Inventarisasi Parasit pada Benih Ikan Gurame dalam Kolam Terpal di Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta.

(1)

ABSTRAK

SATWIKA FAJAR ARGIONO. Inventarisasi parasit pada benih ikan gurame dalam kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Dibimbing oleh Sri Nuryati dan Tatag Budiardi.

Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi parasit yang ada pada ikan gurame yang dipelihara pada sistem kolam terpal. Inventarisasi parasit dilakukan pada 90 ekor ikan gurame dengan memeriksa ektoparasit dan endoparasit pada ikan gurame (Osphronemus goramy) ukuran “silet” (3-4 cm), “korek” (5-6 cm), dan “super” (10-11 cm) dengan jumlah ikan contoh untuk masing-masing ukuran 30 ekor. Pengambilan ikan contoh dilakukan secara acak di kolam-kolam terpal di Desa Mergosari, Desa Kemiri dan Desa Karang Tengah Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil yang diperoleh berupa ektoparasit jenis Trichodina, Chilodonella, Dactylogyrus, Gyrodactylus, dan Ichthyophthirius, dengan tingkat prevalensi parasit tertinggi terdapat pada parasit jenis Trichodina pada ikan gurame ukuran “korek”, yaitu 100 %. Intensitas parasit tertinggi terdapat pada parasit jenis Trichodina pada ikan gurame ukuran “korek”, yaitu 28 individu/ekor. Endoparasit tidak ditemukan selama pengamatan ini. Kata kunci : parasit, ikan gurame, Osphronemus goramy.

ABSTRACT

SATWIKA FAJAR ARGIONO. Parasite inventory in giant gourami fingerling in plastic lined (Terpal) Ponds at Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Supervised by Sri Nuryati and Tatag Budiardi.

The objective of this research was to record the parasites (ectoparasite and endoparasite) in giant gourami which cultured in plastic lined pond system. Thirty fingerlings for each size ranges of 3-4 cm, 5-6 cm, and 10-11 cm were collected from plastic lined ponds in three different villages, Desa Mergosari, Desa Kemiri, and Desa Karang Tengah, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. The examination showed that there were 5 genera of ectoparasites found in gouramy fingerlings, namely Trichodina, Chilodonella, Dactylogyrus, Gyrodactylus, and Ichthyophthirius. The highest prevalent and parasite intensity were found in Trichodina in 5 – 6 cm sized fish which were 100% and 28 ind/fish, respectively. There was no endoparasite found in giant gouramy fingerlings during the examination period.

Keywords : parasite, giant gourami, Osphronemus goramy.  


(2)

1 I. PENDAHULUAN

Ikan gurame (Osphronemus goramy) merupakan salah satu jenis ikan air tawar asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, dengan harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Di daerah Yogyakarta harga ikan gurame tahun 2010, untuk ukuran konsumsi mencapai Rp 22.000/kg. Walaupun harganya relatif tinggi, tetapi permintaanya terus bertambah, misalnya permintaan pasar lokal untuk Jakarta mencapai 120 ton/hari dan di Yogyakarta sebanyak 5 ton/hari. Contoh lain yaitu permintaan benih ukuran silet (3- 4 cm) dari Yogyakarta untuk daerah seperti Bogor mencapai 10.000 ekor/hari (Wagiran dan Harianto, 2010). Selain itu, ikan gurame merupakan salah satu komoditas utama Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) dalam ”Proyeksi Produksi Perikanan Budidya tahun 2009-2014”. Ikan gurame ini pada tahun 2014 ditargetkan produksinya mencapai 48,9 juta ton dari 38,5 juta ton pada tahun 2009 atau ditargetkan mengalami kenaikan sebesar 127% (KKP, 2011).

Untuk memenuhi permintaan yang begitu tinggi, maka diperlukan adanya produksi yang besar yang dapat dicapai melalui budidaya secara intensif. Baru-baru ini petani di Indonesia mencoba mengatasinya dengan memelihara ikan gurame menggunakan ”kolam terpal”. Beberapa keunggulan dari kolam terpal ini yaitu kolam mudah dibersihkan dan dikeringkan sehingga mata rantai penyakit bisa diputus. Panen ikan gurame lebih mudah karena petakannya tidak luas. Ikan gurame tidak berbau lumpur karena kolam bebas kotoran. Pedagang ikan lebih menyukai gurarne hasil budidaya di kolam terpal ini, karena disukai konsumen. Ikan gurame bisa bergerak bebas karena kondisi kolam bersih. Berdasarkan keunggulan-keunggulan tersebut, maka dengan sistem kolam terpal, kepadatan pemeliharaan ikan bisa ditingkatkan.

Budidaya intensif (kepadatan tinggi) berkonsekuensi pada kecepatan penyebaran penyakit parasitik (Kabata, 1985). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi parasit yang ada pada ikan gurame yang dipelihara pada sistem kolam terpal.


(3)

2 II. BAHAN DAN METODE

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2010 di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

2.2 Persiapan Pemeriksaan Ikan Gurame

Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan terhadap 90 ekor ikan gurame, dengan 3 ukuran, yaitu ukuran silet (3-4 cm), ukuran korek (5-7 cm), dan ukuran super (10-11 cm). Setiap ukuran masing-masing diambil 30 ekor. Pengambilan ikan contoh dilakukan secara acak di 3 desa yang berbeda, yaitu Desa Mergosari, Desa Kemiri dan Desa Karang Tengah. Masing-masing desa diambil 10 ekor untuk setiap ukuran.

Sebelum ikan diperiksa terlebih dahulu disiapkan wadah dan peralatan untuk mempermudah dan mempercepat proses pemeriksaan. Wadah yang dugunakan untuk pemeriksaan adalah baki yang dilengkapi dengan lap basah untuk meletakkan ikan agar tetap dalam kondisi basah dan lembab. Kemudian disiapkan juga alat bedah, gelas preparat, dan mikroskop cahaya.

2.3 Pendataan Awal dan Pemeriksaan Parasit Ikan Gurame

Data mengenai ukuran, asal ikan, dan kondisi ikan contoh (mati, segar, atau hidup) dicatat, kemudian ikan yang masih hidup dimatikan dengan menusukkan jarum pada bagian otaknya (medula oblongata). Ikan ditempatkan pada baki dan selama masih akan diperiksa harus selalu basah dan terendam air atau menggunakankan lap yang basah. Abnormalitas pada morfologi ikan diamati dan dicatat. Kemudian dilakukan pemeriksaan ektoparasit dan hasilnya dicatat pada tabel yang sudah disediakan.

Pemeriksaan ektoparasit dimulai dengan langkah seluruh permukaan tubuh ikan diamati scara visual, untuk mengamati ada tidaknya parasit yang teramati secara makro seperti Lernaea sp. dan Argulus sp.. Selanjutnya disiapkan gelas objek dan diberi 2 tetes akuades atau air kran. Permukaan tubuh ikan dikerik menggunakan pisau scalpel dari arah kepala menuju pangkal ekor. Hasil kerikan berupa lendir atau beberapa sisik yang terlepas dioleskan ke air pada gelas objek.


(4)

3 Gelas objek diberi penutup gelas, kemudian preparat diperiksa dengan mikroskop. Pemeriksaan pada sirip ikan dilakukan dengan menggunting setiap sirip (punggung, dada, perut dan ekor) dan diletakkan pada gelas objek yang diberi tetesan air akuades atau air kran. Operkulum ikan dibuka dan seluruh bagian insang dilepas, dipisahkan per lembar dan diletakkan pada gelas objek, kemudian diamati di bawah mikroskop. Hasil dari pengamatan di mikroskop dicatat pada tabel pengamatan.

Pemeriksaan endoparasit dimulai dengan cara membelah terlebih dahulu ikan uji mulai dari anus hingga dibawah sirip dada. Rongga perut dan permukaan organ diamati secara visual untuk memeriksa apakah terdapat parasit ataupun kista parasit. Organ dalam ikan dilepas dan tiap-tiap organ dimasukkan ke dalam cawan yang berisi larutan fisiologis. Organ berongga (lambung dan usus) dibuka dan isinya dikeluarkan, kemudian isi serta dinding organ diamati menggunakan mikroskop. Urat daging diambil sedikit dari bagian punggung ikan dan dihancurkan kemudian diamati dengan mikroskop. Hasil dari pengamatan di mikroskop dicatat pada tabel pengamatan.

2.4 Identifikasi Parasit dan Analisis Data

Parasit-parasit yang ditemukan kemudian diidentifikasi, dicatat, dan difoto menggunakan kamera digital. Identifikasi yang dilakukan mengikuti petunjuk Hoffman (1967), Kabata (1985), dan Ghufran-Kordi (2004).

Data yang didapat berupa jenis parasit, prevalensi dan intensitas. Prevalensi dan intensitas parasit dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Prevalensi =

Intensitas = Jumlah parasit yang ditemukan Jumlah ikan yang terinfeksi Jumlah ikan yang terserang parasit

Jumlah ikan yang diperiksa


(5)

4

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Identifikasi Parasit

Jenis parasit yang ditemukan adalah Trichodina (Gambar 2), Chilodonella (Gambar 3), Dactylogyrus (Gambar 4), Gyrodactylus (Gambar 5), dan Icthyophthirius (Gambar 6).

