Pemanfaatan ampas tahu sebagai bahan baku pembuatan kecap manis dengan penambahan tepung tapioka

(1)

PEMANFAATAN AMPAS TAHU SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP MANIS DENGAN PENAMBAHAN

TEPUNG TAPIOKA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

FRANSISCA LAVINIA F24070013

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

UTILIZATION OF SOLID WASTE-TOFU AS RAW MATERIAL FOR

PRODUCING SWEET SOY SAUCE WITH ADDITION OF TAPIOCA FLOUR

Fransisca Lavinia, Deddy Muchtadi, and Antung Sima Firlieyanti

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone: +6285780485525, email: lavinia_fransisca@yahoo.com

ABSTRACT

Soy sauce is a fermented soybean product that is consumed as a seasoning or a condiment. Traditional soy sauces made of soybeans and grain with cultures such as Aspergillus oryzae and other related microorganisms and yeasts. The resulting substance is called "koji". The koji was then fermented in brine at high concentration of salt called “moromi” which was believed to contribute additional flavors. The objectives of this research was to utilize solid waste-tofu as a raw material in producing sweet soy sauce with the addition of tapioca flour. The purpose of this study was to determine the selected formulation of three factors, there are variance of time of steaming (15 and 30 minute), the addition of tapioca flour (5% and 10%) and time of salt fermentation (1 and 2 months,) to produce sweet soy sauce which has the highest protein content and the highest score of consumer preference. The results were compared with SNI 01-3543-1999 and three commercial sweet soy sauce. Based on physical, chemical and sensory properties, the selected formula that produced the highest protein (1.99 %) and the highest score of consumer preference (3.7) was 15 minutes of steaming, addition of 10% tapioca flour and 1 month salt fermentation period. Soy sauce best formulation had total soluble solid 71.33 obrix, the viscosity 1716.67 cp, total sugar 60.31 %, sodium chloride content 6.84% and water content 22.43 %. Microbiological analysis showed that sweet sauce best formulation contained 1.8 x 104 colony/g of total plate count, <3 MPN/g of coliform, <3 MPN/g of E.coli, and 2.5 x 102 colony/g of total mold content. Soy sauce best formula met the quality of SNI requirements except for protein and total mold content. Soy sauce selected formula had similar characteristics with commercial sweet soy sauce.


(3)

Fransisca Lavinia. F24070013. Pemanfaatan Ampas Tahu sebagai Bahan Baku Pembuatan Kecap Manis dengan Penambahan Tepung Tapioka. Di bawah bimbingan Deddy Muchtadi dan Antung Sima Firlieyanti, 2011

RINGKASAN

Kecap dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia sebagai produk semacam saus hasil fermentasi kedelai dengan konsistensi cair hingga kental, berwarna coklat gelap dan beraroma daging. Secara umum, kecap kedelai Indonesia dibagi menjadi dua golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap asin mengandung sedikit gula palma (4-19%) dan banyak garam (18-21%) sedangkan kecap manis mengandung banyak gula palma (26-61%) dan sedikit garam (3-6%). Kecap manis mempunyai konsistensi sangat kental sedangkan kecap asin memiliki konsistensi encer. Secara umum proses pembuatan kecap dapat dibagi menjadi tiga cara yaitu dengan cara fermentasi yang terdiri dari fermentasi koji dan fermentasi moromi, hidrolisis kimia, atau kombinasi keduanya. Pembuatan kecap secara fermentasi pada prinsipnya adalah pemecahan senyawa makromolekul kompleks yang ada dalam kedelai, seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida.

Ampas tahu merupakan hasil samping yang berupa padatan yang berwarna putih dan masih mengandung kadar air yang tinggi. Ampas tahu biasanya digunakan oleh masyarakat pedesaan untuk diolah menjadi bahan pembuatan tempe gembus dan sebagai pakan ternak. Padahal bila ditinjau dari kandungan protein dan lemak ampas tahu yang cukup tinggi yaitu protein 8,66%; lemak 3,79%; air 51,63% dan abu 1,21%, maka sangat memungkinkan ampas tahu dapat diolah menjadi bahan makanan yang beragam variasinya. Bila dilihat dari kandungan proteinnya yang cukup tinggi maka ampas tahu ini dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kecap.

Pada pembuatan kecap Jepang seperti shoyu umumnya sering ditambahkan tepung gandum yang bertujuan untuk mengurangi kadar air kedelai dan menambah suplai karbohidrat untuk pertumbuhan kapang. Oleh karena itu, pada pembuatan kecap manis ampas tahu ditambahkan tepung tapioka yang bersifat lokal dan ketersediaanya yang mudah. Penggunaan tepung tapioka selain untuk mengurangi kadar air ampas tahu sehingga membentuk struktur koji yang padat dan menambah suplai karbohidrat bagi pertumbuhan kapang.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formula terpilih antara lamanya waktu pengukusan ampas tahu segar, jumlah penambahan tepung tapioka dan lama fermentasi garam untuk menghasilkan kecap manis ampas tahu dengan kadar protein dan tingkat kesukaan panelis yang tertinggi, mengetahui karakteristik sifat fisik dan kimia kecap ampas tahu yang dihasilkan, dan mengetahui kelayakan mutu kecap manis ampas tahu formula terpilih dari segi mutu mikrobiologi. Untuk mengetahui kualitas mutu kecap manis ampas tahu dilakukan pembandingan dengan persyaratan mutu kecap yang ditetapkan oleh SNI 01-3543-1999 baik dari sifat fisik, kimia maupun mikrobiologi.

Hasil analisis sifat fisik pada kedelapan perlakuan kecap manis ampas tahu menghasilkan nilai total padatan terlarut dengan kisaran 71.33 – 76.00 obrix, dan nilai viskositas dengan kisaran 1716.67 – 1933.33 cp. Hasil analisis sifat kimia menghasilkan kadar protein kecap manis ampas tahu dari kedelapan perlakuan dengan kisaran 1.16 – 1.99 % bk, nilai total gula dengan kisaran 60.31- 75.65 %, kadar NaCl dengan kisaran 6.72 – 7.09%, dan kadar air dengan kisaran 17.36 – 22.43% bb. Uji organoleptik menggunakan rating hedonik dilakukan secara overall dengan skala 5. Hasil uji organoleptik menunjukan rata-rata skor kesukaan dengan kisaran 3.2-3.7. Hal ini berarti panelis agak


(4)

menyukai kecap manis ampas tahu dari kedelapan perlakuan. Penentuan formula didasarkan pada kecap manis ampas tahu yang memiliki kadar protein tertinggi dan paling disukai panelis. Dari hasil keseluruhan uji didapatkan formula terpilih yaitu kecap manis ampas tahu dengan perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 10% dengan lama fermentasi 1 bulan dengan kadar protein sebesar 1.99 %bk dan skor kesukaan sebesar 3.7.

Kecap manis ampas tahu formula terpilih selanjutnya dilakukan uji mikrobiologi yang meliputi uji angka lempeng total, uji MPN koliform, uji MPN E.coli dan uji kapang/khamir. Berdasarkan uji mikrobiologi, kecap manis ampas tahu formula terpilih secara keseluruhan telah memenuhi syarat mikrobiologi yang ditetapkan oleh SNI 01-3543-1999, kecuali total kapang/khamir. Hasil pembandingan karakteristik mutu dari sifat fisik dan kimia kecap manis ampas tahu formula terpilih dengan karakteristik mutu tiga jenis kecap manis komersial menunjukkan bahwa kecap manis ampas tahu formula terpilih memiliki karakteristik sifat fisik dan kimia yang hampir sama dengan kecap manis komersial.


(5)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Ampas Tahu Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kecap Manis dengan Penambahan Tepung Tapioka

Nama : Fransisca Lavinia NIM : F24070013

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS) (Antung Sima Firlieyanti, STP, MSc) NIP. 19460711 197603 1 001 NIP 997779919991219791

Mengetahui: Plt. Ketua Departemen.

(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi) NIP 19610802 198703 2 002


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pemanfaatan Ampas Tahu Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kecap Manis dengan Penambahan Tepung Tapioka adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 25 Juli 2011 Yang membuat pernyataan,

Fransisca Lavinia F24070013


(7)

BIODATA PENULIS

Fransisca Lavinia lahir di Bogor, 29 Juni 1989 dari pasangan ayah

Franky Bery dan ibu Herlinawati Chandra sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan jenjang SD di SD Budi Mulia Bogor (2001), jenjang SMP di SMP Budi Mulia Bogor (2004), jenjang SMA di SMA Negeri 2 Bogor (2007) dan jenjang S1 di Institut Pertanian Bogor (2011) dengan Mayor Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan antara lain Lomba Cepat Tepat Sosiologi Umum tingkat TPB (2007-2008), Panitia HACCP VII (2009), Panitia Retret Komisi Kesenian PMK IPB (2009), MOS Fateta (2009), Lomba Presentasi Communication Day (2010). Penulis juga memperoleh Beasiswa Karya Salemba Empat dan masuk dalam Beasiswa Indofood Sukses Makmur (BISMA) (2010-2011). Prestasi yang pernah diraih oleh penulis selama masa kuliah adalah Juara Pertama Kelas Terbaik Lomba Cepat Tepat Sosiologi Umum dan Kelompok Presentasi Terbaik dalam Lomba Communication Day. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul Pemanfatan Ampas Tahu Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kecap Manis dengan Penambahan Tepung Tapioka di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS dan Antung Sima Firlieyanti, STP, MSc.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala berkat dan karunia-Nya

sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “ Pemanfaatan Ampas Tahu

Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kecap Manis dengan Penambahan Tepung Tapioka” dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan SEAFAST Center sejak bulan Desember 2010 hingga Mei 2011. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :

1. Kedua orang tua dan adik atas segala doa, kasih sayang, dukungan dan kerja kerasnya selama ini. 2. Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah sabar dalam

membimbing penulis dalam menyelesaikan studinya selama di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB.

3. Antung Sima Firlieyanti, STP. MSc selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak memberikan saran, arahan, dan masukkan dalam penyusunan skrpsi ini.

4. Dr. Ir. Yadi Haryadi M.Sc atas kesediaan dan waktunya sebagai dosen penguji.

5. Beasiswa KSE 4 dan Indofood Sukses Makmur yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. 6. Aan atas perhatian, dukungan, semangat, dan keceriaan yang diberikan kepada penulis.

7. Teman-teman satu penelitian : Indri Putri Handayani dan Yohana Maria Leoni, terimakasih atas kerjasama yang kompak dan keceriaan setiap saat yang diberikan.

8. Teman-teman P1 yang selalu setia dari semester 3 : Nidya, Khafid, Imel, Puji, Arief, Reny, Tiko, Daniel, Vita, Adel, Amelinda, Marqi, Sarah, Sindhu, Hanna Sutsuga, Kanov, Punjung, Ricky, Cipi, Reza, Arum, Sari, dan Anissa Rachmawati. Terimakasih atas kebersamaan dan kekompakan selama ini.

9. Teman-teman Pondok Bocah Aisyah: Stefanni, Dita, Windi, Ira, Nova, Risna, Lilis dan Diza. Terimakasih atas doa, dukungan, keceriaan dan bantuan yang telah diberikan.

