Evaluasi pemberian tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dan tepung daun murbei (Morus alba) terhadap produktivitas dan status fisiologis puyuh yang sedang bertelur

(1)

EVALUASI PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK

(

Sauropus androgynus

) DAN TEPUNG DAUN MURBEI

(

Morus alba

) TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN STATUS

FISIOLOGIS PUYUH YANG SEDANG BERTELUR

WIDYA HERMANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Evaluasi Pemberian Tepung Daun Katuk (Sauropus androgynus) dan Tepung Daun Murbei (Morus alba) Terhadap Produktivitas dan Status Fisiologis Puyuh yang Sedang Bertelur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013 Widya Hermana NIM 162080031


(4)

(5)

RINGKASAN

WIDYA HERMANA. Evaluasi Pemberian Tepung Daun Katuk (Sauropus androgynus) dan Tepung Daun Murbei (Morus alba) terhadap Produktivitas dan Status Fisiologis Puyuh yang Sedang Bertelur. Dibimbing oleh TOTO TOHARMAT, SUMIATI, dan WASMEN MANALU.

Tepung daun katuk dikenal sebagai tanaman obat yang dapat meningkatkan produksi air susu pada manusia dan hewan. Tepung daun katuk juga dapat meningkatkan produksi telur dan performa unggas. Selain itu, telah kandungan vitamin A pada hati dan kuning telur juga meningkat dengan pemberian tepung daun katuk tersebut. Tepung daun katuk juga dikenal sebagai tanaman obat. Beberapa penelitian melaporkan bahwa daun katuk dari beberapa spesies yang berbeda mengandung protein kasar 15.7% - 22.6% dan mengandung vitamin A 5671-5736 mg%, tergantung pada umur panen daun murbei dan spesiesnya. Rangkaian penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi manfaat penggunaan tepung daun katuk, tepung daun murbei dan kombinasinya terhadap performa puyuh jepang (Coturnix-coturnix japonica).

Penelitian pertama dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan tepung daun katuk (10%) dan tepung daun murbei (10%), serta kombinasi keduanya (5% tepung daun katuk + 5% tepung daun murbei) dalam pakan berbasis dedak padi (tanpa menggunakan jagung kuning) terhadap kandungan kolesterol, vitamin A, mineral Fe dan Zn telur, daging dan hati puyuh; kualitas dan produksi telur puyuh. Hasil menunjukkan bahwa puyuh yang mendapat kombinasi tepung daun katuk dan tepung daun murbei dalam pakannya menghasilkan kandungan kolesterol kuning telur (349.606 mg 100g-1), daging (30.005 mg 100g-1) dan hati (162.151 mg 100g-1) paling rendah, sementara kandungan vitamin A telur (336.65 µg 100g-1), daging (186.28 µg 100g-1) dan hati (262.86 µg 100g-1); kadar mineral Fe dan Zn telur (89.88 dan 113.04 ppm) dan daging (89.12 dan 68.81 ppm) serta rataan skor warna kuning telur (7.00); paling tinggi dibandingkan puyuh yang mendapat pakan kontrol, maupun pakan dengan tepung daun katuk saja maupun tepung daun murbei saja. Disimpulkan bahwa penggunaan kombinasi tepung daun katuk (5%) dan tepung daun murbei (5%) dalam puyuh memberikan pengaruh paling baik terhadap kandungan nutrien telur dan daging puyuh.

Penelitian kedua dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan tepung daun katuk (10%), tepung daun murbei (10%) dan kombinasinya (5% tepung daun katuk + 5% tepung daun murbei) dalam pakan yang menggunakan jagung kuning (<50%) terhadap performa dan kualitas puyuh petelur. Hasil menunjukan bahwa penggunaan 10% tepung daun katuk dalam pakan menghasilkan produksi telur yang tidak berbeda dengan produksi telur puyuh kontrol (tanpa diberi tepung daun), dengan skor warna (10.03) dan kandungan vitamin A (2560.62 mg 100g-1) kuning telur yang paling tinggi. Puyuh yang diberi 10% tepung daun katuk juga lebih cepat mencapai 5% Produksi Telur. Disimpulkan bahwa pemberian tepung daun katuk dan tepung daun murbei meningkatkan skor warna dan kandungan vitamin A kuning telur.

Penelitian ketiga dilakukan untuk mengevaluasi ukuran dan kandungan mineral tulang tibia serta profil darah puyuh petelur yang diberi 10%


(6)

tepung daun katuk, 10% tepung daun murbei, dan kombinasi (5% tepung daun katuk + 5% tepung daun murbei) dalam pakan puyuh petelur. Pemberian kombinasi 5% tepung daun katuk + 5% tepung daun murbei dalam pakan menghasilkan diameter tulang tibia yang lebih pendek daripada diameter tulang yang dihasilkan puyuh yang diberi perlakuan lainnya. Kandungan mineral Ca dan P tulang tibia puyuh yang diberi tepung daun katuk, tepung daun puyuh, dan kombinasinya dalam pakan, lebih rendah dibandingkan puyuh yang diberi pakan kontrol, namun kandungan mineral Mg dan Zn tidak berbeda. Profil darah puyuh tidak dipengaruhi perlakuan yang diberikan. Disimpulkan bahwa tepung daun katuk atau tepung daun murbei dapat diberikan sebanyak 10% dalam pakan puyuh petelur tanpa mengganggu ukuran tulang tibia dan profil darah puyuh petelur. Kata kunci: tepung daun katuk, tepung daun murbei, puyuh petelur


(7)

SUMMARY

WIDYA HERMANA. Evaluation of Usage Katuk (Sauropus androgynus) and Mulberry Leaf Meal (Morus alba) on Productivity and Physiology Status of Laying Quail. Supervised by TOTO TOHARMAT, SUMIATI, dan WASMEN MANALU.

Katuk leaf meal is considered as herbal medicine since it could improve the milk production in human as well as in animals. It also could increase the egg production as well as poultry performances. It also had been proved to increase vitamin A content in chicken liver and in the egg yolk. Murbei leaf meal also considered as herbal medicine. Some previous studies reported that murbei leaf, from some different species, contain moderate protein (15.7%-22.6%) and vitamin A content (5671-5736 mg%), these ranges were depending upon the different ages when the leaves were harvested and also the species of the murbei leaves. These researchs were conducted to evaluated the used of the two herbal leaves and its combination in the performances of Japanese quails (Coturnix coturnix japonica).

The first experiment was to evaluated the effect of usage katuk leaf meal (10%) and mulberry leaf meal (10%) and its combination (5% katuk leaf meal + 5% mulberry leaf meal) in the diet based on rice bran (without yellow corn) on cholesterol, vitamin A, mineral Fe and Zn content in quail’s egg, meat and liver; as well as egg quality and production. The result showed that the lowest cholesterol content in the egg yolk, carcass, liver, were found from the quails fed diet containing the combination of katuk leaves meal and murbei leaves meal (R3). The cholesterol content were 349.606 mg 100g-1, 30.005 mg 100g-1, and 162.151 mg 100g-1 respectively. The content of egg’s vitamin A (336.65 µg 100g-1), meat (186.28 µg 100g-1) and liver (262.86 µg 100g-1); the content of egg’s mineral Fe and Zn (89.88 and 113.04 ppm) and quail’s meat (89.12 and 68.81 ppm) , also egg yolk color score (7.00) were the best resulted from the quails fed diet containing 5% katuk leaf meal+5% mulberry leaf meal. In general the best performances were found to be the best from the quails fed diet containing the combination katuk leaves meal and murbei leaves meal

The second experiment was conducted to evaluated the effect of usage katuk leaf meal (10%), mulberry leaf meal (10%) and its combination (5% katuk leaf meal+5% mulberry leaf meal) in the layer quail’s diet that used yellow corn (<50%) to quail’s performances and egg quality. The resulted showed that usage 10% katuk leaf meal in quail’s diet have the same egg production as control diet (without leaf meal), with the highest yolk color score (10.03) and yolk’s vitamin A content (2560.62 mg 100g-1). The quail fed diet with 10% katuk leaf meal reached 5% QD Production faster than other treatment. It was concluded that usage 10% katuk leaf meal and 10% mulberry leaf meal could increased yolk color score and yolk vitaminA content.

The third experiment was conducted to evaluate quail’s tibia bone size and mineral content, also the quail’s blood profile, which fed 10% katuk leaf meaal, 10% mulberry leaf meal, or its combination (5% katuk leaf meal+5%mulberry leaf meal). The resulted showed that the bone diametre of quail fed diet with combination 5%katuk leaf meal +5%mulberry leaf meal shorter than other


(8)

treatment. Bone mineral Ca and P content of quail fed katuk leaf meal, mulberry leaf meal and its combination were lower than quail fed control diet, but Mg and Zn were not different.Quail’s blood profile was not affected by treatment. It was concluded that 10%katuk leaf meal or 10%mulberry leaf meal in layer quail’s diet can be used without affected tibia bone size and blood profile.


(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(10)

(11)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

EVALUASI PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK

(

Sauropus androgynus

) DAN TEPUNG DAUN MURBEI

(

Morus alba

) TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN STATUS

FISIOLOGIS PUYUH YANG SEDANG BERTELUR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(12)

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr Ir Rita Mutia, MAgr 2. Dr Ir Rukmiasih, MS

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof(Ris) Dr Ir Sofjan Iskandar, MRurSc 2. Dr Rudi Afnan, SPt MSc


(13)

(14)

(15)

PRAKATA

Alhamdulillahi rabbil ‘aalamin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmatNya, penulis dapat menyelasaikan disertasi ini.

Disertasi ini ditulis berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada tahun 2009 yang didanai oleh Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch I (Hibah Penelitian Strategis Nasional) dan tahun 2012 yang didanai oleh Penelitian Unggulan Fakultas, yang menggunakan tepung daun katuk dan tepung daun murbei dalam pakan puyuh petelur. Kedua jenis tepung daun tersebut dipilih karena potensinya sebagai bahan pakan sumber provitamin A yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas telur puyuh (telur puyuh yang kaya vitamin A). Selain itu, penggunaan tepung daun katuk dan murbei, diharapkan dapat mengurangi penggunaan jagung dalam pakan puyuh petelur. Hasil yang diperoleh dari serangkaian penelitian ini, diharapkan dapat memberi informasi tentang pemanfaatan tepung daun katuk dan murbei sebagai pakan puyuh petelur.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Toto Toharmat, MAgrSc, Ibu Dr Ir Sumiati, MSc, Bapak Prof Dr Wasmen Manalu selaku Komisi Pembimbing; serta Ibu Prof Dr Ir Wiranda G Piliang, MSc yang telah membuka jalan bagi penulis untuk menempuh studi program doktor. Kepada Ibu Dr Ir Rita Mutia, MAgr dan Ibu Dr Ir Rukmiasih, MS selaku penguji pada ujian tertutup dan Bapak Prof(Ris) Dr Ir Sofjan Iskandar, MRurSc dan Bapak Dr Rudi Afnan, SPt MSc selaku penguji pada ujian terbuka, atas pertanyaan dan saran yang telah diberikan, serta Ibu Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS, Ibu Ir Dwi Margi Suci MS, Ibu Ir Lilis Khotijah MSi atas dukungan dan masukan yang telah diberikan. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Ibu Lanjarsih, AMd SPt; Wita Wiyanti Agustini, SPt; Anggun Marsiz Jayanti, SPt; Aan, SPt; Alfian Abdullah Chaerul Umam, SPt; dan Herdian Saputra, AMd atas bantuan yang diberikan selama pelaksanaan penelitian. Kepada Ibunda Fatma Tola (almh) dan Ayahanda Dr H Hermana, MSc (alm), serta Ibu Hj Herawati beserta adik-adik Maya Fitria Hermana, SSos dan Andina Hermana, SPi beserta Haryana SSos dan Senin SPi; juga suami dan anak-anak, penulis menghaturkan banyak terima kasih atas dukungan moril dan materil yang telah senantiasa diberikan.

