Bahasa dan Ideologi Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia dalam Wacana Berita Demonstrasi Anti-Malaysia (Suatu Kajian Analisis Wacana Kritis Model Van Dijk)

BAHASA DAN IDEOLOGI
KOMPAS INDONESIA DAN UTUSAN MALAYSIA

DALAM WACANA BERITA DEMONSTRASI ANTI-MALAYSIA
(SUATU KAJIAN ANALISIS WACANA KRITIS
MODEL VAN DIJK)
Oleh:
Mahfud Achyar
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, Bandung
(mahfud.achyar@gmail.com)
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Bahasa dan Ideologi Kompas Indonesia dan Utusan
Malaysia dalam Wacana Berita Demonstrasi Anti-Malaysia: Suatu Kajian
Analisis Wacana Kritis Model van Dijk”. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu prosedur yang menghasilkan data
deskriptif berupa data tertulis atau lisan dalam masyarakat bahasa. Penelitian ini
bertujuan mendeskripsikan demonstrasi anti-Malaysia yang direpresentasikan
dalam tataran mikro (teks), mendeskripsikan kognisi sosial wartawan Kompas
Indonesia dan Utusan Malaysia dalam tataran meso, dan mendeskripsikan wacana
demonstrasi anti-Malaysia dalam tataran makro berdasarkan analisis wacana kritis
model van Dijk. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data

tertulis dalam bentuk berita yang diunduh dari website resmi Kompas Indonesia
dan Utusan Malaysia, yaitu Kompas.com dan Utusan.com.
Hasil analisis pada tataran mikro menunjukkan bahwa Kompas Indonesia
merepresentasikan
secara
positif
demonstrasi
anti-Malaysia
dan
merepresentasikan secara negatif Malaysia yang menjadi objek demonstrasi.
Sementara itu, Utusan Malaysia merepresentasikan secara negatif demonstrasi
anti-Malaysia di Indonesia dan merepresentasikan secara positif Malaysia dalam
wacana. Hasil analisis pada tataran meso menunjukkan bahwa ideologi Kompas
Indonesia dan Utusan Malaysia dalam wacana berita demonstrasi anti-Malaysia
adalah ideologi nasionalisme. Ideologi nasionalisme yang dianut kedua media
berimplikasi terhadap perbedaan dalam mengusung wacana karena menyangkut
kepentingan nasional. Dalam praktik menjalankan peran ideologisnya, kedua
media menggunakan bahasa sebagai posisi sentral sehingga bisa menghegemoni
dalam struktur masyarakat yang lebih luas.
Kata kunci: bahasa, ideologi, Kompas, Utusan


ABSTRACT

This research is based on the theme “Language ideology of Indonesian Kompas
and Malaysian Utusan in Discourse Report of Anti-Malaysian Demonstration: A
Critical Discourse Analysis using the model of van Dijk”. The method used in this
research is the qualitative method, that is, the procedure which gives a descriptive
data literally and orally in society language. The objectives of this research are,
to describe the condition for anti-Malaysian demonstration which is presented in
the micro scale (based on text), illustrating the social reasoning of Indonesian
Kompas and Malaysian correspondent in the meso scale, and describing the
expression of anti-Malaysian demonstration under macro scale based on Van Dijk
Critique Model. The data source used in this research is the recorded news
downloaded from official websites of Indonesian Kompas and Malaysian Utusan,
i.e Kompas.com and Utusan.com respectively.
The result of analysis under micro scale confirmed that Indonesian
Kompas presents a positive attitude towards anti-Malaysian demonstration and
negative attitude towards Malaysian which appear as the object of the
demonstration, while, Malaysian Utusan confirmed the vice-versa. The analysis
result under meso scale displayed that what matters the Indonesian Kompas and

Malaysian Utusan on behalf of anti-Malaysian demonstration news, is
nationalism ideology. The nationalism ideology which is adhered by the two
media implied to the difference in establishing the topic. In its process for running
an ideologist role, both media use a language as central position until it can make
hegemony in more wide society structure.
Keywords: language, ideology, Kompas, Utusan

PENDAHULUAN
Demonstrasi anti-Malaysia dipicu karena kasus insiden di perairan Pulau Bintan
antara Indonesia dengan Malaysia. Polisi Malaysia menculik dan menahan tiga
petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia di perairan Tanjung
Berakit, Bintan, Kepulauan Riau, Jumat (13/8) malam. Insiden tersebut berawal
ketika lima petugas DKP menangkap basah lima kapal dengan tujuh nelayan
Malaysia yang sedang mencuri ikan di perairan Tanjung Berakit. Kelima petugas
DKP yang menggunakan kapal Dolphin 015 kemudian berbagi tugas. Dua orang
tetap di atas kapal dengan membawa tujuh nelayan menuju Pelabuhan Sekupang,
Batam. (Media Indonesia , Senin 16 Agustus 2010).

.


Kendati insiden di perairan Kepulauan Bintan dapat diredam dengan

pembebasan para nelayan Malaysia oleh pihak Indonesia dan pembebasan petugas
DKP Indonesia oleh pihak Malaysia, namun insiden tersebut telah memicu
kemarahan masyarakat Indonesia. Akibatnya, beberapa kelompok masyarakat
menggelar demonstrasi anti-Malaysia di berbagai daerah seperti Jakarta, Brebes,
dan Yogyakarta.
Wacana demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia menarik dan menjadi
penting untuk dibahas mengingat isu tersebut mengakibatkan terjadinya dinamika
dalam hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia yang selama ini sudah
terjalin. Isu tersebut pernah menjadi headline di media yang ada di kedua negara.
Bahkan pemerintah Malaysia sempat berniat mengeluarkan travel advisory bagi
warganya yang akan berkunjung ke Indonesia karena demonstrasi anti-Malaysia
di Indonesia.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wacana berita yang
diunduh di situs resmi Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia berkaitan dengan
demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia (Agustus—September 2010). Penulis
memilih wacana berita pada media online Kompas Indonesia dan media online
Utusan Malaysia karena kedua media online tersebut situs resmi harian umum
Kompas Indonesia dan situs resmi harian umum Utusan Malaysia yang dinilai


sebagai harian umum nasional yang memiliki jangkauan distribusi dan tiras
terbesar sekitar 60.000 perhari. Kedua harian umum tersebut dianggap mampu
memberikan pengaruh dalam menjalankan peran ideologis sehingga dapat
mereprentasikan realitas tertentu dalam pemberitaan.
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik melakukan penelitian
analisis wacana kritis model van Dijk untuk membongkar representasi
demonstrasi anti-Malaysia dan ideologi yang mendasari kedua media dalam
merepresentasikan wacana berita demonstrasi anti-Malaysia.

METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis kualitatif. Metode
kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data

tertulis dan lisan dalam masyarakat bahasa. Pendekatan yang melibatkan
masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar dari individu yang bersangkutan
secara holistic (utuh), dilihat sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh. Oleh
karena itu, di dalam penelitian ini bahasa jumlah informan tidak ditentukan, sebab
informan dapat dianggap sebagai makrokosmos dari masyarakat bahasanya
(Djajasudarma, 1993: 10).

Dalam metodologi kualitatif terdapat salah satu ciri yaitu dekskriptif, yaitu
metode yang menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya
berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada
penutur-penuturnya sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian
bahasa yang dikatakan sifatnya seperti potret: paparan seperti adanya (Sudaryanto,
1992: 62)
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melakukan teknik catat.
Data didapat melalui penelusuran informasi dalam bentuk berita melalui internet.
Penelusuran data penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut: membuka situs www.kompas.com dan www.utusan.com, kemudian
memasukkan keyword “Demonstrasi” pada kolom pencarian berita, setelah itu
muncul enam topik di halaman Kompas.com dan tujuh belas topik di halaman
Utusan.com.

Setelah muncul daftar topik pada halaman web, kemudian dilakukan
klasifikasi data dengan langkah pertama, yaitu mengeleminasi berita yang tidak
berhubungan dengan demonstrasi anti-Malaysia yang dipicu karena insiden
Bintan yang terjadi pada bulan Agustus—September 2010. Setelah melakukan
eleminasi, tersisa delapan berita, baik di Kompas.com maupun Utusan.com yang
selanjutnya dijadikan sumber data. Delapan berita ini kemudian dipilih untuk data

dalam penelitian berdasarkan kesamaan topik yang dibahasa dalam berita, yaitu
berkaitan dengan demonstrasi anti-Malaysia.
Sebagai data dalam penelitian ini, delapan berita tersebut disalin ke dalam
bentuk dokumen Microsoft Word. Pengunduhan dilakukan pada tanggal 10
Februari 2011. Pengklasifikasian data selanjutnya dilakukan melalui penelusuran

untuk mendapatkan informasi lebih mendalam berkaitan dengan hal-hal yang
berkaitan dengan isi kedelapan berita dari jurnal ilmiah dan artikel lainnya.
Untuk lebih memudahkan dalam analisis data, penelitian ini dilakukan
secara bertahap melalui tataran analisis tekstual mikro (struktur mikro dan
superstruktur), tataran meso, dan tataran makro. Pendekatan kognitif untuk
menganalisis ideologi dijabarkan secara langsung melalui tataran meso dan
makro.

PEMBAHASAN
Penjabaran dilakukan secara bertahap; analisis tekstual pada tataran mikro
(struktur mikro dan superstruktur), tataran meso, dan tataran makro. Pendekatan
kognitif untuk analisis ideologi dijabarkan secara langsung melalui tataran meso
dan makro.
1. Teks (Tataran Mikro)

Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang masingmasing bagian saling mendukung. Analisis struktur mikro pada bab pembahasan
ini untuk mengetahui makna wacana yang dapat diamati dari bagian-bagian kecil
dari suatu teks dengan pemarkah linguistik.
1. Kata Ganti
Menurut Eriyanto (2009), kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh
komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Dalam
mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menggunakan kata ganti “saya” atau
“kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi
komunikator semata-mata. Akan tetapi, ketika memakai kata ganti “kita”
menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu
komunitas tertentu. Dalam analisis wacana kritis, tidak semua kata ganti bisa
jadikan alat untuk menganalisis ideologi suatu media. Kata ganti yang dapat
menunjukkan sikap kolektif suatu bangsa yang disuarakan oleh media hanya
terbatas pada kata ganti kami dan kita .
Kompas Indonesia menempatkan sikapnya terhadap wacana demonstrasi

anti-Malaysia dengan pemanfaatan kata ganti kita yang memiliki porsi lebih

banyak dibandingkan kata ganti kami. Leksikon kita dalam KBBI merupakan
pronomina persona pertama jamak. Dalam konteks komunikasi, kata ganti kita

mengacu kepada komunikator dan juga orang lain yang diajak berbicara. Dalam
konteks wacana demonstrasi anti-Malaysia, Kompas Indonesia menilai bahwa
demonstrasi anti-Malaysia merupakan representasi dari sikap bersama masyarakat
Indonesia yang mengecam Malaysia karena pelanggaraan kedaulatan Indonesia di
perairan Bintan.
Bentuk

pengecaman

masyarakat

Indonesia

kepada

Malaysia

diaktualisasikan melalui demonstrasi anti-Malaysia. Untuk melegitimasi sikap
segelintir masyarakat Indonesia yang melakukan demonstrasi anti-Malaysia, maka
Kompas Indonesia menggunakan pemarkah kata ganti kita untuk merekonstruksi


realitas.
Melalui penggunaan kata ganti kita, Kompas Indonesia menghilangkan
batas antara komunikator dengan khalayak dengan sengaja untuk menunjukkan
apa yang menjadi sikap Kompas Indonesia juga menjadi sikap bangsa Indonesia
secara keseluruhan. Kendati penggunaan kata ganti kita pada berita disampaikan
oleh narasumber, namun hal tersebut bukanlah tanpa alasan. Kompas Indonesia
ingin menunjukkan sikapnya secara implisit yang nyatanya turut mendukung
demonstrasi anti-Malaysia.

Dengan strategi semacam itu, secara tidak langsung berimplikasi
tumbuhnya solidaritas di antara masyarakat Indonesia. Padahal demonstrasi antiMalaysia yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia hanya dilakukan oleh
beberapa kelompok masyarakat. Tidak semua daerah di Indonesia yang menggelar
aksi serupa.
Pemakaian kata ganti kita menciptakan perasaan bersama di antara
wartawan dan khalayak. Pada wacana berita demonstrasi anti-Malaysia, Kompas
Indonesia sengaja menciptakan tidak adanya batas antara wartawan dan khalayak,
karena pendapat khalayak yang menilai bahwa Malaysia yang melakukan
pelanggaran kedaulatan di perairan Bintan diwakili oleh wartawan. Sehingga


dapat disimpulkan bahwa Kompas Indonesia merepresentasikan wacana
demonstrasi anti-Malaysia sebagai sikap bersama seluruh masyarakat Indonesia.
Sementara itu, Utusan Malaysia menempatkan sikapnya terhadap wacana
demonstrasi anti-Malaysia berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh Kompas
Indonesia. Jika Kompas Indonesia menghilangkan batas antara komunikator
dengan khalayak, maka Utusan Malaysia justru menciptakan jarak dan
memisahkan sikapnya dengan sikap khalayak. Pada data (2.2.5.4), kata ganti kami
hanya merujuk kepada sikap yang ditunjukkan oleh Pergerakan Pemuda UMNO
yang disampaikan oleh ketuanya yaitu Khairy Jamaluddin.
Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia memiliki strategi berbeda dalam

mengungkapkan sikapnya terhadap wacana yang sama. Hal ini tentunya wajar
mengingat kedua media memiliki kepentingan yang berbeda. Kompas Indonesia
merepresentasikan

demonstrasi

anti-Malaysia

sebagai

sikap

keseluruhan

masyarakat Indonesia karena Indonesia adalah subjek dari demonstrasi antiMalaysia. Sementara itu, Utusan Malaysia merepresentasikan protes yang
dikeluarkan oleh Pergerakan Pemuda UMNO hanyalah protes yang berasal dari
suatu komunitas. Kata ganti kami yang digunakan oleh Utusan Malaysia bersifat
eksklusif yang tidak melibatkan komunikator (Utusan Malaysia) dan khalayak
(masyarakat Malaysia).
2. Detil
Pemarkah detil dalam analisis wacana berita demontsrasi anti-Malaysia digunakan
untuk mengetahui bagaimana kontrol informasi yang ditampilkan Kompas
Indonesia dan Utusan Malaysia. Komunikator (dalam hal ini kedua media) akan
menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan institusi
medianya. Sebaliknya, kedua media akan menampilkan informasi dalam jumlah
sedikit jika hal itu merugikan kedudukannya.
Pemarkah detil yang digunakan Kompas Indonesia pada empat beritanya
dapat menunjukkan bahwa Kompas Indonesia turut mendukung unjuk rasa yang
digelar oleh sekelompok masyarakat Indonesia yang menentang Malaysia yang
dianggap telah melecehkan martabat Indonesia. Dengan kata lain, sebagai media
di Indonesia, Kompas Indonesia juga memiliki kesamaan sikap dengan para

demonstran anti-Malaysia dalam menyikapi insiden yang terjadi di Bintan,
Kepulauan Riau.
Kompas

Indonesia

mengimplisitkan

pandangannya

menggunakan

pemarkah detil pada bagian informasi mana yang dikembangkan dalam berita dan
bagian mana yang tidak. Dampaknya, detil yang dikembangkan secara panjang
dan lebar menjadi indikasi wacana apa yang dikembangkan oleh Kompas
Indonesia. Berdasarkan hasil analisis, dapat ditarik kesimpulan bahwa wacana
yang dikembangkan oleh Kompas Indonesia yaitu semangat sekelompok
masyarakat Indonesia yang berunjuk rasa demi menjaga martabat Indonesia.
Detil tersebut memberikan nilai yang positif kepada para demonstran antiMalaysia bahwa tindakan mereka merupakan suatu kewajaran karena menyangkut
harga diri bangsa. Namun, publik di Indonesia tidak diberi kesempatan untuk
memahami bagaimana kasus sebenarnya antara Indonesia dan Malaysia. Pihak
mana yang sebenarnya bersalah dan apa yang melatarbelakangi persengketaan
antarkedua negara.
Berbeda dengan Kompas Indonesia, Utusan Malaysia memiliki pandang
negatif terhadap demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia. Pandangan negatif
tersebut diimplisitkan Utusan Malaysia menggunakan pemarkah detil dalam
empat berita yang penulis gunakan sebagai sumber data penelitian.
Melalui pemarkah detil, Utusan Malaysia mengusung wacana yang
memarginalkan para demonstran anti-Malaysia di Jakarta. Wacana tersebut
digagas secara implisit melalui pemilihan detil yang menguntungkan Utusan
Malaysia. Sedangkan detil yang merugikan pihak Malaysia tidak dipaparkan
secara mendalam. Misalnya, fakta yang menjelaskan alasan petugas Dinas
Kelautan Indonesia menangkap nelayan Malaysia.
Setelah mengkomparasikan dua media melalui pemarkah detil, dapat
diketahui bahwa pemarkah detil memiliki peran penting untuk mengontrol
informasi yang dilakukan komunikator (dalam hal ini kedua media) kepada
komunikan (dalam hal ini khalayak). Kompas Indonesia merepresentasikan positif
demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia karena dinilai menjaga martabat bangsa
Indonesia dan mempertahankan NKRI. Sementara itu, Utusan Malaysia

merepresentasikan negatif para demonstrasi dengan menggunakan strategi detil
untuk tindakan anarkis para demonstran saat berunjuk rasa.
Akan tetapi, berkaitan dengan fakta yang melatarbelakangi persengketaan
antara Indonesia dan Malaysia tidak paparkan dengan detil yang panjang oleh
kedua media, baik Kompas Indonesia maupun Utusan Malaysia. Hal tersebut
tentunya menimbulkan kebiasan bagi pembaca tentang fakta sebenarnya tentang
insiden yang terjadi di Bintan, Kepulauan Riau.
3. Metafora
Dalam suatu wacana, seorang wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok
lewat teks, tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagai
ornamen atau bumbu dari suatu berita. Akan tetapi, pemakaian metafora tertentu
bisa jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks. Metafora
tertentu dipakai oleh wartawan secara strategis sebagai landasan berpikir, alasan
pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. Wartawan
menggunakan kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari, peribahasa,
pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan yang diambil
dari ayat-ayat suci yang semuanya dipakai untuk memperkuat pesan utama.
(Eriyanto, 2009: 259)
Metafora pertama yang dimanfaatkan Kompas Indonesia dalam gaya
penulisannya adalah metafora perperangan. Metafora perperangan adalah
penggunaan leksikal yang umumnya digunakan dalam perperangan untuk
memaparkan perselisihan yang terjadi antara kedua negara yang diejahwantahkan
dalam wacana berita demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia , leksikon perang memiliki difinisi permusuhan antara dua

negara (bangsa, agama, suku, dan sebagainya). Data yang merujuk kepada
metafora perperangan yang ditemukan di dalam data ialah stabilitas, bersengketa,
perlawanan, menusuk, membakar, mempertahankan, ultimatum, dan berteriak.

Leksikon-leksikon tersebut diasumsikan sebagai leksikon-leksikon khusus
yang merujuk pada leksikon umum perperangan. Alasannya karena leksikon
tersebut merupakan tindakan atau action yang dilakukan ketika terjadinya
perperangan.

Selanjutnya, Kompas Indonesia juga menggunakan metafora yang
menyatakan ungkapan sehari-hari yang berbentuk kompositum. Menurut Kamus
Linguistik (Kridalaksana, 2008) kompositum merupakan gabungan leksem dengan

leksem seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis,
gramatikal, dan semantik yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan;
pola khusus tersebut membedakannya dari gabungan leksem yang bukan kata
majemuk.
Ungkapan sehari-hari yang berbentuk kompusitim yang ada pada data
adalah ungkapan “Gayang Malaysia!”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
leksikon ganyang merupakan istilah Jawa yang berarti memakan mentah-mentah;
memakan begitu saja; menghancurkan; mengikis habis; dan mengalahkan (lawan
dalam pertandingan). Ungkapan ganyang Malaysia merupakan ungkapan populer
bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya, slogan ganyang Malaysia merupakan slogan
yang pertama kali diucapkan oleh presiden pertama Indonesia yaitu Ir. Soekarno.
Sementara itu, Utusan Malaysia pada pemberitaannya menggunakan
pemarkah metafora pengasaran (disfemisme) untuk merepresentasikan secara
negatif demonstran anti-Malaysia. Metafora disfimisme merupakan kebalikan dari
eufimisme yang mengakibatkan realitas menjadi kasar. Metafora disfimisme yang
ditemukan di dalam data ialah merosakkan, memanjat, membakar, meludah,
bergaduh, membaling, melempar, mengotorkan, memijak, dan mengapikanapikan.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpukan bahwa Utusan Malaysia
menggunakan pemarkah metafora disfemisme untuk mengeraskan tindakan para
demonstran secara negatif dan membuat realitas perilaku demonstran menjadi
kasar. Rekonstruksi realitas yang dibangun oleh Utusan Malaysia bisa berdampak
timbulnya kemarahan khalayak karena perilaku para demonstran yang dinilai
kasar dan tidak berpendidikan. Hal semacam itu semakin memperkeruh hubungan
antara Indonesia dan Malaysia.
Utusan Malaysia tidak hanya menggunakan metafora disfemisme dalam

merekonstruksi realitas. Dalam pemberitaannya berkaitan dengan demonstrasi
anti-Malaysia, Utusan Malaysia juga menggunakan metafora berupa kompositum

yaitu “Ganyang Malaysia” dan berupa idiom seperti kata “malingsia”. Hal
tersebut dapat dilihat pada data berikut:
Mereka membawa beberapa sepanduk yang antara lainnya ditulis
“diplomasi mati suri”, “ganyang Malaysia”, “bela harga diri bangsa”
serta “malingsia” serumpun yang durhaka”. (2.4.3.4)
4. Kata Kunci
Dalam penelitian ini, kata kunci yang banyak ditemukan pada Kompas Indonesia
adalah kata kunci di bidang kebangsaan (nasionalisme). Dalam data ditemukan
beberapa kata kunci utama yaitu, perlawanan/melawan 6 data, koridor hukum 2
data, berseteru 3 data, sukarelawan 2 data, koridor hukum 2 data, kedaulatan 2
data, perdamaian 2 data, membela 2 data, harga diri 2 data, dan martabat 2 data.
Berdasarkan makna yang dikandung dalam kata perlawanan/melawan,
maka dapat disimpulkan bahwa Kompas Indonesia menilai bahwa demonstrasi
anti-Malaysia merupakan sikap bangsa Indonesia yang menyatakan perang
terhadap

Malaysia.

Hal

tersebut

ditunjukkan

dengan

pemilihan

kata

melawan/perlawanan yang memiliki porsi jauh lebih banyak dibandingkan kata

kunci lainnya. Artinya, dengan sengaja Kompas Indonesia merekontruksi
demonstrasi anti-Malaysia sebagai sebuah perperangan. Walaupun pada
kenyataannya, demonstrasi hanyalah bentuk protes yang dilakukan di depan
umum tanpa gencatan senjata.
Pada konteks wacana, makna perperangan mengalami penyempitan yang
semulanya berarti pertempuran bersenjata antara dua pasukan (Kamus Besar
Bahasa Indonesia ), kini makna tersebut bisa diasosiasikan dalam bentuk

demonstrasi. Kompas Indonesia membingkai bahwa ‘perperangan’ yang terjadi
antara Indonesia dan Malaysia merupakan sikap warga Indonesia untuk
mempertahankan harga diri dan maruah bangsa.
Sementara itu, Utusan Malaysia menggunakan kata kunci bidang
kebangsaan (nasionalisme) dan bidang politik (politic) dalam wacana berita
demonstrasi anti-Malaysia. Dalam data ditemukan beberapa kata kunci utama
yaitu Jalur Gemilang 3 data (kata kunci bidang kebangsaan); nota protes,
berdialog, diplomatik, memo, dan mesej ptotes (kata kunci bidang politik). Dua

kata kunci tersebut adalah leksikal yang merujuk pada kata umum dan kata khusus
bidang kebangsaan dan bidang politik. Dalam wacana demonstrasi anti-Malaysia,
Utusan Malaysia memanfaatkan kata kunci bidang politik untuk menyatakan

sikap institusinya berkaitan dengan perseteruan yang terjadi di Indonesia.
Menurut Susilo (2009, 23) Jalur Gemilang merupakan sebutan untuk
bendera Malaysia. Secara historis, Jalur Gemilang melambangkan 13 negara
bagian (11 di Malaysia Barat dan 2 di Malaysia Timur) dan tiga wilayah
persekutuan (semua tiga wilayah persekutuan digabungkan menjadi satu. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia , kata bendera ialah sepotong kain segi empat atau

segi tiga (diikatkan pada ujung tongkat, tiang, dan sebagainya) dipergunakan
sebagai lambang negara. Namun, pada demonstrasi anti-Malaysia, Jalur Gemilang
diperlakukan oleh para demonstran secara tidak layak dan tidak hormat.
Berbeda dengan Kompas Indonesia yang menempatkan kata kunci di
bidang kebangsaan (nasionalism) lebih dominan, Utusan Malaysia lebih
menekankan gagasan medianya pada bidang politik. Kata kunci di bidang politik
memang tidak ditemukan dalam kuantitas yang banyak. Namun, terlihat dari
repitisi dalam beberapa data yang memiliki perbedaan secara gramatikal, namun
memiliki kesamaan makna secara leksikal. Misalnya kata nota protes bisa
merujuk sama dengan kata memo dan mesej protes.
Berdasarkan data yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat ditarik
kesimpulan bahwa kedua media memiliki perbedaan dalam mengungkapkan
konsep gagasan tentang perseteruan yang terjadi antara kedua negara. Perbedaan
kedua kata kunci berimplikasi pada perbedaan cara pandang atau sikap terhadap
isu atau wacana yang sama.
5. Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara pikir logis,
yaitu prinsip kausalitas. Di mana ia menanyakan apakah A yang menjelaskan B,
ataukah B yang menjelaskan A. Logika kausalitas ini kalau diterjemahkan ke
dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang
diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata
bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam

kalimat yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya,
sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya.
(Eriyanto, 2009: 251).
Dalam penelitian ini, penulis menguraikan teknik yang digunakan Kompas
Indonesia dan Utusan Malaysia dalam wacana berita demonstrasi anti-Malaysia.
Pemarkah linguistik bentuk kalimat ditandai dengan penggunaan klausa aktif dan
klausa pasif.
Berkaitan dengan konteks wacana demonstrasi anti-Malaysia, pada
kalimat pertama Kompas Indonesia menempatkan para demonstran sebagai
subjek/aktor dalam wacana. Sebaliknya, pada kalimat kedua, aktor tersebut
dialihkan dalam pemberitaan bahkan dihilangkan dengan penggunaan klausa
pasif. Dampaknya tanpa disadari terjadi pergeseran tokoh dalam wacana berita
demonstrasi anti-Malaysia. Namun, pergeseran aktor tersebut tidak berpengaruh
signifikan. Pasalnya Kompas Indonesia lebih dominan menggunakan klausa aktif
dibandingkan klausa pasif. Hal ini menunjukkan bahwa Kompas Indonesia ingin
menonjolkan aktor (dalam hal ini demonstran) dalam pemberitaannya.
Selaras dengan Kompas Indonesia, berita-berita yang ada pada Utusan
Malaysia juga lebih dominan menggunakan klausa aktif dibandingkan klausa
pasif. Pada berita pertama yang berjudul “40 warga Indonesia demonstrasi depan
Kedutaan Malaysia”, penulis menemukan 21 klausa aktif dan 5 klausa pasif.
Utusan Malaysia menempatkan aktor demonstrasi anti-Malaysia sebagai

posisi sentral yang ditandai penempatan pokok diskursus pada awal kalimat.
Perspektif Utusan Malaysia sejalan dengan perspektif yang diusung oleh Kompas
Indonesia dalam wacana berita demonstrasi anti-Malaysia.
Analisis Superstrukur (Skematik)
Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan
sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks
disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Skema berita terdiri
dari headline (judul berita), lead (pengantar ringkasan), latar informasi, kutipan
sumber, pernyataan, dan penutup. Menurut Eriyanto (2009) skematik berita bukan
semata melibatkan unsur teknis jurnalistik (mana yang dianggap penting dan

layak diberitakan) tetapi menimbulkan efek tertentu. Skematik adalah strategi
wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan
menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu.
Berdasarkan hasil analisis, topik yang diangkat oleh Kompas Indonesia
adalah unjuk rasa sekelompok masyarakat Indonesia terhadap Malaysia yang
dinilai telah meremehkan martabat bangsa Indonesia. Ditinjau dari lead empat
berita tersebut dapat dipahami bahwa Kompas Indonesia turut mendukung
demonstrasi anti-Malaysia. Namun, untuk menjaga objektivitas (prinsip
keseimbangan) supaya tidak terkesan memihak secara langsung demonstran,
Kompas

Indonesia melakukan pengutipan sumber berita dari beberapa

narasumber.
Pengutipan sumber berita dikutip dari enam narasumber yaitu Sagoem
Tamboen (Deputi VII Kemenko Polhukam Bidang Kominfo, Mantan Kapuspen
Mabes TNI); Bambang Ristanto (Ketua Forum Laskar Merah Putih Brebes);
Syaefudin Tri Rosanto (Sekretaris Forum Laskar Merah Putih Brebes); Asmawi
Isa (Wakil Ketua DPRD Brebes); Eurico Guiterrez (Mantan pejuang integrasi
Timor Timur); dan Mustar Bonaventura (Ketua Benteng Demokrasi Rakyat). Para
narasumber dipilih dari pihak pemerintah, perwakilan demonstran, anggota
legislatif, dan aktivis.
Akan tetapi, Kompas Indonesia dalam empat beritanya tidak menuliskan
latar yang mendorong terjadinya demonstrasi anti-Malaysia. Penghilangan latar
informasi menyebabkan berita menjadi bias. Khalayak tidak diberi kesempatan
untuk mengetahui alasan wartawan ketika menulis peristiwa demonstrasi antiMalaysia.
Sementara itu, Utusan Malaysia mengusung topik tentang sikap anarkisme
para demonstran anti-Malaysia di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari
headline dan lead berita yang sudah diskemakan. Namun, tiga dari empat berita
Utusan Malaysia berkaitan demonstrasi anti-Malaysia tidak menuliskan komentar

dari

narasumber.

Wartawan

hanya

menuliskan

proses

berlangsungnya

demonstrasi. Hanya satu berita yang menampilkan komentar terhadap demonstrasi
anti-Malaysia yaitu pada berita kedua. Sementara itu, untuk informasi yang

memuat fakta yang menjadi latarbelakang terjadinya demonstrasi dituliskan oleh
wartawan pada semua berita. Walaupun latar peristiwa tidak disampaikan secara
detil, namun Utusan Malaysia setidaknya memberikan sedikit informasi kepada
khalayak faktor pemantik terjadinya demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia.
Setelah melakukan analisis skematik pada berita-berita yang dimuat
Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

kedua media memiliki strategi yang berbeda dalam mengusung wacana. Analisis
skematik dilakukan dengan metode yang sama, namun hasil analisis menunjukkan
perbedaan yang signifikan.
Kompas Indonesia sebagai media di Indonesia dalam pemberitaanya sama

sekali tidak memuat informasi berkaitan dengan latar belakang terjadinya
demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia. Namun supaya masih dipandang sebagai
media yang independen, Kompas Indonesia melakukan pengutipan dari enam
narasumber.
Sementara itu, Utusan Malaysia lebih menyorot sikap anarkis para
demonstran anti-Malaysia di Indonesia. Namun berita pada Utusan Malaysia
kurang berimbang. Empat berita yang memuat wacana berita demonstrasi antiMalaysia di Indonesia, hanya satu berita yang mengutip pernyataan dari
narasumber. Hal ini memberikan kesan bahwa pemberitaan yang dimuat pada
Utusan Malaysia bersifat subjetif. Kendati demikian, Utusan Malaysia berusaha

menyajikan berita faktual dengan penyajian informasi tentang pemantik terjadinya
demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia.

Kognisi Sosial (Tataran Meso)
Dalam pandangan van Dijk dalam Eriyanto (2009), analisis wacana tidak dibatasi
hanya pada struktur teks, karena struktur wacana ini sendiri menunjukkan atau
manandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Pendekatan kognitif
didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu
diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari
pemakai bahasa.

Berkaitan dengan konteks wacana demonstrasi anti-Malaysia, Kompas
Indonesia turut memberikan pengaruh nilai-nilai yang dianut oleh instutusinya.
Dalam hal ini, demonstrasi anti-Malaysia merupakan aksi yang dilakukan untuk
menyuarakan suara masyarakat Indonesia terhadap Malaysia yang dinilai telah
melanggar kedaulatan bangsa. Nilai-nilai yang dianut oleh Kompas Indonesia
dalam pemberitaannya adalah nilai nasionalisme. Dengan arti kata, ideologi yang
mempengaruhi Kompas Indonesia dalam pemberitaanya berkaitan dengan
demonstrasi anti-Malayasia adalah ideologi nasionalisme.
Sementara itu, Utusan Malaysia juga turut menyebarkan semangat
nasionalisme melalui pemberitaan yang diproduksi. Sebagai negara yang menjadi
objek demonstrasi, Utusan Malaysia berupaya memberikan benteng pertahanan
bagi negaranya yang dihina oleh bangsa Indonesia melalui demonstran antiMalaysia. Hal tersebut terlihat dari representasi negatif para demonstran melalui
tataran teks berita. Ideologi kebangsaan tersebut yang kemudian pada akhirnya
dibawa oleh Bernama (wartawan) dalam memproduksi berita demonstrasi antiMalaysia di Indonesia. Berbeda dengan Kompas Indonesia yang mempercayai
peliputan demonstrasi anti-Malaysia kepada empat wartawan yang berbeda,
Utusan Malaysia cukup mengandalkan Bernama dalam meliput berita demonstrasi

anti-Malaysia.
Setelah memaparkan kedua profil media dan melakukan analisis pada
tataran meso, penulis menarik kesimpulan bahwa Kompas Indonesia dan Utusan
Malaysia memiliki ideologi yang sama, yaitu ideologi nasionalisme. Sebagai
media yang berorientasi pada kepentingan nasional, ideologi kedua media tersebut
sangat kental tersirat dan tersurat dalam praktis dimensi wacana demonstrasi antiMalaysia yang telah dianalisis pada bab sebelumnya.
Istilah nasionalisme umumnya digunakan dengan pengertian sebagai
berikut (1) Suatu proses pembentukan, atau pertumbuhan bangsa-bangsa, (2)
Suatu sentimen atau kesadaran memiliki bangsa bersangkutan, (3) Suatu bahasa
dan simbolisme bangsa, (4) Suatu gerakan sosial dan politik demi bangsa
bersangkutan, dan (5) Suatu doktrin dan/atau ideologi bangsa, baik yang umum
maupun yang khusus. Ideologi kebangsaan yang dimaksud dalam penelitian ini

ialah seperti apa yang diungkapkan oleh Kohn, (1955: 2) dalam Darmayanti
(2008) bahwa nationalism is a state of mind in which the supreme loyalty of the
individual is felt to be due the nation-state atau nasionalisme adalah suatu faham,

yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada
bangsa dan negara. Juga seperti apa yang dinyatakan Carr (1945: xviii) bahwa
Nationalism is used generally of a consciousness, on the part of individual or
groups, of membership in nation, or of a desire to forward the strength, liberty, or
prosperity of a nation, whether one's own or another atau nasionalisme digunakan

umumnya dari suatu kesadaran, di pihak individu atau kelompok, keanggotaan
dalam berbangsa, atau keinginan untuk maju kekuatan, kebebasan, atau
kemakmuran suatu negara, apakah seseorang itu sendiri atau yang lain.

Analisis Sosial (Tataran Makro)
Pada bagian ini, penulis akan melakukan analisis intertekstual dengan meneliti
bagaimana wacana dikonstruksi dalam masyarakat. Analisis sosial adalah analisis
terakhir yang dibahasa dalam penelitian analisis wacana kritis. Untuk itu, dalam
analisis ini perlu dikaji hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia dan aspekaspek kontekstual yang memengaruhi lahirnya wacana.
Konflik yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia dipengaruhi oleh
faktor politik, sosial, budaya, dan ekonomi. Aspek-aspek tersebutlah yang
kemudian pada akhirnya kerap kali menjadi pemantik terjadinya demonstrasi antiMalaysia di Indonesia.
Berdasarkan hasil studi pustaka berkaitan dengan wacana demonstrasi antiMalaysia, dapat dipahami bahwa dinamika hubungan bilateral yang terjadi antara
Indonesia dan Malaysia dipengaruhi semangat nasionalisme kedua negara. Hasil
analisis menunjukkan bahwa nilai nasionalisme dihayati bersama dalam
kehidupan masyarakat kedua negara.
Persoalan kemudian, Indonesia sebagai negara yang bertetangga dengan
Malaysia memiliki pengaruh kebudayaan Melayu sangat kuat, bahkan
menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. Nasionalisme Indonesia
juga tidak kalah resminya dengan nasionalisme Malaysia. Sebagian besar orang

Indonesia telah didoktrin dengan kebanggaan nasional yang berlandaskan pada
klaim-klaim masa silam.
Hasil analisis pada tataran makro menunjukkan bahwa aspek sosial dalam
masyarakat turut memberikan pengaruh terhadap berkembangnya suatu wacana.
Indonesia dan Malaysia memiliki pemahaman masing-masing atas wacana berita
demonstrasi anti-Malaysia yang diproduksi oleh Kompas Indonesia dan Utusan
Malaysia. Pemahaman wacana bagi kedua negara didasarkan pada semangat
nasionalisme yang tertanam dan menjadi doktrin dari masa ke masa.

PENUTUP
Hasil analisis pada tataran mikro menunjukkan bahwa Kompas Indonesia
merepresentasikan

secara

positif

demonstrasi

anti-Malaysia

dan

merepresentasikan secara negatif Malaysia. Sementara itu, Utusan Malaysia
merepresentasikan secara negatif demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia dan
merepresentasikan secara positif Malaysia dalam wacana berita demonstrasi antiMalaysia di Indonesia.
Hasil analisis superstruktur (skematik berita) menunjukkan bahwa Kompas
Indonesia turut mendukung demonstrasi anti-Malaysia karena dinilai sebagai
upaya menjaga martabat bangsa Indonesia. Namun, Kompas Indonesia dalam
pemberitaannya tidak menuliskan latar belakang yang menjadi pemantik
terjadinya demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia.
Sementara itu, Utusan Malaysia menilai bahwa demonstrasi anti-Malaysia
di Indonesia merupakan tindakan anarkis. Tiga dari empat berita Utusan Malaysia
tidak menuliskan komentar dari narasumber manapun berkaitan berita
demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia. Utusan Malaysia hanya menuliskan
proses berlangsungnya demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia.
Hasil penelitian pada tataran meso menunjukan bahwa ideologi Kompas
Indonesia dan Utusan Malaysia dalam pemberitaan demonstrasi anti-Malaysia
menganut ideologi kebangsaan (nasionalisme). Ideologi nasionalisme yang
dilancarkan oleh Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia menempatkan
kepentingan nasional di atas segalanya dan berlebihan. Jiwa nasionalisme kedua

media memberikan pengaruh terhadap representasi dalam wacana berita
demonstrasi anti-Malaysia.
Ideologi nasionalisme yang lancarkan kedua media dalam pemberitaannya
berkaitan dengan wacana berita demonstrasi anti-Malaysia terilhami dari
dinamika hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia. Sejak tahun 1963 hingga
2010, sudah terjadi banyak konflik yang membuat hubungan Indonesia dan
Malaysia menjadi kurang harmonis. Padahal ditinjau dari segi historis, Indonesia
dan Malaysia merupakan dua negara yang serumpun.
Perbedaan representasi pada wacana berita demonstrasi anti-Malaysia di
Indonesia turut dipengaruhi oleh perbedaan sistem pers yang dianut oleh kedua
negara. Indonesia sebagai menganut sistem pers bebas. Sementara Malaysia
menganut sistem pers bebas bertanggung jawab.
Hasil analisis pada tataran makro menunjukkan bahwa aspek sosial dalam
masyarakat, baik Indonesia dan Malaysia sangat berpengaruh terhadap
berkembangnya wacana berita demonstrasi anti-Malaysia. Indonesia dan Malaysia
memiliki pemahaman masing-masing atas wacana yang diproduksi oleh Kompas
Indonesia dan Utusan Malaysia. Pemahaman wacana bagi kedua negara
didasarkan pada semangat nasionalisme yang tertanam dan menjadi doktrin dari
masa ke masa.
Kebenaran dalam kajian kritis ini sangat bergantung pada hasil interpretasi
dan konteks latar sosial-budaya tertentu yang melingkupi peneliti, terlebih lagi
penelitian ini melibatkan kedua negara yang berbeda, sehingga interpretasi yang
dihasilkan dalam penelitian ini mungkin saja kurang berterima bagi pihak lain
karena hanya ditinjau berdasarkan kaca mata peneliti dari pihak Indonesia. Oleh
karena itu, penelitian ini sangat berpeluang untuk dilakukan oleh peneliti dari
kedua negara untuk memperoleh hasil yang lebih komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala, dan Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa
Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Arifin, Anwar. 2010. Opini Publik. Jakarta: Gramata Publishing.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leonié Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Darmayanti, Nani. 2008. “Analisis Wacana Kritis Berita Hubungan IndonesiaMalaysia dalam Harian Umum Kompas Indonesia”. Bandung: Universitas
Padjadjaran
Djajasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik. Bandung: PT. Refika Utama.
Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.
van Dijk, T. A. Critical Discourse Analysis._______.
_______. (1993). Principles of Critical Discourse Analysis. Discourse & Society,
249-283.
_______. (1995). Discourse Analysis as Ideology Analysis. In Christiina
Schaffner and Anita L. Wenden (eds.). Language and Peace. Dartmouth:
Aldershot. Pp.17-33
_______. 1998. Discoure, Ideology and Context. [Online]. Available
at: http://www.discourse.org (diakses 20 Februari 2011).
_______. (1988b). News as Discourse. Hillside, NJ: Erlbaum. Available:
jsheyhol@connectmail.carleton.ca.
_______. (2001). Critical Disourse Analysis. In D. Tannen, D. Schiffrin, & H.
Hamilton, Handbook of Discourse Analysis (pp. 352-371). Oxford:
Blackwell.
Eriyanto. 2008a. Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media . Yogyakarta:
LKiS Yogyakarta.
_______. 2008b. Analisis Framing; Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media.
Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
_______. 2009. Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media .
Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
Gazali dkk. 2009. Metode Analisis Teks dan Wacana. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Keraf, Gorys. 1990. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Percetakan PT Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Rosidi, Sakban. 2007. “Analisis Wacana Kritis Sebagai Ragam Paradigma Kajian
Wacana. Malang: Universitas Islam Negeri Malang.
Santoso, Anang. 2008. Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis
Wacana Kritis. Malang: Universitas Negeri Malang Press.

Samsuri. 1991. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media , Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Rosdakarya.

Suganda, Dadang dkk. 2006. “Representasi Sosok Tenaga Kerja Wanita (TKW).
dalam Wacana Berita pada Harian Umum Utusan Malaysia dan Harian
Umum Kompas Indonesia. (Kajian Analisis Wacana Kritis). Bandung:
Universitas Padjadjaran.
Sumadiria,

Haris.

2008.

Jurnalistik

Indonesia,Menulis

Berita

Dan

Feature.Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Susilo, Taufik Adi. 2009. Indonesia vs Malaysia . Garasi: Jogjakarta.
Tarigan, H.G. 1987. Pengajaran Wacana . Angkasa : Bandung.

Sumber Elektronik:

_______. 2010. Malaysia Tahan Tiga Petugas DKP Indonesia. [Online]. Available
at:
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/08/16/162416/265/114/Malays
ia-Tahan-Tiga-Petugas-DKP-Indonesia (diakses 16 Agustus 2010)
www.kompas.com
www.utusan.my.com