Pemanfaatan ampas tahu sebagai bahan baku pembuatan kecap manis dengan penambahan tepung beras

(1)

PEMANFAATAN AMPAS TAHU SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN

KECAP MANIS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG BERAS

SKRIPSI

YOHANA MARIA LEONI

F24070105

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

UTILIZATION OF SOLID WASTE TOFU AS INGREDIENT OF SWEET SOY SAUCE WITH ADDITIONAL OF RICE FLOUR

Yohana Maria Leoni, Deddy Muchtadi, and Antung Sima Firlieyanti Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java,

Indonesia

Phone 62 85695109780, email oni_chelsea@yahoo.com ABSTRACT

Soy sauce is a traditional food product which is used as a food flavor enhancer and seasoning. In Indonesia, raw material used for soy sauce production is soybean fermented with Aspergillus sp. or Rhizopus sp. In this research, raw material used was solid waste tofu. The purposes of this study were (1) to know chemical, organoleptic, and physic characteristics sweet soy sauce, (2) to select formula in producing sweet soy sauce based on the highest protein content and preference of panelist, and (3) to know microbiology quality sweet soy sauce based on SNI 01-3543-1999. In this research, three variables were used. There are quantity of rice flour added (5% and 10%), steaming time (15 minutes and 30 minutes), and moromi fermentation period (1 month and 2 months). The best formula based on the highest protein content and preference of panelist was sweet soy sauce with 5% additional of rice flour, 15 minutes of steaming time, and 1 month of moromi fermentation period. This soy sauce contains protein 2.04%, total sugar 45.78%, NaCl 3.23%, water content 29.31%, viscosity 633.33 cP, total soluble solid 63.8%, total plate count 3.2 x 103 coloni/g, coliform < 3 APM/g, Escherichia coli < 3 APM/g, total mold/yeast 2.1 x 104 coloni/g, and preference of consumer 3.6.


(3)

Yohana Maria Leoni. F24070105. Pemanfaatan Ampas Tahu sebagai Bahan Baku Pembuatan Kecap Manis dengan Penambahan Tepung Beras. Di bawah bimbingan Deddy Muchtadi dan Antung Sima Firlieyanti. 2011.

RINGKASAN

Kecap adalah bumbu dapur atau penyedap makanan yang berbentuk cairan berwarna hitam yang rasanya manis atau asin. Kecap manis biasanya kental, sedangkan kecap asin biasanya lebih cair dengan komposisi garam yang lebih banyak. Kecap manis merupakan salah satu penyedap makanan yang dibutuhkan dan disukai oleh masyarakat. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan kecap ialah protein yang terkandung pada kecap. Ampas tahu masih mengandung protein. Hal ini memungkinkan pembuatan kecap menggunakan bahan baku berupa ampas tahu. Ampas tahu memiliki tekstur yang lunak sehingga sulit membentuk padatan koji seperti koji dari kedelai. Oleh karena itu, ampas tahu perlu ditambah dengan bahan pengisi, seperti tepung beras untuk membentuk struktur padatan koji layaknya koji dari kedelai. Selain itu, kandungan protein dan karbohidrat yang terdapat pada tepung beras bermanfaat selama proses fermentasi kecap. Penambahan tepung beras dapat dijadikan sebagai sumber karbohidrat untuk meningkatkan kadar pati yang berperan sebagai media pertumbuhan kapang serta menambahkan cita rasa dan aroma yang disebabkan oleh terbentuknya asam-asam organik, alkohol, dan senyawa-senyawa lain.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui karakteristik kimia, organoleptik, dan fisik kecap manis ampas tahu, (2) menentukan formulasi terpilih dalam pembuatan kecap manis ampas tahu berdasarkan kadar protein dan tingkat kesukaan konsumen yang paling tinggi, dan (3) mengetahui kesesuaian mutu mikrobiologis kecap manis ampas tahu formulasi terpilih terhadap SNI 01-3543-1999. Formula terpilih ditentukan berdasarkan kecap manis ampas tahu yang memiliki kadar protein dan tingkat kesukaan konsumen yang paling tinggi. Kecap manis ampas tahu formulasi terpilih selanjutnya diuji untuk mengetahui mutu dan keamanan mikrobiologis, meliputi Angka Lempeng Total, bakteri koliform, Escherichia coli, dan total kapang/khamir dengan mengacu pada SNI 01-3543-1999.

Berdasarkan hasil analisis kimia, kecap manis ampas tahu mempunyai kadar protein 0.85 – 2.04%, total gula 42.19 – 59.78%, kadar NaCl 3.21 – 6.93%, dan kadar air 29.04 – 30.71%. Berdasarkan hasil analisis fisik, kecap manis ampas tahu mempunyai viskositas 600 – 680 cP dan total padatan terlarut 63.0 – 68.8%. Berdasarkan hasil uji organoleptik, kecap manis ampas tahu mempunyai tingkat kesukaan panelis berkisar antara 3 – 4 dari skala nilai 1 – 5 . Kecap manis ampas tahu dengan perlakuan penambahan tepung beras 5% dengan lama pengukusan 15 menit selama lama fermentasi 1 bulan memiliki kadar protein (2.04%) dan tingkat kesukaan konsumen (3.6) yang paling tinggi. Kecap manis dengan perlakuan ini merupakan kecap manis ampas tahu formulasi terpilih selanjutnya diuji secara mikrobiologis. Kecap manis ampas tahu formulasi terpilih mengandung Angka Lempeng Total 3.2 x 103 koloni/g, bakteri koliform < 3 APM/g, Escherichia coli < 3 APM/g, dan total kapang/khamir 2.1 x 104 koloni/g. Dengan demikian, kecap manis ampas tahu formulasi terpilih telah memenuhi syarat mutu mikrobiologi SNI 01-3543-1999, kecuali untuk total kapang/khamir.


(4)

PEMANFAATAN AMPAS TAHU SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP MANIS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG BERAS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

YOHANA MARIA LEONI F24070105

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(5)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Ampas Tahu sebagai Bahan Baku Pembuatan Kecap Manis dengan Penambahan Tepung Beras

Nama :Yohana Maria Leoni

NIM : F24070105

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS) (Antung Sima Firlieyanti, STP, MSc)

NIP. 19460711 197603 1 001 NIP 19791205 200501 2 002

Mengetahui: Plt. Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi) NIP 19610802 198703 2 002


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pemanfaatan Ampas Tahu sebagai Bahan Baku Pembuatan Kecap Manis dengan Penambahan Tepung Beras adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 27 Mei 2011 Yang membuat pernyataan

Yohana Maria Leoni F24070105


(7)

© Hak cipta milik Yohana Maria Leoni, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya


(8)

BIODATA PENULIS

Yohana Maria Leoni lahir di Jakarta, 27 Desember 1989 dari pasangan ayah Johan Suban Tukan dan ibu Maria Kwahen Corebima sebagai anak keempat dari empat bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan jenjang SD di SD St. Lukas Jakarta (2001), jenjang SMP di SMP St. Paulus Jakarta (2004), jenjang SMA di SMA Fons Vitae I Marsudirini Jakarta (2007), dan jenjang S1 di Institut Pertanian Bogor (2011) dengan Mayor Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan, antara lain seksi konsumsi dalam Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XVI, seksi dana usaha dalam Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XVII, seksi acara dalam Indonesian Food Expo, peserta dalam Go Field IPB ke Indramayu, dan tim produksi mie jagung. Seminar yang pernah diikuti oleh Penulis, antara lain “Exploring The World of Jurnalistics”, “The Future Today”, dan “Functional Food For Healthy Life”. Penulis juga pernah mendapatkan Beasiswa Penelitian dari Karya Salemba Empat. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Ampas Tahu sebagai Bahan Baku Pembuatan Kecap Manis dengan Penambahan Tepung Beras”.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia dan berkat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :

1. Keluarga tercinta : Bapak Johan Suban Tukan, Mama Maria Kwahen Corebima, Nona, Ronald, Ona, Oa, dan Sophie. Terima kasih atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan.

2. Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS dan Antung Sima Firlieyanti, STP, MSc selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas saran, bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan. 3. Elvira Syamsir, STP, MSi selaku penguji sidang. Terima kasih atas kesediaan waktu dan saran

yang telah diberikan.

4. Sahabat-sahabat terbaik : Jessica Munaf, Dewi Mustika, Jessica Dwi Putri, Melia Christian, Michael Devega, dan Trancy Chandra. Terima kasih atas segala doa, dukungan, saran, dan kritik yang telah diberikan.

5. Teman-teman yang mengisi hari-hari penulis dengan tawa canda riang : Eliana Susilo, Antonius Kurnia, Winda Nufvitarini, Meiada Prabawani, Ni Putu Ayu Lestari, Bertha Mahestarini, Tiara Indah Kesuma, Riri Gizi, Ronald Anugrah, Alia Mustika Nur, Meikhal Saputra, Reggie Surya, Munyatul Islamiyah, Anisa Rahmadani, Marvin Lucky, Ibu Elmiati, Dela Ayu Basuki, Mbak Muslikatin, Mbak Ilul, Meilly Kusumadewi, Puji Setyoningrum, dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

6. Teman-teman seperjuangan dalam penelitian ini : Indri Putri Handayani dan Fransisca Lavinia. Terima kasih karena telah mau bekerja sama dengan penulis dan membuat penelitian ini menjadi menyenangkan.

7. Para guru dan dosen yang telah membagi ilmu dari jenjang TK sampai universitas, terutama Ibu Jois Anna Yolanda.

8. Para teknisi yang selalu siap sedia membantu : Pak Jun, Pak Denny, Pak Rojak, Pak Wahid, Pak Yahya, Bu Antin, Bu Rub, Pak Sobirin, Mas Edi, Mas Aldi, dan Pak Gatot.

9. Pak Udin dan Mas Lutfi atas ampas tahunya, Ibu PAU atas mie instannya, Ibu Jamu atas minuman menyehatkannya, dan Warung Sehati atas makan siangnya.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan. Terima kasih.

