Saliva Sebagai Media Diagnosa

(1)

SALIVA SEBAGAI MEDIA DIAGNOSA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

AZMI BIN HASHIM NIM : 060600167

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2010

Azmi Bin Hashim

Saliva Sebagai Media Diagnosa. xi + 23 halaman

Saliva memainkan peran yang penting dalam berbagai proses biologis yang terjadi di dalam rongga mulut, diantaranya sebagai pelumas, pengunyahan dan penelanan makanan, aksi pembersihan dan pelindung dari karies gigi. Selain itu, fungsi saliva juga menjadi sangat penting sejak akhir-akhir ini karena saliva juga dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit oral dan sistemik.

Penggunaan saliva mempunyai banyak kelebihan dibandingkan pemeriksaan menggunakan darah dan urin, diantaranya pengambilan sampel yang bersifat non-invasive, komponen saliva yang tidak berubah pada suhu ruangan dan dapat menghindari dari resiko penyakit yang menular seperti HIV dan hepatisis antara pasien dan dokter. Beberapa biomaker atau penanda yang dijumpai di dalam saliva digunakan dapat untuk mendiagnosa antaranya DNA, RNA, protein, immunoglobulin, ion dan metabolit dengan fungsi diagnostiknya masing-masing.

Kegunaan saliva untuk bidang kedokteran gigi adalah untuk mendiagnosa penyakit yang terjadi pada kelenjar saliva, xerostomia, kanker mulut, penyakit periodontitis dan resiko karies. Penyakit sistemik yang dapat dideteksi melalui saliva adalah penyakit sindroma Sjögren, diabetes mellitus, penyakit korteks adrenal, kanker payudara, HIV, kadar obat-obatan dan penyakit kardiovaskular.


(3)

Pemeriksaan saliva dapat memberi informasi secara keseluruhan tentang kesehatan pasien baik penyakit di rongga mulut maupun penyakit di bagian tubuh yang lain karena saliva merupakan cerminan dari keadaan umum pasien.


(4)

SALIVA SEBAGAI MEDIA DIAGNOSA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

AZMI BIN HASHIM NIM : 060600167

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 31 Maret 2010

Pembimbing : Tanda tangan

Wilda Hafni Lubis,drg.,Msi ... NIP : 1951 06 11 198 3 03 2 001


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 31 Maret 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Wilda Hafni Lubis, drg., Msi. ANGGOTA : 1. Syuaibah Lubis, drg.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW sehingga skripsi yang berjudul ”Saliva Sebagai Media Diagnosa”, selesai disusun untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan hormat kepada:

1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp. Prost. selaku dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas sumatera Utara.

2. Wilda Hafni Lubis, drg., Msi. selaku Ketua Departemen Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing skripsi atas kesabaran dan waktu yang diberikannya untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM., selaku koordinator skripsi dan juga tim penguji skripsi.

4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi terutama staf pengajar dan pegawai di Departemen Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.


(8)

5. Oktavia dewi, drg., M.kes., selaku pembimbing akademik yang telah memberi bimbingan kepada penulis selama menjalankan perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6.Saudara-saudaraku tercinta dan teman-temanku Aimaan, Najmuddin, Firdaus, Abu Ubaidah, Zulfadhli dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhinya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan skripsi ini dan memohon maaf bila terdapat kesalahan selama melakukan penulisan ini. Penulis juga mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Penyakit Mulut.

Medan, Maret 2010 Penulis,

( Azmi Bin Hashim ) NIM.: 060600167


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 2

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penulisan... 3

1.4 Manfaat Penulisan... 3

1.5 Ruang Lingkup………. 3

BAB 2 Saliva... 4

2.1 Definisi………... 4

2.1.1 Kelenjar Saliva…………... 4

2.1.1.1 Kelenjar Saliva Mayor... 4

2.1.1.2 Kelenjar Saliva Minor... 5

2.2 Komposisi Saliva………... 6

2.2.1 Komponen Anorganik……… 6


(10)

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sekresi………. 8

2.4 Fungsi Fisiologi………. 8

2.4.1 Perlindungan Permukaan Mulut……….…. 9

2.4.2 Pengaturan Kandungan Air……….…… 10

2.4.3 Pengeluaran Virus Dan Hasil Pertukaran Zat. …………... 10

2.4.4 Pencernaan Makanan Dan Proses Pengecapan …..………… 10

2.4.5 Diferensiasi dan pertumbuhan Syaraf Dan Epidermal …… 11

2.4.6 Fungsi Non Fisiologis … ……….. 11

BAB 3 Saliva Sebagai Media Diagnosa ... 12

3.1 Biomaker Saliva………... 12

3.2 Aplikasi Diagnostik Saliva ……….……… 13

3.2.1 Diagnosa Penyakit Autoimun……….. 14

3.2.2 Diagnosa Tumor………. 15

3.2.3 Diagnosa Penyakit Kardiovaskular …….………... 16

3.2.4 Diagnosa Obat-Obatan……… ... 16

3.2.5 Diagnosa Penyakit Yang Menular……….………….. 17

3.2.6 Diagnosa Sistem Endokrin………. 18

3.3 Kelebihan Pemeriksaan Saliva ………. 19

BAB 4 KESIMPULAN... 20


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebanyakan orang beranggapan bahwa air liur atau saliva tidak

mempunyai arti apa-apa dan ia sering dilihat sebagai suatu benda yang menjijikkan. Sebaliknya tanpa kita sadari, akhir-akhir ini, cairan di dalam rongga mulut ini bukan saja penting untuk pencernaan makanan tetapi juga dapat memberi informasi tentang kondisi tubuh dan digunakan secara meluas untuk mendiagnosa penyakit lokal dan sistemik.¹

Dalam keadaan normal, mukosa mulut selalu dibasahi oleh saliva. Hal ini merupakan faktor penting karena bila tidak dibasahi saliva akan menyebabkan masalah bau mulut, kesukaran berbicara, mengunyah, menelan, rasa sakit pada lidah dan penyakit tubuh secara keseluruhan.2 Saliva berperan penting dalam melindungi gigi dan selaput lunak di dalam rongga mulut melalui sistem buffer sehingga makanan yang terlalu asam misalnya dapat dinetralkan kembali keasamannya dan juga segala macam bakteri baik yang aerob (hidup dengan adanya udara) maupun bakteri anaerob (hidup tanpa udara) dijaga keseimbangannya.3 Saliva juga mempunyai antigen dan antibodi yang berfungsi melawan kuman dan virus yang masuk ke dalam tubuh sehingga tubuh tidak akan mudah terserang penyakit.2,3

