Karakterisasi Fiber Bragg Grating (FBG) Untuk Pengembangan Sistem Sensor Strain Tanah

(1)

KARAKTERISASI FIBER BRAGG GRATING (FBG) UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM SENSOR STRAIN TANAH

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains DEPI SANTI SINUHAJI

050801008

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PERSETUJUAN

Judul : KARAKTERISASI FIBER BRAGG

GRATING (FBG) UNTUK

PENGEMBANGAN SISTEM SENSOR STRAIN TANAH

Kategori : SKRIPSI

Nama : DEPI SANTI SINUHAJI

Nomor Induk Mahasiswa : 050801008

Program Study : SARJANA (S1) FISIKA

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Februari 2010 Diketahui/Disetujui oleh:

Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua Pembimbing

(DR. Marhaposan Situmorang) (Drs.Luhut Sihombing,M.Si) NIP:195510301980031003 NIP : 130 535 871


(3)

Berbahagialah Orang Yang

Mendapat Hikmat,

Orang Yang Memproleh Kepandaian

Karena Keuntunganya Melebihi

Keuntungan Perak

Dan Hasilnya Melebihi Emas

Ia Lebih Berharga dari pada Permata,

Apapun yang kau Inginkan

Tidak dapat Menyamainya

Skripsi ini:

Ku Persembahkan

Buat Kakakku Yang Tercinta Alm Tanti Sinuhaji

&


(4)

PERNYATAAN

KARAKTERISASI FIBER BRAGG GRATING (FBG) UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM SENSOR STRAIN TANAH

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Februari 2010

DEPI SANTI SINUHAJI 050801008


(5)

PENGHARGAAN

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberikan kekuatan padaku (Filipi 4:13). Hal inilah yang menjadi sumber pengharapan dan penghiburan bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi persyaratan untuk memproleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas Sumatera Utara.Dalam penyusunan Tugas Akhir ini,penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr.Bambang Widiayatmoko, yang juga selaku pembimbing I di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang banyak memberi

bimbingan, dorongan dan masukan kepada penulis.

2. Bapak Prabowo Puranto,S.Si, Wildan Panji Tresna,S.Si, Dwi Hanto,S.Si, Hendra Adinata,Amd, Marga Asta Jaya,Amd, Lukman Faris,Amd dan juga Pegawai di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang banyak memberi bimbingan dan masukan kepada penulis.

3. Bapak Drs.Luhut Sihombing,M.Si, selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan,dorongan dan masukan dalam

pelaksanaan Tugas Akhir ini.

4. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Fisika, Dr.Marhaposan Situmorang dan Dra.Justinon,M.Si, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam universitas Sumatera Utara, semua dosen Departemen Fisika FMIPA USU dan Pegawai di FMIPA USU.

5. Tidak terlupakan dan yang teristimewa kepada Ayahanda tercinta B.Sinuhaji dan Ibunda tercinta T.Ginting yang selalu mendukung saya dalam

penyelesaian skripsi ini baik dukungan dalam segi moril, materi maupun doa. 6. Semua keluarga kakak dan abangku tercinta (Putra Sinuhaji,Tanti Sinuhaji(Alm),Nursila Sinuhaji,Spd,Nelta Sinuhaji,EfrataL.Sembiring,Erwin

Sembiring dan Perdianta Perangin-angin,SP) yang selama ini memberikan bantuan baik materil dan moral yang diperlukan penulis.

7. Rekan-rekan mahasiswa fisika khususnya stambuk 2005 (Nani,Katrine, Flora, Jonathan, Try Eko, Toni, Rolando, Rian, Espol, Fernando) sahabatku Rosdauli dan Pangi T yang turut serta membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Menyadari akan keterbatasan ilmu yang dimiliki penulis dan keterbatasan waktu, penulis merasa bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna , untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan tugas akhir ini. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya yang berminat di bidang optoelektronika.


(6)

ABSTRAK

Fiber Bragg Grating (FBG) adalah perubahan periodik dari indeks refraktif yang ada pada panjang fiber optik. Telah dikembangkan FBG sensor berbasis laser dioda untuk monitoring daerah rawan longsor. Sensor ini banyak dikembangkan karena sensitifitasnya tinggi dan tidak terpengaruh oleh induksi elektromagnetik sehingga dapat diletakkan di tempat yang jauh dari letak catu daya maupun letak monitornya. Puncak transmisi FBG akan bergeser bila bagian kisi tersebut mengalami perubahan jarak kisi akibat adanya perubahan suhu atau tekanan yang membebani sensor tersebut. Percobaan awal dilakukan untuk mengindentifikasi perubahan puncak transmisi FBG terhadap perubahan suhu atau tekanan dan untuk mengetahui sistem kompensasi suhu yang diperlukan dalam pemakaian. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa puncak transmisi dari FBG berubah terhadap perubahan suhu dengan koefisien 0,01 nm/oC atau 1,44 GHz/°C. Sedangkan perubahan puncak transmisi FBG akibat tekanan adalah 1,41 nm/kNewton atau


(7)

ABSTRACT

Fiber Bragg Grating (FBG) is a periodic change of refractive index which is the length of optical fiber. Has been developed Fiber Bragg Grating (FBG)-based laser diodes for monitoring landslide-prone areas. This sensor has been developed because high sensitivity and is not affected by electromagnetic induction that can be placed at a distance from the location where the power supply and monitor. FBG transmission peak will shift when the grating is change resulting from a change in temperature or pressure sensors that are burdensome. The results of characterization of Fiber Bragg Grating (FBG) sensor system for the development of strains of the soil at the beginning of the experiment to identify changes in the transmission peaks of the FBG temperature or pressure changes and to determine the necessary compensation system in use was found that the peak transmission of the FBG changes with temperature changes with the coefficient 0.01nm/0C or 1.44 GHz/°C. Mean while, the peak

transmission change due to the pressure FBG is 1.41 nm / kNewton or 149.72 (GHz / kN).


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan... i

Pernyataan ... ii

Penghargaan... iii

Abstrak... iv

Abstract... v

Daftar Isi... vi

Daftar Gambar... viii

Daftar Tabel... x

BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Batasan Masalah... 4

1.4.Tujuan Penelitian... 5

1.5. Manfaat Penelitian... 5

1.6.Waktu dan Lokasi Penelitian... 5

1.7. Metodologi Penelitian... 6

1.6. Sistematika Penulisan... 7

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Pengenalan Serat Optik... 8

2.1.1 Struktur dasar sebuah serat optik... 8

2.1.2 Pembagian serat optic……….……… 9

2.1.3 Transmisi cahaya pada serat optik... 11

2.1.4.Karakteristik serat optik... 13

2.1.5.Keuntungan dan Kerugian serat optik... 15

2.2 Fiber Bragg Grating... 16

2.2.1 Prinsip Kerja FBG... 18

2.2.2 Aplikasi FBG... 19

2.2.3 Tipe-tipe struktur grating... 22

2.2.4.Pembuatan FBG... 22

2.3.Laser... 25

2.3.1.Laser Semikonduktor... 25

BAB III Metode Penelitian 3.1 Waktu dan Tempat...31

3.2 Obyek Penelitian... 31

3.3 Alat dan Bahan Penelitian... 31

3.3.1 Alat penyambungan konektor pada FBG... 32

3.3.2 Alat pengujian karakteristik FBG... 32

3.3.3.Sumber cahaya... 35

3.3.4 Bahan penyambungan FBG pada konektor... 37

3.3.5 Prosedur penyambungan konektor pada FBG... 38

3.4 Pengukuran Stabilitas Laser Dioda………39

3.5 Pengukuran transmisi acuan (referensi) FBG……….... 40


(9)

3.6.1 Metode karakterisasi FBG terhadap suhu………... 41

3.6.2 Metode karakterisasi FBG terhadap tekanan………….. 42

3.6. Analisa Data……….. 43

3.7. Diagram alir percobaan………. 44

BAB IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Pengukuran Stabilitas laser dioda... 45

4.1.1.Perubahan Frekuensi (Panjang Gelombang) Terhadap Perubahan Suhu Operasi Laser... 45

4.2. Pengukuran Transmisi Acuan (Referensi) FBG... 47

4.3. Krakterisasi FBG... 49

4.3.1. Karakterisasi FBG terhadap suhu operasi... 49

4.3.2. Karakterisasi FBG terhadap tekanan... 53

BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan... 57

5.2 Saran... 57 Daftar Pustaka

Lampiran A Lampiran B Lampiran C Lampiran D


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Serat Optik... 8

Gambar 2.2. Fiber Optik Single Mode ... 10

Gambar 2.3. Fiber Optik Multi Mode... 10

Gambar 2.4. Lintasan Cahaya dalam Serat Optik... 11

Gambar 2.5. Sinar Cahaya Datang pada antar muka Indeks Bias ... 12

Gambar 2.6. Proses Masuknya cahaya ke dalam Serat Optik... 13

Gambar 2.7. Struktur Fiber Bragg Grating beserta spektrum transmisi dan Refleksinya... 17

Gambar 2.8. Skematis Prinsip Kerja Sebuah FBG...18

Gambar 2.10. Fiber Bragg Grating diberi Pengaruh Suhu dan Strain... 20

Gambar 2.11. Tipe Umum Struktur Fiber Bragg Grating yang diklasifikasikan berdasarkan Variasi dari Perubahan Indeks Sepanjang axis... 22

Gambar 2.12. Writing FBG ke core Fiber dengan Tehnik Interference Pattern... 24

Gambar 2.13. Ilustrasi Fabrifikasi FBG dengan Menggunakan Tehnik Phase Mask 25 Gambar 2.14. Mekanisme Pembentukan Laser...26

Gambar 3.1. Gambar TCM1000T... 33

Gambar 3.2. Gambar Tensile Testing Machine... 34

Gambar 3.3. Plastik Paralon PVC... 34

Gambar 3.4. Optical Spectrum Analyzer... 35

Gambar 3.5. DFB Laser... 36

Gambar 3.6. Amplified Spontaneous Emission...37

Gambar 3.7. Konektor FC...37

Gambar 3.8. Blok Diagram Percobaan Pengukuran Stabilitas Laser dioda...39

Gambar 3.9. Blok Diagram Percobaan Pengukuran Transmisi Referensi FBG...40

Gambar 3.10. Blok Diagram Percobaan karakterisasi FBG Terhadap Suhu Operasi..42

Gambar 3.11. Blok Diagram Percobaan karakterisasi FBG Terhadap Tekanan...43

Gambar 3.12. Percobaan Karakterisasi FBG terhadap Tekanan...43

Gambar 3.13. Diagram Alir Proses Penelitian...44

Gambar 4.1. Grafik Perubahan Panjang Gelombang akibat perubahan suhu operasi pada Laser... 46

Gambar 4.2. Grafik Perubahan frekuensi Akibat Perubahan suhu Operasi Laser...46

Gambar 4.4. Grafik Hasil Pengukuran puncak Transmisi FBG...47

Gambar 4.5. Grafik Hasil Pengukuran Intensitas Transmisi FBG...48

Gambar 4.6. Grafik Hubungan antara Perubahan Panjang Gelombang Transmisi FBG akibat Perubahan Suhu Operasi FBG...50


(11)

Gambar 4.7. Grafik Hubungan antara Perubahan Frekuensi Gelombang Transmisi FBG akibat Perubahan Suhu Operasi FBG...51 Gambar 4.8. Spektrum Puncak Transmisi dari FBG pada Berbagai Suhu Operasi

FBG...52 Gambar 4.9. Grafik Hubungan antara Perubahan Panjang Gelombang Transmisi

