PERBANDINGAN PERSEPSI MAHASISWA KEPERAWATAN UMY TAHAP AKADEMIK DAN PROFESI TERHADAP ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA
UMY TAHAP AKADEMIK DAN PROFESI TERHADAP ORANG
DENGAN GANGGUAN JIWA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh: M. HERKA SETIADI
20120320046
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(2)
i
KARYA TULIS ILMIAH
PERBANDINGAN PERSEPSI MAHASISWA KEPERAWATAN
UMY TAHAP AKADEMIK DAN PROFESI TERHADAP
ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh: M. HERKA SETIADI
20120320046
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(3)
(4)
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : M. Herka Setiadi
NIM : 2012 032 0046
Program Studi : Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftra Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 12 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,
(5)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk semua keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan Adikku, semoga kalian senang dan
bangga dengan karyaku ini.
Terima kasih untuk semua dukungan kalian baik itu doa, moral, maupun
dukunganmaterial karena tanpa itu semua, aku tidak akan pernah sampai di tahap ini
walaupun ini belumlah tahap akhir melainkan ini adalah tahap permulaan untuk
menuju kesuksesan kelak dan semoga aku bisa membalas semua kebaikan kalian dan
membuat kalian bangga.
Terima kasih untuk
Baiq. Yunita Haptia Ningsih yang selalu memberikan do’a dan
dukungan.
Terima kasih juga untuk semua teman-teman kampus maupun teman-teman luar
kampus yang telah memberikan segala bentuk dukungan kepadaku sehingga semua hal
bisa berjalan dengan lancar.
(6)
v
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan kaya tulis ilmiah yang berjudul “Perbandingan persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa”.
Tujuan dari penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh derajat sarjana keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Terwujudnya karya tulis ilmiah ini, tidak terlepas dari bimbingan, dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penghargaan dan ungkapan terima kasih dari peneliti kepada:
1. Dr. H. Ardi Pramono, Sp An, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2. Sri Sumaryani, Ns., M.Kep, Sp. Mat. HNC selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Shanti Wardaningsih, Ns., M. Kep., Sp. Jiwa, Ph.D selaku pembimbing yang senantiasa dengan ikhlas meluangkan waktu disela-sela kesibukanya, membimbing, mengarahkan, membantu dan memberikan nasehat serta saran yang membangun kepada peneliti dalam menyusun karya tulis ilmiah ini.
(7)
4. Ns. Sutejo, M.Kep.,Sp. Kep. J selaku penguji yang senantiasa bersedia menguji, mengoreksi, dan memberikan kritik & saran dalam menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
5. Segenap dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, Karyawan Tata Usaha, dan Karyawan Perpustakaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membantu dan memberikan pelayanan dengan baik.
6. Kepada kedua orang tuaku Bapak M. Ridwan dan Ibu Hultakiyah serta yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, semangat, motivasi, do’a dengan sabar kepada penulis serta menjadi sumber semangat dan inspirasi dalam hidup peneliti.
7. Adikku Rihul Aula Cahya Ningsih yang selalu memberikan banyak dukungan kepada peneliti.
8. Teman-teman seperjuangan PSIK angkatan 2012 yang telah banyak membantu peneliti selama menyelesaikan studi dan proses penelitian ini. 9. Teman-teman PSIK angkatan 2011 dan 2013 yang telah bersedia membantu
dan penelitian ini.
10.Teman-teman responden yang telah bersedia menjadi responden, mengisi kuesioner dan terlibat dalam penelitian ini.
11.Teman-teman yang telah bersedia menjadi asisten peneliti dalam pengambilan data kepada semua responden.
12.Pihak-pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu, semoga Allah SWT membalas kebaikan Anda semua.
(8)
vii
Dalam penulisan ini, peneliti telah berusaha sebaik mungkin, namun peneliti menyadari masih ada kekurangan baik dalam penulisan maupun dalam penyajian materi. Untuk peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan dan peningkatan kualitas dalam penulisan dimasa mendatang. Akhir kalam, peneliti berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat digunakan dan bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan serta penelitian ini dapat diteruskan lagi.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Yogyakarta, 12 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan
(9)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR SINGKATAN ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
INTISARI ... xiv
ABSTRACT ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan ... 8
D. Manfaat ... 9
E. Penelitian Terkait ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 11
1. Gangguan Jiwa ... 11
a. Definisi Gangguan Jiwa ... 11
b. Penyebab Gangguan Jiwa ... 11
c. Ciri-ciri Gangguan Jiwa ... 12
d. Jenis-jenis Gangguan Jiwa ... 13
e. Tanda-tanda Gangguan Jiwa ... 14
2. Persepsi ... 16
a. Definisi Persepsi ... 16
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 16
c. Syarat Terjadinya Persepsi ... 17
d. Proses Pembentukan Persepsi ... 19
3. Persepsi terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa ... 19
a. Persepsi Tenaga Kesehatan ... 20
b. Persepsi Mahasiswa Keperawatan ... 21
4. Visi, Misi dan Tujuan Program Studi Ilmu Keperawatan UMY ... 22
5. Kompetensi Blok dan Kompetensi Stase Keperawatan Jiwa ... 23
B. Kerangka Konsep ... 29
(10)
ix BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ... 31
B. Populasi dan Sampel ... 31
1. Populasi ... 31
2. Sampel ... 31
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
D. Variabel dan Definisi Operasional ... 34
1. Variabel ... 34
2. Definisi Operasional... 34
E. Instrumen Penelitian... 34
F. Cara pengumpulan data ... 35
G. Pengolahan Data... 37
H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 38
1. Uji Validitas ... 38
2. Uji Reliabilitas ... 39
I. Analisa Data ... 39
1. Analisa Univariat ... 39
2. Analisa Bivariat ... 39
J. Etika Penelitian ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 43
B. Hasil Penelitian ... 45
1. Gambaran Karakteristik Responden ... 45
2. Analisa Univariat ... 46
3. Analisa Bivariat ... 49
C. Pembahasan ... 50
1. Karakteristik Responden ... 50
2. Persepsi terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa ... 53
D. Kekuatan, kelemahan dan Kesulitan Penelitian ... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Definisi Operasional ... 34 Tabel 2 Kisi-kisi Kuisioner ... 35 Tabel 3 Interpretasi Kuesioner ... 35 Tabel 4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Mahasiswa tahap
Akademik angkatan 2013 ... 44 Tabel 5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Mahasiswa tahap Profesi angkatan 2011/XXIII ... 45 Tabel 6 Gambaran Persepsi Mahasiswa tahap Akademik dan Profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa ... 45 Tabel 7 Persepsi Responden Mahasiswa tahap Akademik angkatan 2013 (n=72) dan Mahasiswa tahap Profesi angkatan 2011/XXIII (n=91) dan Mahasiswa tahap Profesi angkatan 2011/XXIII (n=91) berdasarkan Aspek Persepsi Internal dan Eksternal ... 46 Tabel 8 Crosstabulation Karakteristik dengan Mahasiswa tahap Akademik
angkatan 2013 (n=72) dan mahasiswa tahap Profesi angkatan
2011/XXIII (n=91) ... 47 Tabel 9 Hasil uji Perbandingan Persepsi Mahasiswa keperawatan UMY tahap Akademik dan Profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa dengan analisa Mann-Whitney Test ... 48
(12)
xi
DAFTAR GAMBAR
(13)
DAFTAR SINGKATAN
AACN : American Association of Colleges of Nursing
ANA : American Nurses Associations
APA : American Psychiatric Assocication
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia PSIK : Program Studi Ilmu Keperawatan
(14)
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Survey Pendahuluan
Lampiran 2 Surat Izin Survey Pendahuluan Lampiran 3 Surat Keterangan Layak Etik Lampiran 4 Permohonan Surat Ijin Penelitian
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Lampiran 6 Pernyataan Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 7 Pernyataan Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 8 Kuesioner
Lampiran 9 Hasil Penelitian Lampiran 10 Penjelasan Penelitian
(15)
(16)
xiv
M. Herka Setiadi (2016) Perbandingkan persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa
Pembimbing :
Shanti Wardaningsih, Ns., M. Kep., Sp. Jiwa, Ph.D INTISARI
Latar Belakang: Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), dan tindakan (psychomotor). Gangguan jiwa saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan dan erat hubungannya dengan persepsi yang tidak lain hanya mengarah pada stigma dan diskriminasi. Pendidikan perawat pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu program pendidikan akademik dan pendidikan profesi. Ditinjau dari segi paparan terhadap orang dengan gangguan jiwa, tahap akademik mendapatkan pembelajaran di kelas, berbeda dengan mahasiswa tahap profesi yang menerapkan pembelajaran secara nyata terhadap penderita dan berinteraksi langsung pada stase keperawatan jiwa, sehingga dapat mempengaruhi persepsi dari kedua tahap mahasiswa.
Tujuan: Membandingkan persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa.
Metode: Jenis penelitian ini adalah descriptive comparative dengan teknik pengambilan sampel untuk mahasiswa tahap akademik yaitu simple random
sampling dan mahasiswa tahap profesi yakni purposive sampling. Jumlah sampel
sebanyak 163 mahasiswa. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan 14 pernyataan yang meliputi 6 persepsi internal dan 8 persepsi eksternal. Analisa data pada penelitian ini adalah analisa univariat dan analisa bivariat menggunakan uji Mann-Whitney Test.