Semoga disertasi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Aamiin. Yaa Robbal Alamin.

Bogor, Agustus 2013 Widya Hermana


(16)

(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

1 PENDAHULUAN 1

2 PENGGUNAAN TEPUNG DAUN KATUK DAN MURBEI DALAM PAKAN BERBASIS DEDAK PADI PADA PUYUH

PERIODE PETELUR 3

3 PERFORMA DAN KUALITAS TELUR PUYUH YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG STEROL DARI TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus) DAN MURBEI (Morus alba) 13 4 PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK DAN MURBEI DALAM

PAKAN TERHADAP UKURAN DAN KANDUNGAN MINERAL

TULANG TIBIA SERTA PROFIL DARAH PUYUH PETELUR 22

5 PEMBAHASAN UMUM 29

6 SIMPULAN DAN SARAN 31

DAFTAR PUSTAKA 32


(18)

DAFTAR TABEL

2.1 Susunan pakan puyuh periode pertumbuhan 5

2.2 Susunan pakan puyuh periode petelur 6

2.3 Rataan bobot badan puyuh selama penelitian 7

2.4 Konsumsi pakan puyuh umur 4 sampai 12 minggu 7

2.5 Kandungan kolesterol kuning telur, daging dan hati puyuh 8

2.6 Profil darah puyuh 9

2.7 Jumlah, bobot telur, bobot kuning dan putih serta tinggi putih telur puyuh 10

2.8 Skor warna kuning telur, bobot dan tebal kerabang telur puyuh 10

2.9 Kandungan vitamin A dalam telur, daging, dan hati puyuh 11

2.10 Kadar Fe telur, hati dan daging puyuh 12

3.1 Komposisi nutrien tepung daun katuk (TDK) dan tepung daun murbei (TDM) berdasarkan bahan kering (%BK) 15

3.2 Komposisi dan kandungan nutrien pakan puyuh petelur 16

3.3 Rataan performa puyuh petelur umur 10 sampai 17 minggu 17

3.4 Rataan konsumsi tannin dan saponin dari pakan yang mengandung tepung daun katuk (TDK) dan murbei (TDM) 17

3.5 Rataan kualitas telur puyuh umur 13 sampai 17 minggu 20

4.1 Hasil analisis kandungan nutrien tepung daun katuk (TDK) dan tepung daun murbei (TDM) berdasarkan bahan kering (%BK) 24

4.2 Komposisi dan kandungan nutrien pakan puyuh petelur penelitian 25

4.3 Perhitungan kandungan tanin dan saponin pakan perlakuan yang berasal dari tepung daun katuk (TDK) dan tepung daun murbei 26 4.4 Rataan konsumsi pakan, Ca dan P serta tannin dan saponin puyuh umur 6 sampai 17 minggu 26

4.5 Persentase mineral Ca dan P dari mineral yang dikonsumsi yang dideposit dalam tulang tibia puyuh umur 17 minggu 27

4.6 Rataan ukuran (bobot, panjang dan diameter) tulang tibia puyuh umur 17 minggu 27

4.7 Kandungan mineral Ca, P, Mg, Zn tulang tibia puyuh umur 17 minggu 27


(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang potensial sebagai sumber protein hewani, dalam bentuk telur maupun dagingnya. Populasi puyuh semakin meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan akan produknya. Populasi puyuh di Indonesia mencapai 7 053 576 ekor (Ditjennak, 2010), sementara produksi telur burung puyuh 15.8 dan daging burung puyuh 6.9 (Deptan, 2012). Pemeliharaan yang mudah dan tidak memerlukan lahan yang luas, merupakan keunggulan puyuh. Kebutuhan pakan yang lebih sedikit dibandingkan ayam atau itik, namun produktivitas yang setara, merupakan keunggulan puyuh lainnya. Pakan puyuh dapat disusun dari bahan pakan yang memiliki kandungan nutrien yang potensial untuk meningkatkan produktivitas puyuh.

Produktivitas puyuh dipengaruhi oleh kandungan nutrien pakan yang diberikan selama pemeliharaan. Kandungan nutrien pakan harus dapat memenuhi kebutuhan puyuh dan dapat dicerna dengan baik. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun pakan perlu diperhatikan, agar menghasilkan nutrien pakan yang seimbang. Penggunaan tepung daun-daunan dalam pakan, sebagai bahan pakan sumber vitamin, perlu memperhitungkan kandungan serat kasar di dalamnya, agar optimal pemanfaatannnya. Tepung daun katuk dan daun murbei merupakan bahan pakan yang dapat digunakan sebagai sumber vitamin A yang potensial digunakan dalam pakan unggas.

Penggunaan tepung daun katuk dalam pakan unggas (ayam, itik dan puyuh) dapat meningkatkan skor warna kuning telur. Sama halnya dengan tepung daun murbei yang juga meningkatkan warna kuning telur Penggunaan tepung daun katuk 9% dalam pakan dapat meningkatkan fertilitas puyuh petelur (Subekti et al. 2008), sementara penggunaan tepung daun murbei (10% dalam pakan) tidak berpengaruh negatif terhadap performa dan kualitas ayam petelur (AL-kirshi, 2010). Penggunaan tepung daun katuk dan murbei dalam pakan diharapkan memberi pengaruh yang lebih baik dibandingkan pemberian tepung daun secara tunggal.

Daun katuk (Sauropus androgynus) merupakan sayuran yang biasa dikonsumsi masyarakat Asia dan digunakan sebagai pelancar ASI, obat demam, diuretika, obat frambusia dan pewarna makanan. Malik (1997) menyatakan tanaman ini mengandung minyak atsiri, sterol, saponin, flavonoid, asam-asam organik, asam-asam amino, alkaloid, dan tanin. Daun katuk merupakan sumber vitamin A dalam bentuk karoten (provitamin A). Karoten yang penting untuk manusia adalah β-karoten karena memiliki aktivitas provitamin A yang terbesar (Yuliani dan Marwati, 1997). Kandungan karoten dalam daun katuk adalah 10.020 µg per 100 gram (Azis dan Muktiningsih, 2006). Daun murbei (Morus alba ) juga kaya akan berbagai senyawa kimia diantaranya alkaloid, polyphenols, flavonoid, dan anthocyanins (Song et al. 2009) dan sterol (kolesterol, campesterol, stigmasterol, sitosterol dan dua 4α-methylsterol ( Zambakhidze et al. 2005).


(20)

2

Perumusan Masalah

Tepung daun katuk dan tepung daun murbei memiliki kandungan protein dan mineral yang tinggi, juga karoten serta senyawa sterol (phytosterol). Karoten yang dapat diubah menjadi vitamin A, dapat dideposit pada produk puyuh (telur dan daging), sehingga memperkaya kandungan vitamin A produk. Senyawa sterol dapat berperan sebagai pengganti hormon estrogen, yang dapat membantu proses pembentukan telur. Keunggulan-keunggulan yang dimiliki kedua jenis tepung daun katuk dan murbei tersebut, menjadikan pertimbangan dalam penggunaannya dalam pakan puyuh yang sedang bertelur. Evaluasi terhadap penggunaan tepung daun katuk, tepung daun murbei dan kombinasinya dalam pakan perlu dievalusi terhadap produktivitas dan status fisiologis puyuh yang sedang bertelur.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan tepung daun katuk, tepung daun murbei dan campurannya dalam pakan puyuh petelur terhadap produktivitas dan status fisiologis puyuh yang sedang bertelur.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini akan memberi informasi tentang pengaruh pemberian tepung daun katuk, tepung daun murbei dan kombinasinya, terhadap produktivitas dan status fisiologis puyuh yang sedang bertelur.


(21)

3

2 PENGGUNAAN TEPUNG DAUN KATUK DAN MURBEI

DALAM PAKAN BERBASIS DEDAK PADI PADA

PUYUH PERIODE PETELUR

ABSTRACT

Herbal or plant medicines have been utilized and consumed by humans as well as by animal farm. Some of the herbal medicines such as katuk leaf (Sauropus androgynous) have been used to increase lactation, increase egg production and increase some micronutrients such as vitamin A, mineral Fe and some other antioxidants. Murbei leaf (Morus Sp.) is also considered as herbal medicine. Six hundred Japanese quails strated at 3 weeks old were divided into 4 treatment groups with 5 replications and 30 quails in each replicate. The quails were raired up to 12 weeks old. The treatment groups were a control diet with no herbal medicines (R0), a diet with 10% of katuk leaf meal (R1), a diet with 10% of murbei leaf meal (R2) and diet with 5% katuk leaf meal and 5% murbei leaf meal (R3). Contol diet composed based on rice bran, without used yellow corn. The parameters observed were quail’s performances, vitamin A and mineral Fe content in egg, meat, liver, and egg qualities. A completely randomized design was used in this experiment. The result of the experiment showed that the quails fed diet containing the combination of katuk leaf meal and murbei leaf meal gave the best egg yolk color, the lowest cholesterol level in egg yolk, meat and liver, and the highest vitamin A content. In conclusion the combination of these two herbal medicines is recommended to be part of quails’ ingredient.

Keywords: herbal medicines, quails, performances, cholesterol, vitamin A, Fe

ABSTRAK

Tanaman obat seperti daun katuk (Sauropus androgynous) digunakan untuk meningkatkan produksi air susu, telur dan mikronutrien seperti vitamin A, mineral Fe dan antioksidan lainnya. Daun katuk (Morus alba) juga dikenal sebagai tanaman obat. Enam ratus puyuh jepang berumur 3 minggu ditempatkan kedalam 4 perlakuan, 5 ulangan dengan 30 ekor puyuh setiap ulangan. Puyuh dipelihara sampai umur 12 minggu. Perlakuan yang diberikan adalah pakan kontrol tanpa tepung daun (R0), pakan dengan 10% tepung daun katuk (R1), pakan dengan 10% tepung daun murbei (R2) dan pakan dengan 5% tepung daun katuk+5% tepung daun murbei (R3). Pakan kontrol disusun berbasis dedak padi, tanpa menggunakan jagung kuning. Peubah yang diamati adalah performa puyuh, kandungan vitamin A dan mineral Fe telur, daging dan hati, serta kualitas telur. Rancangan acak lengkap digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, puyuh yang diberi pakan mengandung kombinasi tepung daun katuk dan murbei menghasilkan skor warna kuning telur tertinggi, kandungan kolesterol kuning telur, daging dan hati terendah, kandungan vitamin A kuning telur, daging dan hati yang tertinggi. Kombinasi penggunaan tepung daun katuk dan murbei digunakan dalam pakan puyuh


(22)

4

PENDAHULUAN

Alternatif penyediaan bahan pangan sebagai sumber protein hewani adalah puyuh, yang merupakan unggas 'dual porpose', yaitu hewan dengan manfaat ganda, sebagai ternak penghasil daging dan telur. Kandungan protein yang tinggi pada daging dan telur, lama pemeliharaan yang relatif singkat sampai masa 'panen' dibandingkan dengan ternak unggas lain, biaya pemeliharaan yang relatif rendah, serta upaya penetapan harga produk (daging dan telur) yang relatif lebih murah, memungkinkan peningkatan konsumsi protein hewani seluruh lapisan masyarakat dengan kualitas gizi tinggi.

