PERBEDAAN PERSEPSI MAHASISWA KESEHATAN DAN NON KESEHATAN TERHADAP ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA
KARYA TULIS ILMIAH
PERBEDAAN PERSEPSI MAHASISWA KESEHATAN DAN NON KESEHATAN TERHADAP ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas MuhammadiyahYogyakarta
Disusun oleh: AHMAD NUGROHO
20120320100
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(2)
i
KARYA TULIS ILMIAH
PERBEDAAN PERSEPSI MAHASISWA KESEHATAN DAN NON KESEHATAN TERHADAP ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh: AHMAD NUGROHO
20120320100
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(3)
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ahmad Nugroho
NIM : 20120320100
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang penulis tulis ini benar-benar merupakan hasil karya penulis sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 10 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,
(4)
iv Thanks to
ALLAH SWT yang telah memberikan kenikmatan dan anugerah kepada saya.
Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri teladan yang baik kepada seluruh umat manusia yang ada dibumi ini.
Kedua orang tua ku yang selalu memberikan doa, kasih sayang, nasehat, dan semangat kepada saya. Trimakasih untuk almarhumah ibunda tercinta yang telah mendidik ku dengan sabar dan penuh cinta hingga ALLAH SWT memanggil mu. Trimaksih untuk ibu Hasnah yang bersedia menjadi bagian dari keluarga kecil kami, meneruskan perjuangan almarhumah untuk mendidik, memberikan nasehat,
memberikan semangat kepada ku dan mendampingi ayahanda tercinta. Kakakku tercinta “Sri Wahyuni” serta seluruh keluarga besarku atas semua doa
dan dukungan yang telah kalian berikan.
Kepada habibati “Nuryanti” yang telah memberikan semangat, motivasi, serta menasehati saya.
Kepada “Agus Gunadi” yang telah banyak membantu.
Teman-teman & sahabat terbaikku baik di kampus maupun di luar kampus atas semua doa, semangat persaudaraan, dan kebersamaan yang telah kalian
berikan.
Kepada para dosen yang kuhormati, terimakasih untuk ilmu dan pengalaman yang telah membuatku lebih berwawasan
(5)
v
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmah ini dengan judul “Perbedaan Persepsi Mahasiswa Kesehatan Dan Non Kesehatan Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa”. Peneliti dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tentunya banyak mendapatkan masukan dari berbagai pihak baik kritik, saran, dan motivasi, untuk itu pada kesempatan ini dengan ketulusan dan kerendahan hati, peneliti ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada ibu Shanti Wardaningsih, Ns., M.Kep., Sp. Jiwa., Ph.D selaku pembimbing yang senantiasa mengarahkan peneliti untuk mencapai penelitian sehingga karya tulis ilmiah yang menjadi sebagian syarat memperoleh derajad sarjana ilmu keperawatan dapat terselesaikan. Pihak-pihak yang tidak luput dari ungkapan terimakasih penulis yaitu :
1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An.,M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2. Ns. Sri Sumaryani, M.Kep., Sp. Mat., HNC selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Ns. Sutejo, M.Kep., Sp. Kep. J selaku penguji yang memberikan saran/ masukan sehingga penelitian ini bisa bermanfaat dan sejalan sebagaimana mestinya.
4. Segenap Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
(6)
vi
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian masih banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan pengetahuan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk dikemudian hari.
Peneliti berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan bagi pembaca pada umumnya, semoga kita semua selalu dalam karunia Tuhan Yang Maha Esa.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Yogyakarta,10 Agustus 2016
(7)
vii DAFTAR ISI
KARYA TULIS ILMIAH ... i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR SINGKATAN ... xi
INTISARI ... xii
ABSTRACT ...xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Penelitian Terkait ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. Landasan Teori ... 12
1. Gangguan Jiwa ... 12
2. Persepsi ... 18
3. Mahasiswa... 25
B. Kerangka Konsep... 29
C. Hipotesa ... 30
BAB III METODE PENELITIAN... 31
A. Desain Penelitian ... 31
B. Populasi dan Sampel ... 31
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
D. Variabel Penelitian... 35
E. Definisi Operasional ... 35
F. Instrumen Penelitian ... 36
G. Cara Pengumpulan Data ... 37
H. Jalannya Penelitian ... 38
I. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 40
J. Pengolahan Data dan Metode Analisa Data ... 41
K. Etika Penelitian ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
A. Hasil Penelitian ... 46
1. Deskripsi wilayah penelitian ... 46
2. Gambaran karakteristik responden ... 49
3. Hasil cross tab karakteristik terhadap persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan ... 50
(8)
viii
4. Hasil analisis persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non
kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa ... 53
B. Pembahasan ... 54
1. Karakteristik responden terhadap persepsi ... 54
2. Perbedaan persepsi mahasiswa kesehatan dan non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa ... 59
C. Kekuatan dan kelemahan penelitian ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
A. KESIMPULAN ... 67
B. SARAN ... 68 DAFTAR PUSTAKA
(9)
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 35 Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner... 36 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 49 Tabel 4.2.1 Hasil persepsi mahasiswa terhadap orang dengan gangguan jiwa
berdasarkan karakteristik jenis kelamin ... 50 Tabel 4.2.2 Hasil persepsi mahasiswa terhadap orang dengan gangguan jiwa
berdasarkan karakteristik usia ... 51 Tabel 4.2.3 Hasil persepsi mahasiswa terhadap orang dengan gangguan jiwa
berdasarkan karakteristik suku ... 52 Tabel 4.3 Hasil analisis persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non
(10)
x
DAFTAR GAMBAR
(11)
xi
DAFTAR SINGKATAN
ART : Anggota Rumah Tangga Depkes : Departemen Kesehatan
Dkk : dan kawan-kawan
ECT : Electroconvulsif Terapy FAI : Fakultas Agama Islam
FE : Fakultas Ekonomi
FH : Fakultas Hukum
FISIPOL : Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
FKIK : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan FPB : Fakultas Pendidikan Bahasa
FP : Fakultas Pertanian
FK : Fakultas Teknik
IPIEF : International Program for Islamic Economics & Finance
KG : Kedokteran Gigi
KU : Kedokteran Umum
ODGJ : Orang Dengan Gangguan Jiwa ODMK : Orang Dengan Masalah Kejiwaan Prodi : Program Studi
PSIK : Program Studi Ilmu Keperawatan Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
UMY : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta WHO : World Health Organization
(12)
xii
Ahmad Nugroho (2016) Perbedaan Persepsi Mahasiswa Kesehatan dan Mahasiswa non Kesehatan Terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa
Pembimbing:
Shanti Wardaningsih, Ns., M.Kep., Sp. Jiwa., Ph.D INTISARI
Latar Belakang: Gangguan kesehatan jiwa sudah menjadi masalah yang sangat serius, tidak kurang dari 450 juta di Dunia dan lebih dari 28 juta orang di Indonesia. Menurut Riskesdas (2013) Yogyakarta merupakan salah satu Provinsi dengan masalah gangguan jiwa terbanyak. Masyarakat di Indonesia masih memiliki pandang negatif klien gangguan jiwa sebagai seseorang yang membahayakan dan penyakitnya tidak dapat disembuhkan, hal itu disebabkan kurangnya pengetahuan tentang gangguan jiwa. Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat secara umum dibagi menjadi dua, yaitu mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan. Mahasiswa kesehatan dalam masa kuliah mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan mental, sedangkan mahasiswa non kesehatan tidak ada. Tujuan: Untuk mengetahui persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa.
Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non eksperimental yang bersifat descriptive comparative dengan rancangan cross-section. Responden terdiri dari 224 orang pada mahasiswa kesehatan dengan teknik simple random sampling dan 224 orang pada mahasiswa non kesehatan dengan teknik cluster sampling. Penelitian dilaksanakan pada bulan mei hingga juni 2016 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Alat ukur penelitian ini menggunakan kuisioner dengan skala likert. Analisa hipotesis menggunakan uji Non Parametrik Mann-Whitney.
Hasil Penelitian: karakteristik responden pada kedua kelompok mahasiswa didominasi oleh jenis kelamin perempuan, berusia 17-25 tahun dan berasal dari suku jawa. Hasil persepsi pada kedua kelompok mahasiswa didominasi oleh persepsi baik yaitu 178 responden (79,5%) pada mahasiswa kesehatan dan 200 responden (89,3%) pada mahasiswa non kesehatan. Hasil analisis uji Mann-Whitney diperoleh nilai p=0,004. Kesimpulan: Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa..
Kata Kunci: mahasiswa kesehatan, mahasiswa non kesehatan, orang dengan gangguan jiwa, persepsi.
(13)
xiii
Ahmad Nugroho (2016) The Perception Differences between Health Students And Non Health Student Toward People with Mental Disorders
Advisor:
Shanti Wardaningsih, Ns., M.Kep., Sp. Jiwa., Ph.D
ABSTRACT
Background: Mental health disorders have become very serious problems, which happened in 450 million people in the world and more than 28 million people in Indonesia. According RISKESDAS (2013), Yogyakarta is one of province with the most problems with mental disorders. Communities in Indonesia still have negative perceptions about mental disorders as someone dangerous and the something that uncureable, it is due to lack of knowledge about mental disorders. Students as part of the public are generally divided into two, which are health students and non-health students. Health Students in the college gain knowledge about mental health, whereas non-health students get nothing.
