BAB I pendahuluan PRINT

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Perkembangan industri pariwisata saat ini terbilang sangat cepat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang melakukan perjalanan, ditambahnya jalur – jalur penerbangan dengan rute – rute baru, investasi besar – besaran dibidang pariwisata seperti pembukaan destinasi – destinasi wisata dengan produk – produknya yang baru, meningkatnya pembangunan sarana akomodasi, sampai pada perbaikan infrastruktur.

Secara umum pariwisata telah menjadi industri sipil yang terpenting didunia. Menurut Dewan perjalanan dan pariwisata Dunia (World Travel and Tourism Council-WTTC). Saat ini

pariwisata merupakan industri terbesar didunia dengan menghasilkan pendapatan dunia lebih dari $3,5 trillun pada tahun 1993 atau 6% dari pendapatan kotor dunia. Pariwisata merupakan industri yang lebih besar dari industri kendaraan, baja, elektronik maupun pertanian. Industri pariwisata memperkerjakan 127 juta pekerja (satu dalam 15 pekerja di dunia). Secara

keseluruhan industri pariwisata diharapkan meningkat dua kali pada tahun 2005 (WTTC, 1992).

Sebagai industri terbesar, idealnya berpihak pada kesejahteraan ekonomi rakyat serta mampu memberikan manfaat bagi pelestarian budaya dan lingkungan secara merata dan berkelanjutan, tetapi kenyataannya manfaat ekonomi yang diperoleh dari sektor pariwisata masih kerap dibarengi oleh berbagai masalah sosial-budaya dan juga lingkungan. Apalagi sebelumnya pariwisata mengarah kepada pariwisata massal (mass tourism), yang lebih banyak menimbulkan dampak negatif daripada dampak positif, seperti misalnya perusakan lingkungan, pengalihan fungsi lahan, eksploitasi sosial budaya dan kriminalitas, yang bila dikalkulasikan biaya yang ditimbulkan lebih besar dari pada yang dihasilkan dari pariwisata. Hal inilah yang terjadi pada Bali, destinasi pariwisata yang paling ingin dikunjungi di

Indonesia.

Bali telah dikenal sebagai destinasi pariwisata sejak tahun 1914, ketika pertama kalinya kapal Belanda KPM membawa wisatawan ke Pulau Bali. Sejak itu kedatangan


(2)

wisatawan terus meningkat meskipun masih dalam jumlah yang terbatas. (Sumber : http://www.balichemist.com)

Sejak dibukanya Hotel Bali Beach tahun 1966 dan dibukanya pelabuhan udara Internasional Ngurah Rai pada tahun 1969 perkembangan pariwisata Bali terus meningkat, meskipun sering pula mengalami fluktuasi sesuai dengan perkembangan yang terjadi di Dunia Pariwisata Nasional dan Internasional. Keinginan Indonesia untuk menjadikan

pariwisata sebagai salah satu penghasil devisa andalan mendorong pula terjadinya akselerasi dalam pembangunan Pariwisata Bali secara terus-menerus. Tampaknya, kemampuan

lingkungan untuk mengimbangi kecepatan pembangunan tersebut mulai terasa melelahkan, sehingga mulai timbul berbagai ekses dan konflik yang semakin mengkhawatirkan dalam pemanfaatan sumber daya alam dalam mendukung pembangunan pariwisata budaya yang berkelanjutan di Bali.

Pariwisata Bali sebetulnya tergantung dari kondisi lingkungan alam dan budaya. Permasalahan yang terjadi dari sisi budaya sesungguhnya belum begitu menonjol, meskipun mulai terjadi beberapa percampuran kebudayaan. Masyarakat Bali masih menjalankan adat-istiadat dengan tekun dan selalu terbuka terhadap wisatawan yang ingin tahu mengenai kegiatan keagamaannya. Walaupun demikian, kontrol sosial masih harus terus menjadi agenda untuk diperhatikan. Masalah yang sangat signifikan menyangkut lingkungan alam. Satu contoh misalnya banyaknya sampah, baik cair maupun padat di banyak daerah wisata di Bali seperti Ubud, Kuta, Denpasar, Nusa Dua (Tanjung Benoa), Sanur, dan beberapa tempat lain. Pengelolaan limbah dan sampah belum dilakukan secara optimal. Para pelaku pariwisata sering ''menyembunyikan'' sampah daripada mengolahnya atau membuangnya dengan benar. Seperti yang terjadi di daerah Nusa Dua dan Tanjung Benoa. Di satu sisi banyak hotel memiliki pantai yang sangat bersih, sedangkan di sisi lain terdapat pemukiman masyarakat sangat kumuh. Bahkan ada bangkai kapal yang sengaja menjadi tempat sampah. Kemudian ada tempat pembuangan sampah di pinggir pantai.

Perlu kita sadari bahwa kehidupan perekonomian Bali ini dapat dikatakan sangat bergantung kepada kelancaran pariwisata. Namun, efek rembetan tersebut juga terjadi bahwa banyak orang atau pengusaha yang mencoba mencari keberuntungan dengan membuka usaha


(3)

dengan pengusaha yang berasal dari luar Bali, yang merupakan ''wisatawan terselubung''. Hal tersebut akan berakibat kepada daya dukung Bali, sehingga menjadi over crowded (kelebihan keramaian). Dan juga ketidak merataan pengembangan pariwisata juga mempengaruhi kepadatan atau over crowded di suatu daerah wisata seperti kuta dan ubud. Diperlukan pemerataan daerah pengembangan wisata baru yang tidak terpusat dengan pusat pariwisata saat ini, seperti contohnya pulau serangan yang secara umum belum terlalu berkembang setelah dilakukan reklamasi, padahal daerah tersebut memiliki pontensi yang besar sebagai daerah pengembangan pariwisata baru sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki.

Untuk menanggulangi kompleksnya permasalahan pariwisata khususnya di pulau Bali, maka alternatif Pulau Wisata Terpadu atau Integrated Tourism Island direncanakan sebagai penanggulangan permasalahan pariwisata di Bali saat ini. Dengan PWT diharapkan terjadi pemerataan yang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. PWT

direncanakan kontekstual dengan kondisi fisik dan non fisiknya, sehingga perkembangan pariwisata tidak merusak bentang alam dan keaslian kebudayaan di suatu tempat.