FBG akibat Perubahan Tekanan Operasi FBG...54 Gambar4.10. Grafik Hubungan antara Perubahan Frekuensi Gelombang Transmisi

FBG akibat Perubahan Tekanan Operasi FBG...55 Gambar 4.11.Spektrum Puncak Transmisi dari FBG pada Berbagai Tekanan


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Data Pengukuran Perubahan Puncak Transmisi FBG akibat Perubahan

Suhu Operasi pada FBG... 31 Tabel 4.2. Data Pengukuran Pergeseran Panjang Gelombang Transmisi FBG


(13)

ABSTRAK

Fiber Bragg Grating (FBG) adalah perubahan periodik dari indeks refraktif yang ada pada panjang fiber optik. Telah dikembangkan FBG sensor berbasis laser dioda untuk monitoring daerah rawan longsor. Sensor ini banyak dikembangkan karena sensitifitasnya tinggi dan tidak terpengaruh oleh induksi elektromagnetik sehingga dapat diletakkan di tempat yang jauh dari letak catu daya maupun letak monitornya. Puncak transmisi FBG akan bergeser bila bagian kisi tersebut mengalami perubahan jarak kisi akibat adanya perubahan suhu atau tekanan yang membebani sensor tersebut. Percobaan awal dilakukan untuk mengindentifikasi perubahan puncak transmisi FBG terhadap perubahan suhu atau tekanan dan untuk mengetahui sistem kompensasi suhu yang diperlukan dalam pemakaian. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa puncak transmisi dari FBG berubah terhadap perubahan suhu dengan koefisien 0,01 nm/oC atau 1,44 GHz/°C. Sedangkan perubahan puncak transmisi FBG akibat tekanan adalah 1,41 nm/kNewton atau


(14)

ABSTRACT

Fiber Bragg Grating (FBG) is a periodic change of refractive index which is the length of optical fiber. Has been developed Fiber Bragg Grating (FBG)-based laser diodes for monitoring landslide-prone areas. This sensor has been developed because high sensitivity and is not affected by electromagnetic induction that can be placed at a distance from the location where the power supply and monitor. FBG transmission peak will shift when the grating is change resulting from a change in temperature or pressure sensors that are burdensome. The results of characterization of Fiber Bragg Grating (FBG) sensor system for the development of strains of the soil at the beginning of the experiment to identify changes in the transmission peaks of the FBG temperature or pressure changes and to determine the necessary compensation system in use was found that the peak transmission of the FBG changes with temperature changes with the coefficient 0.01nm/0C or 1.44 GHz/°C. Mean while, the peak

transmission change due to the pressure FBG is 1.41 nm / kNewton or 149.72 (GHz / kN).


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah.

Pada dasarnya sebagaian besar wilayah di Indonesia merupakan dareah perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Hal ini disebabkan karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelah Selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Oleh karena daerah Indonesia terdiri dari pegunungan dan perbukitan maka potensi terjadinya tanah longsor sangat besar.

Disamping itu jenis tanah yang sering di jumpai di Indonesia adalah tanah pelapukan yang merupakan hasil letusan gunung api. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan atau pegunungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam ,maka kawasan tersebut rawan bencana tanah lonsor.

Tanah longsor adalah suatu jenis gerakan tanah yang terjadi saat lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit. Hal ini biasanya terjadi karena curah hujan yang tinggi, gempa bumi, atau letusan gunung api.Longsor dapat terjadi karena patahan alami dan karena faktor cuaca pada tanah dan bebatuan. Kasus ini terutama pada iklim lembab dan panas seperti di Indonesia.


(16)

Meskipun tanah longsor merupakan gejala alam, beberapa aktifitas manusia bisa menjadi faktor penyebab terjadinya longsor seperti:

ƒ penebangan pepohonan secara sembarangan di daerah lereng

ƒ penambangan bebatuan, tanah atau barang tambang lain yang menimbulkan ketidakstabilan lereng

ƒ pemompaan dan pengeringan air tanah yang menyebabkan turunnya level air tanah

ƒ pengubahan aliran air kanal dari jalur alaminya,

ƒ kebocoran pada pipa air yang mengubah struktur (termasuk tekanan dalam tanah), tingkat kebasahan tanah dan bebatuan (juga daya ikatnya)

ƒ pengubahan kemiringan kawasan (seperti pada pembangunan jalan, rel kereta atau bangunan)

ƒ dan pembebanan berlebihan dari bangunan di kawasan perbukitan.

Tanah longsor adalah salah satu bencana alam yang sering mengakibatkan kerugian harta benda maupun korban jiwa dan menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana lainnya yang membawa dampak buruk terhadap sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu perlu dikaji alternatif penanggulangan bencana baik dari aspek pencegahan (preventif), pengurangan (mitigasi) maupun penanggulangan (rehabilitasi) perlu dikaji secara mendalam untuk mengurangi faktor-faktor kerugian yang ditimbulkan oleh tanah longsor tersebut.

Para ilmuan mengkategorikan tanah longsor sebagai salah satu bencana geologis yang paling bisa diperkirakan. Hal ini memungkinkan untuk alternatif penanggulangan tanah longsor dari aspek pencegahan. Salah satu alternatif penanggulangan dari aspek pencegahan adalah pemantauan daerah rawan longsor yang dilakukan secara terus-menerus dengan tujuan untuk mengetahui mekanisme gerakan tanah dan faktor penyebabnya serta mengamati gejala kemungkinan akan terjadinya longsoran.


(17)

Pada saat sekarang ini telah banyak dikembangkan sensor longsor (landslide) yang berfungsi untuk memantau serta mendeteksi kapan terjadinya tanah longsor dan mengetahui bagaimana sifat pergerakanya. Telah banyak dikembangkan sensor longsor (landslide) yang pengukurannya didasarkan pada kandungan air dalam tanah, namun hal ini tidak sepenuhnya benar karena daya sangga tanah tidak diperhitungkan pada faktor kandungan air tersebut. Untuk mengetahui secara pasti tanda-tanda potensi longsor diperlukan alat pendeteksi dini longsor berupa strain sensor.

Pada saat sekarang ini FBG telah banyak dikembangkan sebagai strain sensor.

Hal ini disebabkan karena FBG sangat sensitive terhadap perubahan lingkungan seperti suhu maupun tekanan/stress. Pembuatan FBG dengan menggunakan excimer laser dan interferometer telah mampu membuat FBG dengan kisi yang dapat diatur secara presisi dan cepat. FBG dengan panjang kisi yang cukup lebar dan reflektifitas lebih dari 95% telah dibuat dan dijual dengan harga yang terjangkau. Disamping itu FBG juga mempunyai beberapa kelebihan yaitu tidak dipenggaruhi oleh induksi elektromagnetik, lebih tahan terhadap perubahan sekeliling, dapat dipakai dalam sistem tandem (multiplexing), rugi-rugi transmisinya sangat rendah (dapat mentransmisikan sampai beberapa kilometer) dan dapat beroprasi pada tempat yang tidak ada listrik.Oleh karena itu pengembangan FBG sebagai sensor strain tanah sangat efektif.

Sistem sensor yang akan dirancang nantinya terdiri dari dua buah laser dioda masing-masing frekuensinya (panjang gelombangnya) dikunci (locked) pada puncak transmisi dari FBG sehingga frekuensi laser akan selalu mengikuti perubahan puncak transmisi FBG. Puncak transmisi FBG akan bergeser bila bagian kisi tersebut mengalami perubahan jarak kisi akibat adanya tekanan atau perubahan berat yang membebani sensor. Beda frekuensi dari 2 laser yang masing-masing frekuensi laser bersesuaian dengan perubahan puncak transmisi FBG tersebut dideteksi dengan photodetektor kecepatan tinggi dan dicacah menggunakan pencacah frekuensi. Fluktuasi frekuensi yang yang tercacah merupakan informasi terhadap besarnya defleksi akibat tekanan dari beban yang dirasakan sensor. Namun pada penelitian ini hanya dilakukan study awal untuk mengetahui perubahan karakteristik refleksi dan puncak gelombang transmisi dari sinyal yang melalui FBG akibat perubahan suhu dan tekanan yang diberikan pada FBG tersebut.


(18)

Penelitian terhadap FBG didasarkan pada perubahan karakteristik refleksi dan puncak gelombang transmisi dari sinyal yang melalui FBG akibat perubahan suhu dan tekanan yang diberikan pada FBG tersebut. Pada pembahasan ini sinyal yang ditransmisikan adalah sinar laser. Alat yang digunakan untuk mengamati perubahan panjang gelombang sinyal yang ditransmisikan adalah Optical Spectrum Analyzer

(OSA) yang harganya relatif mahal.

1.2.Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, perumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut: Letak geografis wilayah indonesia yang rawan terhadap bencana tanah longsor yang membawa dampak negatif. Oleh karena itu perlu dikaji alternatif penanggulangan tanah longsor dari aspek pencegahan yaitu dengan pemantauan daerah longsor mengunakan sensor. Salah satunya adalah dengan mengembangkan FBG sebagai sensor strain tanah.

1.3.Batasan Masalah.

Pada tugas akhir ini dilakukan pembatasan-pembatasan agar masalah yang dibahas menjadi lebih terarah. Antara lain :

1. Melakukan pengujian pada FBG terhadap perubahan suhu mengunakan kontrol suhu TCM1000T dan uji tekan mengunakan Tensile Testing Machine. 2. Wadah yang digunakan untuk uji tekan FBG hanya paralon PVC.

3. Menganalisis perubahan panjang gelombang dan frekuensi transmisi dari FBG akibat pengaruh suhu dan gaya tekan sebagai kajian awal pengembangan sensor strain tanah.


(19)

1.4.Tujuan Penelitian.

Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk memahami prinsip kerja dari FBG.

2. Untuk mengetahui karakteristik FBG terhadap perubahan suhu dan tekanan yang akan dikembangkan sebagai kajian awal pengembangan FBG sebagai sistem sensor strain tanah.

1.5.Manfaat Penelitian

1. Meningkatkan kemampuan terhadap pemanfaatan teknologi Fiber Bragg Grating (FBG).

2. Penelitian ini sebagai kajian awal untuk pengembangan FBG sebagai sensor strain tanah dan dapat digunakan sebagai masukan bagi masyarakat khususnya bagi para peneliti optoelektronika dalam rangka perancangan FBG sebagai sensor strain tanah..

3. Memberi kontribusi yang baik dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang optoelektronika yang tidak akan pernah punah seiring dengan perkembangan zaman.

1.6.Waktu dan Lokasi Penelitian.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Oktober 2009 di Laboratorium Group THz-photonics, bidang instrumentasi fisis dan optoelektronika Pusat Penelitian Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kompleks puspitek Setu,Tangerang Selatan.


(20)

1.7.Metodologi Penelitian.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain: 1. Metode Literatur

Study pustaka sebagai persiapan dalam melakukan penelitian dengan mencari dan mengumpulkan referensi mengenai prinsip kerja FBG dari buku-buku, jurnal dan makalah.

2. Metode Konsultasi

Berkonsultasi secara interaktif dengan pembimbing I di Group THz-photonics, bidang instrumentasi fisis dan optoelektronika Pusat Penelitian Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan dosen pembimbing II di Universitas Sumatera Utara.

3. Metode Observasi

Melakukan eksperimen secara langsung di laboratorium Group THz-photonics, bidang instrumentasi fisis dan optoelektronika Pusat Penelitian Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penyambungan fiber konektor pada fiber FBG, pengukuran stabilitas laser dioda yang akan digunakan, pengukuran transmisi referensi (acuan) FBG serta pengukuran karakteristik perubahan puncak transmisi FBG terhadap perubahan suhu dan gaya tekanan atau stress.


(21)

1.8.Sistematika Penelitian.

Sistematika penulisan yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah : Bab I Pendahuluan

Berisi mengenai latar belakang penulisan, rumusan masalah, batasan masalah dalam penulisan, tujuan penulisan, metodologi penulisan dan sistematika penulisan

Bab II Dasar Teori

Pada bab ini berisi teori tentang pengenalan serat optik, Fiber Bragg Grating (FBG) dan mekanisme kerja dari sebuah laser dioda.

Bab III Metodologi Penelitian.

Bab ini membahas pelaksanaan penelitian yang dilakukan mulai dari penyambungan fiber konektor pada fiber FBG, pengukuran stabilitas laser, pengukuran puncak transmisi referensi (acuan) dari FBG serta pengukuran perubahan puncak transmisi dari FBG akibat perubahan suhu dan gaya tekan. Bab ini juga membahas tentang metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini.

Bab IV Analisa Data.

Pada bab ini berisikan analisis data yang mencakup analisis stabilitas laser dioda yang digunakan, analisis puncak transmisi referensi (acuan) dari FBG serta analisis pengaruh suhu dan tekanan operasi pada FBG terhadap perubahan puncak transmisi FBG.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Menyimpulkan hasil-hasil yang di dapatkan dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian lebih lanjut.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengenalan Serat Optik

Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca murni atau plastik yang panjang dan berdiameter sebesar rambut manusia. Digunakan untuk men-transmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Pada sistem komunikasi serat optik informasi dikirim dalam bentuk sinyal cahaya.

Alasan utama penggunaan serat optik adalah kekebalannya terhadap gangguan elektromagnetik (sinyal cahaya yang menjalar dalam serat optik tidak terpengaruh oleh medan elektromagnetik). Cahaya yang ada di dalam serat optik sulit keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari udara.

Sumber cahaya yang digunakan adalah sinar laser karena sinar laser

mempunyai spektrum yang sangat sempit dan sangat tajam/monokromatis. Kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan sebagai saluran komunikasi. Serat optik umumnya digunakan dalam sistem telekomunikasi serta dalam pencahayaan, sensor, dan optik pencitraan. Efisiensi dari serat optik ditentukan oleh kemurnian dari bahan penyusun gelas. Semakin murni bahan gelas, semakin sedikit cahaya yang diserap oleh serat optik.

2.1.1. Struktur Dasar Sebuah Serat Optik


(23)

Struktur dasar dari sebuah serat optik yang terdiri dari 3 bagian : core (inti) ,

cladding (kulit), dan coating (mantel) atau buffer (pelindung).

• Inti (core) adalah sebuah batang silinder terbuat dari bahan dielektrik (bahan silika (SiO2), biasanya diberi doping dengan germanium oksida (GeO2) atau fosfor penta oksida (P2O5) untuk menaikan indeks biasnya) yang tidak menghantarkan listrik, inti ini memiliki jari-jari, besarnya sekitar 8 –200 m dan indeks bias n1, besarnya sekitar 1,5. • Kulit (cladding) yaitu material yang melapisi inti, yang terbuat dari

bahan dielektrik (silika tanpa atau sedikit doping), kulit memiliki jari-jari sekitar 125 – 400 m indeks bias-nya n2, besarnya sedikit lebih rendah dari n1.

• Jaket (buffer), bagian ini merupakan pelindung lapisan inti dan cladding yang terbuat dari bahan plastik yang elastis. Walaupun pada dasarnya cahaya merambat sepanjang inti serat, namun kulit memiliki beberapa fungsi :

a. Mengurangi loss hamburan pada permukaan inti.

b. Melindungi serat dari kontaminasi penyerapan permukaan. c. Mengurangi cahaya yang loss dari inti ke udara sekitar. d. Menambah kekuatan mekanis.

2.1.2.Pembagian Serat optik

Pembagian Fiber optik dapat dilihat dari 2 macam perbedaan : 2.1.2.1. Berdasarkan Mode yang dirambatkan :

Single mode : Mempunyai inti yang kecil (berdiameter 0.00035 inch atau 9 micron) dan berfungsi mengirimkan sinar laser inframerah (panjang gelombang 1300-1550 nanometer) diameter mendekati panjang gelombang sehingga cahaya yang masuk ke dalamnya tidak terpantul-pantul ke dinding cladding.


(24)

Gambar 2.2 : Fiber Optik Single Mode

Multi mode : Mempunyai inti yang lebih besar (berdiameter 0.0025 inch

atau 62.5 micron) dan berfungsi mengirimkan sinar laser inframerah (panjang gelombang 850-1300 nanometer) serat optik dengan diameter

core yang agak besar yang membuat laser di dalamnya akan terpantul-pantul di dinding cladding yang dapat menyebabkan berkurangnya bandwidth dari serat optik jenis ini.

Gambar 2.3 : Fiber Optik Multi Mode

2.1.2.2. Berdasarkan indeks bias core :

ƒ Step indeks : pada serat optik step indeks, core memiliki indeks bias yang homogen.

ƒ Graded indeks : indeks bias core semakin mendekat ke arah cladding semakin kecil. Jadi pada graded indeks, pusat core memiliki nilai indeks bias yang paling besar. Serat graded indeks memungkinkan untuk membawa bandwidth

yang lebih besar, karena pelebaran pulsa yang terjadi dapat diminimalkan. Pada serat optik tipe ini, indeks bias berubah secara perlahan-lahan (graded index multimode). Indeks bias inti berubah mengecil perlahan mulai dari pusat

core sampai batas antara core dengan cladding. Makin mengecilnya indeks bias ini menyebabkan kecepatan rambat cahaya akan semakin tinggi dan akan berakibat dispersi waktu antara berbagai mode cahaya yang merambat akan


(25)

berkurang dan pada akhirnya semua mode cahaya akan tiba pada waktu yang bersamaan di penerima (ujung serat optik).

2.1.3. Transmisi Cahaya Pada Serat Optik.

Serat optik mengirmkan data dengan media cahaya yang merambat melalui serat kaca. Lintasan cahaya yang merambat di dalam serat :

ƒ Sinar merambat lurus sepanjang sumbu serat tanpa mengalami gangguan.

ƒ Sinar mengalami refleksi, karena memiliki sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis dan akan merambat sepanjang serat melalui pantulan-pantulan.

ƒ Sinar akan mengalami refraksi dan tidak akan dirambatkan sepanjang serat karena memiliki sudut datang yang lebih kecil dari sudut kritis.

.

Gambar 2.4 : Lintasan cahaya dalam serat optik.

Pemanduan cahaya dalam serat optik menggunakan pantulan internal total yang terjadi pada bidang batas antara 2 media dengan indek bias yang berbeda yaitu n1 dan n2. Bila indek bias n1 dari medium pertama lebih kecil dari indek bias medium kedua, maka sinar akan dibiaskan pada media berindeks bias besar dengan sudut i2 terhadap garis normal, hubungan antara sudut datang i1 dan sudut bias i2 terhadap indeks bias dielektrik dinyatakan oleh hukum Snell:

a

b

2

c


(26)

=

2 1

SinI SinI

1 2

n n

(2.1)

Gambar 2.5 : Sinar cahaya datang pada antar muka indek bias

Dari gambar terlihat bahwa cahaya dibiaskan menjauhi garis normal.Jika sudut datang terus diperbesar sehingga sudut bias sejajar dengan bidang batas (sudut bias 90˚) maka apabila sudut datang terus diperbesar setelah sudut bias 90˚, maka tidak ada lagi cahaya yang dibiaskan tetapi dipantulkan sempurna. Sudut datang pada saat sudut biasnya 90˚ disebut sudut kritis dan pada saat ini pemantulan yang terjadi adalah pemantulan total (sempurna). Dari persamaan (2.1) nilai sudut kritis diberikan oleh :

I1 lim = arc sin ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛

1 2

n n


(27)

2.2.4. Karakteristik Serat Optik a. Numerical Aperture (NA)

Numerical Aperture merupakan parameter yang merepresentasikan sudut penerimaan maksimum dimana berkas cahaya masih bisa diterima dan merambat didalam inti serat. Sudut penerimaan ini dapat beraneka macam tergantung kepada karakteristik indeks bias inti dan selubung serat optik.

Gambar 2.6 : Proses masuknya cahaya kedalam serat optik.

Jika sudut datang berkas cahaya lebih besar dari NA atau sudut kritis maka berkas tidak akan dipantulkan kembali ke dalam serat melainkan akan menembus

cladding dan akan keluar dari serat (loss). Semakin besar NA maka semakin banyak jumlah cahaya yang diterima oleh serat. Akan tetapi sebanding dengan kenaikan NA menyebabkan lebar pita berkurang, dan rugi penyebaran serta penyerapan akan bertambah. Oleh karena itu, nilai NA besar hanya baik untuk aplikasi jarak-pendek dengan kecepatan rendah. Besarnya Numerical Aperture (NA) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

Λ =

− =

=sin (n12 n22) n1 2

NA θmaks (2.3)

Dimana : n1 =Indeks bias inti

2

n =Indeks bias cladding Δ = Beda indeks bias relatif


(28)

b. Redaman

Redaman atau atenuasi adalah besaran pelemahan energi sinyal informasi dari fiber optik yang dinyatakan dalam dB. Redaman/atenuasi serat optik merupakan karakteristik penting yang harus diperhatikan mengingat kaitannya dalam menentukan jarak pengulang (repeater), jenis pemancar dan penerima optik yang harus digunakan. Besarnya atenuasi atau rugi-rugi daya dinyatakan oleh persamaan berikut :

km dB P P L out in / log 10 ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ =

α (2.4)

Dimana: L = Panjang serat optik (km)

in

P =Daya yang masuk kedalam serat

out

P =Daya yang keluar dari serat

Redaman serat biasanya disebabkan oleh karena absorpsi, hamburan (scattering) dan mikro-bending. Semakin besar atenuasi berarti semakin sedikit cahaya yang dapat mencapai detektor dan dengan demikian semakin pendek kemungkinan jarak span antar pengulang.

Absorpsi.

Absorpsi merupakan sifat alami suatu gelas. Pada daerah-daerah tertentu gelas dapat mengabsorpsi sebagian besar cahaya seperti pada daerah ultraviolet. Hal ini disebabkan oleh adanya gerakan elektron yang kuat. Demikian pula untuk daerah inframerah, terjadi absorpsi yang besar. Ini disebabkan adanya getaran ikatan kimia. Oleh karena itu sebaiknya penggunaan fiber optik harus

menjauhi daerah ultraviolet dan inframerah. Penyebab absorpsi lain adanya transmisi ion-ion logam dan ion OH. Ion OH ini ternyata memberikan sumbangan absorpsi yang cukup besar. Semakin lama usia suatu fiber maka bisa diduga akan semakin banyak ion OH di dalamnya yang menyebabkan kualitas fiber menurun.


(29)

Hamburan

Seberkas cahaya yang melalui suatu gelas dengan variasi indeks bias di sepanjang gelas tadi, sebagian energinya akan hilang dihamburkan oleh benda benda kecil yang ada di dalam gelas. Hamburan yang disebabkan oleh tumbukan cahaya dengan partikel tersebut dinamakan hamburan Rayleigh. Besarnya hamburan Rayleigh ini berbanding terbalik dengan pangkat empat dari pangjang gelombang cahaya yaitu : 1/ . Sehingga dapat disimpulkan untuk lamda kecil, hamburan Rayleigh besar dan sebaliknya.

