Timur dan 00
°
08’00” – 00
°
23’00” Lintang Utara dengan luas daerah penyelidikan sekitar
75.000 ha.
2. GEOLOGI UMUM
Secara umum, geologi daerah penyelidikan termasuk ke dalam Peta Geologi
Lembar Sintang, Kalimantan, skala 1 : 250.000, terbitan Puslitbang Geologi Bandung R.
Heryanto, dkk, 1993.
Lembar Sintang terletak di bagian tengah Provinsi Kalimantan Barat, secara
fisiografi dicirikan oleh dataran rendah, kelompok perbukitan bergelombang rendah
serta pegunungan yang mempunyai ketinggian hingga 1.100 m. Secara tektonik pada lembar ini
terdapat tiga cekungan daratan muka yaitu Cekungan Ketungau dan Cekungan Mandai di
bagian utara dan Cekungan Melawi di bagian selatan. Kedua bagian cekungan ini dipisahkan
oleh Punggungan Semitau berumur Pra Tersier. Pada Eosen Akhir diperkirakan cekungan-
cekungan tersebut awalnya menyatu, proses tektonik pada Oligo-Miosen membentuk
Punggungan Semitau sehingga cekungan yang luas tersebut terbagi menjadi tiga bagian.
Daerah penyelidikan secara geologi termasuk ke dalam Cekungan Melawi. Secara
umum batuan penyusun Cekungan Melawi terdiri atas batuan-batuan berumur Tersier dan
Kuarter yang dialasi oleh batuan dasar Pra Tersier.
Batuan Pra Teriser terdiri atas batuan- batuan berumur Karbon hingga Kapur Akhir
yaitu Komplek Semitau, Komplek Busang, Batuan Gunungapi Jambu, Batuan Gunungapi
Betung, Komplek Mafik Danau, Komplek Kapuas, Granit Menyukung dan Kelompok
Selangkai.
Batuan Tersier terdiri atas Batupasir Haloq; Satuan tak terbedakan dari Serpih Silat,
Formasi Ingar dan Batupasir Dangkan; Formasi Ingar; Batupasir Dangkan; Serpih Silat; Formasi
Payak; Formasi Tebidah dan Batupasir Sekayam.
Endapan Aluvial adalah endapan paling muda berumur Kuarter yang merupakan endapan
permukaan.
3. GEOLOGI DAERAH
INVENTARISASI
Dilihat dari morfologinya, daerah penyelidikan dapat dipisahkan menjadi satuan
morfologi perbukitan bergelombang dan satuan morfologi perbukitan curam. Satuan morfologi
bergelombang menempati sebagian besar daerah penyelidikan. Pola aliran sungai yang
berkembang adalah dendritik. Litologi yang menyusun morfologi satuan ini adalah Formasi
Ingar, Kelompok Selangkai dan Serpih Silat. Satuan morfologi perbukitan curam umumnya
terdapat pada bagian tengah daerah penyelidikan yang menyebar hampir berarah barat – timur,
dengan pola aliran sungai dendritik hingga paralel. Menempati sekitar 30 daerah
penyelidikan, umumnya berupa hutan lebat dan ladang penduduk. Satuan morfologi ini
didominasi oleh batuan dari Formasi Batupasir Dangkan dan Batuan Terobosan Sintang.
Stratigrafi di daerah penyelidikan, disusun berdasarkan urutan umur batuan dari
yang tertua hingga yang termuda, terdiri dari Kelompok Selangkai, Formasi Ingar, Batupasir
Dangkan, Serpih Silat, Batuan Terobosan Sintang, dan Endapan Aluvial.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran jurus kemiringan lapisan batuan di
lapangan, daerah penyelidikan membentuk monoklin yang sumbunya berarah baratlaut-
tenggara. Kemiringan lapisan batuan berkisar dibawah 20
o
.
4. ENDAPAN BITUMEN PADAT
Penyelidikan lapangan yang dilakukan terutama difokuskan terhadap Satuan Serpih
Silat, dan Formasi Ingar. Untuk memperoleh data lapangan di daerah penyelidikan, harus
melalui beberapa tahapan pekerjaan, yaitu pengamatan, pengukuran, pengambilan contoh
batuan dan pencatatan atau plotting data singkapan endapan serpih di lapangan, baik data
mengenai ketebalan, stratigrafi dan struktur sedimen serta penyebarannya ke arah lateral.
Berdasarkan data lapangan,ditemukan 53 singkapan batuan, baik itu berupa serpih
maupun batuan lainnya. Singkapan umumnya banyak ditemukan pada tebing – tebing jalan
yang telah terkupas, juga pada tebing sungai.
Lebih lanjut akan diuraikan dan ditabulasikan pada tabel dibawah ini. Dari 53 singkapan
batuan yang ada, batuan serpih shale yang diperkirakan berpotensi merupakan bitumen
padat hanya ditemukan pada Satuan Serpih Silat.
Selain itu juga dilakukan pemboran outcrop drilling sebanyak 6 enam titik untuk
mengetahui ketebalan dan penyebaran dari serpih yang ada. Semua titik bor yang ada
berada pada Formasi Serpih Silat. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran dari
batuan serpih shale dalam Formasi Serpih Silat yang diduga merupakan formasi pembawa
bitumen padat.
