Uji Suhu Penyangraian Pada Alat Penyangrai Kopi Mekanis Tipe Rotari Terhadap Mutu Kopi Arabika (Coffea arabica)

(1)

UJI SUHU PENYANGRAIAN PADA ALAT PENYANGRAI

KOPI MEKANIS TIPE ROTARY TERHADAP MUTU KOPI

JENIS ARABIKA (Coffea arabica)

SKRIPSI

OLEH

TOMMI PERSADA SEMBIRING

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(2)

UJI SUHU PENYANGRAIAN PADA ALAT PENYANGRAI

KOPI MEKANIS TIPE ROTARY TERHADAP MUTU KOPI

JENIS ARABIKA (Coffea arabica)

SKRIPSI

OLEH :

TOMMI PERSADA SEMBIRING 080308052/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

Achwil Putra Munir, STP, M. Si Prof. Dr. Ir Sumono, MS


(3)

ABSTRAK

T

OMMI PERSADA SEMBIRING: uji suhu penyangraian pada alat penyangrai kopi mekanis tipe rotari terhadap mutu kopi jenis arabika, dibimbing oleh ACHWIL PUTRA MUNIR dan SUMONO.

Pada alat penyangrai kopi mekanis pengaturan suhu penyangraian perlu diperhatikan. Suhu tersebut menentukan kualitas hasil sangrai. Penelitian ini adalah pengujian berbagai tingkat suhu pada alat penyangrai kopi tipe rotari terhadap hasil dan kualitas kopi. Penelitian dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian USU pada bulan Januari-April 2013 dengan menggunakan model rancangan acak lengkap non faktorial yaitu pada taraf pengujian pada suhu 70⁰C, 75⁰C, 80⁰C, 85⁰C dan 90⁰C. Parameter yang diamati adalah rendemen, kapasitas olah dan kadar air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji suhu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen, berbeda sangat nyata terhadap kapasitas olah, dan berbeda tidak nyata terhadap kadar air.

Perlakuan terbaik dari penelitian ini adalah perlakuan T3 (800C) yang menghasilkan rendemen 81,2%, kapasitas olah 3,252 kg/jam, dan kadar air 5,94 %

Kata Kunci : Alat penyangrai kopi, Uji Suhu, Kualitas kopi

ABSTRACT

TOMMI PERSADA SEMBIRING: The effect of rotary mechanical coffe roasting temperature on the quality of Arabica coffee, supervised by ACHWIL PUTRA MUNIR and SUMONO.

On mechanical equipment coffee roasters, roasting temperature needs to be considered. The temperature determines the quality of the roasting product. This study was testing the temperature at various levels coffee roasters rotary tool on the yield and quality of coffee. The study was conducted at the Laboratory of Agricultural Engineering USU College of Agriculture in January to April 2013 by using a non-factorial completely randomized design at 700C, 750C, 800C, 850C, 900C. Parameters measured were yield, processing capacity and water content. The results showed that the test temperature had highly significant effect on yield, had highly significant to the processing capacity, and had no significant effect ton the water content.

The best treatment of this research was the treatment T3 (800C) which produced 81.2% yield, processing capacity of 3,252 kg / hour, and the water content of 5.948%


(4)

RIWAYAT HIDUP

Tommi Persada Sembiring, dilahirkan di Diski pada tanggal 07 Desember 1990 dari ayah Sejahtera Sembiring dan ibu Ribuana Bangun. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 2 Binjai dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk ke Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai Badan Pengurus Harian Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (BPH IMATETA) dan sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen KMK USU.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pabrik Pengolahan Karet PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III Gunung Para pada tanggal 27 Juni 2011 sampai dengan 27 Juli 2011.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Uji Suhu Penyangraian Pada Alat Penyangrai Kopi Mekanis Tipe Rotari Terhadap Mutu Kopi Arabika (Coffea arabica)” sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua kedua orang tua yang telah membimbing dan membesarkan hingga seperti sekarang ini, dan tidak lupa juga kepada Bapak Achwil Putra Munir, STP, M.Si., dan Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S., sebagai komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan masukan, saran dan kritik yang sangat berharga bagi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Untuk lebih menyempurnakan skripsi ini, maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, April 2013 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA... 6

