ANALISIS PENGARUH BELANJA MODAL, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2014 )

(1)

ANALISIS PENGARUH BELANJA MODAL, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP KINERJA

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

(Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2014 )

ANALYSIS OF THE CAPITAL EXPENDITURE, GENERAL ALLOCATION FUND, SPECIAL ALLOCATION FUND, AND RETRIBUTION ON THE

FINANCIAL PERFORMANCE OF LOCAL GOVERNMENTS (Empiricial Studies on the counties and cities in Central Java province in

2011 – 2014)

Disusun Oleh : ARNAS HASANUDDIN

(20120430233)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN ILMU EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

iv Nomor Mahasiswa : 20120430233

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS PENGARUH BELANJA MODAL, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI

KHUSUS, DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP KINERJA

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2014)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 04 November 2016


(3)

v

Waktu adalah pedang, jika kamu bisa menggunakan dengan baik, maka pasti akan membawa keberuntungan, tapi jika kau menggunakan dengan buruk, pasti dia

akan membunuhmu.

(Karca Hasanuddin)

Seberat apapun harimu, jangan pernah biarkan seseorang membuatmu merasa bahwa kamu tidak pantas mendapat apa yang kamu inginkan.


(4)

vi

yang telah memberikan segalanya untuku Adik dan kakak tersayang yang selalu bisa membuat suasana di rumah menjadi lebih meriah Seluruh sahabatku Serta untuk almamaterku.


(5)

vii

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul

“ANALISIS PENGARUH BELANJA MODAL, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2014)” dapat terselesaikan. Tak lupa pula shalawat dan salam penulis tujukan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang membawa umat muslim kepada fitrah yang benar dan jalan yang di ridhoi-Nya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dengan terselesaikanya skripsi ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangan pikiran, waktu dan tenaga serta bantuan moril maupun materiil khususnya kepada:

1. Bapak Agus Tri Basuki, S.E., M.Si. selaku Pembimbing Skripsi yang senantiasa meluangkan waktunya dan memberikan saran kepada penulis hingga terselesaikanya skripsi ini.

2. Dr. Imamudin Yuliadi, S.E., M.Si. selaku Ketua Prodi Ekoonomi Keuangan dan Perbankan Islam atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh studi.

3. Dr. Nano Prawoto, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Semua dosen jurusan Ilmu Ekonomi yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dengan tulus ikhlas dari awal kuliah hingga terselesaikanya skripsi ini.

5. Kedua orang tuaku bapak Hasanuddin Remmang dan ibu Heriyani yang selalu ada telah memberikan segalanya kepada penulis.

6. Buat kakak-kakak ku Achmad Anzhary Hasanuddin, Askari Hasanuddin dan adik-adik ku Arsaldi Hasanuddin dan Arya Hasanuddin dan keluarga besar ku, terimakasih atas do’a nya.


(6)

viii

Faroby, Alin Lastianti, Arizka Dwi H, Tutut Lina W, Rini Selviana, Widiastuti S. Terimakasih sudah mau menjadi bagian dari cerita indahku, sukses selalu gengs, long last dan tetap seru buat kita semua.

9. Buat sahabat ku Bayu Wijanarko dan Arizka Dwi H yang selalu ada meluangkan waktunya untuk membimbingku dalam pengerjaan skripsi. 10. Seluruh kerabat mahasiswa Fakultas Ekonomi Khususnya Jurusan Ilmu

Ekonomi.

11. Buat sahabat ku Bonggo Pribadi dan Fadly Amirul yang sudah meluangkan waktunya menemani ku dalam pengambilan data.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat selama penulis menyelesaikan studi dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu, kritik, saran dan pengembangan penelitian sangat diperlukan. Dan semoga karya kecil ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 04 Novermber 2016


(7)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... .. ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 10

1. Kinerja Keuangan ... 10

1.1. Difinisi Kinerja Keuangan ... 10

1.2. Pengukuran Kinerja Keuangan ... 11

1.3. Rasio Keuangan Sebagai Indikator Kinerja Keuangan . 12 1.4. Jenis-Jenis Rasio Keuangan ... 13

2. Belanja Modal ... 17

3. Dana Alokasi Umum (DAU) ... 19

3.1. Definisi Dana Alokasi Umum (DAU) ... 19

3.2. Penghitungan Dana Alokasi Umum ... 20

4. Dana Alokasi Khusus (DAK) ... 21

4.1. Definisi Dana Alokasi Khusus ... 21


(8)

x

5.2. Objek dan Subjek Retribusi Daerah ... 24

5.3. Jenis Retribusi Daerah ... 25

B. Hasil Penelitian Terdahulu ... 26

C. Hipotesis ... 29

1. Pengaruh Belanja Modal terhadap Kinerja Keuangan .... 29

2. Pengaruh DAU terhadap Kinerja Keuangan ... 30

3. Pengaruh DAK terhadap Kinerja Keuangan ... 31

4. Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Kinerja Keuangan . 32 D. Kerangka Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek/Subyek Penelitian ... 34

B. Jenis Data ... 35

C. Teknik Pengumpulan Data ... 35

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 36

1. Variabel Dependen ... 36

2. Variabel Independen ... 37

E. Metode Analisis Data ... 39

1. Uji Asumsi Klasik ... 40

2. Pemilihan Model Data Panel Terbaik ... 43

3. Uji Statistik ... 47

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 50

1. Kondisi Fisik Daerah ... 50

2. Luas Wilayah ... 51

3. Demografi ... 52


(9)

xi

A. Uji Asumsi Klasik ... 63

1. Uji Heteroskedastisitas ... 63

2. Uji Multikolinearitas ... 63

B. Analisis Pemilihan Model Terbaik ... 64

1. Uji Chow ... 65

2. Uji Hausman ... 65

C. Analisis Model Terbaik ... 66

D. Hasil Estimasi Model Data Panel ... 67

E. Uji Statistik ... 77

1. Koefisien Determinasi ... 77

2. Uji Simultan (Uji F) ... 78

3. Uji Parsial (Uji t) ... 78

F. Pembahasan (Interprestasi Ekonomi) ... 80

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA


(10)

xii

Tabel 2.1 Penilitian Terdahulu ... 27

Tabel 4.1 Indikator Kependudukan ... 53

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin ... 53

Tabel 4.3 Belanja Modal ... 56

Tabel 4.4 Dana Alokasi Umum ... 58

Tabel 4.5 Dana Alokasi Khusus ... 60

Tabel 4.6 Retribusi Daerah ... 62

Tabel 5.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 63

Tabel 5.2 Hasil Uji Multikolinieritas ... 64

Tabel 5.3 Hasil Uji Chow ... 65

Tabel 5.4 Hasil Uji Hausman ... 66

Tabel 5.5 Hasil Uji Estimasi Common Effect,Fixed Effect dan Random Effect ... 66

Tabel 5.6 Hasil Uji Estimasi Model Fixed Effect dan Random Effect 69 Tabel 5.7 Hasil Uji T-Statistik ... 78


(11)

xiii

Gambar 1.1 Kinerja Keuangan Daerah ... 3 Gambar 4.1 Provinsi Jawa Tengah ... 50 Gambar 4.2 Rata-Rata Kinerja Keuangan ... 55


(12)

(13)

(14)

vii

Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Retribusi Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Tengah pada Tahun 2011-2014 dengan menggunakan model Common Effect, Fixed Effect, dan Random Effect. Penelitian ini menggunakan data panel berupa gabungan dari data cross section dan time series, dimana penulis membatasi waktu penelitian dari tahu 2011-2014. Metode analisis yang digunakan adalah regresi data panel yang diolah dengan model fixed effect

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa variabel Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah, dan variabel Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah, sedangkan variabel Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Retribusi Daerah berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

Kata Kunci: Belanja Modal, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Retribusi Daerah.


(15)

viii

This research aims to analyze the capital expenditure, General Allocation Fund, Special Allocation Fund and Retribution to the Financial Performance of the District/Town in Central Java period 2011-2014. This research uses secondary data in form of combination data from cross section and time series data, in which the writer restricted the time of research from 2011 to 2014. The analysis method is regression panel data which is processed by fixed effect model

The result of this research showed that variable Capital Expenditure has significant and positive effect to Financial Performance and variable General Allocation Fund has significant and negative effect to Financial Performanc. While variable Special Allocation Fund and Retribution has un-significant effect to Financial Performance of the District/Town in Central Java period 2011-2014

keywords : Capital Expenditure, General Allocation Fund, Special Allocation Fund, Retribution


(16)

1 A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad dalam Azzumar, 2011).

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan wujud dari berlakunya desentralisasi di Indonesia Otonomi daerah yang secara resmi diberlakukan di Indonesia mulai 1 Januari 2001 yang ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang telah direvisi dengan UU No. 33 Tahun 2004, menghendaki daerah untuk berkreasi mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Otonomi daerah bertujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah sehingga daerah bebas untuk mengatur dirinya tanpa ada campur tangan pemerintah pusat.


