Analisis Fungsi Dan Makna Verba Bentuk 「–Te Iku 」Dan 「–Te Kuru 」Dalam Novel ‘Piitaa Pan To Wendi’ [Piitaa Pan To Wendi] No Shousetsu No 「-Te Iku」 To 「-Te Kuru」 To Iu Doushi No Kinou To Imi No Bunseki

(1)

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA VERBA BENTUK –TE IKU DAN TE KURU DALAM NOVEL ‘PIITAA PAN TO WENDI’

[PIITAA PAN TO WENDI] NO SHOUSETSU NO -TE IKU TO -TE KURU TO IU DOUSHI NO KINOU TO IMI NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam

Bidang Ilmu Sastra Jepang Oleh:

LISAMAYASARI NIM: 070708018

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA VERBA BENTUK –TE IKU DAN TE KURU DALAM NOVEL ‘PIITAA PAN TO WENDI’

[PIITAA PAN TO WENDI] NO SHOUSETSU NO -TE IKU TO -TE KURU TO IU DOUSHI NO KINOU TO IMI NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Pembimbing I Pembimbing II

Adriana Hasibuan, S.S., M. Hum. Zulnaidi, S.S., M. Hum. NIP. 196207271987032005 NIP.19670807200411001

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Disetujui oleh:

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Departemen Sastra Jepang

Ketua Departemen Sastra Jepang,

Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum. NIP. 196009191988031001


(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Fungsi dan Makna Verba Bentuk –te ikudan –te kuru dalam Novel ‘Piita Pan to Wendi’”. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak kesulitan dan selalu diwarnai kesalahan, namun demikian selalu ada harapan untuk selalu melakukan yang terbaik untuk semua pihak yang telah membantu.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, dimana masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi tata bahasa maupun isi pembahasan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran-saran demi penyempurnaan tulisan ini.

Dalam penulisan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu, terutama kepada:

• Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

• Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum. Selaku ketua Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

• Ibu Adriana Hasibuan, S.S., M. Hum. selaku dosen pembimbing yang telah begitu banyak memberikan bimbingan dan pengarahan.

• Seluruh staf pengajar Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan mengajarkan berbagai pengetahuan kepada penulis.


(6)

• Kedua orang tua tercinta Ayahanda Wages Ruan dan Ibunda Siti Fadriati yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

• Ilham Pratama my one and only brother yang juga selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

• Teristimewa untuk Pika-Pika Ladies, Kakak Pertama Ratna Sari Nasution yang setia, Kakak kedua Chrisya Uliandari, dan Adik Terkecil a.k.a Sousen Nazaya Zulaikha. Terima kasih untuk semua dukungan, bantuan dan sepenuh hati dari kalian, untuk semua waktu-waktu berharga yang dilalui bersama, untuk semangat dan motivasi yang selalu dibagi... Tidak akan cukup kata-kata untuk mengungkapkannya.

• Teman-teman seperjuangan di Sastra Jepang 07 tokuni, Erma Dani Sembiring, thanks for lending me ur hand, thanks for eeeeverything.

• Semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah berkontribusi baik langsung maupun tidak langsung sehingga penulisan ini dapat diselesaikan.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya mahasiswa sastra Jepang.

Wassalam

Medan, 15 Juni 2011 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 7

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan... 8

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori... 9

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 15

1.6 Metode Penelitian... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DOUSHI, BENTUK –TE IKU DAN–TE KURU, DAN SEMANTIK 2.1 Doushi... 18

2.1.1 Pengertian Doushi... 18

2.1.2 Jenis-Jenis Doushi... 19


(8)

2.3 Semantik... 41

2.3.1 Pengertian Semantik... 41 2.3.2 Jenis-Jenis Makna dalam Semantik... 42

BAB III ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA VERBA BENTUK –TE IKUDAN –TE KURUDALAM NOVEL ‘PIITAA PAN TO WENDI’

3.1 Bentuk 「–te iku」... 48 3.1.1 Bentuk 「–te iku」yang menyatakan situasi waktu perpindahan... 48 3.1.2 Bentuk 「–te iku」yang menyatakan perpindahan yang menjauh... 51 3.1.3 Bentuk 「–te iku」yang menyatakan berkelanjutan... 54 3.1.4 Bentuk 「–te iku」yang menyatakan hal menghilang... 58 3.2 Bentuk –te kuru」... 62 3.2.1 Bentuk 「–te kuru」yang menyatakan situasi waktu perpindahan. 62 3.2.2 Bentuk 「–te kuru」yang menyatakan perpindahan yang mendekat 65 3.2.3 Bentuk 「–te kuru」yang menyatakan berkelanjutan... 68 3.2.4 Bentuk 「–te kuru」yang menyatakan kemunculan... 72


(9)

3.2.5 Bentuk 「–te kuru」yang menyatakan perubahan... 75 3.2.6 Bentuk「–te kuru」berfungsi untuk menyatakan benda atau rasa (bau,

suara, dan sebagainya) yang mendekati penutur... 78 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan... 82

4.2 Saran... 84 DAFTAR PUSTAKA


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa memegang peranan penting sebagai alat komunikasi dalam kehidupan manusia, ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun tertulis, orang tersebut bisa menangkap apa yang kita maksud, tidak lain karena ia memahami makna yang dituangkan melalui bahasa tersebut (Sutedi, 2003:5).

Lebih lanjut Retnoningsih (2005:22) menyatakan bahwa, bahasa adalah alat yang digunakan seseorang untuk melahirkan pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan dalam perasaan, ia berfungsi sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat sebagai pemakai bahasa, dan saling menginformasikan gagasan dan perasaannya dari informasi tersebut.

Dalam Nasution (2010:1) dinyatakan bahwa dalam mempelajari bahasa ada empat komponen besar yaitu komponen bunyi, komponen kata, komponen kalimat, dan komponen makna. Komponen bunyi dipelajari dalam fonologi, komponen kata (bentuk kata) dipelajari dalam morfologi, komponen kalimat (susunan kalimat) dipelajari dalam sintaksis, dan komponen makna dipelajari dalam semantik. Teknik analisis makna merupakan satu usaha untuk mengelompokkan, membedakan, dan menghubungkan masing-masing hakikat makna.


(11)

Salah satu cara agar dapat mengerti makna yang terkandung dalam suatu karya tulis asing dapat dilakukan dengan cara mengalihbahasakannya ke dalam bahasa yang kita kuasai. Pengalihan bahasa ini disebut menerjemahkan/translation.

Salah satu langkah dalam proses terjemahan, selain perlu memperhatikan makna dari kata-katanya, perlu juga memperhatikan tata bahasanya. Kata-kata adalah pertama, sebuah bunyi dan perpaduan bunyi yang keluar dari mulut seseorang (ucapan), kedua, sebuah paduan atau serangkai huruf yang membentuk sebuah makna dalam suatu bahasa tertentu (Moeliono, 2005:513). Tata bahasa adalah pengetahuan dan pelajaran mengenai pembentukan kata dan penyusunan kata-kata dalam kalimat (Moeliono, 2005:1148).

Dalam bahasa Jepang terdapat sepuluh kelompok kelas kata yakni doushi ‘verba’, keiyoushi ‘ajektiva-i’, keiyoudoushi ‘ajektiva-na’, meishi ‘nomina’, fukushi ‘adverbia’, rentaishi ‘prenomina’, setsuzokushi ‘konjungsi’, kandoushi ‘interjeksi’, jodooshi ‘verba bantu’, dan joshi ‘partikel’, (Sudjianto, 2007:15).

Salah satu kelas kata yang paling produktif adalah doushi. Doushi adalah verba yang bisa berfungsi menjadi predikat dalam suatu kalimat, mengalami perubahan bentuk (katsuyou) dan bisa berdiri sendiri (Sutedi, 2008:44). Banyak istilah yang menunjukkan jenis-jenis doushi tergantung pada dasar pemikiran yang dipakainya. Dalam Dedi Sutedi (2008:48)


(12)

dinyatakan bahwa verba bahasa Jepang berdasarkan pada perubahannya digolongkan ke dalam tiga kelompok berikut.

1. Kelompok I (godan-doushi)

Verba kelompok ini disebut dengan godan-doushi, karena mengalami perubahan dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang, yaitu A-I-U-E-O. Cirinya yaitu verba yang berakhiran huruf U, TSU, RU, BU, MU, NU, KU, GU, SU.

Contoh: 買う ka-u membeli 立つ ta-tsu berdiri 売る u-ru menjual 遊ぶ aso-bu bermain 読む yo-mu membaca 死ぬ shi-nu mati 書く ka-ku menulis 泳ぐ oyo-gu berenang 話す hana-su berbicara 2. Kelompok II (ichidan-doushi)

Verba kelompok ini disebut ichidan-doushi, karena perubahannya terjadi pada satu deretan bunyi saja.

Contoh: 見る miru melihat 寝る neru tidur 食べる taberu makan


(13)

3. Kelompok III (henkaku doushi)

Verba kelompok III merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan dan hanya terdiri dari dua verba berikut.

する suru melakukan くる kuru datang

Selain itu Terada Nakano dalam Sudjianto (2007:150) menyatakan bahwa jenis-jenis doushi adalah:

1. Fukugo Doushi

Fukugo doushi adalah doushi yang terbentuk dari gabungan dua kata atau lebih. Gabungan kata tersebut secara keseluruhan dianggap satu kata

Contoh: hanashiau ‘berunding’ (doushi+doushi) 2. Haseigo Toshite no Doushi

Di antara doushi ada juga doushi yang memakai prefiks atau doushi yang terbentuk dari kelas kata lain dengan menambahkan sufiks. Kata-kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata. Misalnya:

Samayou ‘mondar-mandir’ Bunnaguru ‘melayangkan tinju’ Samugaru ‘merasa dingin’ 3. Hojo Doushi

Hojo doushi adalah doushi yang menjadi bunsetsu tambahan. Misalnya:


(14)

兄に数学を教えてもらう。 Ani ni suugaku o oshiete morau.

Saya belajar matematika dari kakak laki-laki saya.

Verba yang juga termasuk hojo doushi adalah verba bentuk –te iku」 dan 「-te kuru」. Bentuk verba ini membentuk makna perpindahan dan perubahan.

Contoh:

1. 時間がないから、タクシーに乗っていきましょう。

Jikan ga nai kara, takushii ni notte ikimashou. Karena tidak ada waktu, ayo kita pergi naik taksi.

Verba bentuk 「–te iku」 pada contoh nomor 1 berfungsi untuk menyatakan aktivitas pergi dan dengan cara apa aktivitas tersebut dilakukan. Makna dari bentuk 「–te iku」 dalam kalimat tersebut adalah aktivitas pergi dengan naik taksi.

2. バスは時間がかかるから、タクシーに乗ってきてください。

Basu wa jikan ga kakaru kara, takushii ni notte kite kudasai.