10. Rekan-rekan ITP 44 yang terkasih : Eci, Esti, Alm.Rina, Bu Elmi, Mba Mus, Dimas, Lia, Nissa, Rozak, Bertha, Ronald, Ni Putu, Meiada, Tiara, Irwan, Dhina, Andrew, Hana Pupu, Desir, Kurnia, Michael, Lisa, Adi serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

11. Teman-teman komsel : Retni, Mega, Vera, Olin, Tian, Boris, Tulus, Ka Ani, Ka Echa dan Bang Billy. Terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan.

12.Seluruh Dosen dan staf departemen ITP yang telah banyak membantu penulis dalam pengerjaan tugas akhir.

13. Seluruh teknisi laboratorium departemen ITP maupun SEAFAST yang telah banyak membantu, serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terimakasih atas bantuan yang telah diberikan.

Bogor, 25 Juli 2011

Fransisca Lavinia


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

C. HIPOTESIS ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. AMPAS TAHU ... 3

B. KECAP ... 4

C. PROSES PEMBUATAN KECAP ... 5

D.

TEPUNG TAPIOKA ... 8

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 10

A. BAHAN DAN ALAT ... 10

B. METODE PENELITIAN ... 10

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

A. PROSES PEMBUATAN KECAP MANIS AMPAS TAHU ... 19

B. ANALISIS SIFAT FISIK KECAP MANIS AMPAS TAHU ... 26

C. ANALISIS SIFAT KIMIA KECAP MANIS AMPAS TAHU... 29

D. UJI ORGANOLEPTIK ... 34

E. PENENTUAN FORMULA TERPILIH ... 36

F. UJI MIKROBIOLOGI KECAP MANIS AMPAS TAHU FORMULA TERPILIH ... 37

G. PEMBANDINGAN MUTU SIFAT FISIK, KIMIA DAN MIKROBIOLOGI KECAP MANIS AMPAS TAHU FORMULA TERPILIH DENGAN KECAP MANIS KOMERSIAL DAN SNI 01-35431999 ... 41

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 43

A. SIMPULAN ... 43

B. SARAN ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 48


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia ampas tahu kering ... 3

Tabel 2. Komposisi kimia kecap manis ... 4

Tabel 3. Syarat Mutu Kecap Manis SNI 01-3543-1999 ... 5

Tabel 4. Komposisi kimia tapioka ... 8

Tabel 5. Faktor konversi penetapan viskositas ... 15

Tabel 6. Medium Yang Digunakan Pada Uji IMViC Dan Reaksi Yang Terjadi ... 17

Tabel 7. Analisis Proksimat Ampas Tahu ... 19

Tabel 8. Kadar air koji kering ... 22

Tabel 9. Total padatan terlarut kecap manis ampas tahu ... 26

Tabel 10. Viskositas (cp) kecap manis ampas tahu ... 28

Tabel 11. Kadar protein kecap manis ampas tahu ... 29

Tabel 12. Total gula (%) kecap manis ampas tahu ... 31

Tabel 13. Kadar NaCl (%) Kecap Manis Ampas Tahu ... 33

Tabel 14 Kadar air (%) Kecap Manis Ampas Tahu ... 34

Tabel 15. Hasil rata-rata skor kesukaan konsumen kecap manis ampas tahu ... 35

Tabel 16. Hasil rata-rata kadar protein dan skor organoleptik kecap manis ampas tahu ... 37

Tabel 17. Hasil pengujian mutu mikrobiologi kecap manis ampas tahu formula terpilih ... 37

Tabel 18. Pembandingan mutu kecap manis ampas tahu formula terpilih dengan kecap manis komersial dan SNI 01-3543-1999 ... 41


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Diagram alir tahapan penelitian ... 12 Gambar 2. Grafik Kadar Air Ampas Tahu pada Perlakuan Pengepressan dan Pengukusan ... 20 Gambar 3. Penampakan koji setelah inkubasi 3 hari ... 22


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.a. Hasil analisis kadar air ampas tahu segar ... 49

Lampiran 1.b. Hasil analisis kadar protein ampas tahu segar... 49

Lampiran 1.c. Hasil analisis kadar lemak ampas tahu segar ... 49

Lampiran 1.d. Hasil analisis kadar abu ampas tahu segar ... 49

Lampiran 1.e. Hasil analisis kadar karbohidrat by difference ampas tahu segar. ... 49

Lampiran 2.a. Hasil analisis kadar air ampas tahu setelah mengalami pengepresan dan Pengukusan... 50

Lampiran 2.b. Hasil analisis kadar air koji kering ... 51

Lampiran 3.a. Data hasil pengukuran total padatan terlarut kecap manis ampas tahu ... 51

Lampiran 3.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total padatan terlarut kecap manis ampas tahu ... 51

Lampiran 4.a. Hasil pengukuran viskositas kecap manis ampas tahu ... 52

Lampiran 4.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap viskositas kecap manis ampas tahu ... 52

Lampiran 5.a. Hasil pengukuran protein kecap manis ampas tahu ... 53

Lampiran 5.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap protein kecap manis ampas tahu ... 54

Lampiran 6.a. Data hasil pengukutan total gula kecap manis ampas tahu ... 55

Lampiran 6.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total gula kecap manis ampas tahu ... 55

Lampiran 6.c. Kurva standar glukosa kecap manis ampas tahu fermentasi 1 bulan... 56

Lampiran 6.d. Kurva standar glukosa kecap manis ampas tahu fermentasi 2 bulan ... 57

Lampiran 7.a. Hasil pengukuran kadar NaCl kecap manis ampas tahu ... 57

Lampiran 7.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar NaCl kecap manis ampas tahu ... 57

Lampiran 8.a. Data hasil pengukuran kadar air kecap manis ampas tahu ... 58

Lampiran 8.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar air kecap manis ampas tahu ... 58

Lampiran 9.a Data uji rating hedonik kecap manis ampas tahu secara overall ... 59

Lampiran 9.b. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan kecap manis ampas tahu secara overall ... 61

Lampiran 10. Data hasil pengukuran viskositas kecap komersial ... 62

Lampiran 11. Data hasil pengukuran kadar NaCl kecap komersial ... 62

Lampiran 12. Data hasil pengukuran total padatan terlarut kecap komersial ... 62

Lampiran 13. Data hasil pengukuran analisis kadar protein kecap komersial ... 62

Lampiran 14. Data hasil pengukuran total gula kecap komersial ... 63

Lampiran 15. Data hasil pengukuran kadar air kecap komersial ... 63

lampiran 16. Hasil pengujian angka lempeng total kecap manis ampas tahu formula terpilih... 64


(13)

lampiran 17 Hasil pengujian MPN koliform kecap manis ampas tahu formula

terpilih... 64 lampiran 18. Hasil pengujian MPN E.coli kecap manis ampas tahu formula

terpilih... 64 lampiran 19. Hasil pengujian kapang/khamirkecap manis ampas tahu formula

terpilih... 64 lampiran 20. Tabel MPN 3 seri tabung ... 65


(14)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Kecap merupakan produk pangan tradisional yang digunakan sebagai penambah cita rasa makanan. Kecap pada umumnya terbuat dari kacang kedelai baik kacang kedelai kuning maupun hitam dengan kandungan protein berkisar antara 35-40%. Saat ini, kecap dapat dibuat dari beragam bahan baku yang memiliki kadar protein seperti kacang-kacangan dengan kadar protein berkisar antara 20-30% termasuk dengan memanfaatkan limbah ampas tahu.

Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses pembuatan tahu yang banyak terdapat di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Oleh karena itu untuk menghasilkan ampas tahu tidak terlepas dari proses pembuatan tahu. Ampas tahu yang dihasilkan dari pabrik tahu di Indonesia cukup melimpah, dimana kacang kedelai yang diimpor oleh Indonesia pada tahun 1999 sebanyak 1.306.253 ton, sedangkan Jawa Barat sebanyak 85.988 ton. Bila 50% kacang kedelai tersebut digunakan untuk membuat tahu dan konversi kacang kedelai menjadi ampas tahu sebesar 100-112%, maka jumlah ampas tahu tercatat 731.501,5 ton secara nasional dan 48.153 ton di Jawa Barat (Anonim, 2000). Dari sekian banyak ampas tahu yang dihasilkan belum semuanya terolah dengan baik, baik sebagai pakan ternak maupun bahan makanan lainnya. Ampas ini biasanya digunakan oleh beberapa masyarakat pedesaan untuk diolah menjadi bahan pembuatan tempe gembus. Mengingat kandungan protein dan lemak pada ampas tahu yang tinggi yaitu protein 8,66%; lemak 3,79%; air 51,63% dan abu 1,21% (Anonim, 2000), maka sangat memungkinkan ampas tahu dapat diolah menjadi bahan makanan yang beragam variasinya salah satunya sebagai bahan dasar pembuatan kecap.

Cara pengolahan kecap berbahan dasar ampas tahu sama dengan pengolahan kecap dengan bahan dasar kacang kedelai. Pada proses pembuatan kecap dari limbah ampas tahu dapat ditambahkan sumber karbohidrat seperti tepung tapioka untuk menghasilkan tekstur koji yang padat dan membantu proses pertumbuhan kapang dalam pembentukan koji. Selain itu, penambahan tepung tapioka juga berfungsi untuk mengurangi kadar air bahan baku yaitu ampas tahu yang masih memilki kadar air yang tinggi sehingga dapat mengoptimalkan kondisi pertumbuhan kapang. Dewasa ini, pemanfaatan ampas tahu sebagai bahan baku pembuatan kecap belum banyak diteliti dan diaplikasikan di industri pangan maupun industri rumah tangga. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mendapatkan formulasi yang tepat untuk menghasilkan kecap dengan mutu yang baik, serta dapat disukai oleh konsumen.

B.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk 1). menentukan formula terpilih berdasarkan lamanya waktu pengukusan ampas tahu segar, jumlah penambahan tepung tapioka dan lama fermentasi garam yang menghasilkan kecap manis ampas tahu dengan kadar protein dan tingkat kesukaan panelis yang tertinggi, 2). mengetahui karakteristik sifat fisik dan kimia kecap ampas tahu dari kedelapan perlakuan serta 3). mengetahui kesesuaian persyaratan mikrobiologi kecap manis ampas tahu formula terpilih dengan persyaratan mutu kecap menurut SNI 01-3543-1999.


(15)

2

C.

HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ampas tahu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap manis karena masih mengandung protein yang cukup tinggi. Perlakuan lamanya fermentasi garam akan memberikan pengaruh terhadap kadar protein akhir yang terkandung dalam kecap manis ampas tahu. Semakin lama fermentasi garam maka kadar protein yang didapatkan diduga semakin tinggi. Penambahan tepung tapioka sebesar 10% dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan struktur koji dan membantu pertumbuhan kapang. Perlakuan penambahan tepung tapioka diduga juga dapat mempengaruhi kadar protein akhir kecap manis ampas tahu. Begitu pula dengan perlakuan lamanya waktu pengukusan yang dapat meningkatkan kadar air ampas tahu yang nantinya akan berpengaruh pada pembentukan koji dan pertumbuhan kapang.