(17)

Ciri utama yang menunjukkan bahwa suatu daerah merupakan daerah otonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah, artinya daerah otonomi harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri, sedangkan ketergantungan pada pemerintah pusat diusahakan seminimal mungkin. Perimbangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dapat dikatakan ideal apabila setiap tingkat pemerintahan dapat mengatur keuangannya untuk membiayai tugas dan wewenang daerahnya masing-masing.

Kinerja keuangan suatu daerah dapat diketahui dengan cara melakukan analisis atau pengkajian menyeluruh terhadap keuangan suatu daerah agar dapat diketahui apakah kinerja keuangan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya telah sesuai atau tidak dengan aturan-aturan yang berlaku. Fenomena yang dapat dilihat pada kinerja keuangan Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2011 sampai 2014 mengalami peningkatan. Berbagai cara digunakan dalam perhitungan yang dapat menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah namun disini peneliti menggunakan penghitungan rasio efektivitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam merealisasikan APBD yang direncanakan dan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi nyata daerah., Semakin tinggi rasio efektivitas keuangan daerah, maka daerah telah menggunakan APBD secara efektif dalam membiayai kegiatan atau program kerja dalam rangka melaksanakan pembangunan dan mensejahterakan masyarakatnya atau sebaliknya.


(18)

Gambar 1.1 berikut merupakan perhitungan rata-rata kinerja keuangan dengan menggunakan rasio efektivitas tahun 2011-2014 di Pemerintahan Daerah di Provinsi Jawa Tengah.

Sumber : Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Provinsi Jawa Tengah, data diolah (2011-2014)

Gambar 1.1

Rata-rata Kinerja Keuangan Pemerintah Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2014

Berdasarkan Gambar 1.1 dapat dilihat rata-rata kinerja keuangan pemerintah daerah provinsi Jawa Tengah pada rasio efektivitas pada tahun 2011-2014 mengalami peningkatan dalam setiap tahunnya. Pada tahun 2011 rata-rata efektivitas keuangan daerah sebesar 9,82%. Tahun 2012 rata-rata efektivitas keuangan daerah mengalami kenaikan sebesar 1,27% sedangkan pada tahun 2013 rata-rata efektivitas keuangan daerah mengalami kenaikan sebesar 1,25% pada tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 3,52%.

Dalam era desentralisasi fiskal diharapkan terjadinya peningkatan pelayanan diberbagai sektor terutama sektor publik. Peningkatan layanan

9,82%

11,09%

12,34%

15,86%

0% 2% 4% 6% 8% 10% 12% 14% 16% 18%

2011 2012 2013 2014

Kinerja Keuangan Daerah


(19)

publik ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha di daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila ada upaya pemerintah dengan memberikan berbagai fasilitas untuk investasi. Konsekuensinya, pemerintah perlu memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini. Desentralisasi fiskal disatu sisi memberikan kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain memunculkan persoalan baru, dikarenakan tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda-beda (Harianto dan Adi, 2007).

Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat, dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah. (Abimanyu, 2005).

Perubahan alokasi belanja ditujukan untuk pembangunan berbagai fasilitas modal. Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai aktivitas peningkatan perekonomian, salah satunya dengan membuka kesempatan berinvestasi Pembangunan infrastruktur dan pemberian berbagai fasilitas kemudahan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik investasi. Pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan


(20)

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas ini akan berujung pada peningkatan kinerja keuangan daerah (Wong, 2004 dalam Adi, 2006).

Tabel 1.1

PAD (Pendapatan Asli Daerah) Menurut Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah, 2011-2014

(ribu rupiah) N o Kabupaten/ Kota Tahun

2011 2012 2013 2014

1 Kab. Banjarnegara 71,106,953 94,271,467 98,975,318 161,652,537 2 Kab. Banyumas 191,899,680 242,106,509 308,349,434 435,597,688 3 Kab. Cilacap 172,327,030 196,673,442 278,507,545 374,023,664 4 Kab. Pemalang 79,677,543 97,951,207 136,362,281 217,345,439 5 Kab. Purbalingga 94,946,243 103,755,698 122,858,738 202,593,689 6 Kab. Semarang 521,538,058 156,104,007 215,679,554 248,213,019 7 Kab. Temanggung 63,343,494 78,514,689 102,080,197 160,726,943 8 Kota Semarang 521,538,058 779,616,535 925,919,310 1,138,367,228 9 Kab. Batang 60,155,029 84,720,049 143,502,571 172,638,212 10 Kab. Blora 67,021,769 81,987,007 95,192,786 144,724,169 11 Kab. Boyolali 96,737,566 127,725,206 160,752,449 227,516,495 12 Kab. Brebes 78,275,852 101,806,858 133,836,336 267,770,613 13 Kab. Demak 74,559,136 105,363,369 138,214,446 220,329,949 14 Kab. Grobogan 87,912,458 105,463,320 143,586,365 235,295,346 15 Kab. Jepara 103,642,014 129,076,570 133,778,055 231,673,059 16 Kab. Karanganyar 104,080,774 116,706,893 161,715,929 215,298,860 17 Kab. Kebumen 73,513,164 102,374,370 131,481,736 242,079,502 18 Kab. Kendal 93,289,526 120,162,135 136,029,702 215,294,086 19 Kab. Klaten 72,290,993 84,755,834 115,441,420 177,922,415 20 Kab. Kudus 108,458,832 121,017,026 144,995,092 234,073,380 21 Kab. Magelang 90,462,630 123,722,781 173,253,651 242,448,677 22 Kab. Pati 134,475,561 163,733,665 169,127,415 279,254,884 23 Kab. Pekalongan 81,362,869 114,793,365 147,687,255 255,037,017 24 Kab. Purworejo 88,941,781 98,262,003 127,565,801 200,258,601 25 Kab. Rembang 73,931,945 103,304,514 126,808,083 165,530,925 26 Kab. Sragen 94,518,999 127,695,844 146,721,552 254,392,449 27 Kab. Sukoharjo 96,166,806 164,954,318 192,971,720 264,814,413 28 Kab. Tegal 90,133,274 118,741,620 156,244,859 253,716,602 29 Kab. Wonogiri 77,141,691 100,037,192 111,592,606 182,149,063 30 Kab. Wonosobo 67,398,727 82,335,296 108,729,508 175,319,364 31 Kota Magelang 63,557,701 91,314,601 107,739,838 164,927,631 32 Kota Pekalongan 63,344,977 91,205,786 114,252,438 144,065,424 33 Kota Salatiga 60,611,340 77,798,870 106,100,450 165,747,645 34 Kota Surakarta 181,096,816 231,672,100 298,400,846 335,660,206


(21)

N o

Kabupaten/ Kota

Tahun

2011 2012 2013 2014

35 Kota Tegal 117,244,290 156,663,027 176,377,335 241,936,166

Jumlah 4,116,703,579 4,876,387,173 6,090,832,621 8,848,395,360

Sumber : Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Provinsi Jawa Tengah, data diolah (2011-2014)

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pendapatan di setiap kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Tengah memiliki kontribusi yang berbeda-beda. Dari 35 kabupaten/ kota tersebut yang memiliki kontibusi terbesar tahun 2014 yakni Kota Semarang sebesar Rp 1,138,367,228 ribu, kemudian diikuti Kabupaten Banyumas sebesar Rp 435,597,688 ribu. Bila dilihat dari keseluruhan Pendapatan Asli Daerah di kabupaten/ kota tersebut, maka PAD di Provinsi Jawa Tengah setiap tahun terus meningkat hingga di tahun 2014 jumlah penerimaan PAD di seluruh Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Tengah mencapai Rp 8,848,395,360 ribu. Besar kontribusi pendapatan asli daerah untuk membiayai pembangunan dan pelayanan masyarakat maka dapat dikatakan ada peningkatan kinerja keuangan pemerintah daerah.

Sumber penerimaan daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi untuk saat ini masih didominasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus maupun Dana Bagi Hasil, sedangkan proporsi PAD masih relatif kecil. Adanya Dana Perimbangan melalui DAU dan DAK ini ternyata justru menjadi ketergantungan (Soleh dan Rochmansyah, 2010)

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, “Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau


(22)

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.”

Beberapa peneliti telah meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dan mendapatkan hasil yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Fajar (2012) memperoleh hasil bahwa Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah dan tidak berpengaruh signifikan menurut Siti (2015). Menurut Ariani (2010), Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah sedangkan menurut Abdullah (2015) tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah. Menurut Patriati (2010) Retribusi Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan daerah sedangkan menurut Salman (2015) Retribusi berpengaruh positif signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari banyak penelitian sebelumnya dengan mengkombinasikan variabel bebas yang memiliki hasil tidak konsisten maupun yang masih perlu untuk diketahui hasil lebih lanjut mengenai pengaruh variabel bebas tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti merumuskan judul

“Analisis Pengaruh Belanja Modal, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana

Alokasi Khusus (DAK) dan Retribusi Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2014).


(23)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan deskripsi latar belakang diatas, pokok masalah yang dapat diambil adalah:

1. Bagaimana pengaruh belanja modal terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah ?

2. Bagaimana pengaruh dana alokasi umum (DAU) terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah ?

3. Bagaimana pengaruh dana alokasi khusus (DAK) terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah ?

4. Bagaimana pengaruh retribusi daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh belanja modal terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

2. Untuk mengetahui pengaruh dana alokasi umum (DAU) terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

3. Untuk mengetahui pengaruh dana alokasi khusus (DAK) terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

4. Untuk mengetahui pengaruh retribusi daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.


(24)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan sebagai bahan masukan dalam penentuan kebijakan Pemerintah Daerah terutama bidang ekonomi mengenai faktor apa yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. 2. Bagi dunia akademis dan peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lain baik yang ingin mengulas masalah kinerja keuangan pemerintah dengan khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ekonomi pembangunan.

3. Bagi penulis dan para pembaca

Hasil penelitian ini merupakan suatu kesempatan bagi penulis untuk dapat menerapkan ilmu dan pengetahuan yang penulis peroleh dari bangku kuliah dan mampu membandingkan antara teori yang diterima di dalam perkuliahan dan praktik dilapangan. Dengan demikian, diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan penulis maupun yang membaca hasil penelitian ini.

4. Bagi Masyarakat

Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kondisi perekonomian di Provinsi Jawa Tengah.


(25)

10

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Kinerja Keuangan

1.1Definisi Kinerja Keuangan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan bahwa kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan atau program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program organisasi dalam mewujudkan tujuan organisasi, pengeluaran hasil kerja organisasi, keputusan pelanggan, serta kontribusinya terhadap perkembangan ekonomi masyarakat (Suprapto, 2006).

Syamsi (1986) dalam Susantih dan Saftiana (2009) menyatakan kinerja keuangan Pemerintah Daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah guna memenuhi kebutuhannya agar tidak tergantung sepenuhnya kepada Pemerintah Pusat. Sehingga mempunyai keleluasaan dalam menggunakan dana tersebut untuk kepentingan masyarakat daerah dalam batas-batas yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.


(26)

1.2Pengukuran Kinerja Keuangan

Menurut Mahmudi dalam Deddi dan Ayuningtyas (2011), secara umum pengukuran kinerja menunjukkan hasil dari implementasi sebuah kegiatan/ kebijakan, tetapi pengukuran kinerja tidak menganalisis alasan hal ini dapat terjadi atau mengidentifikasi perubahan yang perlu dilakukan terhadap tujuan dari kegiatan/ kebijakan. Lalu masih menurut Deddi dan Ayuningtyas (2011), berikut tujuan penilaian kinerja di sektor publik.

a. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi. b. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai. c. Memperbaiki kinerja periode–periode berikutnya.

d. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian penghargaan (reward) dan hukuman (punishment).

e. Memotivasi pegawai.

f. Menciptakan akuntabilitas publik.

Pengukuran kinerja diartikan sebagai suatu sistem keuangan atau non keuangan dari suatu pekerjaan yang dilaksanakan atau hasil yang dicapai dari suatu aktivitas. suatu proses, atau suatu organisasi (Erlina, 2008). Sedangkan kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat capaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi anggaran dan realisasi PAD dengan menggunakan indikator keuangan


(27)

yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang– undangan selama satu periode anggaran.

Menurut Abdul dan Muhammad (2012), pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya.

1.3Rasio Keuangan Sebagai Indikator Kinerja Keuangan

Hasil analisis rasio keuangan ini selanjutnya digunakan untuk tolok ukur dalam:

a. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan daerah.

b. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah.

c. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam menjalankan pendapatan daerahnya.

d. Mengukur kontribusi masing – masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah.


(28)

Melihat pertumbuhan/ perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu.

1.4Jenis-Jenis Rasio Keuangan

Beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan untuk kinerja keuangan daerah (Halim, 2007) yang meliputi:

a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio kemandirian keuangan daerah atau rasio desentraslisasi fiskal menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung menggunakan persamaan berikut ini (Mahmudi, 2011):

Berdasarkan persamaan di atas dapat dinyatakan bahwa semakin besar total PAD terhadap total pendapatan daerah, maka rasio kemandirian keuangan daerah akan semakin besar atau sebaliknya. b. Rasio Efektivitas Keuangan Daerah

Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam merealisasikan APBD yang direncanakan dan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi nyata daerah. Artinya, rasio ini merupakan hasil perbandingan (nisbah) antara APBD yang terealisasi dengan APBD yang


(29)

ditargetkan (Halim 2007). Rasio efektivitas keuangan daerah dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini:

Berdasarkan persamaan diatas dapat dinyatakan bahwa semakin besar realisasi penerimaan APBD terhadap target penerimaan APBD, maka rasio efektivitas keuangan daerah akan semakin besar atau sebaliknya. Semakin tinggi rasio efektivitas keuangan daerah, maka daerah telah menggunakan APBD secara efektif dalam membiayai kegiatan atau program kerja dalam rangka melaksanakan pembangunan dan mensejahterakan masyarakatnya atau sebaliknya.

c. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah

Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara output dan input atau realisasi pengeluaran dengan realisasi penerimaan daerah. Semakin kecil rasio ini, maka semakin efisien, begitu pula sebaliknya. Pengukuran kinerja pemerintah daerah dapat diukur dengan menilai efisiensi atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat (Mahmudi, 2011). Penghitungan rasio efisiensi yaitu:

Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dihasilkan mencapai minimal sebesar 1


(30)

atau 100%. Semakin tinggi rasio efektifitas menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Dengan mengetahui hasil perbandingan antara realisasi pengeluaran dan realisasi penerimaan dengan menggunakan ukuran efisiensi tersebut, maka penilaian kinerja keuangan dapat ditentukan (Medi, 1966 dalam Budiarto, 2007). Apabila kinerja keuangan diatas 100% ke atas dapat dikatakan tidak efisien, 90%-100% adalah kurang efisien, 80% - 90% adalah cukup efisien, 60% - 80% adalah efisien dan dibawah dari 60% adalah sangat efisien.

d. Rasio Aktivitas (Keserasian Belanja Daerah)

Rasio aktivitas (Keserasian Belanja Daerah) adalah rasio keuangan daerah yang menggambarkan bagaimana Pemerintah Daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Rasio aktivitas terdiri atas : a) Rasio Belanja Rutin terhadap APBD, b) Rasio belanja rutin terhadap APBD. Kedua rasio di atas sebagai berikut:

- Rasio Belanja Rutin Terhadap APBD

Rasio belanja rutin terhadap APBD adalah rasio keuangan daerah yang merupakan hasil nisbah (perbandingan) antara total belanja rutin yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah terhadap total APBD yang diterima. Artinya, rasio ini menggambarkan seberapa besar belanja rutin yang dilakukan oleh Pemerintah


(31)

Daerah dalam 1 tahun periode anggaran. Kedua rasio tersebut adalah sebagai berikut:

Menurut Halim (2007), Rasio belanja rutin dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini:

Berdasarkan persamaan di atas dapat dinyatakan bahwa semakin besar rasio belanja rutin terhadap total APBD, maka Pemerintah Daerah tergolong aktif melakukan belanja rutin dalam 1 tahun periode anggaran atau sebaliknya. Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil.