Karena (naik) bus akan memakan waktu, datanglah dengan naik taksi. Verba bentuk 「–te kuru」 pada contoh nomor 2 berfungsi menyatakan aktivitas datang dengan cara apa. Makna bentuk 「–te kuru」 dalam kalimat tersebut adalah datang dengan naik taksi.

3. 雪が降ってきた。


(15)

Salju sudah mulai turun.

Verba bentuk 「–te kuru」 pada kalimat nomor 3 di atas berfungsi menyatakan terjadinya suatu perubahan. Jadi makna verba bentuk 「 te kuru 」 pada kalimat tersebut adalah turunnya salju yang sebelumnya tidak ada.

4. 日本では子供の数がだ んだん減っていくだろ うといわれていま

す。

Nihon de wa kodomo no kazu ga dandan hette iku darou to iwarete imasu.

Dikatakan bahwa jumlah anak-anak di jepang akan semakin menurun. Verba bentuk 「–te iku」 pada contoh nomor 4 berfungsi sebagai hal yang akan berubah secara terus menerus hingga masa yang akan datang. Verba bentuk –「te iku」 pada kalimat nomor 4 bermakna akan terus menurunnya jumlah anak hingga masa yang akan datang.

Dari contoh 1 sampai dengan contoh 4 bisa dilihat bahwa verba bentuk 「–te iku」dan 「–te kuru 」 dapat membentuk makna yang berbeda-beda. Demikian juga verba bentuk 「–te iku」dan 「–te kuru yang terdapat dalam novel ‘Piitaa Pan to Wendi’. Novel ‘Piitaa Pan to Wendi’ yang merupakan novel anak-anak berbahasa Inggris karya J.M Barrie dengan Judul asli ‘Peter and Wendy’ dan diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh Momoko Ishii. Karena itulah penulis tertarik untuk


(16)

membahas tentang fungsi dan makna bentuk 「–te iku dan –te kuru dalam novel ‘Piitaa Pan to Wendi’.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan penulis analisis dalam penulisan ini adalah fungsi dan makna bentuk 「–te iku」dan 「–te kuru 」dalam novel “Piita Pan to Wendi” yang dialihbahasakan dari bahasa sumber yaitu bahasa Jepang. Makna bentuk 「–te iku」dan 「–te kuru 」sangat tergantung dengan verba yang dilekatinya, situasi pihak yang menyatakannya, dan fungsi yang ada pada bentuk 「–te iku」dan 「–te kuru 」.

Untuk itu penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana fungsi dan makna bentuk「–te iku 」dan「–te kuru

dalam kalimat bahasa Jepang.

2. Bagaimana fungsi dan makna bentuk 「–te iku 」dan「–te kuru dalam Novel ‘Piitaa Pan to Wendi’ karya J.M. Barrie yang diterjemahkan oleh Momoko Ishii.

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penulisan ini penulis akan membatasi ruang lingkup pembahasannya pada bagaimana fungsi dan makna bentuk 「–te iku 」 dan 「–te kuru yang terdapat dalam novel ‘Piitaa Pan to Wendi’.


(17)

Penulis akan membahas cuplikan-cuplikan kalimat yang memiliki verba bentuk 「 –te iku 」 dan 「 –te kuru 」 dalam novel tersebut, mengklasifikasikan dan menganalisis fungsi dan makna yang terdapat dalam kalimat-kalimat tersebut. Terdapat 73 kalimat bentuk 「–te iku 」 dan 149 kalimat bentuk 「–te kuru dalam novel ‘Piitaa Pan to Wendi’. Akan tetapi penulis tidak akan membahas seluruh kalimat tersebut melainkan hanya masing-masing tiga kalimat dari setiap fungsi dan makna yang terdapat di dalam novel ‘Piitaa Pan to Wendi’. Adapun kalimat yang tersisa merupakan fungsi yang sama dan sudah termasuk dalam pengklasifikasian masing-masing bentuk 「–te iku 」dan 「–te kuru」. Untuk mendukung pembahasan, penulis juga akan menjelaskan mengenai pengertian doushi dan jenis-jenis doushi.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, mempelajari makna merupakan kajian semantik. Makna berfungsi sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling mengerti. Dalam sebuah bahasa makna akan muncul akibat proses gramatikal (Nasution, 2010:8).

Gramatikal bahasa Jepang disebut bunpou. Bunpou adalah suatu fenomena yang umum pada waktu menyusun kalimat, secara teoritis


(18)

merupakan suatu sistem tentang bentuk kata, urutan kata dan fungsi kata dalam suatu kalimat (Sudjianto, 2007:133).

Proses gramatikal yang paling produktif terdapat pada doushi (verba). Doushi (verba) dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan atau keadaan sesuatu. Doushi dapat mengalami perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat (Nomura dalam Sudjianto, 2007:149).

Shimizu dalam Sudjianto (2007:150) menyatakan jenis-jenis doushi sebagai berikut:

1. Jidoushi

Merupakan kelompok doushi yang tidak disertai objek penderita. Contohnya iku ‘pergi’, kuru ‘datang’, okiru ‘bangun’, dan sebagainya.

2. Tadoushi

Merupakan kelompok doushi yang disertai objek penderita. Dengan kata lain menyatakan arti mempengaruhi pihak lain. Contohnya kata okosu ‘membangunkan’, nekasu ‘menidurkan’, dasu ‘mengeluarkan’, dan sebagainya.

3. Shodoushi

Merupakan kelompok doushi yang memasukkan pertimbangan pembicara, maka tidak dapat diubah ke dalam bentuk pasif dan kausatif.

Contohnya kata mieru ‘terlihat’, ikeru ‘dapat pergi’, dan sebagainya.


(19)

Perubahan bentuk kata disebut katsuyou (konjugasi) (Sutedi, 2008:49). Konjugasi verba bahasa Jepang secara garis besar ada enam macam yaitu:

1. Mizenkei (未然形)、yaitu perubahan bentuk verba bahasa yang di dalamnya mencakup bentuk menyangkal (bentuk NAI), bentuk maksud (bentuk OU/YOU), bentuk pasif (RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk SERU).

2. Renyoukei (連用形), yaitu perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk sopan (bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE), dan bentuk lampau (bentuk TA).

3. Shuushikei (終止形), yaitu verba bentuk kamus atau yang digunakan di akhir kalimat.

4. Rentaikei ( 連 体 形 ), yaitu verba bentuk kamus yang digunakan sebagai modifikator.

5. Kateikei ( 仮 定 形 ), yaitu perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian (bentuk BA).

6. Meireikei ( 命 令 形 ), yaitu perubahan verba ke dalam bentuk perintah.

b. Kerangka Teori

Penelitian ini memfokuskan analisis makna bentuk 「–te iku 」dan 「–te kuru yang terdapat dalam novel ‘Piitaa Pan to Wendi’.


(20)

Semiotika merupakan ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia, termasuk bahasa (Chaer, 2007:37). Tanda adalah suatu atau sesuatu yang dapat menandai atau mewakili ide, pikiran, perasaan, benda, dan tindakan secara langsung dan alamiah (Chaer, 2007:37). Bahasa merupakan sistem lambang yang berwujud bunyi atau bunyi ujar. Sebagai lambang tentu ada yang dilambangkan. Maka, yang dilambangkan adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran dalam wujud bunyi itu. Karena lambang-lambang itu mengacu pada sesuatu konsep, ide, atau pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna.

Penelitian ini menggunakan pendekatan semantik. Semantik (imiron) merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna (Sutedi, 2003:13). Dalam memberi makna sebuah kata, perlu diperhatikan konteks dan situasi di mana tempat digunakan kata tersebut, dan perlu juga diperhatikan makna-makna lain yang tidak ada di dalam kamus. Depdikbud dalam Pateda (2001:82) menyatakan bahwa makna adalah; pertama, Arti, kedua, Maksud pembicara atau penulis, dan ketiga, Pengertian yang diberikan pada suatu bentuk kebahasaan. Untuk makna bentuk 「–te kuru」 dan 「–te iku」yang akan dianalisis, penulis akan melihat makna bentuk 「–te kuru」 dan 「–te iku」 dari ketiga definisi makna tersebut untuk dapat lebih memperjelas makna sesuai dengan konteks dan situasi kalimat dalam novel.


(21)

Salah satu kajian makna dalam bahasa yaitu makna kontekstual. Makna kontekstual adalah, pertama, makna penggunaan sebuah kata (atau gabungan kata) dalam konteks kalimat tertentu; kedua, makna keseluruhan kalimat (ujaran) dalam konteks situasi tertentu (Chaer, 2007:81). Dari konteks kalimat yang terdapat bentuk –「te kuru」 dan 「–te iku」 dalam novel ini, Penulis akan melakukan analisis makna kontekstual berdasarkan referensi definisi dari kedua makna kontekstual tersebut di atas.

Dalam Moeliono (2005:322) fungsi diartikan sebagai 1) jabatan (pekerjaan) yang dilakukan; 2) faal (kerja suatu bagian tubuh; 3)dalam ilmu matematika, fungsi berarti besaran yang berhubungan, jika besaran yang satu berubah, besaran yang lain juga berubah; 4) kegunaan suatu hal; 5) dalam istilah linguistik fungsi berarti peran sebuah unsur bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas. Dalam hal ini dilakukan analisis fungsi bentuk 「–te iku」 dan 「–te kuru」 berdasarkan arti poin 5) untuk arti fungsi dalam istilah linguistik.

Terada Nakano dalam Sudjianto (2007:150) menyatakan bahwa jenis-jenis doushi adalah Fukugo Doushi, Haseigo Toshite no Doushi, dan Hojo Doushi. Verba bentuk –te iku」 dan 「–te kuru」 merupakan jenis hojo doushi. Iori (2007:116) menyatakan bahwa secara garis besar bentuk verba 「-te iku」 dan 「-te kuru merupakan hojo doushi yang membentuk verba yang menyatakan perpindahan.


(22)

Dalam Sunagawa (1998:241) fungsi bentuk–te iku」dijelaskan sebagai berikut:

1. Menyatakan pergi sambil melakukan suatu tindakan, juga menyatakan pergi dengan cara apa.

2. Menyatakan hal yang semakin menjauh dari penutur.

3. Menyatakan hal kepergian setelah melakukan suatu aktivitas. 4. Menyatakan hal atau kegiatan yang terus berlanjut yang

distandarkan pada satu peristiwa..

5. Menyatakan hal yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, menjauh atau menghilang dari jangkauan pembicara.

