebagai  lambang  dari  suatu  kebebasan  berpolitik  di
Indonesia. Timbulnya  kesadaran  baru  masyarakat  bisa  bertindak  dan  berbuat  sesuatu  serta
melakukan  perubahan-perubahan  diantaranya  pendobrakan  atas  rasa  ketakutan  berpolitik, terhadap proses pembodohan yang telah berlangsung hampir lebih dari tiga puluh tahun.
Memang,  sebelum  gerakan  reformasi  dimulai  maka  semua  orang  merasakan  kelemahan tidak  bisa  berbuat apa  pun  tanpa  daya  dan  takut berpolitik,  berpendapat, dan  berbicara.  Namum,
dengan  pengalaman  baru  bereformasi,  masyarakat  Indonesia,  khususnya  para  mahasiswa,  mulai sadar  dan  memiliki  serta  dapat  memperjuangkan  politik  mereka  yang  benar-benar  dapat
membawa ke arah perubahan yang positif, kesadaran baru ini penting sekali artinya dalam rangka perjuangan selanjutnya menuju reformasi yang total dan menyeluruh.
3. Hasil Reformasi
Reformasi  memang  bukan  hal  yang  mudah  dalam  pencapaiannyam  tetapi  juga  cukup  banyak makan waktu. Berbagai macam paradox kita hadapi dan saksikan bersama.  Banyak sorotan tajam
dari  masyarakat  luas  dewasa  ini,  yaitu  penegakan  hukum,  pencegahan  maupun  penindakan terhadap KKN lama maupun yang muncul semasa reformasi  karena hal tersebut menyangkut dan
berkaitan dengan ketertiban keamanan masyarakat, termasuk perlindungan terhadap para investor asing  yang  diharapkan  ditangani  secara  serius  oleh  para  pelaksana  reformasi,  khususnya  para
penguasa  yang  kompeten.  Disamping  itu,  sangat  didambakan  lahirnya  good  governance  yang mampu  manangani  segenap  permasalahan  krisis  yang  belum  usai.  Hal  ini  juga  akan  dibantu  oleh
seluruh  public  melalui  organisasi  kemasyarakatan  dan  organisasi  non  pemerintah  yang    pada dewasa  ini  belum  banyak  menyadari  keberadaan  ruang  public  yang  diperuntukan  bagi  mereka
dalam  beraksi  dan  berkarya  ikut  membangun  dan  memperluas  kemampuan  good  governance tersebut.
Untuk  melihat  hasil  reformasi  diharapkan  munculnya  seorang  pemimpin  yang  mampu menangani  permasalahan  yang  sedang  dihadapi  bersama  secara  nasional,  juga  sanggup
memberikan  kepemimpinan  yang  benar-benar  efektif  dan  dapat  diterima  seluruh  rakyat  tentu melalui  visi  dan misi serta  program-program  yang  betul-betul dapat dilaksanakan  dengan sebaik-
baiknya dan penuh tanggung jawab.
4. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi
Sebagai  suatu  paradigm,  Pancasila  merupakan  model  atau  pola  berpikir  yang  mencoba memberikan  penjelasan  atas  kompleksitas  realitas  sebagai  manusia  personal  dan  komunal  dalam
bentuk  bangsa.  Yang  menjadi  paradigm  justru  sula-silanya  karena  sila-sila  tersebut  mengandung sejumlah nilai yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi.