Kopi ... 6

Botani tanaman ... 6

Jenis-jenis kopi ... 6

Perkembangan kopi di Indonesia ... 8

Kopi sebagai penghasil devisa ... 9

Pengolahan hasil ... 10

Penyangraian ... 11

Elemen Mesin ... 15

Motor listrik ... 15

Prinsip kerja motor listrik ... 15

V- belt ... 16

Pulley ... 17

Reducer Speed ... 19

BAHAN DAN METODE ... 20

Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat Penelitian ... 20

Metode Penelitian ... 21

Persiapan Penelitian ... 21

Persiapan Alat ... 21

Persiapan Bahan ... 22

Prosedur Penelitian ... 22

Parameter yang Diamati ... 23

Rendemen ... 23

Kapasitas olah ... 23

Kadar air ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Persentase Rendemen ... 27

Kapasitas Olah ... 30

Kadar Air ... 32

Kesimpulan dan saran ... 33


(7)

Saran ... 34 DAFTAR PUSTAKA ... 35


(8)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Kriteria mutu kopi ... 14

2. Pengaruh berbagai suhu terhadap parameter yang diamati ... 27

3. Uji DMRT berbagai tingkatan suhu terhadap rendemen ... 28


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Hubungan uji tingkatan suhu terhadap rendemen (%) ... 28 2. Hubungan uji tingkatan suhu terhadap kapasitas olah (kg/jam) ... 30 3. Hubungan uji tingkatan suhu terhadap kadar air (%) ... 31


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Data pengamatan rendemen(%) ... 37

2. Data pengamatan kapasitas olah (kg/jam)... 38

3. Data pengamatan kadar air (%) ... 39

4. Spesifikasi alat ... 40

5. komponen alat ... 41

6. flowchart penelitian ... 42

7. kopi hasil sangrai (700C) ... 45

8. kopi hasil sangrai (750C) ... 47

9. kopi hasil sangrai (800C) ... 49

10. kopi hasil sangrai (850C) ... 51


(11)

ABSTRAK

T

OMMI PERSADA SEMBIRING: uji suhu penyangraian pada alat penyangrai kopi mekanis tipe rotari terhadap mutu kopi jenis arabika, dibimbing oleh ACHWIL PUTRA MUNIR dan SUMONO.

Pada alat penyangrai kopi mekanis pengaturan suhu penyangraian perlu diperhatikan. Suhu tersebut menentukan kualitas hasil sangrai. Penelitian ini adalah pengujian berbagai tingkat suhu pada alat penyangrai kopi tipe rotari terhadap hasil dan kualitas kopi. Penelitian dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian USU pada bulan Januari-April 2013 dengan menggunakan model rancangan acak lengkap non faktorial yaitu pada taraf pengujian pada suhu 70⁰C, 75⁰C, 80⁰C, 85⁰C dan 90⁰C. Parameter yang diamati adalah rendemen, kapasitas olah dan kadar air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji suhu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen, berbeda sangat nyata terhadap kapasitas olah, dan berbeda tidak nyata terhadap kadar air.

Perlakuan terbaik dari penelitian ini adalah perlakuan T3 (800C) yang menghasilkan rendemen 81,2%, kapasitas olah 3,252 kg/jam, dan kadar air 5,94 %

Kata Kunci : Alat penyangrai kopi, Uji Suhu, Kualitas kopi

ABSTRACT

TOMMI PERSADA SEMBIRING: The effect of rotary mechanical coffe roasting temperature on the quality of Arabica coffee, supervised by ACHWIL PUTRA MUNIR and SUMONO.

On mechanical equipment coffee roasters, roasting temperature needs to be considered. The temperature determines the quality of the roasting product. This study was testing the temperature at various levels coffee roasters rotary tool on the yield and quality of coffee. The study was conducted at the Laboratory of Agricultural Engineering USU College of Agriculture in January to April 2013 by using a non-factorial completely randomized design at 700C, 750C, 800C, 850C, 900C. Parameters measured were yield, processing capacity and water content. The results showed that the test temperature had highly significant effect on yield, had highly significant to the processing capacity, and had no significant effect ton the water content.

The best treatment of this research was the treatment T3 (800C) which produced 81.2% yield, processing capacity of 3,252 kg / hour, and the water content of 5.948%


(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nama kopi sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi. Aromanya yang harum, rasanya yang khas nikmat, serta khasiatnya yang dapat memberikan rangsangan penyegaran badan membuat kopi cukup akrab di lidah dan digemari. Penggemarnya bukan saja bangsa Indonesia, tetapi juga berbagai bangsa seantero dunia. Sudah beberapa abad lamanya kopi menjadi bahan perdagangan, dan karena inilah perkebunan kopi mendapat kepercayaan dan tugas berat dari pemerintah untuk menghasilkan kopi sebagai bahan ekspor. Sebab dari berbagai penjuru dunia banyak orang yang suka minum kopi tetapi negaranya tidak menghasilkan kopi, sehingga negara tersebut harus membeli dari negara lain. Maka dewasa ini tanaman kopi lebih meluas (Najiyati dan Danarti, 1999).