Masih dalam Sunagawa (1998:250), dinyatakan bahwa fungsi bentuk 「–te kuru」adalah untuk:

1. Menyatakan hal yang datang saat melakukan suatu tindakan, juga menyatakan datang dengan cara apa.

2. Menyatakan orang atau benda yang mendekati wilayah penutur.

3. Menyatakan kedatangan setelah terjadinya suatu aktivitas.

4. Menyatakan perubahan maupun perbuatan yang masih berlanjut sejak lampau hingga kini.

5. Menyatakan hal yang sampai saat ini tidak terlihat, tidak ada, tetapi kemudian muncul.


(23)

7. Menyatakan perbuatan yang mengarah pada penutur sebagai orang yang meletakkan sudut pandang. Orang yang melakukan perbuatan dinyatakan dengan partikel ‘ga’ dan orang yang dikenai perbuatan dinyatakan dengan partikel ‘ni’.

Penulis akan menggunakan teori fungsi bentuk 「–te iku」 dan 「 –te kuru」yang dinyatakan oleh Sunagawa dalam menganalisis fungsi dan makna kalimat bentuk 「–te iku」 dan 「–te kuru」yang terdapat dalam novel ‘Pitaa Pan to Wendi’.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui fungsi dan makna bentuk 「–te iku」 dan 「–te kuru」 dalam bahasa Jepang.

2. Untuk mengetahui fungsi dan makna bentuk 「–te iku」 dan 「–te kuru dalam novel ‘Pitaa Pan to Wendi’ karya J.M. Barrie yang diterjemahkan oleh Momoko Ishii.

b. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menambah wawasan penulis tentang fungsi dan makna verba bentuk 「–te iku」 dan 「–te kuru」 khususnya dalam


(24)

novel ‘Pitaa Pan to Wendi’ karya J.M. Barrie yang diterjemahkan oleh Momoko Ishii.

2. Sebagai referensi ilmu ketatabahasaan bagi institusi yang membutuhkan karangan ilmiah ini untuk diteliti lebih lanjut.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi dalam Abdurrahman, 1999: 23).

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui library research (studi kepustakaan), yaitu mencari dan mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penulisan. Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah sebuah novel yang berjudul ‘Pitaa Pan to Wendi’. Untuk mempermudah melakukan analisis, akan dilakukan penerjemahan untuk konteks-konteks kalimat tertentu yang terdapat bentuk 「-te iku」 dan 「–te kuru」 sehingga dapat lebih mempermudah dalam proses menganalisis dan dapat lebih memperjelas maknanya.

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Pengumpulan data-data dari referensi yang berkaitan dengan


(25)

2. Membaca novel ‘Pitaa Pan to Wendi’.

3. Mencari dan mengumpulkan serta mengklasifikasikan kalimat yang menggunakan verba bentuk 「–te iku」 dan 「–te kuru」 pada novel tersebut.

4. Menerjemahkan konteks-konteks kalimat atau cuplikan kalimat yang terdapat verba bentuk 「–te iku」 dan 「–te kuru」 .

5. Melakukan analisis fungsi dan makna verba bentuk 「–te iku」 dan 「 –te kuru 」 dari cuplikan kalimat yang sudah diterjemahkan.

6. Memaparkan hasil analisis dalam bab pembahasan fungsi dan makna verba bentuk 「–te iku」dan「–te kuru」dalam novel ‘Piitaa Pan to Wendi’.


(26)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG DOUSHI, BENTUK –TE IKU DAN TE KURU, DAN SEMANTIK

2.1 Doushi

2.1.1 Pengertian Doushi

Sebelum menelaah fungsi verba bentuk 「–te iku dan –te kuru dalam kalimat bahasa Jepang, penulis akan menerangkan pengertian verba yang diambil dari beberapa sumber. Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan, yang juga disebut kata kerja (Moeliono, 2005 : 1260).

Dalam bahasa Jepang verba disebut dengan doushi. Doushi adalah kata kerja yang berfungsi menjadi predikatdalam suatu kalimat, mengalami perubahan bentuk (katsuyou) dan bisa berdiri sendiri (Sutedi, 2003 : 42).

Makna doushi dilihat dari kanjinya:

= ugoku, dou = gerak

= kotoba, shi = kata


(27)

Nomura dan Koike dalam Sudjianto (2007 : 149) berpendapat hampir sama dengan Sutedi. Mereka menyatakan bahwa verba (doushi) adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang, sama dengan ajektiva-i dan ajektiva-na menjadi salah satu jenis yougen.Kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan atau keadaan sesuatu. Doushi dapat mengalami perubahan (katsuyou) dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat.

Sedangkan Iori dalam Yusmarani (2006: 14) menyatakan bahwa verba (doushi) adalah kata yang menyatakan peristiwa yang merupakan inti kalimat yang bias dipakai bersama frase dengan nominal (pelengkap), dimana melibatkan kakujoshi.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa verba (doushi) adalah kelas kata yang menyatakan aktivitas, keberadaan atau keadaan (peristiwa), mengalami perubahan (katsuyou), dapat berdiri sendiri dan bisa menjadi predikat dalam suatu kalimat.

2.1.2 Jenis-Jenis Doushi

Dalam Sutedi (2003:48) dinyatakan bahwa verba bahasa Jepang berdasarkan pada perubahannya digolongkan ke dalam tiga kelompok berikut.


(28)

Verba kelompok ini disebut dengan godan-doushi, karena mengalami perubahan dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang, yaitu A-I-U-E-O. Cirinya yaitu verba yang berakhiran huruf U, TSU, RU, BU, MU, NU, KU, GU, SU.

Contoh: 買うka-u membeli 立つta-tsu berdiri 売るu-ru menjual 遊ぶaso-bu bermain 読むyo-mu membaca 死ぬshi-nu mati 書くka-ku menulis 泳ぐoyo-gu berenang 話すhana-su berbicara 5. Kelompok II (ichidan-doushi)

Verba kelompok ini disebut ichidan-doushi, karena perubahannya terjadi pada satu deretan bunyi saja.

Contoh: 見るmiru melihat 寝るneru tidur 食べるtaberu makan 6. Kelompok III (henkaku doushi)

Verba kelompok III merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan dan hanya terdiri dari dua verba berikut.


(29)

するsuru melakukan くるkuru datang

Selain itu Terada Nakano dalam Sudjianto (2007:150) menyatakan bahwa jenis-jenis doushi adalah:

4. Fukugo Doushi

Fukugo doushi adalah doushi yang terbentuk dari gabungan dua kata atau lebih.Gabungan kata tersebut secara keseluruhan dianggap satu kata

Contoh: hanashiau ‘berunding’ (doushi+doushi) 5. Haseigo Toshite no Doushi

Di antara doushi ada juga doushi yang memakai prefix atau doushi yang terbentuk dari kelas kata lain dengan menambahkan sufiks. Kata-kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata.Misalnya:

Samayou ‘mondar-mandir’ Bunnaguru ‘melayangkantinju’ Samugaru ‘merasadingin’ 6. Hojo Doushi

Hojo doushi adalah doushi yang menjadi bunsetsu tambahan. Misalnya:

兄に数学を教えてもらう。 Ani ni suugaku o oshiete morau.


(30)

Saya belajar matematika dari kakak laki-laki saya.

Seiichi Makino dan Michio Tsutsui dalam Yusmarani (2006:18) mengklasifikasikan verba secara semantik menjadi lima jenis yaitu:

1. Verba stative

Verba ini menunjukkan keberadaan. Biasanya verba ini tidak muncul bersama dengan verba bantu –iru. Contoh:

いる iru ada できる dekiru bisa

いる iru membutuhkan 2. Verba Continual

Verba ini berkonjugasi dengan verba bantu –iru untuk menunjukkan aspek pergerakan. Contoh:

食 べ る taberu makan 食 べて いる tabeteiru sedang makan

飲む nomu minum 飲んでいる nondeiru sedang minum

3. Verba Punctual

Verba ini berkonjugasi dengan verba bantu –iru untuk menunjukkan tindakan atau perbuatan yang berulang-ulang


(31)

atau suatu tingkatan/posisi setelah melakukan suatu tindakan atau penempatan suatu benda. Contoh:

知る shiru mengetahui 知っている shitteiru mengetahui

打つ utsu memukul 打っている utteiru memukuli 4. Verba Non-Volitional

Verba ini biasanya tidak memiliki bentuk ingin, bentuk perintah, dan bentuk kesanggupan.Verba ini diklasifikasikan sebagai verba berkenaan dengan emosi atau perasaan dan verba yang tidak berkenaan dengan perasaan emosi.Contoh:

このむ konomu menyukai (berkenaan dengan perasaan) み え る mieru kelihatan (tidak berkenaan dengan perasaan)

5. Verba Movement

Verba ini menunjukkan gerakan.Contoh: 歩く aruku berjalan


(32)

2.2 Landasan Teori

Telah disebutkan sebelumnya pada bab I bahwa makna bentuk 「 te iku」dan 「–te kuru 」sangat tergantung dengan verba yang dilekatinya, situasi pihak yang menyatakannya, dan fungsi yang ada pada bentuk 「–te iku」dan 「–te kuru 」.

Dalam menganalisis makna bentuk 「–te iku」dan 「–te kuru pada kalimat yang terdapat dalam novel ‘Piitaa Pan to Wendi’ penulis menggunakan teori makna kontekstual. Makna kontekstual adalah, pertama, makna penggunaan sebuah kata (atau gabungan kata) dalam konteks kalimat tertentu; kedua, makna keseluruhan kalimat (ujaran) dalam konteks situasi tertentu (Chaer, 2007:81).

Untuk melihat fungsi bentuk 「–te iku」dan 「–te kuru 」, akan digunakan teori yang dikemukakan oleh Sunagawa (1998:241) yang dijelaskan sebagai berikut:

Fungsi bentuk 「–te iku」adalah:

1. Bentuk –te ikuyang menyatakan situasi waktu perpindahan

どんな動作をしながら行くのか、またはどんな手段で行 くのかを表す.

Donna dousa wo shinagara iku noka, mata wa donna shudan de iku noka wo arawasu


(33)

Menyatakan pergi sambil melakukan suatu tindakan, juga menyatakan pergi dengan cara apa. Contoh:

a) 時間がないからタクシーに乗っていきましょう。

Jikan ga nai kara, takushii ni notte ikimashou. Karena tidak ada waktu, ayo kita pergi naik taksi.

Makna bentuk 「–te iku」」 pada contoh a) adalah aktivitas pergi dengan naik taksi.

2. Bentuk –te ikuyang menyatakan perpindahan yang menjauh

話し手から遠ざかることを表す。

Menyatakan hal yang semakin menjauh dari penutur. Contoh:

b) あの子は、友達とけんかして、泣きながら帰っていっ

た。

Ano ko wa, tomodachi to kenkashite, nakinagara kaette itta. Anak itu, bertengkar dengan temannya kemudian pulang sambil menangis.

Makna bentuk 「–te iku」pada pada contoh b) adalah hal kepulangan anak tersebut yang menjauh dari pihak penutur. 3. Bentuk –te ikuyang menyatakan bergiliran

ある行為をしてから行くことを表す。 Aru koui wo shite kara iku koto wo arawasu.