Penyediaan bahan pakan untuk menunjang pemeliharaan puyuh, merupakan hal yang penting, terutama karena sebagian besar bahan pakan tersebut, seperti jagung kuning, bungkil kedele dan tepung ikan, masih diimpor, sehingga menyebabkan harga pakan mahal. Oleh karena itu, perlu pengoptimalan penggunaan bahan pakan lokal, seperti dedak padi, untuk dapat mengurangi penggunaan bahan pakan impor, dan menurunkan harga pakan. Penggunaan dedak padi perlu diikuti oleh penggunaan bahan pakan yang mengandung xantophyl, untuk menutupi ketiadaan zat tersebut pada dedak padi. Daun-daunan merupakan bahan yang potensial sebagai sumber xantophyl, diantaranya daun katuk dan daun murbei. Pemanfaatan bahan pakan lokal yang tidak bersaing dengan bahan pangan manusia, berupa limbah daun katuk, dan daun murbei, merupakan suplementasi bahan penyusun pakan puyuh yang kaya antioksidan, tinggi protein dan mineral besi (Fe)

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pemberian pakan yang disusun dengan berbasis dedak padi, tanpa menggunakan jagung kuning, dengan penggunaan tepung daun katuk, tepung daun murbei dan kombinasi kedua jenis tepung tersebut, terhadap performa dan kualitas telur, daging dan hati puyuh.

MATERI DAN METODE

Penelitian menggunakan 600 ekor puyuh mulai umur satu hari (day old quail/ DOQ). Puyuh diberi pakan komersial dari umur 1 hari sampai 4 minggu. Pakan perlakuan mulai diberikan pada umur 4 minggu.

Daun katuk dan daun murbei dikeringkan di bawah sinar matahari, kemudian digiling menjadi tepung. Tepung daun katuk (TDK) dan tepung daun murbei (TDM) dicampurkan dalam pakan puyuh perlakuan. Pakan puyuh perlakuan disusun dengan memenuhi kebutuhan nutrien untuk puyuh berdasarkan rekomendasi NRC (1994), dengan kandungan protein kasar 24% dan energi metabolis 2900 kkal/kg (untuk periode pertumbuhan); protein kasar 20% dan energi metabolis 2900 kkal.kg (untuk eperiode petelur). Susunan pakan puyuh perlakuan diperlihatkan pada Tabel 2.1 dan 2.2.

Perlakuan yang digunakan adalah :

R0 = Pakan kontrol, tanpa tepung daun katuk dan tepung daun murbei R1 = Pakan mengandung 10 % tepung daun katuk (TDK)

R2 = Pakan mengandung 10 % tepung daun murbei (TDM) R3= Pakan mengandung 5% TDK dan 5% TDM


(23)

5 Tabel 2.1. Susunan pakan puyuh periode pertumbuhan

BahanMakanan R0 R1 R2 R3

Dedak Padi 50 40 40 40

Polar 6 5 5 5

Tepung Ikan 10 10 10 10

Bungkil Kedele 28 28 28 28

Minyak kelapa 5 6 6 6

CaCO3 0.5 0.5 0.5 0.5

TDK 0 10 0 5

TDM 0 0 10 5

Premix 0.5 0.5 0.5 0.5

Jumlah 100 100 100 100

Kandungan nutrien berdasarkan perhitungan

Bahan kering (%) 90,00 90.00 90.00 90.00

Abu(%) 18.60 16.67 16.90 16.78

Protein kasar(%) 25.62 28.06 27.09 27.58

Lemak kasar (%) 9.86 10.96 10.71 10.83

Serat kasar (%) 16.03 14.98 14.98 14.98

BETN (%) 25.37 25.53 27.00 26.26

Energi Bruto (kkal/kg) 4046.39 4176.73 4137.39 4157.10

Ca (%) 3.94 3.37 3.34 3.35

Ptotal (%) 1.36 1.25 1.20 1.22

Ket: R0: Pakan kontrol. tanpa tepung daun katuk dan tepung daun murbei; R1: Pakan mengandung 10 % tepung daun katuk (TDK); R2: Pakan mengandung 10 % tepung daun murbei (TDM); R3:Pakan mengandung 5% TDK dan 5% TDM

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan, 5 ulangan yang masing-masing ulangan terdiri dari 30 ekor (Steel dan Torrie, 1995).

Peubah yang diamati adalah: 1) Performa puyuh, yang meliputi konsumsi pakan, bobot badan, produksi telur, kualitas telur; 2) Profil darah meliputi : nilai hematologi (Eritrosit, Hb, hematokrit, lekosit, limfosit, heterofil), kolesterol darah; 3) Profil daging, hati dan telur, meliputi kadar kolesterol, vitamin A, mineral Fe.

Puyuh dipelihara dari umur 1 hari sampai 4 minggu dengan diberi pakan komersial. Perlakuan mulai diberikan setelah puyuh berumur 4 minggu sampai umur 12 minggu. Pakan perlakuan terdiri atas pakan periode pertumbuhan (grower) dan pakan periode petelur (layer). Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Konsumsi pakan diukur setiap minggu. Bobot badan puyuh ditimbang satu minggu sekali.

Pengambilan sampel darah, daging dan hati dan telur setelah puyuh berumur 8 minggu. Sampel darah dianalisa profil darah dan kadar kolesterol. Sampel daging, hati dan telur dianalisa kandungan kolesterol, vitamin A dan mineral Fe.

Kualitas telur puyuh dilakukan dengan menimbang bobot telur, bobot putih dan kuning telur; bobot dan tebal kerabang telur; dan warna kuning telur.


(24)

6

Tabel 2.2 Susunan pakan puyuh periode petelur

Bahan Makanan R0 R1 R2 R3

Dedak Padi 50 40 40 40

Polar 6 6 6 6

Tepung Ikan 7 7 7 7

Bungkil Kedele 24 23 23 23

Minyak kelapa 7 8 8 8

CaCO3 5.5 5.5 5.5 5.5

TDK 0 10 0 5

TDM 0 0 10 5

Premix 0.5 0.5 0.5 0.5

Jumlah 100 100 100 100

Kandungan nutrien berdasarkan perhitungan

Bahan kering (%) 90.00 90.00 90.00 90.00

Abu (%) 19.27 17.16 17.41 17.29

Protein kasar (%) 23.73 25.99 24.93 25.46

Lemak kasar (%) 12.78 14.00 13.74 13.87

Serat kasar (%) 17.11 16.00 16.00 16.00

BETN (%) 25.39 25.94 27.54 26.74

GE (kkal/kg) 4267.57 4412.41 4370.87 4391.69

Ca (%) 6.49 5.90 5.87 5.88

Ptotal (%) 1.42 1.29 1.23 1.26

Ket: R0: Pakan kontrol. tanpa tepung daun katuk dan tepung daun murbei; R1: Pakan mengandung 10 % tepung daun katuk (TDK); R2: Pakan mengandung 10 % tepung daun murbei (TDM); R3:Pakan mengandung 5% TDK dan 5% TDM

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan

Bobot badan puyuh dapat dilihat pada Tabel 2.3. Bobot badan tertinggi dicapai pada umur 9 minggu. Penurunan bobot badan pada minggu ke-10 disebabkan akibat awal produksi dari puyuh. Tidak ada perbedaan yang nyata pada bobot badan diakhir penelitian akibat perbedaan perlakuan.

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan tertinggi untuk semua perlakuan terjadi pada umur puyuh 11 minggu. Fluktuasi konsumsi terjadi akibat peningkatan umur puyuh.


(25)

7 Tabel 2.3. Rataan bobot badan puyuh selama penelitian

Perlakuan

Bobot badan (gram ekor-1)

Umur puyuh (minggu)

4 5 6 7 8 9 10 11 12

R0 53.95 65.51 80.64 76.21 182.48 202.87 111.67 116.37 117.35 R1 53.43 65.08 79.13 75.74 182.37 200.97 113.70 116.98 111.15 R2 49.02 61.18 74.35 76.02 177.37 217.16 114.49 118.37 116.05 R3 48.82 57.98 72.77 71.25 174.77 204.76 111.20 114.24 105.66

Ket: R0: Pakan kontrol. tanpa tepung daun katuk dan tepung daun murbei; R1: Pakan mengandung 10 % tepung daun katuk (TDK); R2: Pakan mengandung 10 % tepung daun murbei (TDM); R3:Pakan mengandung 5% TDK dan 5% TDM

Tabel 2.4. Konsumsi pakan puyuh umur 4 sampai 12 minggu

Perlakuan

Konsumsi pakan (g ekor-1)

Umur puyuh (minggu)

4 5 6 7 8 9 10 11 12

R0 9.64 10.15 11.56 7.38 11.30 13.10 10.31 15.53 12.03 R1 9.91 8.40 12.31 6.86 12.04 13.61 10.70 15.19 12.81 R2 8.75 8.32 12.52 7.21 11.10 12.04 12.98 13.92 12.74 R3 9.89 7.43 13.32 7.43 13.23 13.35 11.91 15.29 13.02

Ket: R0: Pakan kontrol. tanpa tepung daun katuk dan tepung daun murbei; R1: Pakan mengandung 10 % tepung daun katuk (TDK); R2: Pakan mengandung 10 % tepung daun murbei (TDM); R3:Pakan mengandung 5% TDK dan 5% TDM

Kandungan Kolesterol Kuning Telur, Daging dan Hati

Analisis kolesterol pada kuning telur menggunakan metode’Liebermann -Buchard Color Reaction’. Hasil kolesterol kuning telur, daging dan hati puyuh dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Kandungan kolesterol kuning telur terendah diperoleh dari perlakuan pemberian pakan yang mengandung campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei (R3). Terjadi penurunan kandungan kolesterol sebesar 41.9 mg 100 g-1 dibandingkan dengan kandungan kolesterol pada puyuh yang diberi pakan tanpa daun (R0). Hal ini membuktikan bahwa kombinasi tepung daun katuk dan tepung daun murbei memberikan kemampuan maksimal dalam menurunkan kandungan kolesterol. Dari kandungan hasil analisa serat kasar, pakan perlakuan kontrol (R0) mengandung serat kasar 16% dan 17%, sedangkan pakan perlakuan yang mengandung campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei mengandung serat kasar14.9% dan 16%. Menurunnya kandungan kolesterol pada kuning telur kemungkinan disebabkan pengaruh campuran senyawa aktif dari tepung daun katuk dan tepung daun murbei. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa pakan kontrol (R0) tidak mengandung hijauan (tepung daun katuk ataupun tepung daun murbei).


(26)

8

Tabel 2.5. Kandungan kolesterol kuning telur, daging dan hati puyuh Perlakuan Kandungan Kolesterol (mg 100 g

-1

sampel)

Telur Daging Hati

R0 391.506 45.917 168.423

R1 521.791 37.75 163.259

R2 548.18 36.921 198.536

R3 349.606 30.005 162.151

Ket: R0: Pakan kontrol, tanpa tepung daun katuk dan tepung daun murbei; R1: Pakan mengandung 10 % tepung daun katuk (TDK); R2: Pakan mengandung 10 % tepung daun murbei (TDM); R3:Pakan mengandung 5% TDK dan 5% TDM

Data memperlihatkan bahwa kombinasi tepung daun katuk dan tepung daun murbei (R3) memberikan kandungan kolesterol terendah pada daging. Dibandingkan dengan perlakuan pakan kontrol, kandungan kolesterol daging puyuh yang diberi pakan campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei (R3) menurun sebesar 15.912 mg100g-1 (34.65%) dibandingkan dengan kandungan kolesterol daging puyuh yang mendapat pakan kontrol. Hal yang sama juga terjadi pada kandungan kolesterol pada hati, kandungan kolestrol terendah ditemukan pada puyuh yang mendapat perlakuan campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei (R3), dengan penurunan sebesar 6.272 mg100 g-1 (3.72%) dibandingkan puyuh yang mendapat pakan kontrol..

Penurunan kandungan kolesterol daging dan hati berkaitan erat dengan kandungan serat kasar yang terdapat dalam pakan. Kandungan serat kasar pada pakan kontrol (R0).dan pakan yang mengandung campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei (R3) sama-sama di atas 10%. Hal ini membuktikan bahwa komponen senyawa aktif dari campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei memberikan pengaruh yang lebih besar dalam menurunkan kadar kolesterol dibandingkan dengan pengaruh yang disebabkan karena kandungan serat kasar. Hal ini juga diperkuat dengan kenyataan bahwa pakan kontol tidak menggunakan hijauan (tepung daun katuk ataupun tepung daun murbei).

Profil Darah

Profil darah puyuh yang meliputi hemoglobin (Hb g%), pack cell volume (PCV %), butir darah merah (BDM juta/mm3), butir darah putih (ribu/mm3), dan diferensiasi BDP yang meliputi komponen leukosit, heterofil, dan monosit dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan nilai profil darah puyuh yang disebabkan oleh perlakuan. Besarnya kisaran nilai dalam perlakuan menunjukkan bahwa puyuh secara individu bervariasi profil darahnya. Faktor yang mempengaruhi variasi profil darah antara lain, jenis kelamin, umur, spesies, status faal (sedang produksi), jenis makanan, tingkat stess, dan lingkungannya.


(27)

9 Tabel 2.6. Profil Darah Puyuh

R0 R1 R2 R3

Hb (g %) 14.10 ± 1.85 12.89 ± 0.71 14.07 ± 2.24 13.06 ± 1.56 PCV (%) 40.45 ± 4.25 40.95 ± 02.52 39.30 ± 2.84 40.20 ± 2.01 BDM

(106 mm-3) 3.05 ± 0.21 2.52 ± 1.29 3.17 ± 0.56 3.10 ± 0.28 BDP

(103/mm3) 14.32 ± 5.02 9.32 ± 6.29 14.00 ± 6.02 10.08 ± 3.45 Lymfosit (%) 45.20 ± 11.50 51.80 ± 8.84 44.00 ± 12.28 37.60 ± 17.16 Heterofil (%) 52.80 ± 11.89 45.80 ± 8.93 53.60 ± 12.18 60.00 ± 17.71 Monosit (%) 1.80 ± 0.75 2.20 ± 0.40 2.00 ± 0.89 2.40 ± 1.36

Rasio H/L 1.17 0.88 1.22 1.60

Ket: R0: Pakan kontrol, tanpa tepung daun katuk dan tepung daun murbei; R1: Pakan mengandung 10 % tepung daun katuk (TDK); R2: Pakan mengandung 10 % tepung daun murbei (TDM); R3:Pakan mengandung 5% TDK dan 5% TDM

Nilai HB, PCV, dan BDM pada puyuh penelitian ini menunjukkan angka yang normal antara 10-13 g %, 30-40%, 3.0-3.78 (Lucas, 1961). Profil Hb, PCV, dan BDM menggambarkan kondisi puyuh sehat, kecukupan oksigen untuk proses metabolisme yang ditandai dengan Hb yang cukup dan jumlah sel darah merah per total darah yang tinggi (rataan 40%). Jumlah BDM yang normal menunjukkan puyuh kecukupan protein dan asam amino sehingga proses metabolisme pembentukan telur juga lancar. Hal ini ditunjukkan adanya hubungan dengan produksi telur awal yang dicapai pada umur 10 minggu dengan produksi telur sebanyak 22.2 %, yang menunjukkan status faali yang optimum.

Nilai BDP pada puyuh ini menunjukkan nilai yang cukup rendah, walaupun dalam kisaran normal. Lucas (1961) melaporkan bahwa nilai BDP unggas berkisar antara 16.61 ribu/mm3.

Puyuh yang kecukupan gizi dengan lingkungan manajemen pemeliharaan yang nyaman akan menghasilkan hewan dengan nilai kekebalan yang tinggi. Leukosit (BDP) merupakan bagian darah yang betanggung jawab atas tanggap kekebalan, demikian pula dengan bagian-bagiannya seperti limfosit yang bertugas sebagai pembentuk antibodi dan monocyt serta heterofil yang berperan sebagai fagositosit pathogen.

Nilai yang rendah pada perlakuan R1 dan R3 menunjukkan puyuh mengalami penurunan kekebalan. Rasio H/L menggambarkan tingkat stress lingkungan pada hewan. Semakin rendah nilai H/L, maka hewan semakin tidak stress. Faktor yang mempengaruhi stress lingkungan antara lain suhu, pakan, suara, dan perlakuan pengobatan (vaksin).

Efek perlakuan tepung daun katuk dan tepung daun murbei dengan kandungan protein kasar sekitar 24% sangat berkorelasi dengan nilai butir darah merah.

Produksi dan Kualitas Telur

Bobot telur, bobot putih dan kuning telur puyuh diperlihatkan pada Tabel 2.7. Bobot telur berkisar antara 8.80 g (R2) sampai 10.59 g (R1). Bobot telur tersebut masih berada dalam kisaran normal untuk telur puyuh. Puyuh yang


(28)

10

mendapat tepung daun katuk, menghasilkan bobot telur yang lebih tinggi daripada puyuh yang tidak mendapat tepung daun (R0). Hal yang sama terjadi pada bobot putih dan kuning telur, dimana bobot tertinggi diperoleh dari puyuh yang mendapat tepung daun katuk.

Tabel 2.7. Jumlah, bobot telur, bobot kuning dan putih serta tinggi putih telur puyuh Perlakuan Jumlah telur (butir) Bobot telur (g) Bobot kuning telur (g) Bobot putih telur (g) Tinggi putih telur (mm)

R0 31 9.76 3.34 4.43 0.15

R1 13 10.59 3.72 5.16 0.12

R2 13 8.80 3.44 4.06 0.08

R3 6 10.15 3.63 4.97 0.08

Ket: R0: Pakan kontrol, tanpa tepung daun katuk dan tepung daun murbei; R1: Pakan mengandung 10 % tepung daun katuk (TDK); R2: Pakan mengandung 10 % tepung daun murbei (TDM); R3:Pakan mengandung 5% TDK dan 5% TDM

Tabel 2.8. Skor warna kuning telur, bobot dan tebal kerabang telur puyuh Perlakuan Skor Warna

Kuning Telur

Bobot kerabang (g)

Tebal kerabang (mm)

R0 2.05 0.90 0.15

R1 5.87 0.93 0.13

R2 4.23 0.81 0.12

R3 7.00 0.93 0.14

Ket: R0: Pakan kontrol, tanpa tepung daun katuk dan tepung daun murbei; R1: Pakan mengandung 10 % tepung daun katuk (TDK); R2: Pakan mengandung 10 % tepung daun murbei (TDM); R3:Pakan mengandung 5% TDK dan 5% TDM

Skor warna kuning telur tertinggi diperoleh dari puyuh yang mendapat tepung daun katuk dan tepung daun murbei dalam pakannya (R3). Hal ini dapat disebabkan adanya zat aktif yang terdapat dalam kedua macam tepung daun tersebut.

Bobot kerabang telur yang sama dihasilkan dari puyuh yang mendapat pakan dengan tepung daun katuk (R1) dan campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei (R3).

Tebal kerabang telur tertinggi dihasilkan oleh puyuh yang tidak mendapat tepung daun (R0), dan puyuh yang mendapat pakan dengan campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei, menghasilkan tebal kerabang yang lebih baik daripada puyuh yang mendapat tepung daun katuk saja (R1) maupun tepung daun murbei saja (R2). Hal ini menunjukan bahwa pemberian campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei dalam pakan puyuh menghasilkan tebal kerabang yang lebih baik daripada bila kedua macam tepung daun tersebut diberikan sendiri-sendiri.


(29)

11

Kandungan Vitamin A dalam Telur, Daging dan Hati

Kandungan vitamin A dalam telur, daging, dan hati dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Kandungan Vitamin A dalam Telur, Daging, dan Hati Puyuh Perlakuan Kandungan Vitamin A (µg100g

-1

sampel)

Telur Daging Hati

R0 298.88 158.64 201.46

R1 285.36 172.06 248.82

R2 322.45 182.44 256.42

R3 336.65 186.28 262.86

Ket: R0: Pakan kontrol, tanpa tepung daun katuk dan tepung daun murbei; R1: Pakan mengandung 10 % tepung daun katuk (TDK); R2: Pakan mengandung 10 % tepung daun murbei (TDM); R3:Pakan mengandung 5% TDK dan 5% TDM

Kandungan vitamin A pada telur, daging, dan hati pada pakan perlakuan yang mengandung campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei (R3) memberikan kandungan vitamin A yang tertinggi dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya (R0, R1, R2). Peningkatan kandungan vitamin A dalam telur, daging, dan hati pada puyuh yang mendapat perlakuan campuran tepung daun katuk dan daun murbei (R3) masing-masing sebesar 37.77 µg 100g-1 (12.64%), 27.64 µg 100g-1 (17.42%) dan 61.4 µg 100g-1 (30.48%), dibandingkan kandungan vitamin A pada puyuh yang mendapat pakan tanpa tepung daun katuk dan tepung daun murbei (R0). Hal ini membuktikan bahwa campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei yang mengandung provitamin A memberikan kontribusi pada peningkatan kandungan vitamin A pada telur, daging, dan hati.

Tabel 2.8 juga memperlihatkan bahwa pakan yang mengandung tepung daun katuk (R1) mampu meningkatkan kandungan vitamin A pada daging dan hati masing-masing sebesar 13.42 µg 100g-1 dan 47.36 µg 100g-1 dibandingkan dengan kandungan vitamin A pada puyuh yang diberi pakan kontrol (R0). Kecenderungan yang serupa juga terjadi pada perlakuan yang mengandung tepung daun murbei (R2), yang mampu meningkatkan kandungan vitamin A pada daging dan hati masing-masing sebesar 23.8 µg 100g-1 dan 54.9 µg 100g-1, sedangkan pada telur kandungan vitamin A meningkatkan sebesar 23.57 µg 100g-1 dibandingkan dengan puyuh yang mendapat pakan kontrol (R0).

Kadar Fe Telur, Hati dan Daging

Kadar mineral Fe dalam telur, hati dan daging puyuh, diperlihatkan pada Tabel 2.10. Seperti halnya kandungan kolesterol, kandungan vitamin A, hal yang sama terjadi pada puyuh yang diberi campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei (R3) dimana terlihat kandungan Fe tertinggi.


(30)

12

Tabel 2.10. Kadar Fe telur, hati dan daging puyuh

Perlakuan Fe (ppm)

Telur Daging Hati

R0 51.47 67.15 387.46

R1 72.20 49.56 501.40

R2 42.24 59.68 625.26

R3 89.88 89.12 474.47

Ket: R0: Pakan kontrol, tanpa tepung daun katuk dan tepung daun murbei; R1: Pakan mengandung 10 % tepung daun katuk (TDK); R2: Pakan mengandung 10 % tepung daun murbei (TDM); R3:Pakan mengandung 5% TDK dan 5% TDM

KESIMPULAN

Penggunaan campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei dalam pakan puyuh, secara umum menghasilkan telur dan daging puyuh dengan kadar kolesterol yang lebih rendah, namun kadar vitamin A dan mineral Fe yang lebih tinggi dibandingkan puyuh yang tidak mendapat tepung daun dalam pakannya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional atas dana penelitian yang diberikan melalui Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch I (Hibah Penelitian Strategis Nasional) Nomor : 160/SP2H/PP/DP2M/V/2009tanggal 30 Mei 2009


(31)

13

3 PERFORMA DAN KUALITAS TELUR PUYUH YANG

DIBERI PAKAN MENGANDUNG STEROL DARI

TEPUNG DAUN KATUK (S

auropus androgynus

) DAN

MURBEI (

Morus alba

)

ABSTRACT

Katuk (Sauropus androgynus) and mulberry (Morus alba) leaves meal contain cholesterol, campesterol, stigmasterol, sitosterol, and 2-4α-methylsterol. These active substances were expected to increase nutrients metabolism in laying poultry including quail. Poultry in layer period have high nutrients requirement and mobilization. Usage katuk and mulberry leaves meal in the diet was expected to increase egg quality. Four dietary treatments, and 5 replications of 15 quails of 6 weeks of age each, were allocated in a completely randomized design. Parameters observed were feed consumption, egg weight, quail day production and egg quality. The results showed that feed consumption and egg weight were not affected by the treatments, while egg production was significantly decreased by feeding the 10% mulberry leaf meal as well as the mixture of 5% katuk and mulberry leaf meal (P<0.05). Feeding 10% katuk leaf meal did not affect the perfomances of the quail, but the egg indicated the highest vitamin A and yolk colour score. It was concluded that 10% katuk leaf meal could be fed to the laying quail to increase the egg quality without decreasing the production.

Keywords: egg, yolk, katuk, quail, mulberry,

ABSTRAK

Tepung daun katuk dan murbei mengandung kolesterol, campesterol, stigmasterol, sitosterol dan 2-4α-methylsterol) Zat aktif tersebut diharapkan dapat meningkatkan metabolisme nutrien pada unggas petelur termasuk puyuh. Unggas periode bertelur memiliki kebutuhan dan mobilisasi nutrien yang tinggi. Penggunaan tepung daun katuk dan murbei dalam pakan diharapkan dapat meningkatkan kualitas telur dan memperpanjang periode produksi telur. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan, 5 ulangan dengan 15 ekor puyuh berumur 6 minggu per ulangan. Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan, bobot telur, produksi telur (%QD Productions) dan kualitas telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pakan dan bobot telur tidak dipengaruhi oleh perlakuan, sedangkan produksi telur nyata (P<0.05) menurun dengan penggunaan 10% tepung daun murbei dan campuran 5%tepung daun katuk dan 5%tepung daun murbei. Pemberian 10% tepung daun katuk tidak mempengaruhi performa puyuh, namun menghasilkan vitamin A dan warna kuning telur yang paling tinggi. Kesimpulan penelitian ini adalah tepung daun katuk dapat diberikan sampai 10% dalam pakan puyuh petelur untuk meningkatkan kualitas telur tanpa menurunkan produksi.


(32)

14

PENDAHULUAN

Puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang potensial sebagai sumber protein hewani berupa telur dan daging. Kebutuhan dan penggunaan nutrien pada puyuh petelur sangat tinggi. Ketidakseimbangan asupan dan mobilisasi nutrien menyebabkan penurunan produksi dan kualitas telur. Produktivitas puyuh dipengaruhi kandungan nutrien dalam pakan yang diberikan selama pemeliharaan. Nutrien dalam pakan harus seimbang dan memiliki kecernaan yang tinggi.

Tepung daun katuk (Sauropus androgynus) adalah salah satu jenis sayuran yang biasu dikonsumsi oleh penduduk di Asia untuk meningkatkan produksi air susu, obet anti demam, diuretika dan frambusia, juga baik sebagai pewarna makanan. Malik (1997) melaporkan bahwa kauk mengandung minyak volatil, sterol, saponin, flavonoid, asam organik, asam amino, alkaloid, dan tanin. Tepung daun katuk adalah salah satu sumber provitamin A dalam bentuk karoten. Karoten yang penting untuk manusia adalah β-caroten yang memiliki aktivitas tertinggi (Yuliani dan Marwati, 1997). Karoten yang terkandung dalam tepung daun katuk adalah 10.020 µg per 100 g (Azis dan Muktiningsih, 2006). Tepung daun murbei juga mengandung banyak phytokimia, saperti alkaloid, polifenol, flavonoid, anticyanin (Song et al. 2009) and sterol (cholesterol, campesterol, stigmasterol, sitosterol and two 4α-methylsterol) (Zambakhidze et al. 2005).

Tepung daun katuk dan murbei dapat digunakan sebagai sumber senyawa fitokimia yang potensial dalam pakan puyuh. Subekti et al. (2008) melaporkan bahwa penggunaan tepung daun katuk dalam pakan menghasilkan performa reproduksi yang lebih baik pada puyuh. Piliang et al. (2009a) memperlihatkan bahwa penggunaan tepung daun katuk, tepung daun murbei serta campurannya dalam pakan puyuh menghasilkan kandungan vitamin A telur dan daging yang tinggi, tetapi perlakuan tersebut menurunkan kuantitas telur. Penurunan produksi telur tersebut disebabkan kandungan serat kasar yang tinggi dalam pakan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi performa puyuh dan kualitas telur puyuh yang diberi pakan mengandung tepung daun katuk, atau murbei dan campurannya.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan selama enam bulan (April sampai September 2012) di Laboratorium Nutrisi Unggas, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Laboratorium Nutrisi ternak Perah, fakultas Peternakan dan Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati, Instiut Pertanian Bogor, Bogor.

Materi

Tiga ratus ekor puyuh umur 6 minggu dipelihara selama 11 minggu (6 sampai 17 minggu). Puyuh dipelihara pada kandang baterei. Tempat pakan dari kayu diletakan di depan kandang dan tempat minum ditempatkan pada pinggir kandang. Sebuah kipas angin dipasang pada siang hari untuk menurunkan suhu kandang pada siang hari.


(33)

15 Daun katuk dan murbei yang digunakan dalam penelitian ini dikeringkan dengan sinar matahari atau oven dengan suhu 55 °C hinggan kadar airnya 10%-15%. Daun yang sudah kering digiling menjadi tepung.

Pakan perlakuan diformulasikan berdasarkan rekomendasi dari Lessons dan Summers (2005), dengan energi metabolos 2950 kkal/kg; protein kasar 18%; Ca 3.1%; P tersedia 0.45%; metionina 0.52% dan serat kasar <6%. Komposisi dan kandungan nutrien pakan perlakuan diperlihatkan pada Tabel 3.2.

Pakan perlakuan diberikan seara bertahap pada puyuh mulai umur 6 minggu. Pakan diberikan ad libitum dan konsumsi pakan dihitung setiap minggu. Air minum diberikan ad libitum. Produksi telur dicatat setiap hari. Kualitas telur diukur selama periode produksi pada 3 hari terakhir setiap minggu pada saat puyuh berumur 13 sampai 17 minggu.

Tabel 3.1. Komposisi nutrien tepung daun katuk (TDK) dan tepung daun murbei (TDM) berdasarkan bahan kering (%BK)

Tepung daun katuk (TDK)

Tepung daun murbei (TDM)

Bahan kering (%)1) 88.06 93.86

Abu (%)1) 12.13 12.21

Protein kasar (%)1) 29.15 22.14

Lemak kasar (%)1) 4.62 4.11

Serat kasar (%)1) 8.19 12.28

Energi bruto (kkal kg-1)2) 4014.31 4197.74

Ca (%)3) 2.06 4.34

P total (%)3) 0.30 0.24

Mg (%)3) 8.28 5.10

Zn (ppm)3) 202.38 49.55

Tannin (g 100 g-1)4) 0.46 1.09

Saponin (g 100 g-1)4) 2.84 1.28

Note: 1) Hasil analisa Lab.Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB (2012) 2) Hasil analisa Lab. Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2012)

3)

Hasil analisa Lab. Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan, IPB (2012) 4)Hasil analisa Lab. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor (2011)

Metode

Pakan perlakuan terdiri atas P0 = pakan kontrol (tanpa tepung daun katuk dan murbei); P1 = pakan dengan 10% tepung daun katuk (TDM); P2 = Pakan dengan 10% tepung daun murbei (TDM); dan P3 = Pakan dengan 5% TDM dan 5% TDK. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan, lima ulangan dengan 15 ekor puyuh setiap ulangan. Data yang diperoleh dianalisis ragam dan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1995). Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan, bobot telur, produksi dan kualitas telur.


(34)

16

Kandungan Nutrien Pakan Perlakuan

Tepung daun katuk (TDK) mengandung protein kasar dan Zn yang lebih tinggi daripada tepung daun murbei (TDM), tetapi TDM mengandung serat kasar, energi bruto dan Ca yang lebih tinggi daripada TDK (Tabel 3.1). Komposisi kimia TDK dan TDM menunjukan bahwa kedua tepung daun tersebut potensial sebagai bahan pakan sumber protein dan mineral untuk puyuh. Al-kirshi et al. (2009) melaporkan bahwa TDM merupakan sumber protein yang baiksebagai pakan unggas. Tepung daun katuk dan murbei juga mengandung tannin dan saponin (Tabel 3.1). Kandungan tannin TDM sekitar 2.5 kali lebih tinggi daripada dalam TDK.

Tabel 3.2. Komposisi dan kandungan nutrien pakan puyuh petelur

P0 P1 P2 P3

Jagung kuning 46.00 46.00 46.00 46.00

Dedak padi 13.20 7.20 4.65 6.60

Bungkil kedele 21.00 18.00 20.00 18.30

Tepung ikan 5.00 3.60 4.00 4.00

Minyak kelapa 6.50 6.50 6.60 6.50

Tp daun katuk

(TDK) 0.00 10.00 0.00 5.00

Tp daun murbei

(TDM) 0.00 0.00 10.00 5.00

DCP 0.00 0.50 0.70 0.50

CaCO3 7.30 7.00 7.00 7.00

NaCl 0.30 0.30 0.30 0.30

Premix 0.50 0.50 0.50 0.50

L-Lisina 0.00 0.00 0.00 0.00

Dl-Metionina 0.20 0.40 0.25 0.30

JUMLAH 100.00 100.00 100.00 100.00

Kandungan nutrien berdasarkan perhitungan

Bahan kerinag(%) 90.21 89.96 90.51 90.25

Energi metabolis

(kkal/kg) 2961.80 2874.05 2916.74 2891.87

Protein kasar (%) 18.21 17.85 18.19 17.87

Lemak kasar (%) 9.11 9.18 9.15 9.15

Serat kasar (%) 3.41 3.31 3.50 3.47

Lisina (%) 1.10 0.90 0.97 0.93

Metionina (%) 0.56 0.70 0.56 0.61

Sistina (%) 0.29 0.24 0.26 0.25

Met+Sis (%) 0.85 0.94 0.82 0.85

Calcium (%) 3.15 3.15 3.18 3.16

Fosfor tersedia (%) 0.43 0.44 0.46 0.44

Natrium (%) 0.19 0.17 0.18 0.18

Klorin (%) 0.26 0.24 0.24 0.25

Asam linoleat (%) 1.50 1.26 1.18 1.24

Tanin (%) 0.00 0.046 0.109 0.078

Saponin (%) 0.00 0.284 0.128 0.206

Ket.: P0 = pakan kontrol (tanpa tepung daun katuk dan murbei); P1 = pakan dengan 10% tepung daun katuk (TDM); P2 = Pakan dengan 10% tepung daun murbei (TDM); dan P3 = Pakan dengan 5% TDM dan 5% TDK.


(35)

17 Komposisi dan kandungan nutrien pakan ditunjukan pada Tabel 3.2. Kandungan nutrien pakan memenuhi kebutuhan nutrien puyuh petelur yang direkomendasikan Leesons dan Summers (2005).

Kandungan tanin dan saponin dalam TDK dan TDM serta kandungannya dalam pakan diperlihatkan pada Tabel 3.1. dan 3.2. Pakan yang mengandunag TDK, TDM dan campurannya mengandung tannin dan saponin yang lebih tinggi dari pakan kontrol. Kedua antinutrien ini menurunkan kecernaan protein (Francis et al., 2002) dan efisiensi pakan (Medugu et al., 2012).

Performa Puyuh Umur 10 sampai 17 Minggu

Tabel 3.3. Rataan performa puyuh petelur umur 10 sampai 17 minggu

P0 P1 P2 P3

Konsumsi

pakan(g/ekor/hari)

22.24 ± 0.17 20.02 ± 0.39 22.87 ± 0.28 22.10 ± 0.13 Bobot telur

(g/butir)

9.53 ± 0.35 9.22 ± 0.16 9.59 ± 0.28 9.48 ± 0.21 Produksi telur (%) 45.19 ± 9.40a 39.16 ± 9.04a 22.82 ± 8.66b 20.87 ± 7.32b Ket.: P0 = pakan kontrol (tanpa tepung daun katuk dan murbei); P1 = pakan dengan 10% tepung daun katuk (TDM); P2 = Pakan dengan 10% tepung daun murbei (TDM); dan P3 = Pakan dengan 5% TDM dan 5% TDK.

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan puyuh (20.02-22.87 g/ekor/hari) tidak dipengaruhi oleh perlakuan (Tabel 3.3). Hasil ini menunjukan bahwa pakan yang mengandung TDK, TDM atau campurannya memiliki palatabilitas yang sama dengan pakan kontrol. Kandungan tannin pada pakan yang mengandung 10% TDM tidak mempengaruhi konsumsi pakan.

Tabel 3.4. Rataan konsumsi tannin dan saponin dari pakan yang mengandung tepung daun katuk (TDK) dan murbei (TDM)

P0 P1 P2 P3

Konsumsi tannin (g/ekor) 0.00±0.00 0.92±0.03 2.49±0.29 1.71±0.12 Konsumsi saponin (g/ekor) 0.00±0.00 5.69±0.18 2.93±0.34 4.55±0.32 Ket.: P0 = pakan kontrol (tanpa tepung daun katuk dan murbei); P1 = pakan dengan 10% tepung daun katuk (TDM); P2 = Pakan dengan 10% tepung daun murbei (TDM); dan P3 = Pakan dengan 5% TDM dan 5% TDK.

Bobot Telur

Rataan bobot telur tidak dipengaruhi oleh penggunaan TDK, TDM atau campurannya dalam pakan (Tabel 3.3). Bobot telur puyuh ( 9.22-9.59 g/butir) termasuk bobot telur puyuh yang normal. TDK dan TDM dapat digunakan dalam pakan puyuh. Kandungan sterol dalam TDK dan TDM tidak mempengaruhi bobot telur.


(36)

18

Produksi Telur (%QD Production)

Penggunaan TDM dan campuran TDK dan TDM dalam pakan menurunkan produksi telur (Tabel 3.3). hasil ini menunjukan bahwa penggunaan TDK dalam pakan puyuh petelur menghasilkan pengaruh yang saman dengan puyuh yang mendapat pakan kontrol, tetapi pemberian TDM serta campuran TDK dan TDM menurunkan (P<0.05) produksi telur. Penurunan produksi telur tampaknya berkaitan dengan kandungan sterol dalam TDM dan campuran TDM dan TDK. Komponen sterol pada kedua bahan pakan tersebut berbeda. Kandungan tannin pada pakan juga berperan terhadap penurunan produksi telur.

Produksi telur mingguan (Gamabar 3.1) menunjukan bahwa puyuh yang diberi pakan yang mengandung 10% TDK mencapai 5% QD Production terlebih dahulu pada umur 7 minggu, dan puyuh yang diberi 10% TDM memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai hal tersebut. Subekti et al. (2008) menunjukan pola yang sama bahwa puyuh yang diberi TDK bertelur lebih cepat daripada puyuh yang diberi ekstrak tepung daun katuk. Hasil ini menunjukkan bahwa phytosterol dan antioksidan yang terkandung dalam TDK meningkatkan performa reproduksi puyuh.

Gambar 3.1. Produksi telur puyuh umur 7 sampai 17 minggu P0 = pakan kontrol (tanpa tepung daun katuk dan murbei); P1 = pakan dengan 10% tepung daun katuk (TDM); P2 = Pakan dengan 10% tepung daun murbei (TDM); dan P3 = Pakan dengan 5% TDM dan 5% TDK. Puncak produksi telur puyuh yang diberi pakan kontrol dicapai pada umur 16 minggu sebesar 54.8%, puyuh yang diberi 10% TDK pada umur 15 minggu sebesar 52.5%, puyuh yang diberi TDM pada umur 14 minggu sebesar 34.5% dan puyuh yang diberi campuran TDK dan TDM pada umur 16 minggu sebesar 39.3%.


(37)

19

Kualitas Telur Puyuh Umur 13 sampai 17 Minggu Bobot Telur

Bobot telur yang dihasilkan puyuh umur 13 sampai 17 minggu dipengaruhi (P<0.05) oleh perlakuan (Tabel 3.5.). Pemberian 10% TDK (P0) maupun campuran 5% TDK dan 5% TDM menurunkan (P<0.05) bobot telur puyuh. Sebaliknya, pemberian 10% TDM tidak mempengaruhi bobot telur. Pemberian TDM tampaknya mengurangi pengaruh negatif terhadap penurunan bobot telur. Bobot telur yang dihasilkan pada penelitian ini termasuk bobot telur puyuh normal, seperti yang dikemukakan Song et al. (2001) bahwa rataan bobot telur puyuh adalah 10.34±0.93 g, juga Kalsum et al. (2012) yang menyatakan bahwa bobot telur puyuh adalah 11.04 g.

Bobot dan Persentase Bobot Kuning Telur

Kuning telur yang dihasilkan puyuh yang diberi pakan mengandung TDK berbeda (P<0.05) dari yang dihasilkan pakan perlakuan lainnya (Tabel 3.5). Bobot dan persentase bobot kuning telur dari puyuh yang diberi TDK lebih rendah dari perlakuan lain. Hal ini dapat disebabkan oleh asupan nutrien yang rendah. Persentase kuning telur dari puyuh yang diberi 5% TDK dan 5% TDM paling tinggi (P<0.05) daripada perlakuan lainnya. Bobot dan persentase bobot kuning telur yang dihasilkan pada penelitian ini pada kondisi normal, dengan bobot 3.25±0.40 g dan persentase bobot kuning telur 31.4±1.98 % (Song et al. 2001) dan 31.58% (Kalsum et al. 2012).

Bobot dan Persentase Bobot Putih Telur

Bobot putih telur yang dihasilkan puyuh yang diberi pakan dengan TDM sama dengan kontrol, sementara puyuh yang diberi campuran TDK dan TDM menghasilkan bobot putih telur yang lebih rendah (P<0.05) dari perlakuan lain. (Tabel 3.5). Persentase bobot putih telur dari puyuh yang diberi TDK sama dengan kontrol, sementara puyuh yang diberi campuran TDK dan TDM menghasilkan persentase bobot putih telur yang paling rendah. Bobot dan persentase bobot putih telur yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah dari bobot putih telur yang dikemukakan Song et al.( 2001) yaitu 6.33±0.59 g dan 61.2±2.32 %, tetapi sama dengan yang dikemukakan Kalsum et al. ( 2012) yaitu 51.84%.

Bobot dan Persentase Bobot Kerabang Telur

Bobot keranag telur dari puyuh yang diberi TDK sama dengan kontrol, tetapi menghasilkan persentase bobot kerabang telur yang paling tinggi (P<0.05) dari perlakuan lainnya. (Tabel 3.5). Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan phytosterol dari TDK yang menstimulasi deposit Ca pada kerabang telur. Bobot dan persentase bobot kerabang telur yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi dari yang dikemukakan Song et al. (2001) yaitu bobot kerabang 0.76±0.01 g dengan persentase 7.3±0.69 %.


(38)

20

Tebal Kerabang Telur

Tebal kerabang telur tidak dipengaruhi oleh pemberian TDK, TDM maupun campurannya dalam pakan (Tabel 3.5). Dibandingkan dengan tebal kerabang yang dikemukakan Song et al. (2001) yaitu 174±15.5 µm dan dari Kalsum et al. (2012) of 0.194 mm, tebal keranag telur pada penelitian ini lebih tebal karena puyuh berada pada masa awal produksi.

Tabel 3.5. Rataan Kualitas Telur Puyuh Umur 13 Sampai 17 Minggu

P0 P1 P2 P3

Bobot telur (g/butir)

10.05 ± 0.46a 9.53 ± 0.21b 9.97 ± 0.33ab 9.53 ± 0.23b Bobot kuning

telur (g)

3.23 ± 0.16a 3.03 ± 0.09b 3.34 ± 0.15a 3.24 ± 0.09a Persentase

bobot kuning telur (%)

32.14 ± 0.67bc

31.8 ± 0.96c 33.34 ± 0.99ab

33.99 ± 1.02a Bobot putih

telur (g)

5.25 ± 0.27a 4.98 ± 0.16ab 5.14 ± 0.18a 4.78 ± 0.28b Persentase

bobot putih telur (%)

52.20 ± 0.87a 52.19 ± 1.10a 51.46 ± 0.69ab

50.33 ± 0.66b Bobot

kerabang telur(g)

1.39 ± 0.06a 1.39 ± 0.06a 1.32 ± 0.12ab 1.27 ± 0.03b Persentase bobot kerabang telur (%) 13.97 ± 0.36ab

14.66 ± 0.55a 13.23 ± 1.12b 13.55 ± 0.53b

Tebal

kerabang telur (mm)

0.24 ± 0.06 0.26 ± 0.04 0.22 ± 0.03 0.23 ± 0.06 Skor warna

kuning telur

6.93 ± 0.29d 10.03 ± 0.22a 8.34 ± 0.53c 9.31 ± 0.56b Vitamin A kuning telur (mg/100g) 2061.00d ±36.20 2560.62a ±68.67 2190.12c ±63.82 2390.05b ±34.48 Ket.: P0 = pakan kontrol (tanpa tepung daun katuk dan murbei); P1 = pakan dengan 10% tepung daun katuk (TDM); P2 = Pakan dengan 10% tepung daun murbei (TDM); dan P3 = Pakan dengan 5% TDM dan 5% TDK.

Skor Warna Kuning Telur

Skor warna kuning telur yang dihasilkan dari puyuh yang diberi 10% TDK nyata (P<0.05) lebih tinggi dari perlakuan lain (Tabel 3.5). Hal ini dapat disebabkan oleh adanya karotenoid pada TDK. Karotenoid (β-carotene) memiliki fungsi yang sama dengan xantophyl terhadap warna kuning telur. Subekti et al. (2008) dan Piliang et al. (2009b) mengemukakan hal yang sama, yaitu puyuh yang diberi tepung daun katuk (TDK) menghasilkan skor warna kuning telur yang


(39)

21 lebih tinggi daripada puyuh yang diberi ekstrak katuk. Indarsih dan Tamsil (2012) juga mendapatkan hal yang sama pada telur itik yang diberi duckweed dalam pakan.

Vitamin A Kuning Telur

Kandungan vitamin A kuning telur dari puyuh yang diberi TDK TDM dan campurannya lebih tinggi (P<0.05) dari kontrol (Table 3.5). Hal ini disebabkan oleh kandungan β-caroten dalam TDK dan TDM yang merupakan prekursor vitamin A precursor, yang dikonversikan menjadi vitamin A. Hal ini menunjukan bahwa TDK, TDm dan campurannya merupakan sumber provitamin A yang baik. Penggunaan kedua macam tepung daun tersebut menghasilkan telur puyuh yang kaya akan vitamin A.

KESIMPULAN

Tepung daun katuk (TDK) mengandung sterol yang dapat mempengaruhi puncak produksi telur. Senyawa sterol dapat mempengaruhi efisiensi penggunaan protein, serta metabolisme Ca dan P pada produksi telur. Pemberian tepung daun katuk (TDK) dan tepung daun murbei (TDM) meningkatkan skor warna kuning telur dan kandungan vitamin A kuning telur dengan adanya β-karoten.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada LPPM IPB atas dana penelitian yang diberikan melalui Penelitian Unggulan/Strategis Institut Pertanian Bogor tahun Anggaran 2012 Nomor: 477/IT3.11/PG/2012 Tanggal: 28 Mei 2012.


(40)

22

4

PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK DAN MURBEI

DALAM

PAKAN

TERHADAP

UKURAN

DAN

KANDUNGAN MINERAL TULANG TIBIA SERTA

PROFIL DARAH PUYUH PETELUR

ABSTRACT

The objectives of this research was to study the effect of tibia bone mineral content and blood profil of laying quail which offered control diet (P0); diet with 10% katuk leaf meal /KLM (P1); diet with 10% mulberry leaf meal/MLM (P2); and diet with 5% KLM+5% MLM (P3). A completely randomized design using 4 treatments, 5 replications, and 2 quails of 17 weeks of age in each experimental unit replication was used in this experiment. The data were analyzed using analysis of variance and Duncan test. Parameters observed were tibia bone mineral content and blood profil. The result showed that quail tibia bone weight and percentage of tibia bone weight were not affected by treatment, but diametre of tibia bone from quail fed mixture of KLM+MLM in the diet shorter (P<0.05) than that of the other treatment. Blood profil of quail were not affected by treatment. It was concluded that KLM and MLM can be used in the diet of laying quail up to 10% without affected the tibia bone mineral content and blood profil.

Key words: katuk leaf meal, laying quail, mulberry leaf meal, tibia bone, blood profile

ABSTRAK

Tepung daun katuk (TDK) dan tepung daun murbei (TDM) merupakan bahan pakan sumber protein dan mineral yang potensial bagi unggas. Penggunaan kedua jenis tepung daun tersebut dalam pakan puyuh petelur diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap ukuran tulang tibia dan profil darah puyuh. Perlakuan terdiri atas P0 = pakan kontrol, tanpa tepung daun katuk (TDK) dan tepung daun murbei (TDM); P1 = pakan dengan 10%TDK; P2 = pakan dengan 10%TDM; P3 = pakan dengan 5%TDK+5%TDM. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan, 5 ulangan, masing-masing terdiri atas 2 ekor puyuh. Data dianalisis menggunakan Analisis Ragam dan Uji Duncan. Peubah yang diamati adalah ukuran (bobot, panjang dan diameter) dan kandungan mineral tulang tibia, serta profil darah puyuh umur 17 minggu. Hasil menunjukan bahwa bobot dan persentase tulang tibia puyuh tidak dipengaruhi perlakuan, tetapi diameter tulang puyuh yang diberi campuran 5%TDK+5%TDM lebih kecil (P<0.05) daripada yang lainnya. Profil darah puyuh tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Kesimpulan penelitian ini adalah tepung daun katuk dan tepung daun murbei dapat digunakan sebanyak 10% dalam pakan puyuh petelur.

Kata kunci: tepung daun katuk, tepung daun murbei, puyuh petelur, kandungan tulang tibia, profil darah


(41)

23

PENDAHULUAN

Daun katuk (Sauropus androgynus) merupakan sayuran yang biasa dikonsumsi masyarakat Asia dan digunakan sebagai pelancar ASI, obat demam, diuretika, obat frambusia, dan pewarna makanan. Malik (1997) menyatakan tanaman ini mengandung minyak atsiri, sterol, saponin, flavonoid, asam-asam organik, asam-asam amino, alkaloid, dan tanin. Daun katuk merupakan sumber vitamin A dalam bentuk karoten (provitamin A). Karoten yang penting untuk manusia adalah β-karoten karena memiliki aktivitas provitamin A yang terbesar (Yuliani dan Marwati 1997). Kandungan karoten dalam daun katuk adalah 10.020 µg per 100 g (Azis dan Muktiningsih 2006). Daun murbei (Morus alba ) juga kaya akan berbagai senyawa kimia, diantaranya alkaloid, polifenol, flavonoid, antosianin (Song et al. 2009), dan sterol (kolesterol, campesterol, stigmasterol, sitosterol, dan dua 4α-methylsterol) (Zambakhidze et al. 2005).

Kandungan nutrien (protein dan mineral) dalam tepung daun katuk dan tepung daun murbei yang digunakan dalam pakan puyuh petelur, akan dimetabolisme dalam tubuh dan dimanfaatkan untuk pembentukan rangka tubuh, salah satunya, tulang tibia. Deposit mineral dalam tulang unggas petelur, dapat dimobilisasi untuk pembentukan kerabang telur, apabila asupan mineral dari pakan tidak mencukupi. Akibatnya tulang mengalami penurunan ukuran serta kandungan mineral di dalamnya. Mobilisasi mineral dari tulang dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan osteoporosis pada unggas pada periode bertelur, yang akan mempengaruhi kekuatan tulang, terutama tulang tibia (Rath et al. 2000; Fleming 2008; Kim et al. 2012). Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut adalah dengan memberikan bahan pakan sumber mineral, terutama mineral kalsium (Fleming 2008; Koutoulis et al. 2009). Selain itu, dapat pula diberikan hormon estrogen yang juga berperan dalam metabolisme kalsium (Beck dan Hansen, 2004; Franco-Jimenez dan Beck 2005; El-Ghalid 2009; Sahin et al. 2007). Profil darah dapat menggambarkan kondisi fisiologis ternak yang diakibatkan pengaruh lingkungan (suhu dan kelembaban), termasuk pakan yang diberikan.

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi ukuran dan kandungan mineral tulang tibia serta profil darah puyuh petelur, setelah diberi tepung daun katuk, daun murbei dan campurannya dalam pakan selama 11 minggu.

MATERI DAN METODE

Puyuh betina yang digunakan sebanyak 40 ekor berumur 17 minggu berasal dari populasi 300 ekor puyuh yang dipelihara dari umur 6 minggu. Daun katuk dan daun murbei dikeringkan hingga memiliki kadar air sekitar 10%-15%. Daun yang sudah kering digiling menjadi tepung dan dianalisis proksimat (Tabel 4.1)

Pakan perlakuan disusun secara isokalori dan isoprotein, untuk memenuhi kebutuhan nutrien puyuh periode petelur, sesuai rekomendasi Lesson dan Summers (2005), dengan kandungan energi metabolis 2950 kkal/kg; protein kasar 18%; Ca 3.1%; P tersedia 0.45%; metionina 0.52% dan serat kasar <6%. Bahan pakan yang digunakan adalah jagung kuning, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak, DCP, CaCO3, tepung daun katuk, dan tepung daun murbei sesuai


(42)

24

perlakuan. Komposisi dan kandungan nutrien pakan perlakuan diperlihatkan pada Tabel 4.2. Pakan perlakuan mulai diberikan secara bertahap pada puyuh mulai umur 6 minggu sampai umur 17 minggu (11 minggu pemeliharaan). Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Konsumsi pakan dihitung setiap minggu.

Pengambilan sampel tulang tibia dan serum darah dilakukan setelah puyuh berumur 17 minggu, sebanyak 2 ekor puyuh setiap ulangan. Serum darah diambil menggunakan spuit dari pembuluh darah di sayap, kemudian dianalisis profil darahnya (butir darah merah/BDM, packed cell volume/PCV, haemoglobin/Hb, butir darah putih/BDP, heterofil, limfosit, monosit dan rasio heterofil/limfosit). Puyuh ditimbang, lalu disembelih untuk diambil tulang tibia. Daging yang menempel pada tulang tibia dihilangkan, kemudian bobot tulang ditimbang dan diukur panjang serta diameternya. Tulang tibia dianalisis terhadap kandungan mineral kalsium (Ca), fosfor (P), magnesium (Mg) dan seng (Zn) dengan cara pengabuan basah.

Perlakuan yang diberikan adalah P1: Pakan kontrol (tanpa tepung daun katuk maupun murbei); P2 : Pakan dengan 10% tepung daun katuk (TDK); P3 : Pakan dengan 10% tepung daun murbei (TDM); P4 : Pakan dengan 5% TDK dan 5% TDM. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan, 5 ulangan, masing-masing ulangan terdiri atas 2 ekor puyuh. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA), bila terdapat perbedaan yang nyata, dilakukan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1995). Peubah yang diamati adalah ukuran (bobot, panjang dan diameter) dan kandungan mineral Ca, P, Mg dan Zn tulang tibia, serta profil darah (butir darah merah/BDM, packed cell volume/PCV, haemoglobin/Hb, butir darah putih/BDP, heterofil, limfosit, monosit dan rasio heterofil/limfosit) puyuh.

Tabel 4.1. Hasil analisis kandungan nutrien tepung daun katuk (TDK) dan tepung daun murbei (TDM) berdasarkan bahan kering (%BK)

Tepung Daun Katuk (TDK)

Tepung Daun Murbei (TDM)

Bahan Kering (%)1) 88.06 93.86

Abu (%)1) 12.13 12.21

Protein Kasar (%)1) 29.15 22.14

Lemak Kasar (%)1) 4.62 4.11

Serat Kasar (%)1) 8.19 12.28

Energi Bruto (kkal/kg)2) 4014.31 4197.74

Ca (%)3) 2.06 4.34

Ptotal (%)3) 0.30 0.24

Mg (%)3) 8.28 5.10

Zn (ppm)3) 202.38 49.55

Tanin (g/100 g)4) 0.46 1.09

Saponin (g/100 g)4) 2.84 1.28

Ket: 1)Hasil analisis Lab.Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB 2)Hasil analisis Lab. Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet, IPB

3)Hasil analisis Lab.Nutrisi Ternak Perah, Fapet, IPB


(1)

32

DAFTAR PUSTAKA

Al-kirshi, R.A., A.R. Alimon, I. Zulkifli, M.W. Zahari, & A.Q. Sazli. 2009. The chemical composition and nutritive value of mulberry leaf as a protein source in poultry diet. Proceeding The 1st International Seminar on Animal Industry. Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. Pp:98-102

Al-kirshi R, Alimon AR, Zulkifli I, Sazli A, Zahari MW, Ivan M. 2010. Utilization of mulberry leaf meal (Morus alba) as protein supplement in diets for laying hens. Ital J Anim Sci 9(51):265-267

Azis S, Muktiningsih R. 2006. Studi manfaat daun katuk (Sauropus androgynus). Cermin Dunia Kedokteran 151:48-50

Beck MM, Hansen KK. 2004. Role of estrogen in avian osteoporosis. Poult Sci 83:200-206

Ditjennak. 2010. Data populasi puyuh.

http//:ditjennak.deptan.go.id/index.php?pac=statistik&action=info&idcat1 [15 Agustus 2013]

Deptan. 2012. Data produksi daging, telur dan susu 2009-2013. www.deptan.go.id/infoeksekutif/nak/pdf-eisNAK2 [15 Agustus 2013] El-Ghalid OAH. 2009. Exogenous estradiol: blood profile, productive and

reproductive performance of female japanese quails at different stages of production. Asian J Poult Sci 3(1):1-8

Francis G, Kerem Z, Makkar HPS, Becker K. 2002. The biological action of saponins in animal systems: a review. British J Nutr 88:587-605 doi:10.1079/BJN2002725

Franco-Jimenez DJ, Beck MM. 2005. Intestinal calcium uptake, shell quality and reproductive hormones levels of three laying hen varieties after prolonged egg production. Int J Poult Sci 4(8):518-522

Fleming RH. 2008. Nutritional factors affecting poultry bone health. Proc Nutr Soc 67(2):177-183 abstr

Indarsih B, Tamsil MH. 2012. Feeding diets containing different forms of

duckweed on productive performance and egg quality of ducks. Med Pet 35(2):128-132 DOI: 10.5398/medpet.2012.35.2.128

Kalsum U, Soetanto H, Achmanu, Sjofjan O. 2012. Influence of a probiotic containing Lactobacillus fermentum on the laying performance and egg quality of japanese quail. Int J Poult Sci 11(4):311-315

Kim WK, Bloomfield SA, Sugiyama T, Ricke SC. 2012. Concepts and methods for understanding bone metabolism in laying hens. World’s Poult Sci J 68:71-82 doi:10.1017/S0043933912000086

Koutoulis KC, Kyriazakis I, Perry GC, Lewis PD. 2009. Effect of different calcium sources and calcium intake on shell quality and bone characteristics of laying hens at sexual maturity and end of lay. Int J Poult Sci 8(4):342-348

Lesson S, Summers JD. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Edition. Manor Farm, Church Lane, Thrumpton, Nottingham. England (UK) Nottingham University Press.

Malik, A. 1997. Tinjauan fitokimia indikasi penggunaan dan bioaktivitas daun katuk dan buah trengguli. Warta Tumbuhan Obat 3 (3): 39-41.


(2)

33 Medugu CI, Saleh B, Igwebuike JU, Ndirmbita RL. 2012. Strategies to improve the utilization of tannin-rich feed materials by poultry. Int J Poult Sci 11(6):417-423

NRC. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Revised Ed. Washington DC.(US). National Academy Press.

Piliang, W.G., D.A. Astuti, & W. Hermana. 2009a. Peningkatan produk puyuh melalui pemanfaatan pakan lokal yang mengandung antioksidan dan mineral sebagai alternatif penyediaan protein hewani bergizi tinggi. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch I (Hibah Penelitian Strategis Nasional). Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Piliang, W.G., E. Djauhari, W. Hermana, & T. Ridwan. 2009b. Pemanfaatan senyawa fitosterol dari tanaman katuk (sauropus androginus) sebagai agen penurun kolesterol. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rath NC, Huff GR, Huff WE, Balog JM. 2000. Factors regulating bone maturity and strength in poultry. Poult Sci 79:1024-1032

Sahin N, Onderci M, Balci TA, Cikim G, Sahin K, Kucuk O. 2007. The effect of soy isoflavones on egg quality and bone mineralisation during the late laying period of quail. Br Poult Sci 48(3):363-369 abstr

SNI 01-3907-2006. 2006. Pakan puyuh petelur. Badan Standar Nasional. Indonesia

Song KT, Choi SH, Oh HR. 2001. A comparison of egg quality of pheasant, chukar, quail and guinea fowl. Asian-Aust J Anim Sci. 13(7):986-990

Song W, Wang HJ, Bucheli P, Zang PF, Wei DZ, Lu YH. 2009. Phytochemical profiles of different mulberry (Morus sp) species from China. J Agric Food Chem. 57(19):9133-9140

Steel RGD, Torrie JH . 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik-Suatu Pendekatan Biomertrik. Sumantri B: Penerjemah. Jakarta (ID) PT Gramedia.

Sturkie PD, Griminger. 1976. Blood. Physical characteristics, formed elements, haemoglobin and coagulation. Dalam PD Sturkie (ed). Avian Physiology. New York (US). Springer-Verleg.

Subekti S, Sumarti SS, Murdiati TB. 2008. Pengaruh daun katuk (Sauropus androgynus L.Merr) dalan pakan terhadap fungsi reproduksi pada puyuh. JITV 13(3):167-173

Wakenell PS. 2010. Hematology of chickens and turkeys. Dalam Schalm’s Veterinary Hematology 6th Ed.

Yuliani S, Mawarti T. 1997. Tinjauan daun katuk sebagai bahan makanan tambahan yang bergizi. Warta Tumbuhan Obat 3 (3): 55.

Zambakhidze NE, Sulaberidze KV, Mzhavanadze VV, Tsiklauri GCh. 2005. Sterols of mulberry leaves and small leaf curl disease. Applied Biochemistry and Microbiology 41(4): 404-406


(3)

RINGKASAN

WIDYA HERMANA. Evaluasi Pemberian Tepung Daun Katuk (Sauropus androgynus) dan Tepung Daun Murbei (Morus alba) terhadap Produktivitas dan Status Fisiologis Puyuh yang Sedang Bertelur. Dibimbing oleh TOTO TOHARMAT, SUMIATI, dan WASMEN MANALU.

Tepung daun katuk dikenal sebagai tanaman obat yang dapat meningkatkan produksi air susu pada manusia dan hewan. Tepung daun katuk juga dapat meningkatkan produksi telur dan performa unggas. Selain itu, telah kandungan vitamin A pada hati dan kuning telur juga meningkat dengan pemberian tepung daun katuk tersebut. Tepung daun katuk juga dikenal sebagai tanaman obat. Beberapa penelitian melaporkan bahwa daun katuk dari beberapa spesies yang berbeda mengandung protein kasar 15.7% - 22.6% dan mengandung vitamin A 5671-5736 mg%, tergantung pada umur panen daun murbei dan spesiesnya. Rangkaian penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi manfaat penggunaan tepung daun katuk, tepung daun murbei dan kombinasinya terhadap performa puyuh jepang (Coturnix-coturnix japonica).

Penelitian pertama dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan tepung daun katuk (10%) dan tepung daun murbei (10%), serta kombinasi keduanya (5% tepung daun katuk + 5% tepung daun murbei) dalam pakan berbasis dedak padi (tanpa menggunakan jagung kuning) terhadap kandungan kolesterol, vitamin A, mineral Fe dan Zn telur, daging dan hati puyuh; kualitas dan produksi telur puyuh. Hasil menunjukkan bahwa puyuh yang mendapat kombinasi tepung daun katuk dan tepung daun murbei dalam pakannya menghasilkan kandungan kolesterol kuning telur (349.606 mg 100g-1), daging (30.005 mg 100g-1) dan hati (162.151 mg 100g-1) paling rendah, sementara kandungan vitamin A telur (336.65 µg 100g-1), daging (186.28 µg 100g-1) dan hati (262.86 µg 100g-1); kadar mineral Fe dan Zn telur (89.88 dan 113.04 ppm) dan daging (89.12 dan 68.81 ppm) serta rataan skor warna kuning telur (7.00); paling tinggi dibandingkan puyuh yang mendapat pakan kontrol, maupun pakan dengan tepung daun katuk saja maupun tepung daun murbei saja. Disimpulkan bahwa penggunaan kombinasi tepung daun katuk (5%) dan tepung daun murbei (5%) dalam puyuh memberikan pengaruh paling baik terhadap kandungan nutrien telur dan daging puyuh.

Penelitian kedua dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan tepung daun katuk (10%), tepung daun murbei (10%) dan kombinasinya (5% tepung daun katuk + 5% tepung daun murbei) dalam pakan yang menggunakan jagung kuning (<50%) terhadap performa dan kualitas puyuh petelur. Hasil menunjukan bahwa penggunaan 10% tepung daun katuk dalam pakan menghasilkan produksi telur yang tidak berbeda dengan produksi telur puyuh kontrol (tanpa diberi tepung daun), dengan skor warna (10.03) dan kandungan vitamin A (2560.62 mg 100g-1) kuning telur yang paling tinggi. Puyuh yang diberi 10% tepung daun katuk juga lebih cepat mencapai 5% Produksi Telur. Disimpulkan bahwa pemberian tepung daun katuk dan tepung daun murbei meningkatkan skor warna dan kandungan vitamin A kuning telur.

Penelitian ketiga dilakukan untuk mengevaluasi ukuran dan kandungan mineral tulang tibia serta profil darah puyuh petelur yang diberi 10%


(4)

tepung daun katuk, 10% tepung daun murbei, dan kombinasi (5% tepung daun katuk + 5% tepung daun murbei) dalam pakan puyuh petelur. Pemberian kombinasi 5% tepung daun katuk + 5% tepung daun murbei dalam pakan menghasilkan diameter tulang tibia yang lebih pendek daripada diameter tulang yang dihasilkan puyuh yang diberi perlakuan lainnya. Kandungan mineral Ca dan P tulang tibia puyuh yang diberi tepung daun katuk, tepung daun puyuh, dan kombinasinya dalam pakan, lebih rendah dibandingkan puyuh yang diberi pakan kontrol, namun kandungan mineral Mg dan Zn tidak berbeda. Profil darah puyuh tidak dipengaruhi perlakuan yang diberikan. Disimpulkan bahwa tepung daun katuk atau tepung daun murbei dapat diberikan sebanyak 10% dalam pakan puyuh petelur tanpa mengganggu ukuran tulang tibia dan profil darah puyuh petelur. Kata kunci: tepung daun katuk, tepung daun murbei, puyuh petelur


(5)

SUMMARY

WIDYA HERMANA. Evaluation of Usage Katuk (Sauropus androgynus) and Mulberry Leaf Meal (Morus alba) on Productivity and Physiology Status of Laying Quail. Supervised by TOTO TOHARMAT, SUMIATI, dan WASMEN MANALU.

Katuk leaf meal is considered as herbal medicine since it could improve the milk production in human as well as in animals. It also could increase the egg production as well as poultry performances. It also had been proved to increase vitamin A content in chicken liver and in the egg yolk. Murbei leaf meal also considered as herbal medicine. Some previous studies reported that murbei leaf, from some different species, contain moderate protein (15.7%-22.6%) and vitamin A content (5671-5736 mg%), these ranges were depending upon the different ages when the leaves were harvested and also the species of the murbei leaves. These researchs were conducted to evaluated the used of the two herbal leaves and its combination in the performances of Japanese quails (Coturnix coturnix japonica).

The first experiment was to evaluated the effect of usage katuk leaf meal (10%) and mulberry leaf meal (10%) and its combination (5% katuk leaf meal + 5% mulberry leaf meal) in the diet based on rice bran (without yellow corn) on cholesterol, vitamin A, mineral Fe and Zn content in quail’s egg, meat and liver; as well as egg quality and production. The result showed that the lowest cholesterol content in the egg yolk, carcass, liver, were found from the quails fed diet containing the combination of katuk leaves meal and murbei leaves meal (R3). The cholesterol content were 349.606 mg 100g-1, 30.005 mg 100g-1, and 162.151 mg 100g-1 respectively. The content of egg’s vitamin A (336.65 µg 100g-1), meat (186.28 µg 100g-1) and liver (262.86 µg 100g-1); the content of egg’s mineral Fe and Zn (89.88 and 113.04 ppm) and quail’s meat (89.12 and 68.81 ppm) , also egg yolk color score (7.00) were the best resulted from the quails fed diet containing 5% katuk leaf meal+5% mulberry leaf meal. In general the best performances were found to be the best from the quails fed diet containing the combination katuk leaves meal and murbei leaves meal

The second experiment was conducted to evaluated the effect of usage katuk leaf meal (10%), mulberry leaf meal (10%) and its combination (5% katuk leaf meal+5% mulberry leaf meal) in the layer quail’s diet that used yellow corn (<50%) to quail’s performances and egg quality. The resulted showed that usage 10% katuk leaf meal in quail’s diet have the same egg production as control diet (without leaf meal), with the highest yolk color score (10.03) and yolk’s vitamin A content (2560.62 mg 100g-1). The quail fed diet with 10% katuk leaf meal reached 5% QD Production faster than other treatment. It was concluded that usage 10% katuk leaf meal and 10% mulberry leaf meal could increased yolk color score and yolk vitaminA content.

The third experiment was conducted to evaluate quail’s tibia bone size and mineral content, also the quail’s blood profile, which fed 10% katuk leaf meaal, 10% mulberry leaf meal, or its combination (5% katuk leaf meal+5%mulberry leaf meal). The resulted showed that the bone diametre of quail fed diet with combination 5%katuk leaf meal +5%mulberry leaf meal shorter than other


(6)

treatment. Bone mineral Ca and P content of quail fed katuk leaf meal, mulberry leaf meal and its combination were lower than quail fed control diet, but Mg and Zn were not different.Quail’s blood profile was not affected by treatment. It was concluded that 10%katuk leaf meal or 10%mulberry leaf meal in layer quail’s diet can be used without affected tibia bone size and blood profile.