Mikro-bending

Atenuasi lainya adalah atenuasi yang disebabkan mikro-bending yaitu pembengkokan fiber optik untuk memenuhi persyaratan ruangan. Namun

pembengkokan dapat pula terjadi secara tidak sengaja seperti misalnya fiber optik yang mendapat tekanan cukup keras sehingga cahaya yang merambat di dalamnya akan berbelok dari arah transmisi dan hilang. Hal ini tentu saja menyebabkan atenuasi.

c. Dispersi

Dispersi adalah pelebaran pulsa yang terjadi ketika sinyal merambat sepanjang serat optik. Dispersi akan membatasi lebar pita (bandwidth) dari serat. Dispersi yang terjadi pada serat secara garis besar ada dua yaitu dispersi intermodal dan dispersi intramodal dikenal dengan nama lain dispersi kromatik disebabkan oleh dispersi material dan

dispersi wavegiude.

2.1.5.Keuntungan dan Kerugian Serat OptikKeuntungan Serat Optik


(30)

ƒ Mempunyai lebar pita frekuensi (bandwith yang lebar).Frekuensi pembawa optik bekerja pada daerah frekuensi yang tinggi yaitu sekitar

13

10 Hz sampai dengan 10 Hz, sehingga informasi yang dibawa akan 16

menjadi banyak.

ƒ Redaman sangat rendah dibandingkan dengan kabel yang terbuat dari tembaga

ƒ Kebal terhadap gangguan gelombang elektromagnet. Fiber optik terbuat dari kaca atau plastik yang merupakan isolator, berarti bebas dari interferensi medan magnet, frekuensi radio dan gangguan listrik. ƒ Dapat menyalurkan informasi digital dengan kecepatan tinggi.

ƒ Kemampuan fiber optik dalam menyalurkan sinyal frekuensi tinggi, sangat cocok untuk pengiriman sinyal digital pada sistem multipleks

digital dengan kecepatan beberapa Mbit/s hingga Gbit/s.Ukuran dan berat fiber optik kecil dan ringan.Diameter inti fiber optik berukuruan micro sehingga pemakaian ruangan lebih ekonomis.

ƒ Terbuat dari kaca atau plastik sehingga tidak dapat dialiri arus listrik (terhindar dari terjadinya hubungan pendek)

ƒ Sistem dapat diandalkan (20 – 30 tahun) dan mudah pemeliharaannya. • b. Kerugian Serat Optik

ƒ Konstruksi fiber optik lemah sehingga dalam pemakaiannya diperlukan lapisan penguat sebagai proteksi.

ƒ Karakteristik transmisi dapat berubah bila terjadi tekanan dari luar yang berlebihan.

ƒ Tidak dapat dialiri arus listrik, sehingga tidak dapat memberikan catuan pada pemasangan repeater.

2.2.FIBER BRAGG GRATING.

Sebuah fiber Bragg Grating (FBG) adalah sebuah variasi periodik dari indeks refraktif yang ada pada sebagian panjang fiber optik. Fiber Bragg Grating (FBG) merupakan suatu jenis reflektor (Bragg) yang terdistribusi dalam bentuk segmen-segmen atau kisi


(31)

dalam serat optik. FBG memantulkan beberapa panjang gelombang cahaya tertentu dan meneruskan sisanya, dimana hal ini dapat terjadi karena adanya penambahan suatu variasi periodik terhadap indeks bias core serat optik. Dengan karakteristik yang dimilikinya tersebut, FBG dapat difungsikan sebagai filter optik (optical filter) yakni untuk menghalangi panjang gelombang cahaya tertentu yang diinginkan atau sebagai reflektor panjang gelombang cahaya spesifik.

Gambar diatas menunjukkan priode Λ yang dimiliki oleh sebuah fiber bragg grating. Secara harfiah grating (kisi) berarti kumpulan ruang teratur yang pada dasarnya merupakan elemen indentik dan pararel yang dipandang cahaya sebagai reflektor. Pada gambar diatas gtratingnya adalah uniform, sehingga Λ priode bragg gratingnya adalah konstan.

Adanya grating tersebut di dalam fiber menyebabkan fiber bragg grating

merefleksikan panjang gelombang cahaya yang hanya memenuhi kondisi bragg dan mentransmisikan semua panjang gelombang yang lain.

Input

Refleksi Transmisi

Gambar 2.7: Struktur fiber bragg grating beserta spektrum transmisi dan refleksinya.


(32)

Gambar 2.8: Skematis prinsip kerja sebuah FBG.

Bragg grating tersebut dibuat di dalam fiber optik itu sendiri tanpa merubah bentuk fiber dan menjadikannya komponen di dalam fiber. Pembentukan

gratingterjadi ketika fiber optik diarahkan cahaya UV dengan karakteristik panjang gelombang dan intensitas yang tergantung pada material core.

2.2.1.Prinsip Kerja FBG.

FBG bekerja berdasarkan pada prinsip refleksi bragg. Mekanisme kerja dari FBG ditunjukkan dalam Gambar(2.8). Dalam inti (core) suatu fiber optik dibuat kisi-kisi yang mempunyai jarak antar kisi tertentu. Kisi-kisi ini, oleh cahaya, dipandang sebagai reflektor yang membentuk resonator, dimana puncak transmisi dari resonator tersebut tergantung jarak antar kisi-kisinya. Ketika cahaya melalui daerah yang secara priodik berubah-ubah dari indeks refraktif tinggi dan rendah, maka sebagian cahaya akan direfleksikan untuk setiap panjang gelombang yang memenuhi kondisi Bragg, sedangkan wilayah yang lainnya akan ditransmisikan. Panjang gelombang yang ditransmisikan disebut panjang gelombang Bragg.


(33)

Gambar 2.8 diatas adalah skematis prinsip kerja FBG yang mengilustrasikan bahwa hanya panjang gelombang yang memenuhi kondisi Bragg (direfleksikan), secara parsial direfleksikan pada tiap interface diantara daerah tersebut, sedangkan panjang gelombang yang lain diluar fase ditransmisikan ( diteruskan).

Kondisi untuk refleksi tinggi, dikenal sebagai kondisi Bragg ,berkenaan dengan panjang gelombang yang direfleksikan, maka panjang gelombang Bragg

Bragg

λ dengan priode grating Λ dan indeks refraktif rata-rata neff diperoleh sesuai dengan persamaan Bragg yaitu:

Λ = eff Bragg 2n

λ (2.5)

Salah satu fenomena yang menarik dari FBG ini adalah sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, tekanan dan tarikan. Apabila terjadi perubahan jarak kisi karena sesuatu hal misalnya tekanan maupun suhu, maka puncak transmisinya akan berubah. Dari karakteristik inilah maka FBG banyak dikembangkan menjadi sensor suhu maupun sensor strain.

2.2.2.APLIKASI FBG.

Pembagian aplikasi utama pada produksi komersial FBG, berdasarkan material corenya yaitu:

Sistem komunikasi fiber optik.

ƒ Wavelenght Stabilizer untuk pump laser. ƒ Narroband WDM add/drop filter. ƒ Dispersion Compensation.

ƒ Gain-Flattening filter. ƒ Filter Grating Laser.


(34)

Fiber Grating sensor.

Dalam aplikasinya sebagai sensor pengukuran yang biasanya bisa diukur oleh

fiber bragg grating adalah temperatur dan strain. Dalam beberapa literatur menunjukkan FBG sensor bisa digunakan untuk preasure dan dynamic magnetik field.

Gambar 2.10 : Fiber bragg grating diberi pengaruh suhu dan strain.

Gambar 2.10 menunjukkan pemberian pengaruh suhu dan strain pada fiber bragg grating mengakibatkan adanya perubahan priode grating yang akan mempengaruhi panjang gelombang Bragg. Sifat ini memungkinkan FBG dapat digunakan untuk sensor strain.

Bragg grating sensor beroperasi berdasarkan pada properti fiber bragg grating untuk merubah karakteristik panjang gelombang yang sesuai terhadap strain

dan temperatur glass fiber. Secara umum fiber bragg grating bisa dengan mudah

dimultiplex untuk banyak sensor dalam fiber optik.Sistem seperti ini mempunyai kemampuan perluasan yang lebih tinggi dimana banyak sensor bisa ditambahkan ke sistem untuk pengukuran yang lebih.

Terdapat beberapa aplikasi untuk sensor, umumnya sering digunakan untuk memonitoring keadaan struktur sipil,seperti gedung,jembatan dan bendungan.


(35)

Sensor fiber bragg grating mempunyai banyak keuntungan tergantung pada properti spesifiknya,seperti:

• Ukuranya kecil dan sederhana.

• Imunitas terhadap interferensi elektromagnetik, material dielektrik dan kemungkinan sensing dan multiplexing pasif (sensor network) yang terdistribusi.

• FBG dapat melakukan banyak fungsi didalam fiber optik seperti refleksi dan pemfilteran dan insertion loss yang kecil.

• Respon spektrum dari FBG bergantung pada perubahan lingkungan (suhu dan tekanan), karena baik indeks refraktif dari fiber dan dimensi fisiknya berubah sesuai suhu maupun tekanan, yang mempengaruhi panjang gelombang Bragg. • Sebuah fiber bragg grating yang dimanufaktur dengan tepat juga menawarkan

reflektivitas yang tinggi dan bandwith yang sempit pada bragg wavelenghtnya. Biasanya fiber bragg grating mempunyai reflektivitas lebih besar dari 75% . Reflektivitas yang tinggi menawarkan jumlah daya optik yang cukup untuk bisa dideteksi oleh photodiodes. Karakteristik unik fiber bragg grating sensor

akan menghasilkan sebuah panjang gelombang bragg unik yang independen dari intensitas optik yang digunakan sistem.

Selain kelebihan FBG juga mempunyai beberapa kekurangan yaitu: • Dalam aplikasi dibutuhkan recover sinyal refleksi yaitu optical sirculator agar

tidak menimbulkan noise.

• Secara prinsip, spektrum refleksi dari FBG saling melengkapi dengan spektrum transmisi, apa yang tidak direfleksikan ditransmisikan. Pada panjang gelombang yang lebih pendek dari λBragg,bagaimanapun FBG biasanya mengalami loss transmisi tambahan diamana tidak ada cahaya sesuai yang direfleksikan. Loss itu disebabkan oleh cahaya yang direfleksikan kedalam

mode cladding pada fiber.

• Respon spektrum dari FBG sangat tergantung terhadap perubahan lingkungan (suhu atau tekanan) pada aplikasi bukan sensor ini merugikan. Untuk mencegahnya grating bisa disusun dalam material negative-expansion atau pada material kombinasi yang menyediakan effective negative thermal


(36)

expansion, diatur untuk mencegah panjang gelombang Bragg berubah karena suhu. Atau dengan cara lain yaitu menggunakan Thermoelectric Coller yang dapat dikontrol secara aktif.

2.2.3. Tipe-tipe struktur Grating.

Berikut adalah beberapa macam tipe dari grating dari FBG yaitu:

Gambar 2.11: Tipe umum struktur fiber grating yang diklasifikasikan berdasarkan variasi dari perubahan indeks sepanjang axis yaitu,(a)uniform

dengan perubahan indeks positive-only,(b)Gaussian-apodized,(c) Raised-Cosine-Apodized dengan perubahan indeks zero-dc, (d)Phase shift (dari п). 2.2.4. Pembuatan FBG.

Untuk membuat tumpukan yang tepat dari daerah indeks refraktif tinggi dan rendah sepanjang fiber optik, pembuat harus memodifikasi indeks refraktif dari fiber secara permanen dengan proses efekfotosensitif.Ini bisa diselesaikan dengan menyinari fiber optik dengan cahaya ultraviolet UV dengan panjang gelombang sekitar ±244 nm.