(34)

Menyatakan hal kepergian setelah melakukan suatu aktivitas. Contoh:

c) 叔母の誕生日だから、途中でプレゼントに花を買って

いきました。

oba no tanjoubi dakara, tochuu de purezento wo katte ikimashita.

Karena ulang tahun nenek, di perjalanan saya pergi untuk membeli bunga untuk hadiah.

Makna bentuk 「–te iku」pada contoh b) adalah aktivitas membeli bunga kemudian melanjutkan pergi.

4. Bentuk –te ikuyang menyatakan berkelanjutan

ある時点を基準にして、それよりに向かって変化が進展 し続けたり行為を表す。

Aru jiten wo kijun ni shite, sore yori ni mukatte henka ga shintenshitsuzuketari koui wo arawasu.

Menyatakan hal atau kegiatan yang terus berlanjut yang distandarkan pada satu peristiwa. Contoh:

d) 結婚してからも仕事は続けていくつもりです。

Kekkonshitekaramo shigoto wa tsuzukete iku tsumori desu. Setelah menikah pun saya berencana terus melanjutkan bekerja.


(35)

Makna bentuk 「–te iku」pada contoh d) adalah akan terus berlanjutnya hal bekerja meskipun sudah menikah.

5. Bentuk –te ikuyang menyatakan hal menghilang 存在していたものがなくなったり、話しての視界から遠 ざかることを表す。

Sonzai shita mono ga nakunattari, hanashite no shikai kara toozakaru koto wo arawasu.

Menyatakan hal yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, menjauh atau menghilang dari jangkauan penutur. Contoh:

e) 見てごらん、虹がどんどん消えていくよ。

mite goran, niji ga dondon kiete iku yo. Coba lihat, pelangi menghilang dengan cepat.

Makna bentuk 「 –te iku 」 pada contoh e) adalah menghilangnya pelangi yang sebelumnya terlihat.

Masih menurut Sunagawa (1998:250), fungsi bentuk 「–te kuru」 adalah:

1. Bentuk –te kuruyang menyatakan situasi waktu perpindahan

どんな 動作を しなが ら来る のか、 または どんな 手段のか を表す。


(36)

Donna dousa wo shinagara kuru noka, mata wa donna shudan de kuru noka wo arawasu.

Menyatakan hal yang datang sambil melakukan suatu tindakan, juga menyatakan datang dengan cara apa. Contoh:

f) バスは時間がかかるから、タクシーに乗ってきてくだ

さい。

Basu wa jikan ga kakaru kara, takushii ni notte kite kudasai.

Karena (naik) bus akan memakan waktu, datanglah dengan naik taksi.

Makna bentuk 「–te kuru」pada contoh f) adalah datang dengan naik taksi

2. Bentuk –te kuruyang menyatakan perpindahan yang mendekat

離れたところや物が、話し手の領域に近づくことを表す。 Hanareta tokoro ya mono ga, hanashite no ryouiki ni chikazuku koto wo arawasu.

Menyatakan orang atau benda yang terpisah, tetapi mendekati wilayah penutur. Contoh:

g) 船はゆっくりとこちらに向かってきます。

Fune wa yukkurito kochira ni mukatte kimasu. Perlahan-lahan kapal laut mendekat ke sini.


(37)

Makna bentuk 「–te kuru」pada contoh g) adalah kapal laut yang datang mendekat ke wilayah penutur.

3. Bentuk –te kuruyang menyatakan hal bergiliran ある行為を行ったから来ることを表す。

Aru koui wo okonatta kara kuru koto wo arawasu.

Menyatakan kedatangan setelah terjadinya suatu aktivitas. Contoh:

h) 遅くなってごめんなさい。途中で本屋に寄ってきただ

から。

Osokunatte gomennasai. Tochuu de honya ni yotte kita dakara.

Maaf saya terlambat. (keterlambatan ini) dikarenakan saya singgah ke toko buku di perjalanan.

Makna bentuk 「–te kuru」pada contoh h) adalah si penutur datang setelah sebelumnya singgah ke toko buku.

4. Bentuk –te kuruyang menyatakan berkelanjutan 変化や動作が過去から続いて今にいることを表す。 Henka ya dousa ga kako kara tsuzuite ima ni itaru koto wo arawasu.

Menyatakan perubahan maupun perbuatan yang masih berlanjut sejak lampau hingga kini. Contoh:


(38)

i) 17歳のときからずっとこの店で働いてきました。 17sai no toki kara zutto kono mise de hataraite kimashita. Saya terus bekerja di toko ini sejak usia 17 tahun.

Makna bentuk 「–te kurupada contoh i) adalah sejak usia 17 tahun hingga saat si penutur berbicara, ia terus bekerja di toko tersebut.

5. Bentuk –te kuruyang menyatakan kemunculan

今まで存在しなかったり見えなかったりしたものが、現 われることを表す。

Ima made sonzai shinakattari mienakattari shita mono ga, arawareru koto wo arawasu.

Menyatakan hal yang sampai saat ini tidak terlihat, tidak ada, tetapi kemudian muncul. Contoh:

j) 雲の間から月が出てきた。

Kumo no aida kara tsuki ga dete kita. Bulan muncul di antara awan.

Makna bentuk 「 –te kuru 」 pada contoh j) adalah hal munculnya bulan yang sebelumnya tidak terlihat.

6. Bentuk –te kuruyang menyatakan perubahan 変化が生じることをあらわす。

Henka ga shoujiru koto wo arawasu.


(39)

k) 雨が降ってきた。 Ame ga futte kita. hujan sudah turun.

Makna bentuk 「–te kuru」pada contoh k) adalah terjadinya perubahan keadaan yaitu turunnya hujan yang sebelumnya tidak ada.

7. Bentuk –te kuruyang menyatakan perbuatan yang mendekat

話し手や話し手が視点を置いている人に向かってある動 作が行われることを表す。動作をする人は「が」、動作 が向かれる人は「に」を伴って表せる。

Hanashite ya hanashite ga shiten wo oite iru hito ni mukatte aru dousa ga okonowareru koto wo arawasu. Dousa wo suru hito wa “ga”, dousa ga mukareru hito wa “ni” wo tomonatte arawaseru.

Menyatakan perbuatan yang mengarah pada penutur sebagai orang yang meletakkan sudut pandang. Orang yang melakukan perbuatan dinyatakan dengan partikel ‘ga’ dan orang yang dikenai perbuatan dinyatakan dengan partikel ‘ni’. Contoh:

l) 化粧品を買った客が苦情をいってきた。


(40)

Pelanggan yang membeli kosmetik menyatakan keluhan. Makna verba bentuk 「–te kuru」pada contoh l) adalah datangnya keluhan dari pelanggan kepada penutur. Orang yang melakukan perbuatan yaitu pelanggan disertai dengan partikel ‘ga’.

Selain teori Sunagawa (1998:241), juga digunakan teori Tomomatsu (2007:177) yang membagi fungsi bentuk 「–te iku」dan 「 te kuru 」sebagai berikut:

1. Bentuk 「 –te kuru 」 berfungsi untuk menyatakan hal meninggalkan suatu tempat untuk sementara waktu kemudian kembali lagi. Contoh:

a) もうお茶の時間ですか。じゃ、ちょっと手を洗ってき

ます。

Mou ocha no jikan desuka. Ja, chotto te o aratte kimasu. Sudah waktunya minum teh ya? Kalau begitu saya mencuci tangan dulu sebentar.

Makna bentuk 「–te kurupada contoh a) adalah setelah mencuci tangan maka penutur akan kembali lagi.

2. Bentuk 「–te kuru」berfungsi untuk menyatakan melakukan sesuatu di suatu tempat, kemudian berpindah mendekati wilayah penutur. Bentuk 「 –te iku 」 berfungsi untuk


(41)

menyatakan melakukan sesuatu di suatu tempat, kemudian berpindah menjauhi wilayah penutur. Contoh:

b) (会社で) 明日は市役所に寄ってきますから、1時間ぐ

らい遅くなります。

(Kaisha de) ashita wa shiyakusho ni yotte kimasu kara, ichi jikan gurai osoku narimasu.

Karena besok saya akan singgah di kantor kedutaan, saya akan terlambat (ke kantor) kira-kira satu jam.

Makna bentuk 「–te kurupada contoh b) adalah setelah singgah di kantor kedutaan penutur kemudian datang ke kantor.

c) 病院へ行く途中で、お見合いの花を買っていきましょ

う。

Byouin e iku tochuu de, omimai no hana o katte ikimashou.

Di perjalanan menuju rumah sakit, ayo kita membeli bunga untuk menjenguk.

Makna bentuk 「–te iku」pada contoh c) adalah setelah membeli bunga penutur akan pergi ke rumah sakit.

3. Bentuk「–te kuru」berfungsi untuk menyatakan keadaan yang berubah secara berkelanjutan sejak lampau hingga saat ini (pada sudut pandang penutur). Bentuk 「–te iku」berfungsi


(42)

untuk menyatakan hal atau keadaan yang akan terus berubah sejak saat ini (pada sudut pandang penutur) hingga masa yang akan datang. Contoh:

d) 日本語の授業はだんだん難しくなってきた。

Nihongo no jugyou wa dandan muzukashiku natte kita. Berangsur-angsur pelajaran bahasa Jepang menjadi sulit. Makna bentuk 「–te kuru」pada contoh d) adalah bahasa jepang yang secara berkelanjutan menjadi semakin sulit hingga saat ini.

e) 新しい駅ができたので、この町の人々の生活は少しず

つ変われていくだろう。

Atarashii eki ga dekita no de, kono machi no hito bito no seikatsu wa sukoshi zutsu kawarete iku darou.

Karena stasiun kereta api yang baru sudah selesai, kehidupan orang-orang di kota ini sedikit demi sedikit akan berubah,ya.

Makna bentuk 「–te iku」pada contoh e) adalah kehidupan orang-orang yang akan terus berubah hingga masa yang akan datang.

4. Bentuk「–te kita」berfungsi untuk menyatakan kelanjutan sejak lampau hingga saat ini. Bentuk 「–te iku」berfungsi


(43)

untuk menyatakan hal yang berkelanjutan sejak sekarang hingga yang akan datang. Contoh:

f) 森さんは若いころからずっと、カメラの仕事をしてき

ました。

Mori san wa wakai koro kara zutto, kamera no shigoto o shite kimashita.

Sejak masa muda tuan Mori terus menerus bekerja dengan kamera.

Makna bentuk 「–te kurupada contoh f) adalah sejak muda hingga saat ini tuan Mori masih bekerja dengan kamera.

g) これからもこの仕事を続けていくつもりです。

Kore kara mo kono shigoto o tsuzukete iku tsumori desu. Mulai sekarang saya berencana akan melanjutkan pekerjaan ini.

