ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BENTUK –TE IKU DAN –TE KURU MAKNA PERGERAKAN (DOUSA)

(1)

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BENTUK

TE IKU

DAN

TE KURU

MAKNA PERGERAKAN

(

DOUSA)

Penelitian pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tingkat 3 Tahun Ajaran

2013/2014

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Pendidikan Bahasa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Untuk Memenuhi Persyaratan guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

NOVIYA RAHMAH 20120560007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BENTUK -TE IKU DAN -TE KURU MAKNA PERGERAKAN (DOUSA)

Penelitian pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tingkat 3 Angkatan Tahun 2013/2014

Noviya Rahmah (20120560007)

ABSTRAK

Pada berbagai macam situasi, bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan pembicara kepada pendengar atau penulis kepada pembaca (Sugihastuti, 2016:3). Penyampaian gagasan harus tepat, sehingga gagasan dapat tersampaikan dengan baik. Tarigan (2011:2) menjelaskan bahwa sebagian besar manusia di bumi ini menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi. Hal tersebut menyebabkan semakin banyak pembelajar bahasa asing, salah satunya bahasa Jepang. Ada beberapa unsur yang harus dikuasai oleh pembelajar agar mampu menguasai bahasa Jepang, salah satunya adalah pola kalimat. Pola kalimat –te iku dan –te kuru pada bahasa Jepang dalam pengunaannya harus memperhatikan posisi subjek dan objek, sehingga banyak pembelajar bahasa Jepang yang terkecoh dengan penggunaanya. Tidak adanya pola kalimat seperti –te iku dan –te kuru dalam bahasa Indonesia membuat pembelajar bahasa Jepang sering mengalami kesulitan untuk memahaminya.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode analisis kesalahan dengan menggunakan instrumen tes dan non-tes berupa angket yang diberikan kepada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tingkat 3 tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 35 mahasiswa yang telah belajar pola kalimat –te iku dan –te kuru. Kesalahan pada penelitian ini membatasi pada mistake disebabkan karena durasi mistake yaitu temporer atau sementara. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tipe kesalahan pembelajar yang muncul dan penyebab terjadinya kesalahan pada penggunaan pola kalimat –te iku dan –te kuru.

Berdasarkan hasil data penelitian ini dapat diketahui bahwa tipe-tipe kesalahan mahasiswa antara lain kesalahan semantik, kesalahan sintaksis, kesalahan kanji, kesalahan kosakata (goi), dan kesalahan partikel. Adapun penyebab kesalahan yang ditemukan adalah mahasiswa menyukai mata kuliah Hyougen Bunkei tetapi merasa kesulitan dalam mata kuliah Hyougen Bunkei serta terdapat mahasiswa yang menjawab soal tes berdasarkan perasaan (feeling). Selain itu sebagian besar mahasiswa kesulitan dalam mempelajari pola kalimat –te kuru dan –te iku, dan yang terakhir mahasiswa jarang menggunakan pola kalimat

–te kuru dan –te iku dalam membuat kalimat.


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif antarmanusia. Dalam berbagai macam situasi, bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan pembicara kepada pendengar atau penulis kepada pembaca (Sugihastuti, 2016:3). Penyampaian gagasan harus tepat, sehingga gagasan dapat tersampaikan dengan baik. Tarigan (2011:2) menjelaskan bahwa sebagian besar manusia di bumi ini menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi. Hal tersebut menyebabkan semakin banyak pembelajar bahasa asing, salah satunya bahasa Jepang. Ada beberapa unsur yang harus dikuasai oleh pembelajar agar mampu menguasai bahasa Jepang, salah satunya adalah pola kalimat. Pola kalimat dalam bahasa Jepang bermacam-macam menurut fungsi dan penggunaannya. Salah satunya yaitu pola kalimat–te iku dan -te kuru . Pola kalimat –te iku dan -te kuru pada bahasa Jepang dalam penggunaannya harus memperhatikan posisi tempat subjek dan objek, sehingga banyak para pembelajar bahasa Jepang yang terkecoh dengan penggunaan kata kerja –te iku dan –te kuru. Simak kalimat berikut:

(1) ここま 走っ きた。

(koko made hashitte kita) 'Datang kesini dengan berlari.'

(2) 学校ま 走っ 行こう。

(gakkou made hashitte ikou)

'Ayo pergi berlari sampai sekolah! '

Pada contoh di atas, kalimat (1) menunjukkan bahwa pemakaian -te kuru berdasarkan cara pada saat gerakan. Kalimat (1) menggunakan pola kalimat -te kuru karena pembicara sudah datang dan sudah berada pada tempat tujuan. Kalimat (2) menggunakan pola kalimat -te iku karena pembicara masih berada pada tempat awal dan akan pergi ke sekolah. Kata 来る(kuru) dan行 く(iku) dalam kalimat sepintas tidak memiliki makna yang jauh berbeda. Pada kalimat (1) dalam bahasa Indonesia biasanya banyak yang terkecoh antara kata datang dan pergi.Pada bahasa Indonesia kalimat yang menunjukkan kepergian dan akan kembali biasanya hanya di ucapkan dengan kata pergi.


(4)

Pada KKBI kata pergi diartikan 'berjalan/ bergerak maju', sedangkan kata pergi dan akan kembali lagi ke tempat tersebut tidak ada dalam kamus bahasa Indonesia. Hal tersebut menjadi salah satu alasan pembelajar kesulitan memahami pola kalimat -te kuru.

Masalah lain muncul pada saat lima orang responden diberikan soal mengenai pola kalimat –te iku dan -te kuru. Soal berupa kalimat yang harus diisi dengan pola kalimat –te iku atau -te kuru serta mengartikan soal tersebut dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Dua orang responden di antaranya menjawab dengan benar dan tiga orang responden menjawab salah. Salah satu penyebab kesalahan yang terjadi adalah responden tidak mengerti pemakaian –te iku dan -te kuru yang sesuai dengan tempat dimana pembicara pada saat berbicara. Penyebab kesalahan yang kedua adalah pada saat mengartikan dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Tiga responden tidak menuliskan kata pergi dan datang pada terjemahannya. Dua responden lainnya menjawab benar tetapi salah penempatan kata pergi dan datang. Hal tersebut membuktikan bahwa kata pergi dan datang atau 来る(kuru) dan 行く(iku) dalam kalimat sepintas tidak memiliki makna yang jauh berbeda sehingga banyak pembelajar yang terkecoh.

Tidak adanya pola kalimat seperti –te iku dan -te kuru dalam bahasa Indonesia membuat pembelajar bahasa Jepang sering mengalami kesulitan dengan pemahaman pola kalimat –te iku dan -te kuru. Contoh kasus pada bahasa Jepang terdapat kalimat いっ

きます sesuai dari asal kalimat yang berarti 'saya pergi dan akan kembali lagi' diucapkan ketika seseorang akan berangkat meninggalkan suatu tempat.

Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk menganalisis kesalahan-kesalahan tersebut. Melalui analisis kesalahan berbahasa, dapat dijelaskan bentuk kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa baik secara morfologis, fonologis, dan sintaksis yang kemudian memberikan manfaat tertentu bagi proses pengajaran bahasa. Hal ini menjadi sangat menarik ketika dalam proses pengajaran bahasa dilakukan analisis kesalahan sebagai titik tolak perbaikan dalam pengajaran bahasa dalam mencegah dan mengurangi terjadinya kesalahan berbahasa yang dilakukan para siswa.

Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk menganalisis kesalahan mahasiswa dalam penggunaan pola kalimat –te iku dan –te kuru yang mempunyai makna pergerakan fisik.


(5)

1.2Rumusan Masalah

Pada penelitian ini, rumusan masalah berupa poin berikut:

a. Bagaimana tipe kesalahan pembelajar yang muncul pada penggunaan pola kalimat –te iku dan –te kuru?

b. Apa penyebab terjadinya kesalahan pembelajar pada penggunaan pola kalimat –te iku dan –te kuru?

1.3Batasan Masalah

Penelitian ini hanya meneliti tentang kesalahan penggunaan bentuk -te iku dan -te kuru makna pergerakan (dousa) pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tingkat 3 Tahun Ajaran 2013/2014 sebanyak 35 mahasiswa.

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui tipe kesalahan pembelajar yang muncul pada penggunaan kata kerja –te iku dan –te kuru.

b. Mengetahui penyebab terjadinya kesalahan pembelajar pada penggunaan kata kerja te iku dan –te kuru.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai pola kalimat –te iku dan –te kuru dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia serta waktu penggunaannya. Selain itu, deskripsi –te iku dan –te kuru dapat dijadikan dasar untuk menguasai dan mengetahui kesalahan penggunaan kata kerja –te iku dan –te kuru pada pembelajar khususnya pada mata kuliah mengenai pola kalimat (hyougen bunkei).


(6)

1.6Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan

Pada bab ini menggambarkan secara umum skripsi ini yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka

Pada bab ini dijelaskan mengenai teori-teori yang digunakan sebagai pedoman dalam skripsi ini yaitu menjelaskan pengertian kesalahan berbahasa, analisis kesalahan berbahasa, doushi (verba), hojodoushi pola kalimat –te kuru dan –te iku, serta pola kalimat –te kuru dan –te iku,.

BAB III Metode Penelitian dan Analisis Data

Pada bab ini menjelaskan mengenai metode penelitian yang dipakai, metode pengumpulan data, analisis data dan pembahasan, serta hasil penelitian.

BAB IV Simpulan dan Saran


(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kesalahan Berbahasa

2.1.1 Pengertian Kesalahan Berbahasa

Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang beragam. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kesalahan diartikan 'perihal salah'. Bagi Burt dan Kiparsky dalam Indihadi (2012:2) mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan “goof”, “goofing”, dan “gooficon”. Corder (1974) dalam Indihadi (2012:2) menggunakan 3 (tiga) istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1) Lapses, (2) Error, dan (3) Mistake. Lapses, error dan mistake adalah istilah-istilah dalam wilayah kesalahan berbahasa. Ketiga istilah itu memiliki domain yang berbeda-beda dalam memandang kesalahan berbahasa. Corder (1974) dalam penelitian Indihadi (2012:2) menjelaskan sebagai berikut:

1. Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini diistilahkan dengan slip of the tongue sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan slip of the pen. Kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya.

2. Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain, sehingga itu berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur. Hal tersebut berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah. 3. Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih

kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat menggunakan kaidah yang diketahui benar, bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua (B2). Kesalahan terjadi pada produk tuturan yang tidak benar.


(8)

Burt dan Kiparsky tidak membedakan kesalahan berbahasa, tetapi dia menyebut goof untuk kesalahan berbahasa, yakni: kalimat-kalimat atau tuturan yang mengandung kesalahan, “gooficon” untuk menyebut jenis kesalahan (sifat kesalahan) dari kegramatikaan atau tata bahasa, sedangkan “goofing” adalah penyebutan Pengertian Makna dan Objek Kajian Semantik terhadap seluruh kesalahan tersebut, goof dan gooficon. Huda (1981) mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan “kekhilafan (error)”. Menurut Huda (1981) dalam Indihadi (2012:3), kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa (anak) yang sedang memperoleh dan belajar bahasa kedua disebut kekhilafan (error).

Ditegaskan oleh Dulay, Burt maupun Richard (1979) dalam Indihadi (2012:3), kekhilafan akan selalu muncul betapa pun usaha pencegahan dilakukan, tidak seorang pun dapat belajar bahasa tanpa melakukan kekhilafan (kesalahan) berbahasa. Menurut temuan kajian dalam bidang psikologi kognitif, setiap anak yang sedang memperoleh dan belajar bahasa kedua (B2) selalu membangun bahasa melalui proses kreativitas. Jadi, kekhilafan adalah hasil atau implikasi dari kreativitas, bukan suatu kesalahan berbahasa.

Kekhilafan adalah suatu hal yang wajar dan selalu dialami oleh anak (siswa) dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua. Hal itu merupakan implikasi logis dari proses pembentukan kreatif siswa (anak). Menurut Corder dan Richard (1975) dalam Indihadi (2012:3) mempelajari kekhilafan minimal ada tiga informasi yang akan diperoleh guru (pengajar) bahasa, yakni:

1. Kekhilafan berguna untuk umpan balik (feedback), yakni tentang seberapa jauh jarak yang harus ditempuh oleh anak untuk sampai kepada tujuan serta hal apa (materi) yang masih harus dipelajari oleh anak (siswa).

2. Kekhilafan berguna sebagai data/fakta empiris untuk peneliti atau penelitian tentang bagaimana seseorang memperoleh dan mempelajari bahasa.

3. Kekhilafan berguna sebagai masukan (input), bahwa kekhilafan adalah hal yang tidak terhindarkan dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa, dan merupakan salah satu strategi yang digunakan oleh anak untuk pemerolehan bahasanya.

Menurut Tarigan (2011:303) kesalahan berasal dari bahasa Inggris yaitu error yang bersinonim dengan kata mistakes yang berarti kekeliruan. Tarigan (1997) menjelaskan ada dua istilah yang saling bersinonim (memiliki makna yang


(9)

kurang lebih sama), kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) dalam pengajaran bahasa kedua. Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu. Sementara itu kekeliruan adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu namun tidak dipandang sebagai suatu pelanggaran berbahasa. Kekeliruan terjadi pada anak (siswa) yang sedang belajar bahasa. Kekeliruan berbahasa cenderung diabaikan dalam analisis kesalahan berbahasa karena sifatnya tidak acak, individual, tidak sistematis, dan tidak permanen (bersifat sementara). Jadi, analisis kesalahan berbahasa difokuskan pada kesalahan berbahasa berdasarkan penyimpangan kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu.

Pada pengajaran bahasa, kesalahan berbahasa disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya: kurikulum, guru, pendekatan, pemilihan bahan ajar, serta cara pengajaran bahasa yang kurang tepat (Tarigan, 1997). Untuk membedakan antara kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake), Tarigan (1997) menyajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.1

Perbandingan antara kesalahan dan kekeliruan berbahasa

Kategori Sudut

Pandang

Kesalahan Berbahasa Kekeliruan Berbahasa

1. Sumber 2. Sifat 3. Durasi 4. Sistem Linguistik 5. Produk 6. Solusi Kompetensi

Sistematis, berlaku

secara umum Permanen Sudah dikuasai

Penyimpangan kaidah bahasa

Dibantu oleh guru

melalui pengajaran

remedial.

Performasi

Acak, tidak sistematis, secara individual

Temporer/sementara Belum dikuasai

Penyimpangan kaidah

bahasa

Diri sendiri (siswa), mawas diri, pemusatan perhatian.


(10)

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai kesalahan bahasa dapat disimpulkan dengan tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Pembagian Kesalahan

No. Ahli Bahasa Pembagian Kesalahan Bahasa

1 KBBI Perihal salah

2 Burt dan Kiparsky Goof, goofing, gooficon

3 Corder Lapses, error, mistake

4 Huda Kekhilafan

5 Tarigan Kesalahan (error), kekeliruan (mistake)

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai kesalahan bahasa dari para ahli bahasa, penulis setuju dengan pendapat Tarigan yang membagi kesalahan bahasa yaitu kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake). Tarigan dalam bukunya Analisis Kesalahan Berbahasa (2011) membandingkan secara rinci perbedaan antara kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) berdasarkan sumber, sifat, durasi, sistem linguistik, produk dan juga solusi. Menurut Tarigan (2011) juga menjelaskan secara rinci batasan antara kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) mempermudah memahami perbedaannya. Sehingga pada penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teori dari Tarigan sebagai acuan penulisan skripsi.

2.1.2 Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa

Kesalahan berbahasa di dalam pembelajaran bahasa merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari. Bahkan Tarigan (1990:67) mengatakan bahwa hubungan keduanya ibarat air dengan ikan. Sebagaimana ikan hanya dapat hidup dan berada di dalam air, begitu juga kesalahan berbahasa sering terjadi dalam pembelajaran bahasa. Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk menganalisis kesalahan manusia dalam berbahasa. Penggunaan bahasa sehari-hari tentu tidak luput dari kesalahan, dan kesalahan tersebut bervariasi. Melalui analisis kesalahan berbahasa, dapat dijelaskan bentuk kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa baik secara morfologis, fonologis, dan


(11)

sintaksis yang kemudian memberikan manfaat tertentu bagi proses pengajaran bahasa. Hal ini menjadi sangat menarik ketika dalam proses pengajaran bahasa dilakukan analisis kesalahan untuk menjadi umpan balik sebagai titik tolak perbaikan dalam pengajaran bahasa dalam mencegah dan mengurangi terjadinya kesalahan berbahasa yang dilakukan para siswa.

Tarigan (1990:68) mengatakan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah suatu proses kerja yang digunakan oleh para guru dan peneliti bahasa dengan langkah-langkah pengumpulan data, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat di dalam data, penjelasan kesalahan-kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta evaluasi taraf keseriusan kesalahan itu. Analisis kesalahan berbahasa ditujukan kepada bahasa yang sedang dipelajari atau ditargetkan sebab analisis kesalahan dapat membantu dan bahkan sangat berguna sebagai kelancaran program pengajaran yang sedang dilaksanakan. Maksudnya, dengan analisis kesalahan para guru dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa.

Menurut Tarigan (2011:60) para ahli linguistik, pengajaran bahasa, dan guru bahasa sependapat bahwa kesalahan bahasa itu mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Oleh karena itu, kesalahan berbahasa yang sering dilakukan oleh siswa harus dikurangi dan kalau bisa dihapuskan. Hal ini baru dapat tercapai apabila seluk-beluk itu dikaji secara mendalam. Pengkajian segala aspek kesalahan inilah yang disebut analisis kesalahan. Menurut Shidar (1985: 221-222) dalam Tarigan (2011:62) mengemukakan tujuan analisis kesalahan sebagai berikut: 1. Menentukan urutan penyajian hal-hal yang diajarkan dalam kelas dan buku

teks, misalnya urutan mudah-sulit.

2. Menentukan urutan jenjang relatif penekanan, penjelasan, dan latihan berbagai hal bahan yang diajarkan.

3. Merencanakan latihan dan pengajaran remedial. 4. Memilih hal-hal bagi pengujian kemahiran siswa.

Banyak peneliti yang tertarik dengan analisis kesalahan sehingga muncul berbagai penelitian mengenai analisis kesalahan. Contoh penelitian analisis kesalahan yang menjadi acuan penelitian ini adalah penelitian yang berjudul Analisis Kesalahan Penggunaan Hojodoushi –te iku dan –te kuru Mahasiswa Tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang Fakultas Pendidikan Bahasa dan


(12)

Seni Universitas Pendidikan Indonesia yang diteliti oleh Rama Ulun Sundasewu tahun 2012. Persamaan dengan penelitian ini adalah menganalisis jenis kesalahan hojodoushi –te iku dan –te kuru pada mahasiswa dan penyebab kesalahan. Instrumen yang digunakan sama yaitu tes tertulis dan angket. Penelitian Rama Ulun Sundasewu menggunakan metode analisis deskriptif. Tujuannya yaitu untuk membuat deskripsi, gambaran/ lukisan secara sistematik, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan-hubungan antara fenomena yang diteliti. Pada penelitian ini menggunakan metode analisis kesalahan.

2.2Doushi (Verba)

2.2.1 Pengertian dan ciri-ciri doushi

Doushi (verba) merupakan salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang sama seperti ajektiva-i dan ajektiva-na yaitu digunakan untuk menyatakan aktivitas, keberadaan dan keadaan sesuatu. Sebagai contoh sebagai berikut:

(3) マリア 日 へ行

(Maria-san wa nihon e iku) 'Maria (akan) pergi ke Jepang.'

(4) 私 カメ 買う

(watashi wa kamera o kau) „Saya (akan) membeli kamera.‟

(5) え あ

(tsukue no ue ni kaban ga aru) „Di atas meja ada tas.‟

Kata iku, kau, dan aru pada kalimat di atas termasuk doushi. Kata iku pada kalimat (3) menyatakan aktivitas atau kegiatan „Maria‟ yang akan pergi ke Jepang. Kata kerja kau pada kalimat (4) menyatakan aktivitas „saya‟ yang akan membeli kamera, sedangkan kata aru pada kalimat (5) menyatakan keberadaan „tas‟ yang berada di atas meja. Kata kerja seperti contoh (3), (4) dan (5) dapat berubah sesuai konteks kalimat.

Menurut Nihongo Bunpo Dai Jiten dalam skripsi Dedi Suryadi (1998:22), disebutkan bahwa kata kerja adalah salah satu jenis kata dimana pada saat berdiri sendiri merupakan jenis kata yang dapat mengalami konjugasi seperti halnya kata sifat, dan disebut juga yogen (kata yang dapat berkonjugasi). Sedangkan menurut


(13)

Higashi Nakagawa dalam skripsi Dedi Suryadi (1998:22) kata kerja adalah kata yang dapat berdiri sendiri dan dengan satu kata saja dapat berfungsi sebagai predikat, disebut juga kata yang berakhiran u. Kemudian bila dilihat dari modifikasinya, kata ini dapat pula berfungsi sebagai induk kalimat atau pun anak kalimat. Contoh kalimat antara lain:

(6) 私 8時 起

(watashi wa hachi ji ni okiru) „Saya bangun jam 8 pagi‟

(7) 朝早 起 人 誰 す

(asa hayaku okiru hito wa dare desuka?) „Siapa yang bangun pagi sekali?‟

(8) ン へ行 た あ

(Indo he itta koto ga aru) „Saya pernah pergi ke India.

(9) た いちまい い

(yoku toreta no wo ichimai kudasai) „Tolong beri saya foto yang bagus‟

Mizutani (2005) dalam skripsi Amalina (2013:12) menyebutkan kata kerja adalah kata yang memiliki makna yang menunjukkan gerakan dan perilaku. Disamping sebagai penyebab dasar yang menunjukkan gerakan, dalam fungsi gramatikal kata kerja juga akan menjadi predikat dalam berbagai macam klausa. Menurut Kridalaksana (2008:254) verba adalah kelas kata yang berfungsi sebagai predikat. Pada beberapa bahasa lain, verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek, persona atau jumlah. Sebagian verba mewakili unsur semantis perbuatan, keadaan, atau proses.

Dari contoh di atas bisa disimpulkan bahwa kata kerja adalah bagian dari bahasa yang berdiri sendiri dan berfungsi menerangkan tentang sesuatu kegiatan, keadaan di sekitar kita. Doushi termasuk jiritsugo yaitu dapat membentuk sebuah frasa walaupun tanpa bantuan kelas kata lain. Doushi dapat menjadi predikat bahkan dengan sendirinya memiliki potensi untuk menjadi sebuah kalimat.


(14)

2.2.2 Jenis-jenis doushi

1. Menurut Shimizu (2000:45) dalam skripsi Debora (2010:12) ada

beberapa pendapat yang menjelaskan tentang jenis-jenis doushi di antaranya yaitu:

a. Jidoushi

Kelompok doushi yang tidak berarti mempengaruhi pihak lain. Contoh: iku„pergi‟, kuru„datang‟, deru„keluar‟.

b. Tadoushi

Kelompok doushi yang menyatakan arti mempengaruhi pihak lain.

Contoh: okosu „membangunkan‟, shimeru „menutup‟, dasu

„mengeluarkan. c. Shodoushi

Kelompok doushi yang tidak dapat diubah ke dalam bentuk pasif dan kausatif karena adanya pertimbangan dari pembicara itu sendiri. Contoh: mieru„terlihat‟, kikoeru„terdengar‟,ikeru„dapat pergi‟. 2. Selain ketiga jenis doushi tersebut, Tereda Takano (1984: 80-81) dalam

skripsi Amalina (2013:13) menambahkan jenis-jenis doushi berikut: d. Fukugoo doushi

Doushi yang terbentuk dari dua buah gabungan kata atau lebih.

Contoh: banashiau „berunding‟, choosa suru „menyelidiki‟,

chikayoru„mendekati‟. e. Haseigo toshite no doushi

Doushi yang terbentuk dari kelas kata lain dengan cara

menambahkan sufiks. Contoh: samugaru „merasa kedinginan‟,

asebamu„berkeringat‟. f. Hojodoushi

Doushi yang menjadi bunsetsu tambahan. Hojodoushi atau dalam bahasa Indonesia disebut kata kerja yang membantu kata kerja di depannya, merupakan salah satu topik yang akan dibahas


(15)

sebagai hojodoushi diletakkan di belakang verba bentuk -te. Terada dalam Sudjianto dan Dahidi (2004:150-151) menjelaskan bahwa hojodoushi adalah kata kerja yang menjadi bunsetsu tambahan. Bunsetsu adalah satuan bahasa yang merupakan bagian-bagian kalimat. Sedangkan definisi hojodoushi menurut koujien

(2004) adalah kata kerja yang digunakan sebagai fuzoku

(pelengkap), yang makna asal dan sifat dapat berdiri sendirinya telah hilang. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa hojodoushi adalah kata kerja yang menerangkan kata kerja yang berada di depannya.

Hojodoushi yang dibahas pada penelitian ini adalah pola kalimat –te iku dan –te kuru. Pola kalimat –te iku dan –te kuru termasuk dalam hojodoushi karena menerangkan kata kerja yang berada di depannya. Contoh kalimat:

(10) す あ

(kurasu ni gomi ga sutete aru) 'Di kelas ada sampah yang dibuang.'

(11)あ 日 語 教え も う

(ane ni Nihongo wo oshiete morau)

„Saya belajar bahasa Jepang dari kakak perempuan saya.‟

Bagian penting predikat pada kalimat nomor (10) dan (11) tersebut adalah verba sutete dan oshiete, sedangkan verba aru dan morau pada kalimat tersebut berfungsi membantu verba-verba yang ada pada bagian sebelumnya dan menjadi bagian dari predikat. Jadi, predikat kalimat-kalimat tersebut adalah sutete dan oshiete, sedangkan kata-kata seperti aru dan morau inilah yang disebut hojodoushi.

Pada penjelasan tentang doushi tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis doushi ada enam yaitu jidoushi, tadoushi, shodoushi, fukugoo doushi, haseigo toshite no doushi, dan hojodoushi.


(16)

2.3 Pola kalimat -te kuru dan -te iku

2.3.1 Fungsi dan makna pola kalimat -te kuru

Pada Minna no Nihongo Intermediate Level I, dijelaskan bahwa fungsi -te kuru dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:

1. Pola -te kuru digunakan untuk menunjukkan atau menyatakan kegiatan yang baru saja terjadi sebagai akibat dari suatu hal. Contoh kalimat:

(12)暗 見え た

(kurakunatte, hoshi ga mietekita)

„Hari mulai gelap, bintang-bintang mulai terlihat.‟

(13) 家 いい い し た

(tonari no ie kara ii nioi ga shite kita) „Bau yang enak berasal dari rumah sebelah.‟

(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:74) 2. Pola –te kuru digunakan untuk menjelaskan kata kerja untuk

menunjukkan gerakan langsung menuju pembicara. Contoh kalimat:

(14)兄 旅行 帰 た

(ani ga ryokou kara kaettekita)

„Kakak laki-laki saya baru saja pulang dari liburan.‟

(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:75) 3. Fungsi -te kuru yang terakhir yaitu -te kuru berfungsi menunjukkan

situasi sekarang melalui proses perubahan, contoh kalimat:

(15) 春 し ました

(dandan harurashiku natte kimashita) „Perlahan musim semi semakin terasa.‟

(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:95) Pada Minna no Nihongo Chukyuu I menjelaskan bahwa pola -te kuru berfungsisebagai verba utuh, contoh kalimat:


(17)

(16)サ いう魚 生ま た川 海 出 , 年過 し

また生ま た川 戻 ます

(sake toiu sakana wa, umareta kawa kara umi ni dete 4,5 nen sugoshi, mata umareta kawa ni modotte kimasu)

„Ikan salmon adalah ikan yang lahir di sungai kemudian pergi ke laut, setelah 4,5 tahun dia datang lagi ke tempat dia dilahirkan.‟

(Minna no Nihongo Chukyuu I, 2009:76) Pada Gakushuudou no Nihongo Noryokushiken Taisaku N3 menjelaskan fungsi –te kuru menjadi kegiatan yang terjadi sampai sekarang, terus dan semakin. Contoh kalimat:

(17) 十歳 会社 働い た

(hatachi no toki kara zutto kono kaisha de hataraitekita)

„Sejak usia 20 tahun saya sudah terus bekerja di perusahaan ini.‟

(18) カ タ うたい 五年前 た

(jakaruta no juutai wa gonenmae kara hidokunattekita)

„Kemacetan di Jakarta sudah semakin parah sejak 5 tahun lalu.‟ Pada Gakushuudou no Nihongo Noryokushiken Taisaku N3 menjelaskan fungsi –te iku menjadi kegiatan yang terus terjadi dan akan terus berlanjut. Contoh kalimat:

(19)し うし し も日 語 勉強 い も す

(shuushokushitemo nihongo no benkyou wa tsuzuketeikutsumori desu)

„Walaupun sudah kerja, saya bermaksud terus melanjutkan pelajaran bahasa Jepang.‟

(20) も ン ア 進出す 外国企業 増え い

(korekaramo Indonesia ni shinshutsusuru gaikoku kigyou wa fueteiku darou)

„Mungkin selanjutnya perusahaan asing yang masuk ke Indonesia akan terus bertambah.‟


(18)

Pada Nihongo Bunkei Jiten membagi -te kuru menjadi 7 fungsi. Fungsi -te kuru antara lain:

1. 移動時 様態 (Idouji no youtai)

Berfungsi menjelaskan cara bergerak atau cara pada saat gerakan. Contoh kalimatnya antara lain:

(21) ま 走 た

(kokomade hashittekita)

„Sampai ke tempat ini dengan berlari.‟

(22)歩い た 汗 いた

(aruitekita no de ase wo kaita) „Karena berjalan jadi berkeringat.‟

(23) 時間 タ ー 乗 い

(basu wa jikan ga kakaru kara, takushii ni nottekitekudasai)

„Karena menggunakan bus memakan banyak waktu, silahkan

datang kesini menggunakan taksi.‟

Makna pada kalimat (21) menunjukkan bahwa cara bergeraknya adalah dengan berlari, sedangkan kalimat nomor (22) adalah berjalan, dan nomor (23) adalah menggunakan bus.

2. 近 移動 (Chikazuku idou)

Berfungsi menjelaskan gerakan langsung oleh objek atau benda tersebut semakin mendekati pembicara. Contoh kalimatnya antara lain:

(24)先月日 帰 ました

(sengetsu nihon ni kaettekimashita)

„Bulan lalu saya telah kembali dari Jepang.‟

(25)頂 戻 1時間 た

(choujou kara modottekuru no ni ichi jikan kakatta) „Dari puncak hingga ke bawah memerlukan waktu 1 jam.‟

(26)船 ち 向 ます


(19)

„Kapalnya perlahan mendekat kesini.‟

(27) 物体 近 い た

(sono buttai wa dondon chikazuitekita) „Semakin dekat dengan obyek tersebut.‟ 3. 起 (keiki)

Berfungsi untuk menjelaskan kata kerja yang menunjukkan gerakan langsung menjauhi pembicara kemudian kembali dan mendekati pembicara.

Contoh kalimat antara lain:

(28)ち 買 ます 待 い

(chotto kippu wo kattekimasu. Koko de mattekudasai)

„Saya akan pergi membeli tiket. Tolong tunggu di sini sebentar.‟

(29)A: 小川 い し います

B: 部屋 す す ます 中 入

待ち い

A: (Ogawa san irassaimasuka?)

B: (Tonari no heya desu. Sugu yonde kimasu kara, naka ni haitte omachikudasai)

A: „Ogawa-san ada?‟

B: „Ada di ruang sebelah. Segera saya panggilkan, silahkan masuk dulu ke dalam.‟

(30)A: 行 ?

B: ち 友達 うち 行

A: (doko ni iku no?)

B: (chotto tomodachi no uchi ni asobiniittekuru) A: „Kamu mau pergi kemana?‟

B: „Aku mau pergi main kerumah teman.‟

(31) い 途中 屋 たも


(20)

(osokunatte gomennasai. Tochuu de honya ni yottekita mono dakara)

„Maaf saya terlambat karena di perjalanan mampir ke toko buku terlebih dahulu.‟

(32)A: うした ?

B: あ 電車 中 忘 ち た

A: (kasa wa doushitano?)

B: (a, densha no naka ni wasuretekichatta) A: „Payungnya bagaimana?‟

B: „Oh ya, ketinggalan di dalam kereta.‟ 4. (keizoku)

Berfungsi menyatakan kegiatan yang terjadi sekarang, terus dan semakin. Contoh kalimat:

(33) う 百年も い た

(kono dentou wa go hyaku nen tsuzuitekitanoda)

„Tradisi tersebut sudah 500 tahun terus menerus dilakukan.‟

(34)17歳 店 働い ます

(juunana sai no toki kara zutto kono mise de hataraitekimasu) „Dari umur 17 tahun masih tetap bekerja di toko ini.‟

(35)今ま 一生懸命頑張 た たい 大丈

(ima made isshoukenmei ganbatte kitandakara, zettai ni daijoubuda)

„Karena sampai sekarang telah berusaha keras, sama sekali tidak masalah.‟

(36) ま 先祖伝来 土地 まも た 事業 し

いし た

(koremade senzo denrai no tochi wo mamori tsuzuketekitaga, jigyou ni sippaishite dewanasanakerebanaranakunatta)

„Sejauh ini tanah leluhur masih tetap dipertahankan, tidak berhasil digunakan menjadi bisnis.‟


(21)

Berfungsi mengatakan kemunculan suatu hal dari „tidak ada‟ menjadi „ada‟. Contoh kalimat:

(37)少し 川 見え た

(sukoshi zutsu kiri ga harete, kawa ga mietekita)

„Sedikit demi sedikit kabutnya hilang, sungainya mulai terlihat.‟

(38) も 間 月 出 た

(kumo no aida kara suki ga detekita) „bulan muncul di cuaca berawan.‟

(39)あ ち 歯 見え た

(akachan no ha ga mietekita) „Gigi bayi mulai tumbuh.‟

(40) 木々 い た

(haru ni natte kigi ga mebuitekita)

„Musim semi tiba pohon-pohon mulai muncul daun-daun.‟ 6. 開始 (kaishi)

Berfungsi menyatakan situasi sekarang melalui proses perubahan. Contoh kalimat:

(41)雨 降 た

(ame ga futtekita) „Hujan turun.‟

(42)最近少し た

(saikin sukoshi futottekita)

„Akhir-akhir jadi ini sedikit gemuk.‟

(43) い 寒 ました

(zuibun samukunattekimashitane) „Mulai mendingin.‟

(44) あい 買 あ た もう

(kono aida katteagetabakari no kutsu ga, mou kitsukunattekita) „Sepatu yang dibeli akhir-akhir ini, sudah sempit‟


(22)

(mondai ga muzukashikute, atama ga konranshitekita) „Pertanyaannya sulit dan membingungkan.‟

7. ち 向 う動作 (kochira ni mukau dousa)

Berfungsi menjelaskan gerakan yang mendekat ke arah pembicara. Contoh kalimat:

(46)友達 結婚式日取 し せ た

(tomodachi ga kekkonshiki hidori wo shirasetekita) „Teman saya memberitahu tanggal pernikahannya.‟

(47) し う 買 た う 行 た

(keshouhin wo kata kyaku ga kujou wo ittekita)

„Keluhan dari pelanggan pembeli alat rias semakin berkurang.‟

(48) う 犬 た

(kyuuni inu ga tobikakattekita) „Tiba-tiba anjing melompat kesini.‟

(49)歩い いた 知 い人 話し ました

(aruiteitara, shiranai hito ga hanashikaketekimashita)

„Saat berjalan, ada orang yang tidak dikenal berbicara kepada saya.‟

(50) むす 買 せい うし

(musuko wa katte ni shatsu wo katte, seikyuusho wo okuritsukete kita)

„Anak laki-laki saya seenaknya membeli kemeja, tagihannya datang.‟

2.3.2 Fungsi dan makna pola kalimat -te iku

Pada Minna no Nihongo Intermediate Level I (2009:75) menjelaskan bahwa fungsi -te iku dibagi menjadi dua yaitu:

1. Pola -te iku menjelaskan kata kerja untuk menunjukkan gerakan langsung yang menunjukkan gerakan menjauhi pembicara. Contoh:

(51) 授業 あ 学生たち うちへ帰 い た

(jugyou no ato, gakuseitachi wa uchi he kaetteitta) „Setelah perkuliahan, para siswa kembali kerumah.‟


(23)

(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:75) 2. Fungsi -te iku yang terakhir yaitu -te kuru berfungsi menunjukkan situasi

sekarang melalui proses perubahan, contoh kalimat:

(52) 日 働 外国人 ふえ い し う

(korekarawa, Nihon de hataraku gaikokujin ga fueteikudesyou)

„Mulai sekarang, jumlah orang asing yang bekerja di Jepang mungkin akan semakin meningkat.‟

(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:95) Pada Minna no Nihongo Chukyuu I menjelaskan bahwa pola -te iku berfungsisebagai verba utuh, contoh kalimat:

(53)見 鳥 い 北 国へ帰

(mite. Tori ga tondeikuyo. Kita no kuni he kaerundane)

„Lihat. Burung mulai terbang. Mungkin pulang ke negeri di utara.‟ (Minna no Nihongo Chukyuu I, 2009:76) Nihongo Bunkei Jiten juga membagi -te iku menjadi 5 fungsi yaitu:

1. 移動時 様態 (Idouji no youtai)

Berfungsi menjelaskan kata kerja yang berhubungan dengan cara gerakan. Contoh kalimat:

(54)学校ま 走 い う

(gakkou made hashitteikou) „Ayo berlari sampai sekolah.‟

(55)重いタ し い た

(omoi taiya wo koro ga shiteitta) „Ban yang berat menggelinding.‟

(56)時間 い タ ー 乗 い まし う

(jikan ga nai kara takushii ni notteikimashou)

„Karena tidak ada waktu lagi, ayo pergi pakai taxi saja.‟

(57) う 坂 ぼ い た

(torakku wa kyuuna sakamichi wo yukkuri nobotteitta) „Truk dengan pelan-pelan menaiki tanjakan curam.‟ 2. 起 (keiki)


(24)

Berfungsi menjelaskan kegiatan yang berurutan dari kegiatan satu ke kegiatan yang lain. Contoh kalimat:

(58)あ 少し 仕事 すませ い ます

(ato sukoshi dakara kono shigoto wo sumaseteikimasu) „Tinggal sedikit lagi kami akan menyelesaikan pekerjaan ini.‟

(59)A : 失礼します

B : 言わ い うち 飯 食 い

A: (jya, sitsureishimasu)

B: (sonna koto iwanaide, zehi uchi de gohan wo tabeteittekudasaiyo)

A: „Saya pulang.‟

B: „Jangan bicara seperti itu, ayo makan dulu.‟

(60)疲 た 休 い しまし う

(tsukareta kara koko de yasundeiku koto ni shimashou) „Karena lelah ayo beristirahat disini saja.‟

(61) 誕生日 途中 ゼン 花 買 い ま

した

(oba no taanjoubi dakara, tochuu de purezento ni hana wo katteikimashita)

„Karena bibi ulang tahun, untuk hadiahnya di perjalanan membeli bunga dulu tadi.‟

3. (keizoku)

Berfungsi menjelaskan kegiatan yang berkelanjutan atau terus-menerus dilakukan di masa depan. Contoh kalimat:

(62)結婚し も仕事 い も す

(kekkonshite kara mo shigoto wa tsuzuketeiku tsumori desu) „Walaupun sudah menikah tetap akan lanjut bekerja.‟

(63)今後も我 社 展 た 努力し い も

(kongo mo wagasha no hatten no tameni doryokushite ikutsumori desu)


(25)

„Untuk pengembangan perusahaan kami, akan terus berusaha.‟

(64)日 子供 わ 減少し い 予想

(Nihon de wa sarani kodomo no wazu ga genshoushiteiku koto ga yozousareru)

„Diperkirakan jumlah anak-anak di Jepang akan semakin sedikit.‟

(65)見 い 間 も 雪 も い

(miteiru aidani mo dondon yuki ga tsumotteiku) „Melihat salju yang perlahan semakin menumpuk.‟

(66) 画 評判 以来 彼女 人気 日増し た ま

い た

(sono eiga de hyouban ni natte irai, kanojo no ninki wa himashi ni takamatteitta)

„Reputasi filmnya bagus, wanita itu semakin populer.‟

(67)当分 土地 生活し い う 思 い

(toubun kono tochi de seikatsushiteikou to omotteiru) „Saya berpikir untuk hidup di lahan ini sementara waktu.‟ 4. 消減 (Shougen)

Kegiatan menyaksikan suatu keadaan . Contoh kalimat:

(68) 学校 毎年五百名 学生 卒業し い

(kono gakkou wa, mai nen gohyakumei no gakusei ga sotsugyoushiteiku)

„Sekolah itu setiap tahunnya meluluskan seratus siswa.‟

(69)見 虹 え い

(mite goran, niji ga dondon kieteikuyo) „Lihat, pelanginya berangsur menghilang.‟

(70)小 いボー 葉 う う 中 い た

(chiisai booto wa sue no ha noyouni uzu no naka ni shizundeitta) „Kapal kecil seperti bunga muda yang tenggelam di dalam pusaran.‟

5. 遠 移動 (Toozakaru idou)


(26)

(71)あ 子 友達 し 泣 帰 い た (ano ko wa, tomodachi to kenkashite, nakinagara kaetteitta) „Anak itu bertengkar dengan temannya, kemudian pulang sambil menangis.‟

(72) ーメ ン 大 弧 描い 彼 も 戻 い ました

(Bumeran wa ookina ko wo egaite kare no motoni modotte ikimashita)

„Bumerang adalah busur yang besar dan akan terus diperbesar.‟

(73)船 遠 い

(fune wa dondon tookuni hanareteiku) „Kapalnya perlahan pergi menjauh.‟

2.3.3 Kata kerja sebelum pola kalimat –te kuru dan –te iku

Pada http://www.tomojuku.com, kata kerja yang dapat digunakan bersama –te iku dan –te kuru sebagai hojodoushi antara lain:

1. 食 飲む 見 す dan lain-lain.

Kata kerja di atas apabila digunakan bersama –te iku dan –te kuru maka termasuk kata kerja yang saling berurutan. Contoh kalimat:

(74)今日 友達 図書館 勉強し ました

(kyou wa tomodachi to toshokan de benkyoushite kimashita) Hari ini datang ke perpustakaan dengan teman untuk belajar.

Pengecualian untuk kata 行 ます(ittekimasu).

2. 持 送 抱 dan lain-lain.

Merupakan kata kerja yang biasa digunakan pada saat dua tindakan yang dilakukan secara bersama-sama. Contoh:

(75) ン アへ サン も い う

(Indonesia e wa, sangurasu wo motteikou) „Pergi ke Indonesia ayo bawa kacamata.‟


(27)

Pengecualian pada beberapa kata keja.

a. も vs 連

Pada kata kerja も digunakan saat objek yang

digunakan adalah benda, sedangkan 連 digunakan saat

objek yang digunakan adalah manusia.

b. 連 vs 一緒

Contoh:

(76)私 リー 連 ました

(watashi ga Rii san wo tsuretekimashita) Saya datang dengan mengajak Lee.

(77)私 リー 一緒 来ました

(watashi wa Rii san to isshoni kimashita) Saya datang bersama Lee.

Pada kalimat (76) saat menggunakan 連 ada

kesan ajakan, sedangkan kalimat (77) saat menggunakan 一緒

keduanya datang secara bersama datang tanpa kesan ajakan.

3. 歩 走 泳 飛 dan lain-lain.

Kata kerja yang digunakan pada saat pergerakan yang berhubungan dengan cara gerakan. Contoh kalimat:

(78)い も駅ま 歩い い ます

(itsumo eki made aruite ikimasu) „Pergi ke stasiun selalu berjalan kaki.‟

4. 着 靴 帽子

dan lain-lain.

Kata kerja yang digunakan pada saat pergerakan yang berhubungan dengan penampilan. Contoh kalimat:

(79)明日 パーテ ー ン 着 い ます

(ashita no paatii ni wa, rongu doresu wo kite ikimasu) „Saya akan pergi ke pesta besok mengenakan long dress.‟


(28)

5. 帰 出 入 出 降

落ち dan lain-lain.

Pada kata kerja yan dapat berdiri sendiri, harus menggunakan –te iku dan tekuru untuk menjelaskan posisi objek. Apakah objek tersebut mendekat kepada pembicara atau menjauhi pembicara. Contoh kalimat:

(80)子供たち 一人一人家へ帰 い た

(kodomotachi wa hitori hitori ie e kaette itta) „Satu-persatu anak-anak pulang ke rumahnya.‟

6. メー 送 品物 手紙 書 電話

す 連絡す dan lain-lain.

Kata kerja yang mempunyai target gerakan. Contoh kalimat:

(81)友達 私 電話 た

(tomodachi wa watashi ni denwa wo kakete kita) „Teman menelpon saya.‟

7. 聞 え 見え い す dan lain-lain.

Suara atau bau yang menuju pembicara. Contoh kalimat:

(82) 家 ピアノ 音 聞 え た

(tonari no ie kara, piano no oto ga kikoete kita) „Dari rumah sebelah terdengar suara piano.‟


(29)

Dari penjelasan-penjelasan tersebut, penulis menyimpulkan tentang pola kalimat –te iku dan –te kuru adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Analisis murni

No. Klasifikasi Pola kalimat te kuru Pola kalimat te iku

1

Fungsi dan makna

1. Untuk menunjukkan situasi sekarang melalui proses perubahan.

1. Untuk menunjukkan situasi sekarang melalui proses perubahan.

2. Untuk menjelaskan kata kerja yang menunjukkan gerakan langsung menuju pembicara.

2. Untuk menjelaskan kata kerja yang menunjukkan gerakan langsung menjauhi pembicara. 3. Untuk menunjukkan

kegiatan yang baru saja terjadi.

3. Untuk menunjukkan kegiatan yang akan terus- menerus dilakukan di masa depan.

4. Untuk menjelaskan cara pada saat gerakan.

4. Untuk menjelaskan cara pada saat gerakan.

5. Gerakan yang berkelanjutan. 5. Kegiatan yang berurutan. 6. Kemunculan sesuatu dari

„tidak ada‟menjadi „ada‟. 6. Sebagai verba utuh. 7. Kegiatan yang

perlahan-lahan terjadi.

8. Kegiatan yang sampai

sekarang dilakukan dan sudah terus atau semakin.

2

Kata kerja yang

mengikuti

1. 食 飲む 見

1. 食 飲む 見 す

2. 持 送

抱 2. 持 送 抱

3. 歩 走 泳 飛

3. 歩 走 泳 飛

4. 着

帽子

4. 着

靴 帽子

5. 帰 出 入

降 落ち

5. 帰 出 入

降 落ち

6. メー 送 品

物 手

紙 書 電話 す

連絡す

6. メー 送 品物

手紙

書 電話 す 連絡す


(30)

7. 聞 え 見え

い す

7. 聞 え 見え

い す

Dari tabel 2.3 analisis murni di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dan makna –te kuru terdapat delapan nomor. Fungsi dan makna –te kuru yang dimunculkan pada soal tes yaitu fungsi dan makna kemunculan sesuatu dari „tidak ada‟ menjadi „ada‟ pada soal tes nomor 1. Pada soal tes nomor 2 fungsi dan makna –te kuru yang dimunculkan yaitu fungsi dan makna gerakan yang berkelanjutan. Pada soal tes nomor 3 dan nomor 4 fungsi dan makna –te kuru yang dimunculkan yaitu gerakan langsung menuju pembicara. Pada soal nomor 5 fungsi dan makna –te kuru yang muncul yaitu kegiatan yang sampai sekarang dilakukan dan sudah terus menerus dilakukan. Pada soal tes nomor 6dan 7 fungsi dan makna –te kuru yang dimunculkan yaitu gerakan langsung menuju pembicara. Fungsi dan makna yang digunakan pada soal tes nomor 8 terdapat dua fungsi dan makna yang digunakan yaitu fungsi dan makna –te kuru gerakan langsung menuju pembicara, yang kedua yaitu fungsi dan makna –te iku gerakan langsung menjauhi pembicara. Pada fungsi dan makna –te iku berdasarkan tabel 2.3 di atas, terdapat enam fungsi dan makna. Fungsi dan makna –te iku yang digunakan dalam soal tes yaitu gerakan langsung menjauhi pembicara terdapat pada nomor 9. Pada soal tes nomor 10 fungsi dan makna –te iku yang dimunculkan yaitu gerakan yang akan terus-menerus dilakukan di masa depan.


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

3.1Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis kesalahan. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yakni mencari dan mengumpulkan data yang ada di lapangan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor, unsur-unsur bentuk, dan suatu sifat dari fenomena di masyarakat (Nazir, 1998: 51). Menurut Tarigan (2011:303) kesalahan berasal dari bahasa Inggris yaitu error yang bersinonim dengan kata mistakes yang berarti kekeliruan. Penulis menggunakan teori dari Tarigan (2011:67) yang menjelaskan ada dua istilah yang saling bersinonim (memiliki makna yang kurang lebih sama), kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) dalam pengajaran bahasa kedua. Tarigan (2011:67) juga membandingkan secara rinci perbedaan error dan mistake berdasarkan beberapa kategori.

Penelitian ini membatasi kesalahan berbahasa pada istilah mistake . Mistake menurut Tarigan (2011:67) berdasarkan sumbernya berasal dari performasi, sedangkan sifatnya acak, tidak sistematis, secara individual.. Durasi mistake yaitu temporer atau sementara, sistem linguistik belum dikuasai. Produk mistake yaitu penyimpangan kaidah bahasa, sedangkan solusinya yaitu diri sendiri (siswa), mawas diri, pemusatan perhatian.

3.2Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tingkat 3 tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 35 mahasiswa.


(32)

3.3Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data diperoleh melalui tes dan non-tes. Soal tes

digunakan untuk mengidentifikasi kesalahan dan menjelaskan (describe)

kesalahan. Non-tes berupa angket yang digunakan untuk menerangkan kesalahan dan mengevaluasi kesalahan. Sutedi (2011:157) menguraikan bahwa tes merupakan alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa setelah selesai satu satuan program pengajaran tertentu. Angket merupakan salah satu instrumen pengumpul data penelitian yang diberikan kepada responden (manusia yang dijadikan subjek penelitian).

Apabila kesalahan-kesalahan berbahasa telah diketahui, maka data

kesalahan tersebut dikumpulkan sehingga dapat digunakan sebagai umpan balik dalam penyempurnaan pengajaran bahasa yang bertujuan untuk membantu memperbaiki kesalahan berbahasa, terutama dalam pengajaran.

Metode pengumpulan data merupakan salah satu aspek yang berperan dalam kelancaran dan keberhasilan dalam suatu penelitian. Menurut Tarigan (2011:57) metodologi analisis kesalahan yang ideal mencakup:

1. Mengumpulkan data kesalahan

2. Mengidentifikasi serta mengklasifikasi kesalahan

3. Memperingkat kesalahan

4. Menjelaskan kesalahan

5. Memprakirakan daerah rawan kesalahan

6. Mengoreksi kesalahan

Berikut tahapan-tahapan peneliti dalam menganalisis data:

1. Mengumpulkan data yang didapat dari tes dan angket yang telah disebar. 2. Pengelompokan hasil tes berdasarkan tipe kesalahan yang muncul. 3. Pengelompokan hasil tes berdasarkan latar belakang kesalahan.

4. Pengelompokan hasil angket berdasarkan penyebab kesalahan.


(33)

3.4Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes berupa butir soal dan non-tes berupa angket. Sutedi (2011:157) menguraikan bahwa butir soal bisa disusun dengan mengacu pada tujuan khusus yang telah dirumuskan dan harus memperhatikan kemampuan yang akan diukur. Pada penelitian ini angket yang digunakan yaitu angket langsung. Menurut Faisal (1981:4) dalam buku Sutedi (2011:164) menggolongkan angket menjadi dua jenis yaitu angket tertutup dan angket terbuka. Angket tertutup yaitu angket yang alternatif jawabannya sudah disediakan oleh peneliti, sehingga responden tidak memiliki keleluasaan untuk menyampaikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan kepadanya. Sebaliknya angket terbuka yaitu responden diberikan keleluasaan untuk menjawabnya, karena hanya berupa daftar pertanyaan saja.

Pada penelitian ini instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Angket atau Kuesioner

Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data melalui formulir-formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti (Mardalis: 2008: 66). Instrumen angket atau kuesioner ini digunakan untuk memperoleh data tentang penyebab kesalahan penggunaan bentuk –te kuru dan –te iku makna pergerakan (dousa) pada mahasiswa tingkat 3 tahun ajaran 2013/2014 Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pada bagian a) angket berisi 10 pertanyaan dengan angket semi terbuka 2 soal dan angket tertutup 8 soal. Pada angket juga terdapat alasan jawaban mahasiswa yang digunakan sebagai pengganti wawancara pada bagian b).


(34)

Tabel 3.1 Kisi-kisi angket

Variabel Indikator Nomor soal

1. Mata kuliah

hyougen bunkei

1. Kesulitan mempelajari hyougen

bunkei.

2. Ketertarikan mempelajari

hyougen bunkei.

1 bagian a) 2 bagian a)

2.Pemahaman pembelajar mengenai pola kalimat –te iku dan

–te kuru.

1. Pengetahuan mahasiswa

mengenai

makna pola –te iku.

2. Pemahaman mahasiswa mengenai makna –te kuru.

3. Pemahaman mahasiswa mengenai fungsi –te iku.

3. Pemahaman mahasiswa

mengenai fungsi –te kuru.

3 bagian a)

4 bagian a)

5 bagian a)

6 bagian a)

4. Pendapat

pembelajar mengenai pola kalimat –te iku dan –te kuru.

1. Adanya kesulitan mempelajari

pola kalimat –te iku dan –te kuru.

2. Adanya ketidakseringan

menggunakan pola kalimat –te iku dan –te kuru.

3. Faktor penyebab terjadinya

kesulitan mempelajari pola

kalimat –te iku dan –te kuru.

7 bagian a)

8 bagian a)

9 bagian a)

4. Usaha

pembelajar

1. Cara pembelajar dalam

memahami fungsi dan makna –te iku dan –te kuru.


(35)

2. Tes

Penelitian ini menggunakan instrument tes dengan daftar pertanyaannya dibuat secara berstruktur dengan bentuk pertanyaan terbuka (open question) berjumlah 10 pertanyaan tertutup pada bagian a) dan 10 pertanyaan terjemahan pada bagian b). Pada tes juga terdapat alasan jawaban mahasiswa sebagai pengganti wawancara berisi 10 soal bagian c). Sutedi (2011:157) menguraikan bahwa tes merupakan alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa setelah selesai satu-satuan program pengajaran tertentu. Sutedi (2011:157) menguraikan bahwa butir soal bisa disusun dengan mengacu pada tujuan khusus yang telah dirumuskan dan harus memperhatikan kemampuan yang akan diukur. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui tipe kesalahan penggunaan bentuk –te kuru dan –te iku makna pergerakan (dousa) pada mahasiswa tingkat 3 tahun ajaran 2013/2014 Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(36)

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Penulisan Tes

Variabel Indikator Nomor Soal 1. Fungsi dan makna –

tekuru

1. Mengetahui fungsi dan makna –te kuru perubahan situasi dari “tidak

ada” menjadi “ada”.

2. Mengetahui fungsi dan makna –te kuru gerakan yang berurutan. 3. Mengetahui fungsi dan makna –te

kuru sesuatu mendekati pembicara. 4. Mengetahui fungsi dan makna –te kuru kegiatan yang terus-menerus dilakukan.

5. Mengetahui fungsi dan makna –te kuru mendekati pembicara.

6. Mengetahui fungsi dan makna –te kuru sesuatu mendekati pembicara.

1bagian a)

2 bagian a)

4 bagian a)

5 bagian a)

6 bagian a)

7 bagian a)

2. Fungsi dan makna te iku

1. Mengetahui fungsi dan makna –te iku gerakan menjauhi pembicara. 2. Mengetahui fungsi dan makna –te

kuru kegiatan yang terus-menerus dilakukan dimasa depan.

9 bagian a)

10 bagian a)

3. Fungsi dan makna – te iku dan –te kuru

1. Mengetahui fungsi dan makna –te

kuru kegiatan mendekati

pembicara dan –te iku kegiatan menjauhi pembicara.

8 bagian a)

4. Kanji pada

hojodoushi –te iku

1. Mengetahui penggunaan kanji

pada hojodoushi –te iku.


(37)

Pada soal bagian b) dari nomor 1 sampai dengan nomor 10 mahasiswa diharuskan menerjemahkan dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Pada bagian c) nomor 1 sampai dengan nomor 10 mahasiswa diharuskan menjawab alasan dari jawabannya tersebut. Sehingga pada penelitian ini terdapat 10 soal dengan jawaban tertutup, 10 soal terjemahan dan 10 soal alasan jawaban. Jumlah seluruh soal tes yaitu 30 soal.

3.5Analisis Data dan Hasil Penelitian 3.5.1 Analisis Data

3.5.1.1 Analisis soal tes tertutup

Data yang sudah diperoleh melalui tes berisi 10 soal pilihan –te kuru atau –te iku yang dijawab oleh mahasiswa selanjutnya diolah, dianalisis, dan kemudian mengidentifikasi kesalahan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memeriksa pilihan jawaban mahasiswa antara –te iku dan –te kuru.

2. Menjumlahkan jawaban yang salah.

3. Membuat tabel frekuensi dan persentase kesalahan dari masing-masing

item jawaban.

4. Pada skripsi Amali (2013) menghitung frekuensi dan persentase kesalahan dari setiap item jawaban dengan menggunakan rumus:

5. Pengelompokan tipe kesalahan yang muncul pada masing-masing


(38)

Tabel 3.3

Analisis Jawaban Mahasiswa


(39)

Pada Tabel 3.3 di atas angka 1 mewakili jawaban benar, sedangkan angka 0 untuk mewakili jawaban salah. Hasil Tabel.1 dapat dilihat bahwa persentase kesalahan tertinggi terdapat pada soal nomor 3 sebanyak 16,6%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi kedua yaitu soal nomor 2 sebanyak 15,4%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi ketiga yaitu soal nomor 6 sebanyak 13,6%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi keempat yaitu soal nomor 8 sebanyak

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 SKOR

1 A 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 6

2 B 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 6

3 C 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 5

4 D 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 5

5 E 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 5

6 F 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5

7 G 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 4

8 H 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 7

9 I 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 4

10 J 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 3

11 K 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 5

12 L 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 7

13 M 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 5

14 N 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 2

15 O 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 6

16 P 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 5

17 Q 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 3

18 R 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2

19 S 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 7

20 T 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 7

21 U 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 5

22 V 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7

23 W 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 7

24 X 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 3

25 Y 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 7

26 Z 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 6

27 AB 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 7

28 AC 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 6

29 AD 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 6

30 AE 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 6

31 AF 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 8

32 AG 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 6

33 AH 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 5

34 AI 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 6

35 AJ 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 6

Total Frekuensi Kesalahan

6 25 27 15 19 22 7 21 6 14 162

Persentase


(40)

12,9%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi kelima yaitu soal nomor 5 dengan persentase 11,7%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi keenam yaitu soal nomor 4 dengan persentase 9,25%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi ketujuh yaitu nomor 10 sebanyak 8,6%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi kedelapan yaitu nomor 7 sebanyak 4,3%. Sedangkan persentase kesalahan terkecil terdapat pada soal nomor 1 dan nomor 9 yaitu 3,7%. Pada skripsi Amali (2013) persentase kesalahan di atas dihitung berdasarkan rumus:

Hasil data persentase kesalahan dari tertinggi sampai persentase kesalahan terendah adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4 Persentase kesalahan

Nomor Soal Persentase


(41)

2 15,4%

6 13,6%

8 12,9%

5 11,7%

4 9,25%

10 8,6%

7 4,3%

1 3,7%

9 3,7%

Persentase kesalahan dihitung bertujuan untuk mengetahui berapa banyak kesalahan mahasiswa dan mempermudah mengetahui kesalahan terbesar dan terkecil. Berdasarkan tabel 3.4 di atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan terbesar tedapat pada soal nomor 3. Salah satu alasan terjadinya kesalahan yaitu mahasiswa memilih jawaban hanya berdasarkan feeling. Hal ini dibuktikan pada alasan jawaban mahasiswa dengan mahasiswa yang memilih jawaban berdasarkan feeling sebanyak tujuh mahasiswa, sedangkan mahasiswa yang tidak menjawab alasan sebanyak lima mahasiswa.

Persentase kesalahan terbesar kedua yaitu soal nomor 2 dengan persentase kesalahan 15,4%. Penyebab kesalahan ini terjadi antara lain karena lima

mahasiswa memilih jawaban hanya berdasarkan feeling, sedangkan tiga

mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban atau dengan kata lain tiga mahasiswa tersebut tidak mengetahui alasan jawaban yang dipilih.

Persentase kesalahan terbesar ketiga yaitu soal nomor 6 dengan persentase 13,6%. Salah satu penyebab kesalahan yaitu mahasiswa tidak memahami fungsi dan makna –te kuru dan –te iku yang diberikan. Hal ini dibuktikan bahwa delapan mahasiswa menjawab tidak tahu alasan memilih jawaban dan enam mahasiswa tidak menjawab alasan.

Persentase kesalahan terbesar keempat yaitu nomor 8 dengan persentase sebesar 12,9%. Kesalahan ini disebabkan karena dua mahasiswa menjawab tidak tahu alasan yang dipilih, delapan mahasiswa memilih jawaban hanya berdasarkan feeling, dan enam mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban.


(42)

Persentase kesalahan terbesar kelima yaitu pada nomor 5 dengan persentase 11,7%. Kesalahan terjadi salah satunya karena terdapat delapan mahasiswa yang menjawab tidak tahu alasan jawaban yang dipilih, sedangkan tujuh mahasiswa tidak menjawab alasan.

Persentase kesalahan terbanyak keenam yaitu pada nomor 4 dengan persentase kesalahan 9,25%. Pada soal nomor 4 terdapat sepuluh mahasiswa yang memilih jawaban hanya berdasarkan feeling sehingga hal ini menjadi salah satu penyebab kesalahan. Penyebab lain yang muncul yaitu pada angket yang diberikan kepada mahasiswa diketahui sebanyak 32 mahasiswa merasa kesulitan mempelajari pola kalimat –te kuru dan –te iku. Hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya kesalahan dan menjawab hanya berdasarkan feeling.

Persentase kesalahan terbesar ketujuh yaitu soal nomor 10 dengan persentase kesalahan 8,6%. Pada soal nomor 10 terdapat tiga mahasiswa memilih jawaban berdasarkan feeling, lima mahasiswa menjawab tidak mengetahui alasan jawabannya, dan delapan mahasiswa tidak menjawab alasan. Hal ini menjadi salah satu penyebab kesalahan yang tejadi pada nomor 10.

Persenatse kesalahan tebesar kedelapan yaitu nomor 7 dengan persentase kesalahan sebanyak 4.3%. Pada soal nomor 7 terdapat lima mahasiswa menjawab hanya berdasarkan feeling, dan tiga mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban.

Persentase kesalahan tekecil yaitu terdapat pada nomor 1 dan nomor 9 dengan persentase sebanyak 3,7%. Pada soal nomor 1 terdapat lima mahasiswa yang memilih jawaban berdasarkan feeling, sedangkan pada nomor 9 tedapat lima mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban.

Alasan memilih jawaban sangat mempengaruhi persentase kesalahan butir soal. Mahasiswa semakin memahami soal yang diberikan maka persentase kesalahan semakin kecil.

3.5.1.2Analisis Terjemahan

Pada 10 soal terjemahan mahasiswa selanjutnya diolah, dianalisis, dan kemudian mengidentifikasi kesalahan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memeriksa terjemahan mahasiswa.

2. Pengelompokan tipe kesalahan yang muncul pada masing-masing kalimat. Pengelompokkan tipe kesalahan yaitu:


(43)

1) Terjemahan yang kurang sempurna termasuk ke dalam kategori semantik. 2) Kesalahan kosakata termasuk dalam kategoi goi.

3) Kesalahan huruf kanji termasuk dalam kategori kanji. 4) Kesalahan partikel termasuk dalam kategori partikel.

5) Kesalahan kalimat atau susunan kata termasuk dalam kategori sintaksis. 3. Menjelaskan kesalahan.

Berikut adalah analisis jawaban terjemahan mahasiswa tingkat 3 tahun

ajaran 2013 Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta mengenai –te iku dan –te kuru: 1. Analisis soal nomor 1

Pertanyaan : 空 あ ました /

ました もうす 雨 やむ し う

Jawaban : ~ ました

Terjemahan : Langit mulai cerah ya. Sepertinya sebentar lagi hujan akan berhenti.

Tabel 3.5

Analisis terjemahan nomor 1

Terjemahan Penyebab kesalahan

Persentase kesalahan mahasiswa

Kategori


(44)

segera turun hujan. mengetahui kosakata

yamu.

- Langitnya menjadi

gelap ya, kayaknya akan turun hujan.

Tidak mengetahui

kosakata akarui dan

yamu.

64,4% Goi

- Tidak dijawab. Terjemahan 14,3% Semantik

- Langitnya memerah

ya, sepertinya akan terang.

Tidak mengetahui

kosakata akarui dan

yamu.

7,1% Goi

- Langit menjadi

terang ya.

Tidak mengetahui

kosakata yamu.

7,1% Goi

Jawaban terjemahan yang benar adalah „langit mulai cerah ya. Sepertinya sebentar lagi hujan akan berhenti‟. Jadi mahasiswa yang menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak 21 mahasiswa. Terjemahan „langitnya cerah, segera turun hujan‟ kurang tepat karena seharusnya hujan akan berhenti bukan hujan akan turun, karena kosakata yang digunakan adalah yamu. Tipe kesalahan yang muncul yaitu dalam kategori goi sebanyak 85,7%, tipe kesalahan semantik

sebanyak 14,3%. Kesalahan semantik disebabkan oleh faktor

terjemahan, yaitu mahasiswa tidak dapat menerjemahkan kalimat. Hal ini dapat disebabkan karena mahasiswa menjawab berdasakan feeling saja, dibuktikan dengan mahasiswa yang menjawab alasan jawaban berdasarkan feeling sebanyak 5 mahasiswa.


(45)

Pertanyaan : A: 朝 飯 ?

B: 食堂 パン 買 いた /

Jawaban : ~買 た

Terjemahan : A: Sarapannya gimana?

B: Tadi sudah beli roti di kantin kok. Tabel 3.6

Analisis terjemahan nomor 2

Terjemahan Penyebab Kesalahan

Persentase kesalahan mahasiswa

Kategori

- A: Makan yuk!

B: Saya akan membeli makan berupa roti.

Makna 21,1% Semantik

- A: Sarapannya?

B: Tadi sudah beli roti.

Tidak mengetahui kanji shokudou.

31,6% Kanji

- A: Sarapan?

B: Pagi-pagi beli kue.

Kalimat 17,1% Sintaksis

- Tidak dijawab. Terjemahan 15,7% Semantik

Tipe kesalahan yang muncul yaitu semantik sebanyak

36,8%, kanji sebanyak 31,6%, dan sintaksis sebanyak 17,1%. Kesalahan semantik disebabkan mahasiswa belum mengerti fungsi dan makna –te kuru yang diberikan. Hal ini dibuktikan dengan hanya enam mahasiswa menjawab alasan jawaban dengan tepat.

3. Analisis terjemahan soal nomor 3


(46)

行 う

Jawaban : ~持 い う

Terjemahan : Bawalah payung saat pergi ke sekolah.

Tabel 3.7

Analisis terjemahan nomor 3

Terjemahan Penyebab Kesalahan

Persentase kesalahan mahasiswa

Kategori

- Ke kampus

bawa payung.

Salah mengartikan kata

gakkou menjadi kampus.

40% Goi

- Dari sekolah

pergi membawa payung.

Mengartikan partikel e menjadi dari.

20% Partikel

- Tidak tahu. Terjemahan 40% Semantik

Pada soal nomor 3 dari 35 sampel terdapat 5 mahasiswa yang melakukan kesalahan pada terjemahan. Pada terjemahan beberapa mahasiswa gakkou diterjemahkan sekolah bukan kampus. Apabila kampus yang dimaksud biasanya menggunakan daigaku. Tipe kesalahan yang muncul yaitu goi sebanyak 40%, partikel sebanyak 20%, sedangkan semantic sebanyak 40%. Hal ini disebabkan terdapat tujuh mahasiswa menjawab alasan jawaban berdasarkan feeling, sedangkan lima mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban. 4. Analisis terjemahan soal nomor 4

Pertanyaan : 家 ピアノ 音 聞 え

い た / 聞 え た

Jawaban : 聞 え た

Terjemahan : Dari rumah sebelah terdengar bunyi piano. Tabel 3.8


(47)

Terjemahan Penyebab Kesalahan

Persentase kesalahan mahasiswa

Kategori

- Terdengar suara

piano.

Terjemahan yang

kurang sempurna 50% Semantik

- Permainan piano

mudah ya.

Tidak memahami kosakata yang

diberikan.

50% Goi

Terjemahan yang tepat pada soal nomor 4 adalah „dari rumah sebelah terdengar suara piano‟. Jadi tipe kesalahan yang muncul pada terjemahan nomor 4 adalah kanji dan semantik. Kesalahan tersebut dipengaruhi oleh salah satu faktor alasan mahasiswa dalam menjawab yaitu sebanyak sepuluh mahasiswa menjawab soal tes hanya berdasarkan feeling. Pada soal nomor 4 ini hanya ada dua mahasiswa yang melakukan kesalahan pada terjemahan.

5. Analisis terjemahan soal nomor 5

Pertanyaan : 学生たち 今ま 年間も 教え

/ 教え い

Jawaban : 教え た


(48)

mengajar murid-murid. Tabel 3.9

Analisis terjemahan nomor 5

Terjemahan Penyebab Kesalahan

Persentase kesalahan mahasiswa

Kategori

- Tidak dijawab Terjemahan 32% Semantik

- Murid-murid sampai

saat ini sudah dalam kurun waktu 9 tahun belajar.

Susunan

kalimat 60% Sintaksis

- Sampai sekarang

bahkan 9 tahun pun akan memberi tahu siswa.

Susunan

kalimat 8% Sintaksis

Pada nomor 5 jawaban terjemahan yang benar adalah „sampai sekarang sudah 9 tahun saya mengajar siswa‟, sedangkan tipe kesalahan yang muncul adalah semantik sebanyak 32% dan sintaksis sebanyak 68%. Kesalahan yang muncul salah satunya disebabkan sebanyak delapan mahasiswa menjawab tidak tahu alasan jawaban yang diberikan dan sebanyak tujuh mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban. Pada soal nomor 5 dari 35 sampel mahasiswa sebanyak 25 mahasiswa melakukan kesalahan dalam terjemahan.

6. Analisis terjemahan soal nomor 6

Pertanyaan : 友達 私 電話

/

Jawaban : た


(49)

Tabel 3.10

Analisis terjemahan nomor 6

Terjemahan Penyebab Kesalahan

Persentase kesalahan mahasiswa

Kategori

- Teman saya

meminjam hp. Makna 6,25% Semantik

- Teman

mengangkat telpon dari saya

Susunan kata

kurang tepat 62,5% Sintaksis

- Saya menelpon

teman.

Susunan kata

kurang tepat 18,75% Sintaksis

- Saya dan teman

saya berbicara

lewat telepon

genggam.

Makna 6,25% Semantik

- Tidak tahu Terjemahan 6,25% Semantik

Berdasarkan tabel di atas, jawaban terjemahan yang benar

adalah „teman menelpon saya‟ bukan „saya menelpon teman‟ atau

lainnya. Sebanyak 35 sampel mahasiswa terdapat 16 mahasiswa melakukan kesalahan terjemahan. Tipe kesalahan yang muncul adalah semantik sebesar 18,75%, kesalahan sintaksis sebesar 81,25%. Kesalahan ini disebabkan oleh delapan mahasiswa yang menjawab alasan jawaban yaitu tidak tahu, sedangkan enam mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban.

