PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Bandar Lampung)

ABSTRAK

PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA
TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Bandar Lampung)

Oleh
VARU NISA ARIE

Korupsi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
memberikan keuntungan yang tidak resmi dengan mempergunakan hak-hak dari
pihak lain, yang secara salah dalam menggunakan jabatannya atau karakternya di
dalam memperoleh suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain.
Ketatnya pemberian remisi bagi koruptor sebagaimana diatur di PP Nomor 99
Tahun 2012, saat ini justru akan di revisi oleh pemerintah dengan di terbitkan
surat edaran menteri No. PAS-HM.01-02-42 Tahun 2011 yang mengetatkan
pemberian remisi bagi narapidana korupsi, Permasalahan dalam skripsi ini yang
pertama bagaimanakah pelaksanaan PP No 99 Tahun 2012 dalam hal pemberian
remisi bagi narapidana korupsi, dan yang kedua apa sajakah faktor penghambat
dalam pemberian remisi bagi narapidana korupsi.
Metode penilitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara

yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan yaitu data
primer dan sekunder. Metode pengambilan sempel yang digunakan adalah pihak
Lembaga Pemasyarakatan kelas 1 Bandar Lampung dan beberapa responden,
Kepala Kanwil Hukum dan Ham Lampung, Pengacara/Advokat, Dosen Bagian
Hukum Pidana. Universitas Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang di peroleh oleh penulis
dilapangan mengenai pelaksanaan PP No 99 Tahun 2012 dalam hal pemberian
remisi terdahap narapidana tindak pidana korupsi tindak pidana khusus seperti
narapidana korupsi, terorisme, narkoba, kejahatan terhadap keamanan negara,
kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional teroganisasi
lainnya, yang di atur di PP No 99 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara
pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Memang terjadi dilema karena
sistem pemasyarakatan itu tidak membedakan anatara tindak pidana umum
dengan narapidana khusus semua narapidana menggunakan sistem

Varu Nisa Arie
pemasyarakatan, dengan adanya ketentuan menteri itu bertentangan dengan
sistem pemasyarakatan, kecuali kalau dilakukan perbaikan dengan undang-undang
sistem sistem pemasyarakat.

Kesimpulan dan saran dalam skripsi adalah yang dapat di berikan oleh penulis
adalah Pelaksanaan PP No 99 Tahun 2012 dalam pemberian remisi bagi
narapidana korupsi harus memenuhi syarat-syarat yang ada di Pasal 34 yang telah
diuraikan di atas. Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tetap
terdapat koordinasi dan kerjasama anatara penegak hukum yang dilakukan dalam
rapat atau sidang pusat TPP Ditjen pemasyarakatan. Semua narapidana yang ada
di Lembaga Pemasyarakatan mempunyai hak yang sama dan pemberian remisi
telah diatur di Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang sistem
pemasyarakatan. Saran dalam skripsi adalah Kalaupun ada pengetatakan
pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana khusus (extraordinary) seperti
korupsi, terorisme, narkotika, pelanggaran ham berat, harus selektif lagi
pelaksanaanya dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 harus di rubah atau di
revisi kembali dengan peraturan yang ada agar tidak terjadi kesenjangan atau
polemik di dalam pelaksannannya.

Kata Kunci: Pelaksanaan, Remisi, Korupsi

PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA
TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Bandar Lampung)


Oleh
Varu Nisa Arie

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 03
September 1993. Penulis merupakan anak ketiga dari empat

bersaudara dari pasangan Bapak Hariyanto Amir S.E dan Ibu
Mariatini Akbar.

Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah Taman Kanak-kanak
(TK) di TK PG. Bunga Mayang pada tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) di SD PG.
Bunga Mayang pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP
UTAMA 3 Bandar Lampung pada tahun 2009, Sekolah Menengah Atas (SMA) di
SMAN 10 Bandar Lampung pada tahun 2012.

Pada tahun 2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung dan pada tahun 2015. Penulis melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Marga Jaya Indah Kecamatan Pagardewa, Kabupaten
Tulang Bawang Barat.

MOTO

“Semakin Kita Bersyukur, Semakin Deras
Tuhan Mengalirkan Anugrahnya”

“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak

menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka
menyerah”
(Thomas Alva Edison)
“Setiap Pemenang penuh dengan Bekas-bekas Luka,
Hidup Berarti Perjuangan, Selalu Ada Rintangan dan Saingan-saingan,
Setiap Sukses Harus Diperjuangkan”
(Dr. D.J. Schwartz)

!

"
$

%

& %

'

!


#

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbilalamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Lampung dengan judul :

PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA TINDAK
PIDANA KORUPSI
(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Bandar Lampung)

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari adanya kendala,
hambatan dan kesulitan-kesulitan. Namun dengan adanya keterlibatan berbagai
pihak yang telah menyumbangkan bantuan, bimbingan, dan petunjuk serta saran
maupun kritik bagi penulisan skripsi ini, maka pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan pertolongan dan kemudahan disaat
penulis mendapatkan kesulitan, terima kasih atas nikmat-Mu yang tak
terhingga.
2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.

3. Bapak Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H., selaku pembimbing 1 yang banyak
memberikan saran dan motivasi serta meluangkan waktu sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
4. Ibu Dona Raisa Monica, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang banyak
memberikan saran dan motivasi serta meluangkan waktu sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
5. Ibu Firganefi, S.H., M.H., sebagai Pembahas I atas segala kritik dan saran
dalam penulisan skripsi ini .
6. Bapak Damanhuri, S.H., M.H., sebagai Pembahas II atas segala kritik dan
saran dalam penulisan skripsi ini.
7. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan
ilmunya kepada penulis selama menjadi mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung.

8. Hariyanto Amir, S.E., adalah ayah terbaikku yang mengajariku kebaikan dari
kecil hingga dewasa, selalu menyayangiku dan mencintaiku, memberiku
motivasi dan membentuk kepribadianku, terima kasih atas jerih payah dan
usaha yang tak kenal lelah sehingga aku dapat menyelesaikan skripsi ini dan
Ibuku Mariatini Akbar yang selalu menjadi alasanku untuk sukses.
Terimakasih selalu mendoakanku agar aku sukses dan menggapai cita-cita ku.
Terima kasih Ayah, Ibu, semoga kelak aku bisa sukses, membalas kebaikan
dan membahagiakan kalian.
9. Kakak-adekku, kakak reza, kakak intan, adek muthi, aku sangat menyayangi
kalian. Kalian akan selalu menjadi kakak dan adikku yang tidak akan pernah
tergantikan oleh siapapun.

10. Terima kasih untuk kakak reza yang selalu member semangat dan kasih
sayangnya dalam membuat dan mengerjakan skripsi ini sehinnga berjalan
baik, makasih buat perhatian dan bimbingannya selama ini telah
mengajarkanku betapa pentingnya waktu dan kebersamaan. Semoga kakak
bisa hidup bahagia dan cepat menikah dan punya anak, amin
11. Terima kasih kepada kakak intan yang selalu memberi saran dan kritik atau
masukan dalam skripsi ini dan membantu dalam mengerjakan skripsi ini
makasih buat waktunya yang udah membantu aku dalam skripsi ini. Dan

makasih buat kasih sayangnya aku sayang kanjeng.
12. Terima kasih kepada adekku muthi yang sudah menemani dan membantu aku
dalam penelitian skripsi ini, dan makasih buat semua waktu yang di berikan
sudah mau mendengarkan semua cerita dan curhatku.
13. Terimakasih kepada, Intan Zahara Arie, S.P., atas bantuannya selama
penulisan skripsi ini, yang sudah memberikan banyak masukan. Terimakasih
sudah menjadi pembimbing yang hebat dalam pembuatan skripsi ini.
14. Sahabat dan teman seperjuangan dari awal menjadi mahasiswa sampai
sekarang. Terima kasih atas segala kebersamaanya selama di Fakultas Hukum
Unila yang selalu memberikan cerita yang menyenangkan dan moment tak
terlupakan: Ulin, Rika, Redo, Ica, Tia, Yasinta, dan Tiara, Ari, Arman, Ragiel,
Dwika, Oca, Senang, Ogy, Rama, Rahmat, Yuni, Shela, Yose, Shely, Ayu,
Wiwi, Riky, Dela, Destha, Teta, yang selalu menjadi partnerku dalam segala
hal serta yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya penulis ucapkan
terimakasih.

15. Terimakasih kepada keluarga KKN Tulang Bawang Barat Indah, Dwi, Agam,
Camus, Vindy, yang sudah memberikan banyak kenangan indah selama
mengabdi di Desa Marga Jaya Indah. Aku akan selalu merindukan masa-masa
indah yang pernah kita lewati bersama.

16. Terimakasih kepada sahabat yang selalu bersama dari tahun-ketahun dan
selalu memberikan motivasi : Sherly, Niar, Ellsa, Leni, Any, Kartika, Laras,
Ida, Tia, Ica, Redo, Yasinta, Tiara, Dwika.
17. Almamater tercinta yang telah memberikan wawasan dan pengetahuan yang
luas kepadaku.
18. Untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna banyak terdapat
kekurangan dalam penulisan skripsi ini, karena itu sangat diperlukan adanya kritik
dan saran dari berbagai pihak yang dapat membangun dan dapat bermanfaat bagi
kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga kita selalu
dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, Febuari 2016
Penulis,

Varu Nisa Arie


DAFTAR ISI

Halaman
I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. .... …... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup................................................... ….. 11
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................... .. ….. 12
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual .................................................. …... 13
E. Sistematika Penulisan .................................................................... . …... 17

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tindak Pidana korupsi…................................ ............... …... 19
B. Ciri-ciri korupsi ............................................................................... ….. 20
C. Bentuk-bentuk Korupsi…………………………………………………21
D. faktor penghambat penegakan hukum ............................................ ….. 22
E. Pelaksanaan Pemberian Remisi dalam Sistem Pemasyarakatan,, ... …... 24
F. Pengaturan Remisi Korupsi PP No. 99 Tahun 2012…………………....26
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan.......................................................................... …... 29
B. Jenis dan Sumber Data .................................................................... ….. 30
C. Penentuan Narasumber .................................................................... ….. 31
D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ........................ ….. 32
E. Analisis Data.................................................................................... …... 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pemberian Remisi Bagi Narapidana korupsi………….34

B. Faktor Penghambat dalam Pelaksanaa Pemberian Remisi Bagi
Narapidana Korupsi................................................................................49
V. PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………….56
B. Saran……………………………………………………………………58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRA

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya
dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses
perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat.
Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor,
yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat sejak dari
perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan
salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber
daya alamnya. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan
dapat membawa negara ke jurang kehancuran.1

Keadaan yang demikian, suka atau tidak suka akan menggoyahkan demokrasi
sebagai sendi utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, melumpuhkan
nilai-nilai keadilan dan kepastian hukum serta semakin jauh dari tujuan
tercapainya masyarakat yang sejahterah. Dengan melihat latar belakang timbulnya
korupsi, salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya aktivitas korupsi di
beberapa negara disebabkan terjadinya perubahan politik yang sistematik. Tetapi

1 Sodearso,boesono.Latar Belakang Sejarah dan Kultural Korupsi di Indonesia, Jakarta, UI press,
2010. hlm.8

2
ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia
bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang
miskin. Karena salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusianya.Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau
intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara
negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah
merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang
mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara

Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan
Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara
yang miskin. Karena salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber
daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau
intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara
negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah
merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang
mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.2
Mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Korupsi telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara yang sangat
besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan
pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota
2

Denny Indrayana, Hukum di Sarang Koruptor, Kompas, Jakarta, 2008,hlm.35.

3
legislatif dengan dalih studi banding, uang pesangon dan lain sebagainya di luar
batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian
terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan
rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap
kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas
‘’Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas.
Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai
pada titik nadir yang paling rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu
mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah
negara yang maju.

Menurunnya kualitas pelayanan publik, penyimpangan anggaran seperti korupsi
dan penyalahgunaan peruntukkan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan
terhadap kualitas pelayanan publik. Pemberian suap biasannya diambil dari bagian
dana proyek, sehingga anggaran riil yang digunakan untuk proyek menjadi berada
dibawah angka semestinya.3

Banyak strategi yang ditawarkan untuk menganggulangi korupsi, mulai dari
contoh-contoh masyrakat atau lembaga yang bersih. Akan tetapi perlu dimulai
dari masalah-masalah actual yang di sebabkan oleh korupsi, meninjau akibatakibat yang ditimbulkan, mengkaji apa yang akan terjadi akibat korupsi dan pada
akhirnya mendesain program-progam yang akan merefleksikan keadan yang
diingkan ke depan. 4

3
Sudarto, tindak pidana korupsi diindonesia,Fakultas hukum universitas
diponegoro,semarang,1976,hlm.20.
4
Syarif fadillah, tindak pidana korupsi, PT.Refika Aditama,Bandung, 2009,hlm.31.

4
Hukum merupakan sarana untuk mengatur masyarakat sebagai sarana kontrol
sosial, maka hukum bertugas untuk menjaga agar masyarakat dapat tetap berada
dalam pola-pola tingkah laku yang diterima olehnya. Didalam peranannya yang
demikian ini hukum hanya mempertahankan saja apa yang telah terjadi sesuatu
yang tetap dan diterima dalam masyarakat. Tetapi diluar itu hukum masih dapat
menjalankan fungsinya yang lain yaitu dengan tujuan untuk mengadakan
perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Hukum bertugas untuk mengatur
masyarakat yang dimaksudkan bahwa kehadiran hukum dalam masyarakat adalah
untuk mengintegrasikan dan untuk mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan
orang dalam masyarakat.

Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum
institusi Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan
tindak pidana korupsi. Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa
Indonesia serius melawan dan memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini.
Tebang pilih. Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum
terhadap gerak pemerintah dalam menangani kasus korupsi akhir-akhir ini. Suara
keras atas pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk
dibubuhkan dalam teks pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti
korupsi. Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil
manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia. Pembahasan mengenai strategi
pemberantasan korupsi dilakakukan dibanyak ruang seminar, booming anti

5
korupsi, begitulah tepatnya. Perlawanan terhadap korupsi juga dijewantahkan
melalui pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Anti Korupsi (KPK).5

Sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia pada masa penjajahan colonial
belanda bentuk-bentuk kejahatan korupsi masih sangat sederhana, seperti terlihat
dari perumusan pasal-pasal KUHP, misalnya suap atau memaksa seseorang
memberikan sesuatu oleh pejabat/pegawai negri sipil. Keadaan ini kemudian
berubah mengikuti perkembangan zaman, sehingga salah satu isu menjatuhkan
orde lama juga adalah merajarelanya korupsi ke seluruh lapisan masyarakat.
Korupsi secara harifah berarti busuk, bejat, dapat disogok, atau suka di suap.6

Pemberantasan korupsi pada masa berlakunya UU No.31 tahun 1999 jo. UU No.
20 tahun 2001 tentang prmberantasan tindak pidana korupsi. Tanggal 21 mei 1998
presiden Suharto mengundurkan diri sebagai presiden, sejak saat itu reformasi
bergulir ke segala bidang, khususnya di bidang hukum terjadi reformasi besarbesaran, seperti dibentuknya UU korupsi yang baru, amandemen UUD 1945,
kemandirian Mahkamah Agung, pembentukan Mahkamah Konstitusi, dibentuk
UU money laundering, dan masih banyak perubahan di bidang hukum lainnya.7

Penjelasan umum UU Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi dinyatakan, bahwa Tindak pidana korupsi di Indonesia
sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke
tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara
maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta

5

Ibid,hlm.10
Darwan prinst,pemberantasan tindak pidana korupsi,PT.citra aditya bakti,2002.hlm.7
7
Tri Andrisman,tindak pidana khusus di luar KUHP, universitas lampung,2010,hlm.47

6

6
lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Meningkatnya
tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja
terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa
dan bernegara pada umumnya. Untuk mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah
Indonesia telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi
tindak pidana korupsi. Berbagai kebijakan telah tertuang dalam bentuk peraturan
perundang-undangan, antara lain dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara
yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan Nepotisme : Undang-Undang Nomor
28 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 tahun Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian tindakan untuk
mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,
supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat 3). Korupsi merupakan
permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat
ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan
oleh media massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan
dan pengembangan model-model korupsi.
Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela
ini. Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang
dibuat oleh pemerintah, menjadi meaningless, apabila tidak dibarengi dengan

7
kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada.
Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para eksekutor
atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik
hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi
mean stream yang sedang terjadi. Pembangunan di bidang hukum salah satunya
adalah bagaimana memperbaiki system pemidanan dan system pemasyarakatan
yang berlaku di Indonesia, karena seorang narapidana yang pada masalalunya
telah melakukan suatu kesalahan dan di jatuhi hukuman tetaplah tidak di anggap
selamanya sebagai orang yang bersalah.

Pertanggung

jawaban

dalam

hukum

pidana,

sebab

azas

dalam

pertanggungjawaban dalam hukum pidana ialah: tidak dipidana jika tidak ada
kesalahan. Azas ini tidak tersebut dalam hukum tertulis tapi dalam hukum tak
tertulis yang juga di Indonesia berlaku. Hukum pidana fiscal tidak memakai
kesalahan. Di sana orang telah melanggar ketentuan, dia diberi pidana denda atau
rampas.8

Berbagai upaya telah di lakukan dalam usaha memberantas tindak pidana korupsi,
baik yang bersifat preventif maupun represif. Bahkan peraturan perundangundangan korupsi sendiri telah mengalami beberapa kali perubahan, sejak di
berlakunya peraturan penguasa Militer Nomor PRT/PM/011/1957 tentang
pemberantasan korupsi.9

8

Moeljatno, asas-asas hukum pidana, PT Rineka cipta,Yogyakarta, thn 1983,hlm. 153
Syaiful ahmad dinar, strategi pencegahab & penegakan tindak pidana korupsi,PT.Refika
aditama, bandung,2008,hlm.17
9

8
Banyak faktor yang dapat memepengaruhi seseorang sehingga cendrung
melakukan perbuatan yang melanggar hukum, yang berakibat penjatuhan sanksi
pidana atau pengurungan masa bagi dirinya. Bagi Negara kesatuan republik
Indonesia yang berdasarkan atas Undang-Undang Dasar 1945. Pemikiranpemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar sebagai upaya penjeran
saja, tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan integrasi social
narapidana yang nantinya akan kembali ke masyarakat.10

Remisi atau pengurangan masa pidana yang merupakan hak bagi seorang
narapidana atau warga binaan pemasyarakatan seperti yang di atur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat-syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan pemasyarakatan dan dalam Keppres 174 Tahun
1999 Tentang Remisi. Pengajuan remisi yang menjadi tanggung jawab Kepala
Lembaga Pemasyarakatan di lakukan melalui peruses pembinaan kepada
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan melalui proses penilaian
kepada seorang narapidana selama ia menjalani program pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan tanpa membedakan apakah dia seorang koruptor atau terpidana
lainnya.

Adapun pemberian remisi kejahatan korupsi sudah diatur didalam PP No. 99
Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas peraturan pemerintah nomor 32 tahun
1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.

10

Klitgaard.Robert. Pemberantasan Korupsi Dalam Pemerintahan Daerah. Bandung, Yayasan
Obor Indonesia. 2002.hlm 3

9
Ketentuan ada di dalam Pasal 34 A yang berbunyi sebagai brikut :11
Pasal 34 A :

(1)

a.
b.

c.
1)
2)

Pemberian remisi bagi narapidana yang di pidana melakukan tindak pidana
terorisme,narkotika,dan prekursor narkotika,psitripika,korupsi,kejahatan
terhadap keamanan negara,kejahatan hak asasi manusia yang berat,serta
kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi
persyaratan sebagaimana di maksud dalam pasal 34 juga harus memenuhi
persyaratan:
Bersedia berkerjasama dengan penegak ukum untuk memebantu
membongkar perkara tindak pidana yang di lakukannya
Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan
pengadilan untuk narapidana yang di pidana karena melakukan tindak
pidana korupsi dan
Telah mengikuti program deradikalisasi yang di selenggarakan oleh LAPAS
dan/atau badan nasional penangulangan terorisme, serta menyatakan ikrar.
Kesetian kepada negara kesatuan republik indonesia secara tertulis bagi
narapidana warga negara indonesia, atau
Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara terulus
bagi narapidan warga negara asing, yang di pidana karena melakukan tindak
pidana terorisme.

Yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme
(2)

(3)

Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan
prekusor narkotika, pisikotropika sebagaimana dimaksud ayat 1 hanya
berlaku narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
tahun
Kesedian untuk bekerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a
harus dinyatakan secra tertulis dan ditetapkan oleh instasi penegak hukum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Pemberian remisi yang tercantum didalam Undang-undang Nomor 12 Tahun
1995, narapidana harus memenuhi beberapa persyaratan yang intinya mentaati
peraturan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan. Pemberian remisi bagi
narapidana di Lembaga Pemasyrakatan diatur di dalam beberapa peraturan
Perundang-undangan antara lain Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan. Keputusan Presiden RI 7 No. 174 Tahun 1999 tentang remisi.

11

PP No. 99 Tahun 2012

10
Sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-undang No. 12 Tahun 1995
tentang pemasyarakatan bahwa salah satu hak narapidana adalah mendapatkan
pengurangan masa pidana (remisi). Dengan pemberian remisi narapidana tidak
sepenuhnya menjalani masa hukuman pidananya. Hal tersebut merupakan hadiah
yang diberikan pemerintah kepada narapidana. Dalam memperoleh remisi
narapidana harus memenuhi beberapa persyaratan yang intinya mentaati peraturan
yang ada di Lembaga Pemasyarakatan. Berdasarkan infomasi yang di dapat oleh
penulis, Bapak weli selaku petugas bidang kasi registrasi lapas raja basa
mengatakan LP Raja basa telah memberikan remisi kepada dua narapidana kasus
tindak pidana korupsi dari lapas Bandar lampung antara lain kasusnya12
1.

Subagyo dengan putusan pidana selama 3 tahun 6 bulan denda 50 juta
subsider 3 bulan, dengan mendapat remisi : RK.14 (remisi khusus) = 15 hari
dan RU.14 (remisi umum) = 1 bulan.

2.

H. Afandi Abdul Rohim dengan putusan pidana selama 2 tahun 6 bulan denda
50 juta subsider 3 bulan, dengan mendapat remisi : RK.14 (remisi khusus) =
15 hari dan RU.14 (remisi umum) = 1 bulan.

Pemberian remisi menjadikan narapidana berusaha tetap menjaga perlakuannya
yang

baik

agar

kembali

memperoleh

remisi

selama

dalam

lembaga

pemasyarakatan. Dengan di terbitkannya Surat Edaran Mentri No. PAS-HM.0102-42 Tahun 2011 yang mengetatkan pemberian remisi terhadap narapidana
korupsi, hal tersebut substansinya bertentangan dengan Pasal 14 ayat 1 huruf i
Undang-undang No. 12 Tahun 1995. Permasalahan ini menjadi polemik hukum di
dalam pelaksanaannya.
12

wawancara. Bapak Weli. Kasi Registrasi Lapas Rajabasa, 2 September. 2015

11
Ketatnya pemberian remisi untuk koruptor, sebagaimana diatur dalam PP
99/2012, saat ini justru akan direvisi oleh pemerintah. Data Kemenkumham tahun
2013 menyebutkan, terdapat 1.476 narapidana korupsi yang berada di lembaga
pemasyarakatan. Dengan mengacu pada aturan remisi yang berlaku saat ini,
narapidana korupsi yang tidak berstatus sebagai justice collaborator akan sulit
mendapatkan remisi. Sayangnya, syarat sebagai justice collaborator justru
berupaya dikaji ulang oleh pemerintah karena dianggap menghambat seorang
koruptor mendapatkan remisi. Kondisi ini kemudian menimbulkan pro dan kontra,
sekaligus pertanyaan besar soal komitmen pemerintahan Jokowi dalam
pemberantasan korupsi.

Apakah surat edaran menteri tersebut dapat mengabaikan atau mengalahkan
kedudukan undang-undang. Dari latar belakang tersebut maka penulis tertarik
untuk mengambil judul: Hal tersebut yang melatarbelakangi penulis untuk
mengkaji lebih lanjut dalam skripsi yang berjudul “Pelaksanaan

Pemberian

Remis Bagi Narapidana Tindak Pidana Korupsi (Studia di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas 1 Bandar Lampung)”

B. Permasalahan Dan Ruang Lingkup

1.

Permasalahan

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka yang menjadi
permasalahan di atas adalah?
a.

Bagaimanakah Pelaksanaan Pemberian Remisi Bagi Narapidana Korupsi?

b.

Apakah Faktor Penghambat dalam Pelaksanaa Pemberian Remisi Bagi
Narapidana Korupsi?

12
2.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada ruang lingkup hukum pidana yang di batasi pada kajian
mengenai pelaksanaan PP No 99 tahun 2012 dalam hal pemberian remisi bagi
narapidana tindak pidana korupsi (Studi Lembaga Pemasyarakatan kelas 1 Bandar
Lampung). Ruang lingkup lokasi penelitian adalah di Kota Bandar Lampung dan
waktu penelitian di laksanakan pada tahun 2015.

C. Tujuan dan Kegunan Penelitian

1.

Tujuan penelitian

a.

Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan PP No. 99 tahun 2012 dalam hal
pemberian

remisi bagi narapidana korupsi yang ada di lembaga

pemasyarakatan kelas 1 Bandar Lampung.
b.

Untuk mengetahui Faktor Penghambat dalam Pelaksanaa Pemberian Remisi
Bagi Narapidana Korupsidi lembaga pemasyarakatan Bandar Lampung.

2.

Kegunaan penelitian

a.

Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu
pengetahuan hukum, khususnya di dalam hukum pidana, dalam rangka
memberikan penjelasan mengenai PP No. 99 Tahun 2012 dalam hal pemberian
remisi bagi narapidana korupsi yang ada di lembaga pemasyarakatan di Bandar
Lampung.

13
b.

Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi
rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program perkuliahan Hukum Pidana
pada Fakultas Hukum Universitas Lampung mengenai PP No. 99 Tahun 2012
dalam hal pemberian remisi bagi narapidana korupsi yang ada di lembaga
pemasyarakatan kelas 1 di Bandar Lampung.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1.

Kerangka Teoritis

Kerangka teori konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau
kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi
terhadap dimensi-dimensi social yang dianggap relevan oleh peneliti.13

Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai
pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi
yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik,
tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi. Retorika
anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini.
Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang
dibuat oleh pemerintah, menjadi meaningless, apabila tidak dibarengi dengan
kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada.
Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para eksekutor
atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik

13

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Thn2004.hlm.73

14
hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi
meanstream yang sedang terjadi.14

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian tindakan untuk
mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,
supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat 3). Tujuan dibentuknya Komisi
Pemberantasan Korupsi menurut Pasal 4 adalah untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan
tugas dan wewenang KPK menurut Pasal 6 adalah:15
1.

Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi

2.

Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi

3.

Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi

4.

Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi

5.

Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara

Remisi atau pengurangan masa pidana yang merupakan hak bagi seorang
narapidana atau warga binaan pemasyarakatan seperti yang di atur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat-syarat dan Tata Cara

14
Soedarso,boesono, Latar Belakang Sejarah dan Kultural Korupsi di Indonesia.UI press, .2010.
Jakarta hlm.8
15
UU Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002

15
Pelaksanaan Hak Warga Binaan pemasyarakatan dan dalam Keppres 174 Tahun
1999 Tentang Remisi.

Pengajuan remisi yang menjadi tanggung jawab Kepala Lembaga Pemasyarakatan
di lakukan melalui peruses pembinaan kepada narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan dilakukan melalui proses penilaian kepada seorang narapidana
selama ia menjalani program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan tanpa
membedakan apakah dia seorang koruptor atau terpidana lainnya. Adapun
pemberian remisi tindak pidana korupsi sudah diatur didalam PP No. 99 Tahun
2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999
tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.

Ketentuan ada didalam Pasal 34 A yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 34 A16
(1)

a.
b.

c.
1)
2)

16

Pemberian remisi bagi narapidana yang di pidana melakukan tindak pidana
terorisme, narkotika, dan prekursor narkotika ,psitripika, korupsi, kejahatan
terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat,serta
kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi
persyaratan sebagaimana di maksud dalam pasal 34 juga harus memenuhi
persyaratan:
Bersedia berkerjasama dengan penegak ukum untuk memebantu
membongkar perkara tindak pidana yang di lakukannya
Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan
pengadilan untuk narapidana yang di pidana karena melakukan tindak
pidana korupsi dan
Telah mengikuti program deradikalisasi yang di selenggarakan oleh LAPAS
dan/atau badan nasional penangulangan terorisme, serta menyatakan ikrar.
Kesetian kepada negara kesatuan republik indonesia secara tertulis bagi
narapidana warga negara indonesia, atau
Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara terulus
bagi narapidan warga negara asing, yang di pidana karena melakukan tindak
pidana terorisme.

Klitgaard. Robert. Pemberantasan Korupsi Dalam Pemerintahan Daerah.Bandung,yayasanobor
Indonesia. 2002.hlm.3

16
Yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme
(2)

(3)

2.

Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan
prekusor narkotika, pisikotropika sebagaimana dimaksud ayat 1 hanya
berlaku narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
tahun
Kesedian untuk bekerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a
harus dinyatakan secra tertulis dan ditetapkan oleh instasi penegak hukum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Konseptual

Kerangka

konseptual

merupakan

kerangka

yang

menghubungkan

atau

menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang
Berkaitan dengan istilah itu.
a)

Pelaksanaan adalah proses, cara, perbuatan melaksanakan rancangan atau
keputusan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu badan atau
wadah secara berencana, teratur dan terarah guna mencapai tujuan yang
diharapkan.17

b) PP No. 99 Tahun 2012 yakni peraturan pemerintah republic Indonesia tentang
perubahan kedua atas PP nomor 32 tahun 1999 tentang tata cara pelaksanaan
hak warga binaan pemasyarakatan dalam hal ini pemberian remisi,
asimilasi,dan pembebasan bersyarat bagi pelaku tindak pidana terorime,
narkotika, psikotropika, korupsi dan kejahatan Ham berat.
c)

Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapid ana
dan anak pidana yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan.18

17

Hamzah, Andi, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, PT
Rajagrafindo Persada, Jakarta. 2006.hlm 27
18
Pasal 1 Ayat 6 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999

17
d) Narapidana adalah manusia biasa seperti manusia lainnya hanya karena
melanggar norma hukum yang ada, maka dipisahkan oleh hakim untuk
menjalani hukuman.19
e)

Tindak Pidana adalah suatu perbuatan atau tindakan yang diancam dengan
pidana dengan Undang, bertentangan dengan hukum (Onrechtmatig)
dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu
bertanggung jawab.20

f)

Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau
perusahaan dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain.21

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka
sistematika penulisannya sebagai berikut:
I.

PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuuan yang memuat latar belakng masalah,
permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis
dan konseptual, serta menguraikan tentang sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang pengertian tindak pidana korupsi, ciri-ciri korupsi,
faktor-fakor yang mempengaruhi penegakan hukum, pengertian PP No. 99 Tahun
2012.

19

Chazawi, Adami, Hukum Pembuktian Tindak Pidana korupsi, Penerbit P.T Alumni. Bandung.
2008 hlm.7
20
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya,
Jakarta, BPK Gunung Mulya, 1982.hlm.205
21
Ermansyah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK,Sinar Grafika, Jakarta, hlm.23

18
III. METODE PENELITIAN
Bab ini memuat tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur
pengumpulan dan pengolahan data, serta tahap akhir berupa analisis data.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini pembahasan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan
dalam skripsi ini, akan dijelaskan Pemberian Remisi Bagi narapidana korupsi
yang ada di lembaga pemasyarkatan bandar lampung dan kendalanya dalam
pemberian remisi bagi narapidana korupsi yang ada di lembaga pemasyarkatan
bandar lampung.

V. PENUTUP
Bab ini berisi tetang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Menurut Fockema Andreae, kata “korupsi” berasal dari bahasa latin yaitu
“corruptio atau corruptus”. Namun kata “corruptio” itu berasal pula dari kata asal
“corrumpere”, yaitu suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa
latin ini kemudian turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption,
Prancis yaitu corruption, Belanda yaitu corruptie.

Dari bahasa Belanda inilah yang kemudian turun ke bahasa Indonesia, sehingga
menjadi korupsi. UU No.31 Tahun 1999, Pengertian korupsi yaitu setiap orang
yang dengan sengaja secara melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan
tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Black’s
Law Dictionary juga mengungkapkan mengenai Pengertian Korupsi, Korupsi
merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan
keuntungan yang tidak resmi dengan mempergunakan hak-hak dari pihak lain,
yang secara salah dalam menggunakan jabatannya atau karakternya di dalam
memperoleh suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, yang
berlawanan dengan kewajibannya dan juga hak-hak dari pihak lain. Dari
pengertian korupsi yang dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

20
Pengertian Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan lain sebagainya untuk memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian keuangan pada negara.22

B. Ciri-Ciri Korupsi

Berbicara mengenai Ciri-ciri korupsi, Syed Hussein Alatas memberikan ciri-ciri
korupsi, sebagai berikut:23
1.

Ciri korupsi selalu melibatkan lebih dari dari satu orang. Inilah yang
membedakan antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan.

2.

Ciri korupsi pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang
melatarbelakangi perbuan korupsi tersebut.

3.

Ciri korupsi yaitu melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
Kewajiban dan keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.

4.

Ciri korupsi yaitu berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum.

5.

Ciri korupsi yaitu mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki
kekuasaan atau wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.

6.

Ciri korupsi yaitu pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada
badan publik atau pada masyarakat umum.

7.

Ciri korupsi yaitu setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif
dari mereka yang melakukan tindakan tersebut.

8.

Ciri korupsi yaitu dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan
kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi.

22 Hamzah,Andi 2007. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional. Penerbit PT Raja Grafindo Persada : Jakarta. hlm.9
23 Loc. Cit hlm.12

21
C. Bentuk-Bentuk Korupsi

Adapun bentuk-bentuk korupsi yang sudah lazim dilakukan di lingkungan instansi
pemerintah pusat maupun daerah, BUMN dan BUMD serta yang bekerjasama
dengan pihak ketiga antara lain sebagai berikut:24
1.

Transaksi luar negri ilegal, dan penyelundupan.

2.

Menggelapkan dan manipulasi barang milik lembaga, BUMN/BUMD,
swastanisasi anggaran pemerintah.

3.

Penerimaan pegawai berdasarkan jual beli barang.

4.

Jual beli jabatan, promosi nepotisme dan suap promosi.

5.

Menngunakan

uang

yang

tidak

tepat,

memalsukan

dokumen

dan

menggelapkan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi,
menggelapkan pajak, jual beli besaran pajak yang harus dikenali, dan
menyalahgunakan keuangan.
6.

Menipu dan mengecoh, memberi kesan, yang salah mencurangi dan
memperdaya serta memeras.

7.

Mengabaikan keadilan, member kesaksian palsu menahan secara tidak sah
dan menjebak.

8.

Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap.

9.

Mencari-cari kesalahn orang yang tidak salah

10. Jual beli tuntutan hukuman, vonis, dan surat keputusan.

24 Suhandi cahaya,strategi korupsi & teknik,, PT.sinar grafika,2011,hlm.44.

22
D. Faktor Penghambat Pengekan Hukum

Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja,
namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Soerjono
Soekanto, ada lima faktor yang mempengaruhi upaya pengegakan hukum, yaitu:

1.

Faktor Perundang-Undangan (Subtansi hukum)

Praktek penyelenggaran penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini di karenakan konsepsi
keadilan merupakan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan
kepastian hukum merupakan prosedur yang telah di tentukan secara normatif.
Kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang
dapat dibenarkan sepanjang kebijakan tidak bertentangan dengan hukum.
2.

Faktor Penegak Hukum

Komponen yang bersifat struktural ini menunjukkan adanya kelembagaan yang
diciptakan oleh sistem hukum. Lembaga-lembaga tersebut memiliki undangundang tersendiri hukum pidana. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa
komponen yang bersifat struktural ini memungkinkan kita untuk mengharapkan
bagaimana suatu sistem hukum ini harusnya bekerja.

23
3.

Faktor Sarana atau Fasilitas

Fasilitas dapat dirumuskan sebagai sarana yang bersifat fisik, yang berfungsi
sebagai faktor pendukung untuk mencapai tujuan. Fasilitas pendukung mencakup
perangkat lunak dan perangkat keras.
4.

Faktor Masyarakat

Setiap warga masyarakat atau kelompok pasti mempunyai kesadaran hukum,
yakni kepatuhan hukum yang tinggi, sedang atau rendah. Sebagaimana diketahui
kesadaran hukum merupakan suatu proses yang mencakup pengetahuan hukum,
sikap hukum dan perilaku hukum. Dapat dikatakan bahwa derajat kepatuhan
masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum
yang bersangkutan. Artinya, jika derajat kepatuhan warga masyarakat terhadap
suatu peraturan tinggi, maka peraturan tersebut memang berfungsi.

5.

Faktor Kebudayaan

Sebagai hasil karya, cipta, rasa didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan
hidup. Variasi kebudayaan yang banyak dapat menimbulkan persepsi-persepsi
tertentu terhadap penegakan hukum. Variasi-variasi kebudayaan sangat sulit untuk
diseragamkan, oleh karena itu penegakan hukum harus disesuaikan dengan
kondisi setempat.25

25 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. PT.Citra Bakti,
2004, hlm 73.

24
E. Pelaksanaan Pemberian Remisi dalam Sistem Pemasyarakatan
Remisi merupakan salah satu sarana hukum yang penting dalam rangka
mewujudkan tujuan system pemasyarakatan. Maka pengertian Remisi adalah
pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana yang memenuhi
syarat. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden RI No. 174
Tahun 1999 tidak memberikan pengertian remisi, hanya dikatakan bahwa:

“Setiap narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan
pidana kurungan dapat diberikan remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan
baik selama menjalani pidana”

Pemberian remisi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden RI Nomor
174 Tahun 1999 tentang Remisi tidak ditafsirkan sebagai “kemudahan” dalam
kebijakan menjalani pidana sehingga mengurangi arti pemidanaan namun
pemberian remisi tersebut adalah dalam upaya mengurangi dampak negatif dari
subkultur tempat pelaksanaan pidana, disparitas pidana dan akibat pidana
perampasan kemerdekaan.
Kemudian sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 Keputusan Presiden No. 174
Tahun 1999, pada Pasal 2 disebutkan bahwa remisi ada 4 macam ,yaitu:
a.

Remisi umum; yang diberikan pada hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus.

b.

Remisi khusus; yang diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut
narapidana dan anak pidana yang bersangkutan dengan ketentuan jika sesuatu
agama mempunyai lebih dari satu kali hari besar keagamaan dalam setahun,
maka yang diberikan adalah hari besar keagamaan yang paling di muliakan.

25
c.

Remisi tambahan; berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia RI Nomor M.04-HN.02.01 Tahun 2000 tentang remisi tambahan
bagi Narapidana dan Anak pidana yang berbuat jasa kepada Negara.

d.

Remisi dasawarsa; berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI Nomor M.01-HN.02.01 Tahun 2005 tentang penetapan
penguragan masa hukuman secara khusus 60 (enam puluh) tahun
Kemerdekaan RI.

Undang-Undang tentang Pemasyarakatan menyebutkan, remisi merupakan hak
bagi setiap narapidana. Namun, syarat dan ketentuan pemberian remisi tetap harus
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Saat ini regulasi yang
mengatur pemberian remisi untuk koruptor antara lain adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 berkaitan dengan Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.26

Berbeda dengan aturan lainnya, PP No 99/2012 lebih memperketat pemberian
remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana korupsi, terorisme, narkoba,
kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat,
serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya. Jika terhadap perkara pidana
biasa hanya mensyaratkan berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga masa
pidana, khusus remisi untuk terpidana korupsi syaratnya diperketat.

Terpidana harus penuhi syarat antara lain bersedia bekerja sama dengan penegak
hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya
(justice collaborator), dan telah membayar lunas denda serta uang pengganti
26 Hamzah, Andi, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.
1986

26
sesuai putusan pengadilan. Ketatnya pemberian remisi untuk koruptor,
sebagaimana diatur dalam PP 99/2012, saat ini justru akan direvisi oleh
pemerintah. Data Kemenkumham tahun 2013 menyebutkan, terdapat 1.476
narapidana korupsi yang berada di lembaga pemasyarakatan.

Dengan mengacu pada aturan remisi yang berlaku saat ini, narapidana korupsi
yang tidak berstatus sebagai justice collaborator akan sulit mendapatkan remisi.
Sayangnya, syarat sebagai justice collaborator justru berupaya dikaji ulang oleh
pemerintah karena dianggap menghambat seorang koruptor mendapatkan remisi.
Kondisi ini kemudian menimbulkan pro dan kontra, sekaligus pertanyaan besar
soal komitmen pemerintahan orde Jokowi dalam pemberantasan korupsi.

F. Pengaturan Remisi Korupsi PP No. 99 Tahun 2012

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

Dokumen yang terkait

Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan

5 32 141

ANALISIS PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF PEMBEANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

1 46 52

PENGETATAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA KORUPSI (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung)

2 26 78

UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP NARAPIDANA SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Rajabasa Bandar Lampung)

1 7 41

PEMENUHAN HAK NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WIROGUNAN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI).

0 3 10

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI EFEKTIVITAS PEMBERIAN REMISI SEBAGAI MOTIVASI DALAM MENGUBAH PERILAKU NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WIROGUNAN YOGYAKARTA.

0 4 14

PENDAHULUAN EFEKTIVITAS PEMBERIAN REMISI SEBAGAI MOTIVASI DALAM MENGUBAH PERILAKU NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WIROGUNAN YOGYAKARTA.

0 3 22

PENUTUP EFEKTIVITAS PEMBERIAN REMISI SEBAGAI MOTIVASI DALAM MENGUBAH PERILAKU NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WIROGUNAN YOGYAKARTA.

0 3 4

PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar Lampung)

0 0 15

PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandar Lampung) (Jurnal)

0 0 13