(16)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

AMPAS TAHU

Pada proses pembuatan tahu diperoleh hasil samping yaitu ampas tahu yang berupa padatan putih. Pada proses pembuatan tahu hanya sebagian protein yang dapat diekstrak dan diolah menjadi tahu dan sebagian protein masih tertinggal di ampasnya. Kadar protein dalam ampas tahu tergantung dari penggilingan, perlakuan untuk penyaringan dan efisiensi penyaringan. Semakin efisien mesin penggiling semakin banyak protein yang bisa diekstrak dari kedelainya. Ampas tahu masih mengandung protein sebesar 21.16% dengan kadar air 13.21% (Lahoni, 2003) sedangkan menurut Shurtleff dan Ayogi (1979), ampas tahu masih mengandung 17% dari jumlah protein kedelai. Pada Tabel 1 disajikan komposisi kimia ampas tahu kering.

Tabel 1. Komposisi Kimia Ampas Tahu Kering

Komposisi Ampas Tahu Kering

Bahan Kering (%) Protein (% bk) Lemak (% bk) Serat Kasar (% bk) Abu (% bk) Karbon (% bk)

86.79 21,16 5.92 24.91

7.48 27.32 Sumber : Lahoni (2003).

Ampas tahu segar memiliki tekstur yang kokoh walaupun mempunyai kadar air yang tinggi. Hal ini mungkin disebabkan adanya serat kasar yang mengikat air secara hidrofilik dan kompak (Lahoni, 2003). Ampas tahu yang berasal dari perasan bubur kedelai masak mempunyai daya tahan selama 24 jam dalam keadaan terbuka bebas. Ampas tahu dapat diawetkan dengan mengubahnya menjadi tepung. Pengawetan dilakukan dengan cara ampas tahu segar diperas sehingga mengurangi kandungan air, selanjutnya dijemur (dengan sinar matahari) atau dikeringkan dengan bantuan oven pada suhu 45-50 oC setelah kering kemudian digiling sampai menjadi tepung (Anonim, 2000).

Menurut Karossi (1982), ampas tahu memiliki nilai daya cerna protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu kedelai maupun tahu. Sedangkan Pulungan, dkk (1985) melaporkan bahwa ampas tahu mengandung NDF (Neutral Detergen Fiber) dan ADF (Acid Detergen Fiber) yang rendah sedangkan presentase protein tinggi yang menunjukkan ampas tahu berkualitas tinggi, tetapi mengandung bahan kering rendah. Prabowo dkk., (1983) menyatakan bahwa protein ampas tahu mempunyai nilai biologis lebih tinggi daripada protein biji kedelai dalam keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak. Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi dan Patuan, 1983).


(17)

4

B.

KECAP

Kecap adalah cairan yang berwarna coklat agak kental, mempunyai aroma yang sedap dan merupakan hasil fermentasi kedelai (Suliantari dan Winiati, 1990). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3543-1994), kecap kedelai adalah produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) kacang kedelai (Glycine max

L) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan yang diizinkan. Kecap dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia sebagai produk semacam saus dari kedelai dengan konsistensi cair, berwarna coklat gelap dan beraroma daging (Winarno, 1986). Salah satu contoh komposisi kimia kecap manis dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Kecap Manis

Karakteristik Kadar (%)

Air

Protein kasar Lemak Abu Karbohidrat Garam (NaCl)

29.61 1.46 0.14 7.64 61.15 6.27 Sumber : Judoadmijojo (1987)

Secara umum Judoadmijojo (1987) mengelompokkan kecap Indonesia menjadi dua golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap asin mengandung sedikit gula palma (4-19%) dan banyak garam (18-21%) sedangkan kecap manis mengandung banyak gula palma (26-61%) dan sedikit garam (3-6%). Kecap manis mempunyai konsistensi sangat kental sedangkan kecap asin memiliki konsistensi encer.

Komponen terbesar kecap manis adalah karbohidrat, terutama sukrosa, glukosa dan fruktosa. Tingginya kadar gula pada kecap manis ini disebabkan adanya penambahan gula dalam proses pembuatannya. Sebagian besar kecap di Indonesia menunjukkan perbedaan kandungan gula, komposisi asam dan konsentrasi asam amino yang berhubungan dengan perlakuan fermentasi (Judoadmijojo, 1987).

Kecap kedelai merupakan produk fermentasi kedelai yang kaya flavor, baik flavor dari komponen volatil maupun komponen non volatil. Secara umum proses pembuatan kecap dapat dibagi menjadi tiga cara yaitu dengan cara fermentasi, hidrolisis kimia, atau kombinasi keduanya (Winarno et al., 1973). Pembuatan kecap dengan cara fermentasi meliputi dua tahap yaitu fermentasi kapang dan fermentasi garam (Judoamidjojo, 1987), sedangkan cara hidrolisis menggunakan asam, sehingga waktu pembuatan kecap lebih singkat (Nunomura dan Sasaki, 1986).

Proses pembuatan kecap dengan cara hidrolisis kimia lebih mudah, cepat dan murah dibandingkan cara fermentasi. Akan tetapi, kecap yang dihasilkan memiliki flavor tidak sebaik flavor kecap yang dihasilkan melalui fermentasi (Yokotsuka, 1983). Hal ini disebabkan selama hidrolisis terjadi kerusakan beberapa asam amino dan gula. Selain itu, dapat pula terbentuk senyawa penyebab off flavor seperti asam levulinat dan H2S (Nunomura dan Sasaki, 1986). Dibandingkan dengan kecap yang dibuat dengan cara hidrolisis, kecap yang dibuat melalui proses fermentasi lebih baik ditinjau dari segi rasa dan aroma. Hal ini menyebabkan kecap yang dibuat melalui hidrolisis jarang ditemukan (Winarno et al., 1973). Kecap hasil fermentasi mengandung senyawa-senyawa hasil fermentasi seperti asam-asam


(18)

5 organik dan alkohol yang memberikan aroma khas. Pembuatan kecap secara fermentasi pada prinsipnya adalah pemecahan senyawa makromolekul kompleks yang ada dalam kedelai, seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptide, asam amino, asam lemak dan monosakarida. Syarat mutu kecap manis kedelai berdasarkan SNI dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat Mutu Kecap Manis SNI 01-3543-1999

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bau Normal, khas

1.2 Rasa Normal, khas

2 Protein (Nx6,25), b/b - Min. 2,5%

3 Padatan terlarut, b/b - Min. 10%

4 NaCl (garam), b/b - Min. 3%

5 Total gula (dihitung sebagai sakarosa), b/b

- Min. 40%

6 Bahan tambahan makanan 6.1 Pengawet

1) Benzoat atau

2) Metil para hidroksi benzoat, 3) Propil para hidroksi benzoat

mg/kg mg/kg mg/kg

Maks. 600 Maks. 250 Maks. 250

6.2 Pewarna tambahan - Sesuai SNI

01-0222-1995 7 Cemaran logam

7.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 1,0

7.2 Tembaga (Cu) Mg/kg Maks. 30,0

7.3 Seng (Zn) Mg/kg Maks. 40,0

7.4 Timah (Sn) Mg/kg Maks. 40,0

7.5 Raksa (Hg) Mg/kg Maks. 0,05

8 Cemaran Arsen (As) Mg/kg Maks. 0,5

9 Cemaran mikroba

9.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 105

9.2 Bakteri koliform APM/g Maks. 102

9.3 E.coli APM/g < 3

9.4 Kapang/khamir Koloni/g Maks. 50

Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 1999

C.

PROSES PEMBUATAN KECAP SECARA FERMENTASI

Pembuatan kecap dengan cara fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan mikroba yang terdapat di alam (fermentasi spontan) dan biakan murni (koji) (Hardjo, 1964). Tahap-tahap penting pada pembuatan kecap secara fermentasi adalah sebagai berikut :

1. Penyiapan Bahan Baku

Kedelai mula-mula direndam dengan air bersih selama satu malam. Menurut Fukushima (2003), selama perendaman terjadi perubahan-perubahan kimia, namun tidak


(19)

6 menunjukkan derajat penurunan yang kompleks dari nutrien, kecuali perbedaan yang besar pada kandungan karbohidrat. Kedelai yang telah direndam, direbus sampai kulit kedelai menjadi lunak, lalu ditiriskan dan dihamparkan di atas tampah.

Bahan baku yang juga digunakan dalam pembuatan kecap adalah gandum. Gandum terlebih dahulu disangrai sebelum masuk ke proses selanjutnya. Proses penyangraian bertujuan untuk menggelatinisasi pati gandum sehingga lebih mudah untuk dihidrolisis dan dimanfaatkan oleh kapang, mudah menguapkan air, dan mematikan mikroorganisme pengganggu (Huang dan Teng, 2004).

2. Fermentasi Koji

Kata “koji” merupakan singkatan dari kata kerja dalam bahasa Jepang, yaitu “kabitachi” yang berarti kumpulan jamur (Steinkraus, 1983). Orang Cina menyebut koji dengan “chou” yang dipakai sebagai sumber enzim hidrolitik seperti enzim amylase, protease dan lipase. Proses fermentasi koji merupakan proses pencampuran kedelai, gandum, dan starter dalam jumlah tertentu. Kedelai dan gandum yang telah dicampur dengan perbandingan 5:5% sampai 6:4% ditambahkan 0,2-0,3% starter Aspergillus oryzae

dan atau Aspergillus sojae kemudian diinkubasikan selama tiga hari (Huang dan Teng, 2004). Hampir sebagian starter adalah campuran dari khamir, kapang dan bakteri, tetapi untuk beberapa tujuan telah digunakan kultur murni (Muchtadi, 1989).

Menurut Yokotsuka (1960), dibawah kondisi yang hangat, lembab dan aerasi yang baik, pertumbuhan spora kapang sangat cepat, dan menjadi jelas sekitar 20 jam sesudah permulaan inkubasi. Panas yang dibebaskan dapat meningkatkan suhu koji sampai sekitar 35oC atau lebih dari 40oC. Untuk mencegah kematian kapang akibat kenaikan suhu yang berlebih, perlu dilakukan pendinginan koji yaitu dengan jalan mengaduk koji secara berkala (Junaedi, 1987), dimana pengadukan umumnya dilakukan dua kali yaitu sekitar 20-40 jam setelah permulaan inkubasi (Yokotsuka, 1960).

Inkubasi koji sempurna setelah tiga hari. Menurut Andesta (1987), perlakuan lama inkubasi koji tiga hari menghasilkan kandungan asam nitrogen dan total nitrogen terbesar. Selama masa fermentasi koji, fermentasi bahan memberikan kelunakan, kemanisan, dan bau apek (jamuran) dimana pertumbuhan kapang memenuhi seluruh permukaan hamparan kedelai. Waktu fermentasi juga merupakan faktor penting dalam fermentasi koji. Menurut Wood (1982), inkubasi koji yang dihentikan terlalu cepat mengakibatkan hidrolisis protein dan polisakarida yang kurang sempurna, enzim yang dihasilkan oleh kapang juga sedikit sehingga tidak akan menghasilkan komponen yang menghasilkan cita rasa khas kecap (Steinkraus et al, 1983). Sebaliknya bila masa inkubasi koji terlalu lama akan menghasilkan produksi amonia berlebihan sehingga tercipta pembentukan flavor yang menyimpang (Wood, 1982). Menurut Yokotsuka dan Sasaki (1998), ciri-ciri koji yang bermutu baik adalah berwarna hijau gelap untuk koji yang dibuat dengan menggunakan starter

Aspergillus oryzae dan Aspergiluus sojae sedangkan untuk koji yang menggunakan starter

Rhizopus sp akan berwarna putih kompak, beraroma khas, pertumbuhan kapang sangat tinggi dan memiliki aktivitas proteolitik dan amilolitik yang tinggi.