Kadar aliran saliva dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dan penyakit. Peningkatan dan pengurangan aliran saliva dapat memberi efek pada kesehatan rongga mulut dan kesehatan organ tubuh yang lain. Pengurangan volume saliva


(12)

dapat menyebabkan xerostomia, susah menelan, iritasi dan kekeringan pada mukosa mulut serta angular cheilitis. 4

Akhir-akhir ini, pemeriksaan terhadap komponen multifaktorial, volume, dan viskositas dalam saliva sangat berguna karena dapat memberikan petunjuk terjadinya penyakit atau kondisi sistemik dan lokal.5,6 Beberapa petunjuk atau juga dikenal sebagai “Biomaker” yang terdapat dalam saliva sering digunakan untuk mendiagnosa. 9 Beberapa komponen tertentu seperti kalikrein, faktor pertumbuhan epidermal, dan p53 diperkirakan sebagai penanda tumor dalam keganasan pada payudara, ovarium, paru-paru, usus besar, dan rongga mulut.5,6,7 Antibodi yang ada di dalam saliva dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit-penyakit seperti

HIV dan Epstein-barr 10 Kegunaan saliva dalam bidang kedokteran gigi yaitu

untuk mendiagnosa penyakit kelenjar saliva, karies, penyakit periodontal, tes HIV, dan tumor dalam rongga mulut.2,6,8

Pemeriksaan menggunakan saliva sebagai alat diagnostik membuka jalan bagi berbagai pengujian dan penelitian klinis karena manafaatnya dalam mendeteksi dan mendiagnosa sesuatu penyakit sedini mungkin agar dapat segera diatasi sebelum penyakit menjadi lebih parah.

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka timbul permasalahan: 1. Apa saja komponen saliva yang dapat digunakan untuk mendiagnosa? 2. Apa saja kelebihan pemeriksaan saliva dibandingkan teknik lain?


(13)

1.3 Tujuan Penulisan

1. untuk mengetahui kelebihan pemeriksaan saliva dibandingkan teknik lain.

2. untuk mengetahui komponen di dalam saliva yang digunakan untuk mendiagnosa.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini adalah:

1. Sebagai usaha dalam mendiagnosa penyakit sedini mungkin dengan cara non invasive dan menghemat waktu dan biaya.

2. Sebagai informasi, publikasi, dan bahan acuan bagi dokter gigi untuk mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa dideteksi melalui saliva. 3. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut fungsi saliva untuk mendeteksi penyakit-penyakit yang lain.

4. Sebagai usaha dalam memotivasi peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Indonesia Sehat 2010.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penulisan skripsi ini yaitu membahas kelenjar saliva, komposisi, fungsi, dan peranan saliva sebagi media diagnosa untuk mendiagnosa penyakit oral dan sistemik. Selain itu, penulisan ini juga menjelaskan biomaker-biomaker saliva, penyakit-penyakit yang dapat dideteksi melalui saliva dan kelebihan pemeriksaan menggunakan saliva dibandingkan pemeriksaan menggunakan darah dan urin.


(14)

BAB 2

SALIVA

2.1 DEFINISI

Saliva merupakan salah satu dari cairan di rongga mulut yang diproduksi dan diekskresikan oleh kelenjar saliva dan dialirkan ke dalam rongga mulut melalui suatu saluran. Saliva terdiri dari 98% air dan selebihnya adalah elektrolit, mukus dan enzim-enzim. Saliva diekskresi hingga 0.5 – 1.5 liter oleh tiga kelenjar liur mayor dan minor yang berada di sekitar mulut dan tenggorokan untuk memastikan kestabilan di sekitar rongga mulut. 1,2

2.1.1 KELENJAR SALIVA

Kelenjar-kelenjar saliva mayor terletak agak jauh dari rongga mulut dan

sekretnya disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga mulut. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis yang terletak dibagian bawah telinga dibelakang ramus mandibula, kelenjar submandibularis yang terletak dibagian bawah korpus mandibula dan kelenjar sublingualis yang terletak dibawah lidah. Selain itu terdapat juga kelenjar saliva minor yang terdiri dari kelenjar labial, kelenjar bukal, kelenjar Bladin-Nuhn, kelenjar Von Ebner dan kelenjar Weber.3,15,19

2.1.1.1 KELENJAR SALIVA MAYOR

Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar yang terletak di

anterior dari aurikel telinga dimana posisinya antara kulit dan otot masseter. Duktus kelenjar ini bermuara pada vestibulus oris pada lipatan antara mukosa pipi


(15)

dan gusi dihadapan molar 2 atas. Kelenjar ini dibungkus oleh jaringan ikat padat dan mengandung sejumlah besar enzim antara lain amilase lisozim, fosfatase asam, aldolase, dan kolinesterase. Saluran keluar utama disebut duktus stenon (stenson) terdiri dari epitel berlapis semu. 3,19

Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar yang memproduksi air liur terbanyak dan mempunyai saluran keluar (duktus ekskretoris) yaitu duktus Whartoni yang bermuara pada dasar rongga mulut pada frenulum lidah, dibelakang gigi seri bawah. Seperti juga kelenjar parotis, kelenjar ini terdiri dari jaringan ikat yang padat.15

Kelenjar sublingualis mempunyai banyak duktus yang menyalurkan ke dalam rongga mulut. Duktus kelenjar ini disebut duktus Rivinus. Duktus ini terletak berdekatan dengan papilla dari duktus kelenjar submandibular.19

2.1.1.2 KELENJAR SALIVA MINOR

Kebanyakan kelenjar saliva minor merupakan kelenjar kecil-kecil yang terletak di dalam mukosa atau submukosa. Kelenjar minor hanya menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam. Kelenjar-kelenjar ini

diberi nama berdasarkan lokasinya atau nama pakar yang menemukannya.3,15

Kelenjar labial (glandula labialis) terdapat pada bibir atas dan bibir bawah dengan asinus-asinus seromukus. Kelenjar bukal (glandula bukalis) terdapat pada mukosa pipi, dengan asinus-asinus seromukus. Kelenjar Bladin-Nuhn (Glandula lingualis anterior) terletak pada bagian bawah ujung lidah. Kelenjar Von Ebner (Gustatory Gland = albuminous gland) dan Kelenjar Weber terletak pada pangkal lidah. Kelenjar Von Ebner dan Weber disebut juga glandula lingualis posterior. 3,15


(16)

2.2. KOMPOSISI SALIVA

Komponen-komponen saliva, yang dalam keadaan larut disekresi oleh

kelenjar saliva, dapat dibedakan atas komponen organik dan anorganik. Namun

demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva bahan utamanya adalah air yaitu sekitar 99.5%. Komponen anorganik saliva antara lain : Sodium, Kalsium, Kalium, Magnesium, Bikarbonat, Khlorida, Rodanida dan Thiocynate (CNS), Fosfat, Potassium dan Nitrat. Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, musin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti testosteron dan kortisol.