3.1.2 Prevalensi dan Intensitas Parasit

Salah satu data yang diperoleh adalah nilai prevalensi dan intensitas parasit pada ikan gurame. Nilai prevalensi dan intensitas parasit pada ikan gurame dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Prevalensi parasit pada ikan gurame yang diperiksa pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

Jenis Parasit Prevalensi pada ikan ukuran (%)

Silet (3-4 cm) Korek (5-6 cm) Super (10-11cm)

Trichodina 86,7 100 30

Chilodonella - 63,3 43,3

Dactylogyrus 53,3 50 3,3

Gyrodactylus 13,3 6,7 6,7

Ichthyophthirius 3,3 - -

Berdasarkan Tabel 1, didapatkan kecenderungan bahwa semakin besar ukuran ikan maka nilai prevalensi parasitnya semakin rendah. Nilai prevalensi parasit tertinggi terdapat pada parasit jenis Trichodina pada ikan gurame ukuran “korek” (5 - 6 cm), yaitu 100 %, sedangkan nilai prevalensi parasit terendah terdapat pada parasit Ichthyophthirius pada gurame ukuran “korek” (5 – 6 cm) dan “super” (10 – 11 cm), yaitu 0 %.


(6)

5 Tabel 2. Intensitas parasit pada ikan gurame yang diperiksa pada kolam terpal di

Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta Jenis Parasit Intensitas pada ikan ukuran (Ind/ekor)

Silet (3-4cm) Korek (5-6cm) Super (10-11cm)

Trichodina 23 28 9

Chilodonella - 17 14

Dactylogyrus 5 4 1

Gyrodactylus 1 1 1

Ichthyophthirius 1 - -

Berdasarkan Tabel 2, didapatkan kecenderungan pula bahwa semakin besar ukuran ikan, maka nilai intensitas parasitnya semakin rendah. Intensitas parasit yang menyerang ikan gurame pada ukuran silet, korek, dan super yaitu Trichodina antara 9 – 28 ind/ekor, Chilodonella 0 – 17 ind/ekor, Dactylogyrus 1 – 5 ind/ekor, Gyrodactylus 1 ind/ekor, dan Icthyophthirius 0 – 1 ind/ekor.

3.1.3 Parameter Kualitas Air

Ikan gurame tergolong ikan yang peka terhadap suhu rendah, sehingga tidak akan produktif jika suhu tempat hidupnya lebih rendah dari kisaran suhu normal, gurame akan tumbuh optimal pada suhu lebih dari 24 ºC (Khairuman dan Amri, 2008).

Tabel 3. Data parameter kualitas air pada media budidaya ikan gurame di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

Waktu Tempat Parameter

Suhu ( ºC ) pH

Hari ke-1 (siang)

Kolam I 29,5 6

Kolam II 29,5 6

Kolam III 30 5,5

Hari ke-2 (pagi)

Kolam I 29,5 6

Kolam II 30 6

Kolam III 30 6,5

Hari ke-3 (sore)

Kolam I 31,5 6

Kolam II 32 6


(7)

6 3.2 Pembahasan

3.2.1 Prevalensi dan Intensitas Parasit

Terdapat tingkat keseimbangan antara jumlah parasit, inang yang diserang dan lingkungan tempat ikan dan parasit tersebut hidup. Selama keseimbangan itu tetap terjaga, maka ikan tidak akan mengalami sakit atau terserang penyakit, baik yang disebabkan parasit atau non parasit. Namun apabila salah satunya tidak seimbang, sebagai contoh parasit yang menyerang melebihi batas toleransi yang dapat diatasi ikan, maka ikan akan terserang penyakit parasitik.

Ikan gurame yang dibudidaya di kolam terpal seharusnya bersih dari penyakit parasitik karena siklus hidupnya sudah diputus sewaktu tahap pengeringan kolam. Akan tetapi, dari hasil pengamatan, masih ditemukan bermacam-macam parasit. Hal ini diduga parasit yang teridentifikasi berasal dari ikan yang dipelihara, karena ikan didatangkan dari tempat lain. Kemudian parasit dapat juga berasal dari sumber air yang digunakan untuk budidaya, yaitu dari air sungai terdekat.

Jika inang memberikan respons terhadap parasit, parasit akan berkumpul di dalam jaringan atau inang tertentu. Tetapi bila tidak ada respons dari inang, maka serangan parasit akan terjadi secara acak pada jaringan atau spesies ikan yang ada (Olsen, 1947 dalam Jayakusuma, 2009).

Menurut Kabata (1985), jenis parsit Trichodina sp. dan Chilodonella sp. sangat banyak ditemukan pada ikan-ikan di daerah Asia Tenggara, salah satunya adalah ikan gurame. Kedua parasit ini memiliki kesamaan dalam karakteristik wilayah serangnya terhadap tubuh inang, yaitu sama-sama memiliki daerah serangan yang luas. Jika tidak segera diatasi, luka yang disebabkan kedua parasit ini akan menjalar ke seluruh tubuh, karena kedua parasit ini memiliki pergerakan yang cepat dan biasanya menyerang dalam jumlah yang banyak. Trichodina merupakan jenis parasit yang memiliki nilai toleransi atau kisaran suhu yang sangat tinggi, jadi walaupun suhu kolam tinggi Trichodina masih tetap bisa bertahan hidup. Hal ini juga yang menyebabkan kondisi dan beberapa kasus pada ikan yang terdapat banyak jenis parasit ini pada tubuhnya, namun ikan tersebut tidak sakit. Salah satu pencegahan terbaik untuk Trichodina sp adalah dengan meningkatkan kondisi lingkungan menjadi lebih baik. Woo (2006) juga


(8)

7 menyatakan bahwa dua jenis parasit ini merupakan parasit yang paling sering dan paling banyak kontak dengan ikan, terutama ikan yang dibudidayakan. Serangan dua parasit ini dalam jumlah besar bisa berakibat fatal bagi ikan inangnya, dan kasus ini sangat jarang terjadi pada ikan budidaya yang terjaga kondisi lingkungannya dengan baik, dengan kata lain, jika kita bisa mengontrol lingkungan atau tempat budidaya.

Parasit berikutnya adalah Ichthyophthirius multifiliis. Data pada Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai prevalensi dan intensitasnya paling rendah. Berdasarkan Hadiroseyani (2010), jenis parasit ini dapat dikendalikan dengan mempertahankan suhu kolam 29-30º C. Hal ini sesuai dengan parameter kualitas air yang menunjukkan suhu air di kolam terpal berada di atas 29º C (Tabel 3). Pernyataan senada juga dikemukakan oleh Wagiran dan Harianto (2010),. Penyakit yang disebabkan parasit ini, yaitu bintik putih (white spot) sebenarnya tidak terlalu sering menyerang ikan gurame yang dibudidayakan di kolam terpal, karena pada budidaya kolam terpal digunakan sekam sebagai alas kolam sehingga suhu kolam relatif stabil. Penyakit bintik putih ini muncul akibat suhu kolam yang terlalu rendah, yaitu kurang dari 22 ºC. Ichthyophthirius multifiliis yang ditemukan pada ikan contoh berada pada fase tomont (dewasa) (Gambar 1).

Gambar 1. Siklus hidup Ichthyophthirius sp.


(9)

8 Sebagai perbandingan mengenai pengaruh media atau tempat pemeliharaan ikan gurame terhadap serangan penyakit parasitik, Tabel 4 dan 5 merupakan nilai prevalensi parasit yang menyerang ikan gurame pada masa pendederan benih yang dilakukan oleh Rokhmani (2009) di dua Desa dan Kabupaten dengan ukuran ikan yang sama, yaitu ukuran silet (3-4 cm).

Tabel 4. Nilai prevalensi ektoparasit pada gurame pendederan pertama

Lokasi Jenis Parasit Prevalensi (%) Jenis Kolam Desa Luwung, Kec.

Rakit, Kab. Banjarnegara

Trichodina sp. 92,5

Kolam Tanah Ichthyophtirius sp. 92,5

Desa Beji, Kec. Kedungbanteng, Kab.

Banyumas

Trichodina sp. 100 Ichthyophtirius sp. 100 Epistylis sp. 100 Chilodonella sp. 100 Henneguya sp. 100 Dactylogyrus sp. 100

Gyrodactylus sp. 100 (Rokhmani, 2009) Tabel 5. Nilai prevalensi parasit pada ikan gurame contoh ukuran “silet”(3-4cm) yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

Lokasi Jenis Parasit Prevalensi (%) Jenis Kolam

Kec. Pengasih, Kab. Kulon Progo

Trichodina sp. 86,7

Kolam Terpal Chilodonella sp. -

Dactylogyrus sp. 53,3 Gyrodactylus sp. 13,3 Ichthyophtirius sp. 3,3

Nilai prevalensi parasit 100% artinya pada setiap ikan contoh yang diperiksa, maka parasit tersebut ditemukan. Pada ikan gurame kolam tanah yang diperiksa di Desa Beji, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, semua ikan yang diperiksa terdapat parasit jenis Trichodina sp., Ichthyophtirius sp.,


(10)

9 Epistylis sp., Chilodonella sp., Henneguya sp., Dactylogyrus sp., dan Gyrodactylus sp..

Berdasarkan Tabel 4 dan 5, terlihat bahwa nilai prevalensi parasit yang menyerang benih ikan gurame pada kolam tanah masih lebih tinggi dibandingkan ikan gurame yang dipelihara di kolam terpal. Hal tersebut dikarenakan pada kolam terpal memiliki beberapa keunggulan di antaranya : kolam mudah dibersihkan dan dikeringkan sehingga mata rantai penyakit bisa diputus; lebih mudah dalam mengelola kualitas air karena air pada bagian bawah kolam bisa disifon (dibersihkan); memiliki suhu yang stabil dan optimal untuk ikan karena menggunakan sekam di bagian bawah kolam; dan pada media kolam terpal, kontak dengan lingkungan luar sangat minim, sehingga parasit-parasit yang biasanya dibawa oleh ikan-ikan atau organisme air lainnya sangat kecil kemungkinannya untuk masuk ke dalam kolam terpal.

