Model Pembuatan Kebijakan Pengeluaran Publik Belanja Pendidikan Dasar di Pemerintah Kabupaten Boyolali

(1)

LAPORAN AKHIR

HIBAH BERSAING

MODEL PEMBUATAN KEBIJAKAN PENGELUARAN PUBLIK BELANJA

PENDIDIKAN DASAR DI PEMERINTAH KABUPATEN BOYOLALI

Tahun Ke 2 Dari Rencana 2 Tahun

Tim Peneliti:

1. Dra. Mujiyati, M.Si. NIDN 0610056605 (Ketua)

2. Zulfikar, SE. MSi. NIDN 06-01127202 (Anggota)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


(2)

(3)

PRAKATA

Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh,

SegalapujihanyamilikAllahrabbsekalianalam, ucapanrasasyukuratas segala nikmat yang telah diberikan senantiasa kita haturkan kehadiratNya. Salah satu nikmat yang telah diberikan adalah jalan kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikanPenelitianHibahBersaing(PHB).DenganrahmatNyaprosesyang panjang telah dilalui sehingga pada akhirnya penulis mampu menyelesaikan sesuaidenganwaktuyangditentukan.

Laporan penelitian ini merupakan bagian dari tanggung jawab penulis sebagai dosen pengusul PHB pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada MasyarakatUniversitasMuhammadiyahSurakarta(LPPM-UMS). Pengajuanusul penelitian didorong oleh pengamatan penelitian yang bertujuan untuk membantu PemerintahKab.Boyolaliuntukmelakukankajianpengeluaranpublikpadasektor pendidikan.Target khusus yang ingindicapai dalam penelitianini mencakupdua hal, yaitu: pada tahun pertama menentukan model penganggaran pengeluaran publik pada sektor pendidikan di Kabupaten Boyolali. Model tersebut memberikan gambaran kepada Pemkab untuk merancang penganggaran pengeluaran pendidikan di masa-masa yang akan datang. Model tersebut juga akanmenjadipanduandalammembuatkebijakaninvestasidisektorpendidikan..

Keberhasilan penyelesaian laporan penelitian ini sangat bergantung kepada banyak pihak. Oleh karenanya sudah sepantasnya melalui halaman ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam terutama kepada ketua LPPM-UMS melalui lembaga tersebut telah bersedia mendanai penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan FE-UMS yang telah bersediamemberikan suratpengesahan penelitian. Terima kasihpenulishaturkan kepada kolega dosen yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu telah banyak memberikan kritik dan saran atasselesainya penulisan laporan penelitian ini. Akhirnya, kesempurnaan masih menjadi impian penulis sehingga dorongan dankritikyangmembangundarisemuapihaksangatkamibutuhkan.

Wassalamu’alakumwarahmatullahiwabarakatuh.


(4)

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan membantu Pemerintah Kab.Boyolali untuk melakukan kajian pengeluaran publik pada sektor pendidikan. Target khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini mencakup dua hal, yaitu: pada tahun pertama menentukan model penganggaran pengeluaran publik pada sektor pendidikan di Kabupaten Boyolali. Model tersebut memberikan gambaran kepada Pemkab untukmerancangpenganggaranpengeluaran pendidikandimasa-masa yangakan datang. Model tersebut juga akan menjadi panduan dalam membuat kebijakan investasi di sektor pendidikan. Metoda yang digunakan adalah analisis APBD, analisis Daftar Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA- SKPD), analisis porsi belanja pendidikan dengan urusan lain, dan analisis penggunaanpengeluaranpendidikan.


(5)

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMANJUDUL i

HALAMANPENGESAHAN ii

RINGKASAN iii

PRAKATA iv

DAFTARISI v

DAFTAR TABEL vi

BAB I PENDAHULUAN... 1. Latar Belakang... 2. PengaturanPembiayaanPemerintah... 3. SkilastentangKondisiPendidikanKab.Boyolali... 4. PerumusanMasalah... 5. SistematikaPenyusunanPenelitian... BAB II TINJAUANPUSTAKA...

1. PolaPenganggaranPengeluaranPublik... 2. InvestasiSektorPendidikandanPengembanganSDM... 3. DampakPengeluaranPublikSektorPendidikan... 4. Keterkaitan Pola Penganggaran Pendidikan dengan Kinerja

Pendidikan... 5. RoadmapPenelitian... BABIII TUJUANDANMANFAATPENELITIAN... 1. TujuanUmum... 2. TujuanKhusus... 3. UrgensiPenelitian... 4. ManfaatPenelitian... 5. TemuanyangDitargetkan... BAB IV METODAPENELITIAN... 1. DesainPenelitian... 2. DatadanSumberData... 3. MetodaAnalisisData... BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...

1. Hasil Pengumpulan Data... 2. Analisis Data... BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...

1. Kesimpulan... 2. Rekomendasi... 3. Keterbatasan dan Saran Penelitian Selanjutnya... DAFTAR PUSTAKA 1 1 2 4 5 6 7 7 8 9 13 14 15 15 15 15 16 16 18 18 21 27 27 27 39 39 40 41


(6)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai perioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih besar dari anggarannya untuk sektor pendidikan. Belanja publik nasional untuk sektor pendidikan meningkat dari 2,8% pada tahun 2001 menjadi 3,1% pada tahun 2006 relatif terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Jumlah belanja pendidikan di tingkat kab/kota meningkat dari Rp 26 Triliun pada tahun 2001 menjadi Rp 52 Triliun pada tahun 2006. Pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) memungkinkan Pemerintah Indonesia mengalokasikan kembali sumber daya publik untuk belanja pendidikan misalnya melalui Bantuan Operasional Sekolah dan Program Keluarga Harapan (PKH). Menurut Bank Dunia (2008) belanja publik untuk sektor pendidikan diperkirakan meningkat lagi hingga 3,3% pada tahun 2008 dan 3,6% pada tahun 2011 sesuai dengan data anggaran.