2,12

2.2.1. Komponen Anorganik

Dari kation-kation, Sodium (Na+ ) dan Kalium (K+ ) mempunyai

konsentrasi tertinggi dalam saliva. Disebabkan perubahan di dalam muara

pembuangan, Na+ menjadi jauh lebih rendah di dalam cairan mulut daripada di

dalam serum dan K+ jauh lebih tinggi.

Ion Khlorida merupakan unsur penting untuk aktifitas enzimatik α-amilase. Kadar Kalsium dan Fosfat dalam saliva sangat penting untuk remineralisasi email dan berperan penting pada pembentukan karang gigi dan plak bakteri. Kadar Fluorida di dalam saliva sedikit dipengaruhi oleh konsentrasi fluorida dalam air

minum dan makanan. Rodanida dan Thiosianat(CNS- ) adalah penting sebagai

agen antibakterial yang bekerja dengan sisitem laktoperosidase. Bikarbonat adalah ion bufer terpenting dalam saliva yang menghasilkan 85% dari kapasitas bufer.2,15


(17)

2.2.2. Komponen Organik

Komponen organik dalam saliva yang utama adalah protein. Protein yang

secara kuantitatif penting adalah α-Amilase, protein kaya prolin, musin dan

imunoglobulin. 2,3 Berikut adalah fungsi protein-protein dalam saliva:

1. α-Amilase mengubah tepung kanji dan glikogen menjadi kesatuan

karbohidrat yang kecil. Juga karena pengaruh α-Amilase, polisakarida mudah dicernakan.19

2. Lisozim mampu membunuh bakteri tertentu sehingga berperan dalam sistem penolakan bakterial. 2

3. Kalikren dapat merusak sebagian protein tertentu, di antaranya faktor

pembekuan darah XII, dan dengan demikian berguna bagi proses

pembekuan darah.6

4. Laktoperosidase mengkatalisis oksidasi CNS(thiosianat) menjadi OSCN (hypothio) yang mampu menghambat pertukaran zat bakteri dan pertumbuhannya.2

5. Protein kaya prolin membentuk suatu kelas protein dengan berbagai

fungsi penting: membentuk bagian utama pelikel muda pada email gigi.2 6. Musin membuat saliva menjadi pekat sehingga tidak mengalir seperti air disebabkan musin mempunyai selubung air dan terdapat pada semua

permukaan mulut maka dapat melindungi jaringan mulut terhadap


(18)

2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Saliva

Kelenjar saliva memproduksi saliva hampir setengah liter setiap hari. Beberapa faktor mempengaruhi sekresi saliva dengan merangsang kelenjar saliva melalui cara-cara berikut:21

1. Faktor mekanis yaitu dengan mengunyah makan yang keras atau permen karet.

2. Faktor kimiawi yaitu melalui rangsangan seperti asam, manis, asin, pahit dan pedas.

3. Faktor neuronal yaitu melalui sistem syaraf autonom baik simpatis maupun parasimpatis.

4. Faktor Psikis yaitu stress yang menghambat sekresi saliva.

5. Rangsangan rasa sakit, misalnya oleh radang, gingivitis, dan pemakaian protesa yang dapat menstimulasi sekresi saliva.

2.4. FUNGSI FISIOLOGI

Saliva mempunyai fungsi yang sangat penting untuk kesehatan rongga mulut karena mempunyai hubungan dengan proses biologis yang terjadi dalam rongga mulut. Secara umumnya saliva berperan dalam proses perlindungan pada permukaan mulut, pengaturan kandungan air, pengeluaran virus-virus dan produk metabolisme organisme sendiri dan mikro-organisme, pencernaan makanan dan pengecapan serta diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel kulit, epitel dan saraf. 5,8


(19)

2.4.1.Perlindungan Permukaan mulut

Saliva memberi perlindungan baik pada mukosa maupun elemen gigi geligi melalui pengaruh bufer, pembersihan mekanis, demineralisasi dan remineralisasi,

aktivitas anti-bakterial dan agregasi mikro-organisme mulut. Pengaruh bufer

menyebabkan saliva menahan perubahan asam (pH) di dalam rongga mulut

terutama dari makanan yang asam.20

Proses pembersihan mekanis terjadi melalui aktivitas berkumur-kumur menyebabkan mikro-organisme kurang mempunyai kesempatan untuk berkolonisasi di dalam rongga mulut. Selain itu lapisan protein pada elemen gigi geligi (acquired pellicle) memberi perlindungan terhadap keausan permukaan oklusal elemen gigi-geligi oleh kekuatan pengunyahan normal. Kalsium dan Fosfat memegang peranan penting dalam mekanisme penolakan terhadap dekalsifikasi email gigi dalam lingkungan asam (demineralisasi), sedangkan ion-ion ini memungkinkan terjadinya remineralisasi pada permukaan gigi yang sedikit terkikis.2,8

Di dalam saliva dijumpai berbagai komponen anorganik dan organik yang mempunyai pengaruh antibakterial dan antiviral. Misalnya, thiosianat, laktoperoksidase, enzim-enzim lisozim, protein laktoferin dan imunoglobulin. Agregasi mikro-organisme terjadi karena bakteri tertentu digumpalkan oleh komponen-komponen saliva seperti imunoglobulin, substansi reaktif kelompok darah dan musin. Kolonisasi bakteri di dalam rongga mulut akan terhalang dan selanjutnya dapat diangkut ke lambung.2,20


(20)

2.4.2.Pengaturan kandungan Air

Sekresi saliva sangat berhubungan dengan pengaturan kandungan air. Apabila terjadi gejala kekeringan, sekresi saliva yang dihasilkan menjadi rendah

dan timbul rasa dahaga.2 Pembasahan permukaan mulut diperlukan untuk

menghindari dari gejala mulut kering atau disebut xerostomia. Gejala ini timbul akibat produksi saliva yang kurang di dalam rongga mulut.21

2.4.3.Pengeluaran Virus dan Hasil Pertukaran Zat

Berbagai jenis zat dikeluarkan ke dalam rongga mulut melalui serum seperti alkoloid tertentu, antibiotika, alkohol, hormon steriod dan virus. Beberapa dari zat-zat ini dapat diresorpsi di dalam saluran pencernaan makanan. Diketahui bahwa virus hepatisis B dapat ditemukan di dalam saliva pasien, sehingga para dokter gigi dan perawat gigi mempunyai risiko lebih besar terhadap infeksi hepatisis B. Hal yang sama pada prinsipnya juga berlaku juga untuk virus HIV pada penderita AIDS, meskipun kelihatannya infeksi melalui saliva jarang ditemuka n. 2

2.4.4.Pencernaan Makanan dan Proses Pengecapan

Enzim saliva yang terpenting adalah α-Amilase yang terlibat pada

pencernaan makanan. Zat ini mampu untuk menguraikan makanan yang mengandung tepung kanji dan glikogen dan dengan demikian melarutkannya di

dalam saliva dan mengangkutnya.5 Di samping itu terdapat juga enzim-enzim lain

yaitu Lipase, Protease, DNAse dan RNAse. Enzim-enzim ini berperan dalam proses pencernaan makanan. Gustin yang terdapat dalam saliva berfungsi dalam


(21)

proses pengecapan makanan. Musin dan air berperan untuk membentuk makanan menjadi bolus sebelum makanan ditelan. 20

2.4.5.Diferensiasi dan Pertumbuhan Syaraf (NGF) dan Epidermal (EGF)

Faktor pertumbuhan syaraf (Nerve Growth Factor) yang dihasilkan oleh

glandula submandibularis dibutuhkan bagi diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel syaraf adrenergik. Selain itu, glandula submandibularis juga menghasilkan faktor pertumbuhan epidermal (Epidermal Growth Factor) yang berperan pada perkembangan jaringan kulit, epitel dan erupsi elemen gigi-geligi. Kedua protein saliva tersebut diresorpsi melalui saluran usus lambung, atau langsung diteruskan pada peredaran darah. Selajutnya sebagai hormon dapat bekerja pada sel-sel sasaran.2,5

2.4.6. Fungsi Non-Fisiologi

Saliva dapat berperan sebagai anti-kabut (anti-fog). Penyelam skuba selalu

melapisi kaca mata menyelam mereka dengan selapis tipis saliva untuk menghidari kabut. Selain itu saliva juga berperan efektif sebagai agen pembersih untuk memelihara lukisan. Cotton swab yang dilapisi saliva disapukan pada lukisan untuk membuang kotoran yang melekat pada lukisan tersebut. 7


(22)

BAB 3

SALIVA SEBAGAI MEDIA DIAGNOSA

Saliva adalah cairan biologik yang kompleks serta mempunyai banyak fungsi dalam rongga mulut. Penggunaan saliva sebagai media diagnosa akhir-akhir ini semakin penting dibandingkan dengan penggunaan darah dan urin karena prosedur pengambilannya yang mudah serta berfungsi dalam memeriksa dan mendiagnosa kadar hormon, obat-obatan dan antibodi. 4,7,14

Saliva digunakan sebagai alat bantu dalam mendiagnosa penyakit sistemik yang mempunyai efek terhadap fungsi kelenjar saliva dan komposisi saliva misalnya sindroma Sjogren, sirosis alkohol, sistik fibrosis, diabetes mellitus dan penyakit korteks adrenal. Saliva juga digunakan untuk mendiagnosa kanker payudara, virus (HIV, hepatisis B dan C) dan penyakit kardiovaskular. Bagi kedokteran gigi terutamanya bidang penyakit mulut, saliva dapat digunakan untuk mendiagnosa kanker mulut. Selain itu, saliva juga digunakan untuk mendiagnosa resiko karies, periodontitis dan karsinoma kepala dan leher.6,8,9

3.1. Biomaker Saliva

Komponen multifaktorial dalam saliva tidak hanya melindungi integritas

jaringan rongga mulut, tetapi juga memberikan petunjuk terjadinya penyakit atau

kondisi sistemik dan lokal. Biomaker ini sering digunakan untuk memonitor

kesehatan dan diagnosa dini suatu penyakit.5,10 Berikut adalah beberapa

komponen dalam saliva yang dapat berperan sebagai biomaker dan fungsinya masing-masing:


(23)

1. DNA berperan dalam mendiagnosa tumor kepala dan leher, infeksi bakteri serta digunakan dalam bidang forensik untuk menjajaki gen. 4 2. RNA berperan dalam identifikasi virus atau bakteri dan diagnosa kanker mulut.6

3. Immunoglobulin berperan dalam mendiagnosa virus HIV, hepatisis B dan hepatisis C. 4,5

4. Ion dan metabolit berperan untuk mendiagnosa kanker pada saluran

pencernaan. 12

5. Protein berfungsi dalam mendiagnosa kanker payudara dan mendeteksi karsinoma sel skuamosa.14

6. Obat dan metabolitnya berperan untuk memonitor penyalahgunaan

obat-obatan dan mendeteksi obat-obatan dalam tubuh. 15

7. Virus dan bakteri digunakan untuk mendiagnosa reaktivasi virus

Epstein-Barr, kanker mulut dan karies gigi. 6

3.2. Aplikasi Diagnostik Saliva

Aplikasi saliva sebagai media diagnostik bertujuan untuk mendiagnosa penyakit autoimun, tumor (orofasial dan sistemik), penyakit kardiovaskular,

mendeteksi obat-obatan dan penyakit berjangkit.4,5,9 Selain itu, saliva juga

digunakan untuk mendiagnosa sistem endokrin dan kegunaannya dalam bidang psikiatrik.9

Bagi kedokteran gigi terutama sekali dalam bidang penyakit mulut, kegunaan saliva sebagai aplikasi diagnostik sangat berguna untuk mendiagnosa


(24)

Bidang periodontologi juga menggunakan saliva untuk mendiagnosa penyakit periodontal dan resiko terjadinya karies. 8

3.2.1. Diagnosa Penyakit Autoimun

Penyakit autoimun disebabkan kegagalan sistem imun berfungsi dengan baik dan menyebabkan kerusakan organ pada penderita. Salah satu contoh penyakit autoimun adalah sindroma Sjögren dengan karateristik disfungsi kelenjar

lakrimal dan saliva, abnormalitas serologi, dan perubahan sistem organ.9

Sindroma ini menyebabkan penurunan sekresi kelenjar saliva atau hiposalivasi yang menyebabkan susah menelan dan bicara. Mukosa oral menjadi kering dan berwarna kemerah-merahan. Kadar serum sitokin dalam saliva digunakan untuk mendiagnosa dan didapati kenaikan interleukin 2 (IL-2) dan interleukin 6 (IL-6) pada penderita sindroma Sjögren. Akhir-akhir ini analisa protein saliva juga digunakan untuk mendiagnosa sindroma Sjögren dan didapati adanya kenaikan kadar laktoferin, beta 2 mikroglobulin, lisozim C, sistatin C dan penurunan amilase saliva.4

Glandula parotis adalah kelenjar saliva pertama yang diserang pada penderita sindroma Sjögren, maka kebanyakan analisa penyakit menggunakan sekresi saliva pada kelenjar ini. Didapati bahwa konsentrasi protein dan ion Na+

bertambah tetapi konsentrasi ion K+ dan fosfat tidak berubah. Semua penderita

sindroma ini mempunyai pertumbuhan kandida sekunder. Penanggulangannya adalah dengan pemberian Daktarine, Nystatine atau Fungizone yang akan mengurangkan keluhan rasa sakit. Selain itu, timbul juga peningkatan kerentanan


(25)

terhadap karies yang akan menyebabkan terbentuknya lesi pada serviks gigi. Aplikasi fluoride diberikan sebagai penanggulangannya.2

3.2.2. Diagnosa Tumor

Kanker payudara merupakan tumor ganas yang pertama sekali dideteksi

menggunakan biomaker protein. Level CA 15-3 dan produk protein onkogen

c-erbB-2 yang juga dikenal sebagai HER-2/neu dijumpai meningkat pada penderita

kanker payudara.4,10 Faktor Pertumbuhan Epidermal (EGF) yang terdapat dalam

saliva didapati lebih tinggi pada saliva wanita penderita kanker payudara

dibandingkan wanita yang tidak menderita penyakit ini. Penelitian oleh Di-Xia,

Schwartz dan Fan-Qin pada tahun 1990 mendapati saliva mengandungi CA 125 yaitu glikoprotein kompleks yang selalu digunakan untuk mendeteksi kanker ovari. Peningkatan level CA 125 yang signifikan dijumpai pada wanita yang menderita kanker ovari dibandingkan dengan wanita yang sehat. 4,9

Penelitian oleh Boyle pada tahun 1994 mendapati bahwa protein saliva p53 dapat digunakan sebagai biomaker untuk mendeteksi karsinoma sel skuamosa dengan metode Polimerase Chain reaction (PCR). Jenzano, Brown dan Mauriello pada tahun 1987 melaporkan penggunaan kallikrein dalam saliva untuk mendeteksi tumor ganas. 9,13

Bagi bidang penyakit mulut, kegunaan saliva dalam mendiagnosa tumor tidak hanya untuk mendeteksi kanker mulut saja tetapi juga telah membuka jalan untuk mendiagnosa tumor yang terjadi pada saluran pernafasan. Pada perokok, sel epitelial pada saluran ini bermula dari rongga mulut sampai ke alveolus telah berubah menjadi sel kanker. Analisa dapat dijalankan dengan mengambil jaringan


(26)

epitelial pada saliva di dalam rongga mulut untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kanker paru.6 Kanker pada saluran pencernaan dapat dideteksi dengan mengukur kadar nitrat di dalam saliva. Kadar nitrat meningkat jika terjadi tumor karsinoma pada saluran pencernaan yaitu lambung dan hati. 12

3.2.3. Diagnosa Penyakit Kardiovaskular

Diagnosa penyakit hipertensi dapat ditegakkan dengan mengukur kadar

sekresi saliva. Pasien hipertensi menunjukkan gejala hiposalivasi yaitu penurunan

sekresi saliva.8 Penyakit kardiovaskular dapat dideteksi dengan mendiagnosa

enzim α-Amilase yang ada dalam saliva.Enzim ini dapat digunakan untuk pasien yang menjalani pengobatan lanjutan selepas operasi kardiovaskular. Pemeriksaan enzim amilase dalam saliva dilakukan sebelum dan sesudah operasi dijalankan. Hasilnya didapati jika adanya penurunan enzim ini sebelum operasi untuk pasien dengan aneurisma aorta yang pecah (ruptured aortic aneurysm), maka resiko kematian akan meningkat. 9

3.2.4. Diagnosa Obat-obatan.

Pemeriksaan obat-obatan dengan menggunakan saliva sudah digunakan,

saliva dapat digunakan untuk memonitor atau mendeteksi amfetamin, barbiturat, benzodiazepin, cannabis, marijuana, kokain, nikotin, heroin, morfin dan kodein.

11,15

Amfetamin di dalam saliva adalah hasil metabolisme methamfetamin dan

dapat dijumpai di dalam saliva sesudah mencapai konsentrasi tertentu dalam plasma darah. Barbiturat adalah obat yang diberikan secara oral untuk


(27)

menghilangkan keadaan konvulsif dalam pemberian anestesi. Konsentasi barbiturat yang tinggi dapat dijumpai dalam saliva setelah 1 jam pemberiannya. Benzodiazepin dapat dijumpai dalam saliva setelah 45 menit pemberiannya. Cannabis dan marijuana adalah bahan psikoaktif yang masuk ke dalam tubuh melalui aktivitas merokok. Marijuana dapat dideteksi dalam saliva sekitar 30

menit setelah menghirup asap rokok.Kokain berperan sebagai anestesi lokal dan

dapat dijumpai dalam saliva setelah 1jam pemberiannya secara intranasal.4

Indikator kebiasaan merokok pada perokok aktif atau pasif dapat diketahui dengan dijumpainya tiosianat di dalam saliva.8

3.2.5. Diagnosa Penyakit yang Menular

Kegunaan saliva sebagai aplikasi diagnostik sangat berguna dalam mendiagnosa penyakit yang menular. Human immunodeficiency virus (HIV), virus hepatisis B (HBV) dan virus hepatisis C (HCV) adalah beberapa penyakit yang dapat dideteksi melalui saliva.6

Saliva dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya infeksi dari bakteri

Helicobacter pylori yang berperan sebagai patogen terjadinya peptic ulcer dan

faktor resiko penyebab karsinoma dan limfoma. Metode PCR digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik bakteri Helicobacter pylori di dalam saliva dan memastikan adanya infeksi akibat bakteri ini pada pasien. Selain itu, resiko terjadinya gastric adenocarcinoma juga dapat diketahui dengan mendeteksi adanya infeksi bakteri Helicobacter pylori melalui pemeriksaan antibodi di dalam saliva. Metode PCR juga dapat digunakan untuk mendeteksi bakteri penyebab penyakit paru-paru Mycobacterium tuberculosis yang ada dalam saliva. RNA


(28)

yang dijumpai dalam saliva dapat berperan sebagi penanda untuk mendeteksi bakteri Streptococcal pneumonia. 4

Pemeriksaan infeksi akibat virus human immunodeficiency virus (HIV) adalah bukti terbaik pentingnya penggunaan saliva untuk mendiagnosa penyakit

yang berjangkit.16 Pemeriksaan ini dapat dijalankan menggunakan teknik

fluoresensi enzim atau metode ELISA yang dikombinasikan dengan Western Blot Assays. Hasilnya lebih baik dibandingkan pemeriksaan menggunakan darah dan urin karena menunjukkan spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik. Selain itu, saliva juga dapat digunakan untuk memeriksa beta2 mikroglobulin dan/atau level

faktor α-reseptor tumor nekrosis yang menunjukkan aktivitas virus HIV pada pasien. Identifikasi dan deteksi virus di dalam saliva dengan menggunakan metode PCR telah menjadi metode standard sekarang. Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi bermacam-macam jenis virus misalnya HPV 8. Ini menjadi bukti penyebaran virus HPV secara non seksual melalui saliva atau hidung dengan terdeteksi virus ini di dalam saliva dan cairan hidung.Saliva juga dapat digunakan untuk mendiagnosa virus sitomegali (CMV), HPV 6, 7 dan 8

dengan menggunakan metode PCR ini. 4

3.2.6. Diagnosa Sistem Endokrin

Saliva dapat digunakan untuk memeriksa kadar hormon steroid seperti kortisol, dehidroepiandrosteron, estradiol, estriol, progesteron dan testoteron.12,16 Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengevaluasi tingkah laku dan keadaan emosi yang berkaitan dengann aktivitas seksual pada remaja laki-laki. Selain itu


(29)

juga digunakan untuk meneliti keadaan kesehatan dan perkembangan anak-anak,

depresi premenstrual dan sindrom Cushing.9

Kadar progesteron dapat digunakan untuk mendiagnosa fungsi ovari dan memonitor respon terhadap terapi hormon. Perubahan kadar progesteron juga

digunakan untuk memonitor fungsi plasenta untuk ibu hamil.Hormon lain yang

dapat digunakan untuk mendiagnosa adalah estriol. Kelahiran dini bagi ibu hamil dapat dipredeksi dengan meningkatnya kadar hormon estriol. 21,22

3.3 Kelebihan Pemeriksaan Menggunakan Saliva

Pemeriksaan penyakit menggunakan saliva mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan pemeriksaan menggunakan darah atau urin. Berikut merupakan kelebihan-kelebihan pemeriksaan menggunakan saliva:

1. Diagnosa dengan menggunakan saliva lebih mudah karena sampel

saliva dapat dikumpulkan dengan mudah dan tidak memerlukan biaya yang banyak.7

2. Selain itu, sampel saliva juga dapat diambil dari pasien

berulang-ulang kali tanpa menganggu kenyamanan pasien karena pengambilan sampel bersifat non-invasive yaitu tanpa penggunaan jarum.8

3. Prosedur mendiagnosa penyakit lebih mudah karena sampel saliva

tidak membeku seperti darah. 11

4. Sampel saliva yang diambil dapat digunakan berulang kali ia stabil

pada suhu ruangan (room temperature). 21


(30)

BAB 4

KESIMPULAN

Saliva bukan saja berfungsi sebagai cairan di dalam rongga mulut tetapi juga dapat digunakan untuk mendiagnosa berbagai-bagai penyakit oral dan sistemik sama seperti fungsi darah dan urin.

Beberapa komponen yang ada dalam saliva dapat berfungsi sebagai

marker atau penanda suatu penyakit seperti DNA, RNA, protein, glikoprotein dan beberapa komponen lagi dengan fungsi diagnostiknya masing-masing.

Saliva sebagai media diagnosa dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit sindroma Sjögren, sirosis alkohol, sistik fibrosis, diabetes mellitus dan penyakit korteks adrenal. Selain itu, saliva juga digunakan untuk mendiagnosa kanker payudara, virus (HIV, hepatisis B dan C) dan penyakit kardiovaskular. Selain itu, saliva juga dapat digunakan untuk mendiagnosa kadar hormon dan obat-obatan untuk mengetahui status kesehatan seseoang.

Kegunaan saliva sebagai media diagnosa juga sangat berguna untuk

bidang kedokteran gigi. Dalam bidang penyakit mulut, saliva dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit pada kelenjar saliva, kanker mulut dan xerostomia. Selain itu, resiko karies, periodontitis dan karsinoma kepala dan leher juga dapat didiagnosa melalui pemeriksaan menggunakan saliva.

Pemeriksaan dengan menggunakan saliva tidak hanya dapat memberikan infomasi tentang kesehatan keadaan rongga mulut itu sendiri, tetapi juga dapat digunakan untuk mengetahui keadaan kesehatan tubuh secara keseluruhan dengan mendiagnosa keadaan sistemik penyakit yang ada.


(31)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wong.D.T. Salivary Diagnostic. NIH Public Acess 2009;37-43.

2. Amerogan.A.V.N Ludah dan Kelenjar ludah. arti bagi kesehatan gigi.

Gajah Mada University Press: 1991;XXI:xxii.1-8, 18-20, 82-4, 158-9, 196-7, 234-5.

3. Mozartha.M. Pengertian dan FungsiSaliva.

4. Pink.R, Simek.J, Vondrakova.J. Saliva As A Diagnostic Medium. Biomed

Pap Med Fac Univ Palacky Olomouc Czech Repub 2009;153(2):103-110.

5. Segal.A, Wong.D.T. Salivary Diagnostic:Enhancing Disease Detection

and Making Medicine Better.NIH Public Acess 2008;22-29

6. Wong.D.T. Salivary Diagnostic.NIH Public 2008;100

7. Wikipedia. Saliva

<www.wikipedia, the free encyclopedia/saliva.com

8. Puy.C.L. The Role of Saliva in Maintaining Oral health and As Aid to

Diagnosis. Med Oral patol Oral Cir Bucal 2006;11:E449-55. >

9. Streckfus.Cf, Bigler.Lr. Saliva as A Diagnostic Fluid. Oral Disease

2002;69-67.

10. Lawrence.H.P. Salivary Markers of Sistemic Disease:Noninvasive

Diagnosis of Disease and Monitoring of General Health. Journal of the

Canadian Dental Association 2002; 68(3):107-4.

11. Wong.D.T.bSalivary Diagnostic Powered by Nanotechnologies,


(32)

12. Ferguson.D.B. Current diagnostic Uses of saliva. J dent Res 1987;420-424.

13. Prk.N.J, Zhou.H, Elashoff.D. Salivary MicroRNA:Discovery,

Characterization, and Clinical Utility for Oral cancer Detection. Clin

Cancer Res 2009;5473-5474.

14. Bigler.L.R, Streckfus.C.F, Dubinsky.W.P. Salivary Biomakers for the

Detection of Malignant tumors that are Remote from the Oral cavity. Clin

Labmed 2009;71-85.

15. Hold.K.M, Boer.D, Zuidema.J. Saliva as an Analytical Tool In

Toxicology. International Journal of Drug Testing; 1-35

16. Miller.S.M. Saliva:New Interest In a Nontraditional Specimen-Saliva as a

multipurpose Diagnostic Fluid 1993;1-2.

17. Mandel. 1993. Salivary Diagnosis:More Than A Lick and A Promise. J.Dent Am Assoc 124:85-7

18. Oral fluid Sampling System.Calypte Biomedical Corporation

19. Salivary Glands. <

20 Elizabeth.M. The Role of Saliva In Oral health. Supportive Oncology www.medical look.com>

2007;215-225

21.Hofman.L.F. Innovative Non-or minimally-Invasive Technologies for

Monitoring Health and Nutritional Status in Mothers and Young Children.ASNS 2001;1623-1624


(1)

menghilangkan keadaan konvulsif dalam pemberian anestesi. Konsentasi barbiturat yang tinggi dapat dijumpai dalam saliva setelah 1 jam pemberiannya. Benzodiazepin dapat dijumpai dalam saliva setelah 45 menit pemberiannya. Cannabis dan marijuana adalah bahan psikoaktif yang masuk ke dalam tubuh melalui aktivitas merokok. Marijuana dapat dideteksi dalam saliva sekitar 30 menit setelah menghirup asap rokok.Kokain berperan sebagai anestesi lokal dan dapat dijumpai dalam saliva setelah 1jam pemberiannya secara intranasal.4 Indikator kebiasaan merokok pada perokok aktif atau pasif dapat diketahui dengan dijumpainya tiosianat di dalam saliva.8

3.2.5. Diagnosa Penyakit yang Menular

Kegunaan saliva sebagai aplikasi diagnostik sangat berguna dalam mendiagnosa penyakit yang menular. Human immunodeficiency virus (HIV), virus hepatisis B (HBV) dan virus hepatisis C (HCV) adalah beberapa penyakit yang dapat dideteksi melalui saliva.6

Saliva dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya infeksi dari bakteri Helicobacter pylori yang berperan sebagai patogen terjadinya peptic ulcer dan faktor resiko penyebab karsinoma dan limfoma. Metode PCR digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik bakteri Helicobacter pylori di dalam saliva dan memastikan adanya infeksi akibat bakteri ini pada pasien. Selain itu, resiko terjadinya gastric adenocarcinoma juga dapat diketahui dengan mendeteksi adanya infeksi bakteri Helicobacter pylori melalui pemeriksaan antibodi di dalam saliva. Metode PCR juga dapat digunakan untuk mendeteksi bakteri penyebab penyakit paru-paru Mycobacterium tuberculosis yang ada dalam saliva. RNA


(2)

yang dijumpai dalam saliva dapat berperan sebagi penanda untuk mendeteksi bakteri Streptococcal pneumonia. 4

Pemeriksaan infeksi akibat virus human immunodeficiency virus (HIV) adalah bukti terbaik pentingnya penggunaan saliva untuk mendiagnosa penyakit yang berjangkit.16 Pemeriksaan ini dapat dijalankan menggunakan teknik fluoresensi enzim atau metode ELISA yang dikombinasikan dengan Western Blot Assays. Hasilnya lebih baik dibandingkan pemeriksaan menggunakan darah dan urin karena menunjukkan spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik. Selain itu, saliva juga dapat digunakan untuk memeriksa beta2 mikroglobulin dan/atau level faktor α-reseptor tumor nekrosis yang menunjukkan aktivitas virus HIV pada pasien. Identifikasi dan deteksi virus di dalam saliva dengan menggunakan metode PCR telah menjadi metode standard sekarang. Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi bermacam-macam jenis virus misalnya HPV 8. Ini menjadi bukti penyebaran virus HPV secara non seksual melalui saliva atau hidung dengan terdeteksi virus ini di dalam saliva dan cairan hidung.Saliva juga dapat digunakan untuk mendiagnosa virus sitomegali (CMV), HPV 6, 7 dan 8 dengan menggunakan metode PCR ini. 4

3.2.6. Diagnosa Sistem Endokrin

Saliva dapat digunakan untuk memeriksa kadar hormon steroid seperti kortisol, dehidroepiandrosteron, estradiol, estriol, progesteron dan testoteron.12,16 Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengevaluasi tingkah laku dan keadaan emosi yang berkaitan dengann aktivitas seksual pada remaja laki-laki. Selain itu


(3)

juga digunakan untuk meneliti keadaan kesehatan dan perkembangan anak-anak, depresi premenstrual dan sindrom Cushing.9

Kadar progesteron dapat digunakan untuk mendiagnosa fungsi ovari dan memonitor respon terhadap terapi hormon. Perubahan kadar progesteron juga digunakan untuk memonitor fungsi plasenta untuk ibu hamil.Hormon lain yang dapat digunakan untuk mendiagnosa adalah estriol. Kelahiran dini bagi ibu hamil dapat dipredeksi dengan meningkatnya kadar hormon estriol. 21,22

3.3 Kelebihan Pemeriksaan Menggunakan Saliva

Pemeriksaan penyakit menggunakan saliva mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan pemeriksaan menggunakan darah atau urin. Berikut merupakan kelebihan-kelebihan pemeriksaan menggunakan saliva:

1. Diagnosa dengan menggunakan saliva lebih mudah karena sampel saliva dapat dikumpulkan dengan mudah dan tidak memerlukan biaya yang banyak.7

2. Selain itu, sampel saliva juga dapat diambil dari pasien berulang-ulang kali tanpa menganggu kenyamanan pasien karena pengambilan sampel bersifat non-invasive yaitu tanpa penggunaan jarum.8

3. Prosedur mendiagnosa penyakit lebih mudah karena sampel saliva tidak membeku seperti darah. 11

4. Sampel saliva yang diambil dapat digunakan berulang kali ia stabil pada suhu ruangan (room temperature). 21


(4)

BAB 4

KESIMPULAN

Saliva bukan saja berfungsi sebagai cairan di dalam rongga mulut tetapi juga dapat digunakan untuk mendiagnosa berbagai-bagai penyakit oral dan sistemik sama seperti fungsi darah dan urin.

Beberapa komponen yang ada dalam saliva dapat berfungsi sebagai marker atau penanda suatu penyakit seperti DNA, RNA, protein, glikoprotein dan beberapa komponen lagi dengan fungsi diagnostiknya masing-masing.

Saliva sebagai media diagnosa dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit sindroma Sjögren, sirosis alkohol, sistik fibrosis, diabetes mellitus dan penyakit korteks adrenal. Selain itu, saliva juga digunakan untuk mendiagnosa kanker payudara, virus (HIV, hepatisis B dan C) dan penyakit kardiovaskular. Selain itu, saliva juga dapat digunakan untuk mendiagnosa kadar hormon dan obat-obatan untuk mengetahui status kesehatan seseoang.

Kegunaan saliva sebagai media diagnosa juga sangat berguna untuk bidang kedokteran gigi. Dalam bidang penyakit mulut, saliva dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit pada kelenjar saliva, kanker mulut dan xerostomia. Selain itu, resiko karies, periodontitis dan karsinoma kepala dan leher juga dapat didiagnosa melalui pemeriksaan menggunakan saliva.

Pemeriksaan dengan menggunakan saliva tidak hanya dapat memberikan infomasi tentang kesehatan keadaan rongga mulut itu sendiri, tetapi juga dapat digunakan untuk mengetahui keadaan kesehatan tubuh secara keseluruhan dengan mendiagnosa keadaan sistemik penyakit yang ada.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wong.D.T. Salivary Diagnostic. NIH Public Acess 2009;37-43.

2. Amerogan.A.V.N Ludah dan Kelenjar ludah. arti bagi kesehatan gigi. Gajah Mada University Press: 1991;XXI:xxii.1-8, 18-20, 82-4, 158-9, 196-7, 234-5.

3. Mozartha.M. Pengertian dan FungsiSaliva.

4. Pink.R, Simek.J, Vondrakova.J. Saliva As A Diagnostic Medium. Biomed Pap Med Fac Univ Palacky Olomouc Czech Repub 2009;153(2):103-110. 5. Segal.A, Wong.D.T. Salivary Diagnostic:Enhancing Disease Detection

and Making Medicine Better.NIH Public Acess 2008;22-29 6. Wong.D.T. Salivary Diagnostic.NIH Public 2008;100 7. Wikipedia. Saliva

<www.wikipedia, the free encyclopedia/saliva.com

8. Puy.C.L. The Role of Saliva in Maintaining Oral health and As Aid to Diagnosis. Med Oral patol Oral Cir Bucal 2006;11:E449-55.

>

9. Streckfus.Cf, Bigler.Lr. Saliva as A Diagnostic Fluid. Oral Disease 2002;69-67.

10.Lawrence.H.P. Salivary Markers of Sistemic Disease:Noninvasive Diagnosis of Disease and Monitoring of General Health. Journal of the Canadian Dental Association 2002; 68(3):107-4.

11.Wong.D.T.bSalivary Diagnostic Powered by Nanotechnologies, Proteomics and Genomic. J Am Dent Assocs 2006;137,313-321.


(6)

12.Ferguson.D.B. Current diagnostic Uses of saliva. J dent Res 1987;420-424.

13. Prk.N.J, Zhou.H, Elashoff.D. Salivary MicroRNA:Discovery, Characterization, and Clinical Utility for Oral cancer Detection. Clin Cancer Res 2009;5473-5474.

14. Bigler.L.R, Streckfus.C.F, Dubinsky.W.P. Salivary Biomakers for the Detection of Malignant tumors that are Remote from the Oral cavity. Clin Labmed 2009;71-85.

15. Hold.K.M, Boer.D, Zuidema.J. Saliva as an Analytical Tool In Toxicology. International Journal of Drug Testing; 1-35

16.Miller.S.M. Saliva:New Interest In a Nontraditional Specimen-Saliva as a multipurpose Diagnostic Fluid 1993;1-2.

17. Mandel. 1993. Salivary Diagnosis:More Than A Lick and A Promise. J.Dent Am Assoc 124:85-7

18.Oral fluid Sampling System.Calypte Biomedical Corporation

19. Salivary Glands. <

20 Elizabeth.M. The Role of Saliva In Oral health. Supportive Oncology www.medical look.com>

2007;215-225

21.Hofman.L.F. Innovative Non-or minimally-Invasive Technologies for Monitoring Health and Nutritional Status in Mothers and Young Children.ASNS 2001;1623-1624