3.2.2 Identifikasi Parasit Trichodina sp.

Jenis Trichodina yang ditemukan pada ikan yang diteliti diduga adalah Trichodina sp. Parasit ini termasuk kedalam famili Trichodinidae yang terdiri dari beberapa genus dan dapat menyebabkan penyakit tricodiniosis. Famili Trichodinidae biasa ditemukan sebagai ektoparasit pada ikan air tawar dan air laut karena menginfeksi kulit dan insangnya. Dalam beberapa kasus, parasit ini dapat menyebabkan kerusakan berat pada inang sehingga menyebabkan kematian (Lom dalam Woo, 1995).

Pengaruh Trichodinidae yang membahayakan adalah akibat dari pergerakannya, sehingga setiap individu dapat menyebar ke wilayah yang luas. Mereka bisa hidup lebih dari 2 hari tanpa inang. Ikan yang terinfeksi menunjukkan kebiasaan dan warna yang abnormal, kulit menjadi iritasi, hiperplasia, degenerasi dan nekrosis dari sel epitel yang muncul bersamaan dengan proliferasi dari sel lendir, semakin lama ikan menjadi lemah, kehilangan berat badan, dan sekarat (Kabata, 1985).

Trichodina sp. adalah jenis parasit yang digolongkan ke dalam filum Protozoa, sub filum Ciliophora, ordo Mobilina, famili Urceolariidae dan genus


(11)

10 Trichodina (Hoffman, 1967). Trichodina memiliki bentuk yang bemacam-macam, dari datar sampai berbentuk bel, tetapi permukaan oralnya lebih cekung (Kabata, 1985). Trichodina terdapat di dalam atau pada ikan. Ujung posterior berupa piringan datar yang dilengkapi dengan lingkaran-lingkaran elemen seklet seperti gigi kutikuler. Hampir semua spesies Trichodina berupa ektoparasit (Noble dan Noble, 1989).

Gambar 2. Trichodina sp. pada ikan Gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran mikroskop : 40 x 10)

Chilodonella sp.

Chilodonella sp. termasuk filum Protozoa, ordo Peritrichida, subordo Sessilina, famili Chlamydodontidae, dan genus Chilodonella. Chilodonella sp. telah dilaporkan di Filiphina, Malaysia, Indonesia dan Thailand. Beberapa catatan tidak menunjukkan nama dari ikan yang dijadikan sebagai inangnya. Namun keberadaannya telah diidentifikasi pada ikan Clarias batrachus dan C. macrocephalus di Thailand dan Osphronemus goramy di Indonesia. Di Malaysia Chilodonella sp. telah dilaporkan tersebar pada 50 jenis spesies ikan. Chilodonella sp. hidup menempel di sisik, sirip dan insang ikan dan kadang-kadang jumlahnya sangat banyak. Chilodonella sp. hidup pada zona sub tropis


(12)

11 sehingga yang menjadi inangnya adalah ikan-ikan yang juga hidup pada zona sub tropis, seperti ikan-ikan Cyprinids.

Pada zona sub tropis Chilodonella sp. menginfeksi inang dan menempel ketika kondisi ikan lemah selama bulan-bulan di musim dingin. Hal ini karena parasit memperoleh kondisi yang baik untuk tumbuh. Chilodonella sp. bergerak lambat di atas permukaan tubuh ikan dan pergerakan dibantu oleh cilia pada bagian ventral. Chilodonella sp. memakan sel epitel ikan dengan menekankan kantong mulutnya yang diperkuat dengan sepasang kait pendukung untuk mendorongnya masuk ke dalam sel. Reproduksi terjadi secara aseksual dan seksual, yaitu melakukan pembelahan biner kemudian konjugasi. Sumber data dari Rusia melaporkan bahwa Chilodonella sp. bereproduksi pada kisaran suhu sekitar 0,5 - 200C. Selama kondisi yang tidak memungkinkan bereproduksi, Chilodonella sp. membentuk siste.

Ikan yang terinfeksi Chilodonella menjadi sangat terganggu, melompat dari air, akhirnya menjadi lemah dan tidak responsif. Lendir hijau kebiru-biruan menutupi kulit yang terinfeksi. Chilodonella biasanya terdapat pada infeksi gabungan, bersama jamur, protozoa lain, dan bakteri (Kabata, 1985).

Gambar 3. Chilodonella sp. pada ikan gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran mikroskop : 40 x 10)


(13)

12 Dactylogyrus sp.

Parasit Dactylogyrus yang ditemukan pada ikan gurame termasuk ke dalam kelas Monogenea, subkelas Polynchoinea, ordo Dactylogyridea dan famili Dactylogyridae. Parasit ini mempunyai bentuk tubuh pipih dorso-ventral dan bilateral asimetris, mempunyai ospisthaptor yang dilengkapi dengan sepasang kait pusat dan 14 kait marginal. Selain itu kepala Dactylogyrus mengandung empat tonjolan cuping dan dua pasang mata, mempunyai usus yang terbagi dalam dua cabang dan mempunyai testis dan ovary yang membundar (Kabata, 1985).

Kabata (1985) menyatakan bahwa infeksi ringan Dactylogyrus cenderung dianggap tidak membahayakan, tapi infeksi ringan yang terus-menerus dapat menjadi infeksi yang parah karena memberikan potensi reproduksi untuk cacing. Perubahan karena hiperplasia pada epitel insang kadang menyebar ke area yang bukan koloni dari cacing. Telangiectasis menjadi sering dan menyebar luas. Erosi jaringan lokal pada daerah penempelan diikuti oleh produksi lendir yang berlebihan dan mengakibatkan ikan susah bernafas. Ketika ikan sulit bernafas, ikan akan berenang di sekitar pinggiran dan permukaan air tempat budidaya dengan gejala yang terlihat jelas.

Gambar 4. Dactylogyrus sp. pada insang ikan gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran mikroskop : 40 x 10)


(14)

13 Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus yang ditemukan pada ikan gurame tergolong Monogenea, subkelas Polynchoinea, ordo Gyrodactylidea dan famili Gyrodactylidae (Kabata, 1985). Cacing ini berbentuk pipih dan pada ujung badannya dilengkapi dengan alat yang berfungsi sebagai pengait dan alat penghisap darah (Ghufran dan Kordi, 2004), serta tidak memiliki bintik mata (Kabata, 1985). Gyrodactylus tergolong vivipar. Parasit ini biasanya menyerang kulit dan sirip ikan. Ikan yang terinfeksi gejalanya dapat dikenali dari insangnya pucat dan bengkak sehingga operkulum terbuka, ikan terlihat berkumpul pada pintu air masuk, telangiectasis pada insang, produksi lendir berlebihan, pertumbuhan ikan melambat, nafsu makan berkurang, kandungan sel darah putih berlebih, tingkah laku dan berenang secara tidak normal (Ghufran dan Kordi, 2004).

Gambar 5. Gyrodactylus sp. pada ikan gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran Mikroskop : 40 x 10)

Ichthyophtirius multifiliis

Ichthyophtirius multifiliis berbentuk oval, berputar-putar dan sangat lentur, diameter 50μm, sillianya seragam dan memiliki makronukleus berbentuk tapal kuda yang transparan dan mikronukleus yang menempel pada makronukleus (Hoffman, 1967). Dikenal dengan nama “ich” dan merupakan parasit yang paling virulen dari parasit Protozoa yang lain. Parasit yang menyebabkan penyakit “ich” atau white spot ini diperkirakan dapat menjadi kendala terbesar dalam akukultur (Hoffman dalam Woo, 1995). Ichthyophthirius multifiliis dewasa berkembang


(15)

14 biak dengan cara melepaskan diri dari inangnya dan berenang mencari daerah yang tenang. Parasit ini melekatkan diri pada substrat dan ditutupi oleh kiste yang kemudian terjadi pembelahan selama ± 24 jam bergantung pada suhu perairan. Hasil pembelahan tersebut tumbuh menjadi tomit yang jumlahnya 200 – 800 tomit. Ukuran parasit ini relatif kecil, sehingga tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Pada tubuh ikan yang terinfeksi protozoa ini, akan terbentuk bintik-bintik putih berdiameter antara 0,5 – 1 mm, sehingga penyakit ini disebut white spot. Bintik putih ini sebenarnya koloni dari puluhan hingga ratusan Ichthyophthirius multifiliis. Serangan Ichthyophthirius multifiliis umumnya terjadi pada musim hujan ketika suhu turun menjadi 20 – 24 ºC. Pada musim kemarau serangannya bersifat sporadis. Bagian tubuh ikan yang paling sering diserang adalah bagian eksternal, terutama lapisan lendir kulit, sirip dan insang. Jika sudah menyerang insang, protozoa ini akan merusak fungsi insang sehingga proses pertukaran gas (oksigen, karbondioksida, dan amonia) menjadi terhambat (Ghufran dan Kordi, 2004).