Hasil: Dari penelitian ini didapatkan bahwa dari 163 responden, yang terdiri dari mahasiswa tahap akademik sebanyak 72 dengan persepsi baik 51 (70.8%), persepsi sangat baik 21 (29.2%) dan mahasiswa tahap profesi sebanyak 91 dengan persepsi baik 50 (54.9%), persepsi sangat baik 41 (45.1%) serta diperoleh nilai P
value < 0,05 yakni 0,039. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
persepsi yang signifikan antara mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa.
(17)
M. Herka Setiadi (2016) Comparison the perception of students in academic stage and student in profession stage of UMY nursing students toward people with mental disorders.
Advisor :
Shanti Wardaningsih, Ns., M. Kep., Sp. Jiwa, Ph.D ABSTRACT
Background: Mental disorder is a disorder in the way of thinking (cognitive), volition (volition), emotional (affective), and action (psychomotor). Mental disorders are currently increase significantly and closely connected with the perception that led to stigma and discrimination. Nursing studies is basically divided into two programs, first is academic studies programs and professional education program. Reviewed in terms of exposure to people with mental disorders, lessons that learned from few stages in academic that been taught in the classroom, also from students in different professions to apply the learning phase significantly to patient and nursing stateon direct mentally interaction, in the end it can affect the perception of the student in both stages.
Objective: Comparing the perception of students in academic stage and student in profession stage of UMY nursing students towards people with mental disorders. Methods: This research applying comparative descriptive method with collecting research by using sampling techniques. This research using simple random sampling for student in academic stage and purposive sampling for students in the profession stage. The total sample of 163 students. Measuring instrument used in this research was a questionnaire with 14 statements that include 6 internal perceptions and 8 external perceptions. Analysis of the data in this research were univariate and bivariate analysis using Mann-Whitney Test.
Results: From this research, it was found that out of 163 respondents, consisting of 72 students of academic stage with the good perception of either 51 (70.8%), very good perception from21 students (29.2%). There was 91 total of profession stagestudent as much as 50 (54.9%) with the good perception, 41 (45.1%) students with excellent perceptionas well as the values obtained P value <0.05 which is 0,039. This shows that there are significant differences in perception among UMY nursing students in academic stage and professional stage towards people suffering mental disorders.
Conclusion: There is a really significant difference between the perception of UMY nursing students in academic stage and profession stage towards people with mental disorders.
(18)
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), dan tindakan (psychomotor) (Yosep, 2013). Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distress atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2011).
Seseorang mengalami gangguan jiwa disebabkan oleh respon maladaptif terhadap stressor dari lingkungan baik eksternal maupun internal, yang dapat mengganggu fungsi sosial, kerja, dan fisik individu, sehingga orang dengan gangguan jiwa tidak mampu melakukan fungsi sehari-harinya sebagai seorang manusia dalam masyarakat (Videback, 2008). Beberapa hal lain yang juga menjadi penyebab gangguan jiwa yaitu karena adanya faktor suasana rumah, pengalaman masa kanak-kanak dan faktor keturunan (Suliswati, dkk., 2005).
Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah. Berdasarkan data dari World Health
Organisasi (WHO) dalam Yosep (2013), ada sekitar 450 juta orang di dunia
yang mengalami gangguan jiwa. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional
(19)
yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6 % untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7 % penduduk atau sekitar 400.000 orang. Prevalensi tertinggi di Yogyakarta dan Aceh masing-masing 2,7 ‰ (per mil), sedangkan yang terendah di Kalimantan Barat 0,7 ‰ (per mil). Jadi prevalensi gangguan jiwa berat nasional sebesar 1,7 ‰ (per mil).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2008, gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara, tidak hanya di Indonesia saja. Gangguan jiwa yang dimaksud tidak hanya gangguan jiwa psikotik/skizofrenia saja, tetapi kecemasan, depresi dan penggunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (Napza) juga menjadi masalah kesehatan jiwa.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2014, upaya kesehatan jiwa merupakan setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh Pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Upaya kesehatan jiwa yang dimaksud berasaskan diantaranya: keadilan, perikemanusiaan, manfaat, transparansi, akuntabilitas, komprehensif, pelindungan dan non-diskriminasi.
Data tersebut menunjukkan banyaknya penderita gangguan jiwa dan erat hubungannya dengan persepsi masyarakat yang tidak lain hanya
(20)
3
mengarah pada stigma dan diskriminasi. Khulsum (2014) mendefinisikan bahwa persepsi adalah suatu proses pencarian informasi yang menyangkut interpretasi lingkungan sekitar melalui pengindraan. Persepsi yang terbentuk oleh komponen kognitif seseorang dapat menjadi positif atau negatif. Stigma itu sendiri adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada (Sarwono & Meinaro, 2009). Pembentukan stigma terjadi tanpa pertimbangan yang memadai terhadap data-data yang ada dan cenderung mengarah pada penekanan keanggotaan orang yang menjadi sasaran prasangka, misalnya penderita gangguan jiwa dikalangan masyarakat yang dipandang sebagai sampah sosial. (Sukana, 2013).
Diskriminasi merupakan perilaku yang dihasilkan oleh streotip atau prasangka lalu ditunjukkan dalam tindakan yang terbuka atau rencan tertutup untuk menyingkirkan, menjauhi, atau membuka jarak baik bersifata fisik maupun sosial dengan kelompok tertentu (Liliweri, 2005). Penderita gangguan jiwa sering mendapatkan stigma dan diskriminasi yang lebih besar dari masyarakat disekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit medis lainnya. Mereka sering mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, perlakuan ini disebabkan karena ketidaktahuan atau pengertian yang salah dari masyarakat mengenai gangguan jiwa (Sulistyorini, 2013).
Menurut American Nurses Associations (ANA) tahun 2011, keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan diri sendiri secara terapeutik dalam meningkatkan,
(21)
mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Novita (2012) menunjukkan bahwa bagi seorang perawat menjalin hubungan yang baik dengan pasien gangguan jiwa merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukannya. Seorang perawat wajib untuk memberikan rasa nyaman pada penderita dengan cara memberikan sapaan, pujian, dan melakukan hubungan saling percaya terhadap pasien dan keluarga pasien, perawat harus bertindak sebagai komunikator pada penderita dengan melakukan komunikasi yang dapat dipahami oleh pasien.
Perawat adalah salah satu profesi kesehatan yang sangat berkompeten dalam peningkatan pelayanan kesehatan. Pendidikan perawat pada dasarnya terbagi menjadi dua bagian yaitu program pendidikan akademik dan pendidikan profesi. Pendidikan profesi merupakan lanjutan dari pendidikan tahap akademik. Proses pendidikan profesi di Indonesia dikenal dengan pembelajaran klinik dan lapangan, yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada mahasiswa dalam menerapkan ilmu yang dipelajari di kelas (tahap akademik). Hal ini didukung pendapat Reilly (2002) yang juga membagi pendidikan keperawatan menjadi dua disiplin yaitu disiplin akademik dan disiplin profesional. Disiplin akademik menekankan pada pengetahuan dan pada teori yang bersifat deskriptif, sedangkan disiplin profesional diarahkan pada tujuan praktis, sehingga menghasilkan teori preskriptif dan deskriptif. Disiplin profesi hanya akan didapat di lingkungan klinis karena lingkungan klinis merupakan lingkungan yang memfasilitasi
(22)
5
mahasiswa untuk belajar menerapkan teori tindakan ke dalam masalah klinis yang nyata.
Perbedaan dari setiap tahapan pendidikan keperawatan berdasarkan capaian pembelajaran yang ada di PSIK UMY diantaranya untuk tahap akademik yaitu memahami tentang konsep dasar keperawatan jiwa, masalah keperawatan jiwa dan psikodinamikanya, termasuk keperawatan jiwa komunitas dengan mengintegrasikan nilai-nilai islam (Romdzati, 2015). Tahap profesi terdiri dari empat unsur yaitu sikap, penguasaan pengetahuan, keterampilan umum, dan keterampilan khusus. (Wardaningsih, Irawati, & Hidayati, 2016).
Menurut Potter dan Perry (2006) faktor yang mempengaruhi terbentunya persepsi diantarnya adalah variabel interpersonal yang meliputi tingkat pendidikan, tingkat perkembangan, latar belakang sosokultural, serta peran. Fenomena yang terjadi saat ini dapat ditinjau dari segi paparan terhadap orang dengan gangguan jiwa, tahap akademik mendapatkan pembelajaran di kelas dan bertemu langsung dengan penderita pada saat kunjungan ataupun koas muda (komuda), berbeda dengan mahasiswa tahap profesi yang menerapkan pembelajaran secara nyata terhadap penderita dengan berinteraksi langsung pada satse keperawatan jiwa, namun dengan waktu yang singkat (4 minggu) di stase keperawatan jiwa sehingga dapat memengaruhi persepsi mahasiswa profesi.
Survei pendahuluan dilakukan terhadap sepuluh mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi dengan metode wawancara.
(23)
Lima mahasiswa tahap akademik dan lima mahasiswa tahap profesi, peneliti menemukan bahwa sebagian besar mahasiswa tahap akademik mengemukakan akan mengikuti pembelajaran keperawatan jiwa, sedangkan sebagian lainnya mengemukakan merasa takut terhadap penderita gangguan jiwa. Hal lain disampaikan oleh mahasiswa tahap profesi, Sebagian besar mahasiswa profesi akan mengikuti stase keperawatan jiwa, menerapkan teori dan kompetensi yang telah didapatkan ketika masih berada di tahap akademik.
Dari penjelasan dan survei pendahuluan diatas peneliti tertarik untuk meneliti perbandingan persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa.
B. Rumusan Masalah
“Bagaimana perbandingan persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa ?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Membandingkan persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui data demografi/karakteristik responden yang meliputi tahapan studi, usia, dan jenis kelamin.
b. Mengetahui persepsi mahasiswa tahap akademik terhadap orang dengan gangguan jiwa.
(24)
7
c. Mengetahui persepsi mahasiswa tahap profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan atau dasar dalam proses pembelajaran keperawatan jiwa dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi atau referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan gangguan jiwa.
2. Manfaat Praktis a. Mahasiswa.
Hasil penelitian ini akan diperoleh persepsi mahasiswa tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa, sehingga dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan dan acuan bagi mahasiwa/calon perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. b. Program Studi Ilmu Keperawatan UMY.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam proses pembelajaran keperawatan jiwa.
c. Untuk Institusi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitan ini dapat digunakan puskesmas atau rumah sakit agar kasus-kasus gangguan jiwa dapat terdeteksi secara dini.
(25)
E. Penelitian Terkait
Berdasarkan pengetahuan peneliti, belum pernah ada penelitian sejenis yang pernah dilakukan tentang perbandingan persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa. Namun ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini, yakni :
1) Sukmianti (2014) meneliti tentang “Hubungan persepsi keluarga terhadap stigma masyarakat dengan perilaku perawatan pada anggota keluarga gangguan jiwa di wilayah kerja puskesmas mlati II kabupaten sleman tahun 2014”. Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi kuatitatif, dengan rancangan cross sectional. Metode pengumpulan data dengan teknik total sampling dengan jumlah 25 responden dan instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuisioner. Teknis analisis data yang digunakan yaitu uji spearman-rank. Dari hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara stigma masyarakat dengan perilaku perawatan keluarga dengan anggota keluarga gangguan jiwa, karena p value = 0,069 > 0,05. Perbedaan penelitian ini terdiri dari: metode sampling penelitian
total sampling sedangkan metode sampling pada penelitian ini adalah
simple random sampling, variabel penelitian persepsi keluarga sedangkan
pada penelitian ini persepsi mahasiswa keperawatan tahap akademik dan profesi, teknik analisa data menggunakan uji spearman-rank sedangkan pada penelitian ini menggunakan uji Mann-Whitney untuk data ordinal, jumlah sampel 25 responden sedangkan pada penelitian 166 responden.
(26)
9
2) Morrison (2011), meneliti tentang “Nursing Students Attitudes toward
Pepole with Mental Illness”. Penelitian ini menggunakan desain penelitian
korelasi kuantitatif. Metode pengumpulan data menggunakan CAMI scale (Taylor & Dear, 1981) dengan survey demographic question. Stastistik analisis menggunakan IBM SPSS statistics version 19. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi spearman-rank. Dengan jumlah responden 93 mahasiswa dengan Hasil penelitiannya rata-rata skor untuk mahasiswa yang telah memilih pelayanan kesehatan jiwa lebih rendah untuk otoritarianisme (bersifat otoriter), keterbatasan sosial dan lebih tinggi untuk ideologi kesehatan mental masyarakat. Perbedaan penelitian ini terdiri dari : uji korelasi spearman-rank sedangkan pada penelitian ini menggunakan uji Mann-Whitney untuk data ordinal, jumlah sampel 93 responden sedangkan pada penelitian 166 responden, variabel penelitian sikap mahasiswa keperawatan sedangkan pada penelitian ini persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi
3) Ramadhon (2011), meneliti tentang “Persepsi Masyarakat Terhadap Individu yang Mengalami Gangguan Jiwa di Kelurahan Poris Plawad Kecamatan Cipondoh Tangerang”. Jenis penelitan menggunakan deskriptif eksploratif dan variabel adalah persepsi. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 115 responden.
(27)
sebanyak 47 responden (41%) berpersepsi baik, external perception sebanyak 110 responden (95,7%) berpersepsi baik dan sebanyak 5 responden (4,3%) berpersepsi sangat baik. Perbedaan penelitan ini terdiri dari: desain penelitian menggunakan descriptive explorative sedangkan pada penelitian ini descriptive comparative, variabel penelitian persepsi masyarakat yang ditinjau dari self perception dan external perception sedangkan pada penelitian ini persepsi mahasiswa tahap akademik dan profesi, jumlah sampel 115 responden sedangkan pada penelitian 163 responden, sampling penelitian hanya menggunakan 1 teknik sampling sedangkan sampling pada penelitian ini menggunakan 2 teknik sampling,
(28)
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori
1. Gangguan Jiwa
a. Definisi Gangguan Jiwa
Di masa lalu penderita gangguan jiwa dianiaya, diasingkan, diejek dan dipasung karena gangguan jiwa dipandang sebagai akibat kerasukan setan, hukuman, ataupun pelanggaran norma yang ada. Gangguan jiwa adalah pada fungsi mental yang meliputi emosi, pikiran, prilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tarik diri, dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup di masyarakat (Nasir & Munith, 2011). Gangguan jiwa menurut
American Psychiatric Assocication (APA) tahun 1994 adalah suatu
syndrome atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara
klinis yang terjadi pada seseorang yang dikaitkan dengan adanya distress atau disabilitas atau disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, atau sangat kehilangan kebebasan (Videbeck, 2008).
b. Penyebab Gangguan Jiwa
Penyebab gangguan jiwa adalah multikausal, dimana tidak berasal dari satu penyebab. Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan jiwa dapat dipandang dalam tiga kategori (Videbeck, 2008).
(29)
Tiga kategori tersebut juga masing-masing memiliki sub-kategori. Kategori tersebut adalah :
1) Faktor individual
Faktor ini meliputi stuktur biologis, ansietas, kekhawatiran dan ketakutan, ketidakharmonisan dalam hidup.
2) Faktor internal
Faktor ini meliputi komunikasi yang tidak efektif, ketergantungan yang berlebihan atau menarik diri dari hubungan, dan kehilangan kontrol emosional.
3) Faktor sosial dan budaya
Faktor ini meliputi tidak ada penghasilan, kekerasan, tidak memiliki tempat tinggal, kemiskinan dan diskriminasi.
c. Ciri-Ciri Gangguan Jiwa
Menurut Suliswati, dkk., (2005) ciri-ciri gangguan jiwa terbagi menjadi tiga yaitu :
1) Perubahan yang berulang dalam pikiran, daya ingat, persepsi yang bermanifestasi sebagai kelainan perilaku.
2) Perubahan yang menyebabkan tekanan batin dan penderitaan pada individu sendiri dan orang lain di lingkungannya.
3) Perubahan perilaku, akibat dari penderitaan ini menimbulkan gangguan dalam kehidupan sehari-hari, efisiensi kerja dan hubungan dengan orang lain dalam bidang sosial ataupun pekerjaan.
(30)
13
Adapun juga beberapa ciri gangguan jiwa yang dapat diidentifikasi pada seseorang menurut (Keliat, dkk., 2005) adalah : 1) Marah tanpa sebab
2) Mengurung diri 3) Tidak kenal orang lain 4) Bicara kacau
5) Bicara sendiri dan
6) Tidak mampu merawat diri. d. Jenis-Jenis Gangguan Jiwa :
Menurut Nasir & Muhith (2011) gangguan jiwa yang sering ditemukan pada masyarakat adalah:
1) Skizofrenia
Jenis gangguan jiwa ini menunjukkan gejala utama dalam gangguan fungsi kognitif (pikiran) berupa disorganisasi. Dengan kata lain, gangguan jiwa ini mengenai pembentukan arus serta isi pikiran. Selain itu ditemukan gejala gangguan persepsi, wawasan diri, perasaan dan keinginan.
2) Depresi
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, tidak bergairah, perasaan tidak berguna dan putus asa.Gangguan ini sering ditemukan pada masyarakat dengan kesulitan ekonomi.
(31)
3) Cemas
Gejala ini merupakan komponen utama bagi semua gangguan psikiatri, baik akut maupun kronis.Sebagian menjelma menjadi gangguan panik, fobia, obsesi kompulsi dan sebagainya. 4) Penyalahgunaan Narkoba dan HIV/AIDS
Pengungkapan kasus narkoba di Indonesia per tahunnya meningkat dengan rata-rata 28.9% (Nasir & Muhith, 2011). Di Indonesia saat ini diperkirakan terdapat 1.365.000 pecandu narkoba (survei BNN). Meningkatnya jumlah pecandu narkoba meningkat pula penderita penyakit HIV/AIDS. Meski berbagai upaya telah dilakukan, penyakit yang belum ditemukan obatnya ini belum dapat dikendalikan dengan baik.