3. Fermentasi Garam (Moromi)

Tahap moromi merupakan tahap pencampuran koji dengan larutan garam. Konsentrasi larutan garam yang digunakan berkisar antara 20-23% (Fukushima, 2003). Konsentrasi garam yang tinggi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme osmofilik,


(20)

7 sedangkan konsentrasi garam yang terlalu rendah dapat menyebabkan pembusukan karena tumbuhnya mikroorganisme pembusuk. Larutan garam dan koji dahulu digunakan dalam volume yang sama, tetapi belakangan ini volume larutan garam dinaikkan menjadi 110 sampai 120% dari volume koji. Pencampuran dengan air yang berlebihan menyebabkan penggunaan total nitrogen yang baik dari bahan baku, tetapi akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan pada komposisi kecap yaitu berkurangnya komponen aroma dan flavor. Pada tahap fermentasi garam terjadi pembentukan asam amino dan fermentasi oleh bakteri asam laktat akibat aktivitas enzim yang telah diproduksi selama fermentasi kapang. Asam amino yang terbentuk ada 17 jenis dengan asam glutamat sebagai komponen flavor yang terpenting (Hesseltine dan Wang (1978) dalam Wood (1994).

Menurut Fukushima (2003), pada tahap awal fermentasi moromi akan terjadi penurunan pH moromi akibat pertumbuhan bakteri asam laktat. Penurunan pH moromi harus dikontrol agar tidak menurun secara drastis dan mengganggu kerja enzim proteolitik dan glutaminase yang sebelumnya masih aktif. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, dapat dilakukan penambahan kultur bakteri asam laktat terpilh sebagai starter moromi dan dilakukan pengontrolan suhu moromi di bulan pertama (15-20˚C). Setelah mencapai pH 5, maka khamir osmofilik akan tumbuh dan suhu akan meningkat pula hingga 30˚C sampai masa fermentasi alkoholik selesai. Setelah itu suhu akan meningkat kembali hingga akhir fermentasi moromi. Tahap moromi dilakukan selama 3-4 minggu pada suhu kamar. Perubahan kimia besar yang terjadi pada proses ini adalah degradasi protein dan karbohidrat yang disebabkan oleh enzim pemecah yang dihasilkan koji. Pertama terjadi fermentasi asam laktat, selanjutnya fermentasi alkohol oleh khamir dan yang terakhir fermentasi yang sangat kompleks.

Selama fermentasi moromi, terdapat beberapa mikroorganisme yang berperan penting, seperti Pediococcus halophilus, Zygosaccaromyces rouxii, dan Candida sp. (Fukushima, 2003). Pediococcus halophilus merupakan bakteri asam laktat yang berperan menghasilkan asam laktat dan asam asetat dari gula sederhana hasil pemecahan enzim pada fermentasi koji yang akan menurunkan pH pada awal fermentasi moromi. Setelah pH turun, pertumbuhan Pediococcus halophilus akan digantikan oleh Zygosaccaromyces rouxii, yaitu khamir osmofilik yang berperan dalam fermentasi alkoholik. Zygosaccaromyces rouxii

akan mengubah sisa gula sederhana menjadi etanol dan beberapa komponen flavor. Pada tahap akhir fermentasi moromi, khamir halofilik Candida sp. akan tumbuh dan menghasilkan senyawa fenolik seperti 4-etil-guaiacol yang penting untuk pembentukan aroma.

4. Pengolahan menjadi Kecap

Moromi yang telah siap dipanen akan dipress sehingga menghasilkan sari kecap yang selanjutnya akan diolah menjadi kecap. Menurut Huang dan Teng (2004), 1 kiloliter moromi akan menghasilkan 0,6-0,8 kiloliter sari kecap. Sari kecap kemudian dipasteurisasi yang menurut (Huang dan Teng , 2004), proses pasteurisasi yang berkisar 70-80 oC berguna untuk (a) mematangkan flavor kecap dengan menghilangkan flavor kecap yang tidak diinginkan dan menginduksi flavor yang mengundang napsu makan, misalnya aldehid dan asetal; (b) membunuh mikroorganisme hidup dalam proses fermentasi untuk menjamin kualitas; (c) menginaktivasi seluruh enzim yang terlarut dalam kecap dan menghindari perubahan mutu; (d) mengendapkan residu, dan (e) meningkatkan intensitas warna dengan meningkatkan melanin.


(21)

8 Sari kecap selanjutnyadimasak hingga mendidih selama 30-40 menit. Setelah pemasakan, kecap dipindahkan ke wadah lainnya untuk pendinginan alami. Secara umum, zat-zat aditif ditambahkan setelah pemanasan. Zat aditif yang biasanya ditambahkan adalah pemanis (gula, molasses, pemanis sintetik), senyawa umami (flavor daging), penguat rasa (protein hidrolisat dan sodium-L-glutamat) (Huang dan Teng, 2004).

D.

TAPIOKA

Tepung tapioka atau pati ubi kayu berasal dari ubi kayu jenis Manihot esculenta dan

Manihot utilisma yang kaya akan 85% - 87% pati. Tapioka adalah pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi ketela pohon yang telah mengalami pencucian secara sempurna, pengeringan dan penggilingan (Setiawan, 1988). Menurut Wuzburg (1972), granula pati ubi kayu berwarna putih, mengkilat, tidak berbau, tidak mempunyai rasa dan berbentuk bulat dengan ukuran 5 – 35 mikron dengan ukuran rata-rata sebesar 20 mikron dan hilum yang berbentuk sentris dimana titik mulai berkembangnya granula pati terletak di tengah-tengah bulatan. Tepung tapioka dibedakan menjadi dua macam, yaitu tepung tapioka kasar dan tepung tapioka halus. Tepung tapioka kasar adalah tepung tapioka yang diperoleh dari hasil pemarutan ubi kayu sampai didapatkan pati dan sudah mengalami pengeringan, sedangkan tepung tapioka halus merupakan proses kelanjutan dari tepung tapioka kasar dengan mengalami proses penggilingan (Tjiptadi dan Nasution, 1980).

Sifat pati tapioka mudah mengembang dalam air panas dengan membentuk kekentalan yang dikehendaki. Tepung ini kaya akan Vitamin C dan karbohidrat tetapi miskin akan lemak (0,3%), protein (0,5%) sehingga dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat atau pengental (Somaatmadja, 1984). Kandungan amilosa tepung tapioka adalah 17% dan kandungan amilopektinnya sebesar 83% . Tepung tapioka mulai tergelatinisasi pada suhu 52o sampai 64o C (Knight, 1969) dan mulai mengeras pada suhu 85o C. Pada suhu yang lebih tinggi dari 85o C akan menurunkan viskositas tepung tersebut (Charley, 1982). Gelatinisasi adalah peristiwa pembengkakan granula pati sedemikian sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula (Winarno, 1989). Pada proses gelatinisasi, terjadi kerusakan ikatan hydrogen yang berfungsi untuk mempertahankan struktur dan integritas granula pati. Kerusakan integritas granula pati menyebabkan granula pati menyerap air, sehingga sebagian fraksi terpisah dan masuk ke dalam medium. Daftar komposisi kimia tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia tapioka

Komponen Jumlah a Jumlah b

Serat Air (%bb) Abu Karbohidrat Protein Lemak Pati Amilosa Total gula 0.03 11.40 0.06 87.52 0.76 0.19 85.19 22.51 1.43 0.50 8.10 0.33 98.54 0.86 0.26 86.90 28.35 - Sumber : a Febriyanti dan Wirakartakusumah (1990)

b Pangestuti (2010)

Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung,


(22)

9 kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih. Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat diperlukan oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula, penggalengan buah-buahan, pengolahan es krim, minuman dan industri peragian. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain. Salah satu keunggulan tapioka bila dibandingkan dengan terigu adalah tidak mengandung gluten. Pada sebagian kecil masyarakat, gluten dapat menyebabkan alergi. Alergi gluten (dikenal sebagai penyakit celiac) disebabkan tubuh tidak dapat menoleransi protein gluten yang banyak terdapat di dalam gandum. Sebagian besar penyakit ini disebabkan pengaruh genetik.


(23)

10

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

BAHAN DAN ALAT

1.

Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tahu yang didapatkan dari salah satu pabrik tahu Sumedang yang terletak di kawasan Cimanggu, Bogor. Selain itu digunakan pula tepung tapioka, laru tempe komersial, gula aren, gula kelapa, garam halus, tepung maizena dan bumbu-bumbu (pekak dan adas) yang didapatkan dari Pasar Anyar, Bogor.

Bahan kimia yang digunakan adalah HCl, H2SO4, formaldehyde, pereaksi Anthrone, NaOH, AgNO3, K2SO4, CuSO4, H3BO3, asam sitrat, Na2CO3, KI, dan alkohol 90%.

2.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah toples plastik, ember plastik, kain saring, panci pengukus, tampah, kompor, pengaduk kayu, plastik penutup, plastik sampel, pendingin tegak, hot plate, pH meter, magnet stirrer, penyaring vakum, unit analisis protein, oven, tanur, neraca analitik, wadah fermentasi, alat-alat gelas untuk analisis kimia.

B.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu : 1). Pembuatan kecap manis ampas tahu 2). Analisis sifat fisik, kimia dan uji organoleptik 3). Penentuan formula terpilih 4). Analisis mikrobiologi kecap manis ampas tahu formula terpilih.

1.

Pembuatan Kecap Manis Ampas Tahu

Ampas tahu yang didapat dari pabrik tahu Sumedang di daerah Cimanggu, Bogor merupakan ampas tahu yang masih basah sehingga harus dicuci agar menghasilkan ampas tahu yang bersih. Ampas tahu diberi dua perlakuan yaitu a). dipress dan dikukus selama 15 menit dan b). dipress dan dikukus selama 30 menit. Pengepressan dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air ampas tahu yang masih tinggi dengan menggunakan kain saring. Selanjutnya, ampas tahu yang telah berkurang kadar airnya dicampurkan dengan tepung tapioka yang telah disangrai dengan jumlah penambahan tepung tapioka sebesar 5% dan 10% untuk masing-masing perlakuan pengukusan. Pemilihan rasio pencampuran tersebut diperkirakan mampu menghasilkan tekstur koji yang padat sehingga membantu proses pertumbuhan kapang. Campuran ampas tahu kukus dan tapioka kemudian ditaburi laru tempe sebanyak 5 gr untuk 1 kg campuran ampas dan tepung tapioka, lalu diaduk-aduk sampai rata. Setelah itu ampas yang telah ditaburi laru diletakkan di atas tampah setebal 2 cm yang telah dialasi daun pisang dan ditutup dengan daun pisang. Tampah diletakkan di tempat yang terhindar dari serangga dan sinar matahari langsung selama 3 hari pada suhu ruang sampai kapang cukup tebal menutupi koji. Koji yang telah jadi lalu dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan dengan oven selama 4 jam pada suhu sekitar 50 – 60 oC. Koji yang telah dikeringkan dapat disebut sebagai koji kering.