Berdasarkan data dari singkapan dan hasil dari pemboran dangkal, lapisan batuan yang
dianggap sebagai bitumen padat, adalah batulempung menyerpih shale, abu-abu
kehitaman, keras, getas.
Bitumen padat didaerah Nangasilat membentuk monoklin yang berarah baratlaut-
tenggara. Apabila dilihat dari kenampakkan secara visual dari hasil pemboran, lapisan serpih
bitumen padat hamper tidak bisa dibedakan dari lapisan pengapitnya yang berupa lempung atau
lanau. Ini dikarenakan semuanya terdiri dari parallel laminasi dengan ketebalan kurang dari 3
cm.
Makin kearah sebelah Barat daerah penyelidikan, batulempung menyerpih shale
makin jarang ditemukan. Digantikan dengan batulempung – batupasir sedang hingga
batupasir kasar. Batulempung menyerpih makin banyak ditemukan kearah sebelah Timur daerah
penyelidikan. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh bedanya lingkungan
pengendapan di bagian sebelah Timur dan Barat daerah penyelidikan.
Jumlah lapisan bitumen padat pada beberapa tempat diketahui dari singkapan dan
penampang bor. Pada penampang bor NS-01, ditemukan 2 dua lapisan yang terdiri dari
shale, dengan tebal berkisar 2 – 7.2 m, panjang sebaran kearah jurus diperkirakan sekitar 1000
m. Kemudian pada bor NS – 02 ditemukan 2 dua lapisan yang terdiri dari shale, dengan
tebal berkisar 4 – 27.2 m dengan panjang sebaran kearah jurus diperkirakan sekitar 1000
m. Sedangkan pada bor NS – 03 ditemukan 2 dua lapisan yang terdiri dari shale, dengan
tebal berkisar 3 – 7 m, panjang sebaran kearah jurus diperkirakan sekitar 1000 m.
Analisis yang dilakukan adalah analisis bakar atau analisis Retort. Dari hasil analisis
retort ternyata kandungan minyak di daerah penyelidikan berkisar antara 0.2 lton – 40 lton,
yaitu dari conto batuan yang diambil dari pemboran pada titik NS – 01 sampai NS – 05.
Kandungan minyak pada titik bor NS – 01 adalah sebesar 0.2 lton – 40 lton. Hasil
kandungan minyak terbesar diketahui dari conto NS-01-06 pada kedalaman 16.0 m – 18.0 m.
Sedang pada titik NS – 02, kandungan minyak berkisar antara 0.2 lton – 14 lton. Pada titik NS
– 03, ditemukan kandungan minyak sebesar 0.2 lton – 8 lton.
Sumberdaya bitumen padat daerah Nangasilat dihitung berdasarkan kriteria sebagai
berikut; 1. Tebal lapisan yang dihitung adalah 0,50 m
keatas. 2. Panjang lapisan yang dihitung kearah jurus
dibatasi sampai sejauh 500 m dari titik informasi paling ujung,dengan asumsi
lapisan yang dihitung memiliki sifat homogen.
3. Lebar lapisan yang dihitung dibatasi sampai dengan lebar maksimum sekitar 150 m.
4. Apabila pada suatu titik informasi tidak ada data kemiringan lapisan, maka data
kemiringannya diambil dari titik informasi terdekat.
5. Spesific gravity SG yang dihitung adalah berdasarkan hasil analisis.
6. Berdasarkan Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara Standar Nasional
Indonesia SNI amandemen 1-SNI 135014- 1998 dari Badan Standarisasi Nasional,
sumberdaya bitumenpadat daerah Nangasilat termasuk kedalam sumberdaya tereka.
7. Lapisan yang dihitung sumberdayanya, hanya merupakan lapisan yang memiliki nilai retort
diatas 5 lton.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 1. Hasil perhitungan sumberdaya,
menunjukkan bahwa sumberdaya tereka bitumen padat daerah Nangasilat adalah sebesar 22 juta
ton.
Ketebalan lapisan batuan yang dianggap sebagai bitumen padat didaerah Nangasilat
cukup memadai, namun kandungan minyak dari lapisan-lapisan tersebut tidak memadai. Sebaran
perlapisan tidak terlalu luas karena cekungan yang dianggap sebagai wadah formasi pembawa
bitumen padat hanya merupakan cekungan kecil.
Lokasi daerah inventarisasi masih agak sulit untuk dicapai karena jalan masuk kearah Rmbeh
yang jaraknya sekitar 20 km masih merupakan jalan tanah yang sudah diperkeras namun karena
banyaknya kendaraan berat yang mengangkut karet dan sawit, maka jalan yang ada
keadaannya rusak berat.
Kandungan minyak dari hasil analisis retort bitumen padat berkisar antara 0.2 lton – 40
lton, dengan kebanyakan lapisan hanya menghasilkan minyak 14 lton. Bila dilihat
dari data yang ada, bitumen padat daerah Nangasilat belum layak untuk dikembangkan,
karena bitumen padat dapat dikatakan ekonomis bila kandungannya 35 ton dengan ketebalan
1 m Pedoman Teknis Eksplorasi Bitumen Padat, 2004.
5. KESIMPULAN