- Rasio Belanja Pembangunan Terhadap APBD

Rasio belanja pembangunan terhadap APBD adalah rasio keuangan daerah yang menggambarkan belanja untuk pembangunan yang dilakukan Pemerintah Daerah dengan menggunakan dana yang diterima dari APBD. Rasio belanja pembangunan terhadap PAD dihitung dengan persamaan :


(32)

Berdasarkan persamaan di atas dapat dinyatakan bahwa semakin besar rasio belanja pembangunan terhadap total APBD, maka Pemerintah Daerah tergolong aktif melakukan belanja pembangunan dalam 1 tahun periode anggaran atau sebaliknya. Semakin tinggi tingkat belanja pembangunan terhadap APBD mengandung arti bahwa Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran dana yang besar dari APBD dalam melakukan belanja modal, baik berupa barang maupun jasa untuk kepentingan jalannya pemerintahan atau sebaliknya.

2. Belanja Modal

Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Cara mendapatkan belanja modal dengan membeli melalui proses lelang atau tender.

Aset tetap yang dimiliki pemerintah daerah sebagai akibat adanya belanja modal merupakan syarat utama dalam memberikan pelayanan


(33)

publik. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara financial (Ardhani, 2011).

Sedangkan menurut PSAP Nomor 2, Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap dan asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Selanjutnya pada pasal 53 ayat 2 Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 ditentukan bahwa nilai asset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun asset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/ pembangunan asset sampai asset tersebut siap digunakan. Kemudian pada pasal 53 ayat 4 Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 disebutkan bahwa Kepala Daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi sebagai dasar pembebanan belanja modal selain memenuhi batas minimal juga pengeluaran anggaran untuk belanja barang tersebut harus memberi manfaat lebih satu periode akuntansi bersifat tidak rutin. Ketentuan hal ini sejalan dengan PP 24 Tahun 2004 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan khususnya PSAP No 7, yang mengatur tentang akuntansi asset tetap. Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah asset tetap dan asset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi


(34)

batasan minimal kapitalisasi asset tetap atau asset lainnya yang ditetapkan pemerintah.

Menurut Halim (2007:73), belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebih satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal dapat juga disimpulkan sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah asset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, rneningkatkan kapasitas dan kualitas asset.

3. Dana Alokasi Umum (DAU) 3.1Definisi Dana Alokasi Umum

Menurut Halim (2002 : 160), ”Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa Dana Alokasi Umum memiliki jumlah yang sangat signifikan sehingga semua pemerintah daerah menjadikannya sebagai sumber penerimaan terpenting dalam


(35)

anggaran penerimaannya dalam APBN. Oleh karena itu, Dana Alokasi Umum dapat dilihat sebagai respon pemerintah terhadap aspirasi daerah untuk mendapatkan sebahagian kontrol yang lebih besar terhadap keuangan negara.

Tujuan Dana Alokasi Umum adalah untuk mengatasi ketimpangan fiskal keuangan antara pemerintah pusat dan ketimpangan horizontal antar pemerintah daerah karena ketidakmerataan sumber daya yang ada pada mesing-masing daerah.

3.2Penghitungan Dana Alokasi Umum

Dana alokasi umum digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada (UU No. 33/2004, Pasal 27). Sedangkan berdasarkan pendekatan kesenjangan fiskal, besarnya DAU yang diterima oleh kabupaten/kota di seluruh Indonesia didasarkan pada ketentuan berikut ini (Halim, 2007):

1. Dana alokasi umum ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.

2. Dana alokasi umum untuk daerah provinsi dan untuk kabupaten/kota ditetapkan sebesar 10% dan 90% dari DAU sebagaimana tersebut di atas.

3. Dana alokasi umum untuk suatu kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk


(36)

kabupaten/kota yang ditetapkan APBN dengan porsi kabupaten/kota yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembagian alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar, namun kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi dana alokasi umum yang relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Dalam LRA, penerimaan DAU merupakan bagian dari Transfer Pemerintah Pusat (Dana Perimbangan).

4. Dana Alokasi Khusus (DAK) 4.1 Definisi Dana Alokasi Khusus

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Pasal 1 ayat 24 tentang Dana Perimbangan dinyatakan bahwa Dana alokasi khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

4.2 Tujuan Pemberian Dana Alokasi Khusus

Dalam Undang Undang No. 33/2004 Pasal 38 dinyatakan bahwa besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Pasal 39 UU ini juga dinyatakan bahwa DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan


(37)

daerah. Sedangkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan APBD dinyatakan bahwa penggunaan dana perimbangan untuk DAK agar dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan fisik, yaitu sarana dan prasarana dasar yang menjadi urusan daerah antara lain program kegiatan pendidikan dan kesehatan dan lain-lain sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh menteri teknis terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan

4.3 Kriteria Pemberian Dana Alokasi Khusus

Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam APBD (PP No. 55/2005, Pasal 55 ayat 1). Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah (PP No. 55/2005, Pasal 56 ayat 1). Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian negara/ departemen teknis (PP No. 55/2005, Pasal 57 ayat 1).

4.4 Kebutuhan Pemberian Dana Alokasi Khusus

Sesuai dengan tujuannya untuk membantu Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembangunan di daerah dengan tujuan khusus, DAK diberikan untuk memenuhi berbagai kebutuhan sebagai berikut:


(38)

1. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah terpencil yang tidak mempunyai akses yang memadai ke daerah lain.

2. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung transmigrasi.

3. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisir kepulauan dan tidak mempunyai prasarana dan sarana yang memadai.

4. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah guna mengatasi dampak kerusakan lingkungan.

Pembangunan jalan, rumah sakit, irigasi dan air bersih DAK disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari rekening Kas Umum Negara ke rekening Kas Umum Daerah. Oleh karena itu, DAK dicantumkan dalam APBD. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penelitian, pelatihan dan perjalanan dinas.

5. Retribusi Daerah

5.1 Pengertian Retribusi Daerah

Menurut UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000 dan terakhir diubah dengan UU No. 28 Tahun 2009, yang dimaksud dengan Retribusi Daerah adalah: Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus


(39)

disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daeran untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

5.2 Objek dan Subjek Retribusi Daerah a. Objek Retribusi Daerah

1. Jasa umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2. Jasa usaha, yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.

3. Perizinan tertentu, yaitu pelayanan perizinan tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. b. Subjek Retribusi Daerah

Subjek Retribusi Daerahadalah sebagai berikut:

1. Retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan.


(40)

2. Retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.

3. Retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah.

5.3 Jenis Retribusi Daerah

Jenis retribusi daerah dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: a. Jenis retribusi jasa umum adalah:

1. Retribusi pelayanan kesehatan

2. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan

3. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil

4. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat 5. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum

6. Retribusi pelayanan pasar

7. Retribusi pengujian kendaraan bermotor

8. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 9. Retribusi penggantian biaya cetak peta

10. Retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus 11. Retribusi pengolahan limbah cair

12. Retribusi pelayanan tera/tera ulang 13. Retribusi pelayanan pendidikan


(41)

b. Jenis retribusi jasa usaha adalah:

1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah 2. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan 3. Retribusi tempat pelelangan

4. Retribusi terminal

5. Retribusi tempat khusus parkir

6. Retribusi tempat penginapan/pesanggarahan/villa 7. Retribusi rumah potong hewan

8. Retribusi pelayanan kepelabuhan 9. Retribusi tempat rekreasi dan olahraga 10. Retribusi penyeberangan di air

11. Retribusi penjualan produksi usaha daerah c. Jenis retribusi perizian tertentu adalah:

1. Retribusi izin mendirikan bangunan

2. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol 3. Retribusi izin gangguan

4. Retribusi izin trayek

5. Retribusi izin usaha perikanan

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini memuat tentang penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya yang mendasari pemikiran penulis dan menjadi pertimbangan


(42)

dalam penyusunan skripsi ini. Secara ringkas penelitian terdahulu dapat dilihat dalam tabel 2.1 sebagai berikut :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul

Penelitian Variabel Kesimpulan

1 Salman Alfarisi H (2015) Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan pemerintah Daerah (Studi Empiris pada kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat)

 Pajak Daerah

 Retribusi Daerah

 Dana

Perimbangan  Pajak Daerah dan Retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan daerah  Dana Perimbanga n berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja keuangan daerah 2 Fajar Nugroho, Abdul Rohman (2012) Pengaruh Belanja Modal terhadap Kinerja Keuangan Daerah (Studi kasus di Provinsi Jawa Tengah)

 Belanja Modal

 Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan daerah


(43)

No Peneliti Judul

Penelitian Variabel Kesimpulan

3 Akhmad Imam Amrozi (2016) Pengaruh Belanja Modal terhadap Kinerja Keuangan dengan Pendapatan Asli Daerah sebagai Variabel Intervening (Studi kasus kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur)

 Belanja Modal

 Belanja Modal berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah, pendapatan asli daerah berpengaruh pada kinerja keuangan maka belanja daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan 4 Abdullah Febriansyah (2015) Pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota se- Sumatera bagian Selatan  PAD  DAU  DAK  PAD berpengar uh signifikan terhadap kinerja keuangan daerah

 DAU dan DAK tidak berpengar uh signifikan terhadap kinerja keuangan daerah


(44)

C. Hipotesis

1. Pengaruh Belanja Modal terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Cara mendapatkan belanja modal dengan membeli melalui proses lelang atau tender.