7. Analisis terjemahan soal nomor 7

Pertanyaan : ふ ち

向 い ます / 向 ます

Jawaban : 向 ます


(50)

Tabel 3.11

Analisis terjemahan nomor 7

Terjemahan Penyebab Kesalahan

Persentase kesalahan mahasiswa

Kategori

- Tidak tahu. Terjemahan 10,5% Semantik

- Kapal secara

perlahan lewat. Kalimat 21% Sintaksis

- Kapal kembali

dengan

hati-hati.

Kalimat 47,4% Sintaksis

- Pesawat

perlahan-lahan menuju kemari.

Menerjemahkan fune menjadi

pesawat.

5,3% Goi

- Kapal perlahan

berlayar menjauh.

Makna 15,8% Semantik

Dari tabel analisis terjemahan soal nomor 7, jawaban

terjemahan yang benar adalah „kapal perlahan-lahan menuju ke sini‟ yaitu menunjukkan kegiatan menuju pembicara. Tipe kesalahan yang muncul adalah semantik sebanyak 26,3%, kesalahan sintaksis sebanyak 68,4%, dan kesalahan goi sebanyak 5,3%. Dari 35 sampel mahasiswa, sebanyak 19 mahasiswa melakukan kesalahan pada terjemahan. Salah satu penyebab kesalahan yaitu sebanyak lima mahasiswa menjawab alasan memilih jawaban hanya berdasarkan feeling, sedangkan tiga mahasiswa tidak menjawab alasan.

8. Analisis terjemahan soal nomor 8

Pertanyaan : ワン 見えま

せ すた


(51)

屋 入 た / い た

す 出 / 出 い た

Jawaban : 入 た 出 い た

Terjemahan : Sakura : “apakah kamu

melihat Wan?” Lee : “tadi sih masuk ke

ruangan ini, tapi setelah itu buru-buru pergi.”

Tabel 3.12

Analisis terjemahan nomor 8

Terjemahan Penyebab Kesalahan

Persentase


(52)

mahasiswa

- A: Lihat

Wan-san tidak?

B: Barusan

masuk ruangan

ini mungkin

sebentar lagi

keluar.

Makna 18,2% Semantik

- Tidak tahu. Terjemahan 63,6%% Semantik

- A: Lihat

Wan-san tidak?

B: Baru saja

keluar ruangan

ini tapi akan

masuk lagi.

Makna 9,1% Semantik

- A: Lihat

Wan-san tidak?

B: Barusan

pergi ke kamar tapi pergi lagi.

Makna 9,1% Semantik

Tabel terjemahan nomor 9 di atas menunjukkan bahwa 24 mahasiswa menerjemahkan secara tepat, sedangkan 11 mahasiswa menjawab secara tidak tepat. Tipe kesalahan pada nomor 8 yaitu semantik sebanyak 100%. Kesalahan semantik pada nomor 8 salah satu penyebabnya yaitu dua mahasiswa menjawab tidak tahu alasan jawaban yang dipilih, delapan mahasiswa memilih jawaban hanya

berdasakan feeling, sedangkan enam mahasiswa tidak menjawab

alasan.

9. Analisis terjemahan soal nomor 9

Pertanyaan : あ 子 友達 し 泣


(1)

3) Mahasiswa jarang menggunakan pola kalimat –te iku dan te kuru dengan alasan jarang memakai, pada percakapan sangat dibutuhkan,sering lupa dengan pola kalimat –te iku dan te kuru, belum begitu paham, lebih memilih menggunakan pola kalimat yang lain, karena dalam bahasa Indonesia tidak ada pola kalimat seperti –te iku dan –te kuru, datang ya datang saja.


(2)

62 BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tipe kesalahan pembelajar yaitu:

a. Kosakata (goi) terdapat kesalahan pada nomor 1,3,4, dan 7. Kesalahan antara lain tidak mengetahui kosakata yamu dan akarui. Kesalahan lainnya yaitu mengartikan kosakata gakkou yang seharusnya ‘sekolah’ menjadi ‘kampus’. b. Partikel terdapat kesalahan pada nomor 3. Terdapat mahasiswa yang

mengartikan partikel e diartikan ‘dari’.

c. Kanji terdapat kesalahan pada nomor 2. Kesalahannya antara lain yaitu tidak mengetahui kanji shokudou.

d. Sintaksis terdapat kesalahan pada nomor 2,5,7, dan 9. Mahasiswa masih menerjemahkan secara literal dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. e. Semantik terdapat pada nomor 1,2,3,4,5,6,7,8,9, dan 10. Mahasiswa tidak

menjawab terjemahan dan makna pada kalimat menjadi berubah.

Berdasarkan data yang diperoleh dari soal tes dan angket maka penulis menemukan beberapa penyebab kesalahan yaitu:

1. Masih banyak mahasiswa yang menjawab soal tes atau memilih jawaban berdasarkan feeling, dan banyak yang tidak tahu alasan memilih jawaban tersebut bahkan ada pula mahasiswa yang tidak menjawab alasan jawaban, hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya suatu kesalahan dalam penggunaan pola kalimat –te kuru dan –te iku.

2. Mahasiswa menyukai mata kuliah hyougen bunkei tetapi merasa kesulitan dalam mata kuliah hyougen bunkei. Alasannya antara lain yaitu rumit, diperlukan pendalaman secara individu, susah menangkapnya, lupa, pada bahasa Jepang banyak pola kalimat yang maknanya hampir sama namun berbeda, terkadang membingungkan apabila belajar tanpa dosen, banyak pola


(3)

kalimat yang harus dipelajari, mata kuliah yang sangat berkaitan dengan mata kuliah lainnya, baru bertemu mata kuliah hyougen bunkei diperkuliahan. 3. Sebagian besar mahasiswa mengalami kesulitan dalam mempelajari pola

kalimat –te iku dan –te kuru seperti membedakan makna, fungsi, dan juga mengalami kesulitan dalam menerjemahkan. Alasannya antara lain sulit dalam membedakan dan jarang dipakai, ada banyak fungsi dan makna yang harus diketahui, butuh contoh yang lebih banyak supaya mengetahui detail penggunaannya, masih bingung membedakannya, ragu membedakan makna, sampai sekarang tidak pernah menggunakan pola kalimat –te iku dan –te kuru, sangat rumit.

4. Mahasiswa jarang menggunakan pola kalimat –te iku dan te kuru dengan alasan jarang memakai, pada percakapan sangat dibutuhkan,sering lupa dengan pola kalimat –te iku dan te kuru, belum begitu paham, lebih memilih menggunakan pola kalimat yang lain, karena dalam bahasa Indonesia tidak ada pola kalimat seperti –te iku dan –te kuru, datang ya datang saja.

4.2 Saran

Pada analisis kesalahan, setelah mengetahui kesalahan dan penyebab kesalahan maka dapat dijadikan titik tolak ukur perbaikan kesalahan. Pada penelitian ini belum dibahas mengenai metode yang efektif dalam mempelajari pola kalimat –te iku dan –te kuru. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk penelitian-penelitian selanjutnya, di antaranya tentang metode yang tepat untuk mempelajari pola kalimat te iku dan –te kuru.

Berdasarkan pengalaman penulis selama menjadi mahasiswa, penulis merekomendasikan metode yang dapat diuji coba kepada mahasiswa. Metode yang direkomendasikan oleh penulis adalah film pendek karya mahasiswa sendiri. Pada film pendek tersebut mahasiswa mendapatkan peran masing-masing yang dilaksanakan pada beberapa lokasi sehingga dapat membantu mahasiswa memahami posisi, fungsi dan


(4)

64

digunakan untuk mahasiswa semester berikutnya sebagai metode pengajaran.

Metode yang efektif saja tidak cukup dalam proses pembelajaran tetapi strategi belajar mahasiswa itu sendiri juga merupakan hal penting. Kesalahan dapat dikurangi dengan metode dan strategi belajar yang baik. Bukan hanya dosen yang aktif dan bekerja keras dalam merancang metode terbaik, tetapi mahasiswa juga harus aktif dalam mencari strategi belajar yang efektif untuk diri sendiri sehingga tercipta keselarasan.

Pada penelitian ini kesalahan masih membatasi pada istilah mistake. Pada penelitian selanjutnya dapat dilaksanakan analisis kesalahan yang membatasi pada istilah error. Pada penelitian ini juga belum dibahas mengenai terjemahan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jepang. Diharapkan pada penelitian berikutnya dapat ditambahkan mengenai terjemahan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jepang untuk mengetahui kesalahannya. Pada penelitian berikutnya juga dapat dianalisis mengenai makna –te iku dan –te kuru dalam bahasa Jepang dan dalam bahasa Indonesia pada segi budaya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amali, R. Siti Hajar. 2013. Analisis Kesalahan Penggunaan –bekida dan – nakerebanaranai dalam kalimat bahasa Jepang. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Amalina. 2013. Analisis Pembentukan Makna pada Fukugoudoushi yang

Berakhiran –dasu. Skripsi Universitas Negeri Semarang: tidak diterbitkan. Andre, Beksu dkk. 1998. Nihongo Bunkei Jiten. Japan: Kurosio Publishers.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Debora, Julianis Clara. 2010. Analisis Pemakaian Verba Ochiru, Korobu, dan

Taoreru dalam Kalimat Bahasa Jepang. Skripsi Universitas Sumatera Utara:tidak diterbitkan.

Isao, Iori dkk. 2009. Minna no Nihongo Intermediate Level I. Tokyo: 3A Corporation.

Kato, Shigehiro. 2001. Minna No Nihonggo Kyoushitsu. Japan: Mikakashobo. Sugihastuti dan Siti Saudah. 2016. Buku Ajar Bahasa Indonesia Akademik.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2015. Statistik Nonparametris untuk Penelitian. Bandung: CV.Alfabeta. Suryadi, Dedi. 1998. Fukugoudoushi Bahasa Jepang. Skripsi pada FPBS IKIP

Bandung: tidak diterbitkan.

Sutedi, Dedi. 2011. Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora. Syamsuddin dan Vismaia S. Damaianti. 2015. Metode Penelitian Pendidikan

Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tarigan, Hendri Guntur dan Djago Tarigan. 2011. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tjhin, Thian Shiang. 2008. Minna no Nihongo Chukyuu I. Tokyo: Gakushudo. Sumber online dan bentuk lain:

http://www.tomojuku.com/blog/tekurteiku5/[22 April 2016].

http://file.upi.edu/Direktori/dualmodes/Berbahasa Pembinaan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Kedua/10 BBM 8.pdf. [22 April 2016].


(6)