Pengaruh Kepatuhan Ibu Hamil Terhadap Keberhasilan Penanganan Preeklampsia Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Restu Ibu Medan Tahun 2013

(1)

PENGARUH KEPATUHAN IBU HAMIL TERHADAP KEBERHASILAN PENANGANAN PREEKLAMPSIA

DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK RESTU IBU MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Oleh

NURIDA EVA TAMBA 1070322206/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KEPATUHAN IBU HAMIL TERHADAP KEBERHASILAN PENANGANAN PREEKLAMPSIA

DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK RESTU IBU MEDAN TAHUN 2013

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURIDA EVA TAMBA 1070322206/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KEPATUHAN IBU HAMIL

TERHADAP KEBERHASILAN PENANGANAN PREEKLAMPSIA DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK RESTU IBU MEDAN TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Nurida Eva Tamba

Nomor Induk Mahasiswa : 10703206

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (

Ketua Anggota

dr. Yusniwarti Yusad, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 30 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

2. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si 3. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KEPATUHAN IBU HAMIL TERHADAP KEBERHASILAN PENANGANAN PREEKLAMPSIA

DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK RESTU IBU MEDAN TAHUN 2013

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

Nurida Eva Tamba 1070322206/IKM


(6)

ABSTRAK

Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Keberhasilan penanganan pre- eklampsia ditentukan oleh kepatuhan ibu hamil dalam perawatan kehamilan. Ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor risiko tinggi yang dialami selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena ibu hamil tidak mematuhi anjuran dokter untuk melakukan pemeriksaan ANC, mengatur pola makan dan istirahat yang cukup.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepatuhan ibu hamil (Antenatal Care, pola makan dan istirahat) terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan tahun 2013. Metode yang digunakan yaitu survey explanatory dengan desain

cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil trimester III. Sampel penelitian yaitu seluruh ibu hamil trimester III yang memeriksakan kehamilannya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan sebanyak 47 orang. Analisis data dilakukan dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh kepatuhan dalam istirahat terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia (p = 0,002), sedangkan kepatuhan dalam Antenatal care (p = 0,076) dan kepatuhan dalam pola makan (p = 0,631) tidak berpengaruh terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia.

Disarankan bagi ibu hamil agar mengurangi aktivitas rutin dan melakukan aktivitas ringan dalam upaya mencegah terjadinya preeklampsia, dan diharapkan kepada pihak tenaga kesehatan, agar memberikan konseling bagi ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kesehatan, tentang manfaat antenatal care, mengikuti pola makan dan istirahat dalam meningkatkan kesehatan ibu selama kehamilan.


(7)

ABSTRACT

Preeclampsia and eclampsia constitute one of pregnant complications directly caused by the pregnancy itself. The success of handling preeclampsia is determined by pregnant mothers’ compliance in pregnancy care. The absence of pregnant mothers in examining their pregnancy causes the high risk factors in pregnancy so that it is not detected. This is caused by their noncompliance with doctors’ advice to examine ANC, arrange eating pattern properly, and take enough rest.

The aim of the research was to know and to analyze the influence of pregnant mothers’ compliance (in antenatal care, eating pattern, and rest) on the success in handling preeclampsia at Restu Ibu Mother-Child Hospital, Medan, in 2013. The research used explanatory survey method with cross sectional design. The population was all pregnant mothers who examined their pregnancy at Restu Ibu Mother-Child Hospital. The samples comprised 47 pregnant mothers in the third trimester who examined their pregnancy at Restu Ibu Mother-Child Hospital Medan. The data were analyzed using multiple logistic regression test.

The result of the research showed that there was influence of compliance in taking rest on the success in handling preeclampsia (p = 0.002), while the compliance in antenatal care (p = 0.076) and eating pattern (0.631) did not have any influence on the success in handling preeclampsia.

It is recommended that pregnant mothers should decrease routine activities and do light activities in preeclampsia prevention and it is expected to the health personnel to give counseling about the benefit of antenatal care, following the eating pattern and taking a rest to the pregnant mothers who examined their health so that health condition of pregnant mothers can increase.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “PENGARUH KEPATUHAN IBU HAMIL TERHADAP KEBERHASILAN PENANGANAN PREEKLAMPSIA DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK RESTU IBU MEDAN TAHUN 2013”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM).,Sp.A.,(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera


(9)

Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

4. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Anggota Komisi Pembimbing dr. Yusniwarti Yusad, M.Si atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

5. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes, selaku tim penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

6. Bapak dr. M. Karo-karo dan R. br Purba di RSU Restu Ibu yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada ayahanda Drs. T. Tamba dan Ibunda S. Siahaan serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan

9. Teristimewa buat suami tercinta dr. Rudi Adil Tampubolon berkat dukungan dan semangatnya sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi ini.


(10)

10. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2013 Penulis

Nurida Eva Tamba 107032206/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nurida Eva Tamba, lahir pada tanggal 5 Mei 1982 di Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, beragama

Kristen Protestan, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Drs. T. Tamba dan Ibunda S. Siahaan, bertempat tinggal di Binjai Km. 12,5 Perjuangan Kecamatan Sunggal. Penulis beragama Kristen dan bertempat tinggal Jl. Binjai Km 12, Jl. Pembangunan Medan.

Penulis mulai melaksanakan pendidikan dasar di SD RK Deli Murni Diski tamat pada tahun 1994, penulis melanjutkan pendidikan SMP RK Deli Murni Diski tamat pada tahun 1997 dan melanjutkan pendidikan SMUN 3 Binjai tamat pada tahun 2000, Diploma III Kebidanan Pemerintah Kabupaten Tarutung Tamat Tahun 2004. Dan pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Poltekes Medan, tamat pada tahun 2008.

Penulis menikah pada tanggal 14 Mei 2010 dengan dr. Rudi Aidil Tampubolon. Penulis mulai bekerja sebagai sebagai Bidan Puskesmas di Puskesmas Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan mulai tahun 2005 sampai 2011. Dan pindah ke Puskesmas Sei Semayang mulai tahun 2012 sampai sekarang.

Kemudian pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakulatas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Hipotesis ... 13

1.5 Manfaat Penelitian ... 13

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Preeklampsia/Eklampsia ... 14

2.1.1 Pengertian Preeklampsia/Eklampsia ... 14

2.1.2 Tanda dan Gejala Preeklampsia ... 15

2.1.3 Bahaya Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu dan Janin ... 18

2.1.4 Upaya-upaya Pencegahan Preeklampsia/Eklampsia ... 19

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Preeklampsia ... 21

2.2.1 Karakteristik Ibu Hamil ... 21

2.3 Keberhasilan Penangan Preeklampsia ... 25

2.3.1 Penanganan Preeklampsia Ringan (140/90 mmHg) ... 26

2.3.2 Penanganan Preeklamsia Berat ... 28

2.3.3 Indikator Keberhasilan Penanganan Preeklampsia ... 29

2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Penangan Preeklampsia ... 31

2.5 Kepatuhan ... 33

2.5.1 Pengertian ... 33

2.6 Kepatuhan Ibu Hamil ... 34

2.6.1 Defenisi Kepatuhan Ibu Hamil... 34

2.6.2 Kepatuhan Ibu Hamil dalam Pencegahan Preeklamsia ... 35

2.7 Landasan Teori ... 37


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Jenis Penelitian ... 40

3.2 Lokasi dan Waktu ... 40

3.2.1 Lokasi ... 40

3.2.2 Waktu ... 40

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 40

3.3.1 Populasi Penelitian ... 40

3.3.2 Sampel Penelitian ... 41

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 41

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41

3.5.1 Uji Validitas ... 41

3.5.2 Uji Reliabilitas ... 42

3.6 Variabel dan Definisi Operasional ... 43

3.6.1 Variabel Dependen ... 43

3.6.2 Variabel Independen ... 44

3.7 Metode Pengukuran ... 44

3.7.1 Pengukuran Variabel Bebas (Independen) ... 45

3.7.2 Pengukuran Variabel Terikat (Dependen) ... 45

3.8 Metode Analisis Data ... 48

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 50

4.1.1 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Restu Ibu ... 50

4.1.2 Ruang Lingkup Kegiatan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan ... 51

4.1.3 Visi dan Misi Rumah Sakit ... 52

4.2 Analisis Univariat ... 54

4.2.1 Karakteristik Responden ... 54

4.2.2 Keberhasilan dalam Penanganan Preeklampsia ... 57

4.2.3 Kepatuhan dalam Antenatal Care ... 58

4.2.4 Kepatuhan dalam Pola Makan ... 59

4.2.5 Kepatuhan dalam Istirahat ... 61

4.3 Analisis Bivariat ... 62

4.3.1 Hubungan Kepatuhan dalam Antenatal Care dengan Keberhasilan Penanganan Pre Eklampsia ... 62

4.3.2 Hubungan Kepatuhan dalam Pola Makan Ibu Hamil dengan Keberhasilan Penanganan Pre Eklampsia ... 63

4.3.3 Hubungan Kepatuhan dalam Istirahat Ibu Hamil dengan Keberhasilan Penangan Pre Eklampsia ... 64


(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 67

5.1 Pengaruh Antenatal Care terhadap Keberhasilan Pre Eklampsia ... 67

5.2 Pengaruh Pola Makan terhadap Keberhasilan Penanganan Preeklampsia ... 68

5.3 Pengaruh Istirahat terhadap Keberhasilan Penanganan Pre Eklampsia ... 70

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

6.1 Kesimpulan ... 72

6.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 3.1 Valditas dan Reliabilitas ... 42 3.2 Aspek Pengukuran ... 47 4.1 Karakteristik Responden di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun

2013... 54 4.1 Karakteristik Responden di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun

2013... 54 4.2 Distribusi Diagnosa Preeklampsia di Sakit Restu Ibu Medan Tahun

2013... 56 4.3 Distribusi Terapi Dokter pada Ibu Preeklampsia di Rumah Sakit Restu

Ibu Medan Tahun 2013 ... 56 4.4 Distribusi Kunjungan pada Ibu Preeklampsia di Rumah Sakit Restu

Ibu Medan Tahun 2013 ... 57 4.5 Distribusi Frekuensi Kategori Keberhasilan Penanganan Preeklampsia

pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 57 4.6 Distribusi Frekuensi Hasil Diagnosa Tekanan Darah pada Ibu Hamil

di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 58 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Kepatuhan

dalam Antenatal Care pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 58 4.8 Distribusi Frekuensi Kategori Antenatal Care pada Ibu Hamil di

Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 59 4.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pertanyaan Mengenai Kepatuhan

dalam Pola Makan pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 60 4.10 Distribusi Frekuensi Kategori Kepatuhan dalam Pola Makan pada Ibu


(16)

4.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pertanyaan Mengenai Kepatuhan dalam Istirahat pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 61 4.12 Distribusi Frekuensi Kategori Kepatuhan dalam Istirahat pada Ibu

Hamil di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 61 4.13 Hubungan Kepatuhan dalam Antenatal Care pada Ibu Hamil dengan

Keberhasilan Penangan Preeklampsia di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 62 4.14 Hubungan Kepatuhan dalam Pola Makan Ibu Hamil dengan

Keberhasilan Penangan Preeklampsia di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 63 4.15 Hubungan Kepatuhan dalam Istirahat Ibu Hamil dengan Keberhasilan

Penangan Preeklampsia di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013... 64 4.16 Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Untuk Identifikasi Variabel yang


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 39


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 82

2. Master Data ... 90

3. Hasil Data SPSS ... 94

4. Analisis Univariat ... 97

5. Analisis Bivariat... 103

6. Analisis Multivariat ... 108

7. Surat Penelitian ... 111


(19)

ABSTRAK

Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Keberhasilan penanganan pre- eklampsia ditentukan oleh kepatuhan ibu hamil dalam perawatan kehamilan. Ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor risiko tinggi yang dialami selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena ibu hamil tidak mematuhi anjuran dokter untuk melakukan pemeriksaan ANC, mengatur pola makan dan istirahat yang cukup.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepatuhan ibu hamil (Antenatal Care, pola makan dan istirahat) terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan tahun 2013. Metode yang digunakan yaitu survey explanatory dengan desain

cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil trimester III. Sampel penelitian yaitu seluruh ibu hamil trimester III yang memeriksakan kehamilannya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan sebanyak 47 orang. Analisis data dilakukan dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh kepatuhan dalam istirahat terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia (p = 0,002), sedangkan kepatuhan dalam Antenatal care (p = 0,076) dan kepatuhan dalam pola makan (p = 0,631) tidak berpengaruh terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia.

Disarankan bagi ibu hamil agar mengurangi aktivitas rutin dan melakukan aktivitas ringan dalam upaya mencegah terjadinya preeklampsia, dan diharapkan kepada pihak tenaga kesehatan, agar memberikan konseling bagi ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kesehatan, tentang manfaat antenatal care, mengikuti pola makan dan istirahat dalam meningkatkan kesehatan ibu selama kehamilan.


(20)

ABSTRACT

Preeclampsia and eclampsia constitute one of pregnant complications directly caused by the pregnancy itself. The success of handling preeclampsia is determined by pregnant mothers’ compliance in pregnancy care. The absence of pregnant mothers in examining their pregnancy causes the high risk factors in pregnancy so that it is not detected. This is caused by their noncompliance with doctors’ advice to examine ANC, arrange eating pattern properly, and take enough rest.

The aim of the research was to know and to analyze the influence of pregnant mothers’ compliance (in antenatal care, eating pattern, and rest) on the success in handling preeclampsia at Restu Ibu Mother-Child Hospital, Medan, in 2013. The research used explanatory survey method with cross sectional design. The population was all pregnant mothers who examined their pregnancy at Restu Ibu Mother-Child Hospital. The samples comprised 47 pregnant mothers in the third trimester who examined their pregnancy at Restu Ibu Mother-Child Hospital Medan. The data were analyzed using multiple logistic regression test.

The result of the research showed that there was influence of compliance in taking rest on the success in handling preeclampsia (p = 0.002), while the compliance in antenatal care (p = 0.076) and eating pattern (0.631) did not have any influence on the success in handling preeclampsia.

It is recommended that pregnant mothers should decrease routine activities and do light activities in preeclampsia prevention and it is expected to the health personnel to give counseling about the benefit of antenatal care, following the eating pattern and taking a rest to the pregnant mothers who examined their health so that health condition of pregnant mothers can increase.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (Ammiruddin dkk, 2007). Preeklampsia terjadi karena adanya mekanisme imunolog yang kompleks, aliran darah ke plasenta berkurang, akibatnya suplai zat makanan yang dibutuhkan janin berkurang. Penyebabnya karena penyempitan pembuluh darah yang unik, yang tidak terjadi pada setiap orang selama kehamilan (Indiarti, 2009 & Cuningham, 2001). Perdarahan, infeksi, dan eklampsia, merupakan komplikasi yang tidak selalu dapat diramalkan sebelumnya dan mungkin saja terjadi pada ibu hamil yang telah diidentifikasikan normal (Senewe & Sulistiawati, 2006).

Di seluruh dunia, insiden atau kejadian preeklampsia berkisar antara 2% dan 10% dari kehamilan. Insiden dari preeklampsia awal bervariasi di seluruh dunia. WHO (World Health Organization) mengestimasi insiden preeklampsia hingga tujuh kali lebih tinggi di negara-negara berkembang (2,8% dari kelahiran hidup) dibandingkan dengan negara maju (0,4%) (Osungbade dan Ige, 2011).


(22)

Menurut WHO preeklampsia memengaruhi tujuh sampai sepuluh persen dari seluruh kehamilan di Amerika Serikat (WHO, 2009). Di Inggris kurang dari 10 wanita meninggal akibat preeklampsia setiap tahunnya, dan mempengaruhi maternal yang mengakibatkan kematian, di negara yang kurang berkembang terdapat 50.000 kematian maternal yang disebabkan oleh preeklampsia dan eklampsia (Champman, 2006). Pada sisi lain insiden dari eklampsia pada negara berkembang sekitar 1 kasus per 100 kehamilan sampai 1 kasus per 1700 kehamilan. Pada negara Afrika seperti Afrika Selatan, Mesir, Tanzania dam Etiopia bervariasi sekitar 1,8% sampai dengan 7,1%. Di Nigeria prevalensinya sekitar 2% sampai dengan 16,7% (Osungbade dan Ige, 2011).

Angka Kematian Ibu (AKI) di Sub Sahara Afrika 270/100.000 kelahiran hidup, Asia Selatan 188/100.000 kelahiran hidup dan di negara-negara ASEAN seperti Singapura 14/100.000 kelahiran hidup, Malaysia 62/100.000 kelahiran hidup, Thailand 110/100.000 kelahiran hidup, Vietnam 150/100.000 kelahiran hidup, Filipina 230/100.000 kelahiran hidup dan Myanmar 380/100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Kematian ibu akibat komplikasi dari kehamilan dan persalinan tersebut terjadi pada wanita usia 15-49 tahun diseluruh dunia (Widyawati, 2010). Indonesia merupakan negara yang mempunyai AKI tertinggi di ASEAN. Pada tahun 2010, AKI menjadi 228 per-100.000 (Depkes RI, 2010).

Berdasarkan distribusi persentase penyebab kematian ibu melahirkan sebesar 28% perdarahan, 24% eklampsia, 11% Infeksi, 5% abortus, 5% persalinan lama, 3%


(23)

emboli obat, 8% komplikasi masa puerperium, 11 % lain – lain (Widyawati, 2010). Kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh multifaktor, baik faktor secara langsung maupun faktor tidak langsung, 90% kematian ibu disebabkan oleh faktor langsung yaitu terjadlnya komplikasi pada saat kehamilan dan segera setelah bersalin dengan rincian 28% akibat pendarahan, 24% akibat eklampsia dan 11% akibat infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung antara lain ibu hamil yang kurang asupan energi atau kekurangan energi protein sebesar 37%, dan adanya kejadian anemia sebesar 40% (Depkes RI, 2001). Salah satu penyebab kematian terbanyak adalah preeklampsia dan eklampsia yang bersama infeksi dan pendarahan, diperkirakan mencakup 75-80 % dari keseluruhan kematian maternal. Kejadian preeklampsia-eklampsia dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila CFR PE-E mencapai 1,4%-1,8% (Ammiruddin dkk, 2007).

Angka kejadian preeklampsia/eklampsia lebih banyak terjadi di negara berkembang dibanding pada negara maju. Hal ini disebabkan oleh karena di negara maju perawatan prenatalnya lebih baik. Kejadian preeklampsia dipengaruhi oleh paritas, ras, faktor genetik dan lingkungan. Kehamilan dengan preeklampsia lebih umum terjadi pada primigravida, sedangkan pada multigravida berhubungan dengan penyakit hipertensi kronis, diabetes melitus dan penyakit ginjal (Baktiyani, 2005).

Di negara maju angka kejadian preeklampsia berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%, sedangkan angka kematian ibu yang diakibatkan preeklampsia dan eklampsia di negara berkembang masih tinggi. Preeklampsia salah satu sindrom yang


(24)

dijumpai pada ibu hamil di atas 20 minggu terdiri dari hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa edema (Amelda, 2009).

Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2010 menunjukkan jumlah kematian ibu masih sangat tinggi yaitu 228 kematian pada setiap 100.000 kasus dimana penyebab kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, seperti pendarahan yang mencapai 28%, eklampsia atau keracunan saat kehamilan (24%), infeksi (11%) (Sri, 2011).

Berkat kemajuan dalam bidang anestesi, teknik operasi, pemberian cairan infus dan transfusi dan peranan antibiotik yang semakin meningkat, maka penyebab kematian ibu karena perdarahan dan infeksi dapat diturunkan dengan nyata. Namun penderita preeklampsia dapat berkembang menjadi preeklampsia berat karena ketidaktahuan dan sering terlambat mencari pertolongan. Sehingga angka kematian ibu karena preeklampsia belum dapat diturunkan (Haryono, 2006).

Frekuensi terjadinya preeklampsia dan eklampsia bertambah seiring dengan tuanya kehamilan, umumnya pada Primigravida Triwulan III, umur diatas 35 tahun, bisa dijadikan penyebab pada kejadian preeklampsia dan eklampsia (Mochtar, 2006). Ibu hamil haruslah mempunyai keberdayaan atau kemandirian untuk mengambil sikap melakukan pemeriksaan antenatal care, sehingga dapat diketahui terjadinya masalah preeklampsia dalam kehamilannya dan dapat dengan segera dilakukan pencegahan pada kondisi yang lebih berat (preeklampsia berat) (Rejeki dan Hayati, 2005).


(25)

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 dilaporkan bahwa pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan sudah lebih baik, yaitu 84%. Akan tetapi masih ada 2,8% tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, dan 3,2% masih memeriksakan kehamilan ke dukun. Selain itu diketahui akses (K1) adalah 92,8% ibu hamil mengikuti pelayanan antenatal, akan tetapi hanya 61,3% selama kehamilan memeriksakan kehamilan minimal 4 kali (K4) (Suparyanto, 2011).

Ibu hamil perlu mewaspadai Preeklampsia dan Eklampsia (PE-E) karena di Indonesia menjadi penyebab 30-40 % kematian perinatal. Di beberapa rumah sakit di Indonesia, Preeklampsia-Eklampsia menjadi penyebab utama kematian maternal, menggeser Perdarahan dan Infeksi. Fakta ini terungkap dalam Simposium Pelantikan Dokter Periode 163 Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta (Kompas, 2008).

Asuhan antenatal penting untuk menjamin agar proses alamiah tetap berjalan normal selama kehamilan. WHO memperkirakan bahwa sekitar 15% dari seluruh wanita yang hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilan serta dapat mengancam jiwanya. Tujuan utama dari asuhan antenatal

adalah untuk mempersiapkan ibu dan bayinya dalam keadaan sehat dengan cara membangun hubungan saling percaya dengan ibu, mendeteksi tanda bahaya yang mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan kepada ibu (Depkes RI, 2002).

Antenatal Care merupakan pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalisasi kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas, persiapan memberikan ASI, dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar


(26)

(Rozikhan, 2006). Pemeriksaan antenatal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan terdidik dalam bidang kebidanan. Ibu hamil dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan antenatal sebanyak 4 kali, yaitu pada setiap trimester dan trimester terakhir sebanyak 2 kali (Kartika, 2001). Dengan kunjungan ANC yang teratur dan rutin dapat diketahui tanda-tanda preeklampsia, yang sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia (Wiknjosastro, 2007).

Preeklampsia berat merupakan risiko yang membahayakan ibu di samping membahayakan janin. Ibu hamil yang mengalami preeklampsia berisiko tinggi mengalami gagal ginjal akut, pendarahan otak, pembekuan darah intravaskular, pembengkakan paru-paru, kolaps pada sistem pembuluh darah dan eklampsia. Risiko preeklampsia pada janin antara lain plasenta tidak mendapat asupan darah yang cukup, sehingga janin bisa kekurangan oksigen dan makanan Hal ini dapat menimbulkan rendahnya bobot tubuh bayi ketika lahir dan juga menimbulkan masalah lain pada bayi seperti kelahiran prematur sampai dengan kematian pada saat kelahiran (Prawirohardjo, 2008).

Faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan ibu hamil berdasarkan Program Keluarga Harapan (PKH) adalah antenatal care, gizi ibu hamil (tablet zat besi) dan imunisasi tetanus toxoid (Prasetyawati, 2012). Menurut hasil penelitian Rozikhan (2004) menyatakan bahwa ibu hamil mempunyai risiko 1,5 kali lebih besar untuk mengalami preeklampsia berat karena kurang dalam melakukan antenatal care. Menurut hasil penelitian Langelo (2012) di RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makasar menyatakan bahwa antenatal care berhubungan dengan kejadian


(27)

preeklampsia karena berguna untuk mengawasi dan memonitor kesehatan ibu dan bayi sehingga semuanya berjalan lancar dengan nilai OR 2,72 (95% CI). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rozanna (2009) menunjukkan bahwa ibu yang tidak melakukan antenatal care merupakan faktor risiko terhadap kejadian preeklampsia dengan nilai OR 2,66 (95% CI).

Kepatuhan seorang ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya sangat diperlukan agar setiap keluhan dapat ditangani sedini mungkin dan informasi yang penting bagi ibu hamil dapat tersampaikan sehingga angka kematian ibu dapat ditekan menjadi seminimal mungkin. Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (antenatal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri (Kandrawilko, 2009).

Menurut Roeshadi (2006) yang mengutip hasil penelitian Sukatendel tahun 2005 tentang kejadian preeklampsia di Rumah Sakit Pirngadi Medan dan Rumah Sakit Haji Adam Malik tahun 2004 bahwa masalah yang sering dihadapi pada penderita preeklampsia dan eklampsia adalah penderita tidak melakukan pemeriksaan

antenatal secara teratur dan sering datang terlambat ke rumah sakit. Sekitar 40% serangan kejang pada penderita eklampsia biasanya terjadi sebelum penderita masuk ke rumah sakit.


(28)

Konseling yang diberikan petugas kesehatan dapat membantu ibu untuk memantau perkembangan dan kesehatan pada masa kehamilan. Informasi yang diberikan petugas kesehatan kepada ibu yang memiliki risiko preeklampsia/eklampsia dapat melakukan upaya-upaya pencegahan dengan melakukan pemeriksaan rutin, menghindari konsumsi makanan yang dapat menimbulkan hipertensi dalam kehamilannya. Selain itu penyebab kematian ibu dan perinatal dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care) yang memadai (Manuaba, 2008). Target cakupan kesehatan ibu yang dicapai pada tahun 2009 masing-masing sebesar 94% untuk akses pelayanan antenatal (cakupan ibu hamil K1), 84% untuk cakupan pelayanan ibu hamil sesuai standar (K4) (Depkes RI, 2010).

Pelaksanaan antenatal care dilakukan minimal 4 kali, yaitu l kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Namun jika terdapat kelainan dalam kehamilannya, maka frekuensi pemeriksaan disesuaikan menurut kebutuhan masing- masing. Ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan dikatakan teratur jika melakukan pemeriksaan kehamilan ≥ 4 kali kunjungan, kurang teratur jika pemeriksaan kehamilan 2-3 kali kunjungan dan tidak teratur jika ibu hamil hanya melakukan pemeriksaan kehamilan kurang dari 2 kali kunjungan (WHO, 2006).

Penelitian yang dilakukan Soedjones pada tahun 1983 di 12 RS. Pendidikan Indonesia, didapat kejadian preeklampsia dan eklampsia 5,30% dengan kematian perinatal 10,83%/1000 (4,9 x lebih besar dibanding kehamilan normal). Sedangkan penelitian Lukas dan Rambulangi tahun 1994, di 12 RS pendidikan di Makasar


(29)

insiden preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 84% dan angka kematian akibatnya 22,2% (Ridwananiruddin, 2007). Menurut Sunidaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%).

Pada tahun 2010 di RS DR.Pirngadi Medan juga ditemukan 43 kasus preeklampsia berat/eklampsia per 531 (8,1%) kehamilan. Pada tahun 2011 ditemukan 73 kasus per 644 (11,3%) kehamilan. Berdasarkan data tersebut terjadi peningkatan kasus preeklampsia dan eklampsia disebabkan karena tidak teraturnya pemeriksaan

antenatal care yang pernah dilakukan ibu hamil sehingga tidak dapat mendeteksi dini secara dini gangguan kesehatan yang dialami selama kehamilan dan kunjungan pemeriksaan yang dianjurkan belum dilaksanakan sehingga keterpaparan informasi yang diberikan petugas kesehatan melalui konseling masih terbatas. Penyakit preeklampsia harus dideteksi sedini mungkin, karena penyakit tersebut merupakan masalah kebidanan yang belum dapat ditanggulangi dengan tuntas. Kehamilan dengan preeklampsia dapat terjadi pada wanita yang sebelumnya mempunyai tekanan darah yang normal. Kehamilan dengan preeklampsia dapat dicegah, jika sebelumnya ibu patuh dalam melakukan antenatal care. Sebab tidak semua ibu hamil dapat dan mau melaksanakan perawatan kehamilan secara teratur dan patuh terhadap nasehat yang diberikan oleh tenaga kesehatan utuk mencegah memberatnya penyakit.


