keluhan terhadap layanan publik melalui e-mail merupakan hak dari konsumen
yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, khususnya Pasal 4 huruf d. Pasal tersebut berbunyi bahwa “hak konsumen
adalah hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang
digunakan. Oleh karena itu, unsur tanpa
hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE menjadi tidak terpenuhi,
sehingga pasal tersebut tidak bisa diterapkan untuk kasus Prita Mulyasari.
6
Mahkamah Agung MA tampaknya juga
responsif terhadap
kasus Prita
Mulyasari. Dalam kasus ini, Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Abdul Kadir Mappong
mengeluarkan pernyataan yang sifatnya imbauan kepada para hakim agar berhati-
hati dalam menerapkan pasal pencemaran nama baik, di antaranya Pasal 310 KUHP,
Pasal 311 KUHP dan Pasal 27 UU ITE.
Hal tersebut disebabkan karena pasal tersebut merupakan “pasal karet” yang
dapat ditafsirkan secara sempit maupun luas
dan tergantung kepentingan. Oleh karena itu, pasal tersebut tidak boleh diterapkan
secara gegabah, termasuk dalam kasus Prita Mulyasari.
7
Dalam kaitannya dengan kasus pence- maran nama baik, Mahkamah Agung telah
mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA Nomor 13 Tahun 2008
tertanggal 30 Desember 2008 tentang Meminta Keterangan Saksi Ahli. SEMA
yang ditujukan kepada seluruh Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan
Negeri di Indonesia ini menginstruksikan agar para hakim dalam menangani perkara
yang berhubungan dengan pers meminta keterangan saksi ahli dari Dewan Pers. Hal
tersebut disebabkan karena mereka yang paling mengetahui seluk beluk pers secara
teori maupun praktik. Berdasarkan uraian di atas dapat
dikemukakan bahwa kasus Prita Mulyasari dan kasus sejenis lainnya yang terkait
dengan kebebasan menyatakan pendapat harus disikapi secara hati-hati, karena ada
perbenturan kepentingan yang tidak bisa diselesaikan melalui pendekatan hukum an
sich. Undang-Undang Dasar 1945 bahkan secara tegas juga menjamin kebebasan setiap
orang untuk mengeluarkan pendapat maupun kritikan. Seseorang yang menyampaikan
pendapat atau kritikan melalui surat
pembaca tidak dapat serta merta diajukan ke pengadilan atas tuduhan pencemaran
nama baik, karena hal tersebut berkaitan dengan pers. Oleh karena itu, para hakim
yang menangani kasus pencemaran nama baik perlu memperhatikan semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan HAM, seperti hak kebebasan menyatakan
pendapat, hak konsumen dan hak atas
informasi.
B. Rumusan Permasalahan
Bertolak dari latar belakang pemikiran di atas, maka terdapat dua permasalahan yang
6
“Depkominfo : Prita Tidak Menghina”, Kedaulatan Rakyat , Yogyakarta, 8 Juni 2009, hlm. 1 dan 28.
7
”Pasal Karet Pencemaran Nama Baik”, Kedaulatan Rakyat , Yogyakarta, 9 Juni 2009, hlm. 12.
perlu mendapatkan kajian dan penelitian berkaitan dengan penerapan hukum pidana
dalam perkara pencemaran nama baik. Kedua permasalahan tersebut dirumuskan
sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah kecenderungan putusan yang dijatuhkan oleh hakim dalam
perkara pencemaran nama baik?
2. Bagaimanakah keterkaitan Hak Asasi
Manusia pelaku
dengan perkara
pencemaran nama baik?
C. Metode Penelitian
Jenis penelitian hukum dapat dilihat dari sumber data maupun tujuannya.
Dilihat dari sumber datanya, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian hukum
normatif karena hanya menggunakan data sekunder.
8
Dilihat dari tujuannya, penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum
deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keberadaan suatu
kebenaran hukum yang sebenarnya, khu- susnya menyangkut penerapan hukum
pidana dalam perkara pencemaran nama
baik.
9
Mengingat penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, maka data
yang digunakan dalam penelitian ini hanya meliputi data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan. Data sekunder dalam penelitian
ini terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
10
Bahan hukum primer sebagai bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat
dalam penelitian ini, meliputi : 1.
Undang-Undang Dasar Negara Repu- blik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
tentang Peraturan Hukum Pidana atau dikenal dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana KUHP. 3.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau
disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP.
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. 5.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers. 7.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
9. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor
13 Tahun 2008 tentang Meminta Keterangan Saksi Ahli.
10. Putusan Mahkamah Agung MA dalam perkara pencemaran nama baik.
8
Lihat Ronny Hanitijo Soemitro, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 52.
9
Lihat F. Sugeng Istanto, 2007, Penelitian Hukum , CV. Ganda, Yogyakarta, hlm. 48. Bandingkan pula dengan
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, hlm. 9-10.
10
Lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Graindo Persada, Jakarta, hlm.13.
Bahan hukum sekunder sebagai ba- han-bahan yang erat hubungannya dengan
bahan hukum primer dan dapat membantu memahami bahan hukum primer, terdiri
dari berbagai macam literatur mengenai hukum pidana dan pencemaran nama baik
serta hasil penelitian serta kegiatan ilmiah maupun pendapat para ahli hukum pidana
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
Cara pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan library re-
search maupun penelitian lapangan ield
research. Namun demikian, penelitian ke- pustakaan dan penelitian lapangan di sini
dimaksudkan untuk mendapatkan data se- kunder, mengingat penelitian ini merupakan
penelitian hukum normatif. Alat pengumpu- lan data dalam penelitian ini menggunakan
studi dokumen atau studi pustaka. Studi do- kumen atau studi pustaka digunakan dalam
penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode
kualitatif. Analisis kualitatif ini dilakukan dengan memperhatikan fakta yang ada di
lapangan berupa putusan MA menyang- kut perkara pencemaran nama baik dan
digabungkan dengan data sekunder yang diperoleh dari bahan kepustakaan. Hasil
analisis tersebut kemudian dipaparkan se- cara deskriptif sehingga diperoleh uraian
hasil penelitian yang bersifat deskriptif- kualitatif.
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Kecenderungan Putusan Hakim