Kopi arabika adalah kopi yang paling baik, tanda-tandanya ialah biji picak dan daun yang hijau tua dan berombak-ombak. Agar baik tumbuhnya maka hendaknya tinggi kadar bahan organis dalam tanah yang ditanami dengan kopi Arabika itu, ditanam berbagai macam leguminosae sebagai pupuk hijau didekat kopi tersebut serta pohon-pohon pelindung. Karena jenis ini ternyata tidak tahan di sembarangan tempat, maka diimpor Coffea Liberica yang berasal dari Angola, tetapi tetapi jenis ini juga tidak tahan. Kemudian didatangkan Coffea Robusta di Congo Belgia yang nyata kuat, lagi pula hasilnya banyak. Di Indonesia Coffea Arabica masih terdapat di Sumatera, Sulawesi, dan Bali. Kopi robusta mengandung kadar caffeine 2%. Akan tetapi kafeinnya dapat dikeluarkan dari


(13)

kopi sehingga hanya tinggal 0,3% supaya dapat diminum oleh pasien penyakit jantung

Kopi adalah suatu jenis tanaman tropis, yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat-tempat yang terlalu tinggi dengan temperatur yang sangat dingin atau daerah-daerah tandus yang memang tidak cocok bagi kehidupan tanaman. Mutu kopi yang baik sangat tergantung pada jenis bibit yang ditanam, keadaan iklim, tinggi tempat, dan lain-lain. Dan dari kesemuanya ini dapat mempengaruhi perkembangan hama penyakit. Demikian pula cuaca pun sangat berpengaruh terhadap produksi (AAK, 2009).

Kadar kafein yang terdapat dalam kopi Robusta sedikit lebih tinggi dibanding kopi Arabika. Sebaliknya jenis Arabika lebih banyak mengandung zat gula dan minyak atsiri. Di negara-negara konsumen ramuan minuman kopi ini biasanya dihidangkan dalam bentuk blending kopi Robusta dan Arabika. Selain meningkatkan cita rasa hasil blending juga menekan harga pokoknya, karena harga kopi Arabika tercatat jauh lebih tinggi dibanding Robusta.

Kopi diperdagangkan sejak dasawarsa terakhir, bukan saja dalam bentuk tradisional green coffea (biji kopi mentah) yang ditampung oleh para pengolah roasters, namun juga dalam bentuk olahan setengah jadi dan bahan jadi siap pakai, di antaranya dalam bentuk: kopi bubuk (powdered coffee), kopi celup, dll.

Kopi bubuk merupakan salah satu produk kebutuhan rumah tangga yang sudah tersedia diberbagai tempat penjualan baik diperkotaan maupun di pedesaan dengan berbagai macam merek kopi yang tersedia. Bagi seorang dan atau rumah tangga , kebutuhan akan kopi bubuk dirasa sangatlah perlu untuk melengkapi


(14)

persediaan barang konsumsi terkait dengan kehidupan berinteraksi sosial dalam bermasyarakat. Keberadaan kopi bubuk bagi seseorang apalagi sebagai pecandu kopi adalah sangat membantu dalam berbagai aktivitas atau bisa dikatakan seseorang akan lebih bersemangat dalam beraktivitas setelah minum kopi.

Selain kopi digunakan sebagai minuman kenikmatan, juga dibutuhkan untuk penyedap berbagai panganan, mulai dari tar moka atau kue hingga es buah serta es krim moka yang terkenal dan disukai masyarakat. Itulah sebabnya komoditi kopi dalam dunia perdagaangan internasional digolongkan dalam komoditi pangan kenikmatan (Spillane, 1990).

Selama ± 30 tahun yang terakhir ini perkembangan dibidang teknologi pengolahan kopi lebih terbatas dibandingkan dengan perkembangan dibidang budidaya. Namun demikian ada juga perkembangan yang cukup prinsipial, yaitu mengenai masalah fermentasi. Disamping itu ada pula perkembangan dibidang peralatan, yaitu antara lain alat pengupas (pulper), alat pengering dan sortasi, serta alat penyangrai (roaster) yang senuanya itu ditujukan ke arah peningkatan dan ke arah efisiensi (AAK, 2009).

Pengolahan kopi rakyat harus dilakukan dengan tepat waktu, tepat cara dan tepat jumlah. Buah kopi hasil panen, seperti halnya produk pertanian yang lain, perlu segera diolah menjadