Kasta Pekerja Uji Efektivitas Termitisida Nabati Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren)(Isoptera : Rhinotermitidae) di Laboratorium

mengatasinya. Prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan mandibel rahang yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit musuhnya. Mandibel bertipe gunting yang bentuknya juga bermacam-macam Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009.

3. Kasta Pekerja

Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80 populasi dalam koloni merupakan individu – individu pekerja. Kasta pekerja terdiri dari nimfa dan dewasa yang steril, memiliki warna yang pucat dan mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa sayap dan biasanya tidak memiliki mata, memiliki mandible yang relative kecil. Kasta pekerja memiliki warna tubuh warna putih, panjang tubuhnya 4,5 – 5,0 mm dan lebar kepalanya 1,4 – 1,5 mm Borror dkk, 1992. Gambar 5 : Rayap Kasta Pekerja Perilaku Rayap Pola perilaku adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, mereka hidup di dalam tanah dan bila akan invasi mencari objek makanan juga menerobos di bagian dalam, dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan yang terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan atau humus Tarumingkeng, 2004. Sifat trofalaksis merupakan ciri khas diantara individu-individu dalam koloni rayap. Masing-masing individu sering mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, Universitas Sumatera Utara mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Sifat ini diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa flagellata bagi individu yang baru saja berganti kulit eksidis, karena pada saat eksidis kulit usus juga tangga sehingga protozoa simbiont yang diperlukan untuk mencerna selulosa ikut keluar dan diperlukan reinfeksi dengan jalan trofalaksis. Sifat ini juga diperlukan agar terdapat pertukaran feromon diantara para individu Tarumingkeng, 2004. Setiap koloni rayap mengembangkan karakteristik tersendiri berupa bau yang khas untuk membedakannya dengan koloni yang lain. Rayap dapat menemukan sumber makanan karena mereka mampu untuk menerima dan menafsirkan setiap rangsangan bau yang esensial bagi kehidupannya. Bau yang dapat dideteksi rayap berhubungan dengan sifat kimiawi feromonnya sendiri Tarumingkeng, 2004. Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang dipertahankan, yaitu dengan membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi karena sakit, sudah tua tau juga mungkin karena malas, baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, dan berperan dalam pengaturan homoestatika keseimbangan kehidupan koloni rayap Tarumingkeng, 2004. Rayap Sebagai Hama Di Asia Tenggara spesies rayap memilki kemampuan untuk merusak hasil dari pada tanaman pertanian maupun hutan, C. curvignathus yang memilki kemampuan untuk membunuh tanaman yang sehat. Rayap ini menyerang banyak spesies tanaman. C. curvignathus biasanya membuat sarangnya dari lumpur dan menyerupai kartun Universitas Sumatera Utara disekitar dasar pohon yang diserang dan liang-liang dangan lubang tertentu ke dalam jaringan yang hidup dan akhirnya membunuh pohon Tarumingkeng, 2001 . C. curvignathus hidup di hutan Sumatera dan Malaysia khususnya di daratan rendah dan daerah regional dengan curah hujan yang merata. Sarang bisa ditemukan di batang-batang yang telah mati baik di bawah ataupun di atas tanah dan biasanya membuat terowongan 6 mm - 90 mm panjangnya dan kedalamannya 30-60 cm. Ketika hutan tertentu ditentukan untuk diolah dan dibersihkan dari kayu-kayu hutan maka tanaman karet yang masih muda akan sangat gampang untuk diserang Kalshoven, 1981. Pengendalian Rayap Selama ini pengendalian rayap bangunan dilakukan dengan menggunakan pestisida kimia, seperti insektisida organoklorin dan metil bromida. Penggunaan bahan ini sangat berpotensi membahayakan kesehatan manusia, polusi lingkungan, berdampak pada organisme non target ataupun perkembangan resistensi hama Nuraeni, dkk, 2009 . Selama ini pengendalian rayap pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut umumnya dilakukan secara konvensional, yaitu dengan lebih mengutamakan insektisida, bahkan sering dilakukan aplikasi terjadwal tanpa didahului dengan monitoring populasi rayap. Cara ini tidak efisien karena seluruh areal tanaman diaplikasi dengan insektisida. Disamping memboroskan uang, juga akan menimbulkan dampak buruk berupa pencemaran lingkungan Bakti, 2004. Termitisida Nabati Insektisida botani diperoleh dari tumbuhan atau produk tumbuhan. Insektisida