5) Bunuh Diri
Kasus bunuh diri di Indonesia meningkat seiring terjadinya kasus ekonomi yang menjerat kehidupan sehari-hari mereka. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya pergeseran usia pelaku bunuh diri. Dahulu, pelaku bunuh diri adalah usia dewasa, jarang sekali pada anak usia 12 tahun yang melakukan bunuh diri.
e. Tanda-tanda Gangguan Jiwa
Menurut Yosep (2007) tanda dan gejala gangguan jiwa adalah sebagai berikut :
(32)
15
1) Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
2) Gangguan kognisi pada persepsi : merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genteng, membakar rumah, padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada, hanya muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain.
3) Gangguan kemauan : klien memiliki kemauan yang lemah
(abulia) susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku,
susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan tidak rapi.
4) Gangguan emosi : klien merasa gembira yang berlebihan
(euforia). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja,
pengusaha, orang kaya, titisan Bung Karno tetapi di lain waktu iabisa merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya.
(33)
2. Persepsi
a. Definisi Persepsi
Menurut Hanurawan (2010) persepsi merupakan suatu proses pemahaman oleh seseorang terhadap orang lain atau proses pemahaman seseorang terhadap suatu realitas sosial. Persepsi adalah kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman.
b. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Khulsum (2014) faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain :
1) Keadaan stimulus
Kejelasan stimulus akan berpengaruh dalam persepsi, stimulus yang kurang jelas akan berpengauh terhadap ketepatan persepsi. Agar stimulus dapat dipersepsikan, maka stimulus harus cukup kuat menimbulkan kesadaran individu.
2) Keadaan lingkungan
Bila situasi sosial yang melatarbelakanginya berbeda hal tersebut dapat membawa perbedaan hasil persepsi seseorang. Objek yang sama dengan situasi sosial yang berbeda akan berpengaruh terhadap persepsi seseorang.
(34)
17
3) Keadaan individu
Keadaan individu dapt mempengaruhi hasil persepsi, datang dari luar individu (eksternal), maupun dari dalam individu (internal) seperti perasaan, pengalaman, berfikir. Segi jasmani dan segi psikologis, bila sistem fisiologinya terganggu maka akan mempengaruhi persepsi.
c. Syarat Terjadinya Persepsi
Walgito dalam Utami (2012) mengemukakan beberapa syarat sebelum individu mengadakan peresepsi yang meliputi adanya objek (sasaran yang diamati), objek atau sasaran yang diamati akan menimbulkan stimulus atau rangsangan apabila mengenai alat indera atau reseptor, dan adanya indera yang cukup baik. Syarat terjadinya persepsi sebagai berikut :
1) Adanya objek yang dipersepsi
Objek atau sasaran yang diamati akan menimbulkan stimulus atau rangsangan yang mengenai alat indera.
2) Adanya alat indera
Alat indera yang dimaksud adalah alat indera untuk menerima stimulus yang kemudian diterima dan diteruskan oleh syaraf sensoris yang selanjutnya akan disampaikan ke susunan syaraf pusat sebagai pusat kesadaran. Oleh kerena itu masyarakat diharapkan memiliki panca indera yang cukup baik sehingga stimulus yang akan diterima akan diteruskan kepada susunan
(35)
syaraf otak dan berujung pada persepsi yang berkualitas pada objek.
3) Adanya perhatian
Perhatian adalah langkah awal atau kita sebut sebagai persiapan untuk mengadakan persepsi. Perhatian merupakan penyeleksian terhadap stimulus, oleh karena itu apa yang diperhatikan akan betul-betul disadari oleh individu dan dimengerti oleh individu yang bersangkutan. Persepsi dan kesadaran mempunyai hubungan yang positif, karena makin diperhatikan objek oleh individu maka objek tersebut akan makin jelas dimengerti oleh individu itu sendiri. Objek yang dipersepsi adalah sesuatu yang menjadi target yang akan diamati oleh pelaku persepsi. Kemudian persepsi yang terbentuk dalam diri masyarakat sebenarnya tidak murni hanya dari dalam individu saja. Keadaan lingkungan masyarakat juga mempengaruhi persepsi. Masyarakat dapat dikatakan sebagai variabel sosial dalam pembentukan persepsi.
Masyarakat yang dinamis akan membawa pada suatu perubahan. Fenomena sosial yang lain adalah semakin berkembangnya dunia pendidikan. Ketika dunia pendidikan semakin maju, sedang pengetahuan yang dimiliki orang tua terbatas, sehingga orang tua merasa kesulitan untuk mengakses informasi. Untuk itu orang tua membutuhkan bantuan lembaga
(36)
19
lain. Awal terjadinya persepsi ketika seseorang diharapkan pada stimulus/situasi tersebut bisa berupa stimulus penginderaan dekat dan langsung atau berupa bentuk lingkungan sosial.
d. Proses Pembentukan Persepsi
Menurut Azwar (2011) menyatakan bahwa pembentukan persepsi pada setiap individu dipengaruhi oleh pengalaman dalam proses belajar, wawasan berfikir dan pengetahuan terhadap suatu objek atau lingkungannya. Persepsi dari masing-masing individu terdapat perbedaan, perbedaan ini ditentukan oleh : 1) perbedaan pengalaman, motivasi, keadaaan. 2) perbedaan kapasitas alat indera, dan 3) perbedaan sikap, nilai dan kepercayaan.
3. Persepsi terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa
Jumlah profesional di bidang kesehatan jiwa yang melayani orang-orang yang menggunakan bahasa yang berbeda semakin meningkat. Penegakan diagnosis dan penanganan terhadap gangguan jiwa sangat tergantung kepada kemampuan individu untuk menjelaskan gejala-gejalanya dan memahami setiap langkah penanganan baginya. Perbedaan bahasa dan budaya akan menjadi rintangan yang cukup menyulitkan dan bisa menyebabkan informasi yang kurang akurat yang akhirnya akan berbuah pada kurang akuratnya diagnosis.
Kesadaran dan persepsi masyarakat terhadap kesehatan mental berbeda di setiap kebudayaan. Dalam suatu budaya tertentu, orang-orang secara sukarela mencari bantuan dari para profesional untuk menangani
(37)
gangguan jiwanya. Sebaliknya dalam kebudayaan yang lain, gangguan jiwa cenderung diabaikan sehingga penanganan akan menjadi jelek, atau di sisi lain masyarakat kurang antusias dalam mendapatkan bantuan untuk mengatasi gangguan jiwanya. Bahkan gangguan jiwa dianggap memalukan atau membawa aib bagi keluarga (RSJ Lawang, 2008).
a. Persepsi Tenaga Kesehatan
Stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa oleh penyedia layanan kesehatan mengakibatkan kesenjangan akses, pengobatan, dan hasil pengobatan (Birch, Lavender, & Cupitt, 2005). Penyedia layanan kesehatan seringkali ragu-ragu untuk menilai sepenuhnya status fisik pasien dengan penyakit mental karena ketidaknyamanan dengan gejala pasien atau diagnosis (Phelan, Stradins, & Morrison, 2001). Perawat, yang terdiri dari sekitar 15,3% dari tim kesehatan, dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap penurunan kontribusi terhadap beberapa kesenjangan kesehatan yang dialami oleh pasien kesehatan jiwa (U.S. Bureau of Labor Statistics, 2010). Instruksi dan paparan klinis langsung dapat membantu untuk mengurangi atau menghilangkan rasa takut. Napoletano (1981) menemukan bahwa instruksi yang positif dapat merubah sikap terhadap penyakit mental, tepatnya pada penyebab penyakit mental. Ketakutan adalah penyebab utama dari diskriminasi dan stigma (Allport, 1954) dalam Morrison (2011).
(38)
21
b. Persepsi Mahasiswa Keperawatan
Mahasiswa keperawatan (calon perawat) tentunya menyadari bahwa menjadi seorang perawat merupakan cita-cita yang memiliki banyak manfaat khususnya bagi masyarakat. Niat tulus tersebut sangat penting karena profesi perawat merupakan profesi yang berorentasi sosial (pelayanan). Pemahaman dalam memaknai profesi perawat menjadi salah satu kekuatan mahasiswa keperawatan untuk menjadi perawat yang profesional (Lui, et. al., 2008). Pendidikan program yang mempersiapkan mahasiswa perawat untuk profesi keperawatan dan berkewajiban memiliki pandangan positif terhadap orang dengan penyakit jiwa (American Nursing Association [ANA], 2011). Mahasiswa diprogram sarjana diharuskanuntuk mengambil jurusan dalam keperawatan jiwa yang mencakup fokus yang objektif pada penurunan kesenjangan pelayanan kesehatan dan stigma terhadap orang yang terdiagnosis penyakit jiwa (American
Association of Colleges of Nursing [AACN], 2008).
Menurut penelitian dari Surgenor, Dunn, dan Horn (2005) menunjukkan secara signifikan sikap yang lebih positif terhadap orang dengan penyakit jiwa pada mahasiswa tingkat akhir daripada tahun pertama perkuliahan. Hipotesis ini dihasilkan dari kemungkinan yang lebih besar dari paparan dan kontak dengan pasien kesehatan jiwa pada tahun terakhir perkuliahan. Hasil studi yang berbeda dilakukan di Yunani menunjukkan bahwa praktikum dan klinis
(39)
penyakit kejiwaan didapatkan bahwa sebuah periode waktu yang substansial/sesungguhnya dapat merubah keyakinan, penilaian dan diskriminasi seorang sarjana keperawatan terhadap orang-orang dengan penyakit jiwa (Madianos, Priami, Alevisopoulos, Koukia, & Rogakou, 2005).
4. Visi, Misi dan tujuan Program Studi Ilmu Keperawatan UMY a. Visi Program Studi Ilmu Keperawatan
Menjadi program studi pendidikan ners yang unggul dalam pengembangan keperawatan klinik berdasarkan nilai-nilai ke-islaman untuk kemaslahatan umat di Asia Tenggara pada 2022.
b. Misi Program Studi Ilmu Keperawatan
1) Menyelenggarakan pendidikan ners yang ungggul dan islami 2) Mengembangkan penelitian yang dapat dijadikan sebagai
landasan praktik keperawatan.
3) Menerapkan ilmu keperawatan sebagai bagian dari pengabdian kepada masyarakat untuk kemaslahatan umat.
c. Tujuan Program Studi Ilmu Keperawatan
1) Menghasilkan ners yang memiliki kemampuan klinik dan mampu menerapkan nilai-nilai islami dalam memberikan asuhan keperawatan.
2) Menghasilkan produk penelitian yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan dan meningkatkan ilmu keperawatan.
(40)
23
3) Menghasilkan kegiatan pelayanan berbasis hasil penelitian untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
5. Kompetensi Blok dan Stase Keperawatan Jiwa a. Kompetensi Blok Keperawatan Jiwa
1) Memahami perkembangan pelayanan keperawatan jiwa.
2) Memahami perkembangan jiwa manusia dan psikodinamika terjadinya masalah kesehatan/keperawatan jiwa.
3) Menjelaskan berbagai masalah keperawatan jiwa dan psikodinamikanya.
4) Mengintegrasikan konsep dasar keperawatan jiwa dan masalah keperawatan jiwa dalam asuhan keperawatan jiwa dan keperawatan lainnya.
5) Menggunakan dirinya secara teraupetik dan terapi modalitas keperawatan mandiri maupun kolaborasi melalui pendekatan proses keperawatan.
6) Menganalisa kecenderungan dan issue dalam keperawatan jiwa. 7) Memahami konsep keperawatan jiwa di masyarakat.
b. Kompetensi Stase Keperawatan Jiwa 1) Sikap
a) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religius.
b) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama, moral dan etika.
(41)
c) Mengintegrasikan nilai, norma, dan etika akademik.
d) Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama dan kepercayaan, serta pendapat atau temuan orisisnil orang lain. e) Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan kemajuan perbedaan berdasarkan pancasila.
f) Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.
g) Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
h) Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan kewirausahaan.
i) Menunjukkan sikap bertanggung jawab atas pekerjaan di bidang keahliannya secara mandiri.
j) Mampu bertanggung gugat terhadap praktek profesional meliputi kemampuan menerima tanggung gugat terhadap keputusan dan tindakan profesional sesuai dengan lingkup praktek di bawah tanggungjawabnya, dan hukum/peraturan perundangan.
k) Mampu melaksanakan praktek keperawatan dengan prinsip etis dan peka budaya sesuai dengan kode etik perawat Indonesia.
(42)
25
l) Memiliki sikap menghormati hak privasi, nilai budaya yang dianut dan martabat klien, menghormati hak klien untuk memilih dan menentukan sendiri asuhan keperawatan dan kesehatan yang diberikan, serta bertanggung jawab atas kerahasiaan dan keamanan informasi tertulis, verbal dan elektronik yang diperoleh dalam kapasitas sesuai dengan lingkup tanggungjawabnya.
m) Menunjukkan sikap saling tolong menolong dan mengajak dalam kebaikan dan meningkatkan serta mencegah keburukan (Amar Ma’ruf Nahi Mungkar).
n) Menunjukkan sikap kritis yang membangun dan berkemajuan. o) Menunjukkan sikap menghargai dan menghormati manusia sebagai individu yang bermartabat sejak hasil konsepsi sampai meninggal.
2) Penguasaan pengetahuan
a) Menguasai teknik, prinsip dan prosedur pelaksanaan asuhan/ praktek keperawatan yang dilakukan secara mandiri atau berkelompok.
b) Menguasai konsep, prinsip dan teknik, penyuluhan kesehatan sebagai bagian dari upaya pencegahan penularan penyakit pada level primer, sekunder dan tertier.
c) Menguasai prinsip dan prosedur bantuan hidup lanjut
(43)
cardiac life support/BTCLS) pada kondisi kegawatdaruratan dan bencana.
d) Menguasai konsep dan prinsip manajemen dalam pengelolaan asuhan keperawatan kepada klien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
3) Keterampilan umum
a) Melakukan evaluasi secara kritis terhadap hasil kerja dan keputusan yang dibuat dalam melaksanakan pekerjaannya oleh dirinya sendiri dan oleh sejawat.
b) Bekerja sama dengan profesi lain yang sebidang dalam menyelesaikan masalah pekerjaan bidang profesinya.
4) Keterampilan khusus
a) Mampu memberikan asuhan yang lengkap dan berkesinambungan yang menjamin keselamatan klien (patient
safety) sesuai standar asuhan keperawatan dan berdasarkan
perncanaan keperawatan yang telah atau belum tersedia. b) Mampu memberikan asuhan keperawatan pada area
spesialisasi sesuai dengan delegasi dari ners spesialis.
c) Mampu melaksanakan prosedur pengangan trauma dan jantung (basic trauma cardiac life support/BTCLS) pada situasi jiwa/bencana sesuai standar dan kewenangannya.
(44)
27
d) Mampu memberikan (administerating) obat oral, topical, nasal, parenatal dan supositoria, sesuai standar pemberian obat dan kewenangan yang didelegasikan.
e) Mampu mengakkan diagnosis keperawatan dengan kedalaman dan keluasaan terbatas berdasarkan analisa data, informasi dan hasil kajian dari berbagai sumber untuk menetapkan prioritas asuhan keperawatan.
f) Mampu menyusun dan mengimplementasikan perencanaan asuhan keperawatan sesuai standar asuhan keperawatan pada kode etik perawat, yang peka budaya, menghargai keragaman etnik, agama dan faktor lain dari klien idividu, keluarga dan masyarakat.
g) Mampu melakukan tindakan asuhan keperawatan atas perubahan kondisi klien yang tidak diharapkan secara cepat dan tepat dan melaporkan kondisi dan tindakan asuhan kepada penanggung jawab perawatan.
h) Mampu melakukan evaluasi dan revisi rencana asuhan keperawatan secara reguler dengan atau tanpa tim kesehatan lain.
i) Mampu melakukan komunikasi teraupetik dengan klien dan memberikan informasi yang akurat kepeda klien/keluarga/ pendamping/penasehat untuk mendapatkan persetujuan keperawatan yang menjadi tanggung jawabnya.
(45)
j) Mampu melakukan studi kasus secara teratur dengan cara refleksi, telaah kritis, dan evaluasi serta peer review tentang praktek keperawatan yang dilaksanakannya.
k) Mampu melakukan penanganan bencana sesuai SOP.
l) Mampu melakukan upaya pencegahan terjadinya pelanggarn dalam praktek asuhan keperawatan.
m) Mampu mengelola sistem pelayanan keperawatan dalam satu unit ruang rawat dalam lingkup tanggungjawabnya.
n) Mampu melakukan penelitian dalam bidang keperawatan uantuk menghasilkan langkah-langkah pengembangan strategis organisasi.
o) Mampu merancanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program promosi kesehatan, melalui kerjasama dengan sesama perawat, profesional lain serta kelompok masyarakat untuk mengurangi angka kesakitan, meningkatkan gaya hidup dan lingkungan yang sehat.
p) Mampu melakukan pengkajian secara komprehensif.
q) Mampu mempersiapkan pasien yang akan melakukan pemeriksaan penunjang.
r) Mampu mengelola asuhan keperawatan dengan ikhlas, juur, amanah, tabligh, dan bertanggung jawab serta tidak membeda-bedakan status sosial ekonomi dan golongan.
(46)
29
s) Mampu melakukan asuhan keperawatan berlandaskan nilai-nilai ke-islaman.
B. Kerangka Konsep
m
Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
Gambar. 1 Tahap profesi Persepsi Orang dengan gangguan jiwa Tahap akademik
Faktor-faktor yang mempengaruhi - Tahapan studi, jenis kelamin, usia. - Keadaan stimulus : berpengaruh
terhadap ketepatan persepasi - Keadaan lingkungan : objek yang
sama dengan situasi sosial yang berbeda akan berpengaruh terhadap persepsi
- Keadaan individu : mempengaruhi hasil persepsi yang datang dari dalam maupun luar.
Aspek -Persepsi Internal -Persepsi Eksternal Ciri-ciri
- Marah tanpa sebab
- Mengurung diri - Tidak mengenal
orang lain - Bicara kacau - Bicara sendiri - Tidak mampu
merawat diri.
Kompetensi - Blok keperawatan jiwa - Stase keperawatan jiwa
(47)
C. Hipotesa
ha = Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa.
ho = Tidak terdapat perbedaan persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa.
(48)
31 BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian non-eksperimental. Desain pada penelitian ini adalah descriptive comparative dengan pendekatan cross-sectional. Pada studi cross-sectional, peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2013).
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisai yang terdiri dari obyek atau subyek yang memakai karakteristik tertentu yang diciptakan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa PSIK UMY angkatan 2013 yang sedang mengikuti blok keperawatan jiwa dan mahasiswa tahap profesi PSIK UMY angkatan 2011/XXIII yang sedang atau telah mengikuti stase keperawatan jiwa, dengan populasi sebesar 275 mahasiswa.
2. Sampel
Sampel penelitian terdiri dari bagian populasi yang terjangkau yang dapat dipergunakan sebagi subjek penelitian melalui sampling. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2014). Sampel penelitian ini terdiri dari dua populasi
(49)
yang berbeda yaitu sampel untuk populasi mahasiswa tahap akademik dan sampel untuk populasi mahasiswa tahap profesi.
Sample dari mahasiswa tahap akademik PSIK UMY angkatan 2013 sebanyak 121 mahasiswa dan tahap profesi PSIK UMY angkatan 2011/XXIII sebanyak 154 mahasiswa. Peneliti mengambil subyek berdasarkan formula slovin, yaitu:
dibulatkan menjadi 163 mahasiswa.
Cara penentuan sampel atau sampling dalam penelitian ini berbeda untuk masing-masing sampel. Peneliti menggunakan teknik sampel untuk menjadi responden pada setiap tahap mahasiswa, yaitu : a. Teknik sampling untuk mahasiswa tahap akademik menggunakan
simple random sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari
populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2014). Mahasiswa tahap akademik angkatan 2013 dapat diambil untuk menjadi responden sebanyak
x 163 = 72 responden
b. Teknik sampling untuk mahasiswa tahap profesi menggunakan
purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara
memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dama penelitian), sehingga sampel tersebut
Keterangan: n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi
(50)
33
dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Sugiyono, 2014). Mahasiswa tahap profesi angkatan XXIII dapat diambil untuk menjadi reponden sebanyak
x 163 = 91 responden.
Kriteria inklusi mahasiswa tahap akademik :
a. Mahasiswa yang sedang/telah mengikuti blok keperawatan jiwa. b. Bersedia menjadi responden dan bersedia mengisi kuesioner. Kriteria eksklusi mahasiswa tahap akademik :
a. Mahasiswa yang sedang cuti. b. Mahasiswa yang sedang sakit
Kriteria inklusi mahasiswa tahap profesi :
a. Mahasiswa yang sedang/telah mengikuti stase keperawatan jiwa. b. Bersedia menjadi responden dan bersedia mengisi kuesioner. Kriteria eksklusi mahasiswa tahap profesi :
Mahasiswa yang sedang cuti. C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Rumah Sakit Jiwa penempatan mahasiswa profesi keperawatan.
2. Waktu penelitian
(51)
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari satu variabel, yaitu persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa.
2. Definisi Operasional
Tabel 1 Definisi Operasional
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen yang terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama yaitu pernyataan permohonan menjadi responden. Bagian kedua yaitu pernyataan persetujuan menjadi responden dengan mengisi nama dan tahapan studi serta saksi. Bagian ketiga yaitu data demografi responden dengan mengisi usia, jenis kelamin, dan kuesioner yang berisi 14 pernyataan dengan memberikan tanda checklist (√) pada kolom yang telah disediakan. Kuesioner penelitian ini diadopsi/diambil dari penelitian Romadhon (2011) yang meneliti persepsi masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa dan instrumen pada penelitian ini menggunakan skala likert. Penilaian untuk pernyataan 1-6 favourable
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur
Hasil Ukur Skala
Persepsi Mahasiswa tahap akademik dan profesi
Persepsi mahasiswa terhadap orang dengan gangguan jiwa ketika mengikuti blok dan stase keperawatan jiwa
ditinjau dari faktor yang mempengaruhi persepsi baik dari internal maupun eksternal.
Kuesioner 14 = sangat tidak setuju (sangat tidak baik)
15-28 = tidak setuju (tidak baik)
29-42 = setuju (baik) 43-56 = sangat setuju (sangat baik)
(52)
35
memiliki nilai 4: sangat setuju, 3: setuju, 2: tidak setuju, dan 1: sangat tidak setuju. Sedangkan pernyataan unfavourable 7-14 memiliki nilai 1: sangat setuju, 2: setuju, 3: tidak setuju, dan 4: sangat tidak setuju.
Tabel 2 Kisi-kisi Kuesioner
Aspek Favourable Unfavourable Total
Persepsi Internal Persepsi Eksternal
2, 5, 6 1, 3, 4
7, 10, 14. 8, 9, 11, 12, 13.
6 8 Penetapan persepsi didasarkan pada penjumlahan skor yang diperoleh dari setiap pernyataan kuesioner, dengan nilai terendah yakni 14 dan nilai tertinggi 56. Penetapan persepsi pada persepsi internal dan eksternal, dengan nilai terendah yakni 6 untuk persepsi internal, 8 untuk persepsi eksternal dan nilai tertinggi yakni 24 untuk persepsi internal, 32 untuk persepsi eksternal. Hasil skor dikategorikan menjadi 4 kategori yaitu:
Tabel 3
Interpretasi Kuesioner Skor
Interpretasi
Persepsi Persepsi Internal Persepsi Eksternal 14 15-28 29-42 43-56 6 7-12 13-18 19-24 8 9-16 17-24 25-32
sangat tidak setuju (sangat tidak baik) tidak setuju (tidak baik)
setuju (baik) sangat setuju (sangat baik) F. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah alat pengumpulan data dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan secara tertulis kepada responden. Tahapan pengumpulan data pada penelitian ini sebagai berikut:
(53)
1. Setelah mendapatkan kelayakan uji etik dan surat persetujuan untuk melaksanakan penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Rumah Sakit Jiwa penempatan mahasiswa profesi.
2. Memohon surat persetujuan dari Kepala Program Studi Ilmu Keperawatan. 3. Pengambilan data pada tahap akademik dilaksanakan dengan persetujuan ketua angkatan (kosema) dan pengambilan data dilaksanakan dalam 1 kali dan tanpa ada janji sebelumnya, lokasi pengambilan data di ruangan tutorial dan sebelum kegiatan tutorial berlangsung.
4. Pengambilan data pada tahap profesi dilaksanakan dengan cara bertahap dikarenakan rotasi stase yang berbeda-beda, lokasi pengambilan data dilaksanakan di setiap home base dan membuat janji sebelumnya dengan calon responden yang telah ditentukan.
5. Membagikan kuesioner kepada seluruh responden yang telah ditentukan dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
6. Pembagian kuesioner penelitian dibantu oleh asisten peneliti yang telah dipercayai peneliti guna menjaga kerahasiaan dan menjadi saksi pengisian kuesioner.
7. Sebelum mengisi kuesioner, responden diminta mengisi informed consent sebagai bukti responden bersedia terlibat dalam penelitian dan tidak merasa terpaksa.
8. Menjelaskan tentang cara pengisian kuesioner, dan memberikan waktu kepada responden untuk mengisi kuesioner. Setelah pengisian kuesioner
(54)
37
selesai, responden mengumpulkan kuesioner pada peneliti/asisten peneliti untuk menjaga kerahasiaannya dan selanjutnya peneliti melakukan pengolahan data.
G. Pengolahan Data
Penglahan data pada penelitian ini meliputi beberapa tahapan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012) :
1. Editing
Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Apabila ada jawaban-jawaban yang belum lengkap, kalau kemungkinan perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi jawaban-jawaban tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan, maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengakp tersebut tidak diolah atau dimasukkan dalam pengolahan “data missing”.
2. Coding
Setelah semua kuisioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan peng ”kodean” atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Koding atau pemberian kode ini sangat berguna adalam memasukkan data (data
entry). Koding yang dilakukan pada penelitian ini yaitu untuk persepsi
1=sangat tidak baik, 2=tidak baik, 3=baik, 4=sangat baik. Jenis kelamin 1=laki-laki dan 2=perempuan. Usia 17-25=remaja akhir, 26-35=dewasa awal.
(55)
3. Entry
Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau “software” komputer. Software komputer ini bermacam-macam, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Salah satu paket program yang paling sering digunakan untuk “entry data” penelitian adalah paket program SPSS. Dalam proses ini juga dituntut ketelitian dari orang yang melakukan “data entry” ini. Apabila tidak maka akan terjadi bias, meskipun hanya memasukkan data saja.
4. Cleaning
Apabila semua data dari setiap sumber data selesai dimasukkan, perlu dicek untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan data (data
cleaning).
H. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Uji validitas dilakukan untuk mengetahui instrumen tersebut valid atau tidak. Instrumen ini sebelumnya telah dilakukan uji validitas oleh Romadhon (2011) terhadap 30 responden pada masyarakat yang diambil secara acak
(56)
39
dengan nilai taraf signifikan 5%. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa item pertanyaan dalam instrumen ini valid.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaaya atau dapat diandalakan (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini pengukuran realibilitas menggunakan teknik
Alpha Cronbach (α), dalam uji reliabilitas r hasil adalah r alpha.
Ketentuannya apabila r alpha > r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel. Sebaliknya apabila r alpha < r tabel maka pertanyaan tersebut tidak reliabel. Alpha Cronbach dari variabel persepsi adalah 0,711. Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila nilai Alpha Cronbach > 0.6 (Notoatmodjo, 2012). Sehingga kuesioner pada penelitian ini reliabel. I. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Data dianalisa dengan menggunakan analisa univariat yang bertujuan untuk mengetahui gambaran hasil penelitian melalui gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi. Tabel distribusi frekuensi memuat data demografi yang meliputi: tahapan studi, usia, dan jenis kelamin dengan analisa crosstab.
2. Analisa Bivariat
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisa komparasi bivariat. Analisa bivariat dilakukan untuk menguji hipotesa dan menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini
(57)
dengan menggunakan skala ordinal. Dalam penelitian ini analisa perbandingan yang digunakan adalah Mann-Whitney dua independen sampel. Tes ini digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel independen bila datanya berbentuk ordinal (Sugiyono, 2014). Analisa Mann-Whitney ini digunakan untuk menguji hipotesa komparasi yaitu perbandingan persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa yang terdiri dari dua sampel independen dan data yang berbentuk ordinal. Penelitian ini menggunakan taraf signifikansi 5%, hipotesis yang diterima jika p
value < 0,05 maka hipotesia diterima adalah Ha. Sebaliknya jika p value
> 0,05 maka hipotesia ditolak adalah Ho. (Dahlan, 2013). J. Etika Penelitian
Persetujuan etika diperoleh dari komite etika penelitian fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah Yogyakarta melalui surat nomor: 063/EP-FKIK-UMY/II/2016. Penelitian harus memenuhi etika penelitian karena penelitian ini melibatkan individu sebagai sumber data/responden. Untuk itu perlu ada langkah-langkah yang dapat menjamin bahwa penelitian ini tidak merugikan responden yang diteliti. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu meminta izin atau persetujuan kepada responden. Etika yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
Pertama harus menghormati harkat dan martabat manusia (respect for
(58)
41
untuk mengetahui tujuan dari penelitian yang dilaksanakan serta hak-hak untuk berpartisipasi dengan cara menyediakan lembar persetujuan (informed
consent) yang berisi penjelasan mengani manfaat penelitian, resiko dan
ketidaknyamanan yang ditimbulkan, manfaat yang didapat, kesediaan peneliti untuk menjawab pertanyaan responden mengenai responden, persetujuan untuk mengundurkan diri, dan jaminan anonimitas dan kerahasiaan informasi responden. Lembar persetujuan kemudian di tanda tangani apabila responden bersedia.
Kedua menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect
for privacy and confidentiality). Peneliti akan menjaga kerahasiaan informasi
dan identitas responden dalam lembar pengumpulan data penelitian. Responden hanya menuliskan karakteristik berupa nama, tahapan studi, usia, jenis kelamin. Semua informasi yang telah terkumpul dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan menjadi tanggung jawab peneliti. Informasi yang diberikan oleh responden serta semua data yang terkumpul tidak akan di publikasikan atau di berikan kepada orang lain tanpa seizin responden.
Ketiga keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice and
inclusiveness). Peneliti akan menjaga prinsip keterbukaan dan keadilan
dengan kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. keterbukaan disini dijaga dengan menjelaskan prosedur penelitian. Peneliti juga tidak akan membeda-bedakan latar belakang jender, agama, dan suku/etnik responden.
Keempat memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
(59)
meminimalisir dampak yang merugikan responden dan memaksimalkan manfaat yang akan didapat selama proses penelitian. Hasil penelitian ini juga tidak akan digunakan untuk kepentingan yang bersifat merugikan responden.
(60)
43 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di 2 area berbeda yaitu di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang didirikan pada tahun 1999 dan Rumah Sakit Pendidikan Tahap Profesi PSIK FKIK UMY di beberapa home base yang berbeda yaitu RSUD Temanggung, RS PKU Temanggung, RSUD Tidar Kota Magelang, RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta I, RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta II, RSUD Saras Husada Purworejo.
Pelaksanaan pendidikan akademik berlangsung di Program Studi Ilmu Keperawatan dengan 10 semester yang terbagi atas pendidikan sarjana keperawatan selama 8 semester dan pelaksanaan pendidikan akademik terdiri dari 149 SKS dan 24 blok yang salah satunya adalah blok keperawatan jiwa dengan 3,5 SKS yang terdiri atas 1,5 SKS proses belajar ceramah (PBC), 1 SKS proses belajar tutorial (PBT) dan 1 SKS proses belajar skill lab keperawatan (PBS). Blok keperawatan jiwa ditujukan bagi mahasiswa ilmu keperawatan tahun ke-3 semester ke 2. Blok ini berada pada blok ke 2 di semester ke 2 pada kurikulum S1 Ilmu Keperawatan UMY. Mahasiswa tahap akademik yang sedang/telah mengikuti blok keperawatan jiwa adalah mahasiswa angkatan 2013 berjumlah 72 mahasiswa.
Mahasiswa tahap profesi/ners merupakan profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat
(61)
mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati.
Pelaksanaan pendidikan profesi ners berlangsung di setting klinik dan komunitas. Setting klinik untuk profesi ners dilaksanakan di beberapa Rumah Sakit Pendidikan yang telah bekerjasama dengan PSIK FKIK UMY. Setting komunitas dilaksanakan di beberapa Puskesmas yaitu Puskesmas Kasihan I dan II, serta beberapa wisma untuk komunitas khusus seperti gerontik yaitu Panti Werdha. Mahasiswa profesi selama berada dipendidikan ners akan magang sebagai co-ners. Sebelum mengikuti stase keperawatan, mahasiswa profesi terlebih dahulu diberikan pembekalan dan orientasi. Setelah itu mendapatkan keperawatan dasar selama 10 minggu di setiap Rumah Sakit Pendidikan.
Pendidikan profesi selama 2 semester dan pendidikan profesi terdiri dari 38 SKS dan 9 stase yang salah satunya adalah stase keperawatan jiwa dengan 2 SKS. Mahasiswa yang tahap profesi yang sedang/telah mengikuti stase keperawatan jiwa adalah angkatan 2011/XXIII berjumlah 91 mahasiswa yang terbagi di setiap homebase yakni 20 di homebase RSUD Temanggung, 6
di homebase RS PKU Temanggung, 19 di homebase RSUD Tidar Kota
Magelang, 14 di homebase RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta I, 18 di
homebase RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta II, 14 di homebase RSUD
(1)
mengejar praktek di kesehatan mental lebih ditekankan terhadap dimensi teoritis pendidikan keperawatan kesehatan mental kejiwaan. Hal lain disamapikan Happell dan Gough (2007) bahwa teori dapat didesain ulang secara eksplisit untuk mengatasi sikap negatif terhadap orang dengan penyakit mental sehingga siswa dapat berbaur dengan mereka, jika hal tersebut bisa dilakukan, maka kecemasan akan menurun dan pada akhirnya, kesiapan untuk praktek di kesehatan mental akan terus meningkat.
Menurut Happell dan Gough (2007), meskipun sebagian besar prasarjana atau pralisensi mahasiswa keperawatan melaporkan relatif lebih mengetahui tentang penyakit mental, namun mereka juga memiliki stereotip negatif terhadap penyakit mental dan pengguna pelayanan kesehatan mental. Sejalan dengan Karimollahi (2011) dijelaskan bahwa siswa prasarjana atau siswa pralisensi tahap akhir, mereka mengenali orang dengan penyakit mental seperti orang lain yang membutuhkan perawatan, akan tetapi mahasiswa merasakan keperawatan kesehatan jiwa seperti stress.
Mahasiswa perawat melaporkan kecemasan berasal dari ketakutan yang tidak diketahui, efek media, efek rekan, takut kekerasan, dan salah keyakinan. Mereka juga menerima informasi negatif
dari rekan-rekan mereka tentang perawatan unit kejiwaan akut, sehingga mengabadikan ketakutan yang ada (Karimollahi, 2011).
Kecemasan disebabkan oleh siswa dirasakan kurangnya persiapan untuk bekerja di setting kesehatan jiwa dibandingkan dengan setting medis-bedah, akan tetapi berinteraksi lebih banyak dengan orang-orang dengan penyakit mental dapat mengurangi ketakutan dan kekhawatiran siswa (Happell & Gough, 2009). Sependapat dengan peneliti bahwa mahasiswa keperawatan tahap akademik lebih banyak mendapatkan teori sehingga pengalaman/paparan terhadap penderita gangguan jiwa masih rendah.
Persepsi mahasiswa ditinjau dari persepsi internal dan persepsi eksternal. Dari hasil penelitian ini didapatkan berdasarkan beberapa konten dari kuesioner yang sebagian besar mahasiswa tahap akademik memiliki persepsi yang lebih dominan pada persepsi eksternal dan mempunyai interpretasi lebih tinggi dibandingkan dengan persepsi internal. Hal tersebut disebabkan karena persepsi eksternal dapat berubah sewaktu-waktu dan dapat dipengaruhi oleh stimulus yang berasal dari luar individu. Berbeda dengan persepsi eksternal yang utamanya berasal dari dalam diri individu.