Maka dari itu pulau serangan yang sangat cocok di alih fungsikan sebagai Pulau Wisata Terpadu, karena ditinjau dari segi fungsional, pulau serangan tersebut tidak terlalu memberikan fungsi atau keuntungan yang optimal dari segi pariwisata. Lingkungan di sekitar pulau serangan yang saat ini kurang produktif atau hanya terbengkalai setelah dilakukan reklamasi yang memiliki banyak potensi untuk diangkat menjadi suber atau tempat wisata atraksi maupun rekreasi yang baik. Letak Pulau serangan yang berada di pinggiran jalur pariwisata diharapkan dapat memecah arus pariwisata dari kuta ke ubud sehingga diharapkan tidak terjadi penumpukkan wisatawan atau kelebihan keramaian (over crowded).

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berpuluh tahun yang lalu pulau Serangan merupakan salah satu rumah bagi beberapa jenis penyu laut. Tidak salah, kalau pulau ini juga dikenal dengan julukan “ Pulau Penyu”. Namun akibat ulah manusia dan perubahan alam, kini populasi penyu yang bertelur di pulau ini sulit ditemukan kecuali pada musim tertentu. Pulau yang dikelilingi hutan Mangrove ini terletak di kawasan Denpasar Selatan, tepatnya beberapa meter diseberang jalan dari Lotte Mart (Super Market Makro), di jalan By Pass Ngurah Rai.

Pulau Serangan dulunya adalah sebuah pulau kecil di sebelah tenggara Bali yang hanya bisa dicapai dengan menggunakan perahu. Pulau Serangan yang kita temui sekarang


(4)

adalah merupakan hasil reklamasi atau buatan manusia, reklamasi pulau Serangan ini atas prakarsa putra mantan presiden Soeharto, Tommy Soeharto. Awalnya reklamasi ini ditujukan untuk membuat sebuah resort dengan kelengkapan tempat wisatanya, namun entah kenapa tidak terealisasi dan malah terabaikan.

Lokasi pulau ini sangat strategis, letak goegrafisnya dikelilingi destinasi wisata utama Tanjung Benoa dan Nusa Dua di selatan. Kawasan Sanur disebelah timur dayanya, disebelah barat ada kawasan Pelabuhan Laut Benoa.Sedangkan jantung kota Denpasar ada disebelah utara dengan jarak tempuh sekitar 15 menit. Luas wilayahnya 523 hektar, dengan lahan 48 hektar milik Desa Adat Serangan dan lahan milik Manejemen Bali Turtle Island Development (BTID) seluas 476 hektar. Hak kepemilikan wilayah ini memang terbelah saat terjadinya reklamasi yang dilakukan BTID.

Di pulau ini terdapat beberapa obyek wisata yang cukup menarik, diantaranya : pantai Serangan, konservasi penyu(Turtle Conservation and Education Center), konservasi ikan dan terumbu karang(Serangan Marine Garden) dan kandang terapung lumba-lumba yang dikelola oleh Dolphin Lodge Bali. Selain obyek wisata, tempat ini juga sering dijadikan tempat untuk memancing dan belajar mengendarai mobil. Bisa kita jumpai beberapa mobil yang beputar kesana-kemari setelah kita melintasi jembatan menuju desa adat. Karena dari pengelola setempat disediakan lokasi khusus bagi mereka yang ingin belajar mengendarai mobil. Disepanjang jalan tepi pantai pun terdapat orang-orang yang sedang memancing, bahkan kita bisa menjumpainya hampir disetiap sudut dari pulau ini. Sebagian penduduk desa adat juga menyediakan jasa antar jemput untuk memancing dan mengelilingi hutan mangrove yang ada di pulau ini. Tidak heran kalau disepanjang jalan menuju desa adat selalu ada ikan bakar yang dijajakan dan perahu-perahu disekitar desa adat.

Dengan adanya reklamasi di Pulau Serangan para penduduk sekitar yang dulu berprofesi sebagai nelayan mulai kesulitan untuk mendapatkan ikan sehingga banyak yang beralih profesi menjadi penggali terumbu karang sehingga terumbu karang yang dulu banyak terdapat di perairan pulau serangan perlahan mulai rusak, hal ini juga diperparah oleh

pengerukan oleh PT. BTID dimana pada diperkirakan 60 % dari 10 hektar terumbu karang di sekitar lokasi proyek rusak berat. Di luar area pengerukan ditemukan terumbu karang yang berlubang-lubang. Kerusakan itu ditemukan di sisi utara dan sisi selatan pulau serangan. Akibat dari rusaknya termbu karang ini adalah mulai hilangnya jenis ikan yang langka seperti


(5)

Disamping itu Pengerukan yang dilakukan oleh PT. BTID dengan kedalaman lebih dari 40 meter dengan lebar 15 m dengan bentuk menyerupai kanal di dasar laut memanjang dari sisi timur laut serangan hingga ke arah barat lalu membelok ke arah selatan, akibat dari pengerukan ini adalah timbulnya endapan lumpur dengan tebak kurang lebih 1 m di beberapa tempat. Persoalan ini merembet ke Pelabuhan Benoa yang terletak di sisi barat daya dari pulau serangan. Beberapa jalur keluar masuk kapal dari pelabuhan ditemukan pendangkalan akibat endapan lumpur.

Hasil dari reklamasi pulau serangan nampaknya kurang efektif terbukti dengan masih tersedianya lahan - lahan kosong yang tidak berfungsi, dan juga menimbulkan banyak

dampak yang kurang menguntungkan bagi lingkungan maupun masyarakat sekitar. Dengan adanya program mengubah pulau serangan sebagai Pulau Wisata Terpadu (PWT) diharapkan dapat terjadi pemerataan yang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. PWT direncanakan kontekstual dengan kondisi fisik dan non fisiknya, sehingga perkembangan pariwisata tidak merusak bentang alam dan keaslian kebudayaan di suatu tempat.

1.3. TUJUAN DAN SASARAN

1.3.1 Tujuan dari perancangan Pulau Wisata Terpadu (PWT) adalah :

 Menciptakan suatu lingkungan fisik pulau yang tertib, rapi, serasi, nyaman sehingga daya tariknya sebagai obyek wisata dan rekreasi semakin meningkat, akan mampu menarik lebih banyak pengunjung.

 Memanfaatkan seoptimal mungkin keindahan alam dan kekayaan alam (darat, pantai dan laut) yang ada pada kawasan perencanaan dengan tetap memperhatikan serta menjaga kelestarian lingkungan.

 Membangun dan mendayagunakan prasarana dan sarana pelayanan wisata pulau secara optimal, baik dari segi kwantitas maupun kwalitasnya.

 Menyusun kerangka organisasi yang akan mampu melaksanakan fungsi pengelolaan proyek-proyek di daerah perencanaan.

Sehingga terciptalah kualitas lingkungan, fungsional dan visual kawasan tersebut yang menghargai seluruh potensi (sosial, budaya, alam) yang ada.


(6)

1.3.2 Sasaran dari perancangan Pulau Wisata Terpadu (PWT) adalah :

 Menentukan skenario perancangan koridor jalan dan pantai pada kawasan dalam PWT.

 Menentukan strategi perancangan

 Menentukan Master Plan Kawasan

 Menentukan Pedoman Perancangan Kawasan (Area Design Guidelines)

 Produk-produk diatas akan disimulasikan dalam rancangan bangunan yang akan dievaluasi berdasarkan ADGL yang telah ditetapkan.

 Merancang salah satu bagian kawasan dari pulau yang dianggap dapat memberikan citra jati diri PWT.

1.4. LINGKUP PERMASALAHAN

Secara substansial, ruang lingkup penulisan membahas tentang perancangan kembali pulau serangan, yang setelah dilakukan reklamasi tidak memberikan dampak yang optimal bagi manusia, alam, dan lingkungannya, terbukti dengan adanya lahan - lahan kosong yang tidak produktif pasca reklamasi, padahal daerah pulau serangan tersebut sangat potensial jika dijadikan objek dalam perancangan Pulau Wisata Terpadu (PWT). Sehingga nantinya

diharapkan akan terciptanya lingkungan, fungsional dan visual kawasan tersebut yang menghargai seluruh potensi (sosial, budaya, alam) yang ada.

1.5. METODELOGI PEMBAHASAN

Metode pembahasan yang digunakan adalah :

 Metode Literatur

Yaitu metode dengan mengumpulkan, mengidentifikasi, serta mengolah data tertulis yang diperoleh dan dapat digunakan sebagai input dalam proses analisa. Pengumpulan dilakukan dengan cara kompilasi data dari instansi pemerintah yang terkait dengan kebutuhan data studi, instansi tersebut meliputi, Dinas Perhubungan Kota Denpasar, Dinas Tata kota dan bangunan Kota denpasar, BAPEDA Kota Denpasar dan instansi terkait lainnya.

 Metode Observasi

Yaitu metode dengan cara melakukan survei langsung kelapangan. Hal ini mutlak dilakukan untuk mengetahui kondisi sebenarnya. Adapun metode survei yang dilakukan pada studi ini


(7)

adalah, pengamatan kondisi lingkungan di pulau serangan tersebut. Pengumpulan data diatas adalah sangat penting untuk memperoleh informasi yang dilakukan bagi pelaksanaan studi.

 Metode Pembahasan

Analisa data dilakukan dengan membandingkan hasil survey di lapangan dengan literature yang ada sehingga dapat ditemukan kekurangn dan kelebihan kawasan sebagai landasan proses perencanaan dan perancangan


(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN

2.1.1 PENGERTIAN PERENCANAAN

Perencanaan sebagai padanan kata asing “planning”, dapat diartikan sebagai suatu sarana untuk mentransformasikan persepsi-persepsi mengenai kondisi-kondisi lingkungan ke dalam rencana yang berarti dan dapat dilaksanakan dengan teratur (William A. Shrode, 1974). Perencanaan adalah sebuah proses untuk menetapkan tindakan yang tepat di masa depan melalui pilihan-pilihan yang sistematik (Paul Davidov, 1982). Perencanaan merupakan suatu proses menyusun konsepsi dasar suatu rencana yang meliputi kegiatan-kegiatan:

1. Mengidentifikasi. Menentukan komponen-komponen yang menunjang terhadap objek, yang merupakan kompleksitas fakta-fakta yang memiliki kontribusi terhadap kesatuan pembangunan.

2. Mengadakan studi. Mencari hubungan-hubungan dari faktorfaktor terkait, yang memiliki pengaruh spesifik.

3. Mendeterminasi. Menentukan setepat mungkin faktor-faktor yang dominan dengan memperhatikan kekhususan dari unit perubahan yang spesifik yang memberikan perubahan terhadap faktor lain.

4. Memprediksi. Mengadakan ramalan bagaimana suatu faktor akan berubah sehingga mencapai keadaan lebih baik di masa depan.

5. Melakukan Tindakan. Berdasarkan prediksi di atas, melakukan tindakan terstruktur untuk mencapai tujuan pembangunan. (William L. Lassey, 1977).

2.1.2 PENGERTIAN PERANCANGAN

Perancangan adalah usulan pokok yang mengubah sesuatu yang sudah ada menjadi sesuatu yang lebih baik, melalui tiga proses: mengidentifikasi masalah-masalah,

mengidentifikasi metoda untuk pemecahan masalah, dan pelaksanaan pemecahan masalah. Dengan kata lain adalah pemograman, penyusunan rancangan, dan pelaksanaan rancangan


(9)

(John Wade, 1997). Disamping itu ada beberapa pengertian lain dari para ahli mengenai pengertian dari perancangan:

•Perancangan merupakan upaya untuk menemukan komponen fisik yang tepat dari sebuah struktur fisik (Christopher Alexander, 1983).

•Perancangan merupakan sasaran yang dikendalikan dari aktivitas pemecahan masalah (L. Bruce Archer, 1985).

•Perancangan merupakan proses penarikan keputusan dari ketidakpastian yang tampak, dengan tindakan-tindakan yang tegas bagi kekeliruan yang terjadi (M. Asimow, 1982). •Perancangan merupakan proses simulasi dari apa yang ingin dibuat sebelum kita membuatnya, berkali-kali sehingga memungkinkan kita merasa puas dengan hasil akhirnya (P.J. Booker, 1984).

•Perancangan merupakan kesimpulan yang optimal dari sejumlah kebutuhan dari seperangkat keadaan tertentu (E. Marchet, 1987).

2.1.3 PENGERTIAN KAWASAN

Kawasan adalah suatu daerah atau wilayah yang memiliki batas-batas tertentu dan biasanya memiliki ciri khas atau berdasarkan pengelompokan fungsional kegiatannya, seperti kawasan industri, kawasan perdagangan, kawasan wisata dan lain sebagainya. Berikut adalah ciri-ciri suatu wilayah atau daerah dapat dikatakan sebuah kawasan :

 Kawasan dapat berdiri sendiri tanpa batas administrasi pemerintahan yang jelas (kepulauan, cagar budaya, cagar alam dll.).

 Kawasan dapat berupa suatu kawasan yang mempunyai batas administrasi yang jelas, baik dalam lingkup satuan wilayah terkecil hingga satuan wilayah yang terbesar. (RT, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Kotamadya, Propinsi, Negara, maupun

lingkungan internasional).

 Kawasan dapat berupa suatu kawasan antar wilayah administrasi yang jelas.

 Kawasan dapat berupa wujud ruang yang berdiri sendiri.

 Kawasan harus memberikan ciri khas yang jelas sehingga orang mampu mengidentifikasi daerah tersebut.

2.1.3 A. Jenis - Jenis Kawasan

Jenis-jenis kawasan tertentu dapat ditinjau dari 3 (tiga) aspek yang menunjukan keterkaitan dengan fungsi dan peran kawasan, yaitu :


(10)

a. Menurut sektor yaitu jenis kawasan tertentu yang mempunyai corak tersendiri dan berkaitan dengan instansi lain.

 Kawasan hutan lindung dan perkebunan.

 Kawasan industri.

 Kawasan tangkapan ikan, terumbu karang, hutan bakau.

 Kawasan pariwisata

 Kawasan pelabuhan laut, udara, darat dan penyebrangan.

 Kawasan pabean dan keimigrasian.

 Kawasan pangkalan militer.

 Kawasan pesisir dan pantai.

 Kawasan cagar budaya.

b. Menurut wilayah adalah jenis kawasan tertentu yang ditinjau dari batas administrative maupun tingkat pelayanannya.

 Kawasan Bali utara yang meliputi (Singaraja)

 Kawasan Bali timur yang meliputi (karangasem Bangli Klungkung -Gianyar)

 Kawasan Bali barat yang meliputi (Jembrana - Tabanan)

 kawasan Bali Selatan yang meliputi (Denpasar - Badung)

c. Menurut penanganan adalah jenis kawasan tertentu yang ditinjau dari aturan-aturan pengelolaannya secara spesifik.

 Kawasan kerusuhan dan pengungsian.

 Kawasan adat

 Kawasan kebakaran hutan,

 Kawasan pelabuahan laut, udara dan darat

 Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS)

 Kawasan rawan penyakit dan endemic.


(11)

2.1.3 B. Teori-Teori Perancangan Kawasan Elemen Pembentuk Kawasan

 Tata Guna Lahan (Land Use)

Tata guna lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga demensi akan di bangun di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. Kebijaksanaa tata guna lahan juga membentuk hubungan antara sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/pengguanaan individual. Pada prinsipnya, pengertian land use (tata guna lahan) adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu.

 Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)

Membahas tentang bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kawasan serta bagaiman hubungan antar massa yang ada. Building form and massing daoat meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan bangunan, yaitu:

- Ketinggian Bangunan

Ketinggian bangunan berhubungan dengan jarak pandang manusia, baik yang berada di dalam bangunan maupun di luar bangunan. Ketinggian pada suatu daerah membentuk sebuah garis horizon (skyline). Ketinggian bangunan di setiap fungsi akan berbeda

- Soliditas Bangunan

Pengertian dari soliditas bangunan adalah penampilan gedung dalam konteks kawasan. Soliditas suatu bangunan ditentukan oleh perbandingan tinggi : lebar : panjang

- Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

Adalah jumlah luas lantai bangunan terhadap luas tapak . KLB dipengaruhi oleh daya dukung tanah, daya dukung lingkungan, nilai harga tanah, dan faktor-faktor tertentu sesuai peraturan daerah.


(12)

- Koefisien Dasar Bangunan

Luas tapak yang tertutup dibandingkan dengan luas tapak keseluruhan. Koefisien dasar bangunan dimaksud untuk menyediakan area terbuka yang cukup.

- Garis Sempada Bangunan (GSB)

GSB merupakan jarak bangunan terhadap as jalan. Garis ini sangat penting dalam mengatur keteraturan bangunan di tepi jalan kota.

- Langgam

Langgam atau gaya diartikan sebagai suatu kumpulan karakteristik bangunan dimana struktur, kesatuan dan ekspresi digabungakan di dalam satu wilayah tertentu

 Sirkulasi dan Parkir

Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat membentuk dan mngkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan

keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian way, dan tempat-tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan.

Tempat parkir memiliki pengaruh langsung pada suatu lingkungan yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan memiliki pengaruh visual pada daerah perkotaan.

 Ruang Terbuka (Open Space)

Ruang terbuka selalu menyangkut lansekap. Elemen lansekap terdiri atas elemen keras (hardscape seperti jalan, trotoar,patung, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa tanaman dan air. Ruang terbuka berupa lapangan, jalan, sempadan sungai, taman, dan sebagainya.


(13)

 Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways)

Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar desain tata kota dan harus berhubungan dengan lingkungan kota dan pola-pola aktivitas serta sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik.

 Pendukung Aktifitas

Semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mndukung ruang publik suatu kawasan kota. Aktivitas pendukung tidak hanya menyediakan jalan pedestrian atau plasa tetapi juga mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen kota yang dapat menggerakan aktivitas.

 Penandaan (signage)

Penandaan yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu lintas, media iklan, dan berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan penandaan akan sangat

mempengaruhi visualisasi kota, baik secara makro maupun mikro.

 Preservasi (preservation)

Preservasi dalam perencanaan kota adalah perlindungan terhadap lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa, area perbelanjaan) yang ada dan memiliki ciri khas. Manfaat dari adanya preservasi antara lain:

Meningkatkan nilai lahan

Peningkatan nilai lingkungan

Menghindarkan dari pengalihan bentuk dan fungsi karena aspek komersial

Menjaga identitas daerah perkotaan

Peningkatan pendapatan dari pajak dan retribusi


(14)

Kawasan Peruntukan Pariwisata

Kawasan peruntukan pariwisata dicantumkan pada peraturan daerah Kota Denpasar no. 27 tahun 2011, tentang rencana tata ruang wilayah kota denpasar tahun 2011-2031, pada pasal 47, yang berbunyi :

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 ayat (1) huruf d, terdiri atas :

a. Kawasan pariwisata;

b. Akomodasi pariwisata dan fasilitas penunjang pariwisata; dan

c. Daya tarik wisata (DTW) yang terdiri dari DTW Budaya, DTW Alam, DTW Buatan dan DTW Baru.

(2) Kawasan pariwisata yang terdapat di Kota Denpasar terdiri atas Kawasan Pariwisata Sanur, ditetapkan terdiri atas enam wilayah desa/kelurahan terdiri atas Desa Kesiman Petilan dan Desa Kesiman Kertalangu di Kecamatan Denpasar Timur; Desa Sanur Kaja, Kelurahan Sanur, Desa Sanur Kauh dan Kelurahan Serangan di Kecamatan Denpasar Selatan.