Fajar Nugroho, Abdul Rohman (2016) menyimpulkan bahwa Pemerintah akan melakukan pembangunan infrastruktur serta sarana dan prasarana yang diperlukan oleh negara, yang tercermin di dalam belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah. Belanja modal yang besar merupakan cerminan dari banyaknya infrastruktur dan sarana yang dibangun. Semakin banyak pembangunan yang dilakukan akan meningkatkan pertumbuhan kinerja keuangan daerah, sesuai dengan logika, semakin banyak sumber yang menghasilkan, maka hasilnya pun akan semakin banyak. Hal ini sesuai dengan definisi yang ada sebelumnya, dimana PKKD berarti adalah“peningkatan capaian dari suatu hasil kerja dibidang keuangan daerah yang meliputi anggaran dan realisasi PAD dan Belanja Modal dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan


(45)

melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan dari satu periode anggaran ke periode anggaran berikutnya”.

H1: Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah.

2. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

DAU merupakan salah satu transfer dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Penelitian Ariani (2010) menyimpulkan bahwa DAU berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Jika DAU bertambah atau meningkat maka akan mengurangi tingkat efesiensi daerah yang merupakan rasio dari kinerja keuangan daerah. Rukmana (2013) juga menguji pengaruh DAU sebagai bagian dari Dana Perimbangan berpengaruh terhadap kinerja keuangan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa DAU berpengaruh terhadap kinerja keuangan Pemerintah Daerah.

Terdapat keterikatan yang sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan kinerja Keuangan Pemerintah Daerah yaitu kecenderungan dimana daerah lebih mengandalkan penerimaan DAU daripada PAD untuk


(46)

kepentingan pembiayaan daerah menunjukkan bahwa tingkat kinerja Keuangan Pemerintah tersebut dipengaruhi oleh DAU.

H2: Dana Alokasi Umum berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah.

3. Pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Menurut Undang-undang Nomor 33/2004, Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Julitawati (2012) menguji pengaruh DAK sebagai bagian dari Dana Perimbangan terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa DAK berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di provinsi tersebut. Penelitian yang dilakukan Marizka (2013), menunjukkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kinerja keuangan daerah pada pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.

Menurut Yani (2002) Dana Alokasi Khusus (DAK) dimaksudkan untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan


(47)

merupakan prioritas nasional, dengan kata lain daerah tersebut masih rendah pendapatan asli daerahnya dan juga masih harus berbenah diri untuk membangun daerahnya sendiri. Jika Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dialokasikan pemerintah pusat relatif besar maka daerah tersebut belum mandiri dari segifiskalnya. Hal ini berarti semakin besar Dana Alokasi Khusus yang diterima oleh daerah maka kinerja keuangan daerah semakin rendah, sebaliknya semakin kecil Dana Alokasi Khusus yang diterima daerah maka kinerja keuangan daerah semakin besar.

H3: Dana Alokasi Khusus berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah.

4. Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Menurut Siahaan (2005) Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi Daerah terdiri dari retribusi jasa usaha, retribusi jasa umum, dan retribusi perizinan tertentu.

Retribusi daerah yang merupakan salah satu sumber PAD ini juga menjadi salah satu indikator penting untuk mengetahui dan mengevaluasi


(48)

kinerja keuangan pemerintah daerah. Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber kekayaan asli daerah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya yang tentunya akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan di daerah tersebut. Dari hasil penelitian Florida (2007) menunjukkan bahwa retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.

Sama seperti pajak daerah yang memiliki banyak karakteristik, retribusi daerah juga menjadi salah satu sumber pendanaan PAD sebuah kota/kabupaten, meskipun tidak sedominan pajak daerah. Semakin tinggi persentase retribusi daerah suatu daerah, maka semakin baik kinerja keuangan pemerintah suatu daerah.

H4: Retribusi Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah.

D. Kerangka Penelitian

H2 (-)

H1 (+)

Belanja Modal (X1)

Dana Alokasi Umum (X2)

Dana Alokasi Khusus (X3)

Retribusi Daerah (X4)

Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Y) H3 (-)


(49)

34

METODE PENELITIAN

A.Obyek dan Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini daerah yang digunakan adalah seluruh kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari :

1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab. Rembang 2. Kab. Banyumas 14. Kab. Grobogan 26. Kab. Sragen 3. Kab. Cilacap 15. Kab. Jepara 27.Kab. Sukoharjo 4. Kab. Pemalang 16. Kab. Karanganyar 28. Kab. Tegal 5. Kab. Purbalingga 17. Kab. Kebumen 29. Kab. Wonogiri 6. Kab. Semarang 18. Kab. Kendal 30.Kab.Wonosobo 7. Kab. Temanggung 19. Kab. Klaten 31.Kota Magelang 8. Kota Semarang 20. Kab. Kudus 32.Kota Pekalongan 9. Kab. Batang 21. Kab. Magelang 33. Kota Salatiga 10. Kab. Blora 22. Kab. Pati 34. Kota Surakarta 11. Kab. Boyolali 23. Kab Pekalongan 35. Kota Tegal 12. Kab. Brebes 24. Kab. Purworejo

Subyek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah laporan keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten/Kota tahun 2011-2014 dan Data Realisasi APBD yang diperoleh dari website Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan. Dalam penelitian ini ada beberapa variabel yang digunakan, yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel


(50)

dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan pemerintah daerah, sedangkan variabel independen adalah Belanja Modal, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusu (DAK), dan Retribusi.

B.Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang telah dipublikasikan atau tidak dipublikasikan. Observasi ini meliputi 35 Kabupaten/Kota yang ada di provinsi Jawa Tengah.

C.Teknik Pengumpulan Data

Data dan informasi yang berhubungan dengan penelitian ini, diperoleh dengan cara studi keperpustakaan (library research) dengan cara berbagai literature serta tulisan-tulisan yang berhubungan dengan penelitian serta studi dokumenter untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan dengan menggalinya pada bidang instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian. Sedangkan untuk program pengolahan data dalampenelitian ini penulis lebih memilih menggunakan program Eviews 7.


(51)

D.Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional dan pengukuran variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan, sebagai berikut :

1. Variabel Dependen

Variabel dependen atau terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (independen). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Kinerja Keuangan Daerah

a. Kinerja Keuangan Daerah (Y)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan bahwa kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan atau program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program organisasi dalam mewujudkan tujuan organisasi, pengeluaran hasil kerja organisasi, keputusan pelanggan, serta kontribusinya terhadap perkembangan ekonomi masyarakat (Suprapto, 2006).

Penelitian ini menggunakan jenis Rasio Efektivitas Keuangan Daerah, Rasio kemandirian keuangan daerah atau rasio desentraslisasi fiskal menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber


(52)

pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung menggunakan persamaan berikut ini (Mahmudi, 2011):

Berdasarkan persamaan diatas dapat dinyatakan bahwa semakin besar realisasi penerimaan APBD terhadap target penerimaan APBD, maka rasio efektivitas keuangan daerah akan semakin besar atau sebaliknya. Semakin tinggi rasio efektivitas keuangan daerah, maka daerah telah menggunakan APBD secara efektif dalam membiayai kegiatan atau program kerja dalam rangka melaksanakan pembangunan dan mensejahterakan masyarakatnya atau sebaliknya.

2. Variabel Independen

Variabel independen atau bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel terikat (dependen). Variabel independen dalam penelitian ini adalah

a. Belanja Modal (X1)

Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Cara mendapatkan belanja modal dengan membeli melalui proses lelang atau tender.


(53)

b. Dana Alokasi Umum (X2)

Menurut Halim (2007) ”Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”.

c. Dana Alokasi Khusus (X3)

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Pasal 1 ayat 24 tentang Dana Perimbangan dinyatakan bahwa Dana alokasi khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

d. Retribusi Daerah (X4)

Menurut UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000 dan terakhir diubah dengan UU No. 28 Tahun 2009, yang dimaksud dengan Retribusi Daerah adalah: Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daeran untuk kepentingan orang pribadi atau badan.


(54)

E.Metode Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahunan (annual) selama 4 tahun yaitu periode 2011-2014 dan data cross section yaitu sebanyak 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Sehingga dalam penelitian ini menggunakan metode data panel atau penggabungan antara data time series dan data cross section.

Dengan pengamatan berulang terhadap data cross section yang cukup, analisis data panel memungkinkan seseorang dalam mepelajari dinamika perubahan dengan data time series. Kombinasi dengan data time series dan cross section dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas data dengan pendekatan yang tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan hanya salah satu dari data tersebut (Gujarati,2013). Analisis data panel dapat mempelajari sekelompok subjek jika kita ingin mempertimbangkan baik dimensi data maupun dimensi waktu

Berdasarkan studi empiris maka model regresi dalam penelitian ini sebagai berikut :

Dimana :

Y = Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah = Konstanta

= Koefisien Variabel X1 = Belanja Modal


(55)

X3 = Dana Alokasi Khusus (DAK) X4 = Retribusi Daerah

i = Kabupaten

t = Periode waktu ke-t e = Error term

1. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Heteroskedastisitas

Dalam model regresi, salah satu yang harus dipenuhi agar taksiran parameter-parameter dalam model bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) adalah error term atau residual mempunyai varian konstanta yang sering disebut dengan homoskedastisitas. Sedangkan apabila dalam model terdapat varian yang tidak sama atau berubah-ubah disebut dengan heteroskedastisitas. Adanya sifat heteroskedastisitas ini dapat membuat penaksiran dalam model bersifat tidak efisien. Menurut Gujarati (2013), umumnya masalah heteroskedastisitas lebih biasa terjadi pada data yang sifatnya cross section dibandingkan dengan time series.

Uji heteroskedastisitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model dalam penelitian ini terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut heteroskedastisitas.


(56)

Model regresi yang baik adalah yang terjadi homoskedastisitas atau dengan kata lain tidak terjadi heteroskedastisitas.

Untuk mendeteksi masalah heteroskedastisitas dalam model, penulis menggunakan uji park yang sering digunakan dalam beberapa referensi. Dalam metodenya, Park menyarankan suatu bentuk fungsi diantara varian kesalahan dan variabel bebas dinyatakan sebagai berikut:

……….. (3.3)

Persamaan yang diatas dijadikan linear dalam bentuk persamaan log sehingga menjadi :

………(3.4) Karena varian kesalahan ( ) tidak teramati, maka digunakan sebagai penggantinya. Sehingga persamaan menjadi :

………(3.5) Menurut Park dalam Sumodiningrat (2010), apabila koefisien parameter dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik, berarti didalam data terdapat masalah heteroskedastisitas. Dan sebaliknya jika koefisien parameter dari persamaan regresi tidak signifikan maka tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

b. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel bebas dapat dinyatakan sebagai kombinasi kolinier dari variabel


(57)

yang lainnya. Uji Multikolinieritas ini dilakukan untuk mengetahui apakah pada model dalam regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi maka dinamakan terdapat problem multikolinieritas. Model regresi yang baik seharusnya model yang tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

Adapun beberapa cara mendeteksi adanya multikolinieritas, yaitu : a. R2 cukup tinggi (0,7-0,1), tetapi uji-t untuk masing-masing koefisien

regresinya tidak signifikan

b. Tingginya R2 merupakan syarat yang cukup tetapi bukan yang syarat yang perlu untuk terjadinya multikolinieritas. Sebab pada R2 yang rendah <0,5, bisa juga terjadi multikolinieritas.

c. Meregresikan variabel independen X dengan variabel-variabel independen yang lain, kemudian menghitung R2 dengan uji F : Jika F hitung > F tabel berarti Ho ditolak, ada multikolinieritas Jika F hitung < F tabel berarti Ho di terima, tidak ada multikolinieritas

Ada beberapa cara untuk mengetahui multikolinieritas dalam suatu model. Salah satunya adalah dengan melihat koefisien hasil output dari komputer. Jika terdapat koefisien yang lebih besar dari (0,9), maka terdapat gejala multikolinieritas.

Untuk mengatasi masalah multikolinieritas, satu variabel independen yang memiliki korelasi dengan variabel independen lain harus dihapus.


(58)

Dalam ini model fixed effect yang ditransformasikan ke dalam model GLS, model ini sudah diantisipasi dari terjadinya multikolinieritas.

2. Pemilihan Model Data Panel Terbaik

Dalam penggunaan metode regres data panel pada umumnya terdapat tiga macam model, yaitu Commond Effects Model, Fixed Effects, dan Random effects Model. Yang nanti dari ketiga model tersebut akan dipilih salah satu model terbaik yang akan digunakan pada tahap analisis selanjutnya. Adapun pemilihan model terbaik dilakukan dengan melakukan uji chow (fixed effect vs common effect) dan uji hausman (random effect vs fixed effect).

a. Commond Effects Model

Teknik yang digunakan dalam metode Commond Effect hanya dengan mengkombinasikan data time series dan cross section. Dengan hanya menggabungkan kedua jenis data tersebut maka dapat digunakan metode OLS untuk mengestimasi model data panel. Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi daerah maupun waktu, dan dapat diasumsikan bahwa perilaku data antar daerah sama dalam berbagai rentang waktu. Asumsi ini jelas sangat jauh dari realita sebenarnya, karena karakteristik antar daerah baik dari segi kewilayahan jelas sangat berbeda. Persamaan regresinya dapat dituliskan sebagai berikut :


(59)

Untuk i = 1,2,…., N dan t = 1,2,….., T, dimana N adalah jumlah daerah cross section dan T adalah jumlah periode waktunya. Dari commond effects modal ini akan dapat dihasilkan N+T persamaan, yaitu sebanyak T persamaan cross section dan sebanyak N persamaan time series.

b. Fixed Effect Model

Fixed Effect merupakan metode dengan menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep. Metode ini mengasumsikan bahwa koefisien regres (slope) tetap antar daerah dan antar waktu, namun intersepnya berbeda antar daerah namun sama antar waktu (time invariant). Namun metode ini membawa kelemahan yaitu berkurangnya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya mengurangi efisiensi parameter. Persamaan regresinya adalah sebagai berikut :

Yit = ai + bXit + gi Di +….+ eit

Untuk i = 1,2,…., N dan t = 1,2,…., T, dimana N adalah jumlah daerah cross section dan T adalah jumlah periode waktunya.

c. Random Effect Model

Teknik yang digunakan dalam Metode Random Effect adalah dengan menambahkan variabel gangguan (error terms) yang mungkin saja akan muncul pada hubungan antar waktu dan antar kabupaten/kota. Teknik metode OLS tidak dapat digunakan untuk mendapatkan estimator yang efisien, sehingga lebih tepat untuk menggunakan Metode


(60)

General Least Square (GLS) dengan asumsi homoskedastik dan tidak ada cross sectional correlation. Adapun persamaan regresinya adalah sebagai berikut :

Yit = a + bXit + Ui + eit

Keuntungan menggunakan Model Random Effect yakni menghilangkan heteroskedastisitas karena model ini juga disebut dengan Error Component Model (ECM) atau teknik Generalized Least Square (GLS).

d. Uji Chow (Likelihood Test Radio)

Uji spesifikasi bertujuan untuk menentukan model analisis data panel yang akan digunakan. Uji Chow digunakan untuk memilih antara model fixed effect atau model common effect yang sebaiknya dipakai.

H0: Model yang digunakan Common Effect H1: Model yang digunakan Fixed Effect

Untuk membuktikan apakah terbukti atau tidak antara Common Effect dan Fixed Effect.

Apabila hasil uji spesifikasi ini menunjukkan probabilitas Chi-Square lebih dari 0,05 maka model yang dipilih adalah common effect. Sebaiknya yang dipakai adalah fixed effect. Ketika model yang terpilih adalah fixed effect maka perlu dilakukan uji lagi, yaitu Uji Hausman untuk mengetahui apakah sebaiknya memakai fixed effect model (FEM) atau random effect model (REM).


(61)

Uji Chow dapat dilihat menggunakan Uji F signifikan estimasi fixed effect, yang digunakan untuk memilih antar OLS pooled tanpa variabel dummy atau fixed effect. F statistik disini adalah sebagai Uji Chow. Dalam hal ini, uji F digunakan untuk menentukan model terbaik antara kedua dengan melihat uji residual kuadrat (RSS). Uji F adalah sebagai berikut :

Dimana :

RSS 1 = Merupakan jumlah residual kuadrat pooled OLS RSS 2 = Merupakan jumlah residual kuadrat fixed effect m = Merupakan pembilang

n-k = Merupakan denumerator

jika hipotesis nol ditolak, dapat disimpulkan model fixed effect lebih baik dari pooled OLS.

e. Uji Hausman

Uji ini bertujuan untuk mengetahui model yang sebaiknya dipakai, yaitu fixed effect model (FEM) atau random effect model (REM). Dalam effect model (FEM) setiap objek memiliki intersep yang berbeda-beda, akan tetapi intersep masing-masing objek tidak berubah seiring waktu. Hal ini disebut dengan time invariant. Sedangkan dalam random effect model (REM), intersep (bersama) mewakilkan nilai rata-rata dari semua intersep (cross section) dan komponen error mewakili deviasi (acak)


(62)

dari intersep individual terhadap nilai rata-rata tersebut (Gujarati, 2013). Hipotesis dalam Uji Hausman sebagai berikut :

H0: Model yang digunakan Random Effect Model H1: Model yang digunakan Fixed Effect Model

Untuk membuktikan apakah terbukti atau tidak antara Random Effect dan Fixed Effect.

Uji spesifikasi hausman membandingkan model Fixed, Common, dan Random dibawah hipotesis nol yang berarti bahwa efek individual tidak berkolerasi dengan regresi dalam model (Hausman).

Jika tes hausman tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0,05) itu mencerminkan bahwa random estimator tidak aman bebas dari bias, dan karena itu lebih dianjurkan kepada fixed effect disukai daripada efek estimator tetap.

3. Uji Statistik (Uji Kesesuaian) a. Koefisien Determinasi (R2)

Nilai Koefisien determinasi (Adjusted R2) digunakan untuk mengukur seberapa besar variasi dari variabel terikat (Y) dapat dijelaskan oleh variabel bebas (X). Bila nilai koefisien determinasi = 0 (Adjusted R2 = 0), artinya variasi dari variabel Y tidak dapat dijelaskan oleh variabel X. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari variabel Y secara keseluruhan dapat dijelaskan oleh variabel X. Dengan kata lain jika Adjusted R2 mendekati 1, maka variabel independen mampu


(63)

menjelaskan perubahan variabel dependen, tetapi jika Adjusted R2 mendekati 0, maka variabel independen tidak mampu menjelaskan variabel dependen. Dan jika Adjusted R2 = 1, maka semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi. Dengan demikian, baik atau buruknya persamaan regresi ditentukan oleh Adjusted R2 nya.

b. Uji Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel bebas (variabel independen) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikat (variabel dependen) pada tingkat signifikansi 0.05 (5%). Pengujian semua koefisien regresi secara bersama-sama dilakukan dengan uji-f dengan pengujian, sebagai berikut :

Hipotesis :

 Fhitung> Ftable : H0 ditolak, H1 diterima

 Fhitung< Ftable : H0 diterima, H1 ditolak Atau

 Bila probabilitas artinya tidak signifikan

 Bila probabilitas artinya signifikan c. Uji Parsial (Uji t)

Uji t-statistik digunakan untuk menguji pengaruh parsial dari variabel bebas terhadap variabeltidak bebas. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian dua arah dalam tingkat

signifikansi = α dan derajat kebebasan (degree of freedom, df) = n-k,


(64)

parameter termasuk konstanta. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis (Gujarati, 2013: 129-133) :

1. H0 : = 0, artinya tidak ada pengaruh yang nyata dari setiap variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.

2. H1 : 0, artinya ada pengaruh yang nyata dari setiap variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.

Dengan kriteria penerimaan hipotesa pada uji-t statistik sebagai berikut :

1. Bila probabilitas i > 0.05 artinya tidak signifikan 2. Bila probabilitas i < 0.05 artinya signifikan


(65)

50

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah

Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Letaknya antara 5°40' dan 8°30' Lintang Selatan dan antara 108°30' dan 111°30' Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke Selatan 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Adapun batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan : Laut Jawa b. Sebelah Timur berbatasan dengan : Jawa Timur

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan : Daerah Istimewah Yogyakarta d. Sebelah Barat berbatasan dengan : Jawa Barat

Sumber : id.wikipedia.org

Gambar 4.1 Provinsi Jawa Tengah


(66)

2. Luas Wilayah

Provinsi Jawa Tengah memiliki 35 kabupaten/kota dan memiliki luas wilayah sebesar 32.548 km2, yang terdiri dari 29 kabupaten dan 6 Kota, yaitu :

- Kabupaten Banjarnegara, dengan luas 1.023.73 km2 - Kabupaten Banyumas, dengan luas 1.335.30 km2 - Kabupaten Cilacap, dengan luas 2.124.47 km2 - Kabupaten Pemalang, dengan luas 1.118.03 km2 - Kabupaten Purbalingga, dengan luas 677.55 km2 - Kabupaten Semarang, dengan luas 950.21 km2 - Kabupaten Temanggung, dengan luas 837.71 km2 - Kabupaten Batang, dengan luas 788.65 km2 - Kabupaten Blora, dengan luas 1.804.59 km2 - Kabupaten Boyolali, dengan luas 1.008.45 km2 - Kabupaten Brebes, dengan luas 1.902.37 km2 - Kabupaten Demak, dengan luas 900.12 km2 - Kabupaten Grobongan, dengan luas 2.013.86 km2 - Kabupaten Jepara, dengan luas 1.059.25 km2 - Kabupaten Karanganyar, dengan luas 775.44 km2 - Kabupaten Kebumen, dengan luas 1.211.74 km2 - Kabupaten Kendal, dengan luas 1.118.13 km2 - Kabupaten Klaten, dengan luas 658.22 km2 - Kabupaten Kudus, dengan luas 425.15 km2


(67)

- Kabupaten Magelang, dengan luas 1.102.93 km2 - Kabupaten Pati, dengan luas 1.489.19 km2 - Kabupaten Pekalongan, dengan luas 837.00 km2 - Kabupaten Purworejo, dengan luas 1.091.49 km2 - Kabupaten Rembang, dengan luas 887.13 km2 - Kabupaten Sragen, dengan luas 941.54 km2 - Kabupaten Sukoharjo, dengan luas 489.12 km2 - Kabupaten Tegal, dengan luas 876.10 km2 - Kabupaten Wonogiri, dengan luas 1.793.67 km2 - Kabupaten Wonosobo, dengan luas 981.41 km2 - Kota Semarang, dengan luas 373.78 km2 - Kota Magelang, dengan luas 16.06 km2 - Kota Pekalongan, dengan luas 45.25 km2 - Kota Salatiga, dengan luas 57.36 km2 - Kota Surakarta, dengan luas 46.01 km2 - Kota Tegal, dengan luas 39.68 km2

3. Demografi

a. Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan subjek dan sekaligus objek dari pembangunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2012 jumlah penduduk di Provinsi Jawa Tengah mencapai 33.270.207 jiwa. Sedangkan tahun 2013, jumlah penduduk di Provinsi Jawa Tengah mencapai 32.643.612 jiwa atau


(68)

bertambah sebanyak 373.405 jiwa. Sementara luas Provinsi Jawa Tengah 32.548 km2.

Tabel 4.1

Indikator Kependudukan Provinsi Jawa Tengah 2011-2014

Uraian 2011 2012 2013 2014

Jumlah Penduduk (ribu jiwa)

32.643 33.270 33.264 33.522 kepadatan Penduduk

(jiwa/km2)

1.003 1.022 1.022 1.030 Sex Ratio (L/P) (%) 99.42 98.34 98.42 98.42

Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka 2014

Data tahun 2011-2014 memperlihatkan (pada tabel 4.1) bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki, sex rasio pada tahun 2014 sebesar 98.42 (98 laki-laki setiap 100 penduduk perempuan).