Pancasila  sebagai  paradigm  juga  berada  pada  posisi  pembangunan  nasional  yang  meliputi segenap bidang kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, juga
di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta hukum dan hak asasi manusia, disamping yang lain. Di  bidang  politik,  Pancasila  menjadi  menjadi  kerangka  acauan,  kerangka  proses,  tandan
kerangka  arah  tujuan  dalam  kehidupan  kenegaraan  dan  kebangsaan  dalam  rangka  melakukan pembangunan politik. Pancasila juga melakukan pemikiran, gagasan, konsep, evaluasi, serta tindak
lanjut  bagi  bidang  politik  kenegaraan.  Pancasila  juga  merupakan  landasan  dan  dasar  Negara, dengan  dijiwai  oleh  nilai  kerakyatan  yang  dipimpin  oleh  khidmat  kebijaksanaan  dalam
permusyawaratan perwakilan politik demokrasi. Dalam  bidang  pembangunan  nasional  bidang  ekonomi,  pemerintah  harus  mengarah  lebih
memperhatikan kepentingan rakyat, karena sifat
BAB XII
Aktualisasi Pancasila dalam Lingkungan Perguruan Tinggi
1. Pemahaman Aktualisasi
Aktualisasi adalah sesuatu mengaktualkan. Dalam masalah ini adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila  itu  benar-benar  dapat  tercermin  dalam  sikap  dan  perilaku  dari  seluruh  warga  Negara,
mulai dari aparatur dan pimpinan nasional sampai kepada rakyat biasa. Aktualisasi  nilai-nilai  Pancasila  dalam  kehidupan  bermasyarakat,  berbangsa  dan  bernegara
memerlukan  kondisi  dan  iklim  yang  memungkinkan  segenap  lapisan  masyarakat  yang  dapat mencerminkan  nilai-nilai  Pancasila  itu  dan  dapat  terlihat  dalam  perilaku  yang  sesungguhnya,
bukan  hanya  sekedar  lips  service  untuk  mencapai  keinginan  pribadi  dengan  mengajak  orang  lain mengamalkan  nilai-nilai  Pancasila,  sementara  perilaku  sendiri  jauh  lebih  dari  nilai-nilai  Pancasila
yang sesungguhnya. Oleh  sebab  itu,  merealisasikan  Pancasila  dalam  kehidupan  bermasyarakat,  berbangsa  dan
bernegara secara sesungguhnya dapat dilakukan melalui cara-cara berikut ini: a
Aktualisasi  Pancasila  secara  objektif,  yaitu  melaksanakan  Pancasila  dalam  setiap  aspek penyelenggaraan  Negara  meliputi  eksekutif,  legislative  dan  yudikatif  dan  dalam  bidang
kehidupan kenegaraan lainnya. b
Aktualisasi  Pancasila  secara  subjektif,  yaitu  pelaksanaan  Pancasila  dalam  setiap  pribadi, perseorangan, warga Negara, dan penduduk. Pelaksanaan Pancasila secara subjektif sangat
ditentukan  oleh  kesadaran,  ketaatan,  serta  kesiapan  individu  untuk  mengamalkan Pancasila.
2. Tridarma Perguruan Tinggi
Sesuai  dengan  tujuan  perguruan  tinggi  sebagaimana  dinyatakan  dalam  PP  No.30  Tahun  1990  k mententang  Perguruan  Tinggi,  ialah  pergurua  tinggi  bertujuan menyiapkan  peserta didik  menjadi
anggota  masyarakat  yang  memiliki  kemampuan  akademik  dan  atau  professional  yang  dapat menerapkan,  mengembangkan  dan    atau  menciptakan  ilmu  pengetahuan  teknologi  dan    atau
kesenian,  mengembangkan  dan  menyebarluaskan  ilmu  pengetahuan,  dan  kesenian  serta
menyumbangkan  untuk  meningkatkan  taraf  kehidupan  masyarakat  dan  memperkaya  kehidupan nasional.  Oleh  sebab  itu,  untuk  mencapai  tujuan  tersebut  perguruan  tinggi  memiliki  motto  yang
dikenal  Tri Dharma Perguruan Tinggi , yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian. Perguruan  tinggi  universitas  adalah  tempat  pertemuan  utama  dari  berbagai  kelompok
merupakan  symbol  dan  kenyataan.  Sebagai  simbolis  karena  di  dalam  sector  modern  perguruan tinggi  dianggap  sebagai  lembaga  paling  modern  dan  pembaruan.  Tempat  yang  nyata  karena
merupakan satu tempat dimana berangkat para intelektual, apakah mereka masih mahasiswa atau sudah menjadi dosen. Universitas ialah sebuah pusat dengan peranannya menghasilkan pemimpin
yang cocok di masa kini dan mempelopori modernisasi. Perguruan tinggi di Indonesia mempunyai moto dengan tiga fungsi, yaitu 1 tepat pengajaran dan
pendidikan, 2 tempat penelitan ilmiah,  3 alat pengabdian masyarakat. Universitas membentuk kader-
kader  bangsa,  ia  menjadi  pabrik  ahli ,  menjadi  tempat  riset  dilakukan,  dan  tempat pengumpulan  pengetahuan  dan  penambahan  pengenalan  ilmiah  berdasarkan  rasionalisasi  Barat.
Namun,  yang  menjadi  ciri  khas  di  Indonesia  ialah  peranannya  sebagai  pengabdi  kepada  rakyat social engineering.
3. Budaya Akademik
a. Pemahaman
Akademik  berasal  dari  academia,  yaitu  sekolah  yang  diadakan  Plato  Pranarka,  1983:37-375. Kemudian  berubah  menjadi  istilah  akademi  yang  berkaitan  dengan  proses  belajar-mengajar,
sebagai  tempat  dilakukannya  kegiatan  mengembangkan  intelektual.  Istilah  akademi  selanjutnya mencakup pengertian kegiatan intelektual yang bersifat refleksif, kritis, dan sistematis.
Dalam  kaitannya  dengan  nilai-nilai  Pancasila  ruang  lingkup  pemikiran  akademik  menurut Pranarka 1983:37-375 adalah sebagai berikut.
Pertama,  pengolahan ilmiah mengenai  Pancasila,  adanya  atau eksistenti objektif  Pancasila, Pancasila  sebagai  data  empiris,  yaitu  sebagai  ideology,  dasar  Negara,  dan  sumber  hukum  yang
terjadi  di  dalam  sejarah.  Sasaran  ini  dilakukan  dengan  penelusuran  ilmiah  terutama  dengan menggunakan disiplin sejarah.
Kedua, mengungkapkan ajaran yang terkandung dalam Pancasila, yaitu mempelajari factor- faktor  objektif  yang  membentuk  adanya  Pancasila  itu.  Penelusurannya  dilakukan  dengan
pendekatan  disiplin  ilmu  kebudayaan,  termasuk  di  dalamnya  ethnologi,  anthropologi,  sosiologi,
hokum,  bahasa,  dan  ilmu  kenegaraan.  Dengan  menggali  factor-faktor  yang  ikut  membentuk perkembangan pemikiran mengenai Pancasila, dapat pula diungkapkan isi maupun fungsi Pancasila
secara analitis. Ketiga,  renungan  refleksif  dan  sistematis  mengenai  Pancasila  yang  sifatnya  diolah  dengan
dengan  keyakinan-keyakinan  pribadi  mengenai  kebenaran-kebenaran  yang  sifatnya  mendasari. Jenis  pendekatan  ketiga  ini  adalah  kegiatan  intelektual  yang  dilakukan  dalam  rangka  filsafat  atau
teologi.  Perbedaannya  adalah  teologi  renungan  fundamental  mengenai  Pancasila  dilaksanaka renungan berdasarkan kepada wahyu yang diimani, sedangkan dalam filsafat renungan mendasar
mengenai Pancasila dilaksanakan atas dasar keyakinan pemikiran dan pengalaman manusiawi. Keempat,  studi  perbandingan  ajaran  Pancasila  dengan  ajaran  lain.  Kegiatan  ini  dapat
dilakukan  dalam  rangka  pemikiran  filosofi,  teologi,  atau  kegiatan  ilmiah.  Namun  masing-masing mempunyai  metodologinya  sendiri-sendiri.  Studi  perbandingan  ini  mempunyai  persyaratan  yang
banyak.  Ajaran-ajaran  Pancasila maupun  ajaran lain  diselami  terlebih  dahulu,  dan  baru  kemudian dibandingkan.  Didalam  studi  seperti  ini  masing-masing  ajaran  berkedudukan  sebagai  Normans  et
normata satu dengan yang lain. Kelima,  pengolahan  ilmiah  mengenai  pelaksanaan  Pancasila,  yaitu  masalah  pelaksanaan
atau  operasionalisasinya.  Pemikiran  akademik  itu  dapat  bergerak  dalam  ruang  lingkup  das  sain maupn das sollen. Dalam kaitan dengan  pemikiran akademis itu, baik ilmu dilasafat maupun teologi
dapat  mempunyai  focus  kepada  ruang  lingkup  kenyataan  seperti  adanya  ataupun  kepada  ruang lingkup pelaksanaan praktis.
Ada dua dimensi yang yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan pendekatan ilmiah untuk mempelajari Pancasila itu. Pertama, mengembangkan suatu teori ilmiah untuk mempelajari
Pancasila, dimensi ini menyentuh aspek proses dan metodologi. Kedua, mengembangkan teori-teori ilmiah dengan Pancasila sebagai landasannya, dimensi ini menyentuh aspek substansi.
b. Kebebasan Akademik
Istilah  kebebasan  akademik  menurut  Mochtar  Buchari  1995  digunakan  sebagai  padanan  dari konsep  Inggris  academic  freedom,  yang  menurut  Arthur  Lovejoy  adalah  kebebasan  seorang  guru
atau  seorang  peneliti  di  lembaga  pengembangan  ilmu  untuk  mengkaji  serta  membahas  persoalan yang  terdapat  dalam  bidangnya,  serta  mengutarakan  kesimpulan-kesimpulannya,  baik  melalui
penerbitan  maupun  melalui  perkuliahan  kepada  mahasiswanya,  tanpa  campur  tangan  dari penguasa  politik  atau  keagamaan  atau  dari  lembaga  yang  memperkerjakannya,  kecuali  apabila
metode-metode  yang  digunakannya  dinyatakan  jelas-jelas  tidak  memadai  atau  bertentangan dengan  etika  professional  oleh  lembaga-lembaga  yang  berwenang  dalam  bidang  keilmuannya
Mochtar Buchari 1995. Sesuai dengan ketentuan yang dindyatakan dalam PP No.30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi
menegaskan kebebasan akademik dan otonomi keilmuan, antara lain sebagai berikut: 1
Kebebasan akademik merupakan kebebasan yang dimiliki anggota akademik untuk secara bertanggung  jawab  dan  mandiri  melaksanakan  kegiatan  akademik  yang  terkait  dengan
pendidikan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2
Kebebasan  mimbar  akademik  berlaku  sebagai  bagian  dari  kebebasan  akademik  yang memungkinkan  dosen  menyampaikan  pikiran  dan  pendapat  di  perguruan  tinggi  yang
bersangkutan sesuai dengan norma dan kaidah keilmuan. 3
Otonomi  keilmuan  merupakan  kegiatan  keilmuan  yang  berpedoman  pada  norma  dan kaidah keilmuan yang harus ditaati oleh pada anggota sivitas akademik.
4. Kampus sebagai Moral Force Pengembangan Hukum dan HAM
Pembicaraan  tentang  kampus  mengingatkan  kita  kepada  kehidupan  ilmiah  dengan  ciri utama kebebasan berfikir dan berpendapat, kreativitas, argumentative, tekun, dan melihat jauh ke
depan sambil mencari manfaat praktis dari suatu ide ataupun penemuan. Perpaduan cirri tersebut di dalam kehidupan kampus melahirkan gaya hidup tersendiri yang merupakan variasi dari corak
kehidupan yang menjadikan kampus sebagai pedoman dan harapan masyarakat. Gambaran klasik yang  lebih  bertumpu  kepada  kehidupan  akademik  itu,  sesungguhnya  lebih  mewakili  fokus
kehidupan kampus pada abad kesembilan belas masa colonial dulu. Setelah jatuhnya rezim pemerintahan Orde Baru akibat dari perbedaan misi dan visi dengan
kalangan  kampus  yang  semakin  meruncing,  maka  kehadiran  kampus  sebagai  usaha  meluruskan jalannya  kehidupan  bernegara  tidak  dapat  disangkal  lagi.  Namun,  jatuhnya  Soeharto  kehidupan
kenegaraan  meninggalkan  setumpuk  permasalahan  yang  tidak  mudah  diselesaikan  dalam  waktu yang    sangat  singkat.  Permasalahan  utama  yang  perlu  mendapatkan  perhatian  dalam  rangka
pendidikan  Pancasila  ini  adalah  pembangunan  Hukum  dan  Hak  Asasi  Manusia  HAM.  Apabila berbagai  persoalan  utama  dalam  kehidupan  ketatanegaraan  kita  semenjak  kemerdekaan  tidak
lepas  dari  kekuatan  moral  dari  kalangan  kampus,  maka  reformasi  yang  menjadi  tuntutan  utama kalangan kampus tertentu tidak lepas dari upaya mereka dalam mencari solusi pemecahannya.
Reformasi  menyeluruh  yang  dikehendaki  oleh  semua  lapisan  masyarakat  dewasa  ini  adalah tuntutan  agar  kedaulatan  rakyat  dalam  penyelenggaraan  Republik  Indonesia  ditegakkan.  Oleh
sebab itu,  perwujudan Negara  berdasarkan  kepada  hokum dan  pemerintahan  yang  konstitusional benar-benar  dapat  diabadikan  untuk  memenuhi  aspirasi  dan  kepentingan  rakyat  sesuai  dengan
tujuan  Negara.  Hukum  di  Indonesia    dalam  rangka  prakteknya  belum  mengembirakan,  karena kesadaran hokum dikalangan supra-struktur dan infra-struktur masih memprihatinkan.
Permasalahan  yang  actual  tentang  hokum  di  Indonesia  yang  mendesak  untuk  dicarikan solusinya adalah masalah independensi institusi lembaga peradilan, law enforcement, dan masalah
HAM.  Kenyataan  bahwa Republik  Indonesia  adalah  berdasarkan  hokum,  bukan  kekuasaan  belaka, hokum menjanjikan untuk menjadi sarana yang terpercaya guna melakukan usaha rekayasa social.
Tugas  penting  dan  berat  yang  diterima  sarjana  hokum  termasuk  kalangan  kampus  adalah menciptakan masyarakat Indonesia baru yang didasarkan pada Pancasila melalui hokum. Rekayasa
social  tersebut  menurut Satjipto  1991  dimulai  dari sumber  nilai-nilai  yang  merupakan orientasi tertinggi dalam teknik pengaturan hokum. Penjabaran Pancasila ke dalam postulat hokum terlebih
dahulu,  sebagai  langkah  sistematis  memasukan  Pancasila  ke  dalam  sistem  hokum  Indonesia. Postulat  hokum  yang  diusulkan  dan  didasarkan  pada  Pancasila  ini  dimulai  dengan  diinginkan
dalam suatu masyarakat yang berdasarkan Pancasila. Dalam  perkembangan  penegakan  hokum  sepangjang  masa  pemerintahan  Indonesia  Orde
Lama dan khususnya orde baru banyak kasus hokum menunjukkan gejala kian dalamnya pengaruh kekuasaan terhadap lembaga peradilan dan aparat penegak hokum. Masyarakat hampir setiap saat
mempersoalkan  mental  dan  etika  aparat  penegak  hokum  dengan  terjadinya  perlakuan  tidak manusiawi  Pelanggaran  HAM.  Banyak  keputusan  peradilan  bertentangan  dengan  perasaan
keadilan  masyarakat,  seperti  kasus  kerusuhan  27  Juli  1996,  kasus  santet  di  Banyuwangi, penembakan  mahasiswa  di  Universitas  Trisakti,  semanggi  berdarah,  Ambon,  Ketapang,  Sambas,
Kasus Kekayaan mantan Presiden Soeharto, dan lain sebagainya. Penegakan  HAM,  khususnya  untuk  menyatakan  untuk  menyatakan  apa  yang  dianggap
benar, seharusnya menjamin bahwa kemakmuran yang diperoleh oleh suatu Negara secara nyata di rakyat  kecil  dapat  menikmatinya.  Bagaimanakah  usaha  merealisasikan  perjuangan  menegakkan
HAM  untuk  meningkatkan  kemakmuran  rakyat  secara  merata?  Apabila  kita  memperhatikan peranan  kampus  sebagaimana  diuraikan  di  atas  jelas  peranan  kampus  memiliki  peranan  yang
sangat besar. Kampus melalui kajian ilmiah, mimbar akademik yang bebas, budaya akademik, dan berfikir  rasional  objektif  dengan  menggunakan  metodologi  ilmiah  dalam  kerangka  pelaksanaan
Tridharma  Perguruan  Tinggi,  akan  mempunyai  peluang  yang  sangat  besar  untuk  berperan  serta
sebagai  kekuatan  moral  moral  force  untuk  mengaktualisasikan  Pancasila  dalam  kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
BAB XIII
AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945
A. SEJARAH PELAKSANAAN DAN AMANDEMEN UUD 1945
MPR hasil Pemilu 1999, mengakhiri masa tugasnya dengan mempersembahkan UUD 1945 Amandemen  IV.  Terhadap    produk  terakhir  MPR  tersebut  kembali  muncul  pro  dan  kontra.  Yang
setuju terhadap amandemen menyatakan bahwa itulah hasil maksimal MPR produk pemilu 1999. Masyarakat  diminta  untuk  secara  sabar  menunggu  efektifnya    atau  tidaknya  setelah  amandemen
dilaksanakan mungkin  tidak  sekali,  setelah  beberapa  kali  pelaksanaan  baru  bisa  dievaluasi untuk, bila  perlu  dilakukan  penyempurnaan  kembali.  Atas  terjadinya  kekurangan  di  sana  sini  harus
disikapi  secara  arif  karena  tidak  ada  karya  manusia  sempurna.  Ada  pula  yang  begitu  antusias menyambut UUD 1945 Amandemen IV, dengan menyebut
nya sebagai  karya monumental bangsa . Sehingga  sejarah  mencatat  sudah  empat  kali  UUD  1945  amandemen  dilakukan,  yaitu
sebagai hasil Sidang Umum MPR 1999 Amandemen I, hasil Sidang Umum MPR 2000 Amandemen II,  hasil  Sidang  Umum  MPR  2001  Amandemen  III,  hasil  Sidang  Umum  MPR  2002  Amandemen
IV. Meskipun demikian, hasil akhir amandemen bukan berarti tidak ada yang tidak setuju, bahkan menentang,  menganggap  amandemen  ke  IV  sudah  kebablasan.  Produk  tersebut  tidak  lagi
mencerminkan  sistem  prudensial,  bahkan  cenderung  lebih  bersifat  parlementer.  Kalangan  ini termasuk  sejumlah  purnawirawan  petinggi  militer  AD  menuntut  kembali  ke  UUD  1945  versi
original. Amandeman batang tubuh UUD 1945 hampir tidak berbeda dengan proses awal kelahiran
batang  tubuh  UUD  1945,  yakni  produk  upaya mengakomodasikan  danatau  mengkompromikan sejumlah kepentingan yang beberapa diantaranya berseberangan. Namun ada perbedaan mandasar
bahkan sangat prinsipil diantara keduanya. Sementara oleh tokoh yang mengetuai proses lahirnya UUD 1945 Ir. Soekarno pada hari
diundangkannya UUD 1945 original 18 Agustus 1945, secara sadar dan tegas dinyatakan sebagai UUD  kilat  dan  bersifat  sementara  yang  setelah  terbentuk  MPR  harus  disempurnakan  dalam  arti
luas.  Namun  disisi  lain,  pendukung  UUD  1945  asli  dan  pendukung  UUD  1945  amandemen  ke  IV masing-masing meyakininya sebagai produk final.
Sejarah membuktikan bahwa dinamika
B. TATA CARA MELAKUKAN AMANDEMEN UUD 1945