Objective: To know the perception of health students and non-health students toward people with mental disorders
Methods: This research was a non-experimental quantitative with descriptive comparative cross-section design. Respondents consisted of 224 health students with simple random sampling technique and 224 non-health students by cluster sampling. The experiment was conducted in May to June 2016 at the Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Instrument used a questionnaire with Likert scale. Analysis hypotheses Non parametric test used Mann-Whitney.
Results: Characteristics of the respondents in both groups were dominated by female, aged 17-25 years old and Javanese. Results of perception in both groups of students was dominated by good category as much as 178 respondents (79.5%) on health students and 200 respondents (89.3%) on non-health students. The results of the Mann-Whitney test analysis obtained p = 0.004
Conclusion: There are differences in perception between health student and non-health students toward people with mental disorders.
Keywords: Health Student, Non-Health Students, People with Mental Disorders, Perception.
(14)
Latar Belakang: Gangguan kesehatan jiwa sudah menjadi masalah yang sangat serius dan dialami oleh 450 juta orang di dunia dan lebih dari 28 juta orang di Indonesia. Menurut Riskesdas (2013) Yogyakarta merupakan salah satu Provinsi dengan masalah gangguan jiwa terbanyak. Masyarakat di Indonesia masih memiliki pandang negatif mengenai gangguan jiwa sebagai seseorang yang membahayakan dan penyakitnya tidak dapat disembuhkan, hal itu disebabkan kurangnya pengetahuan tentang gangguan jiwa. Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat secara umum dibagi menjadi dua, yaitu mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan. Mahasiswa kesehatan dalam masa kuliah mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan mental, sedangkan mahasiswa non kesehatan tidak ada.
Tujuan: Untuk mengetahui persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa.
Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non eksperimental yang bersifat descriptive comparative dengan rancangan cross-section. Responden terdiri dari 224 orang pada mahasiswa kesehatan dengan teknik simple random sampling dan 224 orang pada mahasiswa non kesehatan dengan teknik cluster sampling. Penelitian dilaksanakan pada bulan mei hingga juni 2016 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Alat ukur penelitian ini menggunakan kuisioner dengan skala likert. Analisa hipotesis menggunakan uji Non Parametrik Mann-Whitney.
Hasil Penelitian: karakteristik responden pada kedua kelompok mahasiswa didominasi oleh jenis kelamin perempuan, berusia 17-25 tahun dan berasal dari suku jawa. Hasil persepsi pada kedua kelompok mahasiswa didominasi oleh persepsi baik yaitu 178 responden (79,5%) pada mahasiswa kesehatan dan 200 responden (89,3%) pada mahasiswa non kesehatan. Hasil analisis uji Mann-Whitney diperoleh nilai p=0,004. Kesimpulan: Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa..
Kata Kunci: Mahasiswa Kesehatan, Mahasiswa Non Kesehatan, Orang Dengan Gangguan Jiwa, Persepsi.
(15)
Ahmad Nugroho (2016) The Perception Differences between Health Students And Non Health Student Toward People with Mental Disorders
Advisor:
Shanti Wardaningsih, Ns., M.Kep., Sp. Jiwa., Ph.D
ABSTRACT
Background:. Mental health disorders have become very serious problems, which happened in 450 million people in the world and more than 28 million people in Indonesia. According RISKESDAS (2013), Yogyakarta is one of province with the most problems with mental disorders. Communities in Indonesia still have negative perceptions about mental disorders as someone dangerous and the something that uncureable, it is due to lack of knowledge about mental disorders. Students as part of the public are generally divided into two, which are health students and non-health students. Health Students in the college gain knowledge about mental health, whereas non-health students get nothing.
Objective: To know the perception of health students and non-health students toward people with mental disorders
Methods: This research was a non-experimental quantitative with descriptive comparative cross-section design. Respondents consisted of 224 health students with simple random sampling technique and 224 non-health students by cluster sampling. The experiment was conducted in May to June 2016 at the Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Instrument used a questionnaire with Likert scale. Analysis hypotheses Non parametric test used Mann-Whitney.
Results: Characteristics of the respondents in both groups were dominated by female, aged 17-25 years old and Javanese. Results of perception in both groups of students was dominated by good category as much as 178 respondents (79.5%) on health students and 200 respondents (89.3%) on non-health students. The results of the Mann-Whitney test analysis obtained p = 0.004
Conclusion: There are differences in perception between health student and non-health students toward people with mental disorders.
Keywords: Health Student, Non-Health Students, People with Mental Disorders, Perception.
(16)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan dalam pikiran, prilaku dan suasana perasaan yang menimbulkan hambatan dalam melaksanakan fungsi psikologis. Orang yang mengalami gangguan jiwa akan mengalami hambatan dalam pendidikan, pekerjaan dan pergaulan (Keliat, 2006). Menurut Departemen kesehatan (Depkes, 2003) dalam Sisky (2010) gangguan jiwa adalah gangguan pikiran, perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari – hari (fungsi pekerjaan dan fungsi sosial ) dari orang tersebut. Seseorang dengan gangguan jiwa apapun harus segera mendapatkan pengobatan. Keterlambatan pengobatan akan semakin merugikan penderita, keluarga dan masyarakat (Yosep, 2010).
Menurut data dari World Health Organization (2011) dalam Puskesmakale (2012) masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah sangat serius, tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia, dimana sepertiganya berdomisi di negara-negara berkembang. Gangguan jiwa menjadi masalah serius kesehatan mental di Indonesia yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemangku kebijakan kesehatan nasional. Meskipun belum menjadi program prioritas utama kebijakan kesehatan nasional, namun dari angka yang
(17)
2
didapatkan dari beberapa riset nasional menunjukkan bahwa penderita gangguan jiwa di Indonesia masih banyak dan cenderung mengalami peningkatan (Sulistyorini, 2013).
Berdasarkan Depkes (2007) total jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 11,6% dari populasi dan menderita gangguan jiwa berat 0,46% atau 46 kejadian per mil. kondisi ini diperberat melalui aneka bencana alam yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (2013) Yogyakarta merupakan salah satu Provinsi dengan Gangguan jiwa berat dan gangguan mental emosional terbanyak. Berdasarkan data rumah sakit Grhasia Provinsi Yogyakarta terjadi peningkatan penderita gangguan jiwa pada tahun 2010 yaitu sebanyak 492 jiwa. Pada Riskesdas 2007 prevalensi gangguan mental emosional di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan, tetapi dalam Riskesdas 2013 prevalensi tersebut berbalik dan prevalensi di perkotaan menjadi lebih tinggi dibanding di perdesaan. Masyarakat di Indonesia masih memandang negatif klien gangguan jiwa sebagai seseorang yang membahayakan dan penyakitnya tidak dapat disembuhkan. Hal tersebut terjadi karena masyarakat kurang memahami dengan baik penyebab dan cara perawatan pada pasien dengan gangguan jiwa. Pandangan negatif yang ada pada masyarakat menyebabkan para penderita gangguan jiwa mendapatkan perlakuan yang kurang layak dan manusiawi di masyarakat bahkan dikeluarganya sendiri, seperti dipasung, diacuhkan, dihina, serta mengasingkan anggota keluarganya yang mengalami
(18)
gangguan jiwa. Mereka mengganggap bahwa penyebab gangguan jiwa itu terjadi adalah karena kerasukan setan, hukuman pelanggaran sosial atau agama (Torey & Betesda, 2011).
Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, pada Pasal 1 yang dimaksud dengan Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam fungsi orang sebagai manusia. pada Pasal 7 ayat 1 menjelaskan lebih lanjut upaya promotif Kesehatan Jiwa ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat Kesehatan Jiwa masyarakat secara optimal, menghilangkan stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi ODGJ sebagai bagian dari masyarakat, meningkatkan pemahaman dan peran serta masyarakat terhadap kesehatan jiwa dan meningkatkan penerimaan dan peran serta masyarakat terhadap kesehatan jiwa.
(19)
4
Menurut Riskesdas 2013 persentase rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga (ART) dengan gangguan jiwa berat yang pernah dipasung di indonesia sebesar 14,3 persen. Terdapat 1.655 rumah tangga (RT) memiliki keluarga yang menderita gangguan jiwa berat. Metode pemasungan tidak terbatas pada pemasungan secara tradisional (menggunakan kayu atau rantai pada kaki), tetapi termasuk tindakan pengekangan lain yang membatasi gerak, pengisolasian, termasuk mengurung, dan penelantaran yang menyertai salah satu metode pemasungan. Proporsi RT yang pernah memasung ART gangguan jiwa berat sebesar 14,3 persen dan terbanyak pada RT di perdesaan (Riskesdes, 2013).
Pandangan negatif ini pada kesehatan jiwa dikenal dengan istilah stigma. Stigma adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada (Sarwano & Meinarno, 2009). Pembentukan stigma terjadi tanpa pertimbangan yang memadai terhadap data-data yang ada dan cenderung mengarah pada penekanan keanggotaan orang yang menjadi sasaran prasangka, seperti keanggotaan etnik, keanggotaan gender, dan keanggotaan stratifikasi sosial (Sukana, 2013). Penderita gangguan jiwa sering mendapatkan stigma dan diskriminasi yang lebih besar dari masyarakat disekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit medis lainnya. Perlakuan ini disebabkan karena ketidaktahuan atau pengertian yang salah dari keluarga atau anggota masyarakat mengenai gangguan jiwa (Sulistyorini, 2013).
(20)
Persepsi orang terhadap orang dengan gangguan jiwa berbeda-beda. persepsi adalah berhubungan secara langsung dengan bagaimana seseorang individu melihat dan memahami orang lain (Thoha, 2004). Persepsi seseorang dapat berbeda satu sama lain meskipun dihadapkan pada situasi dan kondisi yang sama. Hal ini dipandang dari suatu gagasan bahwa seseorang menerima suatu objek rangsangan melalui penginderaan, penglihatan, pendengaran, pembauan, dan perasaan (Sunaryo, 2004). Pemahaman sebagai suatu proses kognitif akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian seorang pengamat. Karakteristik kepribadian itu sendiri adalah konsep diri, nilai dan sikap, pengalaman di masa lampau, dan harapan-harapan yang terdapat dalam dirinya. Karakteristik kepribadian yang baik akan cenderung melihat orang lain dari sudut tinjauan yang bersifat positif (Hanurawan, 2010).
Karakteristik kepribadian juga dipengaruhi oleh pendidikan seseorang, dimana seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi seharusnya memiliki kepribadian yang lebih baik. Seorang mahasiswa dengan pendidikan yang sedang mereka capai seharusnya memiliki karakteristik kepribadian yang baik karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Mahasiswa adalah orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan diperguruan tinggi (Salim & Salim, 2002). UMY memiliki tujuan terwujudnya sarjana muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya diri, mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berguna bagi umat, bangsa dan kemanusiaan (Visi & misi UMY).
(21)
6
Mahasiswa secara umum dibagi menjadi 2, yaitu mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan. Pentingnya memiliki persepsi yang baik untuk mahasiswa kesehatan adalah sebagai modal penting mereka ketika menjadi tenaga kesehatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Novita (2012) menunjukkan bahwa bagi seorang tenaga kesehatan menjalin hubungan yang baik dengan pasien gangguan jiwa merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukannya. Seorang tenaga kesehatan wajib untuk memberikan rasa nyaman pada penderita dengan cara memberikan sapaan, pujian, dan melakukan hubungan saling percaya terhadap pasien dan keluarga pasien. Tenaga kesehatan harus melaksanakan komunikasi terapeutik, hal yang sangat ditekankan yaitu pendekatan petugas kesehatan kepada pasien, sehingga petugas kesehatan dapat membimbing pasien untuk menjalani hubungan yang baik dengan orang yang ada di dekatnya.
Manfaat memiliki persepsi baik untuk mahasiswa non kesehatan adalah menjadi salah satu support social untuk masyarakat terutama untuk penderita gangguan jiwa dan dapat membantu para penderita gangguan jiwa dan keluarga untuk mencari pertolongan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa dan terhindar dari diskriminasi dan adanya labeling (Sukmianti, 2014). Mahasiswa perlu tahu tentang stigma yang berkembang di masyarakat, terutama mahasiswa kesehatan. Stigma bersifat merugikan, sehingga mahasiswa perlu memberikan pengetahuan tentang gangguan jiwa kepada masyarakat agar penderita gangguan jiwa dan keluarga tidak lagi mengalami diskriminasi dan merasa malu untuk memeriksakan keadaanya dengan
(22)
harapan agar penderita gangguan jiwa tidak terlambatkan mendapatkan pertolongan (Sowadi, 1999 dalam Pratama, 2013).
Dari hasil studi pendahuluan dari 10 mahasiswa kesehatan, 8 sudah memilik persepsi baik dan 2 masih merasa takut terhadap orang dengan gangguan jiwa, menganggap mereka berbahaya dan dapat melakukan kekerasan. Hasil dari 10 mahasiswa non kesehatan, 5 merasa takut terhadap orang dengan gangguan jiwa, menganggap orang dengan gangguan jiwa berbahaya dan dapat melakukan kekerasan, menganggap mereka jorok. 3 hanya merasa takut karena menganggap mereka berbahaya dan 2 sudah memiliki persepsi yang baik. mahasiswa kesehatan memiliki persepsi lebih baik dibandingkan mahasiswa non kesehatan karena pengetahuan yang mereka miliki terhadap orang dengan gangguan jiwa.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Persepsi Mahasiswa Kesehatan Dan Mahasiswa Non Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang dijadikan dasar penelitian ini adalah : Apakah ada perbedaan persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa ?
(23)
8
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui persepsi mahasiswa kesehatan dan non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa.
2. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk :
a. Mengetahui karakteristik mahasiswa kesehatan dan non kesehatan. b. Mengetahui gambaran persepsi mahasiswa kesehatan terhadap orang
dengan gangguan jiwa.
c. Mengetahui gambaran persepsi mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk penderita gangguan jiwa
Hasil penelitian ini membuat orang dengan gangguan jiwa mendapatkan prilaku yang tidak diskriminatif dan tidak ada lagi stigma terhadap penderita gangguan jiwa. Pasien mendapatkan perawatan yang komprehensif serta berkelanjutan untuk menunjang kesembuhannya. 2. Untuk mahasiswa kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bahan pembelajaran tentang mental health illness, menjadi mahasiswa lulusan yang memiliki pengetahuan khususnya dibidang mental health illness dan juga sebagai acuan dalam memberikan edukasi pada masyarakat terkait dengan stigma dan mengenalkan tentang gangguan jiwa .
(24)
3. Untuk mahasiswa non kesehataan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan memberikan edukasi tentang stigma (persepsi negatif) dan gangguan jiwa kepada masyarakat, terutama mahasiswa non kesehatan.
4. Untuk peneliti selanjutnya
Sebagai acuan dalam melakukan penelitian lebih lanjut dalam bidang keperawatan jiwa khususnya tentang masalah-masalah yang berkaitaan dengan persepsi seseorang terhadap orang dengan gangguan jiwa.
E. Penelitian Terkait
Berdasarkan pengetahuan peneliti, belum ada penelitian sejenis yang pernah dilakukan tentang gambaran persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa. Namun ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini, yakni :
1) Fistalina Sukmianti (2014) meneliti tentang “Hubungan persepsi keluarga terhadap stigma masyarakat dengan perilaku perawatan pada anggota keluarga gangguan jiwa di wilayah kerja puskesmas mlati II kabupaten sleman tahun 2014”. Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi kuantitatif, dengan rancangan cross sectional. Metode pengumpulan data dengan teknik total sampling dengan jumlah 25 responden dan instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuisioner. Teknis analisis data yang digunakan yaitu uji spearman-rank. Dari hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara stigma masyarakat dengan perilaku perawatan keluarga dengan anggota keluarga gangguan jiwa, karena p value = 0,069
(25)
10
> 0,05. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu, Subyek penelitian ini adalah keluarga sedangkan subyek penelitian yang akan dilakukan adalah mahasiswa kesehatan dan non kesehatan. Variabel pada penelitian ini adalah persepsi dan perilaku, sedangkan variabel penelitian yang akan dilakukan hanyalah persepsi. desain penelitian ini adalah korelasi kuantitatif sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah descriptive comparative. Penelitian ini menggunakan teknik total sampling sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan simple random sampling dan cluster sampling. Teknis analisis data yang digunakan yaitu uji spearman-rank sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan Uji Mann-Whitney. Tempat penelitian juga berbeda.
2) Alfiana Suci Ramadhon (2011), meneliti tentang “Persepsi Masyarakat Terhadap Individu yang Mengalami Gangguan Jiwa di Kelurahan Poris Plawad Kecamatan Cipondoh Tangerang”. Jenis penelitan menggunakan deskriptif eksploratif dan variabelnya adalah persepsi. Tehnik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan yaitu, subyek penelitian ini adalah masyarakat umum sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah mahasiswa kesehatan dan non kesehatan, teknik sampling pada penelitian ini adalah simple random sampling sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah simple random sampling dan cluster sampling, Jenis penelitan menggunakan deskriptif
(26)
eksploratif sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah descriptive comparative, tempat penelitian juga berbeda.
3) Nopyawati Sulistyorini (2013), meneliti tentang “Hubungan Pengetahuan Tentang Gangguan Jiwa Terhadap Sikap Masyarakat Kepada Penderita Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Colomadu 1”. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental yang bersifat deskriptif korelasi. Metode pengumpulan data menggunakan teknik purposive sampling dengan sampel sebanyak 100 responden. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner. Hasil dari penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang gangguan jiwa terhadap sikap masyarakat kepada penderita gangguan jiwa. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu, subyek pada penelitian ini adalah masyarakat umum, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah mahasiswa kesehatan dan non kesehatan. Pada penelitian ini variabelnya adalah pengetahuan dan sikap masyarakat, sedangkan penelitian yang akan dilakukan variabelnya adalah persepsi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah descriptive comparative. Penelitian ini menggunakan purposive sampling sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah simple random sampling dan cluster sampling. Tempat penelitian juga berbeda.
(27)
12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab II ini peneliti akan menjelaskan mengenai teori-teori yang mendukung dan terkait dengan topik yang diambil. Bab ini berisi landasan teori, kerangka konsep, dan hipotesa. Pada landasan teori dijelaskan tentang definisi gangguan jiwa, penyebab gangguan jiwa, ciri–ciri gangguan jiwa, jenis gangguan jiwa, tanda-tanda gangguan jiwa, penanganan gangguan jiwa. Selain itu juga akan dibahas tentang persepsi dan mahasiswa secara umum.
A. Landasan Teori 1. Gangguan jiwa
a. Definisi gangguan jiwa
Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor). Kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental (Yosep, 2007). Menurut Lestari, dkk (2014) gangguan jiwa adalah kondisi dimana proses fisiologik atau mental seseorang kurang berfungsi dengan baik sehingga akan mengganggu dalam fungsi sehari-harinya.
b. Penyebab gangguan jiwa
Menurut Pratama (2013) terdapat dua faktor sebagai penyebab terjadinya gangguan jiwa, yaitu faktor predisposisi dan faktor pencetus. Keduanya sangat berpengaruh untuk menimbulkan gangguan jiwa. Faktor predisposisi terdiri dari berbagai faktor seperti
(28)
faktor genetik, kelainan fisik terutama otak yang terjadi waktu kelahiran dan keadaan keluarga yang tidak harmonis semasa kanak-kanak.
1) Faktor genetik, diturunkan dari kedua orang tua atau lewat peristiwa mutasi.
2) Faktor fisik berupa kerusakan otak dari ringan sampai berat. 3) Faktor psikososial selama masa perkembangan mental,
misalnya deprivasi maternal (berpisah dari ibu), penyimpangan komunikasi serta berada dalam keluarga yang suram atau tidak harmonis.
Sedangkan faktor pencetus ialah penyebab yang berhubungan secara langsung terhadap terjadinya suatu kejadian baik fisik maupun psikologis yang menyebabkan timbulnya gejala-gejala gangguan jiwa. Faktor pencetus dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Stres fisik: ensafalitis, infeksi virus sistemik, perubahan hormonal (misalnya selama puerperalis), kimia, zat racun, obat-obatan. Hal ini akan menyebabkan gangguan jiwa lewat fungsi otak dan berupa sindrom otak organik.
2) Stres psikologis: putus hubungan dengan saudara, renggangnya hubungan persahabatan atau petemanan. Hal ini terutama akan menyebabkan depresi (Soekarto, 2010).
(29)
14
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2003) ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa, gangguan jiwa merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor berikut ini, yaitu :
1) Keturunan (genetik)
Beberapa jenis gangguan jiwa cenderung berhubungan dengan faktor keturunan. Pada beberapa kasus gangguan jiwa kemungkinan didapatkan anggota keluarga lainnya yang menderita penyakit yang sama. Pada beberapa kasus gangguan jiwa lainnya tidak ditemukan anggota keluarga lain yang mengalami penyakit yang sama. Berkembangnya gangguan jiwa dapat diturunkan pada seorang individu, tetapi apakah orang tersebut akan mengalami hal yang sama itu tergantung pada faktor lain yang dapat mempengaruhi.
2) Lingkungan dan situasi kehidupan sosial
Pengalaman dengan anggota keluarga, tetangga, sekolah, tempat kerja, dan hal lain dapat menciptakan situasi yang menyenangkan ataupun menegangkan. Melalui pergaulan atau kehidupan sosial seseorang akan belajar bagaimana cara berbagi dan mengerti perasaan serta sikap orang lain. Kritik yang negatif dari orang sekitar dapat menurunkan harga diri seseorang. Tergantung bagaimana orang tersebut menanggapi kritik dari orang-orang sekitar. Bila orang tersebut memandang
(30)
negative terhadap kritikan tersebut maka akan menjadi beban pikirannya, tetapi bila memandang positif terhadap kritikan tersebut maka akan menjadi motivasi untuk menjadi lebih baik.
3) Fisik
Gangguan fisik yang langsung mengenai otak, seperti trauma otak, penyakit infeksi pada otak, gangguan peredaran darah otak, stroke, tumor otak, gizi buruk, dan pengaruh zat psikoaktif seperti narkotika, ganja, ekstasi, shabu, ganja, dan lain-lain.
c. Ciri-ciri dan gejala gangguan jiwa
Ciri-ciri gangguan jiwa menurut Suliswati (2005) adalah sebagai berikut :
1) Individu tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, seperti menjaga kebersihan diri dan sosialisasi.
2) Individu akan menarik diri, apatis, terisolasi dari teman-teman dan keluarga, memiliki ketrampilan interpersonal yang minimal.
3) Individu tidak dapat berespon secara adaptif dalam menghadapi stres dan mudah masuk kedalam keadaan kritis. Sedangkan menurut Keliat (2005) ciri gangguan jiwa yang dapat diidentifikasi pada seseorang, yaitu :
(31)
16
2) Mengurung diri 3) Tidak kenal orang lain 4) Bicara kacau
5) Bicara sendiri dan
6) Tidak mampu merawat diri.
Gejala gangguan jiwa menurut Maramis (2004) ialah hasil interaksi yang kompleks antara unsur somatik, psikologik, sosiobudaya. Gejala ini mempengaruhi proses adaptasi terlihat dalam pemikiran, perasaan dan prilaku.
Gejala-gejala gangguan jiwa dapat berupa gangguan pada : 1) Kesadaran
Kesadaran merupakan kemampuan individu dalam mengadakan hubungan dengan lingkungannya dan dengan dirinya sendiri (melalui panca indra) dan melakukan pembatasan (melalui perhatian). Jika kesadaran seseorang terganggu maka akan terjadi disorientasi (waktu, tempat, dan orang). jika kesadaran menurun maka kemampuan persepsi terhadap sesuatu dan kemampuan berpikir akan mengalami penurunan secara keseluruhan.
2) Gangguan orientasi
Gangguan orientasi timbul sebagai akibat gangguan kesadaran dan dapat menyangkut waktu, tempat dan orang. klien tidak mampu memberikan respon secara akurat, sehingga
(32)
akan telihat prilaku yang sulit untuk dimengerti dan mungkin bisa terlihat menakutkan.
3) Gangguan psikomotor
Psikomotor adalah gerakan badan yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa. Gangguan psikomotor ditandai dengan gerakan badan atau prilaku yang tidak dapat dikontrol, misalnya gerakan salah satu anggota badan yang berkali-kali dan tidak memiliki tujuan (stereotipi).
4) Gangguan kepribadian
Kepribadian adalah sesuatu yang khas dari seseorang dalam berprilaku. Kepribadian menunjukan keseluruhan pola pikiran, perasaan, perilaku yang digunakkan seseorang dalam melakukan adaptasi secara terus-menerus selama hidupnya. Jika terjadi gangguan kepribadian maka orang tersebut akan mengalami gangguan dalam berpikir, perasaan dan perilaku sehingga tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan.
d. Penanganan Gangguan Jiwa
Penanganan pada penderita gangguan jiwa dapat menggunakan beberapa terapi antara lain :
1) Terapi psikofarmaka
Psikofarmaka atau obat psikotraopik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku,
(33)
18
digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Videbeck, 2008).
2) Terapi somatic
Terapi somatic dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh lain, dengan menggunakan terapi elektrokonvulsif (ECT) pengobatan somatic dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis sehingga diharapkan mampu meningkatkan kadar norepinefrin dan serotonin (Townsend, 2006).
2. Persepsi
a. Definisi persepsi
Menurut Sunaryo (2004), persepsi adalah suatu proses seorang individu memilih, mengorganisasi dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang bermakna. Menurut Walgito (2010) Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Stimulus yang diindera kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterprestasikan, sehingga individu menyadari, mengerti tentang apayang diindera itu, dan proses ini disebut dengan persepsi. Persepsi seseorang dapat berbeda-beda satu sama lain meskipun dihadapkan pada situasi dan kondisi yang sama. Hal ini dipandang dari suatu gagasan bahwa seseorang
(34)
menerima suatu objek rangsangan melalui pengindraan, penglihatan, pendengaran, pembauan dan perasaaan (Sunaryo,2004).
b. Persepsi masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa
Banyak masyarakat yang memiliki persepsi negatif terhadap orang dengan gangguan jiwa. Masyarakat menganggap orang dengan gangguan jiwa menunjukkan adanya abnormalitas pada tingkah laku yang menyimpang, sehingga membuat masyarakat tidak dapat menerima sepenuhnya, dan cenderung lebih bersifat diskriminatif seperti pemasungan oleh masyarakat sekitar dan bahkan oleh keluarganya sendiri (Hoesain, 2008). Banyak masyarakat berpikir penyebab penyakit gangguan jiwa dan individu yang terganggu jiwanya disebabkan oleh kerasukan setan, sehingga pasien dan keluarga dijauhi, diejek, dikucilkan dari masyarkat normal (Videbeck, 2008).
c. Syarat persepsi
Syarat terjadinya persepsi menurut Sunaryo (2004), yaitu : 1) Adanya obyek
Obyek merupakan suatu stimulus yang ditangkap oleh reseptor. Stimulus berasal dari luar individu (langsung mengenai reseptor) dan berasal dari dalam diri individu (lansung mengenai saraf sensoris yang bekerja sebagai reseptor).
(35)
20
2) Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi.
3) Adanya alat indera sebagai reseptor penerima stimulus.
4) Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf atau pusat kesadaran). Kemudian dari otak dibawa melalui saraf motorik sebagai alat ukur untuk mengadakan respon.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Menurut Hanurawan (2010), terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang, yaitu :
1) Faktor penerimaan (the perceiver)
Pemahaman sebagai suatu proses kognitif akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian seorang pengamat. Karakteristik kepribadian itu adalah konsep diri, nilai dan sikap, pengalaman di masa lampau, dan harapan-harapan yang terdapat dalam dirinya.
Seseorang yang memiliki konsep diri (self concept) tinggi dan selalu merasa dirinya secara mental dalam keadaan sehat, cenderung melihat orang lain dari sudut tinjauan yang bersifat positif dan optimistik, dibandingkan seseorang yang memiliki konsep diri yang buruk. Nilai dan sikap juga berpengaruh pada pendapat seseorang terhadap orang lain. Pengalaman di masa lalu sebagai dasar informasi juga menentukan pembentukan
(36)
persepsi seseorang. Harapan-harapan sering kali memberikan semacam kerangka dalam diri seseorang untuk menentukan penilaian terhadap orang lain ke arah tertentu.
2) Faktor situasi (the situation)
Situasi dipandang sebagai keseluruhan faktor yang dapat mempengaruhi perasaan individu pada ruang dan waktu tertentu. Pada suatu situasi, tempat suatu stimulus yang muncul, memiliki konsekuensi bagi terjadinya interpretasi-interpretasi yang berbeda. Interpertasi itu menunjukkan hubungan di antara manusia dengan dunia stimulus.
Situasi adalah makna yang diberikan individu terhadap suatu keadaan atau interpretasi individu terhadap faktor-faktor sosial yang ditemui pada ruang dan waktu tertentu. Cara individu mendefinisikan suatu situasi memiliki konsekuensi terhadap prilaku dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Dalam suatu komunitas sosial, individu-individu perlu mengorganisasikan, membangun dan menegosiasikan garis perilaku. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut, masyarakat membutuhkan pemahaman bersama tentang kegiatan-kegiatan dalam hidup di sekitar mereka untuk mengarahkan hidup bersosial budaya yang harmonis.
(37)
22
3) Objek sasaran (the target)
Selain faktor penerimaan dan faktor situasi, proses pembentukan persepsi dapat dipengaruhi oleh faktor objek. Dalam persepsi secara khusus, objek yang diamati adalah orang lain. Beberapa ciri yang terdapat dalam diri objek sangat memungkinkan untuk dapat memberikan pengaruh untuk menentukan terhadap terbentuknya persepsi.
Pengetahuan akurat tentang orang lain akan sangat berguna untuk mengatur hubungan saling interaksi diantara mereka, baik di masa kini maupun di masa mendatang (Baron & Byne, 2004). Dalam hubungan sosial, persepsi dapat dijadikan sebagai kerangka berpikir untuk mempermudah dan mengatur hubungan seseorang dengan orang lain.
Selain bermanfaat dalam proses interaksi sosial, persepsi sebagai suatu gambaran penyederhanaan kesimpulan tentang orang lain, terkadang juga dapat menimbulkan masalah-masalah berkenaan dengan kesalahan persepsi. Kesalahan itu terutama karena sempitnya sudut tinjauan individu dalam mencoba memahami dan menilai orang lain (Hanurawan, 2010).
(38)
4) Demografi a) Usia
Usia juga berperan dalam perkembangan moral seseorang. Usia seseorang akan meningkat pada suatu langkah yang lebih tinggi dalam pengembangan moral (Lawrence & Shaub, 1997 dalam Sipayung, 2015). Maksudnya seseorang yang memiliki umur yang lebih tua akan mempunyai perilaku dan nilai-nilai etis yang lebih tinggi dibanding yang usianya jauh lebih muda. Dengan bertambahnya usia maka pengalaman hidup akan semakin tinggi sehingga dapat mempengaruhi pola pikir seseorang. Hal ini selaras dengan perkembangan moral yang terjadi. Semakin baik perkembangan moral seseorang maka semakin dapat berperilaku etis (Trevino L. , 1992 dalam Sipayung, 2015). Artinya, orang-orang cenderung lebih etis saat mereka tumbuh dewasa
b) Jenis kelamin
suatu konsep analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan (Muthmainah, 2006 dalam Sipayung 2015). Hal ini juga menunjukkan adanya perbedaan dalam membuat suatu keputusan yang diambil. Dalam penelitiannya, Arlow (1991) dalam Elias (2010) menemukan bahwa perempuan
(39)
24
memiliki sikap etik yang lebih dibandingkan dengan pria. Akan tetapi, Emosi seseorang jelas mempengaruhi persepsi seseorang. Laki-laki cenderung bisa mengendalikan emosinya dibandingkan wanita.
c) Suku atau budaya
Kebudayaan yang berbeda dapat mempengaruhi bagaimana informasi penglihatan itu diproses. Pengalaman budaya berperan sangat penting dalam proses kognitif, karena tanggapan dan pikiran yang merupakan alat utama dalam proses kognitif selalu bersumber darinya. Dengan demikian pengalaman seseorang yang merupakan akumulasi dari hasil berinteraksi dengan lingkungan setiap kali dalam masyarakat, lokasi geografisnya, latar belakang sosial, keterlibatan religius sangat menentukan persepsi terhadap suatu kegiatan dan keadaan. Karena kebudayaan dinyatakan sebagai segala sesuatu yang berhubungan erat dengan perilaku manusia dan kepercayaan, maka ia meliputi berbagai hal dalam kehidupan manusia (Sutopo, 1996). e. Proses Pembentukan Persepsi
Menurut Azwar (2011) menyatakan bahwa pembentukan persepsi pada setiap individu dipengaruhi oleh pengalaman dalam proses belajar, wawasan berfikir dan pengetahuan terhadap suatu objek atau lingkungannya. Persepsi dari masing-masing individu terdapat
(40)
perbedaan, perbedaan ini ditentukan oleh : 1) Perbedaan pengalaman, motivasi, keadaaan. 2) perbedaan kapasitas alat indera, dan 3) perbedaan sikap, nilai dan kepercayaan.
3. Mahasiswa
a. Definisi Mahasiswa
Mahasiswa adalah sebutan yang diberikan kepada individu yang sedang menuntut ilmu diperguruan tinggi (Paususeke, dkk., 2015). Mahasiswa merupakan individu yang memiliki kematangan fisik dan perkembangan pemikiran luas yang sedang menempuh pendidikan tinggi, sehingga individu tersebut memiliki kesadaran untuk menentukan sikap diri dan mampu bertanggung jawab terhadap semua yang dia perbuat (Putri dan Budiani, 2012).
Mahasiswa adalah individu yang berada pada masa usia perkembangan dewasa awal, yang merupakan periode penuh dengan tantangan, penghargaan, dan krisis (Maulida, 2012).
b. Tugas Perkembangan Mahasiswa
Sebagai individu yang memasuki masa dewasa, mahasiswa memiliki tanggungjawab terhadap masa perkembangannya. Hidayah (2012) menjelaskan tugas perkembangan yang harus dijalani oleh mahasiswa sebagai masa dewasa awal yaitu pembuatan keputusan secara luas tentang karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungan, serta tentang gaya hidup. Tugas perkembangan mahasiswa tersebut muncul
(41)
26
dikarenakan adanya perubahan yang terjadi pada beberapa aspek fungsional individu, yaitu fisik, psikologis dan sosial.
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin banyak tugas dan tanggungjawab yang perlu dilaksanakan oleh seorang mahasiswa (Hidayah, 2012).
c. Tata prilaku mahasiswa sebagai warga masyarakat
Tujuan umum dari Univesitas Muhammadiyah Yogyakarta adalah membentuk mahasiswa sebagai berikut (Visi & Misi UMY) :
1) Menguasai, mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan dan Teknologi yang dijiwai oleh nilai kemanusiaan, akhlakul karimah dan etika yang bersumber pada ajaran Islam serta memupuk ke-Ikhlasan, melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar yang relevan dengan kebutuhan pembangunan bangsa. 2) Melaksanakan program pendidikan Ahli Madya, Sarjana,
Pascasarjana dan profesi yang mengahasilkan lulusan yang memenuhi kebutuhan dunia kerja baik nasional maupun internasional.
3) Menghasilkan penelitian dan karya Ilmiah yang menjadi rujukan pada tingkat nasional dan internasional.
4) Mengembangkan kehidupan masyarakat akademik yang ditopang oleh nilai-nilai Islam yang menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, kejujuran, kesungguhan dan tanggap terhadap perubahan.
(42)
5) Menciptakan iklim akademik yang dapat menumbuhkan pemikiran-pemikiran terbuka, kritis-konstruktif dan inovatif. 6) Menyediakan sistem layanan yang memuaskan bagi pemangku
kepentingan/stakeholders.
7) Menyediakan Sumberdaya dan potensi universitas yang dapat diakses oleh perguruan tinggi, lembaga-lembaga pemerintah swasta, industri, dan masyarakat luas untuk mendukung upaya-upaya pengembangan bidang agama Islam, sosial, ekonomi, politik, hukum, teknologi, kesehatan dan budaya di Indonesia. 8) Mengembangkan jaringan kerjasama dengan berbagai institusi
nasional maupun internasional untuk memajukan pendidikan, penelitian, manajemen dan pelayanan.
9) Menghasilkan lulusan yang memiliki integritas kepribadian dan moralitas yang islami dalam konteks kehidupan individual maupun sosial.
d. Persepsi mahasiswa terhadap orang dengan gangguan jiwa.
Dalam sebuah penelitian di Universitas Ranchi India (Mahto, et.all, 2009), tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi mahasiswa laki-laki dan perempuan. Mereka kebanyakan menampilkan sikap netral. Mereka cenderung menghindari masalah tersebut, enggan mengeluarkan pendapat ketika ditanya tentang orang dengan gangguan jiwa. Mereka tidak mau berkomentar karena kurangnya pengetahuan. Namun ditemukan sikap optimis dan
(43)
28
simpatik dari mahasiswa laki-laki, mereka berpendapat bahwa kebanyakan pasien jiwa tidak berbahaya, mereka tidak setuju jika pasien jiwa ditertawakan, dan penyebab gangguan jiwa adalah karena kurangnya kekuatan moral. Tetapi hal ini tidak signifikan.
Sejauh ini belum ada peneliti yang meneliti persepsi mahasiswa kesehatan dan non kesehatan terhadap orang dengan orang gangguan jiwa.
(44)
B. Kerangka konsep
Gambar 2.1 keterangan :
: diteliti : tidak diteliti Orang dengan
gangguan jiwa
Ciri-ciri orang dengan gangguan jiwa menurut keliat (2005), yaitu :
1) Marah tanpa sebab 2) Mengurung diri 3) Tidak kenal orang
lain
4) Bicara kacau 5) Bicara sendiri 6) Tidak mampu
merawat diri. persepsi Mahasiswa kesehatan Mahasiswa non kesehatan
Menurut Hanurawan (2010),faktor utama yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang, yaitu :
1) Faktor penerimaan (the perceiver): 1. Karakteristik kepribadian
a) konsep diri, b) nilai dan sikap c) pengalaman di masa
lampau, dan
d) harapan-harapan yang terdapat dalam dirinya. 2) Faktor situasi (the situation) 3) Objek sasaran (the target)
(45)
30
C. Hipotesa
Hₐ :Ada perbedaan gambaran persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa
Hₒ : Tidak ada perbedaan gambaran persepsi mahasiswa kesehatan dan non kesehatan terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa
(46)
31 BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non eksperimental. Metode yang digunakan adalah descriptive comparative dengan pendekatan cross-section. Pada studi cross-section, peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel hanya satu kali pada satu waktu (Nursalam, 2013)
B. Populasi dan Sampel a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan angkatan 2013 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dengan jumlah populasi 6.259 mahasiswa.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai objek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2013). Sampel penelitian ini terdiri dari dua populasi berbeda yaitu sampel untuk mahasiswa kesehatan dan sampel untuk mahasiswa non kesehatan. Mahasiswa kesehatan angkatan 2013 sebanyak 508 dan mahasiswa non kesehatan angkatan 2013 sebanyak 5.751.
(47)
32
Jumlah atau besar sampel yang dijadikan responden dalam penelitian ini, sesuai dengan rumus sampel untuk populasi kecil atau kurang dari 10.000 (Notoatmodjo, 2010), sebagai berikut :
Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi
d = tingkat signifikansi (0,05)
Cara pengambilan sampel atau sampling berbeda untuk masing-masing populasi. Peneliti menggunakan teknik sampel untuk menjadi responden pada setiap populasi , yaitu :
a. Teknik sampling untuk mahasiswa kesehatan menggunakan cara Simple Random Sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada salam populasi itu ( Sugiono, 2014).
responden 1) KU =
responden 2) PSIK =
responden 3) KG =
responden 4) Farmasi =
responden
jumlah sampel akan dibagi 4, karena mahasiswa kesehatan UMY terdiri 4 program studi (prodi) yaitu PSIK, KU, KG, dan Farmasi.
(48)
Pembagian sempel sesuai dengan persentase jumlah mahasiswa masing-masing program studi dan kemudian dilakukan random dimasing-masing prodi.
b. Teknik sampling untuk mahasiswa non kesehatan menggunakan cara Cluster Sampling, yaitu cara pengambilan sampel berdasarkan kelompok. Teknik ini digunakan bilamana populasi tidak terdiri dari individu-individu, melainkan terdiri dari kelompok-kelompok individu atau cluster (Margono, 2004). Teknik sampling ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan kelompok sampel secara acak (Simple Random Sampling), dan tahap kedua menentukan individu-individu yang akan di jadikan sampel secara acak (Simple Random Sampling).
Mahasiswa non kesehatan UMY terdapat 8 Fakultas dan terdiri dari 22 prodi (program studi). Untuk menyamakan dengan jumlah prodi mahasiswa kesehatan maka akan diambil 4 prodi secara acak, kemudian jumlah sampel mahasiswa non kesehatan disamakan dengan mahasiswa kesehatan yaitu sebanyak 224 responden.
1) Ekonomi Perbankan Islam =
responden 2) Teknik Sipil =
responden 3) Agroteknologi =
responden 4) Pendidikan agama islam =
(49)
34
Pembagian sempel sesuai dengan persentase jumlah mahasiswa masing-masing program studi dan kemudian dilakukan random dimasing-masing prodi.
Penelitian ini menggunakan penentuan kriteria sampel untuk mengurangi bias hasil penelitian, yaitu kriteria inklusi dengan karakteristik yang dimiliki responden penelitian yang akan diteliti (Nursalam, 2013).
Kriteria yang ditetapkan sebagai berikut : a) Kriteria inklusi
1) Mahasiswa kesehatan angkatan 2013 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2) Mahasiswa non kesehatan angkatan 2013 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
3) Bersedia mengisi kuesioner dengan inform consent selama penelitian
b) Kriteria eksklusi
1) Mahasiswa yang tidak bersedia menjadi responden. 2) Mahasiswa yang ditunjuk menjadi asisten penelitian C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1) Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2016.
(50)
2) Waktu Penelitian
penelitian ini dilakukan pada bulan mei hingga juni 2016. D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari satu variabel, yaitu gambaran persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terhadap orang dengan gangguan jiwa.
E. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Cara
Ukur
Skala 1. Mahasiswa Mahasiswa adalah orang yang
terdaftar dan menjalani pendidikan diperguruan tinggi .
1 = kesehatan 2 = non kesehatan
Kuesioner Nominal
2. Data
demografi : a. Jenis
kelamin b. Usia
c. Etnik/ Suku
Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies.
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau mahluk.
Etnik/suku adalah sebuah himpunan manusia yang dipersatukan oleh suatu kesadaran.
1 = laki-laki 2 = perempuan Usia dalam tahun
Jawa, sunda,
batak,banjar, betawi, dayak, sasak, padang, lain-lain. Kuesioner Kuesioner Kuesioner Nominal Nominal Nominal
3. Gambaran
persepsi Mahasiswa
Gambaran persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa ditinjau dari faktor yang mempengaruhi persepsi baik dari internal maupun eksternal.
0-25%= sangat tidak setuju (sangat tidak baik) 14
26-50% = tidak setuju (tidak baik) 15-28 51-75% = setuju (baik)29-42 76-100 % = sangat setuju (sangat baik)43-56
(51)
36
F. Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data atau instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah menggunakan 2 kuisioner, yang terdiri dari : 1. Kuisioner A : lembar karakteristik responden yang terdiri dari data
demografi yaitu jenis kelamin, usia, etnik/suku dan mahasiswa (kesehatan atau non kesehatan).
2. Kuisioner B : kuesioner berisi 14 pertanyaan tentang gambaran persepsi mahasiswa kesehatan dan non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa dengan memberikan tanda (√) pada kolom yang disediakan dengan penilaian. Kuesioner penelitian ini diadopsi/diambil dari penelitian Romadhon (2011) yang menilai persepsi masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa. Instrumen pada penelitian ini menggunakan skala likert. Penilaian untuk pernyataan 1,3,5,7,9,11 favourable memiliki nilai 4: Sangat Setuju, 3: Setuju, 2: Tidak Setuju, dan 1: Sangat Tidak Setuju. Sedangkan pernyataan unfavourable 2,4,6,8,10,12,13,14 memiliki nilai 1: Sangat Setuju, 2: Setuju, 3: Tidak Setuju, dan 4: Sangat Tidak Setuju.
Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner
Aspek Favourable unfavourable Total
Internal Persepsi Eksternal Persepsi
5,7,11 1,3,9
2,10,14 4,6,8,12,13
6 8
Penetapan gambaran persepsi didasarkan pada penjumlahan skor yang diperoleh dari tiap pernyataan kuesioner, dengan nilai terendah yakni 14 dan nilai tertinggi 56. Hasil skor kemudian akan dikategorikan menjadi 4 kategori yaitu :
(52)
a. 0 - 25% = sangat tidak setuju (sangat tidak baik) b. 26 - 50% = tidak setuju (tidak baik)
c. 51 - 75% = setuju (baik)
d. 76 - 100% = sangat setuju (sangat baik) G. Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data diperoleh secara langsung melalui jawaban kuisioner dari responden dengan membacakan atau memberikan pertanyaan sesuai dengan kuisioner yang telah tersedia. Tahap pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
1. Melakukan uji etik penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Meminta surat persetujuan penelitian di Kepala Program Studi Ilmu Keperawatan.
3. Meminta izin penelitian di setiap fakultas yang akan dilakukan penelitian.
4. Memilih asisten penelitian sebanyak 6 orang yaitu dari prodi KU, KG, PAI, Agroteknologi, Teknik Sipil, EPI. Alasan peneliti menggunakan asisten karena untuk mempermudah proses pengambilan data dikarenakan waktu yang terbatas dan jumlah responden yang banyak. Sebelum proses pengambilan data, peneliti menjelaskan terlebih dahulu tujuan penelitian, hal yang wajib diisi dan pernyataan-pernyataan dalam kuisioner yang belum dimengerti oleh asisten sehingga tujuan utama penelitian dapat tercapai.