Larutan garam untuk fermentasi moromi yang digunakan merupakan larutan garam dengan konsentrasi 23%. Untuk mendapatkan 1 liter larutan garam 23%, garam sebanyak 230 gram ditambahkan dengan sedikit air sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga volumenya menjadi 1 liter. Potongan koji yang telah kering kemudian dimasukkan ke dalam larutan garam. Tiap 100 gram potongan koji kering membutuhkan sekitar 1 liter larutan garam. Proses perendaman


(24)

11 dilakukan dengan dua perlakuan, yaitu selama 1 bulan dan 2 bulan pada wadah toples plastik yang ditutupi dengan kain saring. Selama proses perendaman, apabila pada siang hari terdapat sinar matahari maka toples dijemur dalam keadaan terbuka (tidak menggunakan penutup kain saring) dan dilakukan pengadukan dua kali sehari yaitu sebelum dan sesudah penjemuran di bawah sinar matahari untuk meratakan sirkulasi udara pada toples agar tidak terjadi suasana anaerob pada moromi bagian dasar toples.

Hasil fermentasi selama 1 dan 2 bulan (moromi) selanjutnya ditambahkan air dengan perbandingan 1,5 liter untuk setiap 1 liter moromi. Setelah itu dilakukan pasteurisasi pada suhu sekitar 60-70 oC di atas kompor selama kurang lebih 15-20 menit. Setelah proses pasteurisasi selesai, cairan tersebut disaring dengan kain saring. Cairan hasil penyaringan ini disebut dengan kecap mentah. Penyiapan bumbu dilakukan dengan menyiapkan rempah-rempah yang digunakan, yaitu pekak (Illicium verum) dan adas (Foeniculum vulgare Miller). Pekak dan adas terlebih dahulu disangrai hingga berbau harum tajam lalu digiling. Sebanyak 25 g adas dan 6 g pekak yang telah halus dicampur secara merata. Sementara itu, persiapan gula dilakukan dengan menyayat gula merah kelapa dan gula aren dengan perbandingan 1 :1 lalu dicampur secara merata.

Cairan kecap mentah dipindahkan ke dalam panci, kemudian ditambahkan campuran gula merah yang sebelumnya telah dipersiapkan lalu dimasak hingga mendidih. Setiap 1 liter kecap mentah membutuhkan 1,5 kg campuran gula aren dan gula kelapa. Selama proses pemasakan, ditambahkan bumbu yang telah disiapkan dengan perbandingan bumbu dan kecap mentah sebesar 5 g campuran bumbu untuk setiap 1 liter kecap mentah. Proses pemasakan dilakukan dengan mengaduk kecap mentah tersebut hingga mendidih, setelah kecap mendidih ditambahkan 6 sendok teh larutan maizena (8 gram tepung maizena yang dilarutkan dalam 50 ml air matang) untuk setiap 1 liter kecap mentah. Proses pemasakan dilakukan sampai mengental dengan dilakukan proses pengadukan secara terus menerus untuk menghindari terjadinya kerak dan over karamelisasi pada kecap yang berada di dasar panci. Setelah proses pemasakan selama sekitar 40 menit, dilakukan penyaringan menggunakan kain saring dalam kondisi yang masih panas lalu didinginkan dan siap dibotolkan dan dianalisis lebih lanjut. Diagram alir pembuatan kecap ampas tahu dapat dilihat pada Gambar 1.


(25)

12 Gambar 1. Diagram alir tahapan penelitian

Analisis fisik Analisis

organoleptik

Analisis mikrobiologi Analisis kimia

- Uji total padatan terlarut - Uji viskositas

- Uji kadar protein - Uji kadar NaCl - Uji total gula - Uji kadar air

- Uji rating hedonik

Kecap manis ampas tahu formula terpilih

- Uji angka lempeng total - Uji MPN koliform - Uji E.coli

- Uji kapang khamir Kecap mentah

Pemasakan

Kecap ampas tahu Ampas tahu

setelah dipress

Tepung tapioka setelah disangrai pencampuran

Fermentasi koji

Fermentasi moromi koji


(26)

13

2.

Analisis Sifat Fisik, Kimia dan Uji Organoleptik.

a.

Analisis Kadar Protein Metode Kjedahl (AOAC 960.52, 1995)

Sampel sebanyak 100 mg ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl lalu ditambahkan dengan 1 gr K2SO4, 40 mg HgO, 2 mL H2SO4, dan 2 butir batu didih. Kemudian, dididihkan hingga cairan menjadi jernih lalu didinginkan. Cairan yang telah dingin ditambah sejumlah kecil air destilata dan dipindahkan ke alat destilasi serta dibilas dengan 1-2 ml air destilata sebanyak 5-6 kali. Air bilasan dipindahkan ke labu destilasi lalu ditambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5% Na2SO3.

Erlenmeyer 250 ml yang berisi larutan 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indikator metilen red-metilen blue di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di dalam larutan H3BO3. Selanjutnya, dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Hasil destilasi diencerkan hingga kira-kira 50 ml lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N hingga terjadi perubahan warna menjadi ungu. Catat volume HCl 0.02 N yang diperlukan untuk titrasi. Hal ini dilakukan pula pada blanko. %N dan kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

x 100%

dimana : a = jumlah (mL) larutan HCl untuk mentitrasi larutan contoh b = jumlah (mL) larutan HCl untuk mentitrasi blanko N = normalitas larutan HCl

Kadar protein (g/100g bahan basah) = %N x Faktor konversi Kadar protein (g/100g bahan kering) = kadar protein (bb) x 100 (100– kadar air (bb))

b.

Padatan Terlarut (SNI 06-6989.3-2004))

Pengukuran total padatan terlarut menggunakan alat refraktometer. Larutan yang akan diukur diteteskan pada prisma refraktometer. Nilai pada skala yang terbaca pada batas gelap dan terang menunjukkan besarnya total padatan terlarut dalam satuan derajat Brix.

c.

Kadar Air dengan Metode Oven Vakum (AOAC, 1999)

Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator. Cawan yang telah kering diambil dengan penjepit, kemudian ditimbang. Contoh ditimbang 1-2 gram pada cawan tersebut, kemudian dikeringkan pada oven vakum suhu 70°C, 25 mmHg selama 2 jam. Cawan yang telah dioven kemudian didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Penimbangan diulangi hingga diperoleh bobot tetap (≤ 0,0005 gram). Kadar air dihitung menurut persamaan berikut:

Kadar air (g/100 g bahan basah) = x 100 Keterangan:

W = bobot contoh sebelum dikeringkan (gram)

W1 = bobot contoh + cawan sesudah dikeringkan (gram) W2 = bobot cawan kosong kering (gram)

d.

Kadar NaCl (AOAC 960.29, 2000)

Abu hasil pengabuan kering sampel dicuci sebanyak 3 kali ulangan dengan menggunakan 1-2 ml air destilata. Total air destilata yang digunakan adalah 10-15 ml. Larutan


(27)

14 abu dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan 1 ml larutan K2CrO4 5%, kemudian dititrasi dengan larutan AgNO3 0,1 M. Titik akhir titrasi tercapai sampai terbentuk warna oranye yang pertama.

e.

Total Gula (Apriyantono et al., 1994)

1. Pembuatan Kurva Standar

Ke dalam tabung reaksi bertutup, pipet larutan glukosa standar sebanyak 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml, lalu encerkan sehingga total volume masing-masing tabung 1 ml. Buat larutan blanko yang berisi 1 ml air destilata. Ke dalam masing-masing larutan glukosa standar dan blanko tersebut, tambahkan dengan cepat 5 ml pereaksi anthrone dan ditutup. Vorteks dan kocok hingga merata. Panaskan tabung reaksi di atas penangas air 100˚C selama 12 menit. Setelah dingin pindahkan larutan ke dalam kuvet dan baca absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 630 nm. Buat plot kurva standar. 2. Analisis Contoh

Masukkan sebanyak 5 ml contoh (dari persiapan contoh) ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera dengan air destilata. Masukkan sebanyak 1 ml contoh tersebut ke dalam tabung reaksi bertutup dan lanjutkan dengan proses seperti pada pembuatan kurva standar.

f.

Uji Viskositas menggunakan Viskometer Brookfield

1. Pengukuran sampel

Masukkan stop kontak. Tentukan nomor (jenis) spindle dan kecepatan putar. Bila pengukuran dilakukan pada fluida yang kekentalannya belum diketahui, dianjurkan untuk menggunakan spindle dari bernomor besar hingga kecil dan kecepatan putar dari kecepatan putar rendah ke kecepatan tinggi. Gunakan nomor spindle 4 dengan kecepatan putar 30 rpm untuk sampel kecap yang sangat kental, nomor spindle 3 dengan kecepatan putar 30 rpm untuk sampel kecap yang kental, dan nomor spindle 1 dengan kecepatan putar 60 rpm untuk sampel kecap yang cair.

Atur ketinggian viskometer hingga tanda garis tercelup. Tekan ke bawah. Lakukan pengukuran dengan menekan tombol ON. Lepaskan „clamp lever‟. Biarkan spindle berputar selama 20-30 detik untuk menghasilkan viskositas yang tepat. Setelah jarum stabil, tekan tuas penjepit sehingga jarum penunjuk tidak berubah posisi. Matikan motor dengan memindah tombol ke posisi OFF. Baca angka yang terlihat dan catat. Kembalikan jarum menunjuk posisi 0.

2. Perhitungan

Hitung viskositas dengan rumus berikut:


(28)

15 Tabel 5. Faktor konversi penetapan viskositas

Spindle

Rpm

60 30 12 6

No. 1 1 2 5 10

No. 2 5 10 25 50

No. 3 20 40 100 200

No. 4 100 200 500 1000

g.

Uji Organoleptik (Meilgaard et al., 1999)

Uji organoleptik menggunakan metode rating hedonik yang dilakukan dengan mengurutkan tingkat penerimaan konsumen pada keseluruhan atribut (flavor) dengan kisaran nilai terendah hingga tertinggi yaitu 1(tidak suka)-5(sangat suka). Tujuh puluh orang panelis tidak terlatih mengikuti uji Rating Hedonik. Panelis tidak terlatih menerima delapan sampel yang berbeda. Setiap sampel diberi kode yang terdiri dari tiga angka. Kode diberikan secara acak. Setiap panelis tidak terlatih akan menerima kode dan urutan penyajian yang sampel yang berbeda.

Berdasarkan hasil penilaian panelis tidak terlatih yang dituliskan pada formulir isian, maka dibuat tabulasi data. Hasil penilaian ini kemudian dianalisis menggunakan ANOVA. Bila nilai F hitung > nilai F tabel, maka hasil ini menunjukkan ada perbedaan signifikan di antara beberapa contoh yang diuji. Kemudian, dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji Duncan.

3.

Uji Mikrobiologi Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terpilih

a.

Persiapan sampel

Sebanyak 25 gram atau 25 ml sampel ditimbang atau dipipet ke dalam kantong stomacher steril. Setelah itu ditambahkan 225 ml pengencer buffer fosfat, dan dihomogenkan dengan stomacher selama 30 detik sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1. Disiapkan 5 tabung atau lebih yang masing-masing telah diisi dengan 9 ml pengencer.

b.

Uji Angka Lempeng Total (Total Plate Count) (BPOM RI, 2006)

Hasil dari homogenisasi pada penyiapan sampel yang merupakan pengenceran 10-1 dipipet sebanyak 1 ml kedalam tabung pengencer pertama, dikocok homogen hingga diperoleh pengenceran 10-2. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-4 atau sesuai dengan pengenceran yang diperlukan. Dari setiap pengenceran dipipet 1 ml kedalam cawan petri dan dibuat duplo ke dalam setiap cawan dituangkan 15-20 ml media PCA. Cawan petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspense tersebar merata. Setelah media memadat, cawan diinkubasi suhu 35-37°C selama 24-46 jam dengan posisi dibalik. Setelah itu jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. Hasil pengamatan dan perhitungan yang diperoleh dinyatakan sesuai persyaratan berikut :

1. Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250. Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya.

2. Bila salah satu dari cawan petri menunjukkan jumlah koloni kurang dari 25 atau lebih dari 250, dihitung jumlah rata-rata koloni, kemudian dikalikan faktor pengencerannya


(29)

16 3. Jika terdapat cawan-cawan dari dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah

koloni antara 25-250, maka dihitung jumlah koloni dari masing-masing tingkat pengenceran, kemudian dikalikan dengan faktor pengencerannya. Apabila hasil perhitungan pada tingkat yang lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata lebih besar dari dua kali jumlah koloni rata-rata pengenceran dibawahnya, maka ALT dipilih dari tingkat pengenceran yang lebih rendah. Bila hasil perhitungan pada tingkat pengenceran lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata kurang dari dua kali jumlah rata-rata pada penenceran dibawahnya maka ALT dihitung dari rata-rata jumlah koloni kedua tingkat pengenceran tersebut.

4. Bila tidak ada satupun koloni dari cawan maka ALT dinyatakan sebagai < dari 1 dikalikan faktor pengenceran terendah.

Cara perhitungan : N = Jumlah koloni pada cawan (n1+0,1 n2)x d n1= jumlah cawan pada pengenceran pertama n2= jumlah cawan pada pengenceran kedua d= pengenceran pada cawan pertama

c.

Uji MPN Koliform (BPOM RI, 2006)

Prosedur pengujian MPN Coliform sesuai Metode Analisis Mikrobiologi (MA PPOM 69/MIK/06) yaitu dengan cara menyiapkan dua tabung reaksi masing-masing berisi 9 ml buffer fosfat.. Dari hasil homogenisasi pada penyiapan sampel dipipet 1 ml pengenceran 10-1 ke dalam tabung buffer fosfat pertama hingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-2 lalu dikocok sampai homogen. Selanjutnya dibuat pengenceran 10-3 dan seterusnya. Ada dua tahap pengujian MPN Coliform yaitu :

1. Uji Praduga (Presumtif Test)

Untuk mendapatkan pengenceran disiapkan 3 tabung reaksi berisi 9 ml BGLBB yang dilengkapi tabung durham untuk masing-masing tingkat pengenceran. Kedalam tiap tabung dari masing-masing seri dimasukkan 1 ml suspensi pengenceran. Diinkubasi pada suhu 37° C selama 24-48 jam. Setelah 24 jam dicatat dan diamati adanya gas yang terbentuk dalam tiap tabung, kemudian inkubasi dilanjutkan hingga 48 jam dan dicatat tabung-tabung yang menunjukkan uji positif.

2. Uji Penegasan

Biakan dari tabung yang menunjukkan uji praduga positif dipindahkan 1 sengkelit ke dalam tabung reaksi berisi 10 ml BGLBB yang telah dibungkus tabung durham. Seluruh tabung diiinkubasi pada suhu 37 °C selama 24-48jam. Dilakukan pengamatan adanya pembentukkan gas. Pernyataan hasil dari uji MPN koliform ini yaitu jumlah tabung yang positif gas dicatat dan dirujuk ke tabel MPN. Angka yang diperoleh pada tabel MPN menyatakan jumlah bakteri koliform dalam tiap gram/tiap ml sampel yang diuji (BPOM RI, 2006).

d.

Uji MPN Escherichia coli (BPOM RI, 2006)


(30)

17 1. Uji Pendugaan

Untuk setiap pengenceran disiapkan 3 tabung reaksi berisi 9 ml BGLBB yang dilengkapi tabung durham kedalam tiap tabung dari masing-masing seri dimasukkan 1 ml suspense pengenceran. Diinkubasi pada suhu 35-37° C selama 24-48 jam. Setelah 24 jam dicatat dan diamati perubahan warna biakan dan adanya gas yang terbentuk di dalam tiap tabung. Kemudian inkubasi dilanjutkan hingga 48 jam dan dicatat tabung-tabung yang menunjukkan gas positif.

2. Uji Konfirmasi

Biakan dari tabung yang merupakan uji presumptive positif dipindahkan 1 sengkelit ke dalam tabung reaksi berisi 10 ml EC Broth yang telah dilengkapi dengan tabung durham. Seluruh tabung diinkubasi pada suhu 44±0,5°C selama 24-48 jam. Dilakukan pengamatan terhadap pembentukkan gas. Dari biakan EC Broth yang positif, masing-masing diinokulasikan pada lempeng media EMB, diinkubasi pada suhu 35-37°C selama 24 jam diamati koloni spesifik yang tumbuh. Dipilih koloni spesifik yang tumbuh pada biakan EMB, diinokulasikan pada media NA miring, diinkubasikan pada suhu 35-37 °C selama 24 jam dilanjutkan uji IMViC. Reaksi-reaksi yang terjadi pada uji IMViC dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6. Medium yang digunakan pada uji IMViC dan reaksi yang terjadi

Uji Medium Produk akhir Reaksi positif

Indol Tryptone Broth atau Indol-Nitrite

Indol Warna merah pada

penambahan pereaksi kovacs.

Warna merah muda pada kertas asam oksalat

Merah metil Protease Broth (MR-Vp) atau 1% Glocose Peptone Broth

Asam Organik Warna merah pada

penambahan indicator merah metil

Voges-Proskauer

Seperti uji merah metil

Asam metil karbinol Warna merah tua pada penambahan 5% alfanaftol dan 40% KOH.

Sitrat Koser Citrate Medium

Pertumbuhan Timbulnya kekeruhan

e.

Uji Kapang/Khamir (BPOM RI, 2006)

Hasil dari persiapan sampel masing-masing pengenceran dipipet 0,5 ml, dituangkan pada permukaan PDA yang sudah ditambahkan asam tartarat segera digoyang sambil diputar hingga suspense tersebar merata dan dibuat duplo. Pada satu lempeng PDA yang sudah ditambahkan asam tartarat diteteskan 0,5 ml pengencer dan disebarratakan. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 20-25° C dan diamati pada hari ketiga sampai ke lima. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. Hasil pengamatan dan perhitungan yang diperoleh dinyatakan sesuai persyaratan berikut, dipilih cawan petri dari salah satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 15-150. Jumlah koloni dari kedua cawan dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Bila pada cawan petri dari dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah antara 15-150, maka dihitung jumlah koloni dan dikalikan faktor pengencerannya, kemudian diambil rata-rata. Hasil dinyatakan sebagai angka kapang.dalam tiap gram atau tiap ml sampel.


(31)

18

C.

RANCANGAN PERCOBAAN

Faktor-faktor yang diamati adalah sebagai berikut:

Faktor pertama (A), merupakan lama pengukusan ampas tahu press : A1 : kukus 15 menit

A2 : kukus 30 menit

Faktor kedua (B), merupakan jumlah penambahan tepung tapioka : B1: 5%

B2: 10%

Faktor ketiga (C), merupakan lama fermentasi garam: C1: 1 bulan

C2: 2 bulan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan Acak Lengkap metode Faktorial dengan tiga kali ulangan (Sudjana, 1991). Model eksperimen yang digunakan sebagai berikut : Yijk = U + Ai + Bj + Ck +ABij + ACik + BCjk +ABCijk + E(ijk)l Keterangan :

Yijk = variabel respon percobaan ke-k yang terjadi karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor kombinasi perbedaan lama pengukusan dan taraf ke-j faktor penambahan tepung tapioka serta lama fermentasi garam

U = pengaruh rata-rata sebenarnya atau nilai tengah umum (berharga konstan) Ai = pengaruh taraf ke-i faktor lama pengukusan ampas tahu (i = 1, 2)

Bj = pengaruh taraf ke-j faktor jumlah penambahan tepung tapioka(j = 1, 2) Ck = pengaruh taraf ke-k faktor lama fermentasi garam (k = 1, 2)

ABij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor lama pengukusan ampas tahu (i = 1, 2) dan taraf ke-j faktor penambahan tepung tapioka (j = 1, 2)

ACik = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor lama pengukusan ampas tahu (i = 1, 2) dan taraf ke-k faktor lama fermentasi garam (j = 1, 2)

BCjk = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor penambahan tepung tapioka (i = 1, 2) dan taraf ke-k faktor lama fermentasi garam (j = 1, 2)

ABCijk = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor lama pengukusan ampas tahu (i = 1, 2), faktor penambahan tepung tapioka (i = 1, 2) dan taraf ke-k faktor lama fermentasi garam (j = 1, 2) E(ijk)l = pengaruh unit percobaan pada ulangan ke-l yang diakibatkan oleh kombinasi perlakuan l = ulangan (l = 1, 2, 3)

Analisis Data

Hasil pengukuran dari kedelapan perlakuan dengan tiga kali ulangan percobaan tersebut kemudian diuji secara statistik menggunakan tabel ANOVA yang dibantu dengan media pengolahan SPSS yang kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk hasil Uji Organoleptik.


(32)

19

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PROSES PEMBUATAN KECAP MANIS AMPAS TAHU

Proses pembuatan kecap manis ampas tahu terdiri dari 4 tahap, yaitu : 1). persiapan ampas tahu, 2). pembuatan dan fermentasi koji, 3). pembuatan dan fermentasi moromi, dan 4). pemasakan.

1.

Persiapan Ampas Tahu

Limbah padat tahu atau biasa dikenal dengan ampas tahu merupakan hasil samping dari pabrik tahu. Ampas tahu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan ampas tahu segar yang mengandung kadar air yang tinggi yaitu sekitar 89,82% bb sehingga diperlukan tahapan pengepressan untuk mengurangi kadar air ampas tahu tersebut agar sesuai dengan kadar air untuk pembuatan koji yang berkisar antara 75-80% (Snyder (1987). Pada kisaran kadar air tersebut kerja dari kapang akan optimum karena sesuai dengan kondisi pertumbuhannya. Proses pengepressan dilakukan dengan cara tradisional yaitu menggunakan kain saring. Ampas tahu ini memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu 2,12 % bb atau 20,82 % bk sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan kecap. Hasil analisis proksimat ampas tahu segar dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis Proksimat Ampas Tahu

Komposisi Ampas Tahu Segar

Air (% bb) Protein (% bb) Lemak (%) Abu (% bb)

Karbohidrat by difference (%)

89,82 ± 0,00 2,12 ± 0,05 2,20 ± 0,06 0,38 ± 0,01 5,48 ± 0,01

Setelah proses pengepressan, ampas tahu dikukus dengan dua perlakuan waktu pengukusan yaitu 15 dan 30 menit. Proses pengukusan ampas tahu ini bertujuan untuk mematikan mikroorganisme yang mungkin mengkontaminasi ampas tahu selama proses pembuatan tahu, proses pengepressan dan lain-lain yang dapat menghambat proses pertumbuhan kapang pada proses fermentasi koji. Waktu pengukusan selama 15 menit merupakan waktu minimal yang cukup untuk mematikan mikroba yang tahan panas, karena sebelumnya ampas tahu telah mengalami proses pengukusan dan penggilingan dengan panas yang bertujuan untuk menginaktivasi enzim anti-nutrisi yang dapat menghambat penyerapan gizi yang terkandung dalam kedelai dan enzim lipoksigenase yang dapat menyebabkan bau langu, sehingga proses pengukusan ampas tahu tidak bertujuan untuk menginaktivasi enzim anti-nutrisi maupun enzim lipoksigenase melainkan untuk membunuh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan kapang.

2.

Pembuatan dan Fermentasi Koji

Ampas tahu yang telah mengalami proses pengukusan akan mengalami peningkatan kadar air. Data kadar air ampas tahu yang telah mengalami pengepressan dan pengukusan dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan grafik, kadar air ampas tahu


(33)

20 setelah proses pengepressan mengalami penurunan dari 89,82% menjadi 75,22%, namun kembali mengalami peningkatan kadar air setelah proses pengukusan baik selama 15 menit maupun 30 menit. Kadar air ampas tahu setelah dikukus selama 15 menit yaitu 81,44% lebih rendah dibandingkan dengan kadar air ampas tahu yang dikukus selama 30 menit yaitu 87,34%. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu pengukusan maka semakin banyak air/uap air yang terserap oleh ampas tahu.

Gambar 2. Grafik Kadar Air Ampas Tahu pada Perlakuan Pengepressan dan Pengukusan. Setelah dikukus, ampas tahu didinginkan hingga suam-suam kuku sebelum dicampur dengan tepung tapioka. Tepung tapioka yang akan dicampur dengan ampas tahu terlebih dahulu disangrai selama 10 menit hingga kuning kecoklatan. Pada proses pembuatan kecap Jepang, penyangraian dilakukan terhadap tepung gandum yang bertujuan untuk menggelatinisasi pati gandum sehingga lebih mudah untuk dihidrolisis dan dimanfaatkan oleh kapang, mudah menguapkan air, dan mematikan mikroorganisme pengganggu (Huang dan Teng, 2004). Proses pencampuran ampas tahu dengan tepung tapioka dilakukan dengan dua perlakuan untuk masing-masing perlakuan pengukusan ampas tahu yaitu penambahan tepung tapioka sebanyak 5% dan 10% dalam basis 1 kg ampas tahu kukus. Pemilihan jumlah pencampuran tersebut diperkirakan mampu menghasilkan tekstur koji yang padat dan mengurangi kadar air bahan baku sehingga membantu proses pertumbuhan kapang. Menurut Sentot Prasasto (2008) jumlah tepung yang ditambahkan dalam pembuatan koji kecap berkisar antara 0-10%. Tujuan penambahan tepung pada pembuatan kecap ampas tahu ini adalah untuk memadatkan massa ampas tahu sehingga lebih kokoh dan mudah ditumbuhi kapang serta menambahkan suplai karbohidrat bagi pertumbuhan kapang. Penambahan tepung juga berfungsi meningkatkan cita rasa dan aroma yang dihasilkan oleh terbentuknya asam-asam organik dan alkohol dan senyawa penyusun flavor yang lain (Astawan, 2009).

Campuran ampas tahu kukus dan tapioka yang telah disangrai kemudian ditaburi laru tempe sebanyak 5 gr untuk 1 kg campuran ampas dan tepung tapioka, lalu diaduk-aduk sampai rata. Setelah itu ampas yang telah ditaburi laru tempe diletakkan di atas tampah setebal 2 cm yang telah dialasi daun pisang dan ditutup dengan daun pisang. Tampah diletakkan di tempat yang terhindar dari serangga dan sinar matahari langsung selama 3 hari pada suhu ruang sampai koji terbentuk. Koji yang telah jadi dapat dicirikan dengan penampakan koji yang tertutup sempurna oleh miselium kapang yang kompak dan tidak mudah hancur/kokoh serta mengeluarkan aroma khas tempe. Koji yang terbentuk setelah 3 hari memiliki ciri-ciri miselia yang berwarna putih sehingga dapat diduga

89,82

75,22

81,44

87,34

sebelum press setelah press tanpa kukus

setelah press kukus 15

menit

setelah press kukus 30

menit Kadar air % bb


(34)

21 kapang yang tumbuh pada koji merupakan kapang R.oryzae dan R.oligosporus. Hal ini dikarenakan kapang R.oryzae memiliki karakteristik miselia yang berwarna putih. Ketika dewasa, maka miselia putih akan tertutup oleh soprangium yang berwarna abu-abu kecoklatan. Hifa kapang R. oryzae tidak bersepta dan tidak berwarna (jernih/hialin). Hifa kapang terspesialisasi menjadi 3 bentuk, yaitu rhizoid, sporangiofor, dan sprorangium. Rhizoid merupakan bentuk hifa yang menyerupai akar (tumbuh ke bawah). Sprorangiofor aadalah hifa yang menyerupai batang (tumbuh ke atas). Sporangium adalah hifa pembentuk spora dan berbentuk bulat, Suhu pertumbuhan maksimun adalah 33-36°C dan suhu perturnbuhan optimum adalah + 30°C.

Kapang R.oligoporus juga memiliki karakteristik miselia yang berwarna putih. Ketika dewasa, maka miselia putih akan tertutup oleh soprangium yang berwarna abu-abu. Hifa kapang R. oligoporus tidak bersepta dan tidak berwarna (jemih/hialin). Hifa kapang terspesialisasi menjadi 3 bentuk yaitu rhizoid, sporangiofor, dan sprorangium. Rhizoid merupakan bentuk hifa yang menyerupai akar (tumbuh ko bawah). Sprorangiofor adalah hifa yang menyerupai batang (tumbuh ke atas). Sporangium adalah hifa pembentuk spora dan berbentuk bulat. Suhu pertumbuhan maksimun adalah 36-40°C dan suhu pertumbuhan optimum adalah ± 33°C. R.oligosporus mempunyai aktivitas protease dan lipase yang kuat dan dikombinasikan dengan sedikit aktivitas amylase, sedangkan

R.oryzae mempunyai aktivitas amylase yang lebih kuat (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Menurut Fardiaz (1989), kebanyakan kapang bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25-30 o

C, tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35-37 oC. Kapang dapat tumbuh pada kisaran pH 3-9 dengan kelembaban 60-90%.

Fermentasi koji merupakan tahap awal fermentasi kecap sehingga proses ini menentukan kualitas produk akhir kecap yang dihasilkan. Perubahan kimia besar yang terjadi pada proses ini adalah degradasi protein dan karbohidrat yang disebabkan oleh enzim pemecah yang dihasilkan koji. Menurut Flegel (1988), ada dua macam enzim yang berperan dalam menghasilkan flavor kecap pada fermentasi koji yaitu kompleks enzim protease yang memberikan meaty flavor (gurih) dan enzim karbohidrase seperti α -amilase, amiloglukosidae dan maltase yang berperan pada rasa manis.

Waktu fermentasi juga merupakan faktor penting dalam fermentasi koji. Menurut Andesta (1987), perlakuan lama inkubasi koji tiga hari menghasilkan kandungan asam nitrogen dan total nitrogen terbesar. Asam nitrogen berperan penting sebagai komponen pembentuk flavor khas kecap. Selama masa fermentasi koji, fermentasi bahan memberikan kelunakan, kemanisan, dan bau apek (jamuran) dimana pertumbuhan kapang memenuhi seluruh permukaan hamparan kedelai. Menurut Wood (1982), inkubasi yang terlalu cepat akan mengakibatkan kurang sempurnanya hidrolisa protein, sedangkan menurut Steinkraus (1983), enzim yang dihasilkan oleh kapang akan sedikit dan tidak akan menghasilkan komponen-komponen yang akan membentuk cita rasa khas kecap bila waktu inkubasi terlalu cepat. Begitu pula bila waktu inkubasi yang terlalu lama akan mengakibatkan produksi ammonia berlebihan sehingga terjadi pembentukan flavor yang tidak dapat diterima (Wood, 1982).


(35)

22

Gambar 3. Penampakan koji setelah inkubasi 3 hari

Menurut Yokotsuka dan sasaki (1998), kontaminan yang dapat tumbuh pada fermentasi koji adalah Bacillus subtilis dan Rhizopus nigrificans. Bacillus subtilis muncul ketika suhu dan kelembaban udara yang terlalu tinggi pada koji, sedangkan Rhizopus nigrificans muncul ketika suhu pada koji terlalu rendah. Kontaminasi oleh Bacillus subtilis yang terlalu banyak akan mengakibatkan pertumbuhan kapang pada koji terhenti dan menyebabkan kenaikan total protease dan aktivitas protease alkali, tetapi menurunkan daya cerna protein sebanyak 2-3%. Setelah inkubasi selama 3 hari, koji yang telah jadi lalu dipotong kecil-kecil yang bertujuan untuk memudahkan proses pengeringan. Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven selama 4 jam pada suhu sekitar 50 – 60 oC. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dari koji yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada proses fermentasi moromi sekaligus untuk mempermudah proses ekstraksi, karena koji tidak mudah hancur dan larut dalam filtrat. Kadar air koji kering yang baik untuk dilanjutkan ke proses fermentasi moromi adalah <12% bb (Tarwiyah, 2001). Koji yang telah dikeringkan dapat disebut sebagai koji kering. Selama proses pengeringan terjadi penurunan kadar air koji secara drastis yaitu menjadi 7,38% (Tabel 8) untuk koji dengan penambahan tepung tapioka sebanyak 5% dan 7,19% untuk koji dengan penambahan tepung tapioka sebanyak 10%. Menurut Junaedi (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan koji adalah kadar air bahan baku, kelembaban ruang, suhu aerasi dan waktu fermentasi.

Tabel 8. Kadar air koji kering

Perlakuan Koji Kadar Air (%b/b)

Koji kering Penambahan 5% tapioka Koji kering Penambahan 10% tapioka

7,38 ± 0,01 7,19 ± 0,01

3.

Pembuatan dan Fermentasi Moromi

Tahapan selanjutnya adalah fermentasi moromi. Tahapan fermentasi ini disebut juga dengan fermentasi garam. Menurut Fukushima (2003), larutan garam yang digunakan berkisar 20-23%. Pada fermentasi ini, koji yang telah mengalami proses pengeringan dicampur dengan larutan garam 23%. Larutan garam ini berfungsi sebagai media fermentasi, selektor mikroorganisme yang diharapkan tumbuh yaitu BAL dan khamir yang dianggap dapat menimbulkan flavor dan aroma khas kecap, menghentikan pertumbuhan kapang lebih lanjut karena akan menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan (perubahan warna) dan menghilangkan rasa pahit yang disebabkan adanya pemecahan protein oleh enzim protease. Kadar garam yang terlalu tinggi menimbulkan tekanan osmotik serta jumlah ion-ion garam yang tinggi pula. Kedua kondisi tersebut dapat mengganggu pertumbuhan dan merusak sel-sel khamir. Tingkat kadar garam


(36)

23 berpengaruh secara signifikan terhadap populasi khamir selama tahap fermentasi garam. Semakin tinggi kadar garam semakin drastis penurunan total khamir yang terjadi.