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Wilayah Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio

Kab. Banjarnegara 448,927 447,059 895,986 100,42

Kab. Banyumas 809,984 810,934 1,620,918 99.88

Kab. Cilacap 844,565 841,008 1,685,573 100.42

Kab. Pemalang 635,746 648,490 1,284,236 98.03

Kab. Purbalingga 439,380 449,834 889,214 97.68

Kab. Semarang 485,278 502,279 987,557 96.62

Kab. Temanggung 370,398 368,517 738,915 100.51

Kab. Batang 367,734 368,663 736,397 99.75

Kab. Blora 417,582 430,787 848,369 96.93

Kab. Boyolali 471,653 486,204 957,857 97.01

Kab. Brebes 886,698 877,950 1,764,648 101.00

Kab. Demak 542,310 552,162 1,094,472 98.22

Kab. Grobongan 661,109 675,195 1,336,304 97.91

Kab. Jepara 575,043 578,170 1,153,213 99.46

Kab. Karanganyar 415,578 424,593 840,171 97.88

Kab. Kebumen 586,081 590,641 1,176,722 99.23

Kab. Kendal 469,892 456,920 926,812 102.84


(1)

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.984431 Mean dependent var 0.134539 Adjusted R-squared 0.978573 S.D. dependent var 0.066588 S.E. of regression 0.009747 Akaike info criterion -6.193070 Sum squared resid 0.009596 Schwarz criterion -5.373613 Log likelihood 472.5149 Hannan-Quinn criter. -5.860067 F-statistic 168.0587 Durbin-Watson stat 1.315591 Prob(F-statistic) 0.000000


(2)

Lampiran 5

Hasil Uji Random Effect

Dependent Variable: KINERJA?

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 11/23/16 Time: 10:27

Sample: 2011 2014 Included observations: 4 Cross-sections included: 35

Total pool (balanced) observations: 140

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.244254 0.095672 2.553026 0.0118 LOGBM? 0.279118 0.006787 41.12664 0.0000 LOGDAU? -0.256333 0.011465 -22.35832 0.0000 LOGDAK? -0.006959 0.004189 -1.661322 0.0990 LOGRETRI? -0.011738 0.006155 -1.906908 0.0587 Random Effects (Cross)

_BANJARNEGARA--C 0.001769 _BANYUMAS--C -0.007742 _CILACAP--C -0.006813 _PEMALANG--C 0.004230 _PURBALINGGA--C -0.000667 _SEMARANG--C 0.011816 _TEMANGGUNG--C 0.002367 _SEMARANG--C 0.011816 _BATANG--C 0.001235 _BLORA--C 0.000358 _BOYOLALI--C -0.000810 _BREBES--C 0.006693 _DEMAK--C -0.011440 _GROBOGAN--C -0.000573 _JEPARA--C -0.008479 _KARANGANYAR--C -0.006823 _KEBUMEN--C 0.006298 _KENDAL--C -0.007306 _KLATEN--C 0.011412 _KUDUS--C -0.012042 _MAGELANG--C 0.001811 _PATI--C -0.008854 _PEKALONGAN--C -0.000869 _PURWOREJO--C 0.004231 _REMBANG--C -0.006778 _SRAGEN--C -0.003725 _SUKOHARJO--C -0.006652 _TEGAL--C 0.014151 _WONOGIRI--C 0.004786 _WONOSOBO--C -0.003187 _MAGELANG--C 0.001811 _PEKALONGAN--C -0.000869 _SALATIGA--C 0.001125 _SURAKARTA--C -0.006434 _TEGAL--C 0.014151


(3)

S.D. Rho

Cross-section random 0.007798 0.3902

Idiosyncratic random 0.009747 0.6098

Weighted Statistics

R-squared 0.931407 Mean dependent var 0.071305 Adjusted R-squared 0.929374 S.D. dependent var 0.041206 S.E. of regression 0.010951 Sum squared resid 0.016189 F-statistic 458.2791 Durbin-Watson stat 1.106097 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.957827 Mean dependent var 0.134539 Sum squared resid 0.025992 Durbin-Watson stat 0.688933


(4)

Lampiran 6

Hasil Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests Pool: PANEL

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 4.816433 (34,101) 0.0000 Cross-section Chi-square 134.917778 34 0.0000

Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: KINERJA?

Method: Panel Least Squares Date: 11/23/16 Time: 10:28 Sample: 2011 2014

Included observations: 4 Cross-sections included: 35

Total pool (balanced) observations: 140

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.302839 0.082293 3.680021 0.0003 LOGBM? 0.284146 0.006886 41.26154 0.0000 LOGDAU? -0.260435 0.010497 -24.81043 0.0000 LOGDAK? -0.013166 0.005300 -2.484387 0.0142 LOGRETRI? -0.011697 0.006255 -1.869993 0.0637 R-squared 0.959188 Mean dependent var 0.134539 Adjusted R-squared 0.957978 S.D. dependent var 0.066588 S.E. of regression 0.013650 Akaike info criterion -5.715086 Sum squared resid 0.025154 Schwarz criterion -5.610028 Log likelihood 405.0560 Hannan-Quinn criter. -5.672394 F-statistic 793.2068 Durbin-Watson stat 0.837132 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Hasil Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: PANEL

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 39.401738 4 0.0000

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. LOGBM? 0.203028 0.279118 0.000189 0.0000 LOGDAU? -0.090128 -0.256333 0.000933 0.0000 LOGDAK? -0.001156 -0.006959 0.000003 0.0007 LOGRETRI? -0.005045 -0.011738 0.000039 0.2847

Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: KINERJA?

Method: Panel Least Squares Date: 11/23/16 Time: 10:28 Sample: 2011 2014

Included observations: 4 Cross-sections included: 35

Total pool (balanced) observations: 140

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1.002133 0.262478 -3.817965 0.0002 LOGBM? 0.203028 0.015322 13.25042 0.0000 LOGDAU? -0.090128 0.032631 -2.762009 0.0068 LOGDAK? -0.001156 0.004524 -0.255432 0.7989 LOGRETRI? -0.005045 0.008777 -0.574804 0.5667

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.984431 Mean dependent var 0.134539 Adjusted R-squared 0.978573 S.D. dependent var 0.066588 S.E. of regression 0.009747 Akaike info criterion -6.193070 Sum squared resid 0.009596 Schwarz criterion -5.373613 Log likelihood 472.5149 Hannan-Quinn criter. -5.860067 F-statistic 168.0587 Durbin-Watson stat 1.315591 Prob(F-statistic) 0.000000


(6)

Lampiran 8

Hasil Uji Asumsi Klasik

1.

Uji Heteroskedastisitas

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Dependent Variable: LOGRES2 Method: Panel Least Squares Date: 11/23/16 Time: 11:00 Sample: 2011 2014

Periods included: 4

Cross-sections included: 35

Total panel (balanced) observations: 140

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -15.45436 16.17633 -0.955369 0.3411 LOGBM 1.081794 1.249086 0.866069 0.3880 LOGDAU -1.945520 1.928210 -1.008977 0.3148 LOGDAK 1.049124 0.922527 1.137228 0.2575 LOGRETRIBUSI 0.462563 1.048137 0.441320 0.6597 R-squared 0.015827 Mean dependent var -10.32862 Adjusted R-squared -0.013334 S.D. dependent var 2.307168 S.E. of regression 2.322499 Akaike info criterion 4.558225 Sum squared resid 728.1901 Schwarz criterion 4.663284 Log likelihood -314.0758 Hannan-Quinn criter. 4.600918 F-statistic 0.542740 Durbin-Watson stat 1.701140 Prob(F-statistic) 0.704605

2.

Uji Multikolinieritas

Hasil Uji Multikolinieritas

LOGRETRI LOGBM LOGDAK LOGDAU LOGRETRI 1.000000 0.614171 0.013784 0.428106 LOGBM 0.614171 1.000000 -0.076480 0.521906 LOGDAK 0.013784 -0.076480 1.000000 0.440405 LOGDAU 0.428106 0.521906 0.440405 1.000000


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

7 91 72

DAMPAK PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL PEMERINTAH DAERAH (Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah)

0 5 150

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat 2011-2013

2 9 81

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota Wilayah Jawa Tengah Tahun 2012-2014)

0 4 14

PENDAHULUAN Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah dan Dampaknya Terhadap Alokasi Belanja Modal (Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah).

0 3 11

PENDAHULUAN Analisis Hubungan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal Tahun Anggaran 2011-2014(Studi Empiris Kabupaten/Kota seluruh Provinsi JAwa Tengah).

0 3 14

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA DAERAH Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota Wilayah Jawa Tenga

0 5 18

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA DAERAH Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota Wilayah Jawa Tenga

0 1 14

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ANGGARAN BELANJA Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Anggaran Belanja Modal Kabupaten Dan Kota Di Jawa Tengah (Tahun 2012)

0 3 12

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

0 1 12