(3) Rencana pengembangan akomodasi pariwisata di wilayah kota melalui Pengembangan pada zona pariwisata dan pengembangan menyebar di luar zona Kawasan Pariwisata Sanur.

Pengembangan akomodasi wisata di zona Kawasan Pariwisata Sanur dilakukan melalui:

1. konsep terbuka di kawasan sepanjang Pantai Sanur sampai Pantai Mertasari dengan mengembangkan Resort Hotel Kelas Melati sampai Hotel Bintang, Boutiq Hotel, Villa Resort, condotel serta sarana atraksi wisata; dan

2. konsep tertutup yang dikelola di kawasan pengembangan Pulau Serangan yang merupakan kombinasi Sarana Akomodasi, Sarana Rekreasi dan Marina.


(15)

Pengembangan akomodasi wisata menyebar merupakan akomodasi wisata atau hotel kota (city hotel) lokasinya dapat menyatu dengan zoning perdagangan dan jasa dan kawasan permukiman tertentu.

(4) Pengembangan fasilitas penunjang pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pada zona efektif pariwisata maupun di luar zona tersebut, dapat dilakukan bercampur dengan kegiatan lainnya, terdiri atas:

a. pengembangan pelabuhan wisata dan Marina di Pelabuhan Benoa, Pantai Mertasari dan Pulau Serangan;

b. pengembangan fasilitas penunjang pariwisata, seperti: restaurant dan cafe, jasa pelayanan pos dan telekomunikasi (wartel, warnet dan Tourism Information), jasa keuangan (bank, asuransi, money changer), jasa perjalanan dan angkutan, perdagangan dan jasa (toko cindera mata, mini swalayan, toko buku, penyewaan sepeda dan sepeda motor) tersebar sesuai kebutuhan;

c. pengembangan pantai untuk fasilitas sosial dan rekreasi untuk umum (public beach) pada pantai yang telah tersedia pedestrian maupun tidak; dan

d. pengembangan Fasilitas stop over sekaligus sebagai fasilitas sosial dan rekreasi untuk umum (public beach) di beberapa spot lokasi di Pulau Serangan.

(5) Mengarahkan pengembangan condominium hotel pada lokasi tertentu yang memenuhi syarat secara teknis dan budaya, yaitu:

a. pada zona efektif pariwisata;

b. pada kawasan perdagangan dan jasa serta kawasan permukiman tertentu, dengan lebar ruang milik jalan minimal 12 (dua belas) meter; dan

pada kawasan yang tidak berinteraksi langsung dengan pusat-pusat

permukiman tradisional atau pusat-pusat desa/kelurahan/banjar yang telah ada.


(16)

2.1.4 PULAU WISATA

Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain, bukan untuk bekerja atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi untuk menikmati perjalanan (rekreasi) untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia no 9 tentang kepariwisataan, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1 dan 2 dirumuskan.

a. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.

b. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.

Berdasarkan sifat perjalanan, lokasi di mana perjalanan dilakukan wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Karyono, 1997).

a. Foreign Tourist (Wisatawan asing)

Orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang datang memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan Negara di mana ia biasanya tinggal. Wisatawan asing disebut juga wisatawan mancanegara atau disingkat wisman.

b. Domestic Foreign Tourist

Orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal di suatu negara karena tugas, dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negara di mana ia tinggal.Misalnya, staf kedutaan Belanda yang mendapat cuti tahunan, tetapi ia tidak pulang ke Belanda, tetapi melakukan perjalanan wisata di Indonesia (tempat ia bertugas).

c. Domestic Tourist (Wisatawan Nusantara)

Seorang warga negara suatu negara yang melakukan perjalanan wisata dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya. Misalnya warga negara Indonesia yang melakukan perjalanan ke Bali atau ke Danau Toba. Wisatawan ini disingkat wisnus.

d. Indigenous Foreign Tourist

Warga negara suatu negara tertentu, yang karena tugasnya atau jabatannya berada di luar negeri, pulang ke negara asalnya dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri. Misalnya, warga negara Perancis yang bertugas sebagai konsultan di perusahaan asing di Indonesia, ketika liburan ia kembali ke Perancis dan


(17)

melakukan perjalanan wisata di sana. Jenis wisatawan ini merupakan kebalikan dari Domestic Foreign Tourist.

e. Transit Tourist

Wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke suatu Negara tertentu yang terpaksa singgah pada suatu pelabuhan/airport/stasiun bukan atas kemauannya sendiri. f. Business Tourist

Orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan bisnis bukan wisata tetapi perjalanan wisata akan dilakukannya setelah tujuannya yang utama selesai. Jadi

perjalanan wisata merupakan tujuan sekunder, setelah tujuan primer yaitu bisnis selesai dilakukan.

Secara etimologi, pariwisata berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata, yaitu “pari” yang berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, dan “wisata” yang berarti perjalanan dan bepergian. Maka kata “pariwisata” diartikan sebagai

perjalanan yang dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain. Sedangkan kepariwisataan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata atau lebih dikenal dengan istilah “tourism.Berikut adalah tabel yang membagai berbagai jenis-jenis Pasar Pariwisata Sesuai dengan kebutuhan wisatawan dan objek yang dituju:

Wisata budaya, yaitu perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan pribadi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata agar dapat melihat dan menyaksikan tingkat kemajuan kebudayaan suatu bangsa baik di masa lalu atau ataupun di masa sekarang, tata cara hidup, serta adat istiadatnya.

Wisata desa, yaitu perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan cara mengadakan kunjungan ke tempat lain atau ke pelosok desa, mempelajari keadaan rakyat dan juga menikmati suasana di suatu daerah (desa) tersebut.

Pasar PariwisataPasar Pariwisata Wisata

BudayaWisata

Budaya Wisata Wisata DesaDesa Wisata Wisata AlamAlam

Ekowisata

Ekowisata Wisata PetualanganWisata Petualangan

Wisata Pantai Wisata

Pantai Pengalaman Pengalaman bisnisbisnis Wisata Olahraga & Wisata Olahraga & kesehatankesehatan Gambar 2.1 B Jenis - jenis Pasar

Pariwisata


(18)

Wisata Alam, yaitu perjalanan yang memanfaatkan potensi sumber daya alam di suatu daerah dan tata lingkungannya sebagai suatu objek wisata. Wisata alam dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:

1. Eko Wisata

Menurut Deklarasi Quebec (Damanik dan Weber, 2006:38)

menyebutkan bahwa ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan yang membedakannya dengan bentuk wisata lain. Di dalam praktek hal itu terlihat dalam bentuk wisata yang:

(a) secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya; (b) melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap

kesejahteraan mereka; dan

(c) dilakukan dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk kelompok kecil.