Photosensitivitas pada fiber optik mengarah pada perubahan permanen indeks refraktif dari core fiber ketika diarahkan ke cahaya dengan karakteristik panjang gelombang dan intensitas yang tergantung pada material core.


(37)

Photosensitivitas berkaitan terutama dengan germanium dopant yang digunakan dalam core kebanyakan fiber komersial. Photosensitivitas bisa ditingkatkan dengan menaikkan level doping germanium atau dengan in-diffusing molekul hidrogen, dimana bertindak sebagai katalis pada reaksi dari germanium dengan cahaya UV dan secara hebat mengurangi waktu pencahayaan.Perubahan indeks sangat stabil,bahkan pada temperatur tinggi,terutama jika grating di preanneal (dipanaskan pada temperature antara 150°C dan 500°C setelah fabrikasi).

Fabrikasinya sendiri dilakukan dengan 4 langkah proses sederhana : ƒ Mengeluarkan acrylate Coating.

ƒ Meng-expose fiber ke cahaya UV ƒ Preannel

ƒ Kemudian me-recoat fiber.

Untuk membuat Bragg Grating pada fiber optik, perlu dihasilkan pola priodik yang diperlukan dari cahaya UV pada sisi fiber. Ini bisa dilakukan dengan memisahkan laser cahaya UV dan menggabungkanya kembali di dalam fiber untuk membentuk standing wave, priodenya tergantung pada sudut diantara sinar. Melalui efek photosensitif, pola di imprint di dalam fiber sebagai perubahan yang bervariasi secara periodik pada indeks refraktif. Merubah periode hanya memerlukan merubah sudut dari kaca.

Pendemonstrasian awal dari pembuatan FBG menggunakan pendekatan interferometric, tetapi stabilitas dari pola interferensi bisa dengan mudah terganggu oleh getaran mekanikal.Metode yang lebih dapat diandalkan untuk mencetak grating adalah menggunakan fase mask.

Sebuah fase mask merupakan grating itu sendiri,di sketsa di dalam silica,yang mendifraksi cahaya UV pada normal incidence menuju +1 dan -1 orde difraksi.Kedua orde ini berinterferensi untuk membuat pola interferensi yang diinginkan tepat dibelakang mask,dimana fiber tersebut diletakkan.Secara tipikal, waktu pencahayaan bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa menit,bergantung pada tipe grating.


(38)

Terdapat dua tehnik penting untuk membuat grating yaitu interference pattern dan

phase mask. Fiber yang biasanya digunakan adalah single mode fiber. ƒ Interference Pattern (pola interferensi).

Menggunakan sinar cahaya dari single laser, sinar dipisahkan dan kemudian digabungkan kembali. Sebuah pola interferensi dibentuk dan priode grating bisa diatur. Metode ini susah untuk membuat grating yang panjang (limitnya adalah 1 atau 2 cm). Banyak penggunaan potensial grating memerlukan panjang yang cukup panjang (pada beberapa aplikasi 20 sampai 30 cm) dan tehnik ini tidak mampu untuk membuat grating yang lebih panjang.

Gambar 2.12: Writing FBG ke core fiber dengan tehnik interference pattern.

ƒ Phase Mask.

Tehnik phase mask mungkin adalah tehnik yang paling terbaik untuk saat ini.

Phase mask mendifraksi sebuah sinar cahaya yang datang. Sinar yang didifraksi mempunyai pinggiran interferensi yang bisa dikontrol untuk untuk membuat variasi periodik dari tipe grating yang diinginkan. Ini memiliki keuntungan dalam teknik sinar rangkap dua yang memungkinkan untuk membuat grating yang sangat panjang. Mask yang digunakan panjang dan sinar disinari sepanjangnya.


(39)

Gambar 2.13: Ilustrasi fabrifikasi FBG dengan menggunakan tehnik phase mask.

2.3. LASER

Laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation. Laser merupakan sumber cahaya koheren yang monokromatik dan amat lurus. Laser bekerja pada spektrum infra merah sampai ultra ungu. Proses laser pada dasarnya adalah proses interaksi gelombang elektromagnetik dengan atom-atom materi, yaitu penggandaan intensitas cahaya yang dihasilkan dari proses transisi dalam atom di dalam materi.

Untuk dapat mengetahui bagaimana sumber cahaya ini bekerja maka terlebih dahulu perlu diketahui keadaan energi yang terdapat didalam suatu atom. Menurut teori kuantum, keadaan energi dari suatu atom ditentukan oleh keadaan energi dari elektron-elektronnya. Salah satu contoh yang sederhana dari prinsip kerja laser adalah sistem dua tingkat energi untuk hidrogen seperti pada gambar 2.14, dimana E1 adalah tingkat energi normal (ground state) dan E2 adalah tingkat energi tereksitasi (exciting state).


(40)

Gambar 2.14 : Mekanisme produksi laser (a) penyerapan (absorption), (b) pancaran spontan (spontaneous emission) dan (c) pancaran terangsang

(stimulation emission).

Mula-mula dalam keadaan normal atom berada di E1 (tingkat energi normal) lalu diganggu, misalnya dengan cara dialiri arus listrik sehingga energinya naik ke E2 (tingkat energi tereksitasi). Setelah berada dalam tingkat energi tereksitasi, maka atom akan berusaha kembali ke keadaan normalnya, yaitu menuju ke E1. Sewaktu menuju

1

E dari E2 inilah dipancarkan sinar laser dalam bentuk emisi spontan (spontaneous emission). Dalam keadaan kesetimbang termal maka jumlah atom di tingkat tereksitasi (N2) akan sama jumlahnya dengan jumlah atom di tingkat energi normal (N1).

Pada waktu perpindahan menuju keadaan normal maka perubahan jumlah atomnya memenuhi persamaan:

2

N /N1 = Exp (-ΔE/kT) (2.6)

Dengan : k = konstanta Bolzman ( 1,38 x 23

10− J/K) T = Temperatur ( °K)


(41)

Sedangkan energi fotonnya memenuhi persamaan :

h = E2- E1 (2.7) dengan : h = konstanta Plank ( 6,6261 x

34

10 −

J.s) = frekuensi energi foton

Supaya terjadi banyak radiasi, maka harus diusahakan agar jumlah molekul di tingkat energi tereksitasi lebih banyak dari jumlah molekul di tingkat energi normal atau N2 harus lebih besar dari N1, yaitu dengan mengeksitasi sistem tersebut. Ada beberapa cara mengeksitasi sistem atom atau molekul untuk tujuan ini, misalnya dengan cara dipanasi, disinari, dialiri arus listrik ataupun dengan gelombang elektromagnetik pada frekuensi radio.

Setelah N2 lebih besar dari N1 dan apabila hal tersebut terjadi pada tabung tertutup dengan ujung tabung adalah cermin-cermin, maka foton hasil emisi spontan akibat perubahan tingkat energi dari E2 ke E1 yang mempunyai arah sembarang menumbuk foton yang lain dan akan membentuk foton baru. Dengan adanya cermin-cermin pada ujung tabung maka gerakan foton akan diarahkan, foton yang gerakanya sudah diarahkan ini menumbuk foton lain sehingga menimbulkan foton baru dengan arah yang sama dengan foton yang menumbuknya. Karena bentuk tabung serta pemasangan cermin tersebut maka foton-foton ini akan bolak-balik menumbuk cermin dan membentuk foton-foton baru dengan arah dan energi yang sama, hal ini disebut dengan penguatan (amplifikasi) cahaya. Biasanya cermin yang pertama mempunyai refleksi mendekati 100%, sedangkan cermin kedua 99,5% - 99,8%.

Didalam sistem tersebut foton-foton dengan arah dan energi yang sama akan bolak-balik dan membentuk foton baru yang energi dan arahnya juga sama, sehingga pada suatu saat setelah terkumpul energi yang besar kumpulan foton-foton ini akan melewati bagian cermin kedua dan inilah yang keluar sebagai laser.


(42)

Memang tidak semua laser yang ada mempergunakan cermin-cermin untuk menstimulasi pembentukan foton baru, akan tetapi penjelasan diatas merupakan gambaran secara umum terjadinya laser.

2.3.1.Laser Semikonduktor (Laser Diode).

Dioda laser terbuat dari bahan semikonduktor, semikonduktor adalah material dengan konduktivitas diantara konduktor dan isolator,susunan atom-atomnya membentuk struktur kristal. Elektron-elektron dari atom-atom kristal semikonduktor pada tingkat energi yang hampir sama akan membentuk tingkat-tingkat energi yang sangat berdekatan yang disebut dengan pita energi. Pita energi yang berhubungan dengan pemancaran cahaya adalah pita energi valensi dan pita energi konduksi., jika elektron dari pita valensi karena mendapatkan energi maka tereksitasi ke pita konduksi maka tempat kosong yang ditinggalkan elektron tersebut disebut hole yang dipandang bermuatan positif. Elektron pada pita konduksi tersebut dapat turun kembali ke pita valensi mengisi hole, peristiwa ini disebut dengan rekombinasi, pada peristiwa rekombinasi akan dipancarkan cahaya bersesuaian dengan selisih kedua pita energi tersebut. Panjang gelombang yang dipancarkan tergantung pada energi gap anatara pita konduksi dan pita valensi yaitu:

m eV E E hc g g μ λ ) ( 2398 , 1 ≅

= ( 2.8 )

Dimana: c = kecepatan cahaya (3x108m/s2) h = tetapan Planck (6,6261 x 10−34 J.s)

g

E = ∆E = Energi gap (eV)

Berbagai jenis material semikonduktor tersedia sehingga panjang gelombang yang dihasilkan hampir memuat semua spektrum dari daerah tampak sampai dekat dengan infra-merah.


(43)

Pada laser semikonduktor proses lasing terjadi didalam sambungan dioda semikonduktor dari jenis yang sama seperti yang dipakai pada LED dengan mengalami perkembangan lebih lanjut, yaitu adanya rangkaian umpan balik optik (optical feedback). Salah satu sisi dioda adalah bahan semikonduktor jenis –p yang mengandung sejumlah besar lubang (hole), yaitu ikatan-ikatan kovalen dalam struktur kristal yang telah dipecah oleh pengambilan satu dari sepasang elektron yang membentuk ikatan dari bond tersebut. Sisi lain dioda adalah semikonduktor jenis –n yang mengandung banyak elektron bebas.

Untuk mendapatkan aksi laser, semikonduktor jenis-p yang dikenal dengan pembawa muatan positif atau hole dan jenis-n sebagai pembawa muatan negatif atau elektron yang melakukan rekombinasi. Rekombinasi terjadi secara kontinu dalam semikonduktor jika diberikan tegangan luar dari kristal pembentuk semikonduktor. Pada bias nol, suatu daerah pengosongan (depletion zone) memisahkan kedua bagian, dimana semua lubang dan elektron telah dikombinasikan kembali atau dihilangkan. Disepanjang daerah pengosongan terdapat suatu potensial barrier (barrier potential), karena lubang-lubang dan elektron-elekron yang dikombinasikan kembali (recombination) mempunyai muatan terjebak pada tempat-tempat elektron campuran (impurities) didalam daerah pengosongan.

Bila pada sambungan dikenakan tegangan bias maju (forward bias) yang cukup untuk mengatasi potensial batas sambungan, daerah pengosongan akan menghilang, dan lubang bebas bergerak melewati sambungan ke dalam daerah-n, sementara elektron-elekron bebas pula bergerak kedalam daerah –p, dimana mereka adalah pembawa-pembawa minoritas (minority carrier).