botani telah digunakan lebih dahulu dari pada insektisida lain sesudah belerang. Beberapa jenis insektisida botani yang sudah terkenal adalah piretrum yang diekstrak Universitas Sumatera Utara dari bunga Chrysanthemum sp, azadirachtin yang diekstrak dari biji pohon mimba Azadirachta indica, nikotin yang dieksrak dari daun tembakau dan rotenon yang diekstrak dari akar tanaman tuba Derris sp dan Lonchocarpus sp. Adharini 2012 Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mencari sarana pengendalian alternatif yang dapat mengendalikan hama secara efektif tetapi ramah lingkungan. Salah satu alternatif yang punya prospek baik untuk mengendalikan rayap tanah yang menyerang kayu putih adalah dengan insektisida nabati. Insektisida nabati adalah insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman. Tanaman sereh wangi Cymbopogon nardus merupakan salah satu jenis tumbuhan penghasil insektisida nabati yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan populasi hama. Hardi dan Kurniawan, 2007 Akar Tuba Nama ilmiah tumbuhan tuba adalah Derris eliptica Roxb. Benth. Tumbuhan ini tersebar luas di Indonesia, biasanya banyak tumbuh liar di hutan-hutan, di ladang- ladang yang sudah ditinggalkan. Nama daerah tanaman tuba adalah tuba jenuh Karo, tuba Toba, tuba Sunda, tuba jenong Simalungun, tuba Jawa. Tumbuhan tuba memiliki tinggi 5-10 meter, ranting berwarna coklat tua dengan lentisel yang berbentuk jerawat, daun tersebar bertangkai pendek, memanjang sampai bulat telur berbalik, sisi bawah hijau keabu-abuan, kelopak berbentuk cawan, polongan oval sampai memanjang, biji 1-2, biasanya berbuah pada bulan April - Desember Charli, 2004 Universitas Sumatera Utara Gambar 6 : Tanaman Tuba Dari penelitian sebelumnya penggunaan ekstrak tuba dengan konsentrasi 4 sangat efektif karena mampu mengendalikan rayap tanah lebih dari 50 karena memiliki daya racun dan toksitas yang cukup tinggi dan sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai insektisida botani Charli, 2004 . Tuba memiliki kandungan zat yang beracun yang terdapat di dalam akar tuba. Zat beracun terpenting yang terkandung pada akar tuba adalah rotenon C 23 H 22 O 6 yang secara kimiawi digolongkan ke dalam kelompok flavonoid. Zat-zat beracun yang terkandung lainnya adalah deguelin, tefrosin dan toksikarol, tetapi daya racunnya tidak sekuat rotenon. Rotenon adalah racun kuat bagi serangga dan ikan, akar tuba digunakan untuk menangkap ikan sedangkan akar yang telah dikeringkan digunakan sebagai insektisida. Dengan rotenon 15 kali lebih 9 toksik dibandingkan nikotin dan 25 kali lebih toksik dibanding Potassium ferrosianida. Namun demikian rotenon sedikit atau tidak ada efeknya terhadap manusia atau hewan bedarah panas Adriani 2008 . Senyawa bio-aktif rotenone C23H22O6 paling banyak terdapat pada akar tuba Derris elliptica. Rotenone diklasifikasikan oleh World Health Organization sebagai insektisida kelas II dengan tingkat bahaya menengah. Rotenone sangat cepat rusak di air Universitas Sumatera Utara dan di tanah,dalam waktu 2-3 hari dengan paparan sinar matahari seluruh racun rotenone akan hilang Arsin, dkk 2012. Bahan aktif rotenon mempunyai beberapa sifat yaitu, bekerja sebagai racun perut dan racun kontak yang selektif, residu tidak peresisten dan pada LD 50 oral 132-15000 mgkg pada tikus. Rotenon berwujud kristal berwarna putih sampai kuning Aziz ,dkk 2004. Daun Serai Wangi Tanaman serai wangi Cymbopogon nardus L termasuk family Geraminae rumput-rumputan, serumpun mempunyai jumlah anakan sampai 60 batang, dengan perakaran serabut yang mampu memegang tanah. Ditambah lagi dengan daun yang rimbun, maka tanaman serai cocok untuk digunakan sebagai tanaman pencegah erosi. Minyak serai wangi dapat dimanfaatkan sebagai obat pada aromaterapi, karena minyak ini berkhasiat sebagai anti radang, pereda nyeri dan memperkuat pencernaan. Kandungan utama minyak serai wangi adalah geraniol dan sitronella, sitral, sitronela, mirsena, nerol, farnesol, metil heptenon dan dipentena, yang berperan sebagai antijamur, antibakteri, antiseptik dan dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati Ahmadi, 2012 . Senyawa geraniol dan sitronellal dilaporkandapat berfungsi sebagai fungisida nabati. Eugenol yang terkandung dalam serai wangi mempunyai pengaruh dalam menghambat pertumbuhan dan perkembangan jamur pathogen. Senyawa saponin memiliki sifat antimikroba karena kemampuannya berinteraksi dengan sterol pada membran sehingga menyebabkan kebocoran protein dan enzim-enzim tertentu Ssegawa, 2007 . Universitas