Koji yang telah kering direndam dalam larutan garam 23% dengan perbandingan tiap 100 gram koji direndam dalam 1 liter larutan garam di wadah toples plastik hingga terendan sempurna dan ditutup dengan kain saring untuk menciptakan suasana anaerob fakultatif untuk lingkungan pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan untuk tumbuh. Proses fermentasi ini berlangsung selama 1 dan 2 bulan. Menurut Suprapti (2005), lama fermentasi moromi untuk pembuatan kecap ampas tahu dilakukan minimal 1-2 bulan namun jangan lebih dari dua bulan. Perendaman dalam larutan garam selama 1 bulan dipandang dari segi aktivitas proteolitiknya telah mencapai titik optimum dan peningkatan jumlah total nitrogen cukup tinggi. Akan tetapi, semakin lama proses perendaman maka semakin baik flavor yang dihasilkan karena makin terbentuk alkohol dan senyawa-senyawa organik lainnya.

Fermentasi ini dilakukan dengan beberapa perlakuan selama proses fermentasi berlangsung, diantaranya proses pengadukan, penjemuran di bawah sinar matahari dan penambahan larutan garam pada waktu-waktu tertentu dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan pada awal penambahan larutan garam untuk mencegah konsentrasi garam yang terlalu tinggi sehingga dapat menyebabkan mikroorganisme halotoleran inaktif. Proses pengadukan menurut Heseeltine dan Wang (1980) di dalam Steinkraus (1983) bertujuan untuk memberikan aerasi yang cukup untuk pertumbuhan khamir, mengontrol keseragaman suhu, mencegah tumbuhnya mikroorganisme anaerobik yang tidak diinginkan dan untuk mengeluarkan karbondioksida. Selain itu, proses pengadukan juga berfungsi untuk menghomogenkan larutan garam karena garam cenderung kembali membentuk kristal. Pengadukan dilakukan dua kali sehari baik sebelum dijemur dan sesudah dijemur dengan menggunakan pengaduk kayu. Pengadukan yang berlebihan dapat menyebabkan koji menjadi hancur sehingga warna filtrat yang dihasilkan menjadi lebih pekat. Selain itu, pengadukan yang berlebihan menyebabkan aroma filtrat hilang karena terlalu banyak kontak dengan udara. Hal ini disebabkan karena filtrat mengandung senyawa volatil dimana salah satu tahapan fermentasi yang terjadi adalah fermentasi alkohol yang dilakukan oleh khamir. Proses penjemuran di bawah sinar matahari dilakukan dengan membuka tutup toples yaitu kain saring agar sinar matahari dapat masuk seluruhnya ke dalam toples. Penjemuran ini bertujuan untuk memanfaatkan sinar UV untuk membunuh mikroorganisme pembusuk yang mungkin tumbuh pada moromi. Sinar ultraviolet menyebabkan bakteri yang berada di udara atau yang berada dilapisan permukaan suatu benda yang terpapar sinar ultraviolet akan mati. Sinar ultraviolet memiliki kemampuan untuk mempengaruhi fungsi sel makhluk hidup dengan mengubah material inti sel atau DNA, sehingga makhluk tersebut mati (Purwakusuma, 2007).

Selama fermentasi moromi, terdapat beberapa mikroorganisme yang berperan penting, seperti Pediococcus halophilus, Zygosaccaromyces rouxii, dan Candida sp.

Pediococcus halophilus merupakan bakteri asam laktat yang berperan menghasilkan asam laktat dan asam asetat dari gula sederhana hasil pemecahan enzim pada fermentasi koji yang akan menurunkan pH larutan garam menjadi 4.8-5.0. Menurut Syaripuddin (1995), terjadinya penurunan pH mencapai dibawah 5.5 memberikan isyarat yang tepat untuk pengalihan fermentasi dari fermentasi asam laktat ke fermentasi alcohol oleh khamir. Pada tahap ini enzim proteolitik dan glutaminase masih aktif. Setelah pH turun,


(1)

60

Jumlah panelis kode sampel

A B C D E F G H

36 4 5 5 5 4 3 4 3

37 4 5 4 3 5 4 4 4

38 5 4 3 4 4 5 4 5

39 2 3 2 2 4 4 4 4

40 4 3 2 1 2 4 3 4

41 5 4 4 3 2 4 2 4

42 4 5 4 4 3 4 3 3

43 3 4 4 2 3 3 4 4

44 4 5 5 4 3 4 4 4

45 2 4 3 4 2 2 4 4

46 2 3 3 4 5 5 5 4

47 3 2 4 2 3 3 3 4

48 3 4 3 4 4 4 4 3

49 3 4 4 4 3 3 3 3

50 4 4 2 3 3 2 2 4

51 4 2 4 3 3 4 4 3

52 3 3 3 4 3 3 3 4

53 4 4 3 3 5 5 5 5

54 2 3 2 2 5 5 5 5

55 4 4 3 4 5 5 5 5

56 4 3 3 4 2 2 4 4

57 2 3 4 4 5 3 4 3

58 4 5 3 3 4 3 3 3

59 4 4 5 3 3 2 2 4

60 2 3 3 3 3 4 4 4

61 4 3 3 4 3 2 3 3

62 4 3 4 4 3 4 3 3

63 3 4 2 2 3 5 4 4

64 4 3 4 3 4 4 4 4

65 3 4 2 1 3 2 2 4

66 3 2 4 3 2 4 3 3

67 4 4 4 3 2 2 2 2

68 3 2 4 4 4 3 4 3

69 3 4 3 4 2 4 3 3

70 3 4 4 2 3 2 3 3

Keterangan :

Sampel 1 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 5%, lama fermentasi 1 bulan Sampel 2 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 10%, lama fermentasi 1 bulan Sampel 3 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 5%, lama fermentasi 1 bulan Sampel 4 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 10%, lama fermentasi 1 bulan Sampel 5 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 5%, lama fermentasi 2 bulan


(2)

61 Sampel 6 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 10%, lama fermentasi 2 bulan Sampel 7 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 5%, lama fermentasi 2 bulan Sampel 8 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 10%, lama fermentasi 2 bulan


(3)

62 Lampiran 10. Data hasil pengukuran viskositas kecap komersial

Sampel Ulangan Skala terbaca Viskositas

(cP) Kisaran (cP)

X 1 5.4 1080

1040 - 2240

2 5.2 1040

Y 1 11 2200

2 11.2 2240

Z 1 8.5 1700

2 8.5 1700

Lampiran 11. Data hasil pengukuran kadar NaCl kecap komersial

Sampel Ulangan Kadar NaCl (%) Kisaran (%)

X 1 4.24

4.14-4.64

2 4.02

Y 1 4.14

2 4.16

Z 1 4.64

2 4.63

Lampiran 12. Data hasil pengukuran total padatan terlarut kecap komersial

Sampel Ulangan Total Padatan

Terlarut (ºBrix) Kisaran (ºBrix)

X 1 75.20

75.20 – 76.20

2 75.20

Y 1 76.20

2 76.20

Z 1 75.90

2 75.90

Lampiran 13. Data hasil pengukuran analisis kadar protein kecap komersial

Sampel U Kadar protein (%bk)

Kisaran (%bk)

X 1 1.88

1.59-2.43

2 1.88

Y 1 1.59

2 1.59

Z 1 2.43


(4)

63 Lampiran 14. Data hasil pengukuran total gula kecap komersial

Sampel Ulangan Bobot sampel (g) A Total gula (%) Kisaran (%)

X 1 0.5145 0.343 62.02

59.81-62.02

2 0.5045 0.315 57.88

Y 1 0.5211 0.341 61.64

2 0.5103 0.339 60.58

Z 1 0.5044 0.344 61.76

2 0.5208 0.338 59.81

Lampiran 15. Data hasil pengukuran kadar air kecap komersial

Perlakuan U Bobot cawan kosong (g)

Bobot sampel (g)

Bobot cawan dan sampel kering (g)

Kadar air (g/100 g bb)

Kisaran (g/100 g bb)

X 1 3.0419 1.0299 3.9003 16.65

13.64 – 16.67

2 2.8574 1.0131 3.7016 16.67

Y 1 3.1819 1.0015 4.0468 13.64

2 2.5114 1.0088 3.3691 14.98

Z 1 2.8996 1.0621 3.8007 15.16


(5)

64 Lampiran 16. Hasil Pengujian Angka Lempeng Total Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terbaik

Lampiran 17. Hasil Pengujian MPN Koliform Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terbaik Pengenceran

(ml) Media

Pengamatan

APM/gram SNI 01-3543- 1999 (APM/g) Tabung I Tabung II Tabung III 10-1 BGLBB - - -

< 3 Maks. 102

10-2 - - -

10-3 - - -

10-4 - - -

Lampiran 18. Hasil Pengujian MPN E.coli Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terbaik Pengenceran

(ml) Media

Pengamatan

APM/gram SNI 01-3543- 1999 (APM/g) Tabung I Tabung II Tabung III 10-1 BGLBB - - -

< 3 <3

10-2 - - -

10-3 - - -

10-4 - - -

\

Lampiran 19. Hasil Pengujian Kapang/Khamir Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terbaik Pengenceran

(ml) Media

Pengamatan

Koloni/gram SNI 01 – 3543- 1999 (koloni/g) Cawan I Cawan II

10-1

PDA

42 57

2.5 X 102 Maks. 50

10-2 9 5

10-3 6 3

10-4 1 0

Pengencer

an (ml) Media

Pengamatan

Koloni/gram SNI 01 – 3543- 1999 (koloni/g) Cawan I Cawan II

10-1

PCA

TBUD TBUD

1.8 x 104 Maks. 105

10-2 260 180

10-3 22 9


(6)

65 Lampiran 20. Tabel MPN untuk 3 seri tabung dengan 0,1, 0,01 dan 0,001 g inokulum

Tabel MPN untuk 3 seri tabung dengan 0,1, 0,01 dan 0,001 g inokulum (95 % confidence intervals)

Tabung positif

MPN/g

Conf. lim. Tabung positif

MPN/g

Conf. lim. 0.10 0.01 0.001 bwah atas 0.10 0.01 0.001 bwah atas

0 0 0 <3.0 -- 9.5 2 2 0 21 4.5 42

0 0 1 3.0 0.15 9.6 2 2 1 28 8.7 94

0 1 0 3.0 0.15 11 2 2 2 35 8.7 94

0 1 1 6.1 1.2 18 2 3 0 29 8.7 94

0 2 0 6.2 1.2 18 2 3 1 36 8.7 94

0 3 0 9.4 3.6 38 3 0 0 23 4.6 94

1 0 0 3.6 0.17 18 3 0 1 38 8.7 110

1 0 1 7.2 1.3 18 3 0 2 64 17 180

1 0 2 11 3.6 38 3 1 0 43 9 180

1 1 0 7.4 1.3 20 3 1 1 75 17 200

1 1 1 11 3.6 38 3 1 2 120 37 420

1 2 0 11 3.6 42 3 1 3 160 40 420

1 2 1 15 4.5 42 3 2 0 93 18 420

1 3 0 16 4.5 42 3 2 1 150 37 420

2 0 0 9.2 1.4 38 3 2 2 210 40 430

2 0 1 14 3.6 42 3 2 3 290 90 1,000

2 0 2 20 4.5 42 3 3 0 240 42 1,000

2 1 0 15 3.7 42 3 3 1 460 90 2,000

2 1 1 20 4.5 42 3 3 2 1100 180 4,100

2 1 2 27 8.7 94 3 3 3 >1100 420 --