Makna bentuk 「–te ikupada contoh g) adalah sejak sekarang hingga masa yang akan datang akan melanjutkan pekerjaan.

5. Bentuk「–te kuru」berfungsi untuk menyatakan perpindahan, keadaan, atau tindakan yang terjadi sekaligus pada saat datang. Bentuk 「–te iku」berfungsi untuk menyatakan perpindahan, keadaan, dan tindakan yang terjadi sekaligus pada saat pergi. Contoh:


(44)

h) 明日は、お弁当を持ってきてください。 Ashita wa, obentou o motte kite kudasai. Besok datanglah dengan membawa bento.

Makna bentuk 「–te kuru」pada contoh h) adalah meminta lawan bicara untuk datang dengan membawa bento. Jadi tindakan yang juga terjadi pada peristiwa ‘datang’ adalah ‘membawa bento’.

i) 日曜日に弟を動物園へ連れていきました。

Nichiyoubi ni otouto o doubutsuen e tsurete ikimashita. Pada hari minggu saya mengajak adik pergi ke kebun binatang.

Makna bentuk 「–te iku」pada contoh i) adalah mengajak adik pergi. Jadi tindakan yang juga terjadi pada saat peristiwa ‘pergi’ adalah ‘mengajak adik’.

6. Bentuk 「 –te kuru 」 berfungsi untuk menyatakan hal mendekati penutur atau topik pembicaraan dengan memberikan arah pada kata kerja perpindahan atau yang memiliki makna perpindahan. Adapun bentuk 「–te iku」 berfungsi untuk menyatakan hal menjauhi pembicara atau topik pembicaraan. Kata kerja perpindahan seperti aruku, hashiru, touru, tobu, dan nagaraeru tidak memilikii arah intrinsik sehingga bentuk「–te kuru」atau 「–te iku


(45)

ditambahkan untuk menyatakan arah mendekat atau menjauh. Contoh:

j) 美しい女の人がとなりの部屋に引っ越してきました。

Utsukushii onna no hito ga tonari no heya ni hikkoshite kimashita.

Seorang wanita cantik pindah ke sebelah kamar saya. Makna bentuk 「–te kuru」pada contoh j) adalah pindahnya seorang wanita cantik ke sebelah kamar, yang berarti wanita tersebut pindah ke wilayah yang mendekati penutur.

k) 秋になると、夏の鳥は南の国へとんでいきました。

Aki ni naru to, natsu no tori wa minami no kuni e tonde ikimashita.

Kalau musim gugur, burung musim panas terbang ke negara selatan.

Makna bentuk 「–te ikupada contoh k) adalah terbangnya burung musim panas yang menjauhi wilayah penutur.

7. Bentuk 「 –te kuru 」 berfungsi untuk menyatakan hal mendekati pembicara sebagai pasangan kata kerja yang mengandung makna gerak. Adapun bentuk 「 –te iku」 berfungsi untuk menyatakan hal menjauhi penutur sebagai pasangan kata kerja yang mengandung makna gerak, antara lain verba hairu, deru, agaru, sagaru, noboru, kudaru, dan


(46)

lain-lain. Penggunaan bentuk「–te kuru」dan「–te iku」 tergantung pada sudut pandang penutur. Contoh:

l) 授業が終わって、学生たちが教室から出てきます。

Jugyou ga owatte, gakuseitachi ga kyoushitsu kara dete kimasu.

Setelah pelajaran berakhir, para siswa keluar kelas.

Makna bentuk 「–te kurupada contoh l) adalah keluarnya para siswa dari kelas mengarah ke penutur. Ini berarti penutur berada di luar kelas.

m) 授業が終わって、学生たちが教室から出ていきます。

Jugyou ga owatte, gakuseitachi ga kyoushitsu kara dete ikimasu.

Setelah pelajaran berakhir, para siswa keluar kelas.

Makna bentuk 「–te ikupada contoh m) adalah keluarnya para siswa dari kelas menjauh dari penutur. Ini berarti penutur berada di dalam kelas.

8. Bentuk「–te kuru」berfungsi untuk menyatakan benda atau rasa (bau, suara, dan sebagainya) yang mendekati penutur. Contoh:

n) 小学校が近いので、いつも子供たちの野元気な声が聞


(47)

Shogakkou ga chikai node, itsumo kodomotachi no genkina koe ga kikoete kimasu.

Karena (tinggal) dekat dengan sekolah dasar, selalu terdengar suara ceria anak-anak.

Makna bentuk 「–te kuru」pada contoh n) adalah suara ceria anak-anak yang selalu terdengar ke arah penutur.

9. Bentuk「–te kuru」berfungsi untuk menyatakan munculnya ketepatan alamiah tanpa menghiraukan kemauan penutur. Sering digunakan untuk perasaan psikologis atau emotif. Contoh:

o) アーあ、眠くなってきた。

Aaa, nemuku natte kita. Aaah, jadi mengantuk.

Makna bentuk 「–te kurupada contoh o) adalah si penutur awalnya tidak mengantuk kemudian menjadi mengantuk dan hal tersebut diluar kemauan penutur.

Fungsi bentuk 「–te iku」dan 「–te kuru」yang dikemukakan oleh Sunagawa (1998:241) pada dasarnya sama dengan fungsi bentuk 「 te iku」dan 「–te kuru」yang dikemukakan oleh Tomomatsu (2007:177). Fungsi bentuk 「–te iku」dan 「–te kuru」yang dikemukakan oleh Sunagawa (1998:241) juga dikemukakan oleh Tomomatsu (2007:177),


(48)

namun dalam Tomomatsu terdapat fungsi lain yang tidak disebutkan dalam Sunagawa (1998:241). Karena itu penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Sunagawa (1998:241) dalam menganalisis fungsi bentuk 「–te iku」dan 「–te kurudalam novel ‘Piitaa Pan to Wendi’ karya J.M. Barrie yang diterjemahkan oleh Momoko Ishii. Adapun teori yang dikemukakan oleh Tomomatsu (2007:177) akan digunakan apabila terdapat kalimat bentuk 「–te iku」atau 「–te kuru」yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi yang dikemukakan oleh Sunagawa (1998:241).

2.3 Semantik

2.3.1 Pengertian Semantik

Semantik (imiron) adalah merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna (Sutedi, 2003:13). Objek kajian semantik antara lain makna kata, relasi, makna antar suku kata dengan kata yang lainnya, makna frase dalam sebuah idiom, dan makna kalimat. Semantik dibagi atas semantik gramatikal dan semantik leksikal. Semantik gramatikal adalah penyelidikan makna bahasa dengan menekankan hubungan-hubungan dalam berbagai tataran gramatikal. Semantik leksikal adalah penyelidikan unsur-unsur kosa kata suatu bahasa pada umumnya.

Manfaat yang dapat kita petik dari studi semantik sangat tergantung dari bidang apa yang kita geluti dalam tugas kita sehari-hari


(49)

(Chaer, 2007:11). Bagi seorang wartawan atau orang-orang yang berkecimpung di dunia pemberitaan, mereka akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantik. Pengetahuan semantik akan memudahkannya dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum.

Bagi mereka yang berkecimpung dalam penelitian bahasa, pengetahuan semantik akan banyak memberi bekal teoritis untuk menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajari. Sedangkan bagi seorang guru atau calon guru, pengetahuan mengenai semantik akan memberi manfaat teoritis dan juga manfaat praktis.

Bagi orang awam atau orang kebanyakan pada umumnya, pengetahuan yang luas akan teori semantik tidaklah diperlukan. Tetapi pemakaian dasar-dasar semantik tentunya masih diperlukan untuk dapat memahami dunia di sekelilingnya yang penuh dengan informasi dan lintas kebahasaan.

2.3.2 Jenis-Jenis Makna dalam Semantik

Menurut Chaer (2007:289) jenis-jenis makna dapat dibedakan sebagai berikut, yakni:

a. Makna leksikal, gramatikal, dan kontekstual

Makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan observasi alat indera, atau makna apa adanya. Misalnya pada kata kuda memiliki makna leksikal ‘sejenis


(50)

binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; pinsil bermakna ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’; dan air bermakna leksikal ‘sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari’.

Makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat adanya proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Misalnya dalam proses afiksasi prefiks /ber-/ dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai baju’; dengan dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‘mengendarai kuda’; dengan dasar rekreasi melahirkan makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’. Contoh komposisi dapat dilihat pada kata sate ayam tidak sama dengan kata sate madura. Sate ayam menyatakan asal bahan, sate madura menyatakan asal tempat.

Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Misalnya makna kata kepala pada kalimat-kalimat berikut

Rambut di kepala nenek belum ada yang putih. Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu. Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.

Beras kepala harganya lebih mahal dari beras biasa.

Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu.


(51)

b. Makna referensial dan non-referensial

Makna referensial adalah makna dari kata-kata yang mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu. Contohnya kata meja dan kursi, disebut bermakna referesial karena kedua kata itu mempunyai referen yaitu sejenis perabot rumah tangga.

Sedangkan kalau kata-kata itu tidak memiliki referen, maka kata itu disebut kata bermakna non-referensial. Contohnya kata karena dan tetapi tidak memiliki referen, jadi kata tersebut bermakna non-referensial. Dapat disimpulkan bahwa kata-kata yang termasuk kata penuh seperti meja dan kursi termasuk kata-kata referensial, sedangkan yang termasuk kata tugas seperti preposisi, konjungsi, dan kata tugas lain adalah kata-kata yag bermakna non-referensial.

c. Makna denotatif dan makna konotatif

Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah kata. Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama dengan makna leksikal. Misalnya kata kurus bermakna denotatif ‘keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran normal’. Kata rombongan bermakna denotatif ‘sekumpulan orang yang mengelompok menjadi satu kesatuan’.


(52)

Makna konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan” pada makna denotatifyang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Umpamanya kata kurus berkonotasi netral, artinya, tidak memiliki rasa yang mengenakkan. Akan tetapi kata ramping yang sebenarnya bersinonim dengan kata kurus memiliki konotasi positif, nilai rasa yang mengenakkan; orang akan senang kalau dikatakan ramping. Sebaliknya kata kerempeng yang sebenarnya juga bersinonim dengan kata kurus dan kata ramping, memiliki nilai rasa yang tidak mengenakkan; orang akan merasa tidak enak kalau dikatakan tubuhnya kerempeng. d. Makna konseptual dan makna asosiatif

Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Kata kuda memiliki makna konseptual ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; dan kata rumah memiliki makna konseptual ‘bangunan tempat tinggal manusia’. Jadi, makna konseptual sesunggguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.

Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian; kata merah


(53)

berasosiasi dengan ‘berani’ atau juga ‘paham komunis’; dan kata buaya berasosiasi dengan ‘jahat’ atau juga ‘kejahatan’. Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan lambang atau perlambang yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk menyatakan konsep lain, yng mempunyai kemiripan dengan sifat, keadaan, atau ciri yang ada pada konsep asal kata tersebut.

Oleh Leech dalam Chaer (2007:294) ke dalam makna asosiasi ini dimasukkan juga yang disebut makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, dan makna kolokatif. Makna konotatif, termasuk dalam makna asosiatif adalah karena kata-kata tersebut berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata-kata itu. Kata kerempeng, misalnya, berasosiasi dengan rasa tidak menyenangkan; dan kata ramping berasosiasi dengan rasa yang menyenangkan. Makna stilistika berkenaan dengan pembedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial atau bidang kegiatan. Umpamanya, penggunaan kata rumah, pondok, kediaman, kondominium, istana, vila, dan wisma, semuanya memberi asosiasi yang berbeda terhadap penghuninya. Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif lebih nyata terasa dalam bahasa lisan. Makna kolokatif berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah


(54)

kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok digunakan untuk berpasangan dengan kata tertentu. Misalnya kata tampan yang sesungguhnya bersinonim dengan kata cantik dan indah, hanya cocok atau hanya berkolokasi dengan kata yang memiliki ciri ‘pria’. Maka, dapat dikatakan pemuda tampan atau pangeran tampan, tetapi tidak dapat dikatakan gadis itu tampan.

e. Makna kata dan makna istilah

Makna kata sering disebut sebagai makna bersifat umum, sedangkan makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Hal ini dapat dilihat dari contoh dalam bidang kedokteran, kata tangan dan lengan digunakan sebagai istilah untuk pengertian yang berbeda. Makna tangan adalah ‘pergelangan’, sedangkan dalam bahasa umum tangan adalah ‘pergelangan sampai ke pangkal bahu’. Sebaliknya dalam bahasa umum tangan dan lengan dianggap bersinonim (sama maknanya).


(55)

BAB III

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA VERBA BENTUK –TE IKUDAN –TE KURUDALAM NOVEL ‘PIITAA PAN TO WENDI’

3.1 Bentuk –te iku

Dalam novel ‘Piitaa Pan to Wendi’ terdapat 73 kalimat yang didalamnya terdapat bentuk 「–te iku」. Berdasarkan fungsi bentuk 「–te iku」dalam Sunagawa (1998:241), dalam 73 kalimat tersebut terdapat 27 kalimat yang menyatakan situasi waktu perpindahan, 34 kalimat yang menyatakan perpindahan yang menjauh, 8 kalimat yang menyatakan berkelanjutan, dan 4 yang menyatakan hal menghilang.

3.1.1 Bentuk –te ikuyang menyatakan situasi waktu perpindahan

Cuplikan 1:

ジョンがその帽子を持っていきました。 Jon ga sono boushi wo motte ikimashita. John pergi sambil membawa topi itu.


(56)

Fungsi bentuk 「 –te iku 」 pada cuplikan 1 adalah menyatakan pergi sambil melakukan suatu tindakan. Makna bentuk 「 –te ikupada cuplikan 1 adalah pergi sambil membawa topi.

Bentuk「–te iku」pada cuplikan 1 sudah tepat karena sesuai dengan fungsi bentuk 「 –te iku 」 yang dinyatakan Sunagawa (1998:241) yaitu menyatakan pergi sambil melakukan suatu tindakan, juga menyatakan pergi dengan cara apa.

Cuplikan 2:

ナナは尾を振って、薬のところへかけていって、ペタペタ、 なめはじめました。

Nana wa o wo futte, kusuri no tokoro e kakete itte, petapeta, namehajimemashita.

Nana menggoyang ekor, berlari ke tempat obat, kemudian plak plak, mulai menjilati (obat tersebut).


(57)

Fungsi bentuk 「 –te iku 」 pada cuplikan 1 adalah menyatakan pergi dengan cara apa. Makna bentuk「–te ikupada cuplikan 1 adalah Nana pergi ke tempat obat dengan cara berlari.

Bentuk「–te iku」pada cuplikan 2 sudah tepat karena sesuai dengan fungsi bentuk 「–te iku 」 yang dinyatakan Sunagawa (1998:241) yaitu menyatakan pergi sambil melakukan suatu tindakan, juga menyatakan pergi dengan cara apa.

Cuplikan 3:

その時,ピーターは,ダーリング夫人のキスをいっしょにも っていきました。

Sono toki, piitaa wa, daaringu fujin no kisu wo ishhoni motte ikimashita.

Kala itu, Peter pergi sambil membawa serta ciuman nyonya Darling.

Analisis:

Fungsi bentuk 「 –te iku 」 pada cuplikan 3 adalah menyatakan pergi sambil melakukan suatu tindakan. Makna


(58)

bentuk 「 –te ikupada cuplikan 3 adalah pergi sambil membawa ciuman.

Bentuk「–te iku」pada cuplikan 2 sudah tepat karena sesuai dengan fungsi bentuk 「 –te iku 」 yang dinyatakan Sunagawa (1998:241) bahwa yaitu menyatakan pergi sambil melakukan suatu tindakan, juga menyatakan pergi dengan cara apa.

3.1.2 Bentuk –te ikuyang menyatakan perpindahan yang menjauh

Cuplikan 1:

ウェんディは窓のところにたって、空を遠ざかっていく子供 たちが、星のように小さくなるまで見守りました。

Wendi wa mado no tokoro ni tatte, sora wo toozakatte iku kodomotachi ga, hoshi no you ni chiisaku naru made mimamorimashita.

Wendy berdiri di tempat jendela, tetap memandangi anak-anak yang menjauh di langit sampai menjadi sekecil bintang.


(59)

Fungsi bentuk 「 –te iku 」 pada cuplikan 1 adalah menyatakan hal yang menjauh dari jangkauan pembicara, yang dalam kalimat ini merupakan penulis yang menceritakan Wendy sebagai subjek. Makna bentuk「–te iku」pada cuplikan 1 adalah penutur menceritakan anak-anak yang pergi menjauh dari sudut pandang Wendy.

Bentuk「–te iku」pada cuplikan 1 sudah tepat karena sesuai dengan fungsi bentuk 「 –te iku 」 yang dinyatakan Sunagawa (1998:241) yaitu menyatakan hal yang semakin menjauh dari penutur.

Cuplikan 2

いつもなら、ウェんディがこのお話を始めると、ピーターは 部屋を出て行くか、手で耳をふさぎました。

Itsumo nara, Wendi ga kono ohanashi wo hajimeru to, Piitaa wa heya wo dete iku ka, te de mimi wo fusagimashita.

Selalu, kalau Wendy memulai pembicaraan ini, Peter pergi ke luar kamar, atau menutup telinga dengan tangan.


(60)

Fungsi bentuk 「 –te iku 」 pada cuplikan 2 adalah menyatakan hal yang menjauh dari jangkauan pembicara, yang dalam kalimat ini merupakan penulis yang meletakkan sudut pandang pada Wendy. Makna bentuk「–te iku」pada cuplikan 2 adalah penutur menceritakan bahwa Peter pergi ke luar, yang arahnya menjauhi Wendy.

Bentuk「–te iku」pada cuplikan 2 sudah tepat karena sesuai dengan fungsi bentuk 「 –te iku 」 yang dinyatakan Sunagawa (1998:241) yaitu menyatakan hal yang semakin menjauh dari penutur.

Cuplikan 3:

「ああ!」ウェんディの手は、ピーターのほうへ伸びていき ます。

“Aa” wendi no te wa, piitaa no hou e nobite ikimasu. “Aa!” tangan Wendy terentang ke arah Peter.


(61)

Fungsi bentuk 「 –te iku 」 pada cuplikan 3 adalah menyatakan hal yang menjauh dari jangkauan pembicara. Dalam cuplikan 3 yang menjadi pembicara adalah Wendy, sehingga bentuk 「–te iku」pada cuplikan 3 menerangkan cara Wendy mengatakan “Aa!” yaitu dengan tangan terentang yang mengarah ke Peter. Makna bentuk 「–te iku」pada cuplikan 3 yaitu menyatakan tangan Wendy yang direntangkan ke arah Peter, yang berarti menjauh dari Wendy sebagai penutur.

Bentuk「–te iku」pada cuplikan 3 sudah tepat karena sesuai dengan fungsi bentuk 「 –te iku 」 yang dinyatakan Sunagawa (1998:241) yaitu menyatakan hal yang semakin menjauh dari penutur.

3.1.3 Bentuk –te ikuyang menyatakan berkelanjutan

Cuplikan 1:

一秒、一秒と、ティンクの光はかすかになっていきます。 Ichibyou, ichibyou to, Tinku no hikari wa kasuka ni natte ikimasu. Sedetik demi sedetik, cahaya Tink menjadi redup.


(62)

Fungsi bentuk 「 –te iku 」 pada cuplikan 1 adalah menyatakan hal atau kegiatan yang terus berlanjut, distandarkan pada satu peristiwa. Makna bentuk「–te iku」pada cuplikan 1 adalah redupnya cahaya Tink akan terus terjadi, dan menjadi semakin redup.

Bentuk「–te iku」pada cuplikan 1 sudah tepat karena bentuk–te iku」pada cuplikan 1 sudah menyatakan adanya hal yang terus berlanjut, sesuai dengan fungsi bentuk「–te iku」 yang dinyatakan Sunagawa (1998:241) yaitu Menyatakan hal atau kegiatan yang terus berlanjut, distandarkan pada satu peristiwa.

Cuplikan 2:

「だけど、その岩がだんだん小さくなっていくんだ。もうす ぐ上に水が来てしまうよ。」

“dakedo, sono iwa ga dandan chiisaku natte ikun da. Mou sugu ue ni mizu ga kite shimau yo.”

“tapi, batu karang itu berangsur-angsur akan menjadi kecil. Air akan segera sampai ke atas, lho”


(63)

Fungsi bentuk 「 –te iku 」 pada cuplikan 2 adalah menyatakan hal atau kegiatan yang terus berlanjut, distandarkan pada satu peristiwa. Makna bentuk「–te iku」pada cuplikan 2 adalah mengecilnya batu karang yang akan terus menerus berlanjut sehingga terus menjadi semakin kecil.

Bentuk「–te iku」pada cuplikan 2 sudah tepat karena bentuk–te iku」pada cuplikan 2 sudah menyatakan adanya hal yang terus berlanjut, sesuai dengan fungsi bentuk「–te iku」 yang dinyatakan Sunagawa (1998:241) yaitu menyatakan hal atau kegiatan yang mengalami perubahan yang terus berlanjut, distandarkan pada satu peristiwa.

Cuplikan 3:

こうして、子供が陽気で、無邪気で、気ままである限り、こ れは繰り返されていくのです。

Koushite, kodomo ga youki de, mujaki de, ki mama de aru kagiri, kore wa kurikaesarete iku no desu.

Demikianlah, selama anak-anak bersuka cita, tidak berdosa, dan ceria, hal ini akan terus terulang.


(64)

Fungsi bentuk 「 –te iku 」 pada cuplikan 3 adalah menyatakan hal atau kegiatan yang terus berlanjut yang distandarkan pada satu peristiwa. Makna bentuk「–te iku」pada cuplikan 3 adalah hal yang akan terus terulang, yang distandarkan pada satu peristiwa yaitu ketika anak-anak bersuka cita, tidak berdosa, dan ceria.

Bentuk「–te iku」pada cuplikan 3 sudah tepat karena bentuk–te iku」pada cuplikan 3 sudah menyatakan adanya hal yang terus berlanjut, sesuai dengan fungsi bentuk「–te iku」 yang dinyatakan Sunagawa (1998:241) yaitu menyatakan hal atau kegiatan yang mengalami perubahan yang terus berlanjut, distandarkan pada satu peristiwa.

3.1.4 Bentuk –te ikuyang menyatakan hal menghilang

Cuplikan 1:

「やあ、またやった!」マイケルが、急に石みたいに落ちて いくのを見て、ピーターは、うれしそうにさけびました。 ”yaa, mata yatta!” Maikeru ga, kyuu ni ishi mitai ni ochite iku no wo mite, Piitaa wa ureshisou ni sakebimashita.


(65)

“Yaaa, dilakukan lagi!” Peter berteriak seperti senang melihat Michael tiba-tiba jatuh seperti batu.

Analisis:

Fungsi bentuk 「 –te iku」 pada cuplikan 1 adalah menyatakan hal yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, menjauh atau menghilang dari jangkauan pembicara. Kalimat tersebut diucapkan Peter ketika ia melihat Michael jatuh, sehingga makna bentuk 「–te iku」pada cuplikan 1 adalah jatuhnya Michael merupakan hal yang menghilang dari pandangan Peter.

Bentuk「–te iku」pada cuplikan 1 sudah tepat karena bentuk–te iku」pada cuplikan 2 sudah menyatakan adanya perubahan yang terus berlanjut, sesuai dengan fungsi bentuk「–te iku」 yang dinyatakan Sunagawa (1998:241) yaitu menyatakan hal yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, menjauh atau menghilang dari jangkauan penutur.

Cuplikan 2:

「無作法だぞ!」あざ笑うようにフックは叫び、満足して、 ワニのもとに落ちていきました。


(66)

“busahou da zo!” aza warau you ni fukku wa sakebi, manzoku shite, wani no moto ni ochite ikimashita.

“tak tahu adat!” Hook berseru dengan senyum mengejek, merasa puas, kemudian jatuh ke tempat buaya.

Analisis:

Fungsi bentuk 「 –te iku」 pada cuplikan 2 adalah menyatakan hal yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, menjauh atau menghilang dari jangkauan penutur. Adapun makna bentuk 「–te iku」pada cuplikan 2 adalah jatuhnya Hook ke tempat buaya. Dalam hal ini penutur adalah si penulis novel yang menggambarkan kepada pembaca perihal jatuhnya Hook ke tempat buaya yang berarti Hook menghilang dari pandangan.

Bentuk「–te iku」pada cuplikan 2 sudah tepat karena bentuk–te iku」pada cuplikan 2 sudah menyatakan adanya perubahan yang terus berlanjut, sesuai dengan fungsi bentuk「–te iku」 yang dinyatakan Sunagawa (1998:241) yaitu menyatakan hal yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, menjauh atau menghilang dari jangkauan penutur.


(67)

ウェんディの顔を子供たちのほうへ向け、彼らが、一人ずつ、 析を歩いて海に落ちていくところを見せてやろうというのが、 フックの考えでした。

Wendi no kao wo kodomotachi no hou e muke, karera ga, hitori zutsu, seki wo aruite umi ni ochite iku tokoro wo misete yarou to iu no ga, fukku no kangae deshita.

Hook berpikir untuk menghadapkan wajah Wendy ke arah anak-anak, kemudian memperlihatkan mereka berjalan di papan yang kemudian baru akan jatuh ke laut.

Analisis:

Fungsi bentuk 「 –te iku」 pada cuplikan 3 adalah menyatakan hal yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, menjauh atau menghilang dari jangkauan penutur. Adapun makna bentuk 「–te iku」pada cuplikan 3 adalah jatuhnya anak-anak ke laut yang akan menghilang dari pandangan Hook.

Bentuk「–te iku」pada cuplikan 3 sudah tepat karena bentuk–te iku」pada cuplikan 3 sudah menyatakan adanya perubahan yang terus berlanjut, sesuai dengan fungsi bentuk「–te iku」 yang dinyatakan Sunagawa (1998:241) yaitu menyatakan


(68)

hal yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, menjauh atau menghilang dari jangkauan penutur.

3.2 Bentuk –te kuru

Dalam novel ‘Piitaa Pan to Wendi’ terdapat 149 kalimat yang didalamnya terdapat bentuk「–te kuru」. Berdasarkan fungsi bentuk 「–te kuru」dalam Sunagawa (1998:250), dalam 149 kalimat tersebut terdapat 19 kalimat yang menyatakan situasi perpindahan, 58 kalimat yang menyatakan perpindahan yang mendekat, 4 kalimat yang menyatakan berkelanjutan, 22 kalimat yang menyatakan kemunculan, dan 35 kalimat yang menyatakan perubahan. Adapun 10 kalimat yang tersisa tidak dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi bentuk 「–te kuru」dalam Sunagawa, melainkan termasuk dalam fungsi bentuk 「–te kuru」 yang dinyatakan oleh Tomomatsu yaitu menyatakan benda atau rasa (bau, suara, dan sebagainya) yang mendekati penutur.

3.2.1 Bentuk –te kuruyang menyatakan situasi waktu perpindahan

Cuplikan 1:

お父さんは、しわくちゃの、性悪のネクタイを手に子供の部 屋に飛び込んできました。


(69)

Otousan wa, shiwakucha no, shouwaru no nekutai wo te ni kodomo no heya ni tobikonde kimashita.

Ayah melompat masuk ke kamar anak-anak dengan dasi yang buruk dan berkerut-kerut di tangan.

Analisis:

Fungsi bentuk 「–te kuru」pada cuplikan 1 adalah menyatakan datang dengan cara apa. Adapun makna bentuk 「–te kurupada cuplikan 1 adalah ayah datang ke kamar anak-anak dengan cara melompat masuk.

Bentuk「–te kuru」pada cuplikan 1 sudah tepat karena sesuai dengan fungsi bentuk 「–te kuru」yang dinyatakan Sunagawa (1998:250) yaitu menyatakan hal yang datang saat melakukan suatu tindakan, juga menyatakan datang dengan cara apa.

Cuplikan 2:

「君たち、すばらしいニュースだよ。」ピーターは、さけび ました。「とうとう、君たちみんなのお母さんを連れてきた んだ。」


(70)

“kimitachi, subarashii nyuusu ta yo.” Piitaa wa sakebimashita. “Toutou, kimitachi minna no okaasan wo tsurete kitan da.”

“Hey kalian, ada berita hebat” Peter berseru, “Akhirnya, (aku) datang dengan mengajak ibu kalian semua.”

Analisis:

Fungsi bentuk 「–te kuru」pada cuplikan 2 adalah menyatakan datang sambil melakukan suatu tindakan. Adapun makna bentuk 「–te kurupada cuplikan 2 adalah datang sambil mengajak ibu.

Bentuk「–te kuru」pada cuplikan 1 sudah tepat karena sesuai dengan fungsi bentuk 「–te kuru」yang dinyatakan Sunagawa (1998:250) yaitu menyatakan hal yang datang saat melakukan suatu tindakan, juga menyatakan datang dengan cara apa.

Cuplikan 3:

ジョンが陽気に言っているところへ、ウェんディがコップに その薬を入れて、とびこんできました。


(71)

Jon ga youki ni itte iru tokoro e, Wendi ga koppu ni sono kusuri wo irete, tobikonde kimashita.

Baru saja John berkata dengan gembira, Wendy menuangkan obat ke dalam cangkir, kemudian melompat masuk.

Analisis:

Fungsi bentuk 「–te kuru」pada cuplikan 3 adalah menyatakan datang dengan cara apa. Adapun makna bentuk 「–te kurupada cuplikan 3 adalah Wendy datang dengan cara melompat masuk.

Bentuk「–te kuru」pada cuplikan 1 sudah tepat karena sesuai dengan fungsi bentuk 「–te kuru」yang dinyatakan Sunagawa (1998:250) yaitu menyatakan hal yang datang saat melakukan suatu tindakan, juga menyatakan datang dengan cara apa.


(72)

3.2.2 Bentuk –te kuruyang menyatakan perpindahan yang mendekat

Cuplikan 1:

「何でばかなことを行ってるの、ウェんディ。だれも戸をた たかないで家へ入ってくることなんか、できないよ」

“Nande baka na koto wo itteru no, Wendy? Dare mo to wo tatakanai de, ie e haitte kuru koto nanka, dekinai yo.”

“kenapa menanyakan hal bodoh, Wendy? Siapapun tidak bisa masuk rumah dengan tidak mengetuk pintu.”

Analisis:

Kalimat cuplikan 1 tersebut diucapkan oleh ibu kepada Wendy ketika mereka berada di dalam rumah, yaitu tepatnya di kamar Wendy, sehingga dapat diketahui bahwa fungsi bentuk 「 te kuru」pada cuplikan 1 adalah menyatakan orang atau benda yang terpisah, tetapi mendekati wilayah penutur. Adapun makna bentuk 「–te kuru」pada cuplikan 1 adalah hal masuk rumah yang mendekati wilayah penutur yaitu ibu.

Bentuk「–te kuru」pada cuplikan 1 sudah tepat karena sesuai dengan fungsi bentuk 「–te kuru」yang dinyatakan


(73)

Sunagawa (1998:250) yaitu menyatakan orang atau benda yang terpisah, tetapi mendekati wilayah penutur.

Cuplikan 2:

「きっとあの子は影を取りにもどってくる。。。」 “Kitto ano ko wa kage wo tori ni modotte kuru...” “pasti anak itu akan kembali untuk mengambil bayangan. Analisis:

Kalimat cuplikan 2 tersebut diucapkan oleh Wendy kepada ibu ketika mereka berada di dalam rumah, yaitu tepatnya di kamar Wendy, sehingga dapat diketahui bahwa fungsi bentuk 「–te kuru」pada cuplikan 2 adalah menyatakan orang atau benda yang terpisah, tetapi mendekati wilayah penutur. Adapun makna bentuk 「–te kuru」adalah hal kembalinya anak itu yang mendekati wilayah penutur yaitu Wendy.