Sumatera Utara . Gambar 7. Daun Sereh Wangi. Tanaman serai wangi Cymbopogon nardus merupakan salah satu jenis tumbuhan penghasil insektisida nabati yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan populasi hama. Bagian daun serai wangi banyak mengandung minyak atsiri yang terdiri dari senyawa sitral, sitronella, geraniol, mirsena, nerol, farsenol, metal heptenon, dan diptena. Bahan aktif yang mengandung zat beracun adalah geraniol. G eraniol dan citronella yang pada konsentrasi tinggi memiliki keistimewaan sebagai anti feedant, sehingga rayap tidak bergairah memakan tanaman, sedangkan pada konsentrasi rendah bersifat sebagai racun perut yang bias mengakibatkan rayap mati, Dari penelitian terdahulu penggunaan ekstrak serai wangi dengan konsentrasi sebesar 2 memberikan dampak yang sangat efektif dalam mengendalikan rayap tanah Hardi dan Kurniawan, 2007 . Universitas Sumatera Utara BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman Balai Penelitian Tanaman Karet Sungai Putih, dengan ketinggian tempat ± 80 meter di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret -April 2013. Bahan dan Alat Adapun bahan yang digunakan adalah rayap, sarang rayap, serbuk kayu , kayu lapuk, tanah, pasir, air, Daun Sereh Wangi dan Akar Tuba. Adapun alat yang digunakan adalah cangkul, gunting, toples kaca , blender, panci, timbangan, petridish, erlenmeyer 5000 ml, gelas ukur , batang pengaduk, hand sprayer, pinset, ember, gunting, kertas saring dan kain kasa. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan Faktor Pertama Konsentrasi Termitisida Nabati Kontrol V1 : Larutan akar tuba 200 grliter air. V2 : Larutan akar tuba 300 grliter air. V3 : Larutan daun serai wangi 200 grliter air. V4 : Larutan daun serai wangi 300 grliter air. Faktor Kedua Cara Aplikasi Termitisida Nabati A1 : Aplikasi dengan Pengumpanan Universitas Sumatera Utara A2 : Aplikasi dengan Penyemprotan Kombinasi Perlakuan terdiri dari 9 perlakuan : V1A1 V2A1 V3A1 V4A1 V0A0 V1A2 V2A2 V3A2 V4A2 Jumlah perlakuan t = 9 t r-1 ≥ 15 9r-1 ≥ 15 9r ≥ 24 r = 249 r = 2,6 dibulatkan menjadi 3 ulangan Jumlah ulangan r : 3 ulangan Jumlah Keseluruhan Perlakuan : 3 x 9 = 27 Perlakuan Jumlah Rayap pada setiap Perlakuan : 10 ekor Jumlah Rayap yang diperlukan : 270 ekor Metode linier yang digunakan adalah : Yijk = μ + αi + βj + αβij + ξijk Keterangan : Yijk = respon atau nilai pengamatan taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B pada ulangan ke-k µ = nilai tengah umum Αi = pengaruh taraf ke-i dari faktor A Βj = pengaruh taraf ke-j dari faktor B αβij = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B Universitas Sumatera Utara Ξijk = pengaruh galat percobaan taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari factor pada ulangan ke-k Jika efek perlakuan nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test DMRT Bangun, 1990. Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Larutan Termitisida Nabati Ditimbang sebanyak 200 gr dan 300 gr akar tuba dan daun serai wangi. Akar tuba dan daun Serai Wangi dikeringanginkan kemudian dipotong kecil kecil lalu diblender dan ditambahkan air sedikit hingga menjadi halus. Setelah semua daun menjadi halus, pada setiap perlakuan ditambahkan 1 liter air dan diaduk sampai larut. Kemudian diendapkan selama satu malam dan disaring dengan kain saring, lalu dimasukkan ke dalam handsprayer dan siap untuk diaplikasikan. Persiapan Rayap Rayap dan sarangnya diambil dari lapangan kemudian dimasukkan kedalam ember plastik. Kemudian rayap dimasukkan rayap sebanyak 10 ekor pada stoples kaca yang berisi serbuk kayu, sarang rayap, tanah dan kayu lapuk kemudian ditutup dengan kain kasa. Rayap yang digunakan adalah rayap dari kasta prajurit. Aplikasi Termitisida Untuk aplikasi dengan menggunakan pegumpanan digunakan sebuk kayu yang direndam dengan termitisida selama 24 jam kemudian dikeringkanangin agar kelembapan terjaga.Untuk aplikasi penyemprotan dilakukan dengan menyemprotkan secara langsung ke tubuh serangga Universitas Sumatera Utara Peubah Pengamatan 1. Persentase Mortalitas } Parameter yang diamati yaitu persentasi mortalitas rayap per perlakuan. Pengamatan dilakukan setiap hari selama enam kali pengamatan.. Pengamatan persentase mortalitas setelah aplikasi diperoleh dari hasil pengamatan jumlah rayap yang mati ekor kemudian persentase mortalitas dihitung dengan rumus : Persentasi Mortalitas : ∑ Rayap yang mati X 100 ∑ Rayap yang diaplikasikan Abbott, 1925 dalam Wulandari, 2009.

2. Pengaruh Konsentrasi Termitisida Terhadap Mortalitas Rayap