Dengan kata lain, ekowisata adalah bentuk industri pariwisata berbasis lingkungan yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan konservasi alam itu sendiri.

5 (lima) Prinsip dasar pengembangan ekowisata di Indonesia yaitu ( Zalukhu : 2009) :

1. Pelestarian

Prinsip kelestarian pada ekowisata adalah kegiatan ekowisata yang dilakukan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan dan budaya setempat. Salah satu cara menerapkan prinsip ini adalah dengan cara menggunakan sumber daya local yang hemat energi dan dikelola oleh masyarakat sekitar. Tak hanya masyarakat, tapi wisatawan juga harus

menghormati dan turut serta dalam pelestarian alam dan budaya pada daerah yang dikunjunginya.

2. Pendidikan

Kegiatan pariwisata yang dilakukan sebaiknya memberikan unsur pendidikan. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan memberikan informasi menarik seperti nama dan manfaat tumbuhan dan hewan yang ada di sekitar daerah wisata, dedaunan yang dipergunakan untuk


(19)

masyarakat lokal. Kegiatan pendidikan bagi wisatawan ini akan mendorong upaya pelestarian alam maupun budaya. Kegiatan ini dapat didukung oleh alat bantu seperti brosur, buklet atau papan informasi.

3. Pariwisata

Pariwisata adalah aktivitas yang mengandung unsur kesenangan dengan berbagai motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu lokasi. Ekowisata juga harus mengandung unsur ini. Oleh karena itu, produk dan, jasa

pariwisata yang ada di daerah kita juga harus memberikan unsur kesenangan agar layak jual dan diterima oleh pasar.

4. Perekonomian

Ekowisata juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat terlebih lagi apabila perjalanan wisata yang dilakukan menggunakan sumber daya lokal seperti transportasi, akomodasi dan jasa pemandu. Ekowisata yang dijalankan harus memberikan pendapatan dan keuntungan bagi penduduk sekitar sehingga dapat terus berkelanjutan.

5. Partisipasi masyarakat setempat

Partisipasi masyarakat akan timbul, ketika alam/budaya itu

memberikan manfaat langsung/tidak langsung bagi masyarakat. Agar bisa memberikan manfaat maka alam/ budaya itu harus dikelola dan dijaga. Begitulah hubungan timbal balik antara atraksi wisata-pengelolaan manfaat yang diperoleh dari ekowisata dan partisipasi.

Wisata pantai atau wisata bahari adalah wisata yang objek dan daya

tariknyanya bersumber dari potensi bentang laut (seascape) maupun bentang darat pantai (coastal landscape) (Sunarto, 2000 dalam Yulianda, 2007). Secara terpisah dapat dijelaskan wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumber daya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim. Sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumber daya bawah laut dan dinamika air laut.

Wisata komersial (bisnis), yaitu termasuk perjalanan untuk mengunjungi pameranpameran dan pekan raya yang bersifat komersial, seperti pameran industri, pameran dagang dan sebagainya.

Wisata olahraga, yaitu wisatawan-wisatawan yang melakukan perjalanan dengan tujuan berolahraga atau memang sengaja bermakasud mengambil bagian aktif dalam pesta olahraga di suatu tempat atau Negara.


(20)

Wisata kesehatan, yaitu perjalanan seseorang wisatawan dengan tujuan untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari di mana ia tinggal demi

kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan rohani.

Unsur yang sangat menentukan berkembangnya industri pariwisata adalah objek wisata dan atraksi wisata. Kedua unsur ini merupakan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan. Atau dalam arti lain objek wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisatawan. Di luar negeri tidak mengenal terminologi objek wisata, dan objek wisata dikenal dengan sebutan tourist attraction (atraksi wisata).

Didalam buku perencanaan ekowisata (2006:11), Janianton Damanik & Helmut F.Weber menjelaskan bahwa elemen penawaran wisata sering disebut triple A’s yang terdiri dari atraksi, akesibilitas, dan amenitas. Secara singkat atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan.

Atraksi dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya, dan buatan. Atraksi alam meliputi pemandangan, Atraksi alam meliputi pemandangan alam,seperti Kepulauan Seribu yang menawarkan udara sejuk dan bersih, laut, Atraksi budaya meliputi peninggalan sejarah seperti Candi Prambanan, adat istiadat masyarakat seperti Pasar Terapung di Kalimantan. Adapun atribut buatan dapat dimisalkan Taman Impian Jaya Ancol. Unsur lain yang melekat dalam atraksi ini adalah hospitality, yakni jasa akomodasi atau penginapan restoran , biro perjalanan, dan sebagainya.

Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari,ke dan selama di daerah tujuan wisata (Inskeep,1991) mulai dari darat, laut, sampai udara. Akses ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan waktu, kenyamanan, dan keselamatan.

Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan baik, penukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan (rental), penerbit dan penjual buku panduan wisata, dan lainnya.

Secara pintas produk wisata memiliki arti yang sama, namun sebenarnya berbeda secara prinsipil. Objek wisata adalah semua hal yang menarik untuk dilihat dan dirasakan oleh wisatawan yang bersumber pada alam, sedangkan atraksi wisata adalah sesuati yang


(21)

yang memerlukan persiapan terlebih dahulu. Dalam pengertian secara lengkap, objek wisata dan atraksi wisata merupakan segala sesuatu yang terdapat di Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang merupakan daya tarik agar orang datang ke tempat tersebut.

Daya tarik wisata disebut juga sebagai objek wisata yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke daerah tujuan wisata. Karena kedudukannya yang sangat

menentukan, maka daya tarik wisata harus dirancang dan dikelola secara profesional dan sedemikian rupa berdasarkan kriteria tertentu sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang.

Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal, motivasi-motivasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar sebagai berikut:

1. Physical or physiological motivation yaitu motivasi yang bersifat fisik atau fisologis, antara lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, bersantai dan sebagainya.

2. Cultural Motivation yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain. Termasuk juga ketertarikan akan berbagai objek tinggalan budaya.

3. Social or interpersonal motivation yaitu motivasi yang bersifat sosial, seperti mengunjungi teman dan keluarga, menemui mitra kerja, melakukan hal-hal yang dianggap mendatangkan gengsi (Prestice), melakukan ziarah, pelarian dari situasi yang membosankan dan seterusnya.

Fantasy Motivation yaitu adanya motivasi bahwa di daerah lain sesorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang menjemukan dan yang memberikan kepuasan psikologis (McIntosh, 1977 dan Murphy, 1985; Pitana, 2005).

Sedangkan menurut Swarbooke dalam bukunya Consumer behaviour in tourism (2007) , membagi motivasi perjalanan wisatawan dalam 6 kategori, yang dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini :

UNIVERSITAS UDAYANA

Tourist

Tourist

Physical -Relaxation -Sun tan -Exercise and health -Sex Physical -Relaxation -Sun tan -Exercise and health -Sex Emotional - Nostalgia -Romance - Adventure -Escapism -Fantasy -Spiritual fulfillment Emotional - Nostalgia -Romance - Adventure -Escapism -Fantasy -Spiritual fulfillment Personal -Visiting friends and relatives -Make a new friends

-Need to satisfy others

-Search for economy if on

Personal -Visiting friends and relatives -Make a new friends

-Need to satisfy others

-Search for economy if on Personal development -Increase knowledge -Learning a Personal development -Increase knowledge -Learning a Status -Exclusivity -Fashionability -Obtaining a good deal -Ostentatious spending Status -Exclusivity -Fashionability -Obtaining a good deal -Ostentatious spending Cultural - Sightseeing - Experience new cultures Cultural - Sightseeing - Experience new cultures


(22)

Gambar 2.1 A typology of motivators in tourism Sumber : Swarbrooke & Horner (2007)

Bentuk produk “Pulau Wisata Terpadu” (PWT) adalah “suatu pulau yang dirancang sebagai suatu destinasi wisata baru yang dilengkapi dengan berbagai atraksi, aksesibilitas, sarana prasarana, fasilitas umum dan pariwisata serta akomodasi” dan mampu menampung semua kebutuhan tourist/pelancong di dalam suatu kawasan pulau tersebut. PWT juga bia menampung berbagai macam jenis pasar pariwisata sesuai dengan potensi yang dimiliki. disamping itu PWT juga bisa mengakomodasi berbagai macam atraksi wisata untuk menunjang kebutuhan wisatawan di suatu pulau tersebut.

2.1.5 PENGERTIAN TERPADU

Wisata terpadu merupakan usaha memadukan berbagai jenis wisata dengan potensi wisata yang terdapat pada suatu kawasan. Wisata terpadu menjadi salah satu dari usaha wisata yang berkembang saat ini. Jenis wisata ini memadukan berbagai wisata yang dikemas dalam satu paket wisata. Kawasan wisata terpadu adalah suatu kawasan wisata yang

menyediakan berbagai sarana, obyek dan daya tarik wisata serta jasa pariwisata yang terletak di suatu kawasan (Perda Batam, 2003). Banyak daerah di Indonesia yang telah

mengembangkan wisata terpadu seperti Provinsi Banten dengan menawarkan cagar budaya, wisata air dan wisata taman batu di Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak.


(23)

(1)

Wisata Alam, yaitu perjalanan yang memanfaatkan potensi sumber daya alam di suatu daerah dan tata lingkungannya sebagai suatu objek wisata. Wisata alam dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:

1. Eko Wisata

Menurut Deklarasi Quebec (Damanik dan Weber, 2006:38)

menyebutkan bahwa ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan yang membedakannya dengan bentuk wisata lain. Di dalam praktek hal itu terlihat dalam bentuk wisata yang:

(a) secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya; (b) melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap

kesejahteraan mereka; dan

(c) dilakukan dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk kelompok kecil.

Dengan kata lain, ekowisata adalah bentuk industri pariwisata berbasis lingkungan yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan konservasi alam itu sendiri.

5 (lima) Prinsip dasar pengembangan ekowisata di Indonesia yaitu ( Zalukhu : 2009) :

1. Pelestarian

Prinsip kelestarian pada ekowisata adalah kegiatan ekowisata yang dilakukan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan dan budaya setempat. Salah satu cara menerapkan prinsip ini adalah dengan cara menggunakan sumber daya local yang hemat energi dan dikelola oleh masyarakat sekitar. Tak hanya masyarakat, tapi wisatawan juga harus

menghormati dan turut serta dalam pelestarian alam dan budaya pada daerah yang dikunjunginya.

2. Pendidikan

Kegiatan pariwisata yang dilakukan sebaiknya memberikan unsur pendidikan. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan memberikan informasi menarik seperti nama dan manfaat tumbuhan dan hewan yang ada di sekitar daerah wisata, dedaunan yang dipergunakan untuk obat atau dalam kehidupan sehari-hari, atau kepercayaan dan adat istiadat


(2)

masyarakat lokal. Kegiatan pendidikan bagi wisatawan ini akan mendorong upaya pelestarian alam maupun budaya. Kegiatan ini dapat didukung oleh alat bantu seperti brosur, buklet atau papan informasi.

3. Pariwisata

Pariwisata adalah aktivitas yang mengandung unsur kesenangan dengan berbagai motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu lokasi. Ekowisata juga harus mengandung unsur ini. Oleh karena itu, produk dan, jasa

pariwisata yang ada di daerah kita juga harus memberikan unsur kesenangan agar layak jual dan diterima oleh pasar.

4. Perekonomian

Ekowisata juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat terlebih lagi apabila perjalanan wisata yang dilakukan menggunakan sumber daya lokal seperti transportasi, akomodasi dan jasa pemandu. Ekowisata yang dijalankan harus memberikan pendapatan dan keuntungan bagi penduduk sekitar sehingga dapat terus berkelanjutan.

5. Partisipasi masyarakat setempat

Partisipasi masyarakat akan timbul, ketika alam/budaya itu

memberikan manfaat langsung/tidak langsung bagi masyarakat. Agar bisa memberikan manfaat maka alam/ budaya itu harus dikelola dan dijaga. Begitulah hubungan timbal balik antara atraksi wisata-pengelolaan manfaat yang diperoleh dari ekowisata dan partisipasi.

Wisata pantai atau wisata bahari adalah wisata yang objek dan daya

tariknyanya bersumber dari potensi bentang laut (seascape) maupun bentang darat pantai (coastal landscape) (Sunarto, 2000 dalam Yulianda, 2007). Secara terpisah dapat dijelaskan wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumber daya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim. Sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumber daya bawah laut dan dinamika air laut.

Wisata komersial (bisnis), yaitu termasuk perjalanan untuk mengunjungi pameranpameran dan pekan raya yang bersifat komersial, seperti pameran industri, pameran dagang dan sebagainya.

Wisata olahraga, yaitu wisatawan-wisatawan yang melakukan perjalanan dengan tujuan berolahraga atau memang sengaja bermakasud mengambil bagian aktif dalam pesta olahraga di suatu tempat atau Negara.


(3)

Wisata kesehatan, yaitu perjalanan seseorang wisatawan dengan tujuan untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari di mana ia tinggal demi

kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan rohani.

Unsur yang sangat menentukan berkembangnya industri pariwisata adalah objek wisata dan atraksi wisata. Kedua unsur ini merupakan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan. Atau dalam arti lain objek wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisatawan. Di luar negeri tidak mengenal terminologi objek wisata, dan objek wisata dikenal dengan sebutan tourist attraction (atraksi wisata).

Didalam buku perencanaan ekowisata (2006:11), Janianton Damanik & Helmut F.Weber menjelaskan bahwa elemen penawaran wisata sering disebut triple A’s yang terdiri dari atraksi, akesibilitas, dan amenitas. Secara singkat atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan.

Atraksi dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya, dan buatan. Atraksi alam meliputi pemandangan, Atraksi alam meliputi pemandangan alam,seperti Kepulauan Seribu yang menawarkan udara sejuk dan bersih, laut, Atraksi budaya meliputi peninggalan sejarah seperti Candi Prambanan, adat istiadat masyarakat seperti Pasar Terapung di Kalimantan. Adapun atribut buatan dapat dimisalkan Taman Impian Jaya Ancol. Unsur lain yang melekat dalam atraksi ini adalah hospitality, yakni jasa akomodasi atau penginapan restoran , biro perjalanan, dan sebagainya.

Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari,ke dan selama di daerah tujuan wisata (Inskeep,1991) mulai dari darat, laut, sampai udara. Akses ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan waktu, kenyamanan, dan keselamatan.

Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan baik, penukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan (rental), penerbit dan penjual buku panduan wisata, dan lainnya.

Secara pintas produk wisata memiliki arti yang sama, namun sebenarnya berbeda secara prinsipil. Objek wisata adalah semua hal yang menarik untuk dilihat dan dirasakan oleh wisatawan yang bersumber pada alam, sedangkan atraksi wisata adalah sesuati yang menarik untuk dilihat, dinikmati dan dirasakan oleh wisatawan yang dibuat oleh manusia


(4)

yang memerlukan persiapan terlebih dahulu. Dalam pengertian secara lengkap, objek wisata dan atraksi wisata merupakan segala sesuatu yang terdapat di Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang merupakan daya tarik agar orang datang ke tempat tersebut.

Daya tarik wisata disebut juga sebagai objek wisata yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke daerah tujuan wisata. Karena kedudukannya yang sangat

menentukan, maka daya tarik wisata harus dirancang dan dikelola secara profesional dan sedemikian rupa berdasarkan kriteria tertentu sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang.

Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal, motivasi-motivasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar sebagai berikut:

1. Physical or physiological motivation yaitu motivasi yang bersifat fisik atau fisologis, antara lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, bersantai dan sebagainya.

2. Cultural Motivation yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain. Termasuk juga ketertarikan akan berbagai objek tinggalan budaya.

3. Social or interpersonal motivation yaitu motivasi yang bersifat sosial, seperti mengunjungi teman dan keluarga, menemui mitra kerja, melakukan hal-hal yang dianggap mendatangkan gengsi (Prestice), melakukan ziarah, pelarian dari situasi yang membosankan dan seterusnya.

Fantasy Motivation yaitu adanya motivasi bahwa di daerah lain sesorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang menjemukan dan yang memberikan kepuasan psikologis (McIntosh, 1977 dan Murphy, 1985; Pitana, 2005).

Sedangkan menurut Swarbooke dalam bukunya Consumer behaviour in tourism (2007) , membagi motivasi perjalanan wisatawan dalam 6 kategori, yang dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini :

UNIVERSITAS UDAYANA

Tourist

Tourist

Physical -Relaxation -Sun tan -Exercise and health -Sex Physical -Relaxation -Sun tan -Exercise and health -Sex Emotional - Nostalgia -Romance - Adventure -Escapism -Fantasy -Spiritual fulfillment Emotional - Nostalgia -Romance - Adventure -Escapism -Fantasy -Spiritual fulfillment Personal -Visiting friends and relatives -Make a new friends

-Need to satisfy others

-Search for economy if on

Personal -Visiting friends and relatives -Make a new friends

-Need to satisfy others

-Search for economy if on Personal development -Increase knowledge -Learning a Personal development -Increase knowledge -Learning a Status -Exclusivity -Fashionability -Obtaining a good deal -Ostentatious spending Status -Exclusivity -Fashionability -Obtaining a good deal -Ostentatious spending Cultural - Sightseeing - Experience new cultures Cultural - Sightseeing - Experience new cultures


(5)

Gambar 2.1 A typology of motivators in tourism Sumber : Swarbrooke & Horner (2007)

Bentuk produk “Pulau Wisata Terpadu” (PWT) adalah “suatu pulau yang dirancang sebagai suatu destinasi wisata baru yang dilengkapi dengan berbagai atraksi, aksesibilitas, sarana prasarana, fasilitas umum dan pariwisata serta akomodasi” dan mampu menampung semua kebutuhan tourist/pelancong di dalam suatu kawasan pulau tersebut. PWT juga bia menampung berbagai macam jenis pasar pariwisata sesuai dengan potensi yang dimiliki. disamping itu PWT juga bisa mengakomodasi berbagai macam atraksi wisata untuk menunjang kebutuhan wisatawan di suatu pulau tersebut.

2.1.5 PENGERTIAN TERPADU

Wisata terpadu merupakan usaha memadukan berbagai jenis wisata dengan potensi wisata yang terdapat pada suatu kawasan. Wisata terpadu menjadi salah satu dari usaha wisata yang berkembang saat ini. Jenis wisata ini memadukan berbagai wisata yang dikemas dalam satu paket wisata. Kawasan wisata terpadu adalah suatu kawasan wisata yang

menyediakan berbagai sarana, obyek dan daya tarik wisata serta jasa pariwisata yang terletak di suatu kawasan (Perda Batam, 2003). Banyak daerah di Indonesia yang telah

mengembangkan wisata terpadu seperti Provinsi Banten dengan menawarkan cagar budaya, wisata air dan wisata taman batu di Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak.


(6)