Hal tersebut disadari bahIa peningkatan pengeluaran publik untuk anggaran pendidikan tidak terlepas dari amanat konstitusi UUD 1945. KeIajiban konstitusi ini kemudian dipertegas dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengharuskan pemerintah pusat dan daerah untuk mengalokasikan minimal 20 persen dari anggaran mereka untuk sektor pendidikan ini. Meskipun demikian, besarnya anggaran pendidikan belum efektif dalam mempengaruhi kinerja sektor pendidikan di Indonesia.

Walaupun belanja pendidikan telah ditingkatkan namun masih terdapat perbedaan output dan pencapaian. Beberapa kab/kota masih tertinggal dalam hal mencapai sasaran-sasaran pendidikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: distribusi dan mutu guru, jumlah sekolah, mutu sarana dan prasarana, serta sumber daya. Kurangnya keselarasan antara perencanaan dan


(7)

penyusunan anggaran serta inefisiensi dalam alokasi anggaran juga dapat menghambat pencapaian sebagaimana yang diharapkan.

Implikasinya, terkadang ketersediaan anggaran yang cukup besar (dalam nominal rupiah) namun tidak efektif dalam penggunaannya, sehingga dampaknya menjadi tidak begitu nyata bagi peningkatan kinerja pendidikan di daerah. Ketidaktepatan dalam pengelolaan belanja publik pendidikan ini juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya kapasitas aparat pemerintah daerah.

Struktur belanja dalam sektor pendidikan adalah faktor utama yang menjelaskan kesulitan dalam memenuhi target yang ditetapkan oleh Undang-Undang No. 20/2003, dibandingkan hambatan pendanaan. Komponen gaji dalam belanja daerah menunjukkan jumlah yang signifikan di kab/kota sehingga hanya menyisakan sebagian kecil bagi pos belanja lainnya. Laporan penelitian yang dilakukan oleh tim Bank Dunia (2007) pada saat menganalisis belanja daerah secara agregat untuk sektor pendidikan dimana rata-rata 96 persen belanja rutin kabupaten/kota bagi gaji atau insentif. Ketiadaan sumber daya bukanlah alasan di balik rendahnya belanja pendidikan non-gaji karena kabupaten-kabupaten telah menikmati kenaikan transfer DAU secara besar-besaran terutama pada tahun 2006. Kenaikan transfer telah mendorong pendapatan kabupaten/kota secara signifikan, sehingga menaikkan dana Ialaupun belum berhasil mengatasi masalah struktural utama.

1.1. Sekilas Tentang Kinerja Pendidikan Kab. Boyolali (Hasil Tahun ke 1) 1.1.1. Analisis Input

Analisis input mengkaji sumber-sumber masukan yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan dasar. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis input meliputi kondisi fasilitas sekolah dan sumber daya manusia di sektor pendidikan, baik sisIa, guru, maupun kepala sekolah. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahIa kinerja pendidikan di Kab. Boyolali dari sisi jumlah sekolah memilik kecukupan yang ideal. Kinerja pendidikan Kab. Boyolali dari sisi kualifikasi guru menunjukkan standar yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu rata-rata > 40% berpendidikan > D4/S1 untuk SD/MI dan rata-rata > 70%


(8)

berpendidikan > D4/S1 untuk SMP/MTs. Sementara untuk kepala sekolah juga memenuhi standar, yaitu rata-rata 70% berpendidikan > D4/S1 baik SD/MI maupun SMP/MTs. Dari sudut SDM banyak guru usia muda (usia 20 – 29 tahun) yang mendukung mutu pendidikan. Terakhir, dari sisi fasilitas pendidikan rata-rata memiliki kondisi bangunan yang baik (64% untuk SD/MI dan 73% untuk SMP/MTs)

1.1.2. Analisis Output

Analisis output menilai pencapaian output di sektor pendidikan dengan menganalisis berbagai indikator output dari Iaktu ke Iaktu. Dalam analisis ini indikator output yang digunakan adalah angka partisipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM). Analisis output dari sisi APM berada di atas rata-rata propinsi bahkan Nasional, yaitu 99,98% untuk SD/MI dan untuk SMP/MTs berada dibaIah rata-rata propinsi, yaitu sebesar 75%. Sementara untuk APK rata-rata melampaui 100% baik untuk SD/MI maupun SMP/MTs.

1.1.3. Analisis Pencapaian

Analisis ini dimaksudkan untuk menilai pencapaian pendidikan berdasarkan urutan Iaktu melalui parameter prestasi akademis seperti rata-rata nilai ujian dalam mata pelajaran utama. Hasil analisis terhadap nilai rata-rata ujian Nasional untuk tingkat SD/MI menunjukkan penurunan setiap tahun (tahun pelajaran 2006/2007 s/d 2009/2010). Secara umum selama 4 (empat) perioda berturut-turut nilai ujian nasional Madrasah Ibtidaiyah lebih tinggi dibanding dengan Sekolah Dasar. Sama halnya untuk tingkat SMP/MTs menunjukkan penurunan setiap tahun selama 4 (empat) periode.

1.1.4. Analisis Ekuitas

Analisis ekuitas merupakan analisis terhadap upaya Kabupaten Boyolali untuk meningkatkan kapasitas pendidikan berdasarkan kesetaraan gender. Analisis yang dilakukan dengan membedakan tingkat kelulusan dan angka tinggal kelas laki-laki dan perempuan baik SD/MI maupun SMP/MTs. Hasilnya menunjukkan bahIa tingkat kelulusan perempuan lebih baik dari laki-laki dan angka tinggal kelas perempuan lebih rendah dibanding laki-laki.


(9)

1.1.5. Analisis Efisiensi

Analisis efisiensi akan digunakan untuk menjelaskan lebih lanjut apakah penganggaran untuk pendidikan telah dibelanjakan secara efisien dan efektif. Informasi penting dalam untuk mengetahui hal tersebut adalah pengelolaan tenaga pendidik berdasarkan kebutuhan di lapangan. Analisis terhadap pengelolaan tenaga pendidik menunjukkan Kab. Boyolali memiliki distribusi guru yang tidak merata. Terdapat kelebihan dan kekurangan guru yang menunjukkan bahIa terjadi kecenderungan guru yang memilih daerah perkotaan. Jika diakumulasi secara keseluruhan Kab. Boyolali memliki kelebihan guru SD/MI sebanyak 274 yang memerlukan penyerapan anggaran. Hal tersebut menunjukkan ketidakefisienan pengelolaan anggaran pendidikan.

1.2. Pengaturan Pembiayaan Antar Pemerintah

Pengaturan pembiayaan antar pemerintah untuk sektor pendidikan telah diuraikan sebagian dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38/2007. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur pembagian peran dan tanggung jaIab kepada setiap tingkat pemerintah untuk semua sektor yang didesentralisasi. Peraturan tersebut juga telah mengatasi beberapa masalah tentang peran dan tanggung jaIab antara pemerintah yang menurut beberapa pemangku kepentingan, desentralisasi belum diuraikan secara jelas. Namun demikian klarifikasi selanjutnya tentang masalah-masalh seperti pembiayaan sektoral masih tetap diperlukan terutama untuk sektor yang didesentralisasi dalam cakupan yang luas, seperti pendidikan dan kesehatan. Penugasan kepada pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/kota dalam sektor pendidikan dapat dibagi menjadi lima sub-sektor yang berhubungan dengan: (1) kebijakan; (2) perencanaan dan pembiayaan; (3) kurikulum; (4) infrastruktur dan fasilitas; dan (5) personel pendidikan.

Subbagian perencanaan dan pembiayaan dari peraturan baru tersebut membagi tanggungjaIab pembiayaan masing-masing tingkat pemerintah menurut tingkat pendidikan dan program. Pemerintah bertanggungjaIab untuk memberikan pedoman menyeluruh tentang dukungan keuangan bagi setiap


(10)

Tabel 1. Ringkasan pengaturan pembiayaan menurut PP No. 38/2000

10

tingkat pendidikan dan program. Selanjutnya pemerintah pusat bertanggung-jaIab untuk menyediakan sumber daya bagi pendidikan tinggi dan subsidi silang untuk pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan non-formal serta layanan pendidikan khusus. Sementara tanggung jaIab utama bagi pemerintah propinsi mencakup penyediaan dukungan keuangan bagi pendidikan menengah dan kejuruan, dan pendidikan luar biasa. Propinsi juga dapat memberikan bantuan tambahan atau subsidi bagi pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan non-formal serta pendidikan yang lebih tinggi. Akhirnya pemerintah daerah terutama bertanggung jaIab untuk menyediakan sumber daya bagi pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan non-formal. Kabupaten dan kota tidak bertanggungjaIab untuk memberikan bantuan subsidi tambahan. Berikut disajikan ringkasan Peraturan Pemerintah No. 38/2007:

Tanggung jaIab Pusat Propinsi Kabupaten/kota Keuangan Utama - Pendidikan

Tinggi

- Pendidikan menengah - Pendidikan

kejuruan - Layanan

pendidikan khusus

- PAUD - Pendidikan

dasar - Pendidikan

non-formal

Bantuan Subsidi - PAUD - Pendidikan

dasar - Pendidikan

menengah - Pendidikan Kejuruan - Pendidikan

non-formal - Layanan

pendidikan khusus

- PAUD - Pendidikan

dasar - Pendidikan

non-formal


(11)

-2. Perumusan Masalah

Terkait dengan penjelasan latar belakang tersebut penelitian ini merumuskan beberapa masalah belanja pendidikan sebagai berikut:

a. Bagaimana model penganggaran pengeluaran pendidikan yang dapat memandu Pemerintah Kab. Boyolali dalam membuat kebijakan investasi di sektor pendidikan?

b. Bagaimana menyusun pedoman kajian pengeluaran publik yang dapat memandu Pemerintah Kab. Boyolali dalam membuat kebijakan peningkatan fasilitas pendidikan dan kIalitas sumber daya manusia?

3. Sistematika Penyusunan Penelitian

Bab 1 Pendahuluan

Bab ini menjelaskan penemuan ide penelitian yang akan diuraikan melalui beberapa sub bab, yaitu: latar belakang dan Perumusan masalah.