Bentuk「–te kuru」pada cuplikan 2 sudah tepat karena sesuai dengan fungsi bentuk 「–te kuru」yang dinyatakan Sunagawa (1998:250) yaitu menyatakan orang atau benda yang terpisah, tetapi mendekati wilayah penutur.


(74)

Cuplikan 3:

「 ナ ナ が 、 マ イ ケ ル の お 薬 を 持 っ て 入 っ て き ま し た わ ね。。。」

“Nana ga, Maikeru no okusuri wo motte haitte kimashita wa ne...” “Nana sudah masuk membawa obat Michael, ya...”

Analisis:

Kalimat cuplikan 3 merupakan kalimat yang diucapkan Ibu kepada ayah dan anak-anak ketika mereka berada di kamar anak-anak. Jadi fungsi bentuk 「–te kuru」pada cuplikan 3 adalah menyatakan orang atau benda yang terpisah, tetapi mendekati wilayah penutur. Adapun makna bentuk 「–te kuru」 pada kalimat tersebut adalah Nana masuk ke kamar anak-anak, mendekati keberadaan penutur yaitu ibu.

Bentuk「–te kuru」pada cuplikan 3 sudah tepat karena sesuai dengan fungsi bentuk 「–te kuru」yang dinyatakan Sunagawa (1998:250) yaitu menyatakan orang atau benda yang terpisah, tetapi mendekati wilayah penutur.


(1)

Situmorang, Hamzon. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa jepang, Medan:USU Press.

Sudjianto. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang, Jakarta : Kesaint Blanc.

Sunagawa, Yuriko dkk. 1998. Nihongo Bunkei Ziten. Tokyo:Kuroshio.

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang, Bandung: Humaniora.

Tomomatsu, Etsuko. 2007. Donna Toki Dou Tsukau Nihingo Bunkei Jiten. Tokyo: ALK.

Yusmarani. 2006. Skripsi: Analisis Penggunaan Verba Hanasu, Iu, dan Shaberu dalam Novel Totto-Chan (Ditinjau dari Segi Semantik).Medan: USU Press.


(2)

要否 [ピーターパンとウェンディ]の 小 説

しょうせつ

の「-ていく」と「-てくる」とい う動詞

どうし

の機能 きのう

と意味 い み

の分析 ぶんせき

この論文 ろんぶん

の主題は[ [

ピ ぴ

ータ た

ーパン ぱ ん

とウェンディ う ぇ ん で ぃ

] ]

の 小 説 しょうせつ

の「-てい

く」と「--

てくる」という動詞 どうし

の意味 い み

と機能の分析 ぶんせき

ということである。こ

の論文 ろんぶん

の内容 ないよう

は日本文 に ほ ん ぶ ん

における「-ていく」と「ーてくる」の機能 きのう

と意味 い み

であり、石井桃子

いしいももこ

に翻訳 ほんやく

されたJM Barrieの作品

さくひん

の[ピーターパンとウェ

ンディ]の小説の「-ていく」と「ーてくる」という動詞 どうし

の機能 きのう

と意味 い み

のようにあることであるか。この論文 ろんぶん

の目的 もくてき

は日本語 にほんご

で「-ていく」と

「-てくる」の機能 きのう

と意味 い み

がわかることであり、桃子石井 ももこいしい

に翻訳 ほんやく

された

JM Barrieの作品

さくひん

の「ピーターパンとウェンディ」の 小 説 しょうせつ

の「-ていく」

と「-てくる」という動詞 どうし

の機能 きのう

と意味 い み

が分かることである。

この研究に使用 しよう

する方法は、 記 述 的 研 究 きじゅつてきけんきゅう

方法である。研究方法は

ライブラリ研究(文 献 研 究 ぶんけんけんきゅう

)であり、 文 章 ぶんしょう

で必要 ひつよう

なデータを探 さが

し、集 あつ

める ことである。


(3)

こ の 研 究 けんきゅう

は 意 味 論 ア プ ロ ー チ を 使用 しよう

す る 。 意味論 いみろん

は 意味 い み

に つ い て 研 究

言語学 げ ん ご が く

の 1つの部門 ぶもん

である。 文 脈 ぶんみゃく

の意味 い み

は、最初 さいしょ

に、特定 とくてい

な文 ぶん

の 文 脈 ぶんみゃく

おける単語 たんご

(または、単語

たんご の組

く み合

わせ)の使用 しよう

ということである。二番目

は、 特定

とくてい

な状 況 じょうきょう

の 文 脈 ぶんみゃく

に 文 ぶん

(発声 はっせい

)の 全体 の 意味 い み

である 。言 語学的 に機

能はもっと広がっている構文 こうぶん

の単位 たんい

に関 かん

して言語要素 げんごようそ

の役割 やくわり

という意味 い み

あ る 。 動詞 どうし

が 活用 かつよう

で 変 か

え 、 文 ぶん

の 述部 じゅつぶ

に 役立 やくだ

ち 、 単独 たんどく

で 立 た

つ こ と が で き る

動詞 どうし

で あ る 。Sudjianto に 寺 田 中 野(2007: 150)に よ っ て 、 補助動詞 ほじょどうし

追加文節 つ い か ぶ ん せ つ

に な る 動詞 どうし

で あ る 。 伊 織(2007:116)に よ っ て 、 「 - て い く 」 と

「-てくる」という補助動詞 ほじょどうし

の一般的 いっぱんてき

なフォームが動詞の形態であるので、

それが置換 おきか

えを述べる。「-ていく」と「-てくる」の意味は同伴された

動詞 と言 っている状 況

じょうきょう 法 ほう

と 「-ていく」 と「-て くる」の機能 によっ

て、宣言 せんげん

される。

この研究の結論は[ピーターパンとウェンディ]の 小 説 しょうせつ

には「-て

いく」が73つがあり、「-てくる」が 149 つがある。砂川(1998:241)で

の「-ていく」の機能に基 もと

づき、「ピーターパンとウェンディ」の 小 説 しょうせつ


(4)

5. 移動時の様態を表す機能が27つある。

6. 遠ざかる移動を表す機能が34つある。

7. 継続を表す機能が8つある。

8. 消滅を表す機能が4つある。

砂川(1998:250)での「-てくる」の機能、に基づき、[ピーターパンとウェ ンディ]の 小 説

しょうせつ

にある「-てくる」機能は次のようである。

6. 移動時の様態を表す機能が19つある。

7. 近づく移動を表す機能が58ある。

8. 継続を表す機能が4つある。

9. 出現を表す機能が32つある。

10.開始を表す機能が35つある。

さらに、砂川 さがわ

の「-てくる」の機能の分類 ぶんるい

に含 ふく

まない機能 きのう

が 10つの

文 ぶん

があり、その 10 つの文

ぶん

は友松 ともまつ

の分類 ぶんるい

の機能に含 ふく

み、者 もの

や、感覚 かんかく

(にお

い、声 こえ

など)が話者 わしゃ

に接近 せっきん

することを 表 あらわ

すという機能 きのう


(5)

[ピーターパンとウェンディ]の 小 説 しょうせつ

に、ない「-ていく」の機能は、 ある行為をしてから行くことを表すという機能である。

[ピーターパンとウェンディ]の 小 説 しょうせつ

にない「-てくる」の機能は次のよ うである。

1.ある行為を行ったから来ることを表す機能である。

2.話し手や話し手が視点を置いている人に向かってある動作が行わ れることを表す機能である。

石井桃子に翻訳 ほんやく

された JM Barrie の作品の[ピーターパンとウェンデ

ィ]の小説にある「-ていく」と「ーてくる」の機能 きのう

をるそれぞれの 3 つ

の文を分析 ぶんせき

した後で、[ピーターパンとウェンディ]の小説にある「-てい

く 」 の 意 味 は 「pergi sambil」 「pergi dengan cara」 「pergi menjauh」 「akan terus terjadi/berlanjut/berulang」「menghilang (dari pandangan)」 という意味がある。

[ピ ー タ ー パ ン と ウ ェ ン デ ィ]の 小 説 に あ る 「 - て く る 」 の 意 味 は

datang dengan cara」 「datang sambil mengajak」 「hal mendekati wilayah penutur」 「terjadi sejak lampau hingga saat ini」 「muncul


(6)

berubah menjadi」 と い う 意 味 が あ り 、 砂 川 の 「 - て く る 」 の 分類 ぶんるい

機能 きのう

に含 ふく

まない機能 きのう


Dokumen yang terkait

Analisis Fungsi Dan Makna Verba Utsu Dan Tataku Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru (Utsu) To (Tataku) No Kinou To Imi No Bunseki

3 113 70

Analisis Latar Cerita Hiroshima Karya John Hersey John Herseyno Sakuhin No Hiroshima To Iu Shousetsu No Bamenmonogatari No Bunseki

9 82 84

Analisis Fungsi Dan Makna Fukushi Kanari Dan Zuibun Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou ni Okeru Zuibun To Kanari To Iu Fukushi No Imi To Kiinou No Bunseki

14 146 97

Analisis Fungsi Dan Makna Verba “Shikaru” Dan “Okoru” Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Ditinjau Dari Segi Semantik) Imiron Kara Mita “Shikaru” To “Okoru” No Imi To Kinou No Bunseki

10 65 68

Analisis Fungsi Dan Makna “Mon” Dalam Kalimat Pada Komik “Gals!” Karya Mihona Fujii Mihona Fujii No Sakuhin No “Gals!” No Manga No Bun Ni Okeru “Mon” No Kinou To Imi No Bunseki

1 57 87

Analisis Fungsi Dan Makna Verba Bentuk 「–Te Iku 」Dan 「–Te Kuru 」Dalam Novel ‘Piitaa Pan To Wendi’ [Piitaa Pan To Wendi] No Shousetsu No 「-Te Iku」 To 「-Te Kuru」 To Iu Doushi No Kinou To Imi No Bunseki

8 80 96

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA, STUDI SEMANTIK DAN KESINONIMAN 2.1 Verba 2.1.1 Pengertian Verba - Analisis Fungsi Dan Makna Verba Utsu Dan Tataku Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru (Utsu) To (Tataku) No Kinou To Imi No Bunseki

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Fungsi Dan Makna Verba Utsu Dan Tataku Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou Ni Okeru (Utsu) To (Tataku) No Kinou To Imi No Bunseki

0 1 10

Analisis Fungsi Dan Makna Fukushi Kanari Dan Zuibun Dalam Kalimat Bahasa Jepang Nihongo No Bunshou ni Okeru Zuibun To Kanari To Iu Fukushi No Imi To Kiinou No Bunseki

0 1 37

Analisis Fungsi Dan Makna Verba “Shikaru” Dan “Okoru” Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Ditinjau Dari Segi Semantik) Imiron Kara Mita “Shikaru” To “Okoru” No Imi To Kinou No Bunseki

0 0 13