(2)
b. Mahasiswa Tahap Profesi
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa persepsi mahasiswa tahap profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa tahap akademik. Mahasiswa tahap profesi/ners merupakan profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati.
Sejalan dengan Nursalam & Efendi (2008) bahwa pendidikan tinggi keperawatan sangat berperan dalam membina sikap, pandangan, dan kemampuan professional lulusannya, diharapkan perawat mampu bersikap dan berpandangan professional, berwawasan keperawatan yang luas serta mempunyai pandangan ilmiah keperawatan yang memadai, dan menguasai keterampilan professional secara baik dan benar.
Sependapat dengan Henderson, Happell, dan Martin (2007) menggambarkan tujuan dari kurikulum sarjana kesehatan mental yakni sebagai pengurangan stigma terhadap orang yang mengalami penyakit mental dan meningkatkan minat keperawatan kesehatan mental sebagai pilihan karir. Hal serupa juga dikemukakan Hoekstra, et al., (2010) bahwa persepsi negatif dan stereotip pasien kejiwaan dan perawatan
kesehatan mental dapat merugikan dan mempengaruhi karir di keperawatan kesehatan mental.
Menurut Hung, et al., (2009) mereka sering mengalami kesulitan dalam membangun hubungan dengan pasien psikiatri untuk pertama kalinya, dan hasil kontak pertama dengan pasien kesehatan mental dapat sangat traumatis. Namun, Penelitian Happell, (2009) menunjukkan bahwa persepsi negatif dapat dipengaruhi dari hasil pengalaman klinis mereka. Sejalan dengan Reed & Fitzgerald (2005) perawat professional pada umumnya kurang pelatihan, paparan dan pengalaman yang minim dalam kesehatan mental telah dilaporkan memiliki sikap dan persepsi yang negatif terhadap perawatan kesehatan mental (Basson, 2012).
Perawat profesional dengan pelatihan tambahan dalam kesehatan mental, seperti diploma tiga di keperawatan jiwa dan yang telah menyelesaikan kursus satu tahun diploma dalam keperawatan jiwa, untuk mendaftar sebagai perawat psikiatri di pelayanan kesehatan mental umumnya telah melaporkan memiliki sikap dan persepsi yang positif terhadap perawatan kesehatan mental (Reed & Fitzgerald, 2005) dalam Basson (2012). Peneliti juga berpendapat demikian, bahwa untuk menjadi seorang perawat psikiatri yang professional membutuhkan pendidikan dan pengalaman
(3)
yang cukup guna mempunyai sikap serta persepsi yang baik maupun positif terhadap orang dengan gangguan jiwa.
Persepsi mahasiswa ditinjau dari persepsi internal dan persepsi eksternal. Dari hasil penelitian ini didapatkan berdasarkan beberapa konten dari kuesioner yang sebagian besar mahasiswa tahap profesi juga memiliki persepsi yang lebih dominan pada persepsi eksternal dan mempunyai interpretasi lebih tinggi dibandingkan dengan persepsi internal. Hal tersebut disebabkan karena persepsi eksternal dapat berubah sewaktu-waktu dan dapat dipengaruhi oleh stimulus yang berasal dari luar individu. Berbeda dengan persepsi eksternal yang utamanya berasal dari dalam diri individu.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, dapat disimpulkan bahwa:
1. Mahasiswa tahap akademik dan tahap profesi dengan karakteristik jenis kelamin sebagian besar perempuan dan karakteristik usia sebagian besar pada rentang usia 17-25 tahun.
2. Mahasiswa tahap akademik sebagian besar berpersepsi baik terhadap orang dengan gangguan jiwa.
3. Mahasiswa tahap profesi sebagian besar berpersepsi baik terhadap orang dengan gangguan jiwa.
4. Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi
5. Persepsi mahasiswa tahap profesi lebih baik daripada mahasiswa tahap akademik terhadap orang dengan gangguan jiwa.
SARAN
1. Bagi Mahasiswa Tahap Akademik dan Profesi.
Hasil penelitian ini diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan persepsi internal terhadap orang dengan gangguan jiwa. Dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan mahasiwa/calon perawat dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya terhadap orang dengan gangguan jiwa. Sehingga dapat menjadi dapat merubah persepsi terhadap orang dengan gangguan jiwa sedini mungkin. 2. Bagi Program Studi Ilmu
Keperawatan UMY.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan keperawatan, evaluasi terhadap mahasiswa dan masukan dalam proses pembelajaran
(4)
keperawatan jiwa baik di akademik maupun profesi/komunitas.
3. Bagi Untuk Institusi Pelayanan Kesehatan/Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berpengaruh terhadap peningkatan pelayanan kesehatan di puskesmas atau rumah sakit khususnya pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan gangguan jiwa.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi atau referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang masalah-masalah lain pada mahasiswa/non mahasiswa yang berkaitan dengan gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar (2008). Analisis Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Pencatatan Rekam Medis Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth. Medan. Thesis Program
Magister Manajemen
Keperawatan. USU, Medan. Basson, M. (2012). Professional nurses’
attitudes and perceptions toward the mentally ill in an associated psychiatric hospital. Thesis. The University of the Western Cape.
Beauty, S. & Widodo, A. (2011). Hubungan antara peran dosen
pembimbing dengan kecemasan mahasiswa keperawatan dalam menghadapi tugas akhir skripsi di fakultas ilmu kesehatan UMS. Karya Tulis Ilmiah, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
BKkbN. (2009). Modul 2: Konsep dan Teoti Gender. jakarta: ISDN.
Departemen Kesehatan RI, 2009. Sistem
Kesehatan Nasional. Jakarta.
Furr, S. (2014). Nursing Student’s Perception of Mental Health Patient and Mental Health Nursing. Nursing These and Capstone Project. Gardner-Webb University School of Nursing.
Hakimzadeh, Rezwan, Godharti, Arkam, Karamdost, Novrozali, Hussein, MIrmosavi, Jumal (2013). Factors Afecting the Teaching-learning in Nursing Education. E-ISBN 978-967-11768---0-1. Happell, B. (2009). Influencing
undergraduate students’
attitudes toward mental health nursing: acknowledging the role of theory. Issues in Mental Health Nursing, 30, 39–46. Happell, B. & Gough, K. (2009). Nursing
students’ attitudes to mental health nursing: Psychometric properties of a self-report scale. Archives of Psychiatric Nursing, 23(5), 376–386.
Henderson, S., Happell, B., & Martin, T. (2007). Impact of theory and clinical placement on undergraduate students’ mental health nursing knowledge, skills, and attitudes. International Journal of Mental Health Nursing, 16, 116-125.
(5)
http://dx.doi.org/10.1111/j.1447-0349.2007.00454.x
Hoekstra, H., Meijel, B. V., & Hooft-Leemans, T. V. (2010). A nursing career in mental health care: Choices and motives of nursing students. Nurse Education Today, 30(1), 4-8. http://dx.doi.org/10.1016/j.nedt. 2009.05.018
Hung, B., Huang, X., & Lin, M. (2009). The first experiences of clinical practice of psychiatric nursing students in Taiwan: A phenomenological study. Journal of Clinical Nursing, 18, 3126-3135.
http://dx.doi.org/10.1111/j.1365-2702.2008.02610.x
Karimollahi, M. (2011). An investigation of nursing students’ experiences in an Iranian Psychiatric unit. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing, 19, 738–745.
Keliat, B. A. (2011). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC Khulsum, U. (2014). Pengantar Psikologi
Sosial, Jakarta : Prestasi Pustaka.
Liliweri, A. (2005). Prasangka & Konflik. Yogyakarta : LKiS Yogyakarta. Menslin, J. M. (2007). Sosiologi Dalam
Pendekatan Membumi. Erlangga: Jakarta.
Novita, M. (2012). Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Keperawatan. Universitas Sumatera Utara. Medan
Nursalam & Efendi, F (2008). Pendidikan
Dalam Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Potter, P. A. & Perry, A. G.
(2009). Fundamental
Keperawatan Buku 1 Ed. 7.
Jakarta: Salemba Medika.
Prananingrum, I. A. (2015). Gambaran Nilai Profesional Keperawatan Mahasiswa Program Profesi Ners PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Romadhon, A.S. (2011). Persepsi masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa di kelurahan poris plawad kecamatan cipondoh kota tangerang. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta.
Sarwono, S.W., & Meinarmo E.A., (2009). Psikologi Sosial. Jakarta : Salemba Medika. Sobur, A. (2011). Psikologi Umum.
Cetakan IV. Bandung. Pustaka Setia.
Sukana, M. (2013). Persepsi keluarga pelaku bunuh diri tentang stigma social di Kabupaten Guning Kidul DIY, Skripsi Strata Satu. Stikes Ahmad Yani. Yogyakarta
Sulistyorini, N. (2013). Hubungan pengetahuan tentang gangguan jiwa terhadap sikap masyarakat kepada penderita gangguan jiwa diwilayah kerja puskesmas colomadu 1. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
(6)
Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Videback, S.L (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Renata Komala S, penerjemah). Jakarta: EGC
Yosep, I. (2013). Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama.