Sebaran spesies nematoda sista kentang (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) berdasarkan ketinggian tempat di dataran tinggi Dieng Jawa Tengah

(1)

SEBARAN SPESIES NEMATODA SISTA KENTANG

(

Globodera pallida

(Stone) Behrens

dan

Globodera

rostochiensis

(Woll.) Behrens) BERDASARKAN KETINGGIAN

TEMPAT DI DATARAN TINGGI DIENG JAWA TENGAH

NURJANAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sebaran Spesies Nematoda Sista Kentang (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) Berdasarkan Ketinggian Tempat di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Nurjanah NIM A451064114


(3)

ABSTRACT

NURJANAH. Distribution of Potato Cyst Nematode (Globodera pallida (Stone) Behrens and Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) Based on Altitude in Dieng Highland Central Java. Supervised by SUPRAMANA and GEDE SUASTIKA.

Potato Cyst Nematodes / PCN, (Globadera pallida (Stone) Behrens and Globodera rostochiensis (woll) Behrens are the most important parasitic nematodes of potato. The nematodes have the ability to devastate and kill potato plants. Previous studies estimated the loss of potato at about 2 ton per Ha in every 20 eggs of these nematode per gram of soils. Therefore, this loss decreased the level of potato harvest up to 80%, particularly in the continuing of potato planting. This research was aimed to map out the regions of Potato Cyst Nematodes distributions of G.pallida and G.rostochiensis. This mapping out was based on the altitude of the potato plants in the Dieng higland in Central Java. Then, the result of this research was expected to be used as a material to verify the status of these two species related to the quarantine pest category A1 group II for G.pallida and quarantine pest category A2 group II for G. rostochiensis. The survey was carried out at the potato planting centers at Dieng highland in Central Java. The altitudes of planting centers were determined in the 5 ranges, i.e. <1250 m a. s. l. (above sea level), 1250 m – 1500 m, 1500 m – 1750 m, 1750 m – 2000 m dpl, and > 2000 m dpl. This determination was performed in 26 locations scattered in Wonosobo and Banjarnegara. Morphological characters and Polymerase Chain Reaction (PCR) assay were used to identify the PCN species. PCN was detected in 17 location from the 26 observation and survey locations which scattered within the Dieng highland at the altitude 1460 m a. s. l to the altitude 2123 m a. s. l. By counting the cysts of these nematodes, it was identified that the density of these nematodes were elevated in the location with the altitude at the range of 1750 m a. s. l to the 2000 m a. s. l. A mix species population of PCN was detected at all locations based on morphological and molecular identification. At the lower altitude (1250 – 1550 m a.s.l.), G.rostochiensis was more prevalence than G. pallida. However, G. pallida tend to predominate the area by increasing altitude of the plantation. It is assumed that the higher altitude, the cooler temperature and lower soil temperature were more favorable to G. pallida.

Key words: Altitude, Prevalence, G. pallida, G.rostochiensis, Polymerase Chain Reaction.


(4)

RINGKASAN

NURJANAH. Sebaran Spesies Nematoda Sista Kentang (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) Berdasarkan Ketinggian Tempat di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah. Dibimbing oleh SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA.

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang saat ini menjadi bahan pangan alternatif, sebagai sumber karbohidrat untuk menunjang program diversifikasi pangan. Nematoda Sista Kentang/NSK (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) merupakan nematoda penting pada tanaman kentang karena kemampuan merusak dan mematikan tanaman kentang yang sangat besar. Telah dilakukan estimasi bahwa telah terjadi kehilangan hasil kentang sebesar 2 ton/Ha untuk setiap 20 telur/g tanah. Salah satu tugas pokok dan fungsi dari Unit Pelaksana Teknis di Badan Karantina Pertanian adalah melakukan survai & pemantauan daerah sebar OPT/OPTK, hasil survai dan dari pemantauan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penyempurnaan peraturan dan perundang-undangan karantina. Dari hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai sebaran NSK (G. pallida dan G. rostochiensis) berdasarkan ketinggian tempat. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk memverifikasi status G. pallida yang merupakan OPTK kategori A1 golongan II dan G. rostochiensis yang merupakan OPTK kategori A2 golongan II. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan daerah sebar Nematoda Sista Kentang G. pallida dan G. rostochiensis berdasarkan ketinggian tempat pada tanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah.

Survei dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2008 di sentra pertanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng – Jawa Tengah dengan kisaran ketinggian tempat mulai kurang dari 1250 m dpl sampai dengan ketinggian tempat lebih dari 2000 m dpl pada 26 lokasi yang tersebar di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Identifikasi spesies NSK dengan menggunakan karakter morfologi dilakukan dengan metode sidik pantat (perineal pattern) sista NSK dan untuk memverifikasi Spesies NSK dilakukan deteksi NSK menggunakan Metode PCR (Polymerase Chain Reaction).

Sista NSK ditemukan terdapat pada 17 lokasi dari 26 lokasi yang disurvai. Sista NSK ditemukan tersebar pada ketinggian tempat mulai dari ketinggian 1460 m dpl sampai dengan 2123 m dpl. Prevalensi NSK pada ketinggian tempat 1250 m – 1500 m sebesar 14,3%, pada kisaran ketinggian 1500 m – 1750 m prevalensi NSK sebesar 60%, dan prevalensi NSK pada ketinggian tempat lebih dari 1750 m mencapai 100%. NSK di Dataran tinggi Dieng Jawa Tengah merupakan populasi campuran G. pallida dan G. rostochiensis. Pada kisaran ketinggian tempat antara 1250 m – 1500 m diketahui bahwa spesies G. rostochiensis lebih dominan dibanding G. pallida. Seiring dengan semakin tinggi tempat, maka dominasi digantikan oleh G. pallida. Hasil identifikasi dengan teknik PCR terdeteksi campuran spesies G. Pallida (391 bp) dan G. rostochiensis (238 bp) pada 17 lokasi yang terdeteksi NSK.

Kata kunci : Ketinggian tempat, prevalensi, G. pallida, G. rostochiensis, Polymerase Chain Reaction.


(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(6)

SEBARAN SPESIES NEMATODA SISTA KENTANG

(

Globodera pallida

(Stone) Behrens

dan

Globodera

rostochiensis

(Woll.) Behrens) BERDASARKAN KETINGGIAN

TEMPAT DI DATARAN TINGGI DIENG JAWA TENGAH

NURJANAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Entomologi/Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(7)

Judul Tesis : Sebaran Spesies Nematoda Sista Kentang (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) Berdasarkan Ketinggian Tempat di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah

Nama Mahasiswa : Nurjanah

NIM : A451064114

Disetujui : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Supramana, M.Si Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Entomologi/Fitopatologi

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S


(8)

PRAKATA

Bismillahi rohmaani rohiim. Alhamdulillahi robbil’alamin.

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Sebaran Spesies Nematoda Sista Kentang (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) Berdasarkan Ketinggian Tempat di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah”. Salawat dan salam tercurah kepada Rasullulah SAW, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada Dr. Ir. Supramana M.Si. dan Dr. Ir. Gede Suastika M.Sc. atas bimbingan, kesabaran, pengkayaan wawasan, saran, kritik dan dukungan moril yang sangat besar peranannya dalam penyelesaian penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA, Dr. Ir. Eliza S. Rusli, Dr. Ir Catur Putra Budiman M.Agric. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program magister di IPB.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Arifin Tasrif, M.Sc yang bersedia menjadi Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Aris Widiyanto ( Koordinator PHP Dinas Pertanian Kab. Banjarnegara) atas bantuannya selama survai di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara.

Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada rekan-rekan di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian Rumenda Ginting, Yani Dawi, Jati Adiputra, Dwi Sugipriatini, Titi Sumarti, Derhani LG, Rahmawati, Ummu Salamah R, Andi Prasetiawan, Ariningsih SE dan R. Yudiarto atas persahabatan dan kerjasamanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada mbak Tuti dari laboratorium Virologi IPB dan Bruce Ochieng Obura atas persahabatan dan bantuannya selama penelitian.

Rasa hormat yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Muhamad Saripin (alm), ibunda Julaecha dan kakanda Nurlaela yang telah mencurahkan kasih sayang, doa dan bimbingan. Ucapan terima kasih yang tidak terhingga juga penulis ucapkan kepada suami tercinta Fajarudin Mijiono dan ananda tercinta Kamila Nurhanifah atas kesabaran, kasih sayang dan dukungannya. Ucapan terima kasih disampaikan pula pada Mertua Bapak M Dahlan dan Ibu Siti Absah, dan adik ipar Atun dan Tiyok atas doa, dorongan semangat dan bantuan moril selama ini.

Akhir kata saya haturkan terima kasih kepada semua pihak dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk kepentingan umat manusia dan ilmu pengetahuan.

Bogor, 13 Januari 2009


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nurjanah, SP. Dilahirkan di Bandung tanggal 13 Agustus 1976, sebagai anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Bapak Muhamad Saripin dan Ibu Julaecha. Penulis menikah dengan Fajarudin Mijiono pada tahun 2005 dan dikaruniai anak bernama Kamila Nurhanifah pada tahun 2006.

Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 11 Bandung, lulus pada tahun 1994. Penulis melanjutkan ke pendidikan tinggi di Universitas Padjadjaran Bandung, Fakultas Pertanian, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan pada tahun 1994 -1999.

Penulis pernah bekerja sebagai Tenaga Pendamping Penyuluh Pertanian pada Program Peningkatan Penyuluhan Pertanian Untuk Memberdayakan Masyarakat Tani (kerjasama Deptan-IPB-Depkop PKM) tahun 1999-2000. Pada Tahun 2000-2001 penulis bekerja sebagai Service Supervisor di PT. Rentokil Indonesia di Jakarta, kemudian penulis bekerja sebagai Technical Executive di PT. AGRICON Bogor tahun 2001-2005. Pada Tahun 2005-2006 penulis diterima sebagai Tenaga Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan di Stasiun Karantina Tumbuhan Kelas II Cilacap. Kemudian sejak tahun 2006 penulis bekerja sebagai Tenaga Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, Jakarta.

Pada tahun 2007 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan ke Program Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Program Studi Entomologi dan Fitopatologi. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Tujuan ... Perumusan Masalah ... Hipotesis ...

TINJAUAN PUSTAKA ... Klasifikasi Nematoda Sista Kentang (Globodera rostochiensis dan Globodera pallida)... Morfologi Nematoda sista emas (G. rostochiensis) ... Morfologi Nematoda sista putih (G. pallida) ... Biologi dan Ekologi NSK ...

- Biologi NSK ... - Ekologi NSK ... Sebaran NSK ...

- Sebaran Geografi NSK ... - Sebaran Horisontal NSK ... Karakterisasi NSK ... - Karakterisasi NSK berdasarkan Morfologi ... - Karakterisasi NSK berdasarkan Biomolekuler ...

BAHAN DAN METODE ... Tempat dan Waktu Penelitian ... Metode Penelitian ... - Penentuan lahan contoh ... - Pengumpulan sampel tanah dari tanaman kentang yang terinfeksi - Ekstraksi sista NSK ... Identifikasi spesies NSK berdasarkan karakter morfologi ... Identifikasi spesies NSK berdasarkan karakter molekuler...

x xi xii 1 1 3 3 4 5 5 5 6 7 7 9 11 11 13 13 13 15 18 18 18 18 18 19 19 21


(11)

SEBARAN SPESIES NEMATODA SISTA KENTANG

(

Globodera pallida

(Stone) Behrens

dan

Globodera

rostochiensis

(Woll.) Behrens) BERDASARKAN KETINGGIAN

TEMPAT DI DATARAN TINGGI DIENG JAWA TENGAH

NURJANAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sebaran Spesies Nematoda Sista Kentang (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) Berdasarkan Ketinggian Tempat di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Nurjanah NIM A451064114


(13)

ABSTRACT

NURJANAH. Distribution of Potato Cyst Nematode (Globodera pallida (Stone) Behrens and Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) Based on Altitude in Dieng Highland Central Java. Supervised by SUPRAMANA and GEDE SUASTIKA.

Potato Cyst Nematodes / PCN, (Globadera pallida (Stone) Behrens and Globodera rostochiensis (woll) Behrens are the most important parasitic nematodes of potato. The nematodes have the ability to devastate and kill potato plants. Previous studies estimated the loss of potato at about 2 ton per Ha in every 20 eggs of these nematode per gram of soils. Therefore, this loss decreased the level of potato harvest up to 80%, particularly in the continuing of potato planting. This research was aimed to map out the regions of Potato Cyst Nematodes distributions of G.pallida and G.rostochiensis. This mapping out was based on the altitude of the potato plants in the Dieng higland in Central Java. Then, the result of this research was expected to be used as a material to verify the status of these two species related to the quarantine pest category A1 group II for G.pallida and quarantine pest category A2 group II for G. rostochiensis. The survey was carried out at the potato planting centers at Dieng highland in Central Java. The altitudes of planting centers were determined in the 5 ranges, i.e. <1250 m a. s. l. (above sea level), 1250 m – 1500 m, 1500 m – 1750 m, 1750 m – 2000 m dpl, and > 2000 m dpl. This determination was performed in 26 locations scattered in Wonosobo and Banjarnegara. Morphological characters and Polymerase Chain Reaction (PCR) assay were used to identify the PCN species. PCN was detected in 17 location from the 26 observation and survey locations which scattered within the Dieng highland at the altitude 1460 m a. s. l to the altitude 2123 m a. s. l. By counting the cysts of these nematodes, it was identified that the density of these nematodes were elevated in the location with the altitude at the range of 1750 m a. s. l to the 2000 m a. s. l. A mix species population of PCN was detected at all locations based on morphological and molecular identification. At the lower altitude (1250 – 1550 m a.s.l.), G.rostochiensis was more prevalence than G. pallida. However, G. pallida tend to predominate the area by increasing altitude of the plantation. It is assumed that the higher altitude, the cooler temperature and lower soil temperature were more favorable to G. pallida.

Key words: Altitude, Prevalence, G. pallida, G.rostochiensis, Polymerase Chain Reaction.


(14)

RINGKASAN

NURJANAH. Sebaran Spesies Nematoda Sista Kentang (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) Berdasarkan Ketinggian Tempat di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah. Dibimbing oleh SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA.

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang saat ini menjadi bahan pangan alternatif, sebagai sumber karbohidrat untuk menunjang program diversifikasi pangan. Nematoda Sista Kentang/NSK (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) merupakan nematoda penting pada tanaman kentang karena kemampuan merusak dan mematikan tanaman kentang yang sangat besar. Telah dilakukan estimasi bahwa telah terjadi kehilangan hasil kentang sebesar 2 ton/Ha untuk setiap 20 telur/g tanah. Salah satu tugas pokok dan fungsi dari Unit Pelaksana Teknis di Badan Karantina Pertanian adalah melakukan survai & pemantauan daerah sebar OPT/OPTK, hasil survai dan dari pemantauan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penyempurnaan peraturan dan perundang-undangan karantina. Dari hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai sebaran NSK (G. pallida dan G. rostochiensis) berdasarkan ketinggian tempat. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk memverifikasi status G. pallida yang merupakan OPTK kategori A1 golongan II dan G. rostochiensis yang merupakan OPTK kategori A2 golongan II. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan daerah sebar Nematoda Sista Kentang G. pallida dan G. rostochiensis berdasarkan ketinggian tempat pada tanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah.

Survei dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2008 di sentra pertanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng – Jawa Tengah dengan kisaran ketinggian tempat mulai kurang dari 1250 m dpl sampai dengan ketinggian tempat lebih dari 2000 m dpl pada 26 lokasi yang tersebar di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Identifikasi spesies NSK dengan menggunakan karakter morfologi dilakukan dengan metode sidik pantat (perineal pattern) sista NSK dan untuk memverifikasi Spesies NSK dilakukan deteksi NSK menggunakan Metode PCR (Polymerase Chain Reaction).

Sista NSK ditemukan terdapat pada 17 lokasi dari 26 lokasi yang disurvai. Sista NSK ditemukan tersebar pada ketinggian tempat mulai dari ketinggian 1460 m dpl sampai dengan 2123 m dpl. Prevalensi NSK pada ketinggian tempat 1250 m – 1500 m sebesar 14,3%, pada kisaran ketinggian 1500 m – 1750 m prevalensi NSK sebesar 60%, dan prevalensi NSK pada ketinggian tempat lebih dari 1750 m mencapai 100%. NSK di Dataran tinggi Dieng Jawa Tengah merupakan populasi campuran G. pallida dan G. rostochiensis. Pada kisaran ketinggian tempat antara 1250 m – 1500 m diketahui bahwa spesies G. rostochiensis lebih dominan dibanding G. pallida. Seiring dengan semakin tinggi tempat, maka dominasi digantikan oleh G. pallida. Hasil identifikasi dengan teknik PCR terdeteksi campuran spesies G. Pallida (391 bp) dan G. rostochiensis (238 bp) pada 17 lokasi yang terdeteksi NSK.

Kata kunci : Ketinggian tempat, prevalensi, G. pallida, G. rostochiensis, Polymerase Chain Reaction.


(15)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(16)

SEBARAN SPESIES NEMATODA SISTA KENTANG

(

Globodera pallida

(Stone) Behrens

dan

Globodera

rostochiensis

(Woll.) Behrens) BERDASARKAN KETINGGIAN

TEMPAT DI DATARAN TINGGI DIENG JAWA TENGAH

NURJANAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Entomologi/Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(17)

Judul Tesis : Sebaran Spesies Nematoda Sista Kentang (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) Berdasarkan Ketinggian Tempat di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah

Nama Mahasiswa : Nurjanah

NIM : A451064114

Disetujui : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Supramana, M.Si Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Entomologi/Fitopatologi

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S


(18)

PRAKATA

Bismillahi rohmaani rohiim. Alhamdulillahi robbil’alamin.

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Sebaran Spesies Nematoda Sista Kentang (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) Berdasarkan Ketinggian Tempat di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah”. Salawat dan salam tercurah kepada Rasullulah SAW, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada Dr. Ir. Supramana M.Si. dan Dr. Ir. Gede Suastika M.Sc. atas bimbingan, kesabaran, pengkayaan wawasan, saran, kritik dan dukungan moril yang sangat besar peranannya dalam penyelesaian penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA, Dr. Ir. Eliza S. Rusli, Dr. Ir Catur Putra Budiman M.Agric. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program magister di IPB.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Arifin Tasrif, M.Sc yang bersedia menjadi Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Aris Widiyanto ( Koordinator PHP Dinas Pertanian Kab. Banjarnegara) atas bantuannya selama survai di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara.

Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada rekan-rekan di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian Rumenda Ginting, Yani Dawi, Jati Adiputra, Dwi Sugipriatini, Titi Sumarti, Derhani LG, Rahmawati, Ummu Salamah R, Andi Prasetiawan, Ariningsih SE dan R. Yudiarto atas persahabatan dan kerjasamanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada mbak Tuti dari laboratorium Virologi IPB dan Bruce Ochieng Obura atas persahabatan dan bantuannya selama penelitian.

Rasa hormat yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Muhamad Saripin (alm), ibunda Julaecha dan kakanda Nurlaela yang telah mencurahkan kasih sayang, doa dan bimbingan. Ucapan terima kasih yang tidak terhingga juga penulis ucapkan kepada suami tercinta Fajarudin Mijiono dan ananda tercinta Kamila Nurhanifah atas kesabaran, kasih sayang dan dukungannya. Ucapan terima kasih disampaikan pula pada Mertua Bapak M Dahlan dan Ibu Siti Absah, dan adik ipar Atun dan Tiyok atas doa, dorongan semangat dan bantuan moril selama ini.

Akhir kata saya haturkan terima kasih kepada semua pihak dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk kepentingan umat manusia dan ilmu pengetahuan.

Bogor, 13 Januari 2009


(19)

RIWAYAT HIDUP

Nurjanah, SP. Dilahirkan di Bandung tanggal 13 Agustus 1976, sebagai anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Bapak Muhamad Saripin dan Ibu Julaecha. Penulis menikah dengan Fajarudin Mijiono pada tahun 2005 dan dikaruniai anak bernama Kamila Nurhanifah pada tahun 2006.

Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 11 Bandung, lulus pada tahun 1994. Penulis melanjutkan ke pendidikan tinggi di Universitas Padjadjaran Bandung, Fakultas Pertanian, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan pada tahun 1994 -1999.

Penulis pernah bekerja sebagai Tenaga Pendamping Penyuluh Pertanian pada Program Peningkatan Penyuluhan Pertanian Untuk Memberdayakan Masyarakat Tani (kerjasama Deptan-IPB-Depkop PKM) tahun 1999-2000. Pada Tahun 2000-2001 penulis bekerja sebagai Service Supervisor di PT. Rentokil Indonesia di Jakarta, kemudian penulis bekerja sebagai Technical Executive di PT. AGRICON Bogor tahun 2001-2005. Pada Tahun 2005-2006 penulis diterima sebagai Tenaga Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan di Stasiun Karantina Tumbuhan Kelas II Cilacap. Kemudian sejak tahun 2006 penulis bekerja sebagai Tenaga Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, Jakarta.

Pada tahun 2007 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan ke Program Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Program Studi Entomologi dan Fitopatologi. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian.


(20)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Tujuan ... Perumusan Masalah ... Hipotesis ...

TINJAUAN PUSTAKA ... Klasifikasi Nematoda Sista Kentang (Globodera rostochiensis dan Globodera pallida)... Morfologi Nematoda sista emas (G. rostochiensis) ... Morfologi Nematoda sista putih (G. pallida) ... Biologi dan Ekologi NSK ...

- Biologi NSK ... - Ekologi NSK ... Sebaran NSK ...

- Sebaran Geografi NSK ... - Sebaran Horisontal NSK ... Karakterisasi NSK ... - Karakterisasi NSK berdasarkan Morfologi ... - Karakterisasi NSK berdasarkan Biomolekuler ...

BAHAN DAN METODE ... Tempat dan Waktu Penelitian ... Metode Penelitian ... - Penentuan lahan contoh ... - Pengumpulan sampel tanah dari tanaman kentang yang terinfeksi - Ekstraksi sista NSK ... Identifikasi spesies NSK berdasarkan karakter morfologi ... Identifikasi spesies NSK berdasarkan karakter molekuler...

x xi xii 1 1 3 3 4 5 5 5 6 7 7 9 11 11 13 13 13 15 18 18 18 18 18 19 19 21


(21)

Analisis Data ... HASIL DAN PEMBAHASAN ... Prevalensi NSK berdasarkan Ketinggian Tempat ...

- Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Jumlah Sista NSK.. - Hubungan antara Suhu Tanah dengan Jumlah Sista NSK... - Korelasi antara Jumlah Sista NSK dengan Ketinggian Tempat

dan Suhu Tanah ... Dominasi Spesies NSK berdasarkan Ketinggian Tempat ... Verifikasi Spesies NSK melalui PCR ...

SIMPULAN DAN SARAN ...

DAFTAR PUSTAKA ...

23 24 24 26 27

28 30 31

37


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman 1

2 3

Daerah sebar NSK di Pulau Jawa ... Perbedaan ciri morfologi G. rostochiensis dan G. pallida... Hasil korelasi antara ketinggian, jumlah sista, suhu tanah dan jumlah tanaman ...

12 20


(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Skema Siklus hidup Globodera spp (Evans & Stone 1977 dalam Marks & Brodie 1998) ... Tipe bentuk sista untuk Globodera, Punctodera, Cactodera dan Heterodera (Marks & Brodie 1998) ...

Pola perkembangan fenestra dari sista Heteroderinae (Marks & Brodie 1998)... Bagian perineal sista Globodera (Marks & Brodie 1998) ...

Bentuk ridge vulval-anal G. rostochiensis dan G. pallida (Marks & Brodie 1998) ...

G. rostochiensis (a), G. pallida (b) ...

Gejala serangan NSK (a) & (b), sista NSK di sekitar daerah perakaran tanaman kentang (c) (Nurjanah 2008) ... Prevalensi sista NSK berdasarkan ketinggian tempat di Dataran tinggi Dieng Jawa Tengah ... Hubungan antara ketinggian tempat dengan jumlah sista NSK ...

Hubungan antara suhu tanah dengan jumlah sista NSK ... Pengaruh ketinggian tempat terhadap proporsi spesies NSK ... Produk PCR sista G. rostochiensis dan G. Pallida yang diambil dari lokasi dengan ketinggian tempat 1250 m dpl – 1750 m dpl : ”...” .. Produk PCR sista G. rostochiensis yang diambil dari lokasi pada ketinggian tempat1750 m dpl – 2000 m dpl : ”...” ... Produk PCR sista G. pallida yang diambil dari lokasi pada ketinggian tempat1750 m dpl – 2000 m dpl : ”...” ... Produk PCR sista G. rostochiensis, G. pallida yang diambil dari lokasi pada ketinggian tempat lebih dari 2000 m dpl: ”...” ... Produk PCR sista NSK menggunakan primer spesifik G. rostochiensis, G. pallida dan primer universal (Muholland et al. 1988), dengan jumlah sista NSK yang diekstraksi adalah 1, 5, dan 10 sista... 7 14 14 15 15 21 24 25 27 28 30 31 32 32 33 35


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1

2

3 4

5

6 7

Lokasi Pengambilan sampel sista NSK ... Daerah sebar NSK di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah ... Data prevalensi NSK di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah

Hasil analisis regresi : Jumlah sista NSK versus ketinggian tempat ... Hasil analisis regresi : Jumlah sista NSK versus suhu tanah ... Identifikasi morfologi sista NSK ... Hasil pengamatan sidik pantat sista NSK ...

43

44 47

48

49 50 51


(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang saat ini menjadi bahan pangan alternatif, sebagai sumber karbohidrat untuk menunjang program diversifikasi pangan.Kebutuhan kentang dari tahun ke tahun semakin bertambah sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan gizi (Rukmana 1997). Perubahan pada konsumsi masyarakat Indonesia dewasa ini juga turut berperan dalam memacu peningkatan kebutuhan kentang.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2008) di indonesia setiap tahun terjadi penurunan produksi kentang. Pada tahun 2007 terjadi penurunan produksi kentang sebesar 5.887 ton, yaitu dari produksi 1.009.619 ton pada tahun 2005 menjadi 1.003.732 ton pada tahun 2007. Pada tahun 2005 produksi kentang mengalami penurunan sebesar 62.421 ton, yaitu dari produksi 1.072.040 ton pada tahun 2004 menjadi 1.009.619 ton pada tahun 2005.

Rendahnya produktivitas kentang disebabkan beberapa faktor, diantaranya adalah gangguan hama dan penyakit, iklim, teknik budidaya, pembibitan (mutu bibit) dan kesuburan tanah. Di antara faktor-faktor tersebut, gangguan hama dan penyakit merupakan penyebab utama penurunan produksi kentang di Indonesia. Penyakit penting yang menyebabkan penurunan produksi kentang di Indonesia adalah penyakit tanaman yang disebabkan oleh berbagai cendawan, bakteri, virus, viroids dan nematoda dengan intensitas serangan yang sangat tinggi. Keberadaan nematoda pada tanaman kentang merupakan salah satu kendala yang mempengaruhi produksi kentang. Nematoda Sista Kentang (Globodera pallida (Stone) Behrens dan Globodera rostochiensis (Woll.) Behrens) merupakan nematoda terpenting pada tanaman kentang (Luc et al. 1995) karena kemampuan merusak dan mematikan tanaman kentang yang sangat besar. Nematoda sista kentang (NSK) dapat dengan mudah menyebar melalui tanah, mesin pertanian , umbi kentang, dan melalui air.

Gejala yang nampak akibat serangan NSK adalah terjadinya kerusakan akar yang menyebabkan berkurangnya penyerapan air dan hara, sehingga sistem perakaran berkurang, terdapat betina berwarna putih dan sista berwarna putih, kuning emas, sampai coklat mengkilat, permukaan umbi


(26)

pecah-pecah atau terdapat lekuk-lekuk kecil. Bagian tanaman di atas permukaan tanah pertumbuhannya terhambat (kerdil) dan daunnya menguning (klorosis) dan layu pada siang hari yang terik (Luc et al. 1995). Interaksi antara NSK dengan patogen kentang lainnya menyebabkan kerusakan tanaman lebih parah (kompleks penyakit). Menurut CABI (2007) tingkat keparahan penyakit, dalam hubungannya dengan berat umbi kentang yang dihasilkan adalah tergantung dari jumlah telur NSK per unit tanah.

Nematoda sista kentang diketahui terdapat di 70 negara khususnya di daerah dingin pada wilayah trofis, subtrofis dan daerah temperate di dunia (CABI 2007). Telah dilakukan estimasi bahwa terjadi kehilangan hasil kentang sebesar 2 ton/Ha untuk setiap 20 telur/g tanah. Oleh karena itu dapat terjadi kehilangan hasil panen kentang sekitar 80% jika populasi NSK terus meningkat akibat penanaman kentang secara terus-menerus dan tingkat serangan NSK yang sangat tinggi (Spears 1968).

Nematoda sista kentang Globodera spp., merupakan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK), sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 38/Kpts/HK.060/1/ 2006, Tanggal 27 Januari 2006, Tentang Jenis-jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan I Kategori A1 dan A2, Golongan II Kategori A1 dan A2, Tanaman Inang, Media Pembawa dan Daerah Sebarnya. G. pallida termasuk OPTK kategori A1 golongan II, sedangkan G. rostochiensis termasuk OPTK kategori A2 golongan II. Sebagai OPT baru yang mempunyai potensi menyerang, menetap dan/atau menyebar ke kawasan tertentu perlu dilakukan tindakan eradikasi/eliminasi dengan tujuan akhir OPT tersebut berhasil dimusnahkan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lisnawita (2007) diketahui bahwa NSK telah terdeteksi di sentra-sentra pertanaman kentang di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat dan diduga NSK sudah ada di daerah tersebut untuk waktu yang cukup lama. Di Jawa Tengah, petani telah menanam kentang dengan menggunakan bibit asal Jerman sejak tahun 1985 (Suwardiwijaya et al. 2007). Kondisi ini memungkinkan bagi NSK untuk menetap di daerah tersebut. Menurut Brodie (1984), untuk dapat terdeteksi dan menyebabkan endemik di suatu daerah, NSK memerlukan waktu sekitar 7 tahun.

Salah satu tugas pokok dan fungsi dari Unit Pelaksana Teknis di Badan Karantina Pertanian adalah melakukan survai & pemantauan daerah sebar


(27)

OPT/OPTK, hasil survai dan dari pemantauan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penyempurnaan peraturan dan perundang-undangan karantina. Dari hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai sebaran nematoda sista kentang (G. pallida dan G. rostochiensis) berdasarkan ketinggian tempat. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk memverifikasi status G. pallida yang merupakan OPTK kategori A1 golongan II dan G. rostochiensis yang merupakan OPTK kategori A2 golongan II. Berdasarkan data perkembangan kumulatif luas serangan NSK, maka penelitian dilaksanakan di beberapa sentra penanaman kentang di daerah Dieng – Jawa Tengah.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan daerah sebar spesies NSK G. pallida dan G. rostochiensis di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah.

Perumusan Masalah

Nematoda sista kentang (NSK) merupakan patogen yang sulit dikendalikan. Menurut Stevenson et al. (2001) sekali NSK terinfestasi pada suatu lahan, maka nematoda akan tetap ada di lahan tersebut dan mungkin lahan tersebut sulit untuk dapat bersih dari NSK. Di Inggris dilaporkan ambang ekonomi untuk G. rostochiensis adalah 15 telur/g tanah. Di Jerman dilaporkan infestasi G. rostochiensis menimbulkan kerugian 11%, 27% dan 43% pada kepadatan populasi 100, 1000 dan 10.000 larva/100 cm3 tanah (CABI 2007). NSK dapat tersebar secara pasif bersama tanah atau umbi. Untuk mencegah penyebaran NSK yang lebih luas, dibutuhkan survei mengenai sebaran NSK berdasarkan ketinggian tempat. Dari hasil survai dapat diperoleh data mengenai jenis dan jumlah NSK berdasarkan ketinggian tempat. Data yang diperoleh sangat diperlukan untuk menentukan kepadatan populasi NSK, pola penguasaan ruang oleh NSK dan tipe penyebaran NSK. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Lisnawita 2007) dinyatakan bahwa NSK telah terdapat di 4 desa yang di Dieng pada kisaran ketinggian tempat antara 1600 m dpl – 1700 m dpl, sehingga diperlukan data mengenai sebaran NSK pada ketinggian tempat di bawah 1400 m dpl dan di atas 1700 m dpl. Pada penelitian ini dilakukan survai di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah dengan kisaran ketinggian tempat antara 1250 m dpl – lebih dari 2000 m dpl. Dari data hasil survai dapat diperoleh data kejadian


(28)

penyakit (prevalensi) NSK pada daerah-daerah yang sudah dilaporkan terinfestasi maupun yang belum terinfestasi NSK.

Hipotesis

1. Terdapat korelasi antara ketinggian tempat dan sebaran spesies NSK. 2. Semakin tinggi tempat maka populasi Globodera pallida semakin

banyak.

3. Kejadian penyakit (prevalensi) NSK telah menyebar hampir di seluruh hamparan pada sentra penanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah.


(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Nematoda Sista Kentang (Globodera rostochiensis dan Globodera pallida)

Klasifikasi nematoda sista kentang berdasarkan CABI (2007) adalah sebagai berikut : Globodera sp termasuk ke dalam superkingdom Eukaryota, kingdom Animalia, phylum Nematoda, Kelas Chromadea, ordo Tylenchida, subordo Tylenchina, superfamili Tylenchoidea, famili Heteroderidae, subfamili Heteroderinae, dan genus Globodera. Globodera mempunyai 14 spesies, terdapat 2 spesies yang menjadi parasit utama pada kentang yaitu spesies Globodera rostochiensis (Wollenweber) Behrens dan Globodera pallida (Stone) Behrens. G. rostochiensis dengan sista berwarna emas/kuning (Golden cyst nematode), dan G. pallida dengan sista berwarna putih (white cyst nematode).

Morfologi Nematoda Sista Emas (G.rostochiensis)

Telur. Telur berada di dalam sista. Permukaan telur licin, mempunyai panjang 101 – 104 µm dan lebar 46 - 48 µm. Rasio panjang dan lebar adalah 2,1-2,5.

Juvenil. Juvenil 1 berada di dalam telur, Juvenil 2 (J2) menetas dari telur. Juvenil 2 berbentuk seperti cacing (vermiform) dengan kepala yang bulat dan stilet berkembang dengan baik serta knob stilet bulat (rounded). Panjang tubuh 468,0 ± 100,0 µm. panjang kepala 4,6 ± 0,6 µm, panjang stilet 22,0 ± 0,7 µm, panjang ekor 44,0 ± 12,0 µm, dan panjang ekor yang hilain 26,5 ± 2 µm.

Jantan. Jantan berbentuk seperti cacing (vermiform), bentuk kepala bulat dan stilet pendek dengan knob yang berkembang baik (Stone 1973). Jika difiksasi tubuh akan melengkung seperi huruf C atau S. Testis tunggal terdapat di tengah tubuh. Panjang tubuh 0,89 - 1,27 mm dengan lebar tubuh pada lubang ekskresi 28 ± 1,7 µm, lebar dasar kepala 11,8 ± 0,6 µm, panjang kepala 7 ± 0,3 µm, dan panjang stilet 26,0 ± 1 µm.

Betina. Betina berbentuk bulat tanpa kerucut (cone) dan berwarna putih bersih (Supramana, 2004). Betina keluar dari korteks akar sekitar 4-5 minggu


(30)

setelah J2 berinvasi. Panjang stilet 23,0 ± 1 µm, lebar kepala 5,2 ± 0,7 µm, dan jumlah lekukan antara vulva dan anus (cuticular ridges) adalah 21 ± 3.

Sista. Sista berbentuk globuler (Dropkin 1999). Sista berisi telur yang merupakan generasi berikutnya dari G. rostochiensis dan dibentuk dari kutikula betina yang mati. Sista berwarna kuning sampai coklat muda, berkilat, berbentuk bulat. Panjang sista tanpa leher 445 ± 50 µm dan lebar 382 ± 60 µm, panjang leher 104 ± 19 µm. Rata-rata diameter fenestra 19 ± 2 µm. Jarak dari anus ke fenestra 66,5 ± 10,3 µm, serta rasio Granek 3,6 ± 0,8 (CABI 2007).

Morfologi Nematoda Sista Putih (G.pallida)

Telur. Telur berada di dalam sista dan permukaan telur licin. Telur berukuran 108,3 ± 2 µm x 43,2 ± 3,2 µm.

Juvenil. Juvenil (J2) merupakan stadia yang infektif. J2 G.pallida umumnya lebih besar, stilet lebih panjang dengan knob stilet meruncing (pointed) dan lebih kuat dibandingkan G. rostochiensis. Juvenil sering ditemukan di dalam tanah bersama-sama dengan sista. Panjang tubuh 486 + 2,8 µm, panjang stilet 23,0 ± 1,0 µm, panjang ekor 51,1 ± 2,8 µm dan lebar ekor pada anus 12,1 ± 0,4 µm.

Jantan. Jantan berbentuk seperti cacing (vermiform), bentuk kepala bulat dan stilet pendek dengan knob yang berkembang baik. Bila diperlakukan dengan panas maka tubuh akan berbentuk C atau S. Ekor pendek, setengah melingkar, spikula terbuka di dekat ujung ekor. Terdapat testis tunggal yang berada kira-kira 60% dari panjang tubuh jantan 1200 + 100 µm, lebar dasar kepala 12,3 + 0,5 µm, panjang kepala 6 ± 0,3 µm, panjang stilet 27,5 ± 1,0 µm, panjang ekor 5,2 ± 1,4 µm, lebar ekor pada anus 13,5 ± 2,1 µm

Betina. Betina berbentuk bulat, dengan leher yang pendek. Panjang stilet 27,4 ± 1,1 µm, lebar kepala 5,2 ± 0,5 µm, dan jumlah lekukan antara vulva dan anus (cuticular ridges) adalah 12,5 ± 3,1 µm.

Sista. Sista berwarna krem sampai coklat muda, berkilat, berbentuk bulat dan mempunyai leher yang menonjol. Setiap sista berisi 200-500 telur. Sista berukuran lebar 534 ± 66 µm, panjang tidak termasuk leher 579 ± 70 µm, panjang leher 188 ± 20 µm. Rata-rata diemeter fenestra 24,5 ± 5 µm. Jarak dari anus ke fenestra 50 ± 13,4 µm dan rasio Granek 2,2 ± 1(CABI 2007).


(31)

Biologi dan Ekologi NSK

Biologi NSK

Sebagian besar nematoda parasit tumbuhan hidup di dalam tanah dan mendapat sumber bahan makanan dari perakaran tanaman. Nematoda sista kentang merupakan endoparasit menetap, betina berkembang menjadi sista (dapat bertahan hidup dalam tanah > 20 tahun). Sebagian besar spesies Globodera sudah membentuk sista menempel dengan bagian anterior tubuhnya menyusup dalam korteks, sedangkan bagian posteriornya di luar jaringan akar (semi endoparasit). Bentuk sista membulat (globular atau spheroid), warnanya sebagian besar kuning emas, sebagian lagi putih dan kuning tua sampai coklat (Spears et al. 1968).

Siklus hidup nematoda sista kentang berlangsung selama 45 hari (tergantung kesesuaian tanaman dan suhu tanah). Adapun siklus hidup NSK adalah sebagai berikut :

- Fase telur

- Fase juvenil terdiri dari juvenil 1 (J1), juvenil 2 (J2), juvenile 3 (J3) dan juvenile 4 (J4). Juvenil mengalami 4 kali pergantian kulit (molting). - Nematoda dewasa yang terdiri dari nematoda jantan (♂) dan

nematoda betina (♀).

Gambar 1 Skema Siklus hidup Globodera spp (Evans & Stone 1977 dalam Marks & Brodie 1998)


(32)

Bagian yang aktif dari siklus hidup dimulai ketika juvenil stadia ke dua (J2) menetas dari telur. Penetasan terjadi bila temperatur tanah cukup hangat (di atas 100C) dan ada rangsangan senyawa kimia yang dikeluarkan oleh ujung akar tanaman inang (Clark & Hannessy 1984; Rawsthorne & Brodie 1986). Rangsangan ini bersifat spesifik yaitu hanya terjadi pada tanaman dari famili Solanaceae seperti kentang, tomat, terung dan S. dulcamara (sejenis gulma). Menurut Devine & Jones (2000), sedikitnya ada sembilan senyawa kimia yang disebut faktor penetasan (hatching factors) yang berperan dalam penetasan telur NSK. Beberapa dari senyawa ini telah diidentifikasi dan dikarakterisasi, salah satunya adalah solanoeclepin A (Mulder et al. 1997).

Rangsangan eksudat akar menyebabkan 60 – 80 % telur menetas, sekitar 5% penetasan terjadi di dalam air dan 30% penetasan terjadi secara spontan tanpa inang (Fenwick 1994). Bila kondisi lingkungan tidak mendukung dan tidak ada rangsangan untuk menetas, telur berada dalam kondisi dorman di dalam sista. Pada stadia dorman, nematoda lebih resisten terhadap nematisida (Spears et al. 1968).

Nematoda mempunyai empat stadia juvenil dan stadia dewasa (jantan dan betina). J2 yang menetas dari telur, keluar dari sista, dan melakukan penetrasi pada ujung akar tanaman inang. Selanjutnya J2 masuk ke dalam akar di dekat titik tumbuh atau akar-akar lateral dengan menusukkan stiletnya pada sel epidermis, masuk dan bergerak dalam akar secara intraselluler dan akhirnya menetap dan memulai makan di perisikel, korteks atau endodermis. Tusukan stilet menyebabkan masuknya saliva ke dalam sel dan merangsang pembentukan sinsitium yang dikelilingi oleh satu lapisan sel hiperplastik yang berguna untuk mentransfer nutrisi ke nematoda (Jones & Nortconte 1972).

Interaksi inang-parasit mempengaruhi perkembangan juvenile stadia empat (J4) untuk menjadi betina atau jantan. Jenis kelamin dipengaruhi oleh kecukupan nutrisi. Nutrisi yang kurang akan menghasilkan NSK jantan, sebaliknya jika nutrisi cukup tersedia akan menghasilkan betina. Pada saat terjadi infeksi berat, NSK jantan menjadi lebih dominan, dan sebaliknya. Proses pelukaan terjadi pada saat NSK betina membengkak, memecah korteks akar, dan mengeluarkan bagian posterior, sedangkan bagian kepala dan leher masih tetap berada di dalam akar. Dalam perkembangannya, NSK jantan melingkar di dalam kutikula larva J4 dan memecah kutikula, kemudian menetas. Jantan


(33)

dewasa berbentuk cacing (vermiform), keluar dari akar dan masuk ke dalam tanah (Evans & Turner 1998).

Reproduksi NSK terjadi secara seksual. Nematoda betina menghasilkan feromon untuk memikat atau menarik jantan yang berada di dalam tanah. Perkawinan segera terjadi beberapa saat kemudian. Setelah kawin, setiap betina menghasilkan sekitar 200 – 500 telur, kemudian betina mati dan dinding tubuhnya akan membungkus telur dan membentuk sista. Perkembangan embrio terjadi di dalam telur hingga juvenil kedua. Penetasan kembali terjadi bila ada rangsangan yang dihasilkan oleh akar tanaman inang dan kondisi lingkungan yang sesuai dan siklus hidup akan berulang kembali. NSK akan melengkapi siklus hidupnya selama 38-48 hari tergantung pada temperatur tanah (Lisnawita 2007).

Nematoda sista kentang mempunyai struktur untuk mempertahankan diri di dalam tanah yang disebut sista. Sista merupakan tubuh betina yang telah mati, yang di dalamnya berisi telur (Lisnawita 2007). Sista dan telur merupakan stadia yang persisten dari siklus hidup NSK. Sista yang baru terbentuk mengandung sekitar 500 telur. Telur dapat bertahan hidup selama 30 tahun di dalam sista. Ketika tidak ada tanaman kentang, sista tetap tinggal di dalam tanah, sebagian dari sista akan menetas secara alami untuk mengurangi kepadatan populasi, dan sebagian sista lainnya akan tetap berada di dalam tanah untuk waktu yang lama tanpa inang. Kemampuan bertahan hidup, reproduksi dan dinamika populasi NSK sangat dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban, panjang hari dan faktor lingkungan di sekitarnya (Lisnawita 2007).

Ekologi NSK

Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah biotik (tanaman dan organisme yang lain), dan abiotik (tanah, suhu, kelembaban, senyawa kimia, dll). Di antara faktor lingkungan tersebut, suhu merupakan faktor abiotik yang paling penting. NSK mempunyai temperatur optimum untuk metabolisme, pertumbuhan dan aktivitasnya. Disamping itu temperatur juga mempengaruhi dormansi (diapause) (Huang & Pereira 1994), siklus hidup, daya tahan hidup (survival) dan perilaku (behaviour) NSK (Wharton et al. 2002). Aktivitas larva berlangsung pada suhu mulai 10 oC dan terhenti pada suhu 40 oC. Temperatur optimum untuk perkembangan G. rostochiensis pada tanaman inang berkisar antara 18 – 24oC. Perkembangan G. rostochiensis pada tanaman inang akan terhambat


(34)

pada temperatur 29 - 32 oC, tetapi larva masih bisa keluar dari sista sampai temperatur 37oC.

Populasi larva hidup dalam tanah tanpa adanya tanaman inang akan menurun ± 18% per tahun pada tanah dingin, dan sampai 50 - 80% pada tanah hangat. Tipe tanah juga berpengaruh terhadap laju perkembangan larva. Larva yang menetas pada tanah berpasir jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan pada tanah gembur dan tanah liat. Beberapa nematoda dapat bertahan sampai 28 tahun dalam tanah yang dingin (Ditlin 2007).

Distribusi/penyebaran NSK di dalam tanah tidak seragam. Nematoda biasanya banyak ditemukan di sekitar daerah perakaran (rhizozphere) atau di dalam jaringan akar. Biasanya NSK banyak ditemukan pada kedalaman antara 0 – 20 cm. Pola penyebaran yang demikian disebabkan karena nematoda cenderung tertarik oleh zat yang dikeluarkan oleh akar tumbuhan inangnya. Zat-zat yang dikeluarkan oleh akar tanaman juga dapat mempengaruhi proses penetasan telur nematoda, sehingga zat tersebut sebagai faktor penetas (hatching factor). Eksudat akar dari tanaman inang dapat merangsang 60-80% larva untuk menetas. Ketika tidak ada tanaman kentang, umbi kentang yang ditaruh di atas tanah (kentang kerap kali ditinggalkan di atas tanah pada saat panen bahkan sampai keluar tunas) dapat mempertahankan sejumlah nematoda (Ditlin 2007).

Nematoda mengambil nutrisi dari akar sehingga pasokan nutrisi dan air ke batang dengan cara melukai akar dan daun berkurang akibatnya tanaman tumbuh kerdil. Tingkat infestasi yang sedang (moderate) mempunyai sedikit pengaruh terhadap penurunan pertumbuhan atau terhadap jumlah umbi yang dihasilkan, namun berpengaruh terhadap ukuran umbi kentang (Ditlin 2007).

Laju perkembangbiakan pada tanaman inang tergantung pada kepadatan populasi awal. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kompetisi untuk ruang pada akar yang berpengaruh terhadap sex ratio. Ketika terdapat sedikit telur per gram tanah maka laju perkembangbiakan sebanyak 60 kali lipat, tetapi ketika terdapat lebih dari 100 telur/g tanah, populasi setelah panen lebih kecil karena sistem perakaran terbatas, sehingga serangan yang terjadi menurun (Ditlin 2007).

Kehilangan hasil berkorelasi dengan tingkat infestasi. Dilaporkan bahwa setiap 20 telur/g tanah dapat menyebabkan kehilangan hasil 1 ton/acre. Demikian pula, kemampuan populasi NSK untuk memperbanyak diri berbeda pada kultivar dengan gen resisten yang disilangkan dengan gen dari kentang liar.


(35)

Di Inggris dan Belanda, populasi dibedakan menurut pathotype tertentu, tergantung pada kemampuannya berbiak pada galur resisten tertentu (Ditlin 2007).

Sebaran NSK

Sebaran Geografi NSK

Daerah asal tempat ditemukannya G.rostochiensis dan G. pallida adalah Danau Titicaca (3850 m d.p.l.) Pegunungan Andes Amerika Selatan, kemudian terintroduksi ke Eropa melalui kentang, yang kemungkinan terjadi pada pertengahan abad 19. Dari Eropa kemudian NSK menyebar seiring dengan penyebaran benih kentang ke area lainnya di dunia. NSK menyebar ke pertanaman kentang di berbagai daerah trofis dan subtrofis di 70 Negara di dunia (CABI 2007).

CABI (2007) menyatakan bahwa G. rostochiensis telah terdapat di negara-negara Eropa (Albania, Austria, Belarus, Belgium, Bulgaria, Croatia, Cyprus, Czech Republic, Denmark, Estonia, Faroe Island, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Malta, Netherlands, Norway, Poland, Portugal, Romania, Russian Federation, Serbia & Montenegro, Slovakia, Slovania, Spain, Sweden, Switzerland, Ukraine, United Kingdom), negara-negara di Asia (Armenia, India, Indonesia, Israel, Japan, Lebanon, Malaysia, Oman, Pakistan, Philippines, Sri Lanka, Tajikistan, Turkey), negara-negara di Afrika (Algeria, Egypt, Libya, Sierra Leone, South Africa, Tunisia, Panama), negara-negara di Amerika Utara (Canada, Mexico, USA, Bolivia, Chile, Colombia, Ecuador, peru, Venezuela), dan negara-negara di Oceania (Australia, New Zealand, Norfolk Island).

G. pallida telah menyebar di negara- negara Eropa (Austria, Belgium, Croatia, Cyprus, Chech Republic, Denmark, Faroe Islands, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Latvia, Lithuania, Luxembourg, Malta, Netherlands, Norway, Poland, Portugal, Romania, Spain, Sweeden, Switzerland, Ukraine, United Kingdom), negara-negara di Asia (India, Japan, Malaysia, Pakistan, Turkey), negara-negara di Afrika (Algeria, Libya, Afrika Selatan, Tunisia, Panama), negara-negara di Amerika Utara (Canada, Mexico, USA), negara-negara di Amerika selatan (Argentina, Bolivia, Chile, Colombia,


(36)

Ecuador, Falkland Islands, Peru, Venezuela), dan negara Di Oceania (New Zealand) (CABI 2007).

Di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan Lisnawita (2007) diketahui bahwa NSK telah terdeteksi di sentra-sentra pertanaman kentang di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat dan diduga NSK sudah ada di daerah tersebut untuk waktu yang cukup lama. Dari hasil survai Lisnawita (2007) diketahui bahwa di Jawa Timur NSK telah terdapat pada ketinggian tempat mulai dari 1600m dpl, di Jawa Tengah NSK ditemukan dilokasi survai dengan ketinggian tempat antara 1600 m sampai dengan 1900 m, sedangkan di Jawa Barat NSK telah ditemukan pada ketinggian tempat yang lebih rendah yaitu antara 1343 m sampai 1544 m (Tabel 1). Di Jawa Tengah, petani telah menanam kentang dengan menggunakan bibit asal Jerman sejak tahun 1985 (Suwardiwijaya et al. 2007). Kondisi ini memungkinkan bagi NSK untuk menetap di daerah tersebut.

Tabel 1 Daerah sebar NSK di pulau Jawa (Lisnawita 2007)

No Lokasi Ketinggian tempat (m dpl) Jumlah Sista/ 100ml tanah Umur tanaman Kultivar

1 Desa Tulung Rejo Kota Batu Malang Timur 1600 1700 1800 21 44 675 40 40 >100 Granola kembang

2 Desa Pawuhan Banjarnegara Jawa Tengah

1900 400 Siap panen Granola

3 Desa Karangtengah Banjarnegara Jawa Tengah

1700 270 60 Granola

4 Desa Patak Banteng 1700 2 60 Granola Wonosobo Jawa Tengah

5 Desa Kepakisan Banjarnegara Jawa Tengah

1600 21 Siap panen Granola

6 Desa Sukamanah Pangalengan Jawa Barat 1456 1508 1544 28 2 19 70 50 70 Granola Granola Granola & Atlantik

7 Desa Mekarwangi Sindangkerta Jawa Barat


(37)

Sebaran Horisontal NSK

Sebaran/distribusi sista NSK pada area yang terinfeksi tidak bersifat acak. Pola infestasi NSK pada tiap generasi mengikuti pola petak yang menyebabkan terjadinya foci sekunder yang menyebar dengan cara serupa (Marks & Brodie 1998). Foci-foci kecil ini nampak seperti terisolasi, tetapi ketika infestasi sudah terdeteksi seluruh lahan telah terinfeksi. Hal tersebut memerlukan beberapa tahun dari infestasi pertama di lapangan sebelum kerusakan tanaman pada area pertanaman diperhatikan untuk pertama kalinya. Foci seringkali berbentuk lonjong, dengan kepadatan populasi yang besar pada pusat gejala serangan NSK. Sebaran dan bentuk dari foci ditentukan oleh kegiatan mekanis, seperti panen yang berpengaruh dalam memindahkan tanah pada proses penggarapan tanah. Daerah sebar dari sista di lapangan dan sebaran sista dari foci awal berarti posisi posisi sista tidak bebas dari sista lainnya di lapangan (Marks & brodie 1998).

Frekuensi sebaran dari jumlah nematoda tidak menjelaskan penggunaan ruang yang sesungguhnya, karena lokasi dari unit-unit sampel dikesampingkan dan hanya daftar jumlah yang diambil. Oleh karena itu lokasi, bentuk, ukuran dan jarak antara area terserang hampir tidak dapat ditentukan dengan frekuensi sebaran, meskipun jumlah relatif unit dari kepadatan yang berbeda menghasilkan beberapa informasi pengamatan area yang terserang. Khususnya, hubungan antara unit yang tidak terinfestasi dan rata-rata kepadatan lahan mungkin dapat ditelusuri (Marks & brodie 1998).

Beberapa peneliti menemukan bahwa pola sebaran dari sista NSK banyak sekali/melimpah di lapangan adalah paling tepat mengikuti sebaran binomial negatif (Marks & brodie 1998).

Karakterisasi NSK

Karakterisasi NSK berdasarkan Morfologi

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies NSK, yaitu secara konvensional, misalnya dengan pengamatan dan pengukuran ciri-ciri morfologi. Metode sidik pantat sista NSK merupakan metode yang cukup baik untuk membedakan spesies G. rostochiensis dan G. pallida.


(38)

Gambar 2 Tipe bentuk sista untuk Globodera, Punctodera, Cactodera dan Heterodera (Marks & Brodie 1998)

Gambar 3 Pola perkembangan fenestra dari sista Heteroderinae (Marks & Brodie 1998)

Bagian Perineal Vulva

Leher depan

Circum fenestra dari bagian vulva. Tidak terdapat fenestra pada anus. Contoh Globodera dan Cactodera

Circum fenestra dari bagian vulva dan bagian anus. Contoh Punctodera

Semifenestra-bifenestra dari bagian vulva. Tidak terdapat fenestra pada anus. Contoh Heterodera

Semifenestra-ambifenestra dari bagian vulva. Tidak terdapat fenestra pada anus. Contoh Heterodera


(39)

Gambar 4 Bagian perineal sista Globodera (Marks & Brodie 1998)

G. rostochiensis G. pallida

Gambar 5 Bentuk ridge vulval-anal G. rostochiensis dan G. pallida (Marks & Brodie 1998)

Karakterisasi NSK berdasarkan Biomolekuler

Polymerase Chain reaction (PCR) merupakan suatu reaksi In Vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target tersebut dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu

Anus Lapisan fenestra

Celah vulva

Garis transfenestra

Lengkungan papilate Fenestra


(40)

Thermocycler (Wulandari 2006). Teknik ini dipakai untuk menggandakan atau memperbanyak urutan basa DNA spesifik. Teknik PCR dapat mengatasi masalah jumlah DNA yang rendah per individu. Keuntungan teknik PCR adalah sistem analisisnya cepat, tidak memerlukan DNA dalam jumlah banyak, dapat dilakukan pada fase awal pertumbuhan, dan metode ekstraksi DNAnya sederhana.

Teknik PCR memerlukan DNA polymerase, dNTPs, molekul DNA templete, serta dua buah oligonukleotida sebagai primer. Reaksi amplifikasi sangat tergantung pada keberadaan enzim polimerase sebagai katalisator, terutama yang bersifat tahan panas. Produk PCR kemudian dielektroforesis melalui gel (agarose gel) dengan prosentase tertentu untuk memisahkan DNA sesuai dengan ukuran molekulnya, kemudian hasil elektroforesis divisualisasi di bawah lampu Ultra Violet (Rustiani 2006).

Pada metode PCR yang digunakan untuk identifikasi nematoda, fragmen DNA genom nematoda yang menjadi sasaran analisa diamplifikasi terlebih dahulu dengan PCR. Dari analisis genom nematoda, diperoleh informasi bahwa bagian internal transcribed spacer (ITS) dari rDNA merupakan daerah variabel sebagai kandidat yang baik untuk studi taksonomi molekuler dan filogenik sehingga sering digunakan untuk analisa patotipe suatu populasi nematoda (Thiery & Mugniery 1996). Dalam bidang fitopatologi, teknik PCR banyak digunakan untuk tujuan deteksi patogen, identifikasi patogen, karakterisasi keanekaragaman patogen maupun untuk diferensiasi patogen tumbuhan. Dengan demikian bersama-sama dengan teknik konvensional, prosedur yang didasarkan analisis DNA dan protein secara kontinyu dikembangkan untuk mengidentifikasi NSK sehingga dapat ditemukan metode pengendalian yang tepat.

Penggunaan metoda PCR dalam mendeteksi G. rostochiensis dan G. pallida telah banyak dilakukan, diantaranya adalah penelitian Pylyppenko et al. (2005) yang melakukan identifikasi G. rostochiensis dan G. pallida di Ukraine dengan menggunakan PCR, penelitian Ibrahim et al. (2001) yang melakukan evaluasi teknik PCR, IEF dan ELISA untuk deteksi dan identifikasi NSK di England dan Wales UK, penelitian Jogaite et al. (2007) yang melakukan monitoring Globodera spp. di Lithuania dengan menggunakan karakter morphology dan PCR dan penelitian Sedlak et al. (2004) yang melakukan studi


(41)

populasi NSK (G. rostochiensis dan G. pallida) Eropa dan Czech menggunakan metode RAPD).


(42)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Survei dilaksanakan di sentra pertanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah. Lokasi hamparan pengambilan contoh tanah ditandai dengan GPS (Geo Positioning System) untuk mengukur posisi geografis dan elevasi tanah dan dilakukan pengukuran suhu tanah. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2008.

Metode Penelitian

Penentuan lahan contoh

Lahan yang digunakan untuk pengambilan sampel NSK (lahan contoh) adalah hamparan tanaman kentang berumur lebih dari 50 hari, yang diduga terinfeksi NSK di lapangan dengan gejala daun menguning, layu dan pertumbuhan kerdil dari beberapa daerah pertanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng Jawa tengah.

Lokasi lahan contoh dibagi menjadi 5 wilayah berdasarkan ketinggian tempat di atas permukaan laut (d.p.l.) (Lampiran 1) : kurang dari 1250 m, 1250 m – 1500 m, 1500 m – 1750 m, 1750 m -2000 m dan Lebih dari 2000 m. Jumlah lahan contoh yang digunakan berdasarkan ketersediaan lahan kentang (2 – 7 lahan / kategori).

Pengumpulan sampel tanah dari tanaman kentang yang terinfeksi

Pada setiap lokasi diambil 10 sampel tanah yang mewakili kondisi lahan pada hamparan tersebut. Pengambilan sampel tanah dan akar tanaman dilakukan dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Been & Schomaker (1996;2000) dalam Marks & brodie (1998) yang merekomendasikan cara pengambilan sampel NSK dengan Sistem Grid yaitu mengambil sampel tanah pada petak berukuran 5 x 5 m pada setiap titik infeksi NSK. Jumlah sampel tanah yang diambil pada setiap petak adalah sebanyak 250 ml, jumlah tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Southey (1974) mengenai Probabilitas sista yang terdeteksi pada sampel tanah dari lahan yang terinfeksi NSK, yang mengambil sampel tanah sebanyak 250 ml untuk setiap titik infeksi (Marks & brodie 1998).


(43)

Metode pengambilan sampel untuk mengetahui sebaran spesies NSK berdasarkan ketinggian tempat dan prevalensi NSK, dilakukan dengan cara mengambil sampel tanah sebanyak 250 ml/petak pada kedalaman 0-20 cm (daerah perakaran tanaman/rizosfer). Pada setiap lokasi diambil 10 petak yang mewakili kondisi lahan pada hamparan tersebut. Semua sampel tanah dan akar dibawa dan dianalisis di laboratorium Nematologi dan laboratorium Biomolekuler Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian. Dari 10 sampel yang terkumpul yang berasal dari lokasi yang sama dilakukan pencampuran di laboratorium, kemudian diambil sampel tanah sebanyak 500 ml ( Been & Schomaker 2000; Reid et al. 2005) untuk dilakukan ekstraksi sista NSK (dilakukan pemisahan sista dari tanah).

Prevalensi NSK diketahui dengan cara menghitung persentase lokasi yang terserang NSK dari seluruh lokasi yang disurvai untuk setiap kisaran ketinggian tempat, yang ditentukan dengan rumus :

Prevalensi NSK = Jumlah lokasi tanaman kentang bergejala NSK x 100% Jumlah lokasi total tanaman kentang yang disurvai

Ekstraksi sista NSK

Ekstraksi sista NSK dilakukan terhadap 500 ml tanah/lokasi lahan contoh. Tanah dicampur dengan air (1 : 3) ke dalam beaker glass, kemudian di aduk, setelah itu bagian yang terangkat kepermukaan air (sista NSK , tanah, bahan organik dan kotoran) diambil, kemudian ditiriskan selama 24 jam. Bahan yang telah ditiriskan tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian dicampur dengan ethanol (1:3) dan diaduk, sista akan terangkat ke permukaan ethanol. Kemudian larutan yang mengandung sista NSK disaring, sista NSK yang menempel di kertas saring diambil dan dihitung.

Identifikasi Spesies NSK berdasarkan Karakter Morfologi

Identifikasi spesies NSK dengan menggunakan karakter morfologi dilakukan dengan metode sidik pantat (perineal pattern) sista NSK. Sista NSK yang akan digunakan untuk sidik pantat diambil masing-masing 10 sista dari tiap lokasi yang positif NSK berdasarkan kelas ketinggian. Kemudian sista dari kelas ketinggian yang sama dicampur untuk kemudian diambil 10 sista untuk dilakukan pengamatan sidik pantat.


(44)

Pembuatan preparat untuk sista dilakukan dengan mengambil satu sista menggunakan kuas, dan diletakkan diatas gelas objek, kemudian sista dipotong 3/4 bagian dari anterior di bawah mikroskop stereo dengan pembesaran 50X, kemudian bagian anteriornya dibuang dan 1/4 bagian ujung posterior / pantat digunakan untuk identifikasi. Telur dan juvenil yang berada di dalam sista dikeluarkan dengan memencet bagian posterior dengan menggunakan kuas, sehingga diperoleh irisan perennial pattern (sidik pantat). Irisan perennial pattern dibersihkan dengan menambahkan satu tetes larutan asam laktat 45% sambil dibersihkan perlahan-lahan dengan menggunakan kuas, lalu dibiarkan selama beberapa jam. Asam laktat dibuang dengan menggunakan kertas tissue, setelah itu ditambahkan lactofenol kemudian tutup dengan cover glass dan diberi kutek dibagian sisi-sisi cover glass. Kemudian dilakukan pengamatan di bawah mikroskop compound dengan pembesaran 200X.

Perbedaan ciri morfologi antara G. rostochiensis dan G. pallida diketahui dengan melakukan penghitungan jumlah tonjolan kutikula antara anus dan fenestra, melakukan pengukuran jarak antara anus dan fenestra, mengukur diameter fenestra, dan dilakukan penghitungan rasio graneks (tabel 2 dan gambar 6).

Rasio graneks = jarak antara anus dengan fenestra Diameter fenestra

Tabel 2 Perbedaan ciri morfologi G. rostochiensis dan G. pallida (CABI 2007)

G. rostochiensis G. pallida Jarak anus –

fenestra

66,5 ±10,3 (µm) 50 ± 13,4 (µm) Diameter fenestra

(VB)

19 ± 2 (µm) 24,5 ± 5 (µm) Rasio Granek 1,3 – 9,5 1,2 -3,5

(4,5) (2,3) Jumlah garis

/gelombang antara anus-fenestra (ridge) (CR)

16 -21

( umumnya sekitar 22)

8 – 20 (umumnya sekitar 12)


(45)

(a) (b) Gambar 6 (a) G. rostochiensis (b) G. pallida (CABI 2007)

Identifikasi Spesies NSK berdasarkan Karakter Molekuler

Ekstraksi DNA

Identifikasi NSK dengan menggunakan teknik PCR dilakukan untuk semua sampel yang positif NSK. Metode ekstraksi DNA dilakukan berdasarkan metode Fullaondo et al. (1999); Subotin et. al. (2001) dalam Lisnawita (2007) yang dimodifikasi. Lima puluh sista dikumpulkan secara acak dari setiap sampel (Cunha et al. 2008), kemudian dimasukkan ke dalam eppendorf steril yang berisi 150 µl buffer lisis (125 mM KCl; 25 mM Tris-HCl, pH 8,0 ; 3,75 mM MgCl2 ; 2,5 mM DTT ; 1,125% Tween 20 dan 0,025% gelatin) dan ditambahkan 5 µl Proteinase K (600 µg/ml) (USB UK). Sista digerus dengan pistil mikro plastik selama 2-3 menit, divorteks dan diinkubasi pada suhu 65oC selama 1 jam, dilanjutkan pada suhu 95oC selama 10 menit, setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan pada tabung baru dan ditambahkan 1 volume kloroform : isoamil alkohol (24:1), divorteks dan disentrifugasi dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan NAOAc 3 M (pH 5.2) 2.5 kali volume total supernatan, kemudian diinkubasi selama 20 menit pada suhu -20oC. Supernatan dibuang setelah disentrifugasi 14000 rpm selama 10 menit. Pelet dicuci dengan 500 µl etanol 70% dan disentrifugasi 14000 rpm selama 10 menit. Etanol dibuang kemudian pellet dikeringkan di dalam pompa vakum selama 10 menit, selanjutnya pellet diresuspensi dengan 20 µl ddH2O. Jika DNA belum segera digunakan, dapat disimpan pada temperatur -20oC. DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan tehnik PCR berdasarkan metode Fullaondo et. al. (1999) dalam Lisnawita (2007).

AV

AV

V

V

A

A

CR


(46)

Reaksi PCR

Komposisi dari setiap reaksi PCR (25 µl) terdiri atas 25ng DNA template dari masing-masing sampel, yang terdiri dari 50mM Tris-HCl (pH 9,0) ; 50 mM KCl ; 1,5 mM MgCl2 ; 0,1% Triton X-100 ; 0,2 mM setiap dNTP (New England Biolabs) ; 50 ng setiap primer dan 0,5 unit taq polymerase (New England Biolabs). Tiga primer digunakan, masing-masing primer spesifik untuk G. rostochiensis yaitu ITS-1R (5’- TGT TGT ACG TGC CGT ACC TT -3’), primer spesifik untuk G. pallida yaitu ITS-1P (5’- GGT GAC TCG ACG ATT GCT GT -3’) (Mulholland et al. 1996 dalam Luc et al. 2005)dan primer universal untuk NSK yaitu 5,8 S rRNA (5’- GCA GAA GGC TAG CGA TCT TC -3’) (Eurogentec AIT) (Mulholland et al. 1996 dalam Lisnawita 2007). Ukuran produk PCR untuk G. rostochiensis adalah 238 bp dan untuk G. pallida adalah 391 bp.

Amplifikasi DNA dilakukan dengan denaturasi awal pada 96oC selama 2 menit, kemudian dilanjutkan dengan 35 siklus yang melalui tiga tahapan, yaitu pemisahan utas DNA (denaturation) pada 94oC selama 1 menit, penempelan primer (annealing) pada suhu 50oC selama 1 menit dan sintesis DNA (extention) pada 72oC selama 2 menit. Khusus untuk siklus terakhir ditambah tahapan sintesis selama 7 menit, kemudian siklus berakhir pada suhu 4oC.

Elekroforesis

Sepuluh µl fragmen DNA hasil amplifikasi PCR dianalisis dengan elektroforesis pada 2% gel agarose dalam buffer TAE 1X dengan tegangan 75 Volt selama 60 menit dan diamati dengan UV transiluminator setelah diberi warna dengan ethidium bromide.

Optimasi ekstraksi DNA sista NSK

Pada penelitian ini dilakukan juga optimasi ekstraksi DNA sista NSK yang bertujuan untuk mengetahui jumlah minimal sista yang diekstraksi yang dapat menghasilkan pola pita (band) pada gel agarose. Jumlah sista yang diekstraksi dimulai dari 1, 5, dan 10 sista. Metode ekstraksi DNA disusun berdasarkan metode Fullaondo et al. (1999); Subotin et. al. (2001) dalam Lisnawita (2007) yang dimodifikasi.


(47)

Analisis Data

Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program Minitab 14. Untuk mengetahui hubungan antara ketinggian tempat dengan jumlah sista NSK dan hubungan antara suhu tanah dengan jumlah sista NSK digunakan analisis regresi. Sementara untuk mengetahui keeratan hubungan antara 2 peubah tersebut dilakukan analisis korelasi.


(48)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prevalensi NSK berdasarkan Ketinggian Tempat

Berdasarkan survai yang telah dilakukan di sentra produksi kentang di Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah yang meliputi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara diketahui NSK telah tersebar luas di beberapa lokasi yang disurvei. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwardiwijaya et al. (2007) yang menyebutkan bahwa secara umum prevalensi NSK di masing-masing sumber pengambilan tanah di Dieng Jawa Tengah cukup tinggi yaitu 81,1% pada lahan bera, 78,9% pada lahan tanaman kentang, dan 72,7% pada lahan tanaman kubis. Keberadaan NSK pada sentra penanaman kentang di Pegunungan Dieng, Jawa Tengah telah menyebar hampir di seluruh hamparan.

Gejala kerusakan pada tanaman kentang yang nampak akibat serangan NSK di Dataran Tinggi Dieng adalah pertumbuhan beberapa tanaman kentang menjadi kerdil, pertumbuhan akar terhambat, daun menjadi layu, berwarna kuning dan mengering diantara tanaman lainnya dalam satu hamparan. Pada tanaman yang terinfeksi apabila dicabut akan terlihat sista NSK pada akar tanaman (gambar 7).

(a) (b) (c)

Gambar 7 (a) & (b) Gejala serangan NSK, (c) sista NSK di sekitar daerah perakaran tanaman kentang (Nurjanah 2008)

Sista NSK ditemukan pada 17 lokasi dari 26 lokasi yang disurvai. Hasil survai juga menunjukkan bahwa NSK tersebar pada ketinggian tempat mulai dari ketinggian 1460 m dpl sampai dengan 2123 m dpl. Lokasi sebaran NSK berdasarkan ketinggian tempat selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8 dan Lampiran 2 .


(49)

0 20 40 60 80 100 120

<1250 m 1250 -1500 m

1500 -1750 m

1750 -2000 m

> 2000 m Ketinggian tempat (m dpl)

Prevalensi

si

s

ta

NSK (%)

Gambar 8 Prevalensi sista NSK berdasarkan ketinggian tempat di Dataran tinggi Dieng Jawa tengah

Gambar 8 menunjukkan prevalensi sista NSK yang dihitung berdasarkan ketinggian tempat. Pada gambar tersebut diketahui bahwa semakin tinggi tempat maka prevalensi sista NSK semakin tinggi. Pada ketinggian tempat kurang dari 1250 m dpl tidak ditemukan sista NSK. Hal ini kemungkinan disebabkan karena suhu tanah pada daerah tersebut sebesar 24oC tidak sesuai untuk perkembangan NSK dan pada suhu tersebut NSK tidak bisa menginokulasi tanaman. Pada kisaran ketinggian tempat 1250 m – 1500 m prevalensi NSK sebesar 14,3%, pada daerah ini kisaran suhunya antara 21oC sampai 25oC (Lampiran 3). Pada kisaran ketinggian 1500 m – 1750 m prevalensi NSK sebesar 60%, pada daerah ini kisaran suhunya antara 19oC sampai 24oC. Prevalensi sista NSK mencapai 100% pada kisaran ketinggian tempat 1750 m – 2000 m dan lebih dari 2000 m, yang mana pada kedua kisaran ketinggian tersebut sista NSK ditemukan di semua lokasi yang disurvai. Pada kisaran ketinggian tempat 1750 m – 2000 m dan lebih dari 2000 m suhunya berkisar antara 16oC sampai 23oC, suhu ini sangat sesuai untuk perkembangan NSK. Menurut Trifonova (1999) suhu optimum untuk perkembangan NSK berkisar antara 15,7oC sampai dengan 23,1oC, NSK dapat menginokulasi tanaman pada suhu lebih dari 10oC dan NSK menyerang tanaman secara optimum pada suhu 14,2oC.

Dari hasil penghitungan sista diketahui bahwa kepadatan sista terbanyak pada lokasi dengan ketinggian berkisar antara 1750 m sampai dengan 2000 m.


(50)

Kepadatan NSK tertinggi terdapat pada desa Karang Tengah kecamatan Batur kabupaten Banjarnegara dengan jumlah sista 1007/500 ml tanah.

Nematoda sista kentang dapat terdeteksi di sentra pertananaman kentang di Jawa Tengah diduga karena NSK sudah ada di daerah tersebut untuk waktu yang cukup lama. Seperti diketahui bahwa penggunaan bibit kentang impor asal Jerman telah dilakukan sejak tahun 1985 (Suwardiwijaya et al. 2007). Kondisi ini memungkinkan bagi NSK untuk mantap di daerah tersebut. Menurut Brodie (1984), untuk dapat terdeteksi dan menyebabkan endemik di suatu daerah, NSK memerlukan waktu sekitar 7 tahun. Hasil yang didapat dari survai ini dapat menjadi ancaman yang serius bagi pertanaman kentang lain di Indonesia. Hal ini disebabkan karena NSK merupakan patogen yang sulit dikendalikan. Stevenson et al (2001) menyatakan, sekali NSK terinfestasi pada suatu lahan, maka nematoda akan tetap ada di lahan tersebut dan mungkin lahan tersebut sulit untuk dapat bersih dari NSK. Oleh karena itu, walaupun jumlah sista NSK di lokasi survai bervariasi dari rendah sampai tinggi, kondisi ini tidak menghalangi untuk terjadinya ledakan penyakit di lokasi tersebut.

Penyebaran NSK di Jawa Tengah terjadi sangat cepat, menurut laporan Rapat Kerja NSK Nasional (2007), saat ini ada sekitar 121 ha pertanaman kentang di Jawa Tengah yang terinfeksi NSK. Penyebaran ini sangat cepat, bila dibandingkan pada tahun 2003, luas lahan yang terinfeksi baru sekitar 23 ha. Hal ini diduga karena di Dataran Tinggi Dieng tidak pernah dilakukan rotasi tanaman, tidak adanya usaha pengendalian NSK secara serius. Selain itu penggunaan insektisida dan fungisida yang sangat tinggi, Kondisi ini menyebabkan kompetitor maupun musuh alami NSK di daerah tersebut berkurang, sehingga menyebabkan NSK menyebar cepat.

Hubungan antara Ketinggian Tempat dengan Jumlah Sista NSK

Pada Gambar 9 disajikan plot antara ketinggian tempat dengan jumlah sista NSK. Jumlah sista NSK yang ditemukan cenderung semakin banyak dengan bertambahnya ketinggian tempat.


(51)

Ket inggian t empat

Ju

m

la

h

s

is

ta

2100 2000 1900 1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 1000

800

600

400

200

0

Gambar 9 Hubungan antara ketinggian tempat dengan jumlah sista NSK

Dengan melakukan analisis regresi (lampiran 4), pola dugaan hubungan antara ketinggian tempat dengan jumlah sista NSK dapat dimodelkan menjadi :

Jumlah sista = -686 + 0.543 ketinggian tempat

Berdasarkan model di atas dapat diartikan bahwa ada pengaruh ketinggian tempat terhadap banyaknya sista NSK. Makin tinggi tempat maka jumlah sista NSK juga semakin banyak. Pada rentang ketinggian antara 1188 m - 2123 m di atas permukaaan laut, penambahan jumlah sista NSK untuk setiap satu meter ketinggian diduga sebesar 0.543 atau sekitar 50 sista NSK untuk setiap kenaikan 100 meter.

Hubungan suhu tanah dengan jumlah sista NSK

Dari hasil analisis regresi (lampiran 5) diketahui bahwa jumlah sista NSK cenderung semakin banyak dengan bertambahnya ketinggian tempat. Makin tinggi tempat, maka suhu tanah akan makin menurun, dengan semakin menurunnya suhu tanah maka cenderung menyebabkan makin bertambahnya jumlah sista NSK (Gambar 10).


(52)

Suhu t anah

Ju

m

la

h

s

is

ta

25.0 22.5

20.0 17.5

15.0 1000

800

600

400

200

0

Gambar 10 Hubungan antara suhu tanah dengan jumlah sista NSK

Dari pola yang terbentuk seperti pada gambar, dapat dibuat model hubungan antara suhu tanah dengan jumlah sista NSK yaitu:

Jumlah Sista = 1996 - 83.8 Suhu Tanah

Berdasarkan model di atas dapat diartikan bahwa ada pengaruh suhu tanah terhadap banyaknya sista. Makin rendah suhu tanah maka jumlah sista NSK juga makin banyak. Pada rentang suhu tanah antara 15oC – 25oC, penurunan suhu tanah setiap satu derajat celsius diduga akan menambah sekitar 84 sista NSK.

Kolerasi antara Jumlah Sista NSK dengan ketinggian tempat dan suhu tanah

Pada tabel 3 berikut disajikan hasil kolerasi antara jumlah sista dengan ketinggian tempat, suhu tanah dan jumlah tanaman. Dari hasil analisis statistik diketahui bahwa jumlah sista NSK berkorelasi positif (0,553) dengan bertambahnya ketinggian tempat. Sebaliknya jumlah sista NSK berkorelasi negatif (- 83,8) dengan naiknya suhu tanah. Adapun hubungan antara jumlah tanaman dengan jumlah sista NSK tidak berbeda nyata (non signifikan), artinya tidak ada hubungan linear antara jumlah sista NSK dengan jumlah tanaman.


(53)

Tabel 3 Hasil korelasi antara ketinggian, jumlah sista NSK, suhu tanah dan jumlah tanaman

Ketinggian Jumlah Sista Suhu Tanah Jumlah Sista 0.553

0.003

Suhu Tanah -0.528 -0.678 0.006 0.000

Jumlah tanaman -0.028 0.010 0.120 0.891 0.960 0.559

Cell Contents: Pearson correlation P-Value

Pada daerah yang disurvai, semakin tinggi ketinggian tempat maka semakin rendah suhu tanahnya, menghasilkan jumlah sista NSK yang semakin banyak. Semakin tinggi suatu tempat maka suhu tanahnya semakin rendah, CABI (2007) menyatakan bahwa telur G. pallida dapat menetas pada suhu sekitar 10oC dan G. rostochiensis dapat menetas pada suhu 15 oC. G. pallida dan G. rostochiensis dapat beradaptasi dan berkembang pada suhu berkisar antara15 – 25oC. Pada lokasi penelitian yang memiliki suhu tanah berkisar antara 16 – 20oC ditemukan jumlah sista yang lebih banyak dibandingkan dengan lokasi lainnya yang bersuhu tanah lebih dari 20oC. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lisnawita (2007) diketahui bahwa temperatur optimum untuk mendapatkan jumlah sista yang tinggi adalah antara 15-21oC. Jumlah sista yang dihasilkan akan menurun secara nyata pada temperatur di bawah 15oC dan di atas 21oC. Kemampuan bertahan hidup optimum dari setiap isolat NSK dicapai pada temperatur 15 oC - 21oC. Kemampuan bertahan hidup akan menurun pada temperatur di bawah 15oC atau di atas 21oC. Mulder (1988) melaporkan bahwa temperatur optimum untuk multipikasi dan penetasan G. rostochiensis adalah mendekati 20oC, dan proses ini akan menurun drastis pada temperatur di bawah 10oC dan di atas 27oC. Sedangkan G. pallida mempunyai temperatur optimum yang lebih rendah.

Hal tersebut di atas juga didukung oleh tipe iklim yang terjadi di Banjarnegara yang menyebutkan bahwa menurut Tipe Iklim Oldeman, Kabupaten Banjarnegara (tempat pengambilan sista NSK) termasuk kedalam


(1)

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

>BKT_10R_5.8S

TNTCCGNCCGAGTGACCCCNATAAGACTAGAATATTTTAGCAATCGAATTGCATAAAAAA

TAAATAAAAATGGGAAAAAGCTGGCGGTGCCTGCGGGCACTCATCAAGTCTTAAACCACG

TGCCAATGCCAGGCACGGGTCCTAACACGTCGTCTCATCACGGCCACGGACGTAGCACAC

AAGCGCANACATGCCGCAAGGTACGGCACGTACAACATGGAGTAGCAGCTACACTCCATG

TTAGCATATCTGCGCAAGGNGCAACAACCGCTCAACGACGCACAGACGCCAGCACAGCCG

TTAGGGTGCCCTGTGGGCGTGCTTCCTCCGTTGGCGCAGCGACCCGACGACAACAGCAAT

GGTTCGAGTCACCAANNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

NNNNNNNNNNNNNNN


(2)

Lampiran

Survei NSK

Hubungan antara ketinggian tempat dengan jumlah sista

0 200 400 600 800 1000 1200

0 500 1000 1500 2000 2500

Ketinggian Tempat (m)

Ju

m

lah

S

ist

a


(3)

jumlah sista:

Regression Analysis: Jumlah Sista versus Ketinggian

The regression equation is

Jumlah Sista = - 686 + 0.543 Ketinggian

Predictor Coef SE Coef T P Constant -685.9 292.1 -2.35 0.027 Ketinggian 0.5433 0.1671 3.25 0.003

S = 248.054 R-Sq = 30.6% R-Sq(adj) = 27.7%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 650746 650746 10.58 0.003 Residual Error 24 1476736 61531

Total 25 2127482

Hubungan Suhu tanah dengan jumlah sista

0 200 400 600 800 1000 1200

0 5 10 15 20 25 30

Suhu Tanah (C)

Ju m lah S is ta

Berdasarkan plot, dugaan persamaan regresi:

Regression Analysis: Jumlah Sista versus Suhu Tanah

The regression equation is

Jumlah Sista = 1996 - 83.8 Suhu Tanah

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1996.0 388.1 5.14 0.000 Suhu Tanah -83.79 18.52 -4.52 0.000

S = 218.727 R-Sq = 46.0% R-Sq(adj) = 43.8%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 979291 979291 20.47 0.000


(4)

Residual Error 24 1148191 47841 Total 25 2127482

Hubungan jumlah nanaman dengan jumlah sista

0 200 400 600 800 1000 1200

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000

Jumlah tanaman Ju m lah S ista

Dugaan persamaan regresi

Regression Analysis: Jumlah Sista versus Jumlah tanaman

The regression equation is

Jumlah Sista = 243 + 0.0007 Jumlah tanaman

Predictor Coef SE Coef T P Constant 243.5 156.4 1.56 0.133 Jumlah tanaman 0.00073 0.01439 0.05 0.960

S = 297.717 R-Sq = 0.0% R-Sq(adj) = 0.0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 228 228 0.00 0.960 Residual Error 24 2127254 88636

Total 25 2127482

Hubungan jumlah sista dengan ketinggian dan suhu tanah

Regression Analysis: Jumlah Sista versus Ketinggian, Suhu Tanah

The regression equation is

Jumlah Sista = 1172 + 0.265 Ketinggian - 66.2 Suhu Tanah

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1171.5 644.5 1.82 0.082 Ketinggian 0.2654 0.1683 1.58 0.129


(5)

S = 212.257 R-Sq = 51.3% R-Sq(adj) = 47.1%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 1091267 545634 12.11 0.000 Residual Error 23 1036215 45053

Total 25 2127482

Source DF Seq SS Ketinggian 1 650746 Suhu Tanah 1 440521

Korelasi:

Correlations: Ketinggian, Jumlah Sista, Suhu Tanah, Jumlah tanaman

Ketinggian Jumlah Sista Suhu Tanah

Jumlah Sista 0.553 0.003

Suhu Tanah -0.528 -0.678 0.006 0.000

Jumlah tanam -0.028 0.010 0.120 0.891 0.960 0.559

Cell Contents: Pearson correlation P-Value


(6)