Gambar 6. Ichthyophthirius sp. pada ikan gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran mikroskop : 40 x 10)


(16)

15 3.2.3 Parameter Kualitas Air

Budidaya ikan gurame di kolam terpal ini selalu menggunakan sekam yang diletakkan di bawah terpal. Tujuannya untuk menjaga agar suhu kolam tetap stabil. Nilai pH yang baik untuk pemeliharaan ikan gurame berkisar antara 6 – 7 (Wagiran dan Harianto, 2010). Jika merujuk pada Wagiran dan Harianto (2010) dan Khairuman dan Amri (2008), maka nilai kualitas air pada Tabel 3 memiliki nilai yang baik untuk budidaya ikan gurame.


(17)

16

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Parasit yang teridentifikasi dari 3 ukuran benih ikan gurame dalam sistem kolam terpal adalah Trichodina, Chilodonella, Dactylogyrus, Gyrodactylus, dan Ichthyophtirius. Nilai prevalensi dan intensitas tertinggi terdapat pada Trichodina di ikan ukuran korek (5-6 cm), yaitu berturut-turut 100% dan 28 individu/ekor.

Pemeriksaan penyakit benih ikan gurame sebaiknya dilakukan juga pada ikan dengan ukuran/stadia yang sama pada kolam tanah. Pembenihan dan pendederan ikan gurame dengan kepadatan tinggi bisa dilakukan di kolam terpal dengan menjalankan prosedur-prosedur pemeliharaan pada kolam terpal.


(18)

INVENTARISASI PARASIT PADA BENIH IKAN GURAME DALAM KOLAM TERPAL DI KECAMATAN PENGASIH

KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA

SATWIKA FAJAR ARGIONO

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(19)

INVENTARISASI PARASIT PADA BENIH IKAN GURAME DALAM KOLAM TERPAL DI KECAMATAN PENGASIH

KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA

SATWIKA FAJAR ARGIONO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(20)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI :

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

INVENTARISASI PARASIT PADA BENIH IKAN GURAME DALAM KOLAM TERPAL DI KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA

Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

SATWIKA FAJAR ARGIONO C.14052898


(21)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Inventarisasi Parasit pada Benih Ikan Gurame dalam Kolam Terpal di Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta. Nama : Satwika Fajar Argiono

NRP : C.14052898

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si. Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. 197106061995122001 196310021997021001

Diketahui,

Kepala Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP. 195912221986011001


(22)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat serta karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi hasil penelitian ini dengan baik. Penelitian ini berjudul “ Inventarisasi Parasit pada Benih Ikan Gurame dalam Sistem Kolam Terpal di Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta”. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si. selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. selaku pembimbing II yang telah dengan sabar memberikan bimbingan dan masukan selama penyusunan skripsi.

2. Keluarga dan rekan-rekan yang selalu memberikan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi penelitian masih terdapat kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Desember 2011


(23)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 20 Desember 1986 dari ayah Sugiono dan Ibu Mambang Retno Wasi Purwaningsih. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMA Negeri 1 Cilacap dan lulus tahun 2005. Pada Tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun 2006 memilih Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama Mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus Lembaga Pengajaran Qur’an Masjid Kampus IPB “Al-Hurriyyah” (2007/2008) dan pengurus Forum Keluarga Muslim Perikanan/FKMC (2008/2009). Penulis juga aktif menjadi asisten pada mata kuliah Dasar-Dasar Akuakultur (2007/2008, 2008/2009, dan 2009/2010), Pendidikan Agama Islam/PAI (2006/2007, 2007/2008, dan 2008/2009), Koordinator Asisten Penyakit Organisme Akuatik (2008/2009), Koordinator Asisten Manajemen Kesehatan Akuakultur (2008/2009), Koordinator Asisten Manajemen Budidaya Air Tawar (2007/2008). Untuk menambah pengetahuan dalam budidaya perairan penulis mengikuti Praktek Lapangan Akuakultur Pembenihan dan Pembesaran Ikan Koi (Cyprinus carpio) di Kelompok Tani “Sumber Harapan” Blitar, Jawa Timur (Juli-Agustus, 2008). Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “ Inventarisasi parasit pada benih ikan gurame dalam sistem budidaya kolam terpal di Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta”.


(24)

ABSTRAK

SATWIKA FAJAR ARGIONO. Inventarisasi parasit pada benih ikan gurame dalam kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Dibimbing oleh Sri Nuryati dan Tatag Budiardi.

Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi parasit yang ada pada ikan gurame yang dipelihara pada sistem kolam terpal. Inventarisasi parasit dilakukan pada 90 ekor ikan gurame dengan memeriksa ektoparasit dan endoparasit pada ikan gurame (Osphronemus goramy) ukuran “silet” (3-4 cm), “korek” (5-6 cm), dan “super” (10-11 cm) dengan jumlah ikan contoh untuk masing-masing ukuran 30 ekor. Pengambilan ikan contoh dilakukan secara acak di kolam-kolam terpal di Desa Mergosari, Desa Kemiri dan Desa Karang Tengah Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil yang diperoleh berupa ektoparasit jenis Trichodina, Chilodonella, Dactylogyrus, Gyrodactylus, dan Ichthyophthirius, dengan tingkat prevalensi parasit tertinggi terdapat pada parasit jenis Trichodina pada ikan gurame ukuran “korek”, yaitu 100 %. Intensitas parasit tertinggi terdapat pada parasit jenis Trichodina pada ikan gurame ukuran “korek”, yaitu 28 individu/ekor. Endoparasit tidak ditemukan selama pengamatan ini. Kata kunci : parasit, ikan gurame, Osphronemus goramy.

ABSTRACT

SATWIKA FAJAR ARGIONO. Parasite inventory in giant gourami fingerling in plastic lined (Terpal) Ponds at Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Supervised by Sri Nuryati and Tatag Budiardi.

The objective of this research was to record the parasites (ectoparasite and endoparasite) in giant gourami which cultured in plastic lined pond system. Thirty fingerlings for each size ranges of 3-4 cm, 5-6 cm, and 10-11 cm were collected from plastic lined ponds in three different villages, Desa Mergosari, Desa Kemiri, and Desa Karang Tengah, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. The examination showed that there were 5 genera of ectoparasites found in gouramy fingerlings, namely Trichodina, Chilodonella, Dactylogyrus, Gyrodactylus, and Ichthyophthirius. The highest prevalent and parasite intensity were found in Trichodina in 5 – 6 cm sized fish which were 100% and 28 ind/fish, respectively. There was no endoparasite found in giant gouramy fingerlings during the examination period.

Keywords : parasite, giant gourami, Osphronemus goramy.  


(25)

   

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL….……… ii

DAFTAR GAMBAR……… iii

I. PENDAHULUAN……… 1

II.BAHAN DAN METODE

2.1 Waktu dan Tempat ………. 2 2.2 Persiapan Pemeriksaan Gurame ……….. 2 2.3 Pendataan Awal dan Pemeriksaan Ikan Gurame ………. 2 2.4 Identifikasi Parasit dan Analisis Data ……….. 3

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil ……… 4 3.1.1 Prevalensi dan Intensitas Parasit ……….. 4 3.1.2 Identifikasi Parasit ……… 5 3.1.3 Parameter Kualitas Air ………. 5 3.2. Pembahasan ……… 6 3.2.1 Prevalensi dan Intensitas Parasit ..……… 6 3.2.2 Identifikasi Parasit ……… 9 3.2.3 Parameter Kualitas Air ……….. 15

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 16

DAFTAR PUSTAKA ………. 17


(26)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Prevalensi parasit pada ikan gurame yang diperiksa pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.. 4 2. Intensitas parasit pada ikan gurame yang diperiksa pada kolam terpal

di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yoryakarta ……… 4 3. Data parameter kualitas air pada media budidaya ikan gurame di

Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta ………… 5 4. Nilai prevalensi ektoparasit pada gurame pendederan pertama ……… 8 5. Nilai prevalensi parasit pada ikan gurame contoh ukuran “silet”

(3-4 cm) yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta……… 8  

                             

ii   


(27)

iii   

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Siklus hidup Ichthyophthirius sp. ……… 7 2. Trichodina sp. pada ikan gurame contoh yang dipelihara pada kolam

terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.. 10 3. Chilodonella sp. pada gurame contoh yang dipelihara pada kolam

terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.. 11 4. Dactylogyrus sp. pada gurame contoh yang dipelihara pada kolam

terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.. 12 5. Gyrodactylus sp. pada gurame contoh yang dipelihara pada kolam

terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.. 13 6. Ichthyophthirius sp. pada gurame contoh yang dipelihara pada kolam

terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.. 14  


(28)

1 I. PENDAHULUAN

Ikan gurame (Osphronemus goramy) merupakan salah satu jenis ikan air tawar asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, dengan harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Di daerah Yogyakarta harga ikan gurame tahun 2010, untuk ukuran konsumsi mencapai Rp 22.000/kg. Walaupun harganya relatif tinggi, tetapi permintaanya terus bertambah, misalnya permintaan pasar lokal untuk Jakarta mencapai 120 ton/hari dan di Yogyakarta sebanyak 5 ton/hari. Contoh lain yaitu permintaan benih ukuran silet (3- 4 cm) dari Yogyakarta untuk daerah seperti Bogor mencapai 10.000 ekor/hari (Wagiran dan Harianto, 2010). Selain itu, ikan gurame merupakan salah satu komoditas utama Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) dalam ”Proyeksi Produksi Perikanan Budidya tahun 2009-2014”. Ikan gurame ini pada tahun 2014 ditargetkan produksinya mencapai 48,9 juta ton dari 38,5 juta ton pada tahun 2009 atau ditargetkan mengalami kenaikan sebesar 127% (KKP, 2011).

Untuk memenuhi permintaan yang begitu tinggi, maka diperlukan adanya produksi yang besar yang dapat dicapai melalui budidaya secara intensif. Baru-baru ini petani di Indonesia mencoba mengatasinya dengan memelihara ikan gurame menggunakan ”kolam terpal”. Beberapa keunggulan dari kolam terpal ini yaitu kolam mudah dibersihkan dan dikeringkan sehingga mata rantai penyakit bisa diputus. Panen ikan gurame lebih mudah karena petakannya tidak luas. Ikan gurame tidak berbau lumpur karena kolam bebas kotoran. Pedagang ikan lebih menyukai gurarne hasil budidaya di kolam terpal ini, karena disukai konsumen. Ikan gurame bisa bergerak bebas karena kondisi kolam bersih. Berdasarkan keunggulan-keunggulan tersebut, maka dengan sistem kolam terpal, kepadatan pemeliharaan ikan bisa ditingkatkan.

Budidaya intensif (kepadatan tinggi) berkonsekuensi pada kecepatan penyebaran penyakit parasitik (Kabata, 1985). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi parasit yang ada pada ikan gurame yang dipelihara pada sistem kolam terpal.


(29)

2 II. BAHAN DAN METODE

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2010 di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

2.2 Persiapan Pemeriksaan Ikan Gurame

Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan terhadap 90 ekor ikan gurame, dengan 3 ukuran, yaitu ukuran silet (3-4 cm), ukuran korek (5-7 cm), dan ukuran super (10-11 cm). Setiap ukuran masing-masing diambil 30 ekor. Pengambilan ikan contoh dilakukan secara acak di 3 desa yang berbeda, yaitu Desa Mergosari, Desa Kemiri dan Desa Karang Tengah. Masing-masing desa diambil 10 ekor untuk setiap ukuran.

Sebelum ikan diperiksa terlebih dahulu disiapkan wadah dan peralatan untuk mempermudah dan mempercepat proses pemeriksaan. Wadah yang dugunakan untuk pemeriksaan adalah baki yang dilengkapi dengan lap basah untuk meletakkan ikan agar tetap dalam kondisi basah dan lembab. Kemudian disiapkan juga alat bedah, gelas preparat, dan mikroskop cahaya.

2.3 Pendataan Awal dan Pemeriksaan Parasit Ikan Gurame

Data mengenai ukuran, asal ikan, dan kondisi ikan contoh (mati, segar, atau hidup) dicatat, kemudian ikan yang masih hidup dimatikan dengan menusukkan jarum pada bagian otaknya (medula oblongata). Ikan ditempatkan pada baki dan selama masih akan diperiksa harus selalu basah dan terendam air atau menggunakankan lap yang basah. Abnormalitas pada morfologi ikan diamati dan dicatat. Kemudian dilakukan pemeriksaan ektoparasit dan hasilnya dicatat pada tabel yang sudah disediakan.

Pemeriksaan ektoparasit dimulai dengan langkah seluruh permukaan tubuh ikan diamati scara visual, untuk mengamati ada tidaknya parasit yang teramati secara makro seperti Lernaea sp. dan Argulus sp.. Selanjutnya disiapkan gelas objek dan diberi 2 tetes akuades atau air kran. Permukaan tubuh ikan dikerik menggunakan pisau scalpel dari arah kepala menuju pangkal ekor. Hasil kerikan berupa lendir atau beberapa sisik yang terlepas dioleskan ke air pada gelas objek.


(30)

3 Gelas objek diberi penutup gelas, kemudian preparat diperiksa dengan mikroskop. Pemeriksaan pada sirip ikan dilakukan dengan menggunting setiap sirip (punggung, dada, perut dan ekor) dan diletakkan pada gelas objek yang diberi tetesan air akuades atau air kran. Operkulum ikan dibuka dan seluruh bagian insang dilepas, dipisahkan per lembar dan diletakkan pada gelas objek, kemudian diamati di bawah mikroskop. Hasil dari pengamatan di mikroskop dicatat pada tabel pengamatan.

Pemeriksaan endoparasit dimulai dengan cara membelah terlebih dahulu ikan uji mulai dari anus hingga dibawah sirip dada. Rongga perut dan permukaan organ diamati secara visual untuk memeriksa apakah terdapat parasit ataupun kista parasit. Organ dalam ikan dilepas dan tiap-tiap organ dimasukkan ke dalam cawan yang berisi larutan fisiologis. Organ berongga (lambung dan usus) dibuka dan isinya dikeluarkan, kemudian isi serta dinding organ diamati menggunakan mikroskop. Urat daging diambil sedikit dari bagian punggung ikan dan dihancurkan kemudian diamati dengan mikroskop. Hasil dari pengamatan di mikroskop dicatat pada tabel pengamatan.

2.4 Identifikasi Parasit dan Analisis Data

Parasit-parasit yang ditemukan kemudian diidentifikasi, dicatat, dan difoto menggunakan kamera digital. Identifikasi yang dilakukan mengikuti petunjuk Hoffman (1967), Kabata (1985), dan Ghufran-Kordi (2004).

Data yang didapat berupa jenis parasit, prevalensi dan intensitas. Prevalensi dan intensitas parasit dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Prevalensi =

Intensitas = Jumlah parasit yang ditemukan Jumlah ikan yang terinfeksi Jumlah ikan yang terserang parasit

Jumlah ikan yang diperiksa


(31)

4

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Identifikasi Parasit

Jenis parasit yang ditemukan adalah Trichodina (Gambar 2), Chilodonella (Gambar 3), Dactylogyrus (Gambar 4), Gyrodactylus (Gambar 5), dan Icthyophthirius (Gambar 6).

3.1.2 Prevalensi dan Intensitas Parasit

Salah satu data yang diperoleh adalah nilai prevalensi dan intensitas parasit pada ikan gurame. Nilai prevalensi dan intensitas parasit pada ikan gurame dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Prevalensi parasit pada ikan gurame yang diperiksa pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

Jenis Parasit Prevalensi pada ikan ukuran (%)

Silet (3-4 cm) Korek (5-6 cm) Super (10-11cm)

Trichodina 86,7 100 30

Chilodonella - 63,3 43,3

Dactylogyrus 53,3 50 3,3

Gyrodactylus 13,3 6,7 6,7

Ichthyophthirius 3,3 - -

Berdasarkan Tabel 1, didapatkan kecenderungan bahwa semakin besar ukuran ikan maka nilai prevalensi parasitnya semakin rendah. Nilai prevalensi parasit tertinggi terdapat pada parasit jenis Trichodina pada ikan gurame ukuran “korek” (5 - 6 cm), yaitu 100 %, sedangkan nilai prevalensi parasit terendah terdapat pada parasit Ichthyophthirius pada gurame ukuran “korek” (5 – 6 cm) dan “super” (10 – 11 cm), yaitu 0 %.


(32)

5 Tabel 2. Intensitas parasit pada ikan gurame yang diperiksa pada kolam terpal di

Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta Jenis Parasit Intensitas pada ikan ukuran (Ind/ekor)

Silet (3-4cm) Korek (5-6cm) Super (10-11cm)

Trichodina 23 28 9

Chilodonella - 17 14

Dactylogyrus 5 4 1

Gyrodactylus 1 1 1

Ichthyophthirius 1 - -

Berdasarkan Tabel 2, didapatkan kecenderungan pula bahwa semakin besar ukuran ikan, maka nilai intensitas parasitnya semakin rendah. Intensitas parasit yang menyerang ikan gurame pada ukuran silet, korek, dan super yaitu Trichodina antara 9 – 28 ind/ekor, Chilodonella 0 – 17 ind/ekor, Dactylogyrus 1 – 5 ind/ekor, Gyrodactylus 1 ind/ekor, dan Icthyophthirius 0 – 1 ind/ekor.

3.1.3 Parameter Kualitas Air

Ikan gurame tergolong ikan yang peka terhadap suhu rendah, sehingga tidak akan produktif jika suhu tempat hidupnya lebih rendah dari kisaran suhu normal, gurame akan tumbuh optimal pada suhu lebih dari 24 ºC (Khairuman dan Amri, 2008).

Tabel 3. Data parameter kualitas air pada media budidaya ikan gurame di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

Waktu Tempat Parameter

Suhu ( ºC ) pH

Hari ke-1 (siang)

Kolam I 29,5 6

Kolam II 29,5 6

Kolam III 30 5,5

Hari ke-2 (pagi)

Kolam I 29,5 6

Kolam II 30 6

Kolam III 30 6,5

Hari ke-3 (sore)

Kolam I 31,5 6

Kolam II 32 6


(33)

6 3.2 Pembahasan

3.2.1 Prevalensi dan Intensitas Parasit

Terdapat tingkat keseimbangan antara jumlah parasit, inang yang diserang dan lingkungan tempat ikan dan parasit tersebut hidup. Selama keseimbangan itu tetap terjaga, maka ikan tidak akan mengalami sakit atau terserang penyakit, baik yang disebabkan parasit atau non parasit. Namun apabila salah satunya tidak seimbang, sebagai contoh parasit yang menyerang melebihi batas toleransi yang dapat diatasi ikan, maka ikan akan terserang penyakit parasitik.

Ikan gurame yang dibudidaya di kolam terpal seharusnya bersih dari penyakit parasitik karena siklus hidupnya sudah diputus sewaktu tahap pengeringan kolam. Akan tetapi, dari hasil pengamatan, masih ditemukan bermacam-macam parasit. Hal ini diduga parasit yang teridentifikasi berasal dari ikan yang dipelihara, karena ikan didatangkan dari tempat lain. Kemudian parasit dapat juga berasal dari sumber air yang digunakan untuk budidaya, yaitu dari air sungai terdekat.

Jika inang memberikan respons terhadap parasit, parasit akan berkumpul di dalam jaringan atau inang tertentu. Tetapi bila tidak ada respons dari inang, maka serangan parasit akan terjadi secara acak pada jaringan atau spesies ikan yang ada (Olsen, 1947 dalam Jayakusuma, 2009).

Menurut Kabata (1985), jenis parsit Trichodina sp. dan Chilodonella sp. sangat banyak ditemukan pada ikan-ikan di daerah Asia Tenggara, salah satunya adalah ikan gurame. Kedua parasit ini memiliki kesamaan dalam karakteristik wilayah serangnya terhadap tubuh inang, yaitu sama-sama memiliki daerah serangan yang luas. Jika tidak segera diatasi, luka yang disebabkan kedua parasit ini akan menjalar ke seluruh tubuh, karena kedua parasit ini memiliki pergerakan yang cepat dan biasanya menyerang dalam jumlah yang banyak. Trichodina merupakan jenis parasit yang memiliki nilai toleransi atau kisaran suhu yang sangat tinggi, jadi walaupun suhu kolam tinggi Trichodina masih tetap bisa bertahan hidup. Hal ini juga yang menyebabkan kondisi dan beberapa kasus pada ikan yang terdapat banyak jenis parasit ini pada tubuhnya, namun ikan tersebut tidak sakit. Salah satu pencegahan terbaik untuk Trichodina sp adalah dengan meningkatkan kondisi lingkungan menjadi lebih baik. Woo (2006) juga


(34)

7 menyatakan bahwa dua jenis parasit ini merupakan parasit yang paling sering dan paling banyak kontak dengan ikan, terutama ikan yang dibudidayakan. Serangan dua parasit ini dalam jumlah besar bisa berakibat fatal bagi ikan inangnya, dan kasus ini sangat jarang terjadi pada ikan budidaya yang terjaga kondisi lingkungannya dengan baik, dengan kata lain, jika kita bisa mengontrol lingkungan atau tempat budidaya.

Parasit berikutnya adalah Ichthyophthirius multifiliis. Data pada Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai prevalensi dan intensitasnya paling rendah. Berdasarkan Hadiroseyani (2010), jenis parasit ini dapat dikendalikan dengan mempertahankan suhu kolam 29-30º C. Hal ini sesuai dengan parameter kualitas air yang menunjukkan suhu air di kolam terpal berada di atas 29º C (Tabel 3). Pernyataan senada juga dikemukakan oleh Wagiran dan Harianto (2010),. Penyakit yang disebabkan parasit ini, yaitu bintik putih (white spot) sebenarnya tidak terlalu sering menyerang ikan gurame yang dibudidayakan di kolam terpal, karena pada budidaya kolam terpal digunakan sekam sebagai alas kolam sehingga suhu kolam relatif stabil. Penyakit bintik putih ini muncul akibat suhu kolam yang terlalu rendah, yaitu kurang dari 22 ºC. Ichthyophthirius multifiliis yang ditemukan pada ikan contoh berada pada fase tomont (dewasa) (Gambar 1).

Gambar 1. Siklus hidup Ichthyophthirius sp.


(35)

8 Sebagai perbandingan mengenai pengaruh media atau tempat pemeliharaan ikan gurame terhadap serangan penyakit parasitik, Tabel 4 dan 5 merupakan nilai prevalensi parasit yang menyerang ikan gurame pada masa pendederan benih yang dilakukan oleh Rokhmani (2009) di dua Desa dan Kabupaten dengan ukuran ikan yang sama, yaitu ukuran silet (3-4 cm).

Tabel 4. Nilai prevalensi ektoparasit pada gurame pendederan pertama

Lokasi Jenis Parasit Prevalensi (%) Jenis Kolam Desa Luwung, Kec.

Rakit, Kab. Banjarnegara

Trichodina sp. 92,5

Kolam Tanah Ichthyophtirius sp. 92,5

Desa Beji, Kec. Kedungbanteng, Kab.

Banyumas

Trichodina sp. 100 Ichthyophtirius sp. 100 Epistylis sp. 100 Chilodonella sp. 100 Henneguya sp. 100 Dactylogyrus sp. 100

Gyrodactylus sp. 100 (Rokhmani, 2009) Tabel 5. Nilai prevalensi parasit pada ikan gurame contoh ukuran “silet”(3-4cm) yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

Lokasi Jenis Parasit Prevalensi (%) Jenis Kolam

Kec. Pengasih, Kab. Kulon Progo

Trichodina sp. 86,7

Kolam Terpal Chilodonella sp. -

Dactylogyrus sp. 53,3 Gyrodactylus sp. 13,3 Ichthyophtirius sp. 3,3

Nilai prevalensi parasit 100% artinya pada setiap ikan contoh yang diperiksa, maka parasit tersebut ditemukan. Pada ikan gurame kolam tanah yang diperiksa di Desa Beji, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, semua ikan yang diperiksa terdapat parasit jenis Trichodina sp., Ichthyophtirius sp.,


(36)

9 Epistylis sp., Chilodonella sp., Henneguya sp., Dactylogyrus sp., dan Gyrodactylus sp..

Berdasarkan Tabel 4 dan 5, terlihat bahwa nilai prevalensi parasit yang menyerang benih ikan gurame pada kolam tanah masih lebih tinggi dibandingkan ikan gurame yang dipelihara di kolam terpal. Hal tersebut dikarenakan pada kolam terpal memiliki beberapa keunggulan di antaranya : kolam mudah dibersihkan dan dikeringkan sehingga mata rantai penyakit bisa diputus; lebih mudah dalam mengelola kualitas air karena air pada bagian bawah kolam bisa disifon (dibersihkan); memiliki suhu yang stabil dan optimal untuk ikan karena menggunakan sekam di bagian bawah kolam; dan pada media kolam terpal, kontak dengan lingkungan luar sangat minim, sehingga parasit-parasit yang biasanya dibawa oleh ikan-ikan atau organisme air lainnya sangat kecil kemungkinannya untuk masuk ke dalam kolam terpal.

3.2.2 Identifikasi Parasit Trichodina sp.

Jenis Trichodina yang ditemukan pada ikan yang diteliti diduga adalah Trichodina sp. Parasit ini termasuk kedalam famili Trichodinidae yang terdiri dari beberapa genus dan dapat menyebabkan penyakit tricodiniosis. Famili Trichodinidae biasa ditemukan sebagai ektoparasit pada ikan air tawar dan air laut karena menginfeksi kulit dan insangnya. Dalam beberapa kasus, parasit ini dapat menyebabkan kerusakan berat pada inang sehingga menyebabkan kematian (Lom dalam Woo, 1995).

Pengaruh Trichodinidae yang membahayakan adalah akibat dari pergerakannya, sehingga setiap individu dapat menyebar ke wilayah yang luas. Mereka bisa hidup lebih dari 2 hari tanpa inang. Ikan yang terinfeksi menunjukkan kebiasaan dan warna yang abnormal, kulit menjadi iritasi, hiperplasia, degenerasi dan nekrosis dari sel epitel yang muncul bersamaan dengan proliferasi dari sel lendir, semakin lama ikan menjadi lemah, kehilangan berat badan, dan sekarat (Kabata, 1985).

Trichodina sp. adalah jenis parasit yang digolongkan ke dalam filum Protozoa, sub filum Ciliophora, ordo Mobilina, famili Urceolariidae dan genus


(37)

10 Trichodina (Hoffman, 1967). Trichodina memiliki bentuk yang bemacam-macam, dari datar sampai berbentuk bel, tetapi permukaan oralnya lebih cekung (Kabata, 1985). Trichodina terdapat di dalam atau pada ikan. Ujung posterior berupa piringan datar yang dilengkapi dengan lingkaran-lingkaran elemen seklet seperti gigi kutikuler. Hampir semua spesies Trichodina berupa ektoparasit (Noble dan Noble, 1989).

Gambar 2. Trichodina sp. pada ikan Gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran mikroskop : 40 x 10)

Chilodonella sp.

Chilodonella sp. termasuk filum Protozoa, ordo Peritrichida, subordo Sessilina, famili Chlamydodontidae, dan genus Chilodonella. Chilodonella sp. telah dilaporkan di Filiphina, Malaysia, Indonesia dan Thailand. Beberapa catatan tidak menunjukkan nama dari ikan yang dijadikan sebagai inangnya. Namun keberadaannya telah diidentifikasi pada ikan Clarias batrachus dan C. macrocephalus di Thailand dan Osphronemus goramy di Indonesia. Di Malaysia Chilodonella sp. telah dilaporkan tersebar pada 50 jenis spesies ikan. Chilodonella sp. hidup menempel di sisik, sirip dan insang ikan dan kadang-kadang jumlahnya sangat banyak. Chilodonella sp. hidup pada zona sub tropis


(38)

11 sehingga yang menjadi inangnya adalah ikan-ikan yang juga hidup pada zona sub tropis, seperti ikan-ikan Cyprinids.

Pada zona sub tropis Chilodonella sp. menginfeksi inang dan menempel ketika kondisi ikan lemah selama bulan-bulan di musim dingin. Hal ini karena parasit memperoleh kondisi yang baik untuk tumbuh. Chilodonella sp. bergerak lambat di atas permukaan tubuh ikan dan pergerakan dibantu oleh cilia pada bagian ventral. Chilodonella sp. memakan sel epitel ikan dengan menekankan kantong mulutnya yang diperkuat dengan sepasang kait pendukung untuk mendorongnya masuk ke dalam sel. Reproduksi terjadi secara aseksual dan seksual, yaitu melakukan pembelahan biner kemudian konjugasi. Sumber data dari Rusia melaporkan bahwa Chilodonella sp. bereproduksi pada kisaran suhu sekitar 0,5 - 200C. Selama kondisi yang tidak memungkinkan bereproduksi, Chilodonella sp. membentuk siste.

Ikan yang terinfeksi Chilodonella menjadi sangat terganggu, melompat dari air, akhirnya menjadi lemah dan tidak responsif. Lendir hijau kebiru-biruan menutupi kulit yang terinfeksi. Chilodonella biasanya terdapat pada infeksi gabungan, bersama jamur, protozoa lain, dan bakteri (Kabata, 1985).

Gambar 3. Chilodonella sp. pada ikan gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran mikroskop : 40 x 10)


(39)

12 Dactylogyrus sp.

Parasit Dactylogyrus yang ditemukan pada ikan gurame termasuk ke dalam kelas Monogenea, subkelas Polynchoinea, ordo Dactylogyridea dan famili Dactylogyridae. Parasit ini mempunyai bentuk tubuh pipih dorso-ventral dan bilateral asimetris, mempunyai ospisthaptor yang dilengkapi dengan sepasang kait pusat dan 14 kait marginal. Selain itu kepala Dactylogyrus mengandung empat tonjolan cuping dan dua pasang mata, mempunyai usus yang terbagi dalam dua cabang dan mempunyai testis dan ovary yang membundar (Kabata, 1985).

Kabata (1985) menyatakan bahwa infeksi ringan Dactylogyrus cenderung dianggap tidak membahayakan, tapi infeksi ringan yang terus-menerus dapat menjadi infeksi yang parah karena memberikan potensi reproduksi untuk cacing. Perubahan karena hiperplasia pada epitel insang kadang menyebar ke area yang bukan koloni dari cacing. Telangiectasis menjadi sering dan menyebar luas. Erosi jaringan lokal pada daerah penempelan diikuti oleh produksi lendir yang berlebihan dan mengakibatkan ikan susah bernafas. Ketika ikan sulit bernafas, ikan akan berenang di sekitar pinggiran dan permukaan air tempat budidaya dengan gejala yang terlihat jelas.

Gambar 4. Dactylogyrus sp. pada insang ikan gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran mikroskop : 40 x 10)


(40)

13 Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus yang ditemukan pada ikan gurame tergolong Monogenea, subkelas Polynchoinea, ordo Gyrodactylidea dan famili Gyrodactylidae (Kabata, 1985). Cacing ini berbentuk pipih dan pada ujung badannya dilengkapi dengan alat yang berfungsi sebagai pengait dan alat penghisap darah (Ghufran dan Kordi, 2004), serta tidak memiliki bintik mata (Kabata, 1985). Gyrodactylus tergolong vivipar. Parasit ini biasanya menyerang kulit dan sirip ikan. Ikan yang terinfeksi gejalanya dapat dikenali dari insangnya pucat dan bengkak sehingga operkulum terbuka, ikan terlihat berkumpul pada pintu air masuk, telangiectasis pada insang, produksi lendir berlebihan, pertumbuhan ikan melambat, nafsu makan berkurang, kandungan sel darah putih berlebih, tingkah laku dan berenang secara tidak normal (Ghufran dan Kordi, 2004).

Gambar 5. Gyrodactylus sp. pada ikan gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran Mikroskop : 40 x 10)

Ichthyophtirius multifiliis

Ichthyophtirius multifiliis berbentuk oval, berputar-putar dan sangat lentur, diameter 50μm, sillianya seragam dan memiliki makronukleus berbentuk tapal kuda yang transparan dan mikronukleus yang menempel pada makronukleus (Hoffman, 1967). Dikenal dengan nama “ich” dan merupakan parasit yang paling virulen dari parasit Protozoa yang lain. Parasit yang menyebabkan penyakit “ich” atau white spot ini diperkirakan dapat menjadi kendala terbesar dalam akukultur (Hoffman dalam Woo, 1995). Ichthyophthirius multifiliis dewasa berkembang


(41)

14 biak dengan cara melepaskan diri dari inangnya dan berenang mencari daerah yang tenang. Parasit ini melekatkan diri pada substrat dan ditutupi oleh kiste yang kemudian terjadi pembelahan selama ± 24 jam bergantung pada suhu perairan. Hasil pembelahan tersebut tumbuh menjadi tomit yang jumlahnya 200 – 800 tomit. Ukuran parasit ini relatif kecil, sehingga tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Pada tubuh ikan yang terinfeksi protozoa ini, akan terbentuk bintik-bintik putih berdiameter antara 0,5 – 1 mm, sehingga penyakit ini disebut white spot. Bintik putih ini sebenarnya koloni dari puluhan hingga ratusan Ichthyophthirius multifiliis. Serangan Ichthyophthirius multifiliis umumnya terjadi pada musim hujan ketika suhu turun menjadi 20 – 24 ºC. Pada musim kemarau serangannya bersifat sporadis. Bagian tubuh ikan yang paling sering diserang adalah bagian eksternal, terutama lapisan lendir kulit, sirip dan insang. Jika sudah menyerang insang, protozoa ini akan merusak fungsi insang sehingga proses pertukaran gas (oksigen, karbondioksida, dan amonia) menjadi terhambat (Ghufran dan Kordi, 2004).

Gambar 6. Ichthyophthirius sp. pada ikan gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran mikroskop : 40 x 10)


(42)

15 3.2.3 Parameter Kualitas Air

Budidaya ikan gurame di kolam terpal ini selalu menggunakan sekam yang diletakkan di bawah terpal. Tujuannya untuk menjaga agar suhu kolam tetap stabil. Nilai pH yang baik untuk pemeliharaan ikan gurame berkisar antara 6 – 7 (Wagiran dan Harianto, 2010). Jika merujuk pada Wagiran dan Harianto (2010) dan Khairuman dan Amri (2008), maka nilai kualitas air pada Tabel 3 memiliki nilai yang baik untuk budidaya ikan gurame.


(43)

16

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Parasit yang teridentifikasi dari 3 ukuran benih ikan gurame dalam sistem kolam terpal adalah Trichodina, Chilodonella, Dactylogyrus, Gyrodactylus, dan Ichthyophtirius. Nilai prevalensi dan intensitas tertinggi terdapat pada Trichodina di ikan ukuran korek (5-6 cm), yaitu berturut-turut 100% dan 28 individu/ekor.

Pemeriksaan penyakit benih ikan gurame sebaiknya dilakukan juga pada ikan dengan ukuran/stadia yang sama pada kolam tanah. Pembenihan dan pendederan ikan gurame dengan kepadatan tinggi bisa dilakukan di kolam terpal dengan menjalankan prosedur-prosedur pemeliharaan pada kolam terpal.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Ghufran, M. dan Kordi, H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT. Rineka Cipta dan PT. Bina Adiaksara. Jakarta.

Hadiroseyani, Y. 2010. Diagnostik Penyakit Parasiter Ikan. Manual Laboratorium. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Hoffman, G.L. 1967. Parasites of North American Freshwater Fishes. University of California Press. Los Angeles.

http://www.bio.net/-archive/bioforum/1998-January/025745.html. [20 Juli 2011] Jayakusuma, D. 2009. Inventarisasi Parasit pada Benih Ikan Corydoras (Corydoras

albino) pada Berbagai Ukuran. Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Kabata, Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in the Tropics. Tylor and Francis. London and Philadelphia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP-RI). 2011. Statistik Menakar 353. Available at www.perikanan-budidaya.kkp.go.id.

Khairuman dan Amri, K. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Noble, E.R and G.A Noble. 1989. Parasitologi. Biologi Parasit Hewan. Terjemahan drh. Widiarto. Gajah Mada Press. Ed 5. 1102 h.

Rokhmani. 2009. Keragaman dan Tingkat Serangan Ektoparasit pada Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Tahap Pendederan I dengan Ketinggian Lokasi Pemeliharaan yang Berbeda. Jurnal Biotika 7 (2) : 87-93.

Wagiran dan Harianto, B. 2010. Kiat Sukses Budidaya Gurame di Kolam Terpal. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Woo, P.T.K. 2006. Fish Desease and Disorders. Volume 1. Protozoan and Metazoan Infection. 2nd Edition. Departement of Zoology. University of Guelph. Canada. Cab International. Canada.


(45)

LAMPIRAN

1. Contoh perhitungan prevalensi parasit Rumus perhitungan prevalensi parasit :

X 100%

Prevalensi parasit jenis Trichodina pada ikan contoh ukuran “Silet”(3-4cm) :

X 100% = 86,67 % Jumlah ikan yang terserang parasit

Jumlah ikan yang diperiksa

26 30

2. Contoh perhitungan intensitas parasit Rumus perhitungan intensitas parasit :

Intensitas parasit jenis Trichodina pada ikan contoh ukuran “Silet”(3-4cm) : Jumlah parasit yang ditemukan

Jumlah ikan yang terinfeksi

= 23 Individu/ekor 690

30


(46)

INVENTARISASI PARASIT PADA BENIH IKAN GURAME DALAM KOLAM TERPAL DI KECAMATAN PENGASIH

KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA

SATWIKA FAJAR ARGIONO

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Ghufran, M. dan Kordi, H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT. Rineka Cipta dan PT. Bina Adiaksara. Jakarta.

Hadiroseyani, Y. 2010. Diagnostik Penyakit Parasiter Ikan. Manual Laboratorium. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Hoffman, G.L. 1967. Parasites of North American Freshwater Fishes. University of California Press. Los Angeles.

http://www.bio.net/-archive/bioforum/1998-January/025745.html. [20 Juli 2011] Jayakusuma, D. 2009. Inventarisasi Parasit pada Benih Ikan Corydoras (Corydoras

albino) pada Berbagai Ukuran. Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Kabata, Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in the Tropics. Tylor and Francis. London and Philadelphia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP-RI). 2011. Statistik Menakar 353. Available at www.perikanan-budidaya.kkp.go.id.

Khairuman dan Amri, K. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Noble, E.R and G.A Noble. 1989. Parasitologi. Biologi Parasit Hewan. Terjemahan drh. Widiarto. Gajah Mada Press. Ed 5. 1102 h.

Rokhmani. 2009. Keragaman dan Tingkat Serangan Ektoparasit pada Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Tahap Pendederan I dengan Ketinggian Lokasi Pemeliharaan yang Berbeda. Jurnal Biotika 7 (2) : 87-93.

Wagiran dan Harianto, B. 2010. Kiat Sukses Budidaya Gurame di Kolam Terpal. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Woo, P.T.K. 2006. Fish Desease and Disorders. Volume 1. Protozoan and Metazoan Infection. 2nd Edition. Departement of Zoology. University of Guelph. Canada. Cab International. Canada.


(48)

LAMPIRAN

1. Contoh perhitungan prevalensi parasit Rumus perhitungan prevalensi parasit :

X 100%

Prevalensi parasit jenis Trichodina pada ikan contoh ukuran “Silet”(3-4cm) :

X 100% = 86,67 % Jumlah ikan yang terserang parasit

Jumlah ikan yang diperiksa

26 30

2. Contoh perhitungan intensitas parasit Rumus perhitungan intensitas parasit :

Intensitas parasit jenis Trichodina pada ikan contoh ukuran “Silet”(3-4cm) : Jumlah parasit yang ditemukan

Jumlah ikan yang terinfeksi

= 23 Individu/ekor 690

30


(1)

16

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Parasit yang teridentifikasi dari 3 ukuran benih ikan gurame dalam sistem kolam terpal adalah Trichodina, Chilodonella, Dactylogyrus, Gyrodactylus, dan Ichthyophtirius. Nilai prevalensi dan intensitas tertinggi terdapat pada Trichodina di ikan ukuran korek (5-6 cm), yaitu berturut-turut 100% dan 28 individu/ekor.

Pemeriksaan penyakit benih ikan gurame sebaiknya dilakukan juga pada ikan dengan ukuran/stadia yang sama pada kolam tanah. Pembenihan dan pendederan ikan gurame dengan kepadatan tinggi bisa dilakukan di kolam terpal dengan menjalankan prosedur-prosedur pemeliharaan pada kolam terpal.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ghufran, M. dan Kordi, H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT. Rineka Cipta dan PT. Bina Adiaksara. Jakarta.

Hadiroseyani, Y. 2010. Diagnostik Penyakit Parasiter Ikan. Manual Laboratorium. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Hoffman, G.L. 1967. Parasites of North American Freshwater Fishes. University of California Press. Los Angeles.

http://www.bio.net/-archive/bioforum/1998-January/025745.html. [20 Juli 2011] Jayakusuma, D. 2009. Inventarisasi Parasit pada Benih Ikan Corydoras (Corydoras

albino) pada Berbagai Ukuran. Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Kabata, Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in the Tropics. Tylor and Francis. London and Philadelphia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP-RI). 2011. Statistik Menakar 353. Available at www.perikanan-budidaya.kkp.go.id.

Khairuman dan Amri, K. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Noble, E.R and G.A Noble. 1989. Parasitologi. Biologi Parasit Hewan. Terjemahan drh. Widiarto. Gajah Mada Press. Ed 5. 1102 h.

Rokhmani. 2009. Keragaman dan Tingkat Serangan Ektoparasit pada Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Tahap Pendederan I dengan Ketinggian Lokasi Pemeliharaan yang Berbeda. Jurnal Biotika 7 (2) : 87-93.

Wagiran dan Harianto, B. 2010. Kiat Sukses Budidaya Gurame di Kolam Terpal. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Woo, P.T.K. 2006. Fish Desease and Disorders. Volume 1. Protozoan and Metazoan Infection. 2nd Edition. Departement of Zoology. University of Guelph. Canada. Cab International. Canada.


(3)

LAMPIRAN

1. Contoh perhitungan prevalensi parasit Rumus perhitungan prevalensi parasit :

X 100%

Prevalensi parasit jenis Trichodina pada ikan contoh ukuran “Silet”(3-4cm) :

X 100% = 86,67 % Jumlah ikan yang terserang parasit

Jumlah ikan yang diperiksa

26 30

2. Contoh perhitungan intensitas parasit Rumus perhitungan intensitas parasit :

Intensitas parasit jenis Trichodina pada ikan contoh ukuran “Silet”(3-4cm) : Jumlah parasit yang ditemukan

Jumlah ikan yang terinfeksi

= 23 Individu/ekor 690

30


(4)

INVENTARISASI PARASIT PADA BENIH IKAN GURAME DALAM KOLAM TERPAL DI KECAMATAN PENGASIH

KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA

SATWIKA FAJAR ARGIONO

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ghufran, M. dan Kordi, H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT. Rineka Cipta dan PT. Bina Adiaksara. Jakarta.

Hadiroseyani, Y. 2010. Diagnostik Penyakit Parasiter Ikan. Manual Laboratorium. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Hoffman, G.L. 1967. Parasites of North American Freshwater Fishes. University of California Press. Los Angeles.

http://www.bio.net/-archive/bioforum/1998-January/025745.html. [20 Juli 2011] Jayakusuma, D. 2009. Inventarisasi Parasit pada Benih Ikan Corydoras (Corydoras

albino) pada Berbagai Ukuran. Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Kabata, Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in the Tropics. Tylor and Francis. London and Philadelphia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP-RI). 2011. Statistik Menakar 353. Available at www.perikanan-budidaya.kkp.go.id.

Khairuman dan Amri, K. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Noble, E.R and G.A Noble. 1989. Parasitologi. Biologi Parasit Hewan. Terjemahan drh. Widiarto. Gajah Mada Press. Ed 5. 1102 h.

Rokhmani. 2009. Keragaman dan Tingkat Serangan Ektoparasit pada Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Tahap Pendederan I dengan Ketinggian Lokasi Pemeliharaan yang Berbeda. Jurnal Biotika 7 (2) : 87-93.

Wagiran dan Harianto, B. 2010. Kiat Sukses Budidaya Gurame di Kolam Terpal. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Woo, P.T.K. 2006. Fish Desease and Disorders. Volume 1. Protozoan and Metazoan Infection. 2nd Edition. Departement of Zoology. University of Guelph. Canada. Cab International. Canada.


(6)

LAMPIRAN

1. Contoh perhitungan prevalensi parasit Rumus perhitungan prevalensi parasit :

X 100%

Prevalensi parasit jenis Trichodina pada ikan contoh ukuran “Silet”(3-4cm) :

X 100% = 86,67 % Jumlah ikan yang terserang parasit

Jumlah ikan yang diperiksa

26 30

2. Contoh perhitungan intensitas parasit Rumus perhitungan intensitas parasit :

Intensitas parasit jenis Trichodina pada ikan contoh ukuran “Silet”(3-4cm) : Jumlah parasit yang ditemukan

Jumlah ikan yang terinfeksi

= 23 Individu/ekor 690

30