(30)

Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu ibu dijumpai peningkatan kasus pre eklampsia setiap tahun. Pada tahun 2011 terdapat 32 kasus preeklampsia dan pada tahun 2012 terdapat peningkatan kasus preeklampsia sebanyak 37 kasus. Preeklampsia dapat dikurangi dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan yang baik pada ibu hamil. Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat yang berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam hal ini yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensi merupakan manfaat dari pencegahan melalui pemeriksaan antenatal yang baik (Wiknjosastro, 2006).

Penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan medik yang dilakukan secara simtomatis menurut etiologi preeklampsia. Penanganan obstetrik bertujuan agar dapat melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan dan sudah cukup matur untuk hidup di luar uterus (Manuaba, 1998).

Keberhasilan penangan preeklampsia pada preeklampsia ringan terjadi penurunan tekanan darah diastolik di bawah 15 mmHg dan tidak ditemukan proteinuria. Tidak ditemukan adanya edema. Meminimalkan gejala-gejala ke arah preeklampsia berat. Pertumbuhan janin, denyut jantung janin dan gerakan janin baik. Pemberian obat antihipertensi, jika tekanan diastoliknya di atas 110 mmHg. Keberhasilan dalam penanganan preeklampsia berat dan eklampsia diketahui dengan


(31)

penurunan tekanan darah diastolik diatas 110 mmHg sampai mencapai antara 90-100 mmHg, tidak ditemukan edema paru, tidak terjadi dekompensasi kordis atau gagal ginjal akut, tidak terjadi kejang dan trauma, tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin dalam keadaan baik, tidak terjadi pembekuan darah, dan tidak terjadi depresi neonatal (Saifuddin, 2002).

Kemampuan mengenali dan mengobati preeklampsia ringan agar tidak berlanjut menjadi preeklampsia berat dan mencegah preeklampsia berat menjadi eklampsia. Hal ini hanya bisa diketahui bila ibu hamil memeriksakan dirinya selama hamil, meliputi pengukuran tensi setiap saat serta pemberian vitamin dan mineral. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti mengenai tanda-tanda sedini mungkin (preeklampsia ringan), dan diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Adanya selalu kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya preeklampsia. Memberikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan (Putri, 2009).

Berdasarkan hasil survei awal pada 6 orang ibu hamil yang pernah menderita preeklampsia diketahui seluruhnya ibu masih menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Ada 4 orang ibu yang merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke pelayanan kesehatan karena sebelumnya merasa tidak pernah mengalami preeklampsia, 2 orang ibu mempunyai 1 orang anak dan usianya di atas 37 dan 38 tahun dan 2 orang lagi berusia 39 tahun, sedangkan 2


(32)

orang ibu hamil lagi ada kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan, ibu belum pernah mempunyai anak dan ibu tersebut tidak patuh mengikuti anjuran peugas kesehatan untuk melakukan ANC. Kedua ibu tersebut hanya 1 kali melakukan pemeriksaan ANC pada trimester pertama. Salah satu berusia 35 tahun dan yang satunya lagi berusia 36 tahun. Ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor risiko tinggi yang mungkin dialami. Risiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini kemungkinan disebabkan ibu hamil tersebut tidak mematuhi anjuran dokter untuk melakukan pemeriksaan ANC, mengatur pola makan dan istirahat yang cukup.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka ingin dilakukan penelitian tentang “Pengaruh kepatuhan ibu hamil terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan tahun 2013.”

1.2 Permasalahan

Adanya peningkatan kejadian preeklampsia berat yang dijumpai pada ibu hamil, sehingga rumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana “Pengaruh kepatuhan ibu hamil terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan Tahun 2013.”


(33)

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepatuhan ibu hamil (kepatuhan dalam Antenatal Care, kepatuhan dalam pola makan dan kepatuhan dalam istirahat) terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan tahun 2013.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh kepatuhan ibu hamil (kepatuhan dalam Antenatal Care, kepatuhan dalam pola makan dan kepatuhan dalam istirahat) terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya penanganan preeklampsia dan tempat pelayanan kesehatan maternal lainnya.

2. Agar tenaga kesehatan dapat melaksanakan perawatan kehamilan yang berkualitas guna mendeteksi secara dini dalam upaya pencegahan preeklampsia.

3. Memberi masukan kepada tenaga kesehatan pentingnya memberikan pendidikan kesehatan bagi ibu hamil agar patuh melakukan perawatan kehamilan dalam pencegahan preeklampsia.

4. Manfaat bagi penelitian lainnya, agar dapat digunakan sebagai bahan referensi tentang penanganan preeklampsia untuk penelitian selanjutnya.


(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Preeklampsia/Eklampsia

2.1.1 Pengertian Preeklampsia/Eklampsia

Preeklampsia adalah terjadinya peningkatan tekanan darah paling sedikit 140/90, proteinuria, dan oedema (Rozikan, 2007). Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat (Sarwono, 2008).

Preeklampsia atau toksemia umumnya terjadi pada trimester ketiga. Persentasenya adalah 5-10% kehamilan. Kecenderungannya meningkat pada faktor genetis. Berbeda dengan tekanan darah tinggi menahun, preeklampsia ialah kondisi peningkatan tekanan darah yang terjadi ketika hamil. Preeklampsia lebih sering terjadi pada ibu yang mengalami kehamilan yang pertama kali (7%). Wanita yang hamil berusia 35 tahun, hamil kembar, menderita diabetes, tekanan darah tinggi dan gangguan ginjal juga mempunyai risiko menderita preeklampsia. Sejauh ini, penyebab gangguan ini belum diketahui secara pasti. Diduga penyebab preeklampsia adalah penyempitan pembuluh darah yang unik (Indiarti, 2009).

Komplikasi/penyulit langsung kehamilan yang menyebabkan trias kehamilan disebut preeklampsia (ringan/berat) dan eklampsia (artinya “halilintar”).


(35)

Preeklampsia dan eklampsia merupakan penyakit yang berkelanjutan dengan batas atau tambahan “kejang atau koma” (Bandiyah, 2009).

Preeklampsia, gejalanya sakit kepala disertai pusing, mual, penglihatan kabur, mata berkunang-kunang, dan pembengkakan. Risiko preeklampsia meningkat pada ibu yang hamil pertama kali, hamil kembar, punya darah tinggi atau diabetes, serta pada mereka yang anggota keluarganya-seperti ibu atau saudara kandung-menderita preeklampsia juga (Ayahbunda, 2008).

2.1.2 Tanda dan Gejala Preeklampsia

Preeklampsia ringan ditandai dengan gejala meningkatnya tekanan darah yang mendadak (sebelum hamil tekanan darah normal) ≥ 140/90 mmHg dan adanya protein urine (diketahui dari pemeriksaan laboratorium kencing) +1/+2 dan terjadi pada usia kehamilan di atas 20 minggu (Wibisono dan Dewi, 2009).

Preeklampsia ringan adalah kondisi ibu yang disebabkan oleh kehamilan disebut keracunan kehamilan. Tanda dan gejala preeklampsia ringan dalam kehamilan antara lain : edema (pembengkakan) terutama tampak pada tungkai, muka disebabkan ada penumpukan cairan yang berlebihan di sela-sela jaringan tubuh, tekanan darah tinggi, dan dalam air seni terdapat zat putih telur (pemeriksaan urine dari laboratorium). Preeklampsia berat terjadi bila ibu dengan preeklampsia ringan tidak dirawat, ditangani dan diobati dengan benar. Preeklampsia berat bila tidak ditangani dengan benar akan terjadi kejang-kejang menjadi eklampsia (Bandiyah, 2010).


(36)

Preeklampsia terjadinya karena adanya mekanisme imunolog yang kompleks dan aliran darah ke plasenta berkurang. Akibatnya jumlah zat makanan yang dibutuhkan janin berkurang. Makanya, preeklampsia semakin parah atau berlangsung lama bisa menghambat pertumbuhan janin. Preeklampsia menyebabkan tubuh ibu ‘teracuni’ dan membahayakan janin. Gejalanya adalah pembengkakan pada beberapa bagian tubuh, terutama muka dan tangan. Lebih gawat lagi apabila disertai peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba, serta kadar protein yang tinggi pada urin (Indiarti, 2009).

Gangguan pada preeklampsia lebih dari sekedar hipertensi dan proteinuria. Terdapat keterlibatan multiorgan dan sistem akibat fungsi sel endotel maternal, yang tampak sebagai bagian dari respons radang intravaskular maternal yang lebih menyeluruh yang berkaitan dengan vasospasme dan kurang perfusi. Pengkajian tekanan darah dan urinalisis masih merupakan cara pertama karena mudah dan relatif mudah untuk dikaji walaupun tidak memusatkan patogenesis preeklampsia (Billington dan Stevenson, 2010).

Menurut Destiana (2010), preeklampsia gejalanya terjadi secara bertahap, mula-mula terdapat kenaikan tekanan darah yang ringan di atas 140/90 mmHg; di bawah 160/110 mmHg); sering disertai bengkak pada muka, kelopak mata, punggung tangan atau pada kaki. Apabila sudah terjadi keadaan preeklampsia berat (tekanan darah di atas 160/110 mmHg) ibu bisa merasakan sakit kepala, nyeri ulu hati atau penglihatan kabur. Itu sebabnya setiap pemeriksaan kehamilan tekanan darah ibu


(37)

hamil harus selalu diperiksa dan diulangi apabila ada kecurigaan terjadinya preeklampsia.

Preeklampsia ringan masih dapat berobat jalan dengan pantang garam, kontrol setiap minggu dapat diberikan obat penenang dan diuretik (meningkatkan pengeluaran air seni). Di samping itu bila keluhan makin meningkat disertai gangguan subjektif, disarankan untuk segera kembali memeriksakan diri (Bandiyah, 2010).

Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah kehamilan 20 minggu.

Hipertensi : sistolik / diastolik ≥ 140/90 mmHg. • Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam

• Edema : edema local tidak dimasukan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.

Diagnosis preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik lebih dari ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 gr/24 jam. Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria pre- eklampsia berat sebagaimana tercantum di bawah ini :

• Sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg • Proteinuria lebih 5 gr/24 jam

• Oliguria

• Kenaikan kadar kreatinin plasma • Gangguan fisus dan serebral


(38)

• Nyeri epigastrium

• Edema paru-paru dan sianosis • Hemolisis mikroangiopatik • Trombositopenia berat • Gangguan fungsi hepar

2.1.3 Bahaya Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu dan Janin

Menurut Bandiyah (2009), bahaya preeklampsia/eklampsia dalam kehamilan antara lain: preeklampsia berat, timbul serangan kejang-kejang (eklampsia). Sedangkan bahaya pada janin antara lain: memberikan gangguan pertumbuhan janin dalam rahim ibu dan bayi lahir lebih kecil, mati dalam kandungan.

Bahaya preeklampsia berat dalam kehamilan antara lain : 1. Bahaya bagi ibu dapat tidak sadar.

2. Bahaya bagi janin, dalam kehamilan ada gangguan pertumbuhan janin dan bayi lahir kecil, mati dalam kandungan.

Preeklampsia tidak hanya berisiko menjadi eklampsia, melainkan juga memicu komplikasi yang mengganggu proses kehamilan dan persalinan. Komplikasi yang terjadi antara lain:

1. Berkurangnya aliran darah menuju plasenta

Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka janin akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga pertumbuhan janin melambat atau lahir dengan berat kurang.


(39)

2. Lepasnya plasenta

Preeklampsia meningkatkan risiko lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum lahir, sehingga terjadi perdarahan dan dapat mengancam keselamatan bayi maupun ibunya.

3. Sindroma HELLP

Sindroma HELLP (Hemolysis Elevated Liver and Low Platelet) yaitu meningkatnya kadar enzim dalam hati dan berkurangnya jumlah sel darah dalam keseluruhan darah).

4. Diabetes

Komplikasi diabetes gestasional dapat membuat bayi mengalami preeklampsia atau keracunan kehamilan.

2.1.4 Upaya-upaya Pencegahan Preeklampsia/Eklampsia

Upaya pencegahan proaktif dibutuhkan sejak awal kehamilan, selama kehamilan sampai dekat menjelang persalinan, yang dilakukan bersama-sama oleh tenaga kesehatan bidan di desa dan ibu hamil, suami dan keluarga (Bandiyah, 2009). Upaya-upaya pencegahan antara lain:

1. Meningkatkan cakupan, kemudian kepada semua ibu hamil diberikan perawatan dan skrining antenatal untuk deteksi dini secara proaktif yaitu mengenal masalah yang perlu diwaspadai dan menemukan secara dini adanya tanda bahaya dan faktor risiko pada kehamilan.

2. Meningkatkan kualitas pelayanan sesuai kondisi dan faktor risiko yang ada pada ibu hamil.


(40)

3. Meningkatkan akses rujukan yaitu: pemanfaatan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan ibu sesuai dengan faktor risikonya melalui rujukan berencana bagi ibu dan janin.

Pencegahan terbaik preeklampsia/eklampsia adalah dengan memantau tekanan darah ibu hamil. Padukan pola makan berkadar lemak rendah dan perbanyak suplai kalsium, vitamin C dan A serta hindari stres. Selain bedrest, ibu hamil juga perlu banyak minum untuk menurunkan tekanan darah dan kadar proteinuria, sesuai petunjuk dokter. Lalu, untuk mengurangi pembengkakan, sebaiknya ibu hamil mengurangi garam dan beristirahat dengan kaki diangkat ke atas (Indiarti, 2009).

Bila sejak awal kehamilan tekanan darah ibu hamil sudah tinggi, berarti ibu hamil harus berhati-hati dengan pola makanannya. Ibu hamil harus mengurangi makanan yang asin dan bergaram seperti ikan asin, ebi, makanan kaleng, maupun makanan olahan lain yang menggunakan garam tinggi. Bila tekanan darah meningkat, istirahatlah sampai turun kembali. Lakukan relaksasi secukupnya, karena relaksasi dapat menurunkan tekanan darah tinggi (Indiarti, 2009).

Upaya pencegahan preeklampsia/eklampsia sudah lama dilakukan dan telah banyak penelitian dilakukan untuk menilai manfaat berbagai kelompok bahan-bahan non-farmakologi dan bahan farmakologi seperti: diet rendah garam, vitamin C, toxopheral (vit E), beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink, magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalsium untuk mencegah terjadinya preeklampsia dan eklampsia (Haryono, 2008).


(41)

Menurut Indiarti (2009), pembengkakan tidak selalu identik dengan gejala preeklampsia, sebab kondisi yang sering disebut odema ini juga bisa terjadi pada ibu hamil, terutama di bagian tangan dan kaki. Gejala preeklampsia biasanya disertai darah tinggi, mual atau muntah. Pencegahan terbaik adalah dengan memantau tekanan darah. Padukan pola makan berkadar lemak rendah dan perbanyak suplai kalsium, vitamin C dan A serta hindari stress.

Destiana (2010), menambahkan upaya untuk mencegah preeklampsia/ eklampsia di antaranya rajin memeriksakan kandungan (ANC) secara teratur sehingga dapat dideteksi sejak dini ada tidaknya preeklampsia/eklampsia pada ibu hamil. Pemeriksaan pada ibu hamil di antaranya tes urin untuk mendeteksi kemungkinan adanya preeklampsia/eklampsia dan mengukur tekanan darah untuk mendeteksi adanya preeklampsia/eklampsia.

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Preeklampsia 2.2.1 Karakteristik Ibu Hamil

Karakteristik ibu hamil memengaruhi terjadinya preeklampsia antara lain sebagai berikut :

1. Umur

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematin maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal


(42)

meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2007). Usia juga memengaruhi tingkat pengetahuan seseorang karena semakin bertambahnya usia maka lebih banyak mendapatkan informasi dan pengalaman sehingga secara tidak langsung tingkat pengetahuan terutama tentang kehamilan lebih tinggi daripada usia muda (Notoatmodjo, 2005). Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia/eklampsia. Umur reproduksi optimal bagi seorang ibu antara umur 20-35 tahun, di bawah atau diatas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan persalinannya. Pada wanita usia muda organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan dan kejiwaannya belum bersedia menjadi ibu, sehingga kehamilan sering diakhiri dengan komplikasi obstetrik yang salah satunya preeklampsia (Royston, 1994).

2. Pekerjaan

Menurut Newburn (2003) ibu yang bekerja ketika hamil meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia. Wanita hamil yang bekerja perlu menggurangi stress akibat kerja yang mereka alami. Kondisi di tempat kerja sangat rawan memicu stress yang dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi. Preeklampsia terjadi jika tekanan darah wanita hamil naik sangat tinggi. Akibatnya dapat terjadi komplikasi seperti terhambatnya aliran darah serta memicu terjadinya eklampsia. Jika itu terjadi, ibu hamil dapat mengalami kekejangan yang sangat berbahaya.


(43)

3. Paritas

Paritas merupakan jumlah persalinan yang pernah dialami ibu. Banyaknya anak yang pernah dilahirkan seorang ibu akan mempengaruhi kesehatan ibu. Paritas dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu :

1. Golongan nullipara adalah golongan ibu yang belum pernah melahirkan anak hidup.

2. Golongan primipara adalah golongan ibu dengan paritas 1 3. Golongan multipara adalah golongan ibu dengan paritas 2-5 4. Golongan grande adalah golongan ibu dengan paritas diatas 5

Preeklampsia sering terjadi dalam kehamilan anak yang pertama, apalagi berusia lebih dari 35 tahun dan jarang terjadi pada kehamilan berikutnya, kecuali pada ibu yang mempunyai kelebihan berat badan, diabetes mellitus dan hipertensi esensial atau kehamilan kembar. Kasus preeklampsia yang paling banyak terjadi pada ibu yang melahirkan anak pertama, dimana persalinan yang pertama biasanya mempunyai risiko relatif tinggi dan akan menurun pada paritas 2 dan 3 (Geoffrey, 1994).

Kejadian preeklampsia delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3-8 persen pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua. Catatan statistik menunjukkan dari seluruh insidensi dunia, dari 5%-8% preeklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh Primigravida. Faktor yang mempengaruhi preeklampsia frekuensi primigravida


(44)

lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. (Sarwono, 2001).

Berdasarkan pengertian tersebut maka paritas mempengaruhi kunjungan ANC. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi risiko kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Wiknjosastro, 2005). Jadi ibu hamil dengan jumlah anak lebih sedikit cenderung akan lebih baik dalam memeriksakan kehamilannya daripada ibu hamil dengan jumlah anak lebih banyak.

3. Usia Kehamilan

Kasus preeklampsia dapat timbul pada usia kehamilan 20 minggu. Tetapi sebagian besar kasus preeklampsia terjadi pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu dan makin tua kehamilan, maka makin besar kemungkinan timbulnya preeklampsia (Mey, 1998).

4. Riwayat Hipertensi

Angka kejadian preeklampsia/eklampsia akan meningkat pada hipertensi kronis, karena pembuluh darah plasenta sudah mengalami gangguan. Faktor predisposisi terjadinya preeklampsia adalah hipertensi kronik dan riwayat keluarga dengan preeklampsia/eklampsia. Bila ibu sebelumnya sudah menderita hipertensi maka keadaan ini akan memperberat keadaan ibu. Status kesehatan wanita sebelum dan selama kehamilan adalah faktor penting yang memengaruhi timbul dan


(45)

berkembangnya komplikasi. Riwayat penyakit hipertensi merupakan salah satu faktor yang dihubungkan dengan pre eklampsia (Wiknjosastro, 1994). Wanita yang lebih tua, yang memperlihatkan peningkatan insiden hipertensi kronik seiring dengan pertambahan usia, berisiko lebih besar mengalami preeklampsia pada hipertensi kronik. Dengan demikian, wanita di kedua ujung usia reproduksi dianggap lebih rentan (Cuningham, 2006).

5. Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat memengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru (Notoatmodjo,2003). Pendidikan yang rendah merupakan salah satu masalah yang berpengaruh terhadap kunjungan ANC pada ibu hamil. Demikian halnya dengan ibu yang berpendidikan tinggi akan memeriksakan kehamilannya secara teratur demi menjaga keadaan kesehatan dirinya dan anak dalam kandungannya.

2.3 Keberhasilan Penanganan Preeklampsia

Penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan medik dan penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup di luar uterus (Manuaba, 1998).


(46)

Menurut Wiknjosastro (2005) pengobatan pada preeklampsia hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi preeklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya, belum diketahui. Tujuan utama penanganan ialah:

a. Mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia. b. Melahirkan janin hidup.

c. Melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya. 2.3.1 Penanganan Preeklampsia Ringan (140/90 mmHg)

1. Jika tekanan darah diastolik berkisar 80-90 mmHg atau naik kurang dari 15 mmHg dan tidak ditemukan proteinuria, wanita tersebut diizinkan untuk tinggal di rumah dan dianjurkan untuk beristirahat sebanyak mungkin. Pada setiap kunjungan: a. Memeriksa tekanan darah.

b. Memeriksa urine untuk menemukan adanya protein. c. Menimbang berat badan pasien.

d. Memeriksa untuk menemukan adanya edema. e. Meminimalkan gejala-gejala pre-ekalmpsia berat.

f. Memantau pertumbuhan janin, tanyakan pada ibu tentang gerakan janin. g. Memeriksa denyut jantung janin.

Perawatan dilakukan di rumah sakit bila :

a. Tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih atau meningkat lebih dari 15 mmHg, jika ada gejala preeklampsia berat, atau jika ditemukan adanya


(47)

pertumbuhan buruk pada janin, wanita tersebut harus masuk ke rumah sakit untuk diobservasi dan diberikan penatalaksanaan.

b. Di rumah sakit, dilakukan penanganan : 1. Wanita beristirahat di ruang yang tenang.

2. Memeriksa tekanan darah setiap 4 jam (setiap 2 jam bila keadaannya sangat parah).

3. Melakukan pemeriksaan protein urine dua kali sehari 4. Memantau frekuensi jantung janin dua kali sehari.

5. Menimbang berat badan wanita tersebut dua kai seminggu jika mungkin. 6. Memberikan sedasi (misanya: diazepam- dosis intravena 10 mg diazepam.

Kemudian berikan dosis intravena ulangan 10 mg, setiap 4-6 jam, maksimum 100 mg per 24 jam)

7. Memerikan obat antihipertensi hanya jika tekanan diastoliknya 110 mmHg atau lebih dan harus sesuai dengan perintah dokter.

Menurut Widyastuti (2002) penanganan preeklampsia, jika kehamilan < 37 minggu, dan tidak ada tanda-tanda perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:

1. Memantau tekanan darah, proteinuria, refleks, dan kondisi janin. 2. Lebih banyak istirahat.

3. Diet biasa.


(48)

5. Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit: diet biasa, memantau tekanan darah 2x sehari, proteinuria 1 sehari, tidak memerlukan obat-obatan, tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi kordis atau gagal ginjal akut. Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan. Melakukan istirahat dan memperhatikan tanda-tanda pre-eklampsia berat, kontrol 2 kali seminggu, jika tekanan diastolik naik lagi maka rawat kembali.

2.3.2 Penanganan Preeklampsia Berat

Menurut Saifuddin (2007), penanganan preeklampsia berat dan eklampsia (160/110 mmHg dan preeklampsia disertai kejang). Penatalaksanaan pre-eklampsia berat sama dengan eklampsia. Dengan tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnnya digunakan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.

Penanganan kejang:

a) Memberikan obat antikonvulsan.

b) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan, masker oksigen, oksigen).

c) Melindungi pasien dari kemungkinan trauma. d) Aspirasi mulut dan tenggorokan

e) Membaringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko aspirasi.


(49)

Menurut Saifuddin (2006) penanganan umum PreEklampsia Berat yaitu: (1) Jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan

diastolik di antara 90-100 mmHg.

(2) Memasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih ). (3) Mengukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload.

(4) Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria.

(5) Jika jumlah urin < 30ml per jam, infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam, memantau kemungkinan edema paru, tidak meninggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.

(6) Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam.

(7) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika ada edema paru, menghentikan pemberian cairan, dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg IV.

(8) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati. Antikonvulsan: Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklampsia. Alternatif lain adalah diazepam, dengan terjadinya depresi neonatal.

2.3.3 Indikator Keberhasilan Penanganan Preeklampsia

Menurut Saifuddin (2007) indikator keberhasilan pada penanganan pre- eklampsia sebagai berikut:


(50)

1. Preeklampsia ringan

a. Tekanan darah menurun kurang dari 110 mmHg

b. Tidak terdapat proteinuria di dalam pemeriksaan urin (air seni)

c. Tidak terjadi edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan.

d. Mengkonsumsi makanan yang kaya serat dan rendah garam 2. Preeklampsia berat

Keberhasilan dalam penanganan pre eklampsi berat adalah sebagai berikut : a. Tekanan darah sistolik menurun di bawah 160 mmHg

b. Tekanan darah diastolik menurun di bawah 110 mmHg c. Penurunan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning) d. Trombosit di atas 100.000/mm3

e. Menurunya kadar oliguria (jumlah air seni lebih dari 400 ml / 24 jam) f. Proteinuria (protein dalam air seni dibawah 3 g/L)

g. Tidak terjadi nyeri pada ulu hati

h. Tidak mengalami gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat

i. Tidak terjadi perdarahan di retina (bagian mata), tidak terjadi edema pada paru dan koma.

j. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam k. Tidak terjadi kejang


(51)

l. Penderita kembali ke gejala-gejala/tanda-tanda preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

2.4 Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Penanganan Preeklampsia

Dalam penelitian ini keberhasilan penanganan preeklampsia dianggap sebagai perilaku. Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan perilaku manusia hasil dari pada segala macam pengalaman, serta interaksi manusia dengan lingkungannya. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan : pengetahuan dan sikap) maupun aktif (tindakan yang nyata atau praktek).

Menurut Taufik (2007) perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung.

Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku dibagi dalam 3 (tiga) domain yaitu kognitif (cognitive domain), afektif (affective domain) dan psikomotor (psychomotor domain). Sementara Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilator belakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor) dan faktor penguat (reinforcing factor).


(52)

a. Predisposing Factors, yaitu faktor-faktor yang mendahului perilaku yang memberikan dasar rasional atau motivasi untuk perilaku tersebut antara lain pengetahuan, keyakinan, sikap, karakteristik tertentu dalam kaitannya dengan kepatuhan dan persepsi.

b. Enabling Factors, yaitu faktor-faktor yang mendahului perilaku yang memungkinkan sebuah motivasi untuk di realisasikan. Yang termasuk dalam faktor ini adalah:

1) Ketersediaan sumberdaya kesehatan (sarana kesehatan, rumah sakit dan tenaga)

2) Keterjangkauan sumberdaya dapat dijangkau baik secara fisik ataupun dapat dibayar masyarakat, misalnya jarak sarana kesehatan dengan tempat tinggal, jalam baik, ada angkutan dan upah jasa dapat dijangkau masyarakat

3) Ketrampilan tenaga kesehatan

c. Reinforcing Factors, yaitu faktor-faktor yang mengikuti sebuah perilaku yang memberikan pengaruh berkelanjutan terhadap perilaku tersebut, dan berkontribusi terhadap persistensi atau penanggulangan perilaku tersebut. Segala perilaku dapat dijelaskan sebagai sebuah fungsi pengaruh kolektif dari ketiga tipe faktor ini. Istilah hubungan kolektif atau sebab-sebab yang berkontribusi , secara khusus penting karena perilaku adalah sebuah fenomena multidimensi. Ide ini menyatakan bahwa tidak ada sebuah perilaku atau aksi tunggal yang disebabkan oleh hanya satu faktor. Semua rencana untuk mempengaruhi perilaku harus dipertimbangkan ketiga faktor kausal tersebut.


(53)

Pada ibu hamil yang mempunyai keberdayaan atau kemandirian akan mengambil sikap untuk melakukan pemeriksaan antenatal care, sehingga dapat diketahui terjadinya masalah kehamilannya preeklampsia dan dapat dengan segera dilakukan pencegahan pada kondisi yang lebih berat (preeklampsia berat). Keberdayaan dan kemandirian ibu hamil dapat dilihat dari bagaimana perilaku kepatuhan terhadap nasehat yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam perawatan kehamilannya. Nasehat yang diberikan tenaga kesehatan berupa bagaimana menjaga kesehataanya dengan diet yang ditentukan, kecukupan istirahat, keteraturan minum obat yang diberikan dan bagaimana menepati jadwal pemerikssaan ANC selanjutnya (Rejeki dan Hayati, 2008).

2.5 Kepatuhan 2.5.1 Pengertian

Menurut Sarfino (1990) dikutip oleh Smet (1994) mendefinisikan kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau yang lain. Kepatuhan adalah perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi (Degrest et al, 1998). Menurut Decision theory (1985) penderita adalah pengambil keputusan dan kepatuhan sebagai hasil pengambilan keputusan.

Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan


(54)

sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas (Lukman Ali et al, 1999).

Kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru itu dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut (change agent). Biasanya kepatuhan ini timbul karena individu merasa tertarik atau mengagumi petugas atau tokoh tersebut, sehingga ingin mematuhi apa yang dianjurkan atau diinstruksikan tanpa memahami sepenuhnya arti dan manfaat dari tindakan tersebut, tahap ini disebut proses identifikasi.

2.6 Kepatuhan Ibu Hamil

2.6.1 Defenisi Kepatuhan Ibu Hamil

Kepatuhan atau ketaatan ibu hamil (compliance/adherence) adalah tingkat pelaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh orang lain (Smet, 1994). Kepatuhan ibu hamil sebagai sejauh mana perilaku ibu hamil sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan (Niven, 2002). Atau juga dapat didefinisikan kepatuhan atau ketaatan terhadap pengobatan medis adalah suatu kepatuhan ibu hamil terhadap pengobatan yang telah ditentukan (Gabit, 1999).

Kepatuhan sulit diukur karena tergantung pada banyak faktor, diantaranya adalah pasien sering kali tidak mengakui bahwa mereka tidak dilakukan apa yang


(55)

dianjurkan dokter. Untuk itu diperlukan pendekatan yang baik dengan pasien agar dapat mengetahui kepatuhan mereka dalam melaksanakan pengobatan (Afnita, 2004). Taylor (1991) seperti yang dikutip Bart (1994) mengatakan ketidakpatuhan sebagai suatu masalah medis yang berat. Derajat ketidak patuhan bervariasi sesuai dengan apakah pengobatan tersebut kuratif atau preventif, jangka panjang atau jangka pendek. Sackeet dan Snow (1976) menemukan bahwa kepatuhan terhadap sepuluh hari jadwal pengobatan sejumlah 70-80% dengan tujuan pengobatan.

2.6.2 Kepatuhan Ibu Hamil dalam Pencegahan Preeklampsia

Menurut Wiknjosastro (2005) kepatuhan ibu hamil dalam pencegahan pre- eklampsia meliputi :

1. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi pada ibu dan wanita usia produktif terhadap faktor risiko terjadinya keracunan kehamilan. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan menjaga berat badan ibu hamil agar tetap ideal, mengatur pola makan sehat dan menghindari stress serta istirahat yang cukup.

2. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan upaya awal sebelum seseorang menderita penyakit atau upaya untuk mempertahankan orang sehat agar tetap sehat. Dilakukan

a. Istirahat, diet rendah garam, lemak serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan.


(56)

b. Waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklampsia dan eklampsia bila ada faktor prediposisi.

c. Pemeriksaan antenatal care secara teratur yaitu minimal 4 kali kunjungan yaitu masing-masing 1 kali pada trimester I dan II , serta 2 kali pada trimester III.25 3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya mencegah orang yang telah sakit agar tidak menjadi parah, dengan menghambat progresifitas penyakit dan menghindarkan komplikasi. Dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini serta mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Upaya pencegahan ini dilakukan dengan :

a. Pemeriksaan antenatal yang teratur, bermutu dan teliti mangenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan yang sesuai agar penyakit tidak menjadi berat.

b. Terapi preeklampsia ringan di rumah yaitu istirahat ditempat tidur, berbaring pada sisi kiri dan bergantian ke sisi kanan bila perlu, dengan istirahat biasanya edema dan hipertensi bisa berkurang.

c. Memberikan suntikan sulfamagnesium 8 gr intramuskuler untuk mencegah kejang.

d. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya 37 minggu ke atas, apabila setelah dirawat inap tanda-tanda preeklampsia berat tidak berkurang.


(57)

4. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier merupakan upaya mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat atau membatasi kecacatan yang terjadi serta melakukan tindakan rehabilitasi. Pencegahan dapat dilakukan dengan :

a. Pemeriksaan tekanan darah setelah melahirkan setiap 4 jam selama 48 jam. b. Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum.

c. Melakukan pemantauan jumlah urine.

2.7 Landasan Teori

Salah satu faktor predisposisi terjadinya preeklampsia adalah usia dan paritas. Akibat dari preeklampsia sangat besar pengaruhnya bagi ibu maupun bayinya. Pada ibu dapat mengakibatkan kegagalan pada organ-organ vital seperti hepar, ginjal, paru-paru, dan jantung. Pada bayi preeklampsia dapat menghambat plasenta menyalurkan udara dan makanan untuk janin, sehingga bayi kekurangan oksigen (hypoksia) yang dapat mengakibatkan prematuritas, Intrauterine Growth Retardation (IUGR), gawat janin, kematian janin dalam rahim, lahir dengan kondisi gangguan nutrisi dan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen (asfiksia) (Bobak, 2004). Menurut Bobak, Lowdermilk & Jensen (2005), sebaiknya menjelang trimester II-III ibu hamil harus lebih berhati-hati untuk mencegah komplikasi yang lebih berbahaya lagi, karena preeklampsia berkontribusi signifikan untuk Intra Uterin Fetal Death (IUFD), dan mortalitas perinatal.


(58)

Kepatuhan adalah perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi. Menurut Decision theory penderita adalah pengambil keputusan dan kepatuhan sebagai hasil pengambilan keputusan. Seseorang dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas (Lukman et al, 1999). Kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru itu dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut (change agent).

Kepatuhan seorang ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya sangat diperlukan agar setiap keluhan dapat ditangani sedini mungkin, dan informasi yang penting bagi ibu hamil dapat tersampaikan sehingga angka kematian ibu dapat ditekan menjadi seminimal mungkin. Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin.

Pemeriksaan antenatal care secara rutin berguna mencari tanda-tanda preeklampsia untuk dapat dideteksi, sehingga penanganan dapat diberikan secara efisien, disamping mengendalikan faktor-faktor predisposisi lain. Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan, yaitu :1) Satu kali pada triwulan pertama, 2) Satu kali pada triwulan kedua dan 3) Dua kali pada triwulan ketiga (Saifuddin, 2001). Selain kepatuhan dalam pemeriksaan antenatal


(59)

care, keberhasilan penanganan preeklampsia juga tergantung pada kepatuhan dalam pola makan dan istirahat.

2.8 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Keberhasilan Penanganan Preeklampsia - Tidak Berhasil - Berhasil Kepatuhan dalam melakukan

kunjungan Antenatal Care

Kepatuhan dalam pola makan


(60)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survey explanatory dengan desain

cross sectional yaitu untuk menjelaskan pengaruh kepatuhan ibu hamil (kepatuhan dalam melakukan kunjungan ANC, kepatuhan dalam pola makan dan kepatuhan dalam istirahat) terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan tahun 2013.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Ruangan Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan.

3.2.2 Waktu

Pelaksanaan penelitian dimulai sejak dilakukannya survei awal pada bulan Desember tahun 2012 sampai Mei 2013.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil trimester III disebabkan karena frekuensi terjadinya preeklampsia dan eklampsia bertambah seiring dengan tuanya kehamilan.


(61)

Populasi penelitian adalah ibu hamil trimester III yang memeriksakan diri di Rumah Sakit Restu Ibu.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah ibu hamil trimester III yang memeriksakan kehamilannya sejak Bulan Maret sampai Mei 2013 di Rumah Sakit Restu Ibu Medan sebanyak 47 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan data primer. Data primer diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan ibu hamil yang memeriksakan diri di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan.

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner yang telah dibuat kemudian diuji cobakan terhadap 30 orang ibu hamil di Rumah Sakit Umum Full Bethesda Medan.

3.5.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur ini benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui validitas alat ukur dengan melihat nilai Corrected Item-Total Correlation, bila nilainya tiap item pertanyaan > nilai r

tabel pada α = 5% dan df = 28 sebesar 0,361 dinyatakan valid dan bila nilainya < nilai r tabel dinyatakan tidak valid.


(62)

3.5.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda. Untuk menguji reliabilitas adalah dengan menggunakan metode Alpha Cronbach. Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel dan tidaknya suatu instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r Alpha Cronbach dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikan 5%. Bila nilai Alpha Cronbach > nilai r

tabel pada α = 5% dan df = 28 sebesar 0,361 dinyatakan reliabel dan bila nilainya < nilai r tabel dinyatakan tidak reliabel.

Pada pengukuran validitas dan reliabilitas kuisioner yang merupakan instrumen pengumpulan data terhadap 30 responden, diperoleh hasil kuisioner

tersebut valid dan reliabel. Hal ini dibuktikan dengan α berada diantara 0 – 1, maka instrumen dikatakan valid dan reliabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.1 Validitas dan Reliabilitas

Variabel Butir

Pertanyaan

Corrected Item total Correctionl

Status

1.Kunjungan Antenatal Care ANC 1 0,580 Valid

ANC 2 0,448 Valid

ANC 3 0,633 Valid

ANC 4 0,672 Valid

ANC 5 0,469 Valid

2. Kepatuhan dalam pola makan

Pola 1 0,643 Valid

Pola 2 0,619 Valid


(63)

Tabel 3.1 (Lanjutan)

Variabel Butir

Pertanyaan

Corrected Item total Correctionl

Status

Pola 4 0,665 Valid

Pola 5 0,521 Valid

3.Kepatuhan dalam istirahat Istirahat 1 0,755 Valid Istirahat 2 0,606 Valid Istirahat 3 0,784 Valid Istirahat 4 0,567 Valid

3.6 Variabel dan Definisi Operasional 3.6.1 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah keberhasilan penanganan preeklampsia. Keberhasilan penanganan preeklampsia dilihat dari catatan pada rekam medis di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan terbagi :

0. Berhasil, jika pada kunjungan berikutnya dari hasil pemeriksaan dokter dalam status pasien di ketahui : menurunnya tekanan darah di bawah 110 mmHg, tidak terdapat proteinuria di dalam pemeriksaan urin (air seni), tidak terjadi edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan. Penurunan kadar enzim hati, trombosit meningkat di atas 100.000/mm3, menurunnya kadar oliguria, menurunnya proteinuria dibawah 3g/L, tidak mengalami nyeri pada ulu hati, tidak mengalami gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat, tidak terjadi perdarahan di retina (bagian mata), tidak terjadi edema pada paru dan koma dan tidak terjadi koma. Penderita kembali ke gejala-gejala/tanda-tanda preeklampsia ringan dan kehamilan dapat dipertahankan.


(64)

1. Tidak berhasil, jika penanganan preeklampsia tidak berhasil dengan pengobatan medik dan penanganan obstetri serta mengakhiri kehamilan secepatnnya

3.6.2 Variabel Independen

Variabel independen utama dalam penelitian ini adalah kepatuhan ibu hamil yang berkaitan dengan :

1. Kepatuhan dalam melakukan kunjungan Antenatal care adalah keteraturan pemeriksaan kesehatan ibu hamil yang berisiko selama kehamilan

2. Kepatuhan dalam pola makan adalah membatasi konsumsi makanan yang dapat meningkatkan tekanan darah.

3. Kepatuhan dalam istirahat adalah membatasi atau menghentikan kegiatan fisik untuk memulihkan kondisi kesehatan selama kehamilan.

Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah :

a. Umur adalah lamanya seseorang hidup yang dihitung sejak lahir sampai pada ulang tahun terakhir.

b. Usia kehamilan adalah lamanya kehamilan yang dihitung sejak haid terakhir. c. Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan hidup.

d. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti oleh ibu dan mendapatkan ijazah.

3.7 Metode Pengukuran

Aspek pengukuran variabel bebas adalah kepatuhan ibu hamil (antenatal care, pola makan, dan istirahat) serta keberhasilan penanganan preeklampsia menggunakan


(65)

skala ordinal

Pengukuran karakteristik responden meliputi :

a. Umur dikategorikan berdasarkan umur yang berisiko untuk hamil yaitu : 1. < 20 tahun

2. 20-35 tahun 3. > 35 tahun Skala : ordinal

b. Usia kehamilan menggunakan skala rasio c. Paritas menggunakan skala rasio

d. Pendidikan, menurut Kemendibud dikategorikan atas: 1. Dasar (SD dan SLTP)

2. Menengah (SLTA) 3. Tinggi (D-III/ S1) Skala : ordinal

e. Pendapatan, dikategorikan atas UMR Kota Medan tahun 2013 yaitu sebesar Rp.1.650.000.

1. < UMR (di bawah Upah Minimum Regional) atau < Rp. 1.650.000,- 2. ≥ UMR (di atas Upah Minimum Regional) atau ≥ Rp. 1.650.000,- Skala : ordinal

3.7.1 Pengukuran Variabel Bebas (Independen)

b. Kepatuhan dalam melakukan kunjungan Antenatal care, diukur dengan 5 pertanyaan. Bila menjawab “ya” diberi skor 1 dan bila menjawab “tidak” diberi


(66)

skor 2. Kemudian dikategorikan atas :

0. Patuh, jika total total skor jawaban yang diperoleh < 5. 1. Tidak patuh, jika total skor jawaban yang diperoleh > 5. Skala : ordinal

c. Kepatuhan dalam pola makan, diukur dengan 5 pertanyaan. Bila menjawab “ya” diberi skor 1 dan bila menjawab “tidak” diberi skor 2. Kemudian dikategorikan atas :

0. Patuh, jika total skor jawaban yang diperoleh < 5 1. Tidak patuh, jika total skor jawaban yang diperoleh > 5

Skala : ordinal

d. Kepatuhan dalam istirahat, diukur dengan 4 pertanyaan. Bila menjawab “ya” diberi skor 1 dan bila menjawab “tidak” diberi skor 2. Kemudian dikategorikan atas:

0. Patuh, jika total skor jawaban yang diperoleh < 4 1. Tidak patuh, jika total skor jawaban yang diperoleh > 4 Skala : ordinal

3.7.2 Pengukuran Variabel Dependen

Aspek pengukuran variabel dependen adalah keberhasilan penanganan pre-eklampsia. Keberhasilan penanganan preeklampsia terbagi atas berhasil diberi skor 0 dan tidak berhasil diberi skor 1.


(1)

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 20.548a 1 .000

Continuity Correctionb 17.974 1 .000

Likelihood Ratio 22.453 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 20.111 1 .000

N of Valid Cases 47

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,28. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Polamakan

(Patuh / Tidak Patuh)

25.200 5.276 120.365 For cohort keberhasilan =

Berhasil

6.261 2.126 18.440 For cohort keberhasilan =

Tidak Berhasil

.248 .113 .547


(2)

Istirahat * keberhasilan

Crosstab

keberhasilan

Total Berhasil Tidak Berhasil

Istirahat Patuh Count 19 4 23

Expected Count 10.3 12.7 23.0

% within Istirahat 82.6% 17.4% 100.0%

% of Total 40.4% 8.5% 48.9%

Tidak Patuh Count 2 22 24

Expected Count 10.7 13.3 24.0

% within Istirahat 8.3% 91.7% 100.0%

% of Total 4.3% 46.8% 51.1%

Total Count 21 26 47

Expected Count 21.0 26.0 47.0

% within Istirahat 44.7% 55.3% 100.0%

% of Total 44.7% 55.3% 100.0%

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 26.214a 1 .000

Continuity Correctionb 23.295 1 .000

Likelihood Ratio 29.601 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 25.656 1 .000

N of Valid Cases 47

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,28. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Istirahat (Patuh

/ Tidak Patuh)

52.250 8.594 317.666 For cohort keberhasilan =

Berhasil

9.913 2.595 37.862 For cohort keberhasilan =

Tidak Berhasil

.190 .077 .466


(4)

Lampiran 6. Analisis Multivariat

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 47 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 47 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 47 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value

Berhasil 0

Tidak Berhasil 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted keberhasilan

Percentage Correct Berhasil Tidak Berhasil

Step 0 keberhasilan Berhasil 0 21 .0

Tidak Berhasil 0 26 100.0

Overall Percentage 55.3

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500


(5)

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables ANC 12.948 1 .000

Polamakan 20.548 1 .000

Istirahat 26.214 1 .000

Overall Statistics 29.859 3 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig.

Step 1 Step 37.170 3 .000

Block 37.170 3 .000

Model 37.170 3 .000

Model Summary Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 27.453a .547 .732

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed

Predicted keberhasilan

Percentage Correct Berhasil Tidak Berhasil

Step 1 keberhasilan Berhasil 19 2 90.5

Tidak Berhasil 4 22 84.6

Overall Percentage 87.2


(6)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a ANC 2.368 1.335 3.143 1 .076 10.672

Polamakan .551 1.147 .231 1 .631 1.735

Istirahat 3.967 1.265 9.833 1 .002 52.814

Constant -3.117 1.103 7.986 1 .005 .044


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kepatuhan Ibu Hamil Terhadap Keberhasilan Penanganan Preeklampsia Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Restu Ibu Medan Tahun 2013

1 55 130

Hubungan Kepatuhan Ibu Hamil Dan Petugas Kesehatan Terhadap Standar Pelayanan Antenatal Dengan Kejadian Anemia Di Wilayah Puskesmas Desa Binjai Kecamatan Medan Denai Tahun 2004

0 43 70

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU, ANC DAN KEPATUHAN PERAWATAN IBU HAMIL DENGAN TERJADINYA PREEKLAMPSIA

0 0 11

1. No Responden - Pengaruh Kepatuhan Ibu Hamil Terhadap Keberhasilan Penanganan Preeklampsia Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Restu Ibu Medan Tahun 2013

0 0 29

Pengaruh Kepatuhan Ibu Hamil Terhadap Keberhasilan Penanganan Preeklampsia Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Restu Ibu Medan Tahun 2013

0 0 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PreeklampsiaEklampsia 2.1.1 Pengertian PreeklampsiaEklampsia - Pengaruh Kepatuhan Ibu Hamil Terhadap Keberhasilan Penanganan Preeklampsia Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Restu Ibu Medan Tahun 2013

0 0 26

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Kepatuhan Ibu Hamil Terhadap Keberhasilan Penanganan Preeklampsia Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Restu Ibu Medan Tahun 2013

0 0 13

PENGARUH KEPATUHAN IBU HAMIL TERHADAP KEBERHASILAN PENANGANAN PREEKLAMPSIA DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK RESTU IBU MEDAN TAHUN 2013 TESIS

0 0 18

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Kepatuhan Ibu Hamil Terhadap Keberhasilan Penanganan Preeklampsia Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Restu Ibu Medan Tahun 2013

0 0 13

Pengaruh Kepatuhan Ibu Hamil Terhadap Keberhasilan Penanganan Preeklampsia Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Restu Ibu Medan Tahun 2013

0 0 18