Bogor, 27 Mei 2011 Yohana Maria Leoni


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

BIODATA PENULIS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. KECAP ... 3

B. AMPAS TAHU ... 5

C. TEPUNG BERAS ... 6

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 8

A. BAHAN DAN ALAT ... 8

B. METODE PENELITIAN ... 8

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

A. PEMBUATAN KECAP MANIS AMPAS TAHU ... 16

B. ANALISIS KIMIA KECAP MANIS AMPAS TAHU ... 20

C. UJI ORGANOLEPTIK KECAP MANIS AMPAS TAHU ... 24

D. ANALISIS FISIK KECAP MANIS AMPAS TAHU ... 25

E. PENENTUAN FORMULASI TERBAIK ... 26

F. UJI MIKROBIOLOGI KECAP MANIS AMPAS TAHU FORMULASI TERBAIK ... 28

G. PERBANDINGAN MUTU KIMIA, FISIK, DAN MIKROBIOLOGI KECAP MANIS AMPAS TAHU FORMULASI TERPILIH DENGAN KECAP MANIS KOMERSIAL DAN SNI 01-3543-1999 ... 30

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 32

A. SIMPULAN ... 32

B. SARAN ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

LAMPIRAN... 36


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Mutu kecap berdasarkan kadar protein ... 4

Tabel 2. Syarat mutu kecap manis SNI 01-3534-1999 ... 5

Tabel 3. Komposisi zat gizi ampas tahu per 100 gr bahan basah ... 6

Tabel 4. Komposisi kimia beras per 100 gram ... 7

Tabel 5. Medium yang digunakan pada uji IMViC dan reaksi yang terjadi ... 14

Tabel 6. Analisis proksimat ampas tahu segar... 16

Tabel 7. Kadar protein kecap manis ampas tahu (%) ... 21

Tabel 8. Kadar total gula kecap manis ampas tahu (%)... 22

Tabel 9. Kadar NaCl kecap manis ampas tahu (%) ... 23

Tabel 10. Kadar air kecap manis ampas tahu (%) ... 24

Tabel 11. Tingkat kesukaan konsumen terhadap kecap manis ampas tahu ... 25

Tabel 12. Viskositas kecap manis ampas tahu (cP) ... 25

Tabel 13. Total padatan terlarut kecap manis ampas tahu (%) ... 26

Tabel 14. Kadar protein dan skor organoleptik kecap manis ampas tahu... 27

Tabel 15. Hasil pengujian mikrobiologi kecap manis ampas tahu formulasi terpilih ... 29

Tabel 16. Perbandingan mutu kecap manis ampas tahu formulasi terpilih dengan kecap manis komersial dan SNI 01-3543-1999 ... 30


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram alir tahapan penelitian ... 9

Gambar 2. Diagram alir pembuatan kecap manis ampas tahu ... 10

Gambar 3. Grafik kadar air ampas tahu (%) ... 16

Gambar 4. Koji ... 17

Gambar 5. Proses fermentasi moromi ... 18

Gambar 6. Kecap yang telah dikemas ... 20


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1a. Hasil analisis kadar air ampas tahu segar ... 37

Lampiran 1b. Hasil analisis kadar protein ampas tahu segar ... 37

Lampiran 1c. Hasil analisis kadar lemak ampas tahu segar ... 37

Lampiran 1d. Hasil analisis kadar abu ampas tahu segar ... 37

Lampiran 1e. Hasil analisis kadar karbohidrat by difference ampas tahu segar ... 37

Lampiran 2a. Hasil analisis kadar air ampas tahu setelah mengalami pengepresan dan pengukusan ... 38

Lampiran 2b. Hasil analisis kadar air koji kering ... 38

Lampiran 3a. Hasil pengukuran kadar protein kecap manis ampas tahu ... 39

Lampiran 3b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar protein kecap manis ampas tahu ... 40

Lampiran 4a. Hasil pengukuran kadar total gula kecap manis ampas tahu ... 41

Lampiran 4b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total gula kecap manis ampas tahu ... 41

Lampiran 4c. Kurva standar glukosa kecap manis ampas tahu fermentasi satu bulan ... 42

Lampiran 4d. Kurva standar glukosa kecap manis ampas tahu fermentasi dua bulan ... 42

Lampiran 5a. Hasil pengukuran kadar NaCl kecap manis ampas tahu ... 43

Lampiran 5b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar NaCl kecap manis ampas tahu ... 43

Lampiran 6a. Hasil pengukuran kadar air basis basah kecap manis ampas tahu ... 44

Lampiran 6b. Analisis ragam pengaruh terhadap kadar air basis basah kecap manis ampas tahu ... 44

Lampiran 7a. Data uji rating hedonik kecap manis ampas tahu secara overall ... 45

Lampiran 7b. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan kecap manis ampas tahu secara overall ... 47

Lampiran 8a. Hasil pengukuran viskositas kecap manis ampas tahu ... 48

Lampiran 8b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap viskositas kecap manis ampas tahu ... 48

Lampiran 9a. Hasil pengukuran total padatan terlarut kecap manis ampas tahu ... 49

Lampiran 9b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total padatan terlarut kecap manis ampas tahu ... 49

Lampiran 10a. Hasil pengujian angka lempeng total kecap manis ampas tahu formulasi terpilih ... 50

Lampiran 10b. Hasil pengujian MPN koliform kecap manis ampas tahu formulasi terpilih... 50

Lampiran 10c. Hasil pengujian MPN Escherichia coli kecap manis ampas tahu formulasi terpilih ... 50

Lampiran 10d. Hasil pengujian kapang/khamir kecap manis ampas tahu formulasi terpilih ... 50

Lampiran 10e. Indeks APM dengan tingkat kepercayaan 95% untuk berbagai kombinasi hasil positif dari 3 seri tabung pada pengenceran 101, 102, dan 103 ... 51

Lampiran 11. Data hasil pengukuran analisis kadar protein kecap manis komersial ... 52

Lampiran 12. Data hasil pengukuran analisis total gula kecap manis komersial... 52

Lampiran 13. Data hasil pengukuran analisis kadar NaCl kecap manis komersial ... 52

Lampiran 14. Data hasil pengukuran analisis kadar air kecap manis komersial ... 52 vii


(14)

Lampiran 15. Data hasil pengukuran analisis viskositas kecap manis komersial ... 52 Lampiran 16. Data hasil pengukuran analisis total padatan terlarut kecap manis komersial ... 53


(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kecap adalah bumbu dapur atau penyedap makanan yang berbentuk cairan berwarna hitam yang rasanya manis atau asin. Kecap manis biasanya kental, sedangkan kecap asin biasanya lebih cair dengan komposisi garam yang lebih banyak. Kecap manis merupakan salah satu penyedap makanan yang dikenal oleh masyarakat. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai kecap manis sebagai penambah kelezatan makanan atau masakan. Semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan pangan juga meningkat. Setiap tahunnya, secara nasional terjadi peningkatan konsumsi kecap mencapai 10 - 20% dan pada tahun 2009 konsumsi kecap per tahun mencapai sekitar 130 juta liter (Anonim 2009).

Kecap dapat dibuat oleh industri rumah tangga hingga industri besar karena proses pembuatannya mudah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan yang mahal. Umumnya, kecap dibuat dari kedelai hitam atau kedelai kuning. Namun, kecap juga dapat dibuat dari bungkil kacang, tempe oncom, ikan, air kelapa, bekicot, dan bahan-bahan lainnya (Astawan dan Wahyuni 1991). Salah satu bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat kecap ialah ampas tahu.

Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses pembuatan tahu. Rangkaian proses pembuatan tahu meliputi perendaman kedelai, pengupasan, penggilingan, penyaringan, pemasakan, pengumpalan, pencetakan, dan pemotongan (Koswara 1997). Ampas tahu masih mempunyai kandungan protein karena pada proses pembuatan tahu tidak semua bagian protein kedelai bisa diekstrak, terutama bila digunakan proses penggilingan tradisional. Jumlah ampas tahu yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu relatif tinggi. Ampas tahu ini masih bisa bermanfaat dan memberikan nilai tambah bila dikelola dengan baik. Saat ini, penggunaan ampas tahu masih sangat terbatas, seperti pakan ternak, oncom, dan tempe gembus. Oleh karena itu, perlu ada upaya lain untuk mengembangkan produk baru dalam memanfaatkan ampas tahu dan meningkatkan nilai guna ampas tahu tersebut. Salah satu caranya ialah pembuatan kecap manis ampas tahu.

Pemanfaatan ampas tahu menjadi kecap manis dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Pertama, kontinuitas ketersediaan ampas tahu cukup terjamin. Setidaknya ada 40.000 industri tahu di Indonesia yang menghasilkan berpuluh-puluh ton ampas tahu dalam sehari. Di Jawa Barat saja ada sekitar 3000 sampai 4000 industri tahu (Hartono 2004). Kedua, ampas tahu masih mengandung protein sehingga dapat dijadikan bahan baku pembuatan kecap manis. Kadar protein ampas tahu sebesar 1.32% dengan kadar air 89.88% (Sulistiani 2004). Cara pengolahan ampas tahu menjadi kecap ampas tahu sama dengan pengolahan kedelai menjadi kecap kedelai. Salah satu tahapan dalam pembuatan kecap kedelai adalah pembuatan koji atau tempe. Ampas tahu yang memiliki tekstur yang lunak sulit membentuk padatan koji seperti kedelai. Oleh karena itu, ampas tahu perlu ditambahkan dengan bahan pengisi, seperti tepung beras untuk membentuk struktur padatan koji yang lebih padat layaknya koji dari kedelai.

Di Indonesia, penggunaan tepung beras sudah banyak digunakan dalam pembuatan roti, kue-kue, dan penganan lainnya, bahkan dalam pembuatan mie sebagai pengganti tepung terigu. Kandungan protein dan karbohidrat yang terdapat pada tepung beras memungkinkan tepung beras digunakan dalam berbagai proses pembuatan produk pangan, termasuk kecap manis dengan bahan baku ampas tahu. Menurut Astawan (2009), penambahan tepung dapat dijadikan sebagai sumber karbohidrat untuk meningkatkan kadar pati yang berperan sebagai media pertumbuhan kapang serta menambahkan cita rasa dan aroma yang disebabkan oleh terbentuknya asam-asam organik,


(16)

2 alkohol, dan senyawa-senyawa lain. Oleh karena itu, pembuatan kecap manis ampas tahu dengan penambahan tepung beras dapat dilakukan.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui karakteristik kimia, organoleptik, dan fisik kecap manis ampas tahu dari semua perlakuan.

2. Menentukan formulasi terpilih dalam pembuatan kecap manis ampas tahu berdasarkan kadar protein dan tingkat kesukaan konsumen yang paling tinggi.

3. Mengetahui kesesuaian mutu mikrobiologis kecap manis ampas tahu formulasi terpilih terhadap SNI 01-3543-1999.


(17)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KECAP

Kecap manis merupakan produk olahan dengan tekstur kental, berwarna coklat kehitaman, dan digunakan sebagai penyedap makanan (Suprapti 2005). Di Indonesia, dikenal dua jenis kecap, yaitu kecap manis dan kecap asin. Kecap manis mempunyai konsistensi sangat kental, rasa manis dengan kandungan gula 26 – 61% dan kandungan garam 3 – 6%. Kecap asin yang juga disebut saus kedelai ringan mempunyai konsistensi encer, warna lebih muda, dan rasa lebih asin dengan kandungan garam 18 – 21% serta kandungan gula 4 – 19% (Judoamidjojo 1986).

Secara umum, pembuatan kecap dibagi menjadi dua, yaitu secara kimiawi dan fermentasi (Fukushima 2003). Prinsip pembuatan kecap secara kimiawi ialah komponen protein dan karbohidrat pada bahan baku dihidrolisis menggunakan asam HCl. Proses ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan biaya relatif murah. Namun, kekurangan proses ini ialah timbulnya berbagai reaksi sekunder, sehingga dihasilkan komponen-komponen yang tidak diinginkan, terbentuknya komponen karsinogenik, dan asam amino triptofan rusak selama proses. Usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kekurangan tersebut adalah dengan cara kombinasi hidrolisis asam dan fermentasi. Odor dan flavor kecap yang dihasilkan menjadi lebih baik, tetapi tetap dihasilkan komponen yang tidak diinginkan akibat proses hidrolisisnya (Fukushima 2003).

Proses pembuatan kecap secara fermentasi dapat terjadi dengan sendirinya (tanpa penambahan bahan apa pun pada media yang disediakan), dengan penambahan ragi tempe, atau penambahan spora kapang Aspergillus murni (Suprapti 2005). Proses pembuatan kecap secara fermentasi terdiri dari (a) fermentasi kapang atau fermentasi koji dan (b) fermentasi larutan garam atau fermentasi moromi.

Tahap fermentasi koji merupakan tahap pencampuran kedelai dan starter (kultur kapang) dalam jumlah tertentu. Kultur kapang yang digunakan harus memiliki jumlah spora yang tinggi, laju germinasi tinggi, tidak terkontaminasi oleh mikroba yang tidak diinginkan, mampu dikeringkan, dan aktivitas protease yang tinggi (Huang dan Teng 2004). Menurut Junaidi dan Judoamidjojo (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan koji adalah kadar air kedelai, kelembaban ruang, dan suhu aerasi. Kadar air selama fermentasi harus diperhatikan pada tahap awal fermentasi koji sekitar 43% dan pada tahap akhir fermentasi koji sekitar 30% (Yokotsuka dan Sasaki 1998). Lamanya proses fermentasi juga menjadi salah satu faktor penting dalam fermentasi koji. Bila masa inkubasi koji terlalu cepat, akan mengakibatkan kurang sempurnanya hidrolisa protein dan polisakarida kedelai (Wood 1982). Selain itu, enzim yang dihasilkan oleh kapang akan sedikit dan tidak akan menghasilkan komponen-komponen yang akan membentuk cita rasa kecap (Steinkraus 1983). Bila masa inkubasi terlalu lama akan mengakibatkan produksi amonia berlebihan, sehingga terjadi pembentukan flavor yang tidak dapat diterima, sehingga akan menghasilkan kecap yang bermutu inferior (Wood 1982).

Menurut Yokotsuka dan Sasaki (1998), kontaminan yang dapat tumbuh pada fermentasi koji adalah Bacillus subtilis dan Rhizopus nigricans. Bacillus subtilis muncul saat suhu dan kelembaban udara yang terlalu tinggi pada koji, sedangkan Rhizopus nigricans muncul saat suhu koji terlalu rendah. Kontaminasi oleh Bacillus subtilis yang terlalu banyak mengakibatkan pertumbuhan kapang pada koji terhenti. Selain itu, Bacillus subtilis seringkali menyebabkan kenaikan total protease dan aktivitas protease alkali, tapi menurunkan daya cerna protein sebanyak 2 – 3% dibandingkan yang tidak terkontaminasi. Menurut Huang dan Teng (2004), Bacillus subtilis pada fermentasi koji dapat membentuk komponen pirazin (tetrametilpirazin dan


(18)

2,6-4 dimetilpirazin), yaitu salah satu komponen pada flavor kecap. Menurut Judoamidjojo et al. (1989), bila keadaaan fermentasi koji kurang baik, maka kadang-kadang timbul gejala adanya pertumbuhan kapang yang umumnya berbulu, tetapi tetap dalam keadaan warna asli kedelai ditambah adanya lendir serta berbau menyengat. Maka diperkirakan adanya pertumbuhan bakteri pembusuk atau bakteri lendir (bakteri Natto). Jadi, pertumbuhan kapang dikalahkan oleh pertumbuhan berbagai jenis bakteri. Keadaaan demikian mudah terjadi bila kedelai rebus masih terlampau basah, sebaran kedelai terlalu tebal, suhu ruangan terlalu tinggi (lebih dari 35OC), dan jumlah spora kapang terlalu sedikit.

Tahapan moromi merupakan tahapan perendaman koji ke dalam larutan garam. Konsentrasi larutan garam yang digunakan ialah 20 – 23% (b/v) (Fukushima 2003). Menurut Huang dan Teng (2004), konsentrasi garam yang terlalu tinggi dapat menghambat proses fermentasi, sedangkan konsentrasi yang terlalu rendah dapat menyebabkan terjadinya kerusakan. Selama proses fermentasi, moromi perlu diaduk secara teratur. Hal ini bertujuan untuk pertukaran udara, memberikan aerasi yang cukup untuk pertumbuhan khamir, menghambat pertumbuhan bakteri anaerobik yang tidak diinginkan, menguapkan gas karbondioksida dan hidrogen sulfida, pewarnaan oksidatif, dan campuran moromi yang homogen (Huang dan Teng 2004).

Mikroorganisme yang berperan penting pada fermentasi moromi adalah Tetragenococcus halophilus, Zygosaccharomyces rouxii, dan Candida sp. (Fukushima 2003). Tetragenococcus halophilus merupakan bakteri asam laktat yang berperan menghasilkan asam laktat dan menurunkan pH pada awal fermentasi moromi. Setelah pH turun, pertumbuhan Tetragenococcus halophilus akan digantikan oleh Zygosaccharomyces rouxii, yaitu khamir osmofilik yang berperan dalam fermentasi alkoholik. Pada tahap akhir fermentasi moromi, khamir halofilik Candida sp. akan tumbuh dan menghasilkan alkilfenol dan alkohol aromatik. Selain itu, Candida sp. juga akan menghasilkan komponen rasa pada kecap, yaitu 4-etilguaiacol. Moromi yang telah siap dipanen akan dipress hingga menghasilkan sari kecap. Sari kecap yang diperoleh akan dipasteurisasi pada suhu 87 – 89O

C untuk menginaktifkan mikroorganisme (Judoamidjojo et al. 1989).

Penentuan kualitas kecap didasarkan pada evaluasi organoleptik, kandungan total nitrogen, kandungan senyawa alkohol, kandungan sodium klorida, dan warna (Fukushima 2003). Umumnya, kualitas produk sejenis kecap dinilai dari kadar protein yang dikandungnya (total nitrogen). Kualitas kecap juga ditentukan oleh rasio nitrogen terlarut terhadap nitrogen total yang menunjukkan tingkat konversi protein yang berhasil dipecah menjadi peptida terlarut dan asam amino. Asam amino yang dihasilkan tersebut sangat berperan dalam pembentukan flavor kecap (Judoamidjojo et al. 1989).

Kriteria kecap manis dapat dikenali dari sifat fisiknya, seperti warna, rasa, tekstur, dan aroma, sedangkan kriteria yang tersembunyi meliputi nilai gizi, keamanan mikroba, dan cemaran logam (Kartika et al. 1992). Menurut Standar Mutu Kecap yang berlaku di Indonesia berdasarkan kandungan proteinnya dikenal tiga kelas mutu kecap seperti yang disajikan pada Tabel 1. Syarat-syarat mutu kecap manis ditetapkan menurut SNI 01-3543-1999 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1 . Mutu Kecap Berdasarkan Kadar Protein Mutu Kecap Kadar Protein

Mutu Pertama Minimal 6%

Mutu Kedua 4% - 6%

Mutu Ketiga 2% - 4%


(19)

5 Tabel 2. Syarat Mutu Kecap Manis SNI 01-3543-1999

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan

1.1 Bau Normal, Khas

1.2 Rasa Normal, Khas

2 Protein (Nx6.25), b/b - Min. 2.5%

3 Padatan Terlarut, b/b - Min. 10%

4 NaCl (garam), b/b - Min. 3%

5 Total Gula (dihitung sebagai sakarosa), b/b - Min. 40% 6 Bahan Tambahan Makanan

6.1 Pengawet

1) Benzoat atau mg/kg Maks. 600

2) Metil para hidroksi benzoat, mg/kg Maks. 250

3) Propil para hidroksi benzoate mg/kg Maks. 250

6.2 Pewarna Tambahan - Sesuai SNI 01-0222-1995

7 Cemaran logam

7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1.0

7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30.0

7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40.0

7.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40.0

7.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0.05

8 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5

9 Cemaran Mikroba

9.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 105

9.2 Bakteri Koliform APM/g Maks. 102

9.3 Escherichia coli APM/g < 3

9.4 Kapang/Khamir Koloni/g Maks. 50

Sumber : Badan Standardisasi Nasional 1999

B. AMPAS TAHU

Ampas tahu merupakan hasil samping dalam proses pembuatan tahu yang diperoleh dari hasil penyaringan susu kedelai. Pembuatan tahu terdiri dari dua tahapan, yaitu (1) pembuatan susu kedelai dan (2) penggumpalan protein dari susu kedelai dan selanjutnya tahu dicetak menurut bentuk yang diinginkan. Rangkaian proses pembuatan ampas tahu, meliputi tahap perendaman kedelai, penggilingan, pendidihan bubur kedelai, dan pengepresan (Tim Fatemeta IPB 1981).

Ampas tahu yang dihasilkan oleh tiap-tiap pabrik tahu mempunyai komposisi yang tidak sama. Perbedaan ini disebabkan perbedaan penggunaan bahan dasar campuran, peralatan, dan proses pengolahan yang dijalankan. Pada pengolahan tahu, masih banyak protein yang tertinggal dalam ampas tahu.

Dalam pembuatan tahu, ada dua proses yang mempengaruhi mutu ampas tahu yang dihasilkan. Pertama, bubur kedelai dimasak terlebih dahulu sebelum disaring. Kedua, dilakukan proses penyaringan bubur kedelai terlebih dahulu, kemudian dididihkan, seperti pada pembuatan tahu cina. Ampas yang diperoleh dari cara kedua memiliki kadar protein ampas tahu yang lebih tinggi daripada bubur yang sudah dididihkan. Ditinjau dari segi keawetan, ampas hasil pendidihan akan memiliki derajat keawetan yang lebih tinggi daripada ampas yang dihasilkan tanpa pendidihan (Anonim 1981).

Ampas tahu masih mengandung protein yang relatif tinggi karena pada proses pembuatan tahu tidak semua bagian protein bisa diekstrak, terutama bila menggunakan proses penggilingan sederhana dan tradisional. Proses pembuatan tahu tradisional hanya mampu mengekstrak sebagian protein kedelai, sedangkan protein yang tidak terekstrak tetap bersama-sama matriknya dalam ampas tahu. Menurut Nurdjannah dan Usmiati (2009), kadar protein ampas tahu cukup tinggi,


(20)

6 yaitu sekitar 6%. Bila kadar protein kedelai kurang lebih sebesar 35%, kadar protein yang terdapat pada ampas tahu sebesar kurang lebih 6%. Pada kadar air 9%, kandungan protein ampas tahu sebesar 26,6% (Direktorat Gizi 1993). Komposisi gizi ampas tahu disajikan pada Tabel 3.

Tabel3. Komposisi Zat Gizi Ampas Tahu per 100 gram Bahan Basah

Energi dan Zat Gizi Kandungan

Kalori (kal) 414.0

Protein (g) 26.6

Lemak (g) 18.3

Karbohidrat (g) 41.3

Kalsium (mg) 19.0

Phospor (mg) 29.0

Besi (mg) 4.0

Air (g) 9.0

Sumber : Direktorat Gizi Depkes 1993

Ampas tahu segar mempunyai tekstur yang lembek dengan kadar air yang tinggi serta memiliki daya tahan yang tidak lebih dari 24 jam dalam keadaan terbuka karena dapat terjadi kebusukan akibat timbulnya NH3. Ampas tahu dapat diawetkan melalui proses pengeringan

dengan oven menggunakan panas 45 – 50OC selama 24 – 48 jam (Prabowo

et al. 1985).

C. TEPUNG BERAS

Tepung beras merupakan hasil proses penggilingan beras. Penggilingan ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penggilingan secara kering dan penggilingan secara basah. Prinsip dari kedua cara tersebut ialah berusaha memisahkan lembaga dari bagian tepung (Hubeis 1984).

Penggilingan secara kering dapat dilakukan melalui tahapan pembersihan bahan, pengeringan (sangrai dan oven), dan penggilingan kasar yang bertujuan untuk memisahkan lembaga dari endosperm. Hasil penggilingan kasar dikeringkan kembali hingga mencapai kadar air 14 - 16% dan selanjutnya digiling halus menggunakan alat penggilas. Hasil gilingan diayak dengan ayakan bertingkat untuk mendapatkan berbagai tingkat kehalusan, yaitu butir halus (> 10 mesh), tepung kasar atau bubuk (< 40 mesh), tepung agak halus (65 – 80 mesh), dan tepung halus (≥ 100 mesh) (Hubeis 1984). Alat giling yang digunakan mempengaruhi ukuran partikel tepung yang dihasilkan. Burr dan blade mill menghasilkan tepung dengan ukuran partikel kasar, roller mill menghasilkan tepung berukuran sedang, sedangkan pin, hammer, dan turbo mill menghasilkan tepung berukuran halus (Nishita dan Bean 1982).