Rekombinasi akan terjadi terus-menerus dan mengeluarkan energi dalam bentuk cahaya dan energi panas (foton). Setiap foton mengandung sejumlah energi yang ada hubungannya dengan frekuensi elektromagnetis yang sesuai menurut persamaan :


(44)

ν = c/λ (2.10)

Energi biasanya dinyatakan dalam elektron-volt,sehingga:

E = q. eV (2.11) Dengan : q : adalah besarnya muatan elektron = 1,602 x 10^-19 C.

eV: adalah tingkat energi dalam elektron-volt.

Dari persamaan diatas didapatkan hubungan antara panjang gelombang dan tingkat energi alaktron-volt :

eV = hcl/qλ = 1,24/λ (2.12) Kandungan energi dari sebuah foton yang dilepaskan dalam suatu semikonduktor ada hubunganya dengan celah jalur energi (energy band gap) dari bahan semikonduktor, besarnya sama dengan potensial batas sambungan.

Intensitas cahaya tergantung dari besar arus yang digunakan. Intensitas cahaya akan membesar setelah mencapai besar arus ambang (threshold current), hal ini berarti emisi spontannya naik secara linear, dimana permulaan arus emisi adalah arus ambang laser.

Pada arus yang rendah radiasi yang dipancarkan oleh laser dioda adalah hasil dari emisi spontan. Dengan penambahan arus bias secara terus-menerus akan dicapai suatu keadaan dimana radiasi yang dipancarkan bukan sebagai akibat emisi spontan, tetapi akibat emisi yang terstimulasi.

Daya keluaran dari laser juga sangat dipengaruhi oleh temperatur. Perubahan temperatur untuk daya yang sama akan menghsilkan spektrum cahaya dengan panjang gelombang yang berubah-ubah.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai Oktober 2009. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Group THz-photonics, bidang instrumentasi fisis dan optoelektronika Pusat Penelitian Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kompleks puspitek Setu,Tangerang Selatan.

3.2.Obyek Penelitian

Sebagai obyek penelitian adalah Fiber Bragg Grating (FBG) yang memiliki kisi (grating) yang uniform.

3.3.Alat dan Bahan Penelitian

Obyek penelitian FBG yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah FBG buatan Jepang jenis single mode dan belum memiliki konektor. Sebelum digunakan FBG ini harus di sambung pada serat optic yang memiliki konektor. Seperti kita ketahui bahwa konektor ini berfungsi untuk menghubungkan perangkat jaringan (OTDR,OSA,Power Meter,Laser,ASE) dengan kabel fiber optic dan juga merupakan faktor yang sangat penting untuk lancarnya proses transmisi. Konektor juga yang akan berfungsi untuk menjaga agar kabel serat optik bisa terhubung dengan baik ke perangkat transmitter maupun receiver.


(46)

3.3.1.Alat Penyambungan konektor dengan FBG . ƒ Fussion Splicer (tipe Fitel S176CF).

Digunakan untuk menyambungkan ujung-ujung serat dengan teknik peleburan ujung-ujung dari serat optik yang akan disambungkan dengan menggunakan laser.

ƒ Fiber Stripper.

Digunakan untuk mengelupas cladding fiber optik. ƒ Micro-strip precision stripper.

Digunakan untuk membersihkan sisa cladding yang masih tertinggal pada core

serat optik. ƒ Tissue Optik.

Membersihkan core serat optik. ƒ Methanol atau Alkohol.

Digunakan untuk membersihkan core serat optik yang di semprotkan pada tissue optik.

ƒ Cleaver.

Digunakan untuk memotong core serat optik. ƒ Selubung konektor.

Digunakan sebagai cladding core serat optik yang telah disambung.

3.3.2.Alat Pengujian Karakteristik FBG. 1. TCM1000T.

TCM 1000 dari Thorlabs Inc adalah salah satu jenis TEC (Termoelektrik Cooler) control atau pengontrol suhu. Alat ini akan mengontrol arus pada Termal elektrik Cooler untuk mempertahankan sebuah suhu yang konstan pada perangkat pendingin dan pemanas. Alat ini beroperasi pada tegangan +5 volt DC, daya maksimum 3 Watt dan arus 1 Ampere. Kontroler ini menggunakan termistor 10 Kohm NTC sebagai sensor suhu dan juga sebagai komponen umpan balik dan dilengkapi dengan pealtier elemen sebagai pemanas dan pendingin. Termistor adalah piranti semikonduktor yang mempunyai koefisien


(47)

hambatan suhu negatif (NTC) yang artinya nilai hambatannya turun jika suhu yang mempengaruhinya naik. Termistor memberikan keluaran yang konsisten dengan ketelitian 0,01 oC. Suhu dapat dikontrol dengan menggunakan TSET potensiometer yang pada modul tersebut. Keluaran dari alat ini dibaca dengan menggunakan multimeter dalam satuan volt. Pengukuran dalam volt ini kemudian dikonversi ke satuan Ohm (1V=10 KΩ) dan kemudian dilihat nilainya pada grafik linearitas suhu dan hambatan yang terdapat pada modul TCM100T. Batas pengukuran alat ini 5KΩ -25 KΩ atau jika di konversi 10 °C - 40 °C. Alat ini digunakan untuk mengontrol suhu operasi pada FBG.

Gambar 3.1 :Gambar TCM1000T

2. Tensile Testing Machine.

Tensile Testing Machine jenis T22K ini mempunyai tekanan maksimum 20 kNewton dan bisa dikontrol. Dioperasikan pada tegangan 220 Volt. Digunakan sebagai alat untuk memberikan gaya tekan pada paralon PVC yang didalamnya terdapat FBG.

Pealtier Elemen TCM1000T


(48)

Gambar 3.2 : Tensile Testing Machine

3. Power Meter jenis ML9002A.

Digunakan sebagai alat untuk mendeteksi dan mengukur intensitas sinar laser.

4. Pipa Plastik Paralon PVC.

Digunakan sebagai wadah untuk uji tekan FBG.

Gambar 3.3 : Plastik Paralon PVC.

5. Optical Spectrum Analyzer (OSA) jenis Ando AQ-6312B.

Optical spektrum analyzer (OSA) adalah alat yang mengukur kekuatan optik sebagai fungsi dari panjang gelombang atau frekuensi. Optical spektrum analyzer

digunakan untuk menganalisis output dari sinar laser, dioda pemancar cahaya dan sumber cahaya lain. Sebuah spectrally spectrometer mendeteksi cahaya berdasarkan transmisi yang diberikan pada input OSA, panjang gelombang dianalisis dengan menggunakan detector optic yang terdapat di dalam OSA.

FBG Tempat

meletakkan paralon

PVC


(49)

Parameter yang penting yang diukur mencakup rentang panjang gelombang (span), panjang gelombang dan amplitudo akurasi, resolusi dan intensitas cahaya. Batas pengukuran panjang gelombang 350-1750nm, level range -70 sampai +10 dBm, Level Scale 0.2 sampai 10 dB/div, resolusi 0,1 – 5 nm. Digunakan untuk menganalisis spektrum sinar laser dan spektrum transmisi FBG.

Gambar 3.4: Optical Spectrum Analyzer. 6. PSA Adjust 5 volt DC.

Berfungsi sebagai sumber tegangan pada control suhu TCM1000T. 7. Multimeter.

Berfungsi sebagai alat untuk membaca nilai tegangan hasil keluaran dari kontrol suhu TCM1000T.

8. Aluminium.

Berfungsi sebagai wadah tempat meletakkan FBG di dalam paralon PVC.

3.3.3.Sumber Cahaya. 1. DFB laser.

DFB (distributed feedback laser) adalah salah satu tipe laser dioda dimana daerah aktif dari laser ini terdiri dari kisi difraksi. Kisi-kisi dikenal ini sebagai


(50)

distributed feedback laser memberika didistribusikan laser selama terjadinya hamburan Bragg. Kisi-kisi dibuat sehingga hanya mencerminkan band sempit dari

dengan demikian menghasilka

Mengubah perubahan akibat gelombang refleksi dari struktur kisi berubah dan dengan demikian panjang gelombang yang dihasilkan dari laser juga akan berubah. DFB laser yang kita gunakan mempunyai karakteristik antara lain daya keluaran 0 - 10 mW,

Threshold current 13 mA, arus injeksi maksimumnya 100 mA dan daya keluarannya 0–10 mW. Suhu opersinya pada 10°C - 40°C. Digunakan sebagai sumber cahaya monokromatis atau tunggal.

Gambar 3.5 : (a)DFB laser, (b)Output DFB laser. 2. Amplified Spontaneous Emission (ASE).

Amplified Spontaneous Emission ( ASE) merupakan istilah dari emisi spontan yang diperkuat. ASE yang dibuat dari Er-Doped Fiber dan di-pumping dengan laser diode. ASE adalah jenis cahaya yang dihasilkan oleh emisi spontan ketika dipompa dengan laser diode. Umpan balik dari laser dilakukan oleh rongga optik laser yang dapat menghasilkan operasi laser jika ambang lasing tercapai. Sumber

broadband ini sangat stabil dan menghasilkan spektrum yang luas. Sumber ASE


(51)

ini mempunyai lebar spektrum dari 1501 nm – 1568 nm dan daya total 10 mW. Digunakan sebagai sumber broadband.

Gambar 3.6 : (a)Amplified Spontaneous Emission (ASE), (b)Out put ASE.

3.3.4.Bahan Penyambungan FBG pada Konektor. ƒ FBG.

ƒ Konektor FC (Ferrule Conector).

Konektor FC :Digunakan untuk kabel single mode dengan akurasi yang sangat tinggi dalam menghubungkan kabel dengan transmitter maupun receiver. Konektor ini menggunakan sistem drat ulir dengan posisi yang bisa diatur, sehingga ketika dipasangkan ke perangkat, akurasinya tidak akan mudah berubah.

Gambar 3.7: Konektor FC.

(a) (b)

Fiber Otik

Conektor FC


(52)

3.3.5.Prosedur Penyambungan konektor pada FBG.

ƒ Disiapkan serat optik yang telah memiliki konektor dan FBG yang akan dikupas dari buffer coating (jaket) dan cladding (pelindung).

ƒ Disiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk proses pengelupasan dan pemotongan serat optik seperti fiber stripper, Micro-strip precision stripper, cleaver, cutter, tissue optik dan methanol/alkohol.

ƒ Dimasukkan selubung konektor pada serat optik sebelum serat optik dikelupas. ƒ Dikelupas ujung serat optik yang telah memiliki konektor dan ujung FBG

menggunakan fiber stripper.

ƒ Dibersihkan core serat optik dari sisa cladding yang masih tertinggal menggunakan Micro-strip precision stripper.

ƒ Dibersihkan core serat optik menggunakan tissue optik yang telah dibasahi dengan alkohol terlebih dahulu.

ƒ Diletakkan core serat optik yang akan dipotong pada cleaver dengan memperhatikan ukuran core serat optik dan batas maksimum panjang yang akan dipotong (diperhatikan prosedur pemakaian alat cleaver).

ƒ Setelah dipotong disiapakan fussion splicer (tipe Fitel S176CF) untuk penyambungan. Dihubungkan kabel power dan tekan power on (kedua panel yang terletak disebelah kanan fussion splicer). Selanjutnya tekan tombol menu pada panel bagian atas fusion splicer. Pada display fussion splicer akan terlihat menu pilihan tipe serat optik yang akan disambung (pilih sesuai spesifikasi serat optik).

ƒ Dibuka tutup V-grove secara perlahan-lahan dan bersihkan seluruh bagian dalamnya dengan vacum.

ƒ Diletakkan core serat optik yang sudah siap disambung pada kedua sisi V-grove (pastikan core serat optik sudah berada ditengah fiber electrode) dan jepit menggunakan fiber clamp serta tutup kembali penutupnya.

ƒ Ditekan tombol Enter pada panel bagian atas fussion splicer dan sistem pada

fussion splicer akan memastikan kondisi fisis serat optik yang akan disambung. Apabila core serat optik masih dalam keadaan kotor, hasil potongan tidak rata, ada kecacatan pada core serat optik maka sistem akan memberikan warning yang dapat terlihat pada display fussion splicer. Maka


(53)

harus dilakukan pengelupasan ulang dan pemotongan core serat optik kembali hingga kondisi serat optik baik dan dapat disambungkan.

ƒ Ditekan tombol Enter kembali agar proses penyambungan menggunakan

splicer bekerja.Prinsipnya adalah teknik peleburan atau pengelasan menjadi satu oleh percikan bunga api listrik. Pada saat proses penyambungan berlangsung pada display akan diperlihatkan digital image processing dan

estimasi loss penyambungan serat optik.

ƒ Setelah proses penyambungan selesai dibuka penutup V-grove dan ambil serat optik yang telah disabung secara berlahan-lahan.

ƒ Posisikan selubung konektor pada bagian tengah core serat optik yang disambungkan,kemudian diletakkan pada sistem pemanas fusion splicer agar selubung konektor melekat kuat secara permanen. Operasikan sistem pemanas ini dengan menekan tombol heater pada panel bagian atas fussion splicer dan tunggu prosesnya selama 60 detik.

3.4.Pengukuran Kestabilan Laser Dioda.

Sebelum melakukan penelitian terhadap karakterstik transmisi dari FBG terlebih dahulu diukur kestabilan dari laser dioda (DBF laser) yang akan kita gunakan sebagai sumber cahaya dalam perancangan sensor yang sebenarnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui keadaan dari laser dioda yang akan digunakan sebagai sumber cahaya.

Fiber optic yang digunakan sebagai kabel transmisi disini adalah fiber optik biasa bukan FBG.

Gambar 3.8 : Blok diagram percobaan pengukuran stabilitas laser dioda.

Laser Diode Fiber Optik Optical Spectrum Analyzer (OSA)

Suhu laser dioda


(54)

3.5.Pengukuran Transmisi acuan (Referensi) FBG.

Data panjang gelombang transmisi diambil sebelum FBG diberi perlakuan tekanan dan suhu untuk mendapatkan nilai transmisi acuan (referensi). Hal ini bertujuan untuk mengetahui puncak panjang gelombang transmisi dari FBG. Laser dioda dipakai sebagai sumber cahaya. Cahaya ini dimasukkan kedalam sensor FBG dan keluarannya diukur menggunakan optical spectrum analyzer. Hal ini dilakukan dengan mengubah suhu operasi laser mulai dari suhu 10 °C - 38°C dengan interval 0,1 °C. Frekuensi laser ini akan selalu mengikuti perubahan puncak transmisi FBG. Kemudian diamati perubahan puncak transmisi FBG (panjang gelombang dan intensitasnya) yang terlihat pada OSA dan Power Meter untuk setiap perubahan suhu laser. Hasil pengukuran selanjutnya dianalisa untuk mendapatkan panjang gelombang transmisi referensi dari FBG.

3.5.Metode Karakterisasi FBG.

Untuk membuat suatu sistem evaluator FBG yang handal untuk digunakan sebagai sensor strain tanah maka ada beberapa parameter FBG yang harus diketahui yaitu karakteristik FBG terhadap suhu operasi dan tekanan /stress. Data yang diambil dalam pengukuran ini adalah perubahan panjang gelombang spektrum transmisi FBG.

Laser Diode Optical Spectrum

Analyzer (OSA) Fiber Bragg

Grating (FBG)

Gambar 3.9 : Blok diagram percobaan pengukuran transmisi referensi FBG dioda.

Suhu laser dioda


(55)

3.5.1.Metode Karakterisasi FBG terhadap Suhu.

Seperti kita ketahui sebelumnya bahwa FBG sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan seperti suhu. Oleh karena itu untuk membuat suatu evaluator sensor strain tanah dari FBG perlu diperhitungkan faktor suhu. Dimana parameter suhu ini digunakan untuk memperhitungkan sistem kompensasi suhu dari sensor tersebut. Penelitian yang dilakukan adalah pengukuran karakteristik perubahan puncak transmisi FBG terhadap perubahan suhu operasi FBG.

Amplified Spontaneous Emission ( ASE) yang dibuat dari Er-Doped Fiber dan di-pumping dengan laser diode dipakai sebagai sumber cahaya. Sumber ASE mempunyai lebar spektrum dari 1520 nm – 1568 nm dan daya total 10 mW. Cahaya ini dimasukkan kedalam sensor FBG dan keluarannya diukur menggunakan optical spectrum analyzer. Dalam hal ini suhu FBG diubah dengan menggunakan kontrol suhu TCM1000T. Sensor FBG dimasukkan kedalam lempeng aluminium, dimana suhu aluminium tersebut dikontrol menggunakan pealtier elemen sebagai komponen pendingin dan pemanas dalam kontrol suhu tersebut. Suhu peltier element dapat dikontrol dengan menggunakan TSET potensiometer yang ada pada modul tersebut. Keluaran dari alat ini dibaca dengan menggunakan multimeter dalam satuan volt. Pengukuran dalam volt ini kemudian dikonversi ke satuan Ohm (1V=10 KΩ) dan kemudian dilihat nilainya pada grafik linearitas suhu dan hambatan yang terdapat pada modul. Batas pengukuran alat ini 5KΩ -25 KΩ atau jika di konversi 10 °C - 40 °C.

Spektrum puncak transmisi dari FBG diukur menggunakan OSA pada setiap kenaikan suhu tertentu. Suhu blok alumunium diatur dan divariasikan pada suhu 22oC sampai 28oC. Hasil hasil pengukuran selanjutnya dianalisa untuk mengetahui berapa besar perubahan puncak transmisi terhadap perubahan suhu operasi FBG. Percobaan pengukuran pergeseran puncak transmisi dilakukan seperti diagram dibawah ini:


(56)

Gambar 3.10 : Blok diagram percobaan karakterisasi FBG terhadap suhu operasi.

3.5.2.Metode Karakterisasi FBG terhadap Tekanan.

Perlakuan tekanan pada FBG berguna untuk memperhitungkan seberapa besar pergeseran puncak transmisi dari FBG akibat tekanan dari beban yang dirasakan. Besarnya tekanan dari beban yang diberikan disini merupakan perbandingan untuk tekanan yang diakibatkan pergeseran dalam tanah. Hal ini akan berguna sebagai sumber informasi dalam perancangan FBG sebagai sensor strain tanah.

Tensile Testing Machine jenis J22K ini merupakan suatu alat yang digunakan untuk memberi tekanan pada suatu benda yang besar tekanannya dapat dikontrol. Besarnya gaya tekanan maksimumnya adalah 20 kNewton. Sumber cahaya yang digunakan adalah Amplified Spontaneous Emission (ASE). Cahaya ini dimasukkan kedalam sensor FBG dan keluarannya diukur menggunakan optical spectrum analyzer. Sensor FBG dimasukkan kedalam bahan palstik PVC sebagai bahan yang akan ditekan menggunakan Tensile Testing Machine. Besarnya tekanan yang diberikan antara lain :0,8 kN , 1 kN ,. 1,4 kN , 1,84 kN , 2 kN , 2,88 kN , 3,12 kN , 3,44 kN dan 4 kN. Hasil hasil pengukuran selanjutnya dianalisa untuk mengetahui berapa besar perubahan puncak transmisi akibat perubahan tekanan operasi pada FBG.

Fiber Bragg Grating (FBG) Amplified

Spontaneous Emission (ASE)

Source

Optical Spectrum Analyzer (OSA)

Kontrol Suhu(TCM1000T)


(57)

Gambar 3.11 : Blok diagram percobaan karakterisasi FBG terhadap tekanan.

Gambar 3.12 : Percobaan Karakterisasi FBG terhadap Tekanan. 3.6.Analisis Data.

Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah eksperimen yaitu penelitian untuk mencari suatu hubungan atau pengaruh suatu hal tertentu terhadap hal lainnya. Oleh karena itu digunakan analisa data secara kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menentukan rata-rata perubahan puncak transmisi FBG terhadap perubahan suhu dan tekanan yang diberikan pada FBG. Analisa data dilakukan dengan menggunakan rumus statistik untuk mencari perubahan panjang gelombang dan frekuensi terhadap perubahan suhu dan tekanan yaitu

awal akhir

awal akhir

T T

T

− =

ΔΔλ λ λ (3.1) Amplified

Spontaneous

Emission (ASE)

Kontrol Tekanan

(Tensile Testing

Machine)

Optical Spectrum

Analyzer (OSA)

Pipa PVC Yang didalamnya terdapat FBG

Tempat uji tekan PVC


(58)

awal akhir

awal akhir

T T

T

− =

Δ

Δν ν ν (3.2)

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel pada data-data hasil percobaan.


(59)

3.7. Diagram kerja.

Skema penelitian diberikan dengan diagram blok seperti pada gambar 3.11:

Gambar 3.13 : Diagram proses penelitian

Uji Tekan FBG Uji Suhu Operasi FBG

Pengolahan Data

Analisis Kuantitatif Penyambungan fiber konektor pada fiber FBG

Kesimpulan

Selesai Mulai


(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Pengukuran Kestabilan Laser Dioda.

Sebelum melakukan penelitian terhadap karakterstik transmisi dari FBG terlebih dahulu kita akan mengukur kestabilan dari laser dioda yang akan kita gunakan sebagai sumber cahaya dalam perancangan sensor yang sebenarnya. Kabel transmisi yang digunakan disini adalah fiber optik biasa bukan FBG. Data perubahan panjang gelombang transmisi dan intensitas laser yang dihasilkan oleh fiber biasa ini akan dijadikan sebagai perbandingan sebelum mengunakan FBG atau membandingkan transmisi cahaya pada serat optic biasa dengan transmisi cahaya pada FBG.

4.1.1. Perubahan Frekuensi (Panjang Gelombang) Terhadap Perubahan Suhu Operasi Laser.

Pada penggunaan laser dioda sebagai sumber cahaya dalam sensor strain tanah maka pergeseran panjang gelombang dan frekuensi terhadap suhu operasi laser maupun kondisi lain merupakan faktor yang sangat penting.

Pengukuran pergeseran panjang gelombang ini dilakukan dengan menggunakan

optical spectrum analyzer (OSA). Blok diagram percobaan seperti terlihat pada gambar 3.8. Percobaan dilakukan pada arus injeksi laser 50 mA dan suhu laser diubah dari 38 °C -10 °C dengan interval 0,1 °C. Hasil pengukuran pergeseran frekuensi (panjang gelombang) akibat perubahan suhu dapat dilihat seperti gambar grafik dibawah ini:


(61)

y = -0.0955x + 1554.3 R2 = 0.9665

1550.50 1551.00 1551.50 1552.00 1552.50 1553.00 1553.50

14.0 18.0 22.0 26.0 30.0 34.0 38.0

Suhu (0C) P a nja ng G e lom b a ng ( n m )

Gambar 4.1: Grafik perubahan panjang gelombang akibat perubahan suhu operasi laser.

y = 11.893x + 193011 R2 = 0.9667

193050.00 193100.00 193150.00 193200.00 193250.00 193300.00 193350.00 193400.00 193450.00

8.0 12.0 16.0 20.0 24.0 28.0 32.0 36.0 40.0

Suhu (0 C)

Fr e k u e ns i ( G H z )

Gambar 4.2 : Grafik perubahan frekuensi akibat perubahan suhu operasi laser.

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan panjang gelombang terhadap perubahan suhu operasi laser (Δ /ΔT) sebesar 0,10 nm/°C atau perubahan


(62)

frekuensi terhadap perubahan suhu (Δ /ΔT) sebesar 12,3 GHz/°C. Perubahan ini mempunyai makna bahwa panjang gelombang dan frekuensi laser dapat dikontrol dengan mengubah suhu operasinya.

4.2. Pengukuran Transmisi Acuan (Referensi) FBG.

Data yang diambil dalam pengukuran ini adalah perubahan intensitas sinar laser akibat adanya cahaya yang dipantulkan dan ditransmisikan oleh FBG. Blok diagram percobaan seperti terlihat pada gambar 3.9. Dalam hal ini spektrum sinar laser akan mengikuti pola transmisi FBG. Percobaan yang dilakukan pada arus injeksi laser 50 mA dan suhu laser divariasikan dari 38 °C - 20 °C dengan interval 0,1 °C. Transmisi referensi ini digunakan untuk membandingkan nilai puncak transmisi cahaya FBG sebelum dan sesudah adanya perlakuan tekanan dan suhu pada FBG. Hasil pengukurannya dapat dilihat seperti gambar dibawah ini:

-22.00 -20.00 -18.00 -16.00 -14.00 -12.00 -10.00 -8.00

1550.90 1551.10 1551.30 1551.50 1551.70 1551.90 1552.10 1552.30 Panjang Gelombang (nm)

In te n s it as L a s e r (d B m ) OSA Power Meter


(63)

-22.00 -20.00 -18.00 -16.00 -14.00 -12.00 -10.00 -8.00

19.0 21.0 23.0 25.0 27.0 29.0 31.0 33.0 35.0 37.0

Suhu (0 C)

In

te

n

s

it

a

s

(

d

B

m

)

OSA

Power Meter

Gambar 4.5 : Grafik hasil pengukuran intensitas transmisi FBG.

Pengertian dari puncak transmisi dari FBG adalah suatu keadaan dimana panjang gelombang yang sangat sempit akan dipantulkan oleh FBG sedangkan wilayah yang lainnya akan ditransmisikan, panjang gelombang yang ditransmisikan disebut panjang gelombang Bragg. Dari hasil pengukuran power meter dan OSA diperoleh intensitas transmisi FBG terendah adalah -20,87 dBm berada pada panjang gelombang 1551,51 nm dan suhu operasi laser berada pada 28,40C. Oleh karena itu diperoleh bahwa puncak transmisi referensi dari FBG yaitu berada pada panjang gelombang 1551,51 nm.


(64)

4.3.Karakterisasi FBG.

Untuk membuat suatu sistem evaluator FBG yang handal untuk digunakan sebagai sensor strain tanah maka ada beberapa parameter FBG yang harus diketahui yaitu karakteristik FBG terhadap suhu operasi dan tekanan /stress.

4.3.1.Karakterisasi FBG Terhadap Suhu Operasi.

Pengamatan puncak transmisi FBG dilakukan dengan menggunakan OSA.Sumber cahaya yang digunakan adalah ASE yang memiliki spektrum cahaya broadband, mempunyai lebar spektrum dari 1520 nm – 1568 nm sehingga mudah untuk mengamati perubahan puncak transmisi FBG dan daya total 10 mW. ASE dioperasikan pada arus injeksi 90 mA dan pada suhu 21 °C. Cahaya ini dimasukkan kedalam sensor FBG melalui konektor dan keluarannya diukur menggunakan optical spectrum analyzer. Sensor FBG dimasukkan kedalam blok aluminium yang merupakan bagian dari sensor suhu TCM1000T, dimana suhu blok tersebut dikontrol menggunakan pealtier elemen sebagai komponen pendingin dan pemanas dalam kontrol suhu tersebut, dimana kestabilan dari kontrol ini adalah 0,01oC. Perubahan puncak transmisi dari FBG diukur menggunakan OSA pada setiap kenaikan suhu. Suhu blok alumunium diatur dan divariasikan pada suhu 22oC sampai 41oC. Blok diagram percobaan seperti terlihat pada gambar 3.10.

Tabel 4.1 : Data Pengukuran Perubahan Puncak Transmisi FBG akibat Perubahan Suhu Operasi pada FBG.

No

T ACT

(°C)

λ (nm)

ν (GHz) 1 22.0 1551.42 193371.234 2 23.0 1551.42 193371.234 3 23.5 1551.43 193369.988 4 24.0 1551.45 193367.495 5 25.0 1551.46 193366.249 6 26.0 1551.47 193365.002 7 27.0 1551.48 193363.756 8 28.0 1551.50 193361.263


(65)

y = 0.0117x + 1551.2 R2 = 0.9744

1551.41 1551.43 1551.45 1551.47 1551.49 1551.51 1551.53 1551.55 1551.57 1551.59 1551.61 1551.63 1551.65

21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41

Suhu (0 C)

P

a

nj

a

ng G

e

lom

ba

n

g

(nm

)

Gambar 4.6 : Grafik hubungan antara perubahan panjang gelombang transmisi FBG akibat perubahan suhu operasi FBG.


(66)

y = -1.4596x + 193403 R2 = 0.9743

193344.00 193348.00 193352.00 193356.00 193360.00 193364.00 193368.00 193372.00

21.0 23.0 25.0 27.0 29.0 31.0 33.0 35.0 37.0 39.0 Suhu (0C) Fr e k ue ns i G e lom ba ng ( G H z )

Gambar 4.7 : Grafik hubungan antara perubahan frekuensi gelombang transmisi FBG akibat perubahan suhu operasi FBG.

Grafik diatas merupakan hasil pengukuran puncak panjang gelombang transmisi ( ) dan frekuensi puncak transmisi ( ) pada berbagai suhu operasi pada FBG. Dari data pengamatan tersebut dapat dihitung bahwa perubahan panjang gelombang transmisi terhadap suhu (Δ /ΔT) adalah sebesar 0,011 nm/°C atau 11 pm/°C. Sedangkan perubahan frekuensi puncak transmisi terhadap perubahan suhu (Δ /ΔT) adalah sebesar 1,44 GHz/°C. Spektrum puncak transmisi pada beberapa titik pengamatan ditunjukkan pada gambar dibawah ini, dimana spektrum tersebut diambil pada suhu 22 °C, 24°C, 28°C, 30°C, 39°C dan 41 °C. Dengan perubahan ini perlu kompensasi suhu pada pemakaian yang mempunyai perubahan suhu lebih dari 5°C. Nilai ini sangat berarti dalam sensor yang diusulkan sehingga perlu dirancang suatu sistem kompensasi suhu pada saat pemakaian di luar.


(1)

135 24.6 1551.81 -8.27 -7.88

136 24.5 1551.82 -8.27 -7.94

137 24.4 1551.83 -8.27 -7.84

138 24.3 1551.84 -8.27 -7.88

139 24.2 1551.85 -8.27 -7.98

140 24.1 1551.86 -8.48 -8.00

141 24.0 1551.86 -8.27 -7.95

142 23.9 1551.87 -8.27 -7.94

143 23.8 1551.87 -8.27 -7.96

144 23.7 1551.89 -8.27 -7.94

145 23.6 1551.90 -8.27 -8.17

146 23.5 1551.91 -8.48 -8.16

147 23.4 1551.92 -8.48 -8.22

148 23.3 1551.92 -8.27 -8.25

149 23.2 1551.93 -8.48 -8.21

150 23.1 1551.94 -8.48 -8.22

151 23.0 1551.95 -8.48 -8.23

152 22.9 1551.96 -8.48 -8.26

153 22.8 1551.97 -8.48 -8.26

154 22.7 1551.98 -8.48 -8.26

155 22.6 1551.98 -8.48 -8.25

156 22.5 1552.00 -8.48 -8.28

157 22.4 1552.01 -8.48 -8.28

158 22.3 1552.03 -8.48 -8.33

159 22.2 1552.04 -8.48 -8.30

160 22.1 1552.05 -8.70 -8.32

161 22.0 1552.05 -8.48 -8.33

162 21.9 1552.06 -8.48 -8.31

163 21.8 1552.07 -8.48 -8.32

164 21.7 1552.08 -8.70 -8.34

165 21.6 1552.08 -8.70 -8.34

166 21.5 1552.10 -8.48 -8.34

167 21.4 1552.11 -8.70 -8.36

168 21.3 1552.11 -8.92 -8.38

169 21.2 1552.12 -8.70 -8.39

170 21.1 1552.14 -8.70 -8.43

171 21.0 1552.15 -8.70 -8.43

172 20.9 1552.16 -8.70 -8.43

173 20.8 1552.17 -8.70 -8.43

174 20.7 1552.17 -8.70 -8.42


(2)

LAMPIRAN B

GAMBAR ALAT


(3)

LAMPIRAN C

GAMBAR BAHAN PERCOBAAN

Gambar 1 : Fiber Bragg Grating (FBG)


(4)

(5)

LAMPIRAN D

GAMBAR PERCOBAAN


(6)

Gambar 2 : Percobaan Pengujian FBG terhadap Pengaruh tekanan.


Dokumen yang terkait

Analisis Variasi Karakteristik Respon Reflectivity dan Side Lobe Strength Serat Optik pada Filter Fiber Bragg Grating

0 36 89

Strain Transfer and Test Research of Stick-up Fiber Bragg Grating Sensors

0 3 8

An Improved Optical Communication System Using Fiber Bragg Grating In EDWA.

0 4 24

PENGARUH PERUBAHAN SUHU TERHADAP UNJUK KERJA FIBER BRAGG GRATING (FBG).

0 0 22

Analisis Variasi Karakteristik Respon Reflectivity dan Side Lobe Strength Serat Optik pada Filter Fiber Bragg Grating

0 0 10

Analisis Variasi Karakteristik Respon Reflectivity dan Side Lobe Strength Serat Optik pada Filter Fiber Bragg Grating

0 0 1

PEMODELAN SISTEM FIBER BRAGG GRATING SENSOR (FBGS) UNTUK MEMANTAU AKTIVITAS JANTUNG DAN TEMPERATUR TUBUH PADA PEMERIKSAAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) -

0 4 63

SIMULASI DAN ANALISIS OPTICAL ADD DROP MULTIPLEXER (OADM) MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING (FBG) PADA LINK LONG HAUL SIMULATION AND ANALYSIS OF OPTICAL ADD DROP MULTIPLEXER (OADM) USING FIBER BRAGG GRATING (FBG) ON LONG HAUL LINK

0 0 8

PENGGUNAAN KOMPENSATOR DISPERSI PADA JARINGAN BERBASIS OPTIK ANTARA STO LEMBONG DAN STO CIANJUR MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING DISPERSION COMPENSATOR ON OPTICAL FIBER NETWORK BETWEEN STO LEMBONG AND STO CIANJUR USING FIBER BRAGG GRATING Ratih Kusuma W1 ,

0 0 9

SIMULASI BEBERAPA PARAMETER PADA CHIRPED FIBER BRAGG GRATING UNTUK MENDAPATKAN LUARAN BERBENTUK SPEKTRUM RIGHT-ANGLED TRIANGULAR PARAMETERS SIMULATION OF CHIRPED FIBER BRAGG GRATING TO GET RIGHT ANGLED TRIANGULAR SPECTRUM OUTPUT

0 0 8