(53)
38
5. Membagikan kuesioner penelitian kepada seluruh responden yang telah ditentukan dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sebelum mengisi kuesioner, responden diminta mengisi informed consent sebagai bukti responden bersedia terlibat dalam penelitian. Setelah itu, peneliti menjelaskan tentang cara pengisian kuesioner, dan memberikan waktu kepada responden untuk mengisi kuesioner.
6. Setelah pengisian kuesioner selesai peneliti mengumpulkan kuesioner dan melakukan pengolahan data dan analisa data yang telah diperoleh. H. Jalannya Penelitian
1. Persiapan
Tahap persiapan dilakukan pada bulan Januari 2016. Pada tahap persiapan ini peneliti melakukan studi pendahuluan untuk mendapatkan gambaran tentang tempat, populasi, dan sampel penelitian. Peneliti selanjutnya menyusun proposal penelitian dan pengajuan izin penelitian. 2. Pelaksanaan
Pada saat penelitian, peneliti menggunakan asisten sebanyak 6 orang. Alasan peneliti menggunakan asisten karena untuk mempermudah proses pengambilan data dikarenakan waktu yang terbatas dan jumlah responden yang banyak. Asisten peneliti tersebut berasal dari prodi KU, KG, PAI, Agroteknologi, Teknik Sipil, EPI. Sebelumnya proses pengambilan data peneliti melakukan brefing terlebih dahulu mengenai jalan penelitian, tujuan dari penelitian dan hal-hal yang belum jelas mengenai kuisioner penelitian. Jarak antara pengambilan data tiap program studi adalah
(54)
sekitar 2-3 hari untuk meminimalkan bias. Peneliti atau asisten memberikan penjelasan pada responden tentang maksud dari penelitian dan meminta kebersediaan responden dalam mengikuti penelitian sebelum penelitian dimulai. Responden diberikan lampiran yang berisikan lembar permohonan menjadi responden dan kuesioner gambaran persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa. Setelah lampiran itu diberikan dan kuesioner diisi oleh responden, kemudian kuesioner dan lampiran tersebut dikumpul kembali kepada peneliti. Proses pengambilan data pada mahasiswa prodi KU, KG dan Farmasi dilakuan sebelum mereka tutorial, pada mahasiswa PSIK dilakukan sebelum mereka praktikum SPSS, pada mahasiswa prodi PAI, Agroteknologi dan EPI dilakukan sebelum kuliah, pada mahasiswa prodi Teknik dilakukan setelah ujian semester dan hal ini yang menjadi kendala karena peneliti harus menunggu beberapa hari padahal pengambilan data di prodi yang lain sudah selesai.
3. Tahap penilaian
Setelah semua kuesioner terkumpul peneliti mengecek kelengkapan dan mengolah data-data yang sudah diisi oleh para responden dan menganalisa data tersebut.
4. Tahap akhir
Tahap penyusunan laporan meliputi pembahasan hasil, perumusan kesimpulan, seminar hasil penelitian dan revisi hasil penelitan.
(55)
40
I. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Uji validitas dilakukan untuk mengetahui instrumen tersebut valid atau tidak.
Tehnik pada penelitian ini menggunakan Pearson Product Moment yang diujikan pada responden yang memiliki kriteria inklusi dan eksklusi dengan responden yang akan diteliti sebanyak 100 responden dan diolah dengan SPSS v. 15.0 for windows. Instrumen ini sebelumnya sudah dilakukan uji validitas dan uji realibilitas oleh Alfiana Suci Ramadhon (2011) di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap 30 responden dengan nilai signifikan 5% terdapat 11 pertanyaan tidak valid yaitu 1,2,3,7,8,10,11,14,15, dan 16. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa 14 item pertanyaan dalam instrumen ini valid karena hasil r tabel menunjukkan nilai 0,367.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaaya atau dapat diandalakan (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini pengukuran realibilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach ( ), dalam uji reliabilitas r hasil adalah alpha. Ketentuannya apabila r alpha > r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel. Sebaliknya apabila r alpha < r tabel maka pertanyaan tersebut tidak reliabel.
(56)
Hasil uji reliabilitas dilakukan oleh Alfiana Suci Ramadhon (2011) di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 30 responden, Alpha Cronbach ( ) dari kuesioner ini adalah 0,711. Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila memiliki nilai Alpha Cronbach ( ) > 0,6 (Notoatmodjo, 2012). Sehingga kuesioner pada penelitian ini reliabel.
J. Pengolahan Data dan Metode Analisa Data 1. Pengolahan data
Pengolahan data pada penelitian ini meliputi tahapan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012) :
a. Editing
Mengecek kembali kuisioner yang telah diberikan kepada responden yang telah diisi oleh respoden. Hal ini dilakukan dengan meneliti semua pertanyaan apakah telah terisi, isinya jelas dan jawaban konsisten antara pertanyaan satu dengan yang lainnya. b. Coding
Dilakukan dengan memberikan tanda pada masing-masing jawaban dengan kode berupa angka, sehingga memudahkan proses pemasukan data di komputer. Kuisioner pada penelitian ini terdiri dari Kuisioner A berisi lembar karakteristik responden yaitu data demografi yang meliputi jenis kelamin, usia, etnik/suku dan mahasiswa (kesehatan atau non kesehatan). Kuisioner B yaitu kuesioner berisi 14 pertanyaan tentang gambaran persepsi mahasiswa
(57)
42
kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa dengan memberikan tanda (√) pada kolom yang disediakan dengan penilaian. Pada penelitian ini hasil persepsi sangat tidak baik dicode 1, tidak baik dikode 2, baik dikode 3 dan sangat baik dikode 4. Sedangkan kelompok mahasiswa, untuk mahasiswa kesehatan dikode 1 dan mahasiswa non kesehatan dikode 2.
c. Scoring
Skoring merupakan suatu kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan. Hal ini dilakuan dengan memberikan penilaian sesuai jawaban yang telah dijawab oleh responden. Instrumen pada penelitian ini menggunakan skala likert. Penilaian untuk pernyataan 1,3,5,7,9,11 favourable memiliki nilai 4: Sangat Setuju, 3: Setuju, 2: Tidak Setuju, dan 1: Sangat Tidak Setuju. Sedangkan pernyataan unfavourable 2,4,6,8,10,12,13,14 memiliki nilai 1: Sangat Setuju, 2: Setuju, 3: Tidak Setuju, dan 4: Sangat Tidak Setuju
d. Tabulating
Tabulating dilakukan dengan memasukkan data-data hasil penelitian kedalam tabel-tabel sesuai kriteria yang telah dilakukan. e. Entry data
Peneliti memasukkan data ke dalam kategori tertentu untuk analisis data dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS.
(1)
Efendi (2008) mengatakan bahwa, pemahaman mengenai orang dengan gangguan jiwa dapat diperoleh di pendidikan tinggi dibidang kesehatan. Kemudian, perbedaan persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan berhubungan dengan fakta bahwa mahasiswa kesehatan lebih banyak memiliki pengetahuan tentang orang dengan gangguan jiwa yang mereka dapatkan pada saat kuliah. Hal tersebut didukung oleh hasil pada penelitian ini yang menunjukan bahwa mahasiswa kesehatan lebih banyak menunjukkan persepsi sangat baik yaitu sebanyak 46 responden (20,5%) sedangkan mahasiswa non kesehatan hanya 24 responden (10,7%). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa, mahasiswa kesehatan memiliki persepsi lebih baik dibandingkan mahasiswa non kesehatan mengenai orang dengan gangguan jiwa.
Faktor kedua yang mendukung adanya perbedaan persepsi antara mahasiswa
kesehatan dan mahasiswa non kesehatan adalah faktor penerimaan yang berhubungan dengan karakteristik kepribadian yang terdiri dari konsep diri, nilai, sikap dan harapan-harapan yang terdapat dalam dirinya. Karena menurut Hanurawan (2010) seseorang yang memiliki konsep diri (self concept) yang tinggi cenderung melihat orang lain dari sudut tinjauan yang bersifat positif dan optimistik dibandingkan seseorang yang memiliki konsep diri yang buruk, nilai dan sikap juga berpengaruh pada pendapat seseorang terhadap orang lain, serta harapan-harapan sering kali memberikan semacam kerangka dalam diri seseorang untuk menentukan penilai terhadap orang lain ke arah tertentu.
Nilai dan sikap seseorang tidak terlepas dari pengetahuan yang dimiliki, hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulistyorini (2013) yang menyatakan bahwa pengetahuan sangat berpengaruh terhadap pembentukan
(2)
sikap seseorang. Berbagai bentuk kesalahan sikap dalam merespon kehadiran penderita gangguan jiwa terjadi akibat konstruksi pola berpikir yang salah akibat ketidaktahuan publik, sehingga hal ini kembali berhubungan dengan latar belakang pembentukan sumber pengetahuan dan informasi yang berbeda antara mahasiswa kesehatan dan non kesehatan seperti yang telah dijelaskan diatas. Hal ini sejalan dengan teori Toha (2003) bahwa persepsi terjadi melalui proses interpretasi. Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Aspek kognitif ini memerlukan kejelasan informasi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka memungkinkan seseorang juga mendapatkan kejelasan informasi yang lebih lengkap.
Faktor ketiga yang mendukung adanya perbedaan persepsi antara mahasiswa
kesehatan dan mahasiswa non kesehatan adalah faktor pengalaman. Hal tersebut sangat sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Walgito (2010) yang menyatakan bahwa persepsi itu sifatnya individual dan subjektif, jadi meskipun objek yang dipersepsi (stimulus) sama, tetapi perasaan dan pengalaman-pengalaman dari setiap individu berbeda-beda maka akan menimbulkan persepsi yang berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Wiharjo (2014) yang menyatakan bahwa persepsi setiap orang terhadap orang dengan gangguan jiwa sangat bervariasi. Ada yang mempersepsikan positif, akan tetapi juga masih ada sebagian yang berpersepsi negatif dikarenakan pernah mendapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan dengan penderita gangguan jiwa semisalnya diganggu dan dikasari. Pengalaman tidak terlepas dengan informasi dan pengetahuan yang
(3)
didapatkan. Pada penelitian ini, mahasiswa kesehatan memiliki pengetahuan tentang kesehatan mental dan memiliki pengalaman untuk berinteraksi dengan orang dengan gangguan jiwa, sehingga hal tersebut yang membuat persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan berbeda.
Faktor keempat yang mendukung adanya perbedaan persepsi antara mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan adalah faktor situasi. Karena menurut Hanurawan (2010) bahwa situasi merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi pembentukan persepsi. Situasi dipandang sebagai keseluruhan faktor yang dapat mempengaruhi perasaan individu pada ruang dan waktu tertentu. Pada suatu situasi, tempat suatu stimulus yang muncul, memiliki konsekuensi bagi terjadinya interpretasi-interpretasi yang berbeda. Cara individu mendefinisikan suatu situasi memiliki konsekuensi
terhadap prilaku dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Syarniah, Rizani & Sirait (2014) yang menyatakan bahwa masyarakat yang tidak bekerja tentu kurang terpapar dengan lingkungan luar yang lebih luas. Situasi ini kurang mendukung untuk peningkatan informasi yang positif bagi individu tersebut. Dengan demikian masyarakat yang tidak bekerja dapat mengalami kurang informasi tentang konsep pasung pada penanganan klien gangguan jiwa di masyarakat. Hal inilah yang dapat membuat persepsi masyarakat yang kurang mendukung tentang tindakan pasung pada klien gangguan jiwa. Sebaliknya pada masyarakat yang Mempunyai lingkungan kerja yang lebih luas dan bergaul dengan individu lain yang mempunyai pendidikan lebih tinggi. Situasi dan kondisi ini tentu dapat mempengaruhi informasi dan kemampuan persepi seseorang yang dapat
(4)
menghasilkan persepsi yang lebih tidak mendukung khususnya tentang tindakan pasung pada klien gangguan jiwa.
Konsep ini sejalan dengan pernyataan Siagian (2004) bahwa persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam penumbuhan persepsi seseorang. Faktor situasi juga tidak dapat terlepas oleh pengetahuan yang dimiliki, sesuai dengan penelitian ini dimana mahasiswa siswa memiliki persepsi lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa non kesehatan karenakan hal yang telah dijelaskan diatas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan paling banyak berjenis kelamin perempuan, rata-rata berusia 21 tahun dan
paling banyak berasal dari suku jawa., hasil persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan didominasi oleh persepsi baik yaitu berjumlah 178 responden (79,5%) untuk mahasiswa kesehatan dan 200 responden (89,3%) untuk mahasiswa non kesehatan, Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa dibuktikan dengan hasil Uji Mann-Whitney menunjukan nilai (p=0,004)
Peneliti berharap tidak ada lagi mahasiswa, baik kesehatan maupun non kesehatan yang memiliki anggapan atau persepsi negatif terhadap orang dengan gangguan jiwa. Peneliti juga berharap agar penelitian ini dapat dikembangkan lebih baik kedepannya dan memperdalam semua faktor yang berhubungan persepsi terhadap orang dengan gangguan jiwa.
(5)
DAFTAR RUJUKAN
Aji, H. P. (2016). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan dan Sikap Keluarga dan Masyarakat Yang Terhadap Pasien Pasca Pasung di Tawangsari. Karya Tulis Ilmiah Strata satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Azwar, S. (2011). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Edisi ke-2. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Kesehatan.
Depkes. (2007). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta. Hanurawan, F. (2010). Psikologi Sosial Suatu
Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Hawk, S. T., Keijsers, L., Branje, S. J., Graff, J. V., Wied, M. d., & Meuse, W. (2013). Examining the Interpersonal Reactivity Index (IRI) Among Early and Late Adolescents. Journal of Personality Assessment Vol.95 Issue 1 , 96-106 Keijsers, L., & Paulin, F. (2013).
Developmental changes in parent– child communication throughout adolescence. Journal of Developmental Psychology Vol 49, Issue 12 , 2301-2308.
Keliat, B.A. dkk. (2006). Menanti Empati terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa. Pusat Kajian dan Tindakan Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI-RSCM. Jakarta.
Laursen, B., & Hartl, A. C. (2013). Understanding loneliness during adolescence: Developmental changes that increase the risk of perceived social isolation. Journal
of Adolecence Volume 36, Issue 6 , 1261-1268.
Mamnuah, Nurjanah, I., Prabandari, Y. S., & Marchira, C. R. (2016). Literature Reviw of Mental Health Recovery in Indonesia. GSTF Journal of Nursing and Health Care (JNHC) Vol.3 No.2, June , 20-25.
Novita, M. (2012). Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Medan.
Nursalam & Efendi, F. (2008). Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Pratama, D.S. (2013). Hubungan Edukasi Terhadap Stigma Tentang Gangguan Jiwa Pada Kader Kesehatan. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, FKIK UMY, Yogyakarta.
Pusat Penelitian dan Perkembangan Depkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (2013). Diunduh 30 oktober 2015 dari www.litbang.depkes.go.id Puskesmakale. (2012). Penderita Gangguan
Jiwa Hampir 450. Diakses dari http://puskesmasmakale.blogspot.c om/2016/02/who-penderita-gangguan-jiwa-hampir-450.html. Rahman, E. S., & Krishendrijanto. (2014).
Pemberdayaan Mantan Penderita Gangguan Jiwa. Electronic Journal of Social and Political Sciences Vol.1 No.1 , 74-82.
Rezeki, Z. (2015). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Jiwa Terhadap Persepsi Siswa Tentang Orang Dengan Gangguan Jiwa Di MAN Darussalam Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar [Abstrak].
http://etd.unsyiah.ac.id/index.php?p =show_detail&id=15718 diakses pada tanggal 7 agustus 2016 pukul 17.30
(6)
Salim, P & Salim, Y. (2002). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta : Modern English Press.
Sarwono, S.W., & Meinarmo, E.A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta : Salemba Medika.
Siagian, S.P. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta. Smith, K. E., Elsey, L. H., & Tomphson, M.
(2013). Barriers to, and facilitators of, parenting programmes for childhood behaviour problems: a qualitative synthesis of studies of parents' and professionals' perception. Journal of European Child+Adolescent Psychiatri Vol 22, Issue 11 , 653-670.
Sukana, M. (2013). Persepsi Keluarga Pelaku Bunuh Diri tentang Stigma Sosial Di Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Stikes Ahmad Yani, Yogyakarta. Sukmianti, F. (2014). Hubungan Persepsi
Keluarga Terhadap Stigma Masyarakat Dengan Perilaku Perawatan Pada Anggota Keluarga Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, FKIK UMY, Yogyakarta.
Sulistyorini, N. (2013). Hubungan pengetahuan tentang gangguan jiwa terhadap sikap masyarakat kepada penderita gangguan jiwa diwilayah kerja puskesmas colomadu 1. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Syaharia, A.R.H. (2008). Stigma Gangguan Jiwa Perspektif Kesehatan Mental Islam. Tesis, Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta.
Syarniah, Rizani, A & Sirait, E. (2014). Studi Deskriptif Persepsi Masyarakat Tentang Pasung pada Klien Gangguan Jiwa Berdasarkan
Karakteristik Demografi di Sungai Arpat Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar. Jurnal Skala Kesehatan. Vol. 5 no. 2.
Thoha, M. (2003). Perilaku Organisasi : konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.
Thoha, M. (2004). Perilaku Organisasi : konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Torrey, F.E., & Betesda, M.D. (2011). The assosiation of stigma with violance. American Psyciatric Assosiation. 168 : 325.
Travis, C. B. (2014). Women and Health Psychology: Volume I: Mental Health. New York: Psychology Press Taylor and Francis Group. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.http://webcache.googleuserco ntent.com/search?q=cache:tsRkhhz a2aMJ:binfar.kemkes.go.id/%3Fwp dmact%3Dprocess%26did%3DMj AxLmhvdGxpbms%3D+&cd=5&h l=id&ct=clnk&gl=id diakses tanggal 15 april 2016.
Valerie, S., dkk. (2011). Public perceptions, knowledge and stigma towards people with schizophrenia. Journal of Public Mental Health, Vol. 10 Iss: 1.
Visi & Misi UMY
http://www.umy.ac.id/profil/visimi si diakses tanggal 30 mei 2016. Walgito, B. (2010). Pengantar Psikologi
Umum. Yogyakarta: Andi offset. Wiharjo, F.E. (2014). Hubungan Persepsi
dengan Sikap Masyarakat terhadap Penderita Skizofrenia di Surakarta. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Wolf, N. (1991). The Beauty Myth: How Images of Beauty are used Againts Women. New York: Vintage.