Ukuran partikel tepung beras berpengaruh terhadap sifat-sifat fungsionalnya. Tepung dengan ukuran lebih halus mempunyai penyerapan air lebih tinggi dibandingkan dengan tepung dengan ukuran lebih kasar. Peningkatan viskositas awal pada tepung berukuran halus pada amilograf dimulai pada suhu yang lebih rendah daripada tepung kasar (Nishita dan Bean 1982). Tepung kasar yang mempunyai peningkatan viskositas awal pada suhu yang lebih tinggi mempunyai sifat yang lebih baik bila digunakan sebagai bahan pengental.

Selain itu, tepung beras juga dapat dihasilkan melalui penggilingan secara tradisional. Dalam proses ini, kulit ari dan embrio hanya sebagian saja dapat dihilangkan atau bahkan tidak sama sekali. Tepung yang dihasilkan tidak begitu baik sebagai bahan tepung campuran. Penggilingan beras menjadi bentuk tepung mampu meningkatkan daya guna beras, walaupun kandungan zat gizinya menjadi lebih rendah. Komposisi zat gizi dan nilai energi tepung beras dapat dilihat pada Tabel 4.


(21)

7 Tepung beras dapat dihasilkan baik dari beras patah maupun menir. Selain itu, beras pratanak dan beras biasa juga mampu menghasilkan tepung beras. Tepung beras yang dibuat dari beras patah mempunyai komposisi kimia sama dengan yang dibuat dari beras utuh. Namun, antar varietas beras terdapat perbedaan, terutama dalam kandungan protein, lemak, pati, dan rasio amilosa dengan amilopektin. Perbedaan komposisi kimia beras turut menentukan keragaman sifat fisikokimia tepung beras, seperti sifat viskometrik, suhu gelatinisasi, penyerapan air, dan sifat-sifat lainnya (Luh dan Liu 1980).

Tabel 4. Komposisi Kimia Beras per 100 gram

Komposisi Kandungan

Kalori (kkal) 364

Protein (g) 7.0

Lemak (g) 0.5

Karbohidrat (g) 80.0

Kalsium (mg) 5

Fosfor (mg) 140

Besi (mg) 0.8

Vitamin A (SI) 0

Vitamin B (mg) 0.12

Vitamin C (mg) 0

Air (%) 12.0

Sumber : Hubeis 1984

Beras beramilosa rendah (9 - 20%) cocok untuk pembuatan makanan bayi, makanan sarapan, dan makanan selingan karena memiliki sifat gel yang lunak. Beras beramilosa tinggi (20 - 27%) dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan beras pratanak dalam kaleng dan sup nasi dalam kaleng. Beras beramilosa tinggi juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bihun. Beras beramilosa tinggi mempunyai stabilitas dan daya tahan untuk tetap utuh dalam pemanasan yang tinggi dan mempunyai sifat retrogradasi yang kuat sehingga akan terbentuk pasta yang kuat, tidak mudah hancur, atau remuk setelah dingin (Siwi dan Damardjati 1986).

Penyimpangan sifat fisikokimia yang terjadi pada tepung beras dapat berupa perubahan warna (pencoklatan) yang diakibatkan waktu dan tingginya suhu pengeringan, cepat berbau asam bila bahan kurang kering, atau tengik bila lemak yang tersisa dari penggilingan sebelumnya diaktifasi oleh enzim lipase yang dikeluarkan oleh serangga (Hubeis 1984).


(22)

8

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tahu dari pabrik tahu “Sumedang” yang berlokasi di daerah Cimanggu dan tepung beras merk “Rose Brand” dari pasar tradisional. Bahan-bahan lain yang digunakan ialah laru tempe komersial, larutan garam jenuh 23% (230 gr garam meja dalam 1 liter air), air, bumbu-bumbu (pekak dan adas), gula kelapa, dan gula aren. Bahan kimia yang digunakan adalah H2SO4, HgO, K2SO4, larutan 60% NaOH-5%

Na2S2O3.5H2O, larutan H2BO3, larutan HCl 0.02N, batu didih, air destilata, indikator phenoftalein

1%, CaCO3, Pb asetat jenuh, Na-oksalat, alkohol 80%, pereaksi Anthrone 0.1%, glukosa standar

0.2 mg/ml, larutan AgNO3 0.1M, larutan K2CrO4 5%, dan alkohol 90%.

Alat yang digunakan pada penelitian ini untuk membuat kecap manis ampas tahu adalah wadah ember plastik, loyang aluminium, kain saring, steamer, tampah, daun pisang, oven, timbangan, toples, dan pengaduk. Alat-alat lain yang digunakan untuk analisis adalah viskometer Brookfield, refraktometer, neraca analitik, penjepit cawan, desikator, oven vakum, cawan alumunium, cawan porselen, alat destruksi, tanur listrik, erlenmeyer, pipet tetes, gelas piala, buret, labu Kjeldahl, labu takar, pipet volumetrik, alat distilasi, termometer, spektrofotometer, kertas saring, corong, hot plate, water bath, dan tabung reaksi.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: (1) pembuatan kecap manis ampas tahu, (2) analisis kimia, organoleptik, dan fisik kecap manis ampas tahu, dan (3) analisis mikrobiologi kecap manis ampas tahu formulasi terpilih. Garis besar penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

1. Pembuatan Kecap Manis Ampas Tahu

Ampas tahu yang masih segar dipress dengan kain saring lalu dikukus pada suhu 90OC dengan dua perlakuan, yaitu lama pengukusan 15 menit dan 30 menit. Setelah itu, ampas tahu masing-masing perlakuan dicampur dengan tepung beras yang telah disangrai. Penyangraian tepung dilakukan hingga diperoleh tepung yang berwarna kekuningan. Pencampuran ampas tahu dan tepung beras dilakukan dengan dua perbandingan, yaitu 90%:10% dan 95%:5%. Kemudian, hasil pencampuran ampas tahu dan tepung beras berupa padatan dihamparkan di atas tampah setebal 2 cm dan ditaburi laru tempe komersial dengan perbandingan 5 g laru tempe komersial untuk 1 kg campuran ampas tahu dan tepung beras. Kemudian, ditutupi dengan daun pisang dan didiamkan selama 2 - 3 hari hingga terbentuk koji. Koji yang terbentuk ini dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 60OC selama 4 jam. Koji yang telah kering direndam dalam larutan garam jenuh 23% dengan dua perlakuan, yaitu lama fermentasi 1 bulan dan 2 bulan. Perendaman dilakukan di dalam wadah toples plastik yang telah diberi penutup berupa kain saring. Masing-masing perlakuan perendaman dilakukan dengan perbandingan 10 liter larutan garam jenuh untuk 1 kg koji kering. Setelah proses perendaman selesai, hasil perendaman ditambah air dengan perbandingan 2 liter air untuk 1 liter moromi. Kemudian, dipanaskan di atas kompor pada suhu 75OC selama 30 - 40 menit. Hasil pemanasan kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat kecap mentah. Filtrat kecap mentah lalu ditambah dengan bumbu 5 g campuran bumbu (25 g adas dan 6 g pekak yang telah disangrai dan ditumbuk) dan 2


(23)

9 kg gula merah (gula aren : gula kelapa = 1:1) yang telah diiris tipis untuk 1 liter kecap mentah. Filtrat kecap mentah yang telah dicampur dengan bumbu dan gula merah dimasak hingga mendidih lalu disaring. Hasil penyaringan didinginkan dan dimasukkan ke dalam botol kaca. Diagram alir pembuatan kecap manis ampas tahu dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian Rating Hedonik

Ampas Tahu dan Tepung Beras

Koji

Filtrat Moromi

Kecap Manis Ampas Tahu Fermentasi Koji

Analisis Kimia

- Kadar Protein - Total Gula - NaCl - Kadar Air

Fermentasi Moromi

Pemasakan

Analisis Fisik Uji

Organoleptik

- Viskositas - Total Padatan

Terlarut

Kecap FormulasiTerpilih

Analisis Mikrobiologi

- Angka Lempeng Total - Bakteri Koliform - Escherichia coli - Total Kapang/Khamir


(24)

10 Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Kecap Manis Ampas Tahu

2. Analisis Kimia, Organoleptik, dan Fisik Kecap Manis Ampas Tahu a. Kadar Protein Metode Kjedahl (AOAC 960.52 1995)

Sampel sebanyak 100 mg ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl lalu ditambahkan dengan 1 gr K2SO4, 40 mg HgO, 2 mL H2SO4, dan 2 butir batu didih. Kemudian,

dididihkan hingga cairan menjadi jernih lalu didinginkan. Cairan yang telah dingin ditambah sejumlah kecil air destilata dan dipindahkan ke alat destilasi serta dibilas dengan 1 - 2 ml air destilata sebanyak 5 - 6 kali. Air bilasan dipindahkan ke labu destilasi lalu ditambahkan 8 - 10 ml larutan 60% NaOH – 5% Na2SO3. Erlenmeyer 250 ml yang berisi larutan 5 ml H3BO3 dan

Press dengan kain saring lalu dikukus (900C; 15 menit) atau press dengan kain

saring lalu dikukus (900C; 30 menit)

Penyangraian hingga kekuningan

Pencampuran (ampas tahu : tepung beras = 90%:10% atau 95%:5%)

Penambahan laru tempe komersial (5 gram laru tempe komersial untuk 1 kg campuran)

Inkubasi selama 3 hari pada suhu ruang

Perendaman dalam larutan garam jenuh 23% selama 1 bulan atau 2 bulan (10 liter larutan garam untuk 1 kg koji kering)

Pengeringan koji (60OC; 4 jam)

Penyaringan

Penyaringan

Pendinginan

Pemasakan hingga mendidih

Pembotolan

Penambahan air (2 liter air untuk 1 liter moromi)

Pemanasan (75OC; 30 - 40 menit)

Filtrat kecap mentah 5 g campuran bumbu (25 g

adas dan 6 g pekak disangrai dan ditumbuk halus) untuk 1

liter kecap mentah

2 kg gula merah (gula aren : gula kelapa = 1:1) yang telah diiris tipis untuk 1 liter

kecap mentah


(25)

11 2 - 4 tetes indikator metilen red-metilen blue di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di dalam larutan H3BO3. Selanjutnya, dilakukan destilasi sampai tertampung

kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Hasil destilasi diencerkan hingga kira-kira 50 ml lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N hingga terjadi perubahan warna menjadi ungu. Catat volume HCl 0.02 N yang diperlukan untuk titrasi. Hal ini dilakukan pula pada blanko. Kadar N (%) dan kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

%N = (a - b) x N x 14.007 x 100% mg contoh

dimana : a = jumlah (mL) larutan HCl untuk mentitrasi larutan contoh b = jumlah (mL) larutan HCl untuk mentitrasi blanko N = normalitas larutan HCl

Kadar protein (g/100g bahan basah) = %N x Faktor konversi Kadar protein (g/100g bahan kering) = kadar protein (bb) x 100

(100 – kadar air (bb)) b. Total Gula Metode Anthrone (Apriyantono et al. 1994)

b1. Pembuatan Kurva Standar

Ke dalam tabung reaksi bertutup, pipet larutan glukosa standar sebanyak 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml, lalu encerkan sehingga total volume masing-masing tabung 1 ml. Buat larutan blanko yang berisi 1 ml air destilata. Ke dalam masing-masing larutan glukosa standar dan blanko tersebut, tambahkan dengan cepat 5 ml pereaksi anthrone dan ditutup. Vorteks dan kocok hingga merata. Panaskan tabung reaksi di atas penangas air 100˚C selama 12 menit. Setelah dingin pindahkan larutan ke dalam kuvet dan baca absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 630 nm. Buat plot kurva standar.

b2. Analisis Contoh

Masukkan sebanyak 5 ml contoh (dari persiapan contoh) ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera dengan air destilata. Masukkan sebanyak 1 ml contoh tersebut ke dalam tabung reaksi bertutup dan lanjutkan dengan proses seperti pada pembuatan kurva standar.

dimana : G = gula dari kurva standar (gram)

FP = faktor pengenceran W = berat contoh (gram)

c. NaCl Metode Titrimetri (AOAC 960.29 2000)

Cuci abu hasil pengabuan kering sampel sebanyak 3 kali ulangan dengan menggunakan 1 - 2 ml air destilata. Total air destilata yang digunakan adalah 10 - 15 ml. Pindahkan larutan abu ke dalam erlenmeyer 100 ml dan tambahkan 1 ml larutan K2CrO4 5%, kemudian dititrasi

dengan larutan AgNO3 0,1 M. Titik akhir titrasi tercapai sampai terbentuk warna orange yang

pertama.

dimana : T = ml AgNO3

M = molaritas AgNO3


(26)

12 d. Kadar Air Metode Oven Vakum (AOAC 925.45 1999)

Keringkan cawan kosong dan tutupnya dalam oven selama 15 menit. Dinginkan cawan dalam desikator. Ambil cawan kering dengan penjepit. Timbang cawan kering yang sudah didinginkan. Timbang 1 – 2 g contoh pada cawan tersebut. Keringkan pada oven vakum suhu 70OC, 25 mmHg selama 2 jam. Dinginkan dalam desikator. Timbang kembali. Ulangi penimbangan hingga diperoleh bobot tetap (≤ 0.0005 g).

Kadar air dalam basis basah (%) = W – (W1 – W2) x 100

W

Kadar air dalam basis kering (%) = W – (W1 – W2) x 100

W1 – W2

dimana : W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)

W1 = bobot contoh + cawan sesudah dikeringkan (g) W2 = bobot cawan kosong kering (g)

e. Uji Organoleptik

Uji organoleptik menggunakan metode rating hedonik yang dilakukan dengan memberikan skor tingkat kesukaan konsumen pada keseluruhan atribut dengan kisaran nilai terendah hingga tertinggi yaitu 1 (tidak suka) – 5 (sangat suka). Tujuh puluh panelis tidak terlatih mengikuti uji rating hedonik. Panelis tidak terlatih menerima delapan sampel yang berbeda. Setiap sampel diberi kode yang terdiri dari tiga angka. Kode diberikan secara acak. Setiap panelis tidak terlatih akan menerima kode dan urutan penyajian yang sampel yang berbeda (Waysima dan Adawiyah 2009).

Berdasarkan hasil penilaian panelis tidak terlatih yang dituliskan pada formulir isian, maka dibuat tabulasi data. Hasil penilaian ini kemudian dianalisis menggunakan ANOVA. Bila nilai F hitung > nilai F tabel, maka hasil ini menunjukkan ada perbedaan signifikan di antara beberapa contoh yang diuji. Kemudian, dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji Duncan.

f. Viskositas menggunakan viskometer Brookfield

Pengukuran viskositas menggunakan alat viskometer Brookfield. Nilai pada skala yang terbaca pada alat menunjukkan besarnya viskositas yang dinyatakan dalam centipoise (cP).

g. Total Padatan Terlarut menggunakan refraktometer

Pengukuran total padatan terlarut menggunakan alat refraktometer. Larutan yang akan diukur diteteskan pada prisma refraktometer. Nilai pada skala yang terbaca pada batas gelap dan terang menunjukkan besarnya total padatan terlarut dalam satuan derajat Brix.

3. Analisis Mikrobiologi Kecap Manis Ampas Tahu Formulasi Terpilih Analisis mikrobiologi dilakukan pada satu sampel kecap formulasi terpilih.

a. Persiapan Sampel (BPOM 2006)

Secara aseptik ditimbang 25 gram atau dipipet 25 ml sampel ke dalam kantong stomacher steril. Setelah itu, ditambahkan 225 ml buffer fosfat dan dihomogenkan dengan stomacher selama 30 detik sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1. Disiapkan 5 tabung atau lebih yang masing-masing telah diisi dengan 9 ml buffer fosfat. Hasil dari homogenisasi pada persiapan sampel yang merupakan pengenceran 10-1 dipipet sebanyak 1 ml


(27)

13 ke dalam tabung buffer fosfat pertama lalu dikocok homogen hingga diperoleh pengenceran 10-2. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai dengan pengenceran yang diperlukan.

b. Uji Angka Lempeng Total (BPOM 2006)

Hasil dari persiapan sampel dipipet 1 mL kedalam cawan petri dan dibuat duplo, lalu ke dalam setiap cawan dituangkan 15 - 20 ml media PCA. Cawan petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspensi tersebar merata. Setelah media memadat, cawan diinkubasi suhu 35 - 37OC selama 24 - 46 jam dengan posisi dibalik. Setelah itu jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. Hasil pengamatan dan perhitungan dinyatakan sesuai persyaratan berikut:

1. Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 25 - 250. Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya.

2. Bila salah satu dari cawan petri menunjukkan jumlah koloni kurang dari 25 atau lebih dari 250, dihitung jumlah rata-rata koloni, kemudian dikalikan faktor pengencerannya.

3. Jika terdapat cawan-cawan dari dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah koloni antara 25 - 250, maka dihitung jumlah koloni dari masing-masing tingkat pengenceran, kemudian dikalikan dengan faktor pengencerannya. Apabila hasil perhitungan pada tingkat yang lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata lebih besar dari dua kali jumlah koloni rata-rata pengenceran dibawahnya, maka ALT dipilih dari tingkat pengenceran yang lebih rendah. Bila hasil perhitungan pada tingkat pengenceran lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata kurang dari dua kali jumlah rata-rata pada penenceran dibawahnya maka ALT dihitung dari rata-rata jumlah koloni kedua tingkat pengenceran tersebut.

4. Bila tidak ada satupun koloni dari cawan maka ALT dinyatakan sebagai < dari 1 dikalikan faktor pengenceran terendah.

c. Uji MPN Koliform (BPOM 2006)

Siapkan 3 tabung reaksi berisi 9 mL BGLBB yang dilengkapi tabung durham. Kedalam tiap tabung dari masing masing seri dimasukkan 1 mL suspensi pengenceran dari hasil persiapan sampel. Diiinkubasi pada suhu 37OC selama 24 - 48 jam. Setelah 24 jam dicatat dan diamati adanya gas yang terbentuk dalam tiap tabung, kemudian inkubasi dilanjutkan hingga 48 jam dan dicatat tabung-tabung yang menunjukkan uji positif. Pernyataan hasil dari uji MPN coliform ini yaitu jumlah tabung yang positif gas dicatat dan dirujuk ke tabel MPN. Angka yang diperoleh pada tabel MPN menyatakan jumlah bakteri coliform dalam tiap gram/tiap ml sampel yang diuji.

d. Uji MPN Escherichia coli (BPOM 2006) d1. Uji Presumptif

Untuk setiap pengenceran disiapkan 3 tabung reaksi berisi 9 mL BGLBB yang dilengkapi tabung durham. Ke dalam tiap tabung dari masing-masing seri dimasukkan 1 mL suspensi pengenceran dari hasil persiapan sampel. Diinkubasi pada suhu 35 – 37O

C selama 24 - 48 jam. Setelah 24 jam dicatat dan diamati perubahan warna biakan dan adanya gas yang terbentuk di dalam tiap tabung. Kemudian inkubasi dilanjutkan hingga 48 jam dan dicatat tabung-tabung yang menunjukkan gas positif.


(28)

14 d2. Uji Konfirmasi

Biakan dari tabung yang merupakan uji presumptif positif dipindahkan 1 sengkelit ke dalam tabung reaksi berisi 10 mL EC Broth yang telah dilengkapi dengan tabung durham. Seluruh tabung diinkubasi pada suhu 44 ± 0.5OC selama 24 - 48 jam. Dilakukan pengamatan terhadap pembentukkan gas. Dari biakan EC Broth yang positif, masing-masing diinokulasikan pada lempeng media EMB, diinkubasi pada suhu 35 – 37O

C selama 24 jam diamati koloni spesifik yang tumbuh. Dipilih koloni spesifik yang tumbuh pada biakan EMB, diinokulasikan pada media NA miring, diinkubasikan pada suhu 35 – 37O

C selama 24 jam dilanjutkan uji IMViC. Reaksi-reaksi yang terjadi pada uji IMViC dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Medium yang Digunakan pada Uji IMViC dan Reaksi yang Terjadi

Uji Medium Produk akhir Reaksi positif

Indol Tryptone Broth atau Indol-Nitrite

Indol Warna merah pada

penambahan

pereaksi kovacs. Warna merah muda pada kertas asam oksalat

Merah metil Protease Broth (MR-Vp) atau 1% Glocose

Peptone Broth

Asam Organik Warna merah pada penambahan

indicator merah metil

Voges-Proskauer

Seperti uji merah metil Asam metil karbinol Warna merah tua pada penambahan 5% alfanaftol dan 40% KOH.

Sitrat Koser Citrate Medium Pertumbuhan Timbulnya kekeruhan e. Uji Kapang/Khamir (BPOM 2006)

Dari hasil persiapan sampel dipipet 0.5 mL dituangkan pada permukaan PDA yang sudah ditambahkan asam tartarat segera digoyang sambil diputar hingga suspensi tersebar merata dan dibuat duplo. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 20 – 25OC dan diamati pada hari ketiga sampai kelima. Koloni kapang seperti kapas atau bulat dengan berbagai warna, permukaan kasar dan koloni khamir memiliki bentuk bulat kecil putih, hampir menyerupai bakteri. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. Hasil pengamatan dan perhitungan yang diperoleh dinyatakan sesuai persyaratan berikut, dipilih cawan petri dari salah satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 50 - 150. Jumlah koloni dari kedua cawan dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Bila pada cawan petri dari dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah antara 50 - 150, maka dihitung jumlah koloni dan dikalikan faktor pengencerannya, kemudian diambil rata-rata. Hasil dinyatakan sebagai angka kapang.dalam tiap gram atau tiap ml sampel.

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Faktor-faktor yang diamati adalah sebagai berikut :

a. Faktor pertama (A) merupakan faktor perbedaan perlakuan terhadap ampas tahu : A1 : Ampas tahu dikukus selama 15 menit


(29)

15 b. Faktor kedua (B) merupakan perbedaan formulasi tepung beras dengan ampas tahu :

B1 : 95% : 5%

B2 : 90% : 10%

c. Faktor ketiga (C) merupakan perbedaan lama fermentasi garam : C1 : 1 bulan

C2 : 2 bulan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan tiga kali ulangan (Sudjana 1995). Model eksperimen yang digunakan sebagai berikut :

Yijk = U + Ai + Bj + Ck + ABij + ACik + BCjk + ABCijk + E(ijk)l

Keterangan :

Yijk :variabel respon percobaan ke-k yang terjadi karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor

kombinasi perlakuan ampas tahu dan taraf ke-j faktor rasio tepung dan ampas tahu serta faktor lama fermentasi

U : pengaruh rata-rata sebenarnya atau nilai tengah umum (berharga konstan) Ai : pengaruh taraf ke-i faktor perlakuan ampas tahu (i = 1, 2)

Bj : pengaruh taraf ke-j faktor rasio tepung dan ampas tahu (j = 1, 2)

Ck : pengaruh taraf ke-k faktor lama fermentasi (k = 1, 2)

ABij : pengaruh interaksi taraf ke-i faktor perlakuan ampas tahu (i = 1, 2) dan taraf ke-j faktor

rasio tepung dan ampas tahu (j = 1, 2)

ACik : pengaruh interaksi taraf ke-i faktor perlakuan ampas tahu (i = 1, 2) dan taraf ke-k faktor

lama fermentasi (j = 1, 2)

BCjk : pengaruh interaksi taraf ke-i faktor rasio tepung dan ampas tahu (i = 1, 2) dan taraf ke-k

faktor lama fermentasi (j = 1, 2)

ABCijk : pengaruh interaksi taraf ke-i faktor perlakuan ampas tahu (i = 1, 2), faktor rasio tepung

dan ampas tahu (i = 1, 2) dan taraf ke-k faktor lama fermentasi (j = 1, 2)

E(ijk)l : pengaruh unit percobaan pada ulangan ke-l yang diakibatkan oleh kombinasi perlakuan

l : ulangan (l = 1, 2, 3)

Hasil pengukuran tersebut kemudian diuji secara statistik menggunakan tabel ANOVA yang dibantu dengan media pengolahan SPSS 16.0 dan tidak dilakukan uji lanjut apabila ada perbedaan nyata karena apabila ada perbedaan nyata sudah dapat diketahui yang mana yang berbeda karena hanya ada dua perlakuan.


(30)

16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Kecap Manis Ampas Tahu

Dalam pembuatan kecap manis ampas tahu, digunakan ampas tahu segar yang mengandung kadar protein 20.78% (basis kering) dengan kadar air mencapai 89.82% (basis basah). Ampas tahu ini masih memiliki kadar protein yang cukup untuk dijadikan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan kecap manis ampas tahu secara fermentasi. Hasil analisis proksimat ampas tahu segar dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Analisis Proksimat Ampas Tahu Segar

Komposisi Kandungan (%)

Kadar Air (%bb) 89.82 ± 0.00

Kadar Abu (%bk) 3.68 ± 0.07

Kadar Protein (%bk) 20.78 ± 0.49 Kadar Lemak (%bk) 21.56 ± 0.62 Kadar Karbohidrat (%bk) 53.48 ± 1.04

Ampas tahu segar mengalami proses pengepresan yang bertujuan mengurangi kadar atau kandungan air. Setelah itu, ampas tahu dikukus yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang dapat menjadi sumber kontaminasi selama proses fermentasi. Ampas tahu mengalami proses pengukusan selama 15 dan 30 menit agar jumlah mikroorganisme yang dapat menjadi sumber kontaminasi pada ampas tahu dapat menurun atau berkurang.

Kadar air ampas tahu masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan bahwa proses pengepresan mampu menurunkan kadar air ampas tahu segar dari 89.92% menjadi 75.22%. Namun, terjadi peningkatan kadar air ampas tahu setelah mengalami proses pengepresan dan pengukusan. Kadar air ampas tahu yang dikukus selama 30 menit sebesar 87.34% lebih tinggi daripada ampas tahu yang dikukus selama 15 menit sebesar 81.44%. Kadar air ampas tahu akan mempengaruhi koji yang dihasilkan. Koji yang dibuat dari ampas tahu yang dikukus selama 30 menit memiliki struktur yang lebih lembek atau lunak dibandingkan dengan koji yang dibuat dari ampas tahu yang dikukus selama 15 menit. Hal ini disebabkan waktu pengukusan yang lebih lama menghasilkan uap air yang lebih banyak.

Gambar 3. Grafik Kadar Air Ampas Tahu (%bb) 60

70 80 90

Sebelum

Press Press saja Press - Kukus

15 Menit Press - Kukus 30 Menit 89,92

75,22 81,44

87,34


(31)

17 Ampas tahu yang telah dikukus ditambahkan dengan tepung beras yang telah disangrai. Tujuan penyangraian ialah mematikan mikroba yang tercampur dalam tepung supaya tidak mengganggu mikroba yang hidup dalam ragi (Suprapti 2005). Penambahan tepung beras dapat berdampak positif bagi kecap. Menurut Astawan (2009), penambahan tepung dapat dijadikan sebagai sumber karbohidrat untuk meningkatkan kadar pati yang berperan sebagai media pertumbuhan kapang serta menambahkan cita rasa dan aroma yang disebabkan oleh terbentuknya asam-asam organik, alkohol, dan senyawa-senyawa lain.

Campuran ampas tahu yang telah dikukus dan tepung beras yang telah disangrai lalu ditambahkan dengan laru tempe komersial. Proses ini disebut fermentasi koji atau fermentasi kapang yang berlangsung selama tiga hari. Koji berperan penting dalam pembuatan kecap karena pada koji menghasilkan enzim amilolitik dan proteolitik yang akan memecah pati dan protein (Xu, et al. 2010 di dalam Shu et al. 2010). Kapang yang berperan dalam fermentasi koji, antara lain Aspergillus oryzae, A. niger, dan Rhizopus sp. (Astawan dan Wahyuni 1991). Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan koji adalah kadar air kedelai (bahan baku), kelembaban ruang, dan suhu aerasi (Junaidi dan Judoamidjojo 1987).

Selama proses fermentasi koji, campuran ampas tahu dan tepung beras yang telah ditambahkan laru tempe komersial ditutup dengan daun pisang yang bertujuan untuk menghindari terjadinya kontaminasi dan memberikan suasana aerob bagi pertumbuhan kapang. Selama proses fermentasi, perlu dilakukan aerasi karena kekurangan oksigen disertai kelembaban yang tinggi memungkinkan pertumbuhan kapang yang tidak diharapkan, seperti Mucor dan bakteri pembusuk lainnya (Astawan 2009). Menurut Fardiaz (1989), kebanyakan kapang bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan kapang adalah sekitar 25 - 30OC, tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35 - 37OC. Setelah proses fermentasi selesai, campuran ampas tahu dan tepung beras yang telah ditambahkan laru tempe komersial ditutupi oleh miselium berwarna putih pada bagian permukaannya yang disebut dengan koji seperti yang terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Koji

Koji yang telah dihasilkan lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 60OC selama 4 jam. Kadar air koji setelah proses pengeringan pada rasio tepung 5% dan 10% sebesar 7.38% dan 7.19%. Kadar air ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tarwiyah (2001) yang menyatakan bahwa proses pengeringan koji dilakukan hingga kadar air koji kurang dari 12%. Menurut Wulandari (2008), proses pengeringan koji bertujuan untuk mengurangi kadar air dari koji yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada proses fermentasi moromi sekaligus untuk memudahkan proses ekstraksi karena koji tidak mudah hancur dan larut dalam filtrat.

Koji hasil pengeringan direndam di dalam larutan garam dengan konsentrasi 23%. Proses ini disebut fermentasi moromi. Larutan garam berfungsi sebagai pengawet dan penyeleksi mikroba yang tumbuh sehingga memungkinkan pertumbuhan khamir dan bakteri asam laktat yang merupakan pembentuk aroma dan flavor pada kecap (Astawan 2009). Menurut Fukushima (2003),


(32)

18 larutan garam untuk fermentasi moromi sekitar 20 - 23%. Konsentrasi garam yang terlalu tinggi dapat menghambat proses fermentasi, sedangkan konsentrasi yang terlalu rendah dapat menyebabkan terjadinya kerusakan (Huang dan Teng 2004).

Mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi moromi adalah Pediococcus halophilus (bakteri asam laktat) yang tumbuh dan memproduksi asam laktat pada awal fermentasi dan menurunkan pH moromi dari 6.5-7.0 menjadi kurang dari 5; Zygosaccharomyces rouxii atau Saccharomyces rouxii (khamir osmofilik) yang tumbuh pada pertengahan fermentasi dan menurunkan pH serta melakukan fermentasi alkoholik; dan Torulopsissp. atau Candida sp. (khamir halofilik) yang tumbuh pada akhir fermentasi dan memproduksi beberapa komponen fenolik dan menambah aroma pada kecap (Fukushima 2003).

Selama proses fermentasi moromi, pati dipecah menjadi alkohol dan asam laktat, sedangkan protein dipecah menjadi peptida dan asam amino (Sun et al. 2010). Fermentasi moromi juga akan menghasilkan produk akhir berupa asam laktat, asam suksinat, asam asetat, piroglutamat, dan yang utama adalah asam glutamat (penimbul rasa sedap) (Astawan 2009). Selain itu, selama fermentasi moromi, warna larutan kecap akan berubah yang disebabkan oleh warna yang terbentuk sebagai hasil reaksi browning antara gula pereduksi dengan gugus amino dari protein (Astawan dan Wahyuni 1991).

Dalam penelitian ini, fermentasi moromi dilakukan selama 1 bulan dan 2 bulan. Koji yang telah dikeringkan direndam di dalam larutan garam jenuh 23% dan ditempatkan di dalam wadah toples plastik yang telah diberi penutup berupa kain saring yang bertujuan menghindari terjadinya kontaminasi dan memberikan suasana aerob untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme selama fermentasi moromi seperti yang terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Proses Fermentasi Moromi

Selama proses fermentasi moromi, dilakukan pengadukan setiap hari sebanyak satu kali, penjemuran pada siang hari selama 6 jam, dan penambahan larutan garam konsentrasi rendah. Tujuan pengadukan moromi ialah memberikan aerasi yang cukup untuk pertumbuhan khamir, mengontrol keseragaman suhu, mencegah tumbuhnya mikroorganisme anaerobik yang tidak diinginkan, mengeluarkan CO2, dan menghomogenkan larutan garam karena garam cenderung

kembali membentuk kristal bila tidak dilakukan pengadukan (Wulandari 2008). Pengadukan yang berlebihan menyebabkan koji menjadi hancur sehingga warna filtrat yang dihasilkan menjadi lebih pekat. Selain itu, pengadukan yang berlebihan menyebabkan aroma filtrat hilang karena terlalu banyak kontak dengan udara (Wulandari 2008).


(33)

19 Suhu merupakan hal yang sangat penting dalam fermentasi moromi. Hal ini disebabkan karakteristik mikroorganisme yang diharapkan hidup selama proses fermentasi moromi optimal hidup pada suhu 30 - 35OC. Menurut Wulandari (2008), fermentasi moromi yang baik dilakukan pada suhu 30 - 35OC atau di bawah sinar matahari. Oleh karena itu, penjemuran moromi di bawah sinar matahari menjadi salah satu hal yang penting dalam proses pembuatan kecap. Sinar matahari merupakan sumber radiasi ultraviolet. Bila mikroorganisme disinari oleh sinar ultraviolet, maka DNA dari mikroorganisme tersebut akan menyerap energi sinar UV. Energi itu menyebabkan terputusnya ikatan hidrogen pada basa nitrogen sehingga terjadi modifikasi-modifikasi kimia dari nukleoprotein serta menimbulkan hubungan silang antara molekul-molekul timin yang berdekatan dengan berikatan secara kovalen. Hal ini merusak atau memperlemah fungsi-fungsi vital organisme dan kemudian akan membunuhnya (Akbar 2006). Dengan demikian, proses penjemuran moromi dapat berfungsi untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan.

Fermentasi moromi yang dilakukan dengan kisaran suhu 30 - 35OC atau di bawah sinar matahari menyebabkan air dalam larutan garam akan menguap seiring dengan lama fermentasi sehingga kadar garam cenderung meningkat dari waktu ke waktu karena garam tidak mengalami penguapan. Konsentrasi garam yang terlalu tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme halotoleran yang diinginkan selama proses fermentasi menjadi inaktif (Wulandari 2008). Selain itu, selama fermentasi terjadi penurunan kadar NaCl yang disebabkan oleh pecahnya senyawa kompleks NaCl menjadi ion Na+ dan Cl-. Ion Na+ dibutuhkan oleh bakteri asam laktat sebagai substitusi ion K+ saat terjadi difusi. Ion Cl- berikatan dengan air bebas pada bahan yang menyebabkan ketersediaan air dalam bahan berkurang dan menyebabkan suasana lingkungan menjadi asam karena terbentuknya HCl (Desniar dan Timoryana 2007). Dengan demikian, pengenceran melalui penambahan larutan garam dengan konsentrasi yang lebih rendah yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi perlu dilakukan.

Setelah proses fermentasi moromi selesai, moromi ditambahkan air supaya volume kecap yang dihasilkan menjadi banyak. Kemudian, campuran moromi dan air mengalami proses pemanasan pada suhu 75OC. Proses pemanasan ini bertujuan (1) menghilangkan komponen flavor yang tidak diinginkan dan meningkatkan komponen flavor yang diinginkan, seperti aldehid dan asetal; (2) membunuh mikroorganisme patogen selama proses fermentasi untuk menjamin kualitas kecap yang dihasilkan; (3) inaktivasi semua enzim yang terlarut pada kecap dan menghindari terjadinya perubahan kualitas; (4) pengendapan residu, dan (5) meningkatkan intensitas warna coklat karena terbentuknya melanin (Huang dan Teng 2004). Setelah proses pemanasan selesai, dilakukan proses penyaringan sehingga diperoleh filtrat kecap mentah.

Dalam penelitian ini, ditambahkan bumbu (pekak dan adas) dan gula merah (gula kelapa dan gula aren) ke dalam filtrat kecap mentah. Penambahan bumbu dapat berperan sebagai pembangkit cita rasa, mengandung sejumlah zat antibiotik, antimikroba, antioksidan, vitamin, dan mineral (Astawan 2009). Gula merah yang digunakan ialah gula aren dan gula kelapa dengan perbandingan 1:1. Penggunaan kedua jenis gula merah ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Apriyantono dan Wiratma (1997) yang menyatakan bahwa kecap gula aren memiliki rasa dan aroma yang tidak berbeda dengan kecap gula kelapa. Gula kelapa mengandung gula pereduksi, terutama glukosa dan fruktosa lebih tinggi dibandingkan gula aren. Namun, kandungan sukrosa gula aren lebih tinggi dibandingkan dengan gula kelapa (Itoh et al. 1985). Penggunaan gula aren bertujuan untuk membuat warna kecap menjadi coklat kehitaman, sedangkan penggunaan gula kelapa bertujuan untuk memberi cita rasa dan aroma bagi kecap manis ampas tahu. Peranan gula dalam pembuatan kecap sangat penting karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard dan karamelisasi yang berperan dalam pembentukan flavor dan karakteristik kecap manis (Judoamidjojo


(34)

20 1987). Selain itu, gula-gula seperti glukosa, fruktosa, maltosa, sukrosa, dan laktosa pada konsentrasi tinggi dapat menurunkan aW dimana aW yang rendah dapat berfungsi sebagai pengawet dengan

menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

Setelah proses penambahan gula merah dan bumbu ke dalam filtrat kecap mentah, dilakukan proses pemasakan hingga mendidih. Proses pemasakan merupakan tahap penting dalam menentukan warna dan flavor kecap. Hal ini dikarenakan selama proses pemasakan terjadi dua reaksi penting, yaitu reaksi Maillard dan reaksi karamelisasi (Amalia 2008). Proses pemasakan bertujuan untuk mendapatkan kecap yang berwarna coklat tua, bercita rasa spesifik, serta memperoleh kekentalan tertentu (Astawan 2009). Proses pemasakan berpengaruh terhadap kualitas warna, rasa, dan tekstur. Menurut Asryani (2007), jika pemasakan terlalu lama, kecap akan menjadi terlalu kental dan kemungkinan menjadi karamel dan rasanya menjadi pahit. Selama proses pemasakan dilakukan pengadukan terus-menerus untuk mencegah terjadinya pemanasan yang terlalu tinggi pada bagian bawah adonan. Selanjutnya, dilakukan proses penyaringan untuk menyaring kotoran yang berasal dari gula merah dan bumbu. Jika proses penyaringan kecap manis kurang bersih dan masih terdapat sisa ampasnya maka akan berpengaruh pada kualitas kecap manis, terutama tekstur menjadi kasar dan kecap menjadi tidak awet (Asryani 2007). Kemudian, kecap didinginkan lalu dimasukkan ke dalam botol kaca yang telah direndam dalam air panas seperti yang terlihat pada Gambar 6. Jika kecap yang dikemas dalam keadaan panas, tidak disaring, tidak steril, maka kecap menjadi tidak tahan lama, cepat rusak, dan kualitas kecap rendah (Asryani 2007).

Gambar 6. Kecap yang telah Dikemas

B. Analisis Kimia Kecap Manis Ampas Tahu

a. Kadar Protein

Kadar protein merupakan parameter yang penting dalam proses pembuatan kecap. Kandungan protein yang diukur dalam penelitian ini adalah protein total, yaitu pengukuran kandungan nitrogen (N) dalam sampel (Purwoko dan Handajani 2007). Menurut Judoamidjojo et al. (1989), pada umumnya kualitas kecap dinilai dari kadar protein yang dikandungnya (total nitrogen). Walaupun preferensi konsumen lebih dominan terhadap flavor kecap, kandungan nitrogen tetap merupakan hal mendasar dalam standar kualitas. Semakin tinggi kandungan nitrogen pada kecap, semakin banyak asam amino yang terkandung juga dalam kecap tersebut. Salah satu asam amino tersebut ialah asam glutamat yang dapat menimbulkan rasa sedap. Dengan demikian, semakin banyak asam glutamat yang terkandung dalam kecap, semakin sedap (enak) kecap tersebut sehingga semakin banyak konsumen yang menyukai kecap tersebut.

Menurut Poesponegoro (1974), lama waktu proses pengolahan dapat mempengaruhi kadar protein kecap manis, terutama kerentanan protein. Pemanasan menyebabkan terjadinya reaksi Maillard antara asam amino atau protein dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin (pigmen berwarna coklat). Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein dengan menurunkan nilai cerna dan ketersediaan asam amino (Anonim 2008). Selain itu, kadar protein juga


(35)

21 dipengaruhi oleh proses fermentasi, kondisi pemasakan, seleksi kapang, dan perbaikan inokulasi dan inkubasi kapang (Junaidi dan Judoamidjojo 1987).

Berdasarkan uji kadar protein, semakin lama fermentasi dan lama pengukusan, semakin rendah kadar protein kecap ampas tahu. Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung 5% dengan lama pengukusan 15 menit selama 1 bulan fermentasi mengandung kadar protein paling tinggi (2.04%), sedangkan perlakuan penambahan tepung 10% dengan lama pengukusan 30 menit selama 2 bulan fermentasi mengandung kadar protein paling kecil (0.85%).

Tabel 7. Kadar Protein Kecap Manis Ampas Tahu (%bk)

Penambahan Tepung Lama Fermentasi

1 Bulan 2 Bulan

Lama Pengukusan 5% 10% 5% 10%

15 Menit 2.04±0.06 1.91±0.04 1.11±0.02 1.04±0.02

30 Menit 1.45±0.03 1.31±0.02 1.00±0.04 0.85±0.04

Berdasarkan hasil Univariate Analysis of Variance pada taraf 5%, penambahan tepung beras, lama pengukusan, dan lama fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein kecap manis ampas tahu. Hasil ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 3b.

Dari hasil ANOVA, penambahan tepung beras memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein kecap manis ampas tahu. Walaupun protein tepung beras cukup tinggi sebesar 7% (Hubeis 1984), tetapi kecap manis dengan penambahan tepung beras 5% memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan kecap manis dengan penambahan tepung beras 10%. Hal ini mungkin disebabkan enzim protease yang dihasilkan oleh kapang hanya dapat bekerja optimal pada penambahan tepung beras 5%.

Lama pengukusan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein kecap manis ampas tahu. Kecap manis dengan lama pengukusan 15 menit memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecap manis dengan lama pengukusan 30 menit. Koji yang dihasilkan dari ampas tahu yang dikukus selama 30 menit memiliki tekstur yang lebih lembek (lunak) dibandingkan dengan koji yang dihasilkan dari ampas tahu yang dikukus selama 15 menit. Hal ini mungkin disebabkan koji yang dihasilkan dari ampas tahu yang dikukus selama 30 menit mengandung kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan koji yang dihasilkan dari ampas tahu yang dikukus selama 15 menit yang menyebabkan pertumbuhan kapang menjadi terhambat sehingga enzim proteolitik yang dihasilkan oleh kapang untuk memecah protein menjadi peptida dan asam amino menjadi tidak optimal.

Lama fementasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein kecap manis ampas tahu. Semakin lama fermentasi, semakin rendah kadar protein kecap manis ampas tahu. Namun, hasil ini berbeda dengan proses fermentasi kecap kedelai pada umumnya yang menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi maka semakin tinggi kadar protein yang terkandung di dalam kecap. Adanya perbedaan ini diduga dapat terjadi karena enzim protease yang dihasilkan oleh kapang untuk memecah substrat protein ampas tahu hanya optimal bekerja selama satu bulan karena rendahnya kadar protein ampas tahu dibandingkan kadar protein kedelai sebagai bahan baku pembuatan kecap manis. Selain itu, semakin lama fermentasi, semakin banyak terjadi proses pengadukan selama fermentasi moromi yang mengakibatkan semakin banyak senyawa volatil, seperti NH3 yang menguap yang berdampak pada semakin rendahnya


(36)

22 b. Kadar Total Gula (%)

Karbohidrat merupakan senyawa hasil fiksasi CO2 oleh tanaman dan tersimpan dalam

berbagai bentuk, yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida (Liu 1997). Komponen gula paling banyak pada kecap manis Indonesia ialah sukrosa dan fruktosa yang berkorelasi secara langsung dengan penambahan gula palma atau gula merah selama proses produksi kecap (Judoamidjojo et al. 1984). Selain itu, penambahan gula kelapa juga dapat meningkatkan kadar karbohidrat, khususnya kadar gula pereduksi (Purwoko dan Handajani 2007).

Berdasarkan uji kadar total gula, perlakuan rasio tepung 10% dengan lama pengukusan 15 menit selama 2 bulan fermentasi mengandung total gula paling tinggi (59.78%), sedangkan penambahan tepung 5% dengan lama pengukusan 30 menit selama 1 bulan fermentasi mengandung total gula paling rendah (42.19%).

Tabel 8. Kadar Total Gula Kecap Manis Ampas Tahu (%bk)

Penambahan Tepung Lama Fermentasi

1 Bulan 2 Bulan

Lama Pengukusan 5% 10% 5% 10%

15 Menit 45.78±0.79 48.30±0.71 56.21±0.13 59.78±0.26

30 Menit 42.19±0.97 42.62±1.10 50.51±0.64 53.43±1.72

Berdasarkan hasil Univariate Analysis of Variance pada taraf 5%, penambahan tepung beras, lama pengukusan, dan lama fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar total gula kecap manis ampas tahu. Hasil ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 4b.