Bab 2 Tinjauan Pustaska

Bab ini akan menjelaskan tinjauan pustaska. Bab ini terdiri dari beberapa sub bab, yaitu: pola penganggaran pengeluaran publik, investasi sektor pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia, dampak pengeluaran publik sektor pendidikan, keterkaitan pola penganggaran pendidikan dengan kinerja pendidikan, dan roadmap penelitian

Bab 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Bab ini akan menguraikan tujuan umum, tujuan khusus, urgensi penelitian, manfaat penelitian, temuan yang ditargetkan

Bab 4 Metoda Penelitian Bab ini berisi

Bab 5 Hasil yang Dicapai

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian. Pembahasan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: analisis input, output, pencapaian, ekuitas, analisis efisiensi.


(12)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. Pola Penganggaran Pengeluaran Publik.

Sistem penganggaran di sektor publik (pemerintah) mengalami perubahan yang cukup signifikan terhadap peningkatan kinerja instansi pemerintah. Hal ini dimaklumi karena adanya perubahan yang sangat mendasar dalam sistem penganggaran yang berbasis pada input berubah menjadi berorientasi pada hasil. Di samping itu peran masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lebih diperluas dalam berpartisipasi dalam proses penganggaran. Proses penyusunan anggaran di pemerintah diaIali dengan adanya IeIenang dari kepala daearah untuk memberikan ruang kepada kepala SKPD untuk mengelola sendiri keuangan yang dianggarkarkan melalui proses penganggaran berbasis kinerja.

Sejalan dengan hal tersebut, kajian tentang pemberian atau pelimpahan IeIenang dalam proses penyusunan anggaran yang dilakukan oleh Ryninta dan Zulfikar (2005) menunjukkan bahIa partisipasi penyusunan anggaran dapat meningkatkan kinerja manajerial. Pemberian IeIenang kepada manajer (SKPD) untuk ikut serta dalam proses penyusunan anggaran memungkinkan negosiasi mengenai sasaran yang menurut mereka sesuai dengan tujuan organisasi dapat tercapai.

Kinerja merupakan sebuah ukuran keberhasilan organisasi yang banyak dikaji dalam konteks penelitian di sektor publik. Di samping perannya dalam proses penyusunan anggaran, kinerja manajer juga didorong oleh proses yang adil dalam pengukuran kinerja mereka (Zulfikar dan MurIanti 2006). Dalam hal ini keadilan prosedural merupakan pemicu bagi manajer untuk meningkatkan prestasi kerjanya.


(13)

Ukuran lain yang mungkin menjadi perhatian penting bagi pengambil kebijakan dalam proses peningkatan kinerja organisasi sektor publik adalah terkait dengan pengeluaran publik yang diperuntukan bagi insentif pengguna anggaran. Penelitian Zulfikar (2008) yang menganalisis insentif berbasis pada anggaran kinerja pada sektor pemerintah menunjukkan bahIa insentif mampu meningkatkan kinerja pada saat manajer diberikan IeIenang yang luas untuk berpartisipasi dalam menyusun anggaran.

2. Investasi Sektor Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Menurut MankiI (2008) pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas modal manusia. Modal manusia dapat mengacu pada pendidikan, namun juga dapat digunakan untuk menjelaskan jenis investasi manusia lainnya yaitu investasi yang mendorong ke arah populasi yang sehat yaitu kesehatan. Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar di suatu Iilayah. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan adalah hal yang pokok untuk mencapai kehidupan yang layak. Pendidikan memiliki peran yang penting dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro, 2006).

Perbaikan kualitas modal manusia tergantung pada tersedianya infrastruktur untuk menunjang investasi pada sumber daya manusia. Perumahan dan transportasi merupakan barang publik yang dapat disediakan pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat. Ketersediaan perumahan yang layak akan membuat kualitas hidup masyarakat menjadi lebih baik karena dengan rumah yang layak dapat mendukung kesehatan dan pada akhirnya akan meningkatkan produktifitas sumber daya manusia. Jaringan transportasi yang terintegrasi dengan baik akan melancarkan distribusi kegiatan ekonomi dan secara jangka panjang dapat menjadi media pemerataan pembanguna. Menurut FriaIan (2008) ada tiga alasan utama mengapa infrastruktur penting dalam


(14)

sebuah integrasi ekonomi. Alasan pertama adalah ketersedian infrastruktur yang baru merupakan mesin utama pembangunan ekonomi. Kedua, untuk memperoleh manfaat yang penuh dari integrasi, ketersediaan jaringan infrastruktur sangat penting dalam memperlancar aktifitas perdagangan dan investasi. Alasan ketiga adalah perhatian terhadap perbaikan infrastruktur juga penting untuk mengatasi kesenjangan pembangunan ekonomi antar negara. Infrastruktur terdiri dari beberapa subsektor, infrastruktur dalam bentuk perumahan dan transportasi merupakan cukup penting untuk menunjang kehidupan masyarakat.

3. Dampak Pengeluaran Publik Sektor Pendidikan

Pengeluaran pemerintah atas pendidikan, kesehatan dan infrastruktur pada dasarnya merupakan suatu investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Efek pembangunan pada ketiga sektor tersebut tidak dapat berdampak langsung melainkan membutuhkan beberapa periode untuk dapat merasakan dampaknya. Terdapat time lag ketika pemerintah mengeluarkan anggaran pembangunan atau belanja negara untuk ketiga sektor tersebut dengan dampak kebijakan tersebut, maka dibutuhkan suatu penelitian yang menggunakan runtut Iaktu (time series) cukup panjang. Penelitian dengan menggunakan runtun Iaktu akan membantu melihat pengaruh pengeluaran pemerintah pada ketiga sektor tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi. Investasi pemerintah dalam pendidikan, kesehatan dan infrastruktur akan menyebabkan peningkatan kualitas modal manusia dan prasarana fisik, hal ini juga akan memacu investasi ekonomi. Investasi ekonomi selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, karena banyaknya modal yang tersedia untuk pembangunan.

Penelitian-penelitian terdahulu masih memperdebatkan hubungan pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi. Perbedaan hubungan yang terjadi pada penelitian terdahulu terkait dengan perbedaan kondisi tiap-tiap negara yang diteliti. Studi yang dilakukan oleh Baum dan Shuanglin (1993) menemukan tingkat pertumbuhan pengeluaran pendidikan berpengaruh positif


(15)

dan signifikan terhadap petumbuhan ekonomi. Sebaliknya pengeluaran atas kesejahteraan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, dan tingkat pertumbuhan pengeluaran pertahanan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Estache (2007) meneliti tentang hubungan antara pengeluaran publik dengan pertumbuhan ekonomi pada negara kaya. Hasilnya adalah hubungan negatif yang kuat antara ukuran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi. Namun hubungan negatif tersebut hanya dapat diterapkan untuk negara kaya dengan sektor publik yang luas. Daber et al. (2004) mengamati

pengeluaran pemerintah untuk sektor sipil dan militer serta pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan arah kausalitas diantara variabel tersebut di Negara Mesir, Israeil dan Syria. Dan hasilnyapengeluaran militer berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran sipil berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Israel dan Mesir. Hubungan antara pengeluaran pemerintah pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah dapat positif atau negatif tergantung dari Negara yang menjadi sample penelitian hal ini dijelaskan dalam penelitian oleh Marta Pascual dan Santiago Álvarez-García (2006). Di Indonesia Zodik (2006) meneliti hubungan pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi regional dan hasilnya adalah pengeluaran pemerintah (baik pengeluaran pembangunan maupun pengeluaran rutin) berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Penelitian-penelitian diatas menunjukkan bahIa hubungan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi memiliki kesimpulan yang beragam.

Pengeluaran pemerintah merupakan suatu jenis kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah sebagai salah satu langkah untuk mensejahterakan masyarakatnya dan menuju pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah terhadap sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur merupakan bagian dari pengeluaran pemerintah yang memacu kesejahteraan masyarakat dan pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.


(16)

Teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang saat ini didasari kepada kapasitas produksi tenaga manusia didalam proses pembangunan atau disebut juga investment in human capital. Hal ini berarti peningkatan kemampuan masyarakat menjadi suatu tumpuan yang paling efisien dalam melakukan pembangunan disuatu Iilayah.

Asumsi yang digunakan dalam teori human capital adalah bahIa

pendidikan formal merupakan faktor yang dominan untuk menghasilkan masyarakat berproduktivitas tinggi. Teori human capital dapat diaplikasikan dengan syarat adanya sumber teknologi tinggi secara efisien dan adanya sumber daya manusia yang dapat memanfaatkan teknologi yang ada. Teori ini percaya bahIa investasi dalam hal pendidikan sebagai investasi dalam meningkatkan produktivitas masyarakat.

Investasi dalam hal pendidikan mutlak dibutuhkan maka pemerintah harus dapat membangun suatu sarana dan sistem pendidikan yang baik. Alokasi anggaran pengeluaran pemerintah terhadap pendidikan merupakan Iujud nyata dari investasi untuk meningkatkan produktivitas masyarakat. Pengeluaran pembangunan pada sektor pembangunan dapat dialokasikan untuk penyediaan infrastruktur pendidikan dan menyelenggarakan pelayanan pendidikan kepada seluruh penduduk Indonesia secara merata. Anggaran pendidikan sebesar 20 persen merupakan Iujud realisasi pemerintah untuk meningkatkan pendidikan.

Menurut E.SetiaIan (2006) implikasi dari pembangunan dalam pendidikan adalah kehidupan manusia akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya dengan perekonomian secara umum (nasional) semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut. Semakin tinggi kualitas hidup / investasi sumber daya manusia yang kualitas tinggi akan berimplikasi juga terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi nasional.

Keberadaan pembiayaan pendidikan merupakan faktor yang tidak dapat dihindarkan dalam menyediakan komponen-komponen input pendidikan (Fatah


(17)

1998, 136). Input yang berkIalitas akan membuat proses belajar mengajar yang bermutu baik, sehingga menghasilkan keluaran yang baik pula. Salah satu komponen input yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan adalah belanja pendidikan (Supriadi 2001). Belanja pendidikan diperlukan untuk memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan program sekolah, terlaksananya aktivitas sekolah (intra dan ekstra), dan dapat mengembangkan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bermutu (Syamsudin 2009). Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan melalui proses pembelajaran, pemerintah pusat maupun daerah terus meningkatkan pengeluaran di sektor pendidikan. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat (1) menyatakan: Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD.

Problema utama dalam dunia pendidikan tidak lepas dari mutu proses belajar mengajar dan mutu hasil belajar. Mutu-mutu tersebut terkait erat dengan belanja pendidikan (Jhons 1983 dalam Fatah 1998, 108). Belanja pendidikan yang dikeluarkan seyogyanya diarahkan pada pencapaian mutu pendidikan yang mengacu pada standar nasional pendidikan yang terdiri atas standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan.

Dalam sektor pendidikan mengandung nilai konsumsi dan nilai investasi. Nilai konsumsi pendidikan dalam bentuk jasa yang dapat membei utilitas bagi pemakai jasa pendidikan (Syamsudin 2009). Sedangkan nilai investasi pendidikan dapat diukur dengan pendapatan seorang yang terdidik sesuai dengan tingkat produktivitasnya. Belanja pendidikan diartikan sebagai jumlah uang yang dihasilkan dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan penyelenggaraan pendidikan yang mencakup: gaji pendidik, peningkatan kemampuan profesional pendidik, pengadaan sarana ruang belajar, perbaikan ruang belajar, pengadaan


(18)

mebelair, pengadaan alat-alat pelajaran, pengadaan buku-buku pelajaran, pengadaan alat-tulis kantor, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pengelolaan keuangan, supervisi/pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan yang semuanya dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah setiap tahun pelajaran (Syamsudin 2009).

Anggaran pendidikan merupakan rencana operasional keuangan pendidikan yang dibuat berdasarkan estimasi pengeluaran dalam perioda Iaktu tertentu. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2002, 41) menyatakan bahIa anggaran pendidikan adalah rencana yang diformulasikan dalam bentuk rupiah untuk jangka Iaktu tertentu serta alokasi sumber-sumber kepada setiap bagian aktifitas.

4. Keterkaitan Pola Penganggaran Pendidikan dengan Kinerja Pendidikan

Studi yang dilakukan Syamsudin (2009) terhadap hubungan antara biaya pendidikan dan indikator kinerja pendidikan menunjukkan bahIa biaya pendidikan berpengaruh tidak langsung terhadap mutu hasil belajar. Terdapat variabel kontinjensi yang mempengaruhi hubungan tersebut, yaitu variabel mutu proses belajar mengajar. Hasil ini mengisaratkan bahIa kenaikan pengeluaran untuk sektor pendidikan akan meningkatkan kualitas kinerja pendidikan dalam bentuk kIalitas proses belajar mengajar. Hasil konsisten konsisten dengan penelitian yang dilakukan jauh sebelumnya oleh Sukmadinata et al. (2005) yang

menyimpulkan bahIa pola anggaran pendidikan yang baik akan mempengaruhi indikator kinerja pendidikan.


(19)

BABBVIB PENUTUPB B

A. SimpulanB

Penelitian ini menggunakan analisis diskripsi atas data sekunder pendidikan dan anggaran pengeluaran pendidikan yang diperoleh di setiap kecamatan yang terdapat di Kabupaten Boyolali. Hasil analis yang telah dilakukan memberi kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat ketersediaan sekolah SD/MI di Kabupaten Boyolali cukup ideal, yakni untuk setiap 1000 anak usia sekolah tersedia jumlah sekolah 5,7. 2. Tingkat kecukupan guru sekolah SD/MI di Kabupaten Boyolali kurang

memenuhi standar karena terdapat kekurangan sebesar 23%.

3. Tingkat keiukutsertaan anak usia sekolah untuk sekolah pada tingkat SD/MI pada tingkat Kabupaten Boyolali masih cukup ideal, yaitu 0,95. Hal ini menunjukkan motivasi orang tua dan dukungan stakeholder cukup tinggi.

4. Pengeluaran pendidikan selama tiga tahun berturut-turut mengalami kenaikan rata-rata 10%, baik tingkat kecamatan maupun tingkat kabupaten.

5. Pelaksanaan anggaran rata-rata dari tahun ke tahun mengalami

perubahan kenaikan masing-masing sebesar 0,20 (Kenaikan di tahun 2010), 0,22 (Kenaikan di tahun 2011), dan 0,25 (Kenaikan di tahun 2010). 6. Pada tingkat Kabupaten capaian porsi pengeluaran pendidikan sebesar


(20)

B. RekomendasiB

Berdasarkan hasil analisis yang sudah dilakukan, penelitian ini memberikan beberap rekomendasi sebagai berikut:

1. Tingkat ketersediaan sekolah di Kabupaten Boyolali perlu dikelola dengan manajemen distribusi yang baik. Hal ini disebabkan adanya penyebaran jumlah sekolah yang tidak proporsional antara daerah perkotaan dan pedesaan. Di tingkat perkotaan cenderung lebih banyak bangunan gedung sekolah dengan tingkat keikutsertaan yang rendah, sementara di pedesaan sangat kurang bangunan gedung sekolah dengan tingkat keikutsertaan yang sangat tinggi.

2. Demikian halnya dengan kecukupan guru, pemerintah Kab. Boyolali juga

perlu mengelola distribusi guru dengan baik. Penyebaran guru cenderung terkonsentrasi pada daerah perkotaan. Hal ini akan berakibat terjadinya kekurangan guru pada daerah pedesaan. Distribusi guru juga harus memperhatikan pada daerah atau kecamatan yang memiliki tingkat anak usia sekolah yang tinggi.

3. Pemerintah Kab. Boyolali perlu mengapresiasi tingkat keikutsertaan anak usia sekolah yang bersekolah yang cukup ideal dengan memberikan fasilitas pendidikan yang lebih baik.

4. Pemerintah Kab. Boyolali perlu memperbaiki basis data pendidikan guna

meningkatkan pengukuran kinerja pelayanan pendidikan. Penyusunan program dan kegiatan di Dinas Pendidikan belum berdasarkan pada target capaian kinerja yang berdasarkan pada basis data yang akurat.


(21)

C. KeterbatasBdanBSaranBPenelitianBSelanjutnya.B

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini akan diuraikan beserta saran-saran bagi penelitian selanjutnya, sebagai berikut:

1. Keterbatasan basis data pendidikan untuk tiap kecamatan yang terjadi dapat diperbaiki dengan penggalian data yang mendalam pada penelitian berikutnya. Dengan demikian penelitian selanjutnya seyogyanya justru membantu Pemerintah Kabupaten Boyolali untuk memperbaiki basis data.

2. Keterbatasan obyek penelitian yang hanya berfokus pada pendidikan dasar belum dapat menggambarkan kondisi pendidikan di Kabupaten Boyolali. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas obyek penelitian sampai ke jenjang perguruan tinggi.

3. Keterbatasan dalam melihat kinerja pendidikan di Kabupaten Boyolali pada penelitian ini dapat diperluas dengan melihat faktor lain selain kinerja pendidikan.


(1)

Teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang saat ini didasari kepada kapasitas produksi tenaga manusia didalam proses pembangunan atau disebut

juga investment in human capital. Hal ini berarti peningkatan kemampuan

masyarakat menjadi suatu tumpuan yang paling efisien dalam melakukan pembangunan disuatu Iilayah.

Asumsi yang digunakan dalam teori human capital adalah bahIa pendidikan formal merupakan faktor yang dominan untuk menghasilkan masyarakat berproduktivitas tinggi. Teori human capital dapat diaplikasikan dengan syarat adanya sumber teknologi tinggi secara efisien dan adanya sumber daya manusia yang dapat memanfaatkan teknologi yang ada. Teori ini percaya bahIa investasi dalam hal pendidikan sebagai investasi dalam meningkatkan produktivitas masyarakat.

Investasi dalam hal pendidikan mutlak dibutuhkan maka pemerintah harus dapat membangun suatu sarana dan sistem pendidikan yang baik. Alokasi anggaran pengeluaran pemerintah terhadap pendidikan merupakan Iujud nyata dari investasi untuk meningkatkan produktivitas masyarakat. Pengeluaran pembangunan pada sektor pembangunan dapat dialokasikan untuk penyediaan infrastruktur pendidikan dan menyelenggarakan pelayanan pendidikan kepada seluruh penduduk Indonesia secara merata. Anggaran pendidikan sebesar 20 persen merupakan Iujud realisasi pemerintah untuk meningkatkan pendidikan.

Menurut E.SetiaIan (2006) implikasi dari pembangunan dalam pendidikan adalah kehidupan manusia akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya dengan perekonomian secara umum (nasional) semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut. Semakin tinggi kualitas hidup / investasi sumber daya manusia yang kualitas tinggi akan berimplikasi juga terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi nasional.

Keberadaan pembiayaan pendidikan merupakan faktor yang tidak dapat dihindarkan dalam menyediakan komponen-komponen input pendidikan (Fatah


(2)

1998, 136). Input yang berkIalitas akan membuat proses belajar mengajar yang bermutu baik, sehingga menghasilkan keluaran yang baik pula. Salah satu komponen input yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan adalah belanja pendidikan (Supriadi 2001). Belanja pendidikan diperlukan untuk memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan program sekolah, terlaksananya aktivitas sekolah (intra dan ekstra), dan dapat mengembangkan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bermutu (Syamsudin 2009). Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan melalui proses pembelajaran, pemerintah pusat maupun daerah terus meningkatkan pengeluaran di sektor pendidikan. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat (1) menyatakan: Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD.

Problema utama dalam dunia pendidikan tidak lepas dari mutu proses belajar mengajar dan mutu hasil belajar. Mutu-mutu tersebut terkait erat dengan belanja pendidikan (Jhons 1983 dalam Fatah 1998, 108). Belanja pendidikan yang dikeluarkan seyogyanya diarahkan pada pencapaian mutu pendidikan yang mengacu pada standar nasional pendidikan yang terdiri atas standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan.

Dalam sektor pendidikan mengandung nilai konsumsi dan nilai investasi. Nilai konsumsi pendidikan dalam bentuk jasa yang dapat membei utilitas bagi pemakai jasa pendidikan (Syamsudin 2009). Sedangkan nilai investasi pendidikan dapat diukur dengan pendapatan seorang yang terdidik sesuai dengan tingkat produktivitasnya. Belanja pendidikan diartikan sebagai jumlah uang yang dihasilkan dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan penyelenggaraan pendidikan yang mencakup: gaji pendidik, peningkatan kemampuan profesional pendidik, pengadaan sarana ruang belajar, perbaikan ruang belajar, pengadaan


(3)

mebelair, pengadaan alat-alat pelajaran, pengadaan buku-buku pelajaran, pengadaan alat-tulis kantor, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pengelolaan keuangan, supervisi/pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan yang semuanya dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah setiap tahun pelajaran (Syamsudin 2009).

Anggaran pendidikan merupakan rencana operasional keuangan pendidikan yang dibuat berdasarkan estimasi pengeluaran dalam perioda Iaktu tertentu. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2002, 41) menyatakan bahIa anggaran pendidikan adalah rencana yang diformulasikan dalam bentuk rupiah untuk jangka Iaktu tertentu serta alokasi sumber-sumber kepada setiap bagian aktifitas.

4. Keterkaitan Pola Penganggaran Pendidikan dengan Kinerja Pendidikan

Studi yang dilakukan Syamsudin (2009) terhadap hubungan antara biaya pendidikan dan indikator kinerja pendidikan menunjukkan bahIa biaya pendidikan berpengaruh tidak langsung terhadap mutu hasil belajar. Terdapat variabel kontinjensi yang mempengaruhi hubungan tersebut, yaitu variabel mutu proses belajar mengajar. Hasil ini mengisaratkan bahIa kenaikan pengeluaran untuk sektor pendidikan akan meningkatkan kualitas kinerja pendidikan dalam bentuk kIalitas proses belajar mengajar. Hasil konsisten konsisten dengan penelitian yang dilakukan jauh sebelumnya oleh Sukmadinata et al. (2005) yang menyimpulkan bahIa pola anggaran pendidikan yang baik akan mempengaruhi indikator kinerja pendidikan.


(4)

BABBVIB PENUTUPB B

A. SimpulanB

Penelitian ini menggunakan analisis diskripsi atas data sekunder pendidikan dan anggaran pengeluaran pendidikan yang diperoleh di setiap kecamatan yang terdapat di Kabupaten Boyolali. Hasil analis yang telah dilakukan memberi kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat ketersediaan sekolah SD/MI di Kabupaten Boyolali cukup ideal, yakni untuk setiap 1000 anak usia sekolah tersedia jumlah sekolah 5,7. 2. Tingkat kecukupan guru sekolah SD/MI di Kabupaten Boyolali kurang

memenuhi standar karena terdapat kekurangan sebesar 23%.

3. Tingkat keiukutsertaan anak usia sekolah untuk sekolah pada tingkat SD/MI pada tingkat Kabupaten Boyolali masih cukup ideal, yaitu 0,95. Hal ini menunjukkan motivasi orang tua dan dukungan stakeholder cukup tinggi. 4. Pengeluaran pendidikan selama tiga tahun berturut-turut mengalami

kenaikan rata-rata 10%, baik tingkat kecamatan maupun tingkat kabupaten.

5. Pelaksanaan anggaran rata-rata dari tahun ke tahun mengalami perubahan kenaikan masing-masing sebesar 0,20 (Kenaikan di tahun 2010), 0,22 (Kenaikan di tahun 2011), dan 0,25 (Kenaikan di tahun 2010). 6. Pada tingkat Kabupaten capaian porsi pengeluaran pendidikan sebesar


(5)

B. RekomendasiB

Berdasarkan hasil analisis yang sudah dilakukan, penelitian ini memberikan beberap rekomendasi sebagai berikut:

1. Tingkat ketersediaan sekolah di Kabupaten Boyolali perlu dikelola dengan manajemen distribusi yang baik. Hal ini disebabkan adanya penyebaran jumlah sekolah yang tidak proporsional antara daerah perkotaan dan pedesaan. Di tingkat perkotaan cenderung lebih banyak bangunan gedung sekolah dengan tingkat keikutsertaan yang rendah, sementara di pedesaan sangat kurang bangunan gedung sekolah dengan tingkat keikutsertaan yang sangat tinggi.

2. Demikian halnya dengan kecukupan guru, pemerintah Kab. Boyolali juga perlu mengelola distribusi guru dengan baik. Penyebaran guru cenderung terkonsentrasi pada daerah perkotaan. Hal ini akan berakibat terjadinya kekurangan guru pada daerah pedesaan. Distribusi guru juga harus memperhatikan pada daerah atau kecamatan yang memiliki tingkat anak usia sekolah yang tinggi.

3. Pemerintah Kab. Boyolali perlu mengapresiasi tingkat keikutsertaan anak usia sekolah yang bersekolah yang cukup ideal dengan memberikan fasilitas pendidikan yang lebih baik.

4. Pemerintah Kab. Boyolali perlu memperbaiki basis data pendidikan guna meningkatkan pengukuran kinerja pelayanan pendidikan. Penyusunan program dan kegiatan di Dinas Pendidikan belum berdasarkan pada target capaian kinerja yang berdasarkan pada basis data yang akurat.


(6)

C. KeterbatasBdanBSaranBPenelitianBSelanjutnya.B

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini akan diuraikan beserta saran-saran bagi penelitian selanjutnya, sebagai berikut:

1. Keterbatasan basis data pendidikan untuk tiap kecamatan yang terjadi dapat diperbaiki dengan penggalian data yang mendalam pada penelitian berikutnya. Dengan demikian penelitian selanjutnya seyogyanya justru membantu Pemerintah Kabupaten Boyolali untuk memperbaiki basis data.

2. Keterbatasan obyek penelitian yang hanya berfokus pada pendidikan dasar belum dapat menggambarkan kondisi pendidikan di Kabupaten Boyolali. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas obyek penelitian sampai ke jenjang perguruan tinggi.

3. Keterbatasan dalam melihat kinerja pendidikan di Kabupaten Boyolali pada penelitian ini dapat diperluas dengan melihat faktor lain selain kinerja pendidikan.