Dari hasil ANOVA, penambahan tepung beras memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar total gula kecap manis ampas tahu. Kecap manis dengan penambahan tepung beras sebesar 10% mengandung total gula lebih banyak dibandingkan kecap manis dengan penambahan tepung beras sebesar 5%. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat tepung beras yang mencapai 80% (Hubeis 1984). Selain itu, penambahan tepung dapat dijadikan sebagai sumber karbohidrat untuk meningkatkan kadar pati yang berperan sebagai media pertumbuhan kapang serta menambahkan cita rasa dan aroma yang disebabkan oleh terbentuknya asam-asam organik, alkohol, dan senyawa-senyawa lain (Astawan 2009).

Lama pengukusan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar total gula kecap manis ampas tahu. Kecap manis dengan lama pengukusan 30 menit mengandung total gula lebih rendah dibandingkan dengan kecap manis dengan lama pengukusan 15 menit. Hal ini mungkin disebabkan oleh kadar air pada koji yang dikukus selama 30 menit lebih tinggi dibandingkan koji yang dikukus selama 15 menit yang menyebabkan kapang menjadi sulit bekerja untuk memecah karbohidrat menjadi gula-gula sederhana. Selain itu, kandungan gula (glukosa) pada kecap manis ampas tahu dengan lama pengukusan 30 menit banyak yang diubah menjadi CO2, H2O, dan ATP

untuk metabolisme mikroorganisme yang menyebabkan rendahnya total gula kecap manis ampas tahu dengan lama pengukusan 30 menit dibandingkan lama pengukusan 15 menit.

Lama fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar total gula kecap manis ampas tahu. Kecap manis dengan lama fermentasi 2 bulan mengandung total gula lebih tinggi dibandingkan dengan kecap manis dengan lama fermentasi 1 bulan. Semakin lama fermentasi, semakin banyak karbohidrat yang dipecah menjadi gula-gula sederhana (Judoamidjojo dan Devi 1991).


(1)

48 Lampiran 8a. Hasil pengukuran viskositas kecap manis ampas tahu

Sampel Spindle Speed Faktor Konversi Viskositas Terbaca (cP) Viskositas Terukur (cP) Rata-rata ± SD 1.1

4 30 200

3.15 630

633.33 ± 5.77

1.2 3.15 630

1.3 3.20 640

2.1

4 30 200

3.25 650

653.33 ± 5.77

2.2 3.30 660

2.3 3.25 650

3.1

4 30 200

3.15 630

633.33 ± 5.77

3.2 3.20 640

3.3 3.15 630

4.1

4 30 200

3.35 670

666.67 ± 5.77

4.2 3.35 670

4.3 3.30 660

5.1

4 30 200

3.15 630

626.67 ± 5.77

5.2 3.10 620

5.3 3.15 630

6.1

4 30 200

3.40 680

680.00 ± 0.00

6.2 3.40 680

6.3 3.40 680

7.1

4 30 200

3.00 600

600.00 ± 0.00

7.2 3.00 600

7.3 3.00 600

8.1

4 30 200

3.35 670

666.67 ± 5.77

8.2 3.35 670

8.3 3.30 660

Lampiran 8b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap viskositas kecap manis ampas tahu

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Viskositas (cP) Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 14600.000a

7 2085.714 2.195 .091

Intercept 9984600.000 1 9984600.000 1.051E4 .000

Tepung 11266.667 1 11266.667 11.860 .003

Kukus 266.667 1 266.667 .281 .604

Fermentasi 66.667 1 66.667 .070 .794

Tepung * Kukus 266.667 1 266.667 .281 .604

Tepung * Fermentasi 1666.667 1 1666.667 1.754 .204

Kukus * Fermentasi 1066.667 1 1066.667 1.123 .305

Tepung * Kukus * Fermentasi .000 1 .000 .000 1.000

Error 15200.000 16 950.000

Total 1.001E7 24

Corrected Total 29800.000 23


(2)

49 Lampiran 9a. Hasil pengukuran total padatan terlarut kecap manis ampas tahu

Sampel Total Padatan Terlarut (%) Rata-rata ± SD

1.1 63.2

63.8 ± 1.04

1.2 65.0

1.3 63.2

2.1 63.4

63.2 ± 0.35

2.2 62.8

2.3 63.4

3.1 63.6

63.0 ± 0.87

3.2 62.0

3.3 63.4

4.1 63.2

63.9 ± 0.64

4.2 64.4

4.3 64.2

5.1 67.8

68.8 ± 0.92

5.2 69.6

5.3 69.0

6.1 69.0

68.2 ± 0.72

6.2 67.6

6.3 68.0

7.1 68.6

68.5 ± 1.01

7.2 69.4

7.3 67.4

8.1 67.6

68.4 ± 1.56

8.2 67.4

8.3 70.2

Lampiran 9b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total padatan terlarut kecap manis ampas tahu

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Total Padatan Terlarut (%) Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 151.412a

7 21.630 24.078 .000

Intercept 104464.815 1 104464.815 1.163E5 .000

Tepung .042 1 .042 .046 .832

Kukus .015 1 .015 .017 .899

Fermentasi 149.002 1 149.002 165.865 .000

Tepung * Kukus 1.602 1 1.602 1.783 .200

Tepung * Fermentasi .375 1 .375 .417 .527

Kukus * Fermentasi .002 1 .002 .002 .966

Tepung * Kukus * Fermentasi .375 1 .375 .417 .527

Error 14.373 16 .898

Total 104630.600 24

Corrected Total 165.785 23


(3)

50 Lampiran 10a. Hasil pengujian angka lempeng total kecap manis ampas tahu formulasi terpilih

Pengenceran

(mL) Media

Pengamatan

Koloni/g SNI 01-3543-1999 (Koloni/g) Cawan I Cawan II

10-1

PCA

TBUD TBUD

3.2 x 103 Maks. 105

10-2 40 25

10-3 1 1

10-4 0 0

Lampiran 10b. Hasil pengujian MPN koliform kecap manis ampas tahu formulasi terpilih

Pengenceran

(mL) Media

Pengamatan

APM/g SNI 01-3543-1999 (APM/g) Tabung I Tabung II Tabung III

10-1

BGLBB

- - -

< 3 Maks. 102

10-2 - - -

10-3 - - -

10-4 - - -

Lampiran 10c. Hasil pengujian MPN Escherichia coli kecap manis ampas tahu formulasi terpilih

Pengenceran

(mL) Media

Pengamatan

APM/g SNI 01-3543-1999 (APM/g) Tabung I Tabung II Tabung III

10-1

BGLBB

- - -

< 3 < 3

10-2 - - -

10-3 - - -

10-4 - - -

Lampiran 10d. Hasil pengujian kapang/khamir kecap manis ampas tahu formulasi terpilih

Pengenceran

(mL) Media

Pengamatan

Koloni/g SNI 01-3543-1999 (Koloni/g) Cawan I Cawan II

10-1

PDA

TBUD TBUD

2.1 x 104 Maks. 50

10-2 149 100

10-3 95 67


(4)

51 Lampiran 10e. Indeks APM dengan tingkat kepercayaan 95% untuk berberbagai kombinasi

hasil positif dari 3 seri tabung pada pengenceran 101, 102, dan 103 Tabung Positif

APM/g Tingkat Kepercayaan

101 102 103 Bawah Atas

0 0 0 <3.0 - 9.5

0 0 1 3.0 0.15 9.6

0 1 0 3.0 0.15 11

0 1 1 6.1 1.2 18

0 2 0 6.2 1.2 18

0 3 0 9.4 3.6 38

1 0 0 3.6 0.17 18

1 0 1 7.2 1.3 18

1 0 2 11 3.6 38

1 1 0 7.4 1.3 20

1 1 1 11 3.6 38

1 2 0 11 3.6 42

1 2 1 15 4.5 42

1 3 0 16 4.5 42

2 0 0 9.2 1.4 38

2 0 1 14 3.6 42

2 0 2 20 4.5 42

2 1 0 15 3.7 42

2 1 1 20 4.5 42

2 1 2 27 8.7 94

2 2 0 21 4.5 42

2 2 1 28 8.7 94

2 2 2 35 8.7 94

2 3 0 29 8.7 94

2 3 1 36 8.7 94

3 0 0 23 4.6 94

3 0 1 38 8.7 110

3 0 2 64 17 180

3 1 0 43 9 180

3 1 1 74 17 200

3 1 2 120 37 420

3 1 3 160 40 420

3 2 0 93 18 420

3 2 1 150 37 420

3 2 2 210 40 430

3 2 3 290 90 1000

3 3 0 240 42 1000

3 3 1 460 90 2000

3 3 2 1100 180 4100

3 3 3 >1100 420 -


(5)

52

Lampiran 11. Data hasil pengukuran analisis kadar protein kecap manis komersial

Sampel Ul Kadar protein (%bk)

Rata-rata Kadar Protein (%bk)

Kisaran (%bk)

X 1 1.88 1.88

1.59 - 2.43

2 1.88

Y 1 1.59 1.59

2 1.59

Z 1 2.43 2.43

2 2.43

Lampiran 12. Data hasil pengukuran analisis total gula kecap manis komersial Sampel Ul Bobot sampel

(g) A

Total gula (%)

Rata-rata Total

Gula (%) Kisaran (%)

X 1 0.5145 0.343 62.02 59.95

59.04 - 60.78

2 0.5045 0.315 57.88

Y 1 0.5366 0.366 63.61 59.04

2 0.5235 0.308 54.48

Z 1 0.5044 0.344 61.76 60.78

2 0.5208 0.338 59.81

Lampiran 13. Data hasil pengukuran analisis kadar NaCl kecap manis komersial Sampel Ulangan Kadar NaCl

(%)

Rata-rata Kadar

NaCl (%) Kisaran (%)

X 1 4.24 4.13

4.13-5.36

2 4.02

Y 1 5.62 5.36

2 5.11

Z 1 4.64 4.64

2 4.63

Lampiran 14. Data hasil pengukuran analisis kadar air kecap manis komersial Sampel Ul

Bobot cawan kosong (g)

Bobot sampel (g)

Bobot cawan dan sampel

kering (g)

Kadar air (%bb)

Rata-rata Kadar Air

(% bb)

Kisaran (%bb)

X 1 3.0419 1.0299 3.9003 16.65 16.66

14.31 – 16.66

2 2.8574 1.0131 3.7016 16.67

Y 1 2.8996 1.0621 3.8007 15.16 15.30

2 3.1551 1.0064 4.0060 15.45

Z 1 3.1819 1.0015 4.0468 13.64 14.31

2 2.5114 1.0088 3.3691 14.98

Lampiran 15. Data hasil pengukuran analisis viskositas kecap manis komersial Sampel Ul Skala

terbaca

Viskositas (cP)

Rata-rata

Viskositas (cP) Kisaran (cP)

X 1 5.4 1080 1060

1060 - 2220

2 5.2 1040

Y 1 8.5 1700 1700

2 8.5 1700

Z 1 11 2200 2220


(6)

53

Lampiran 16. Data hasil pengukuran analisis total padatan terlarut kecap manis komersial

Sampel Ul Total Padatan Terlarut (%)

Rata-rata Total

Padatan Terlarut (%) Kisaran (%)

X 1 75.2 75.2

75.2 – 76.2

2 75.2

Y 1 75.9 75.9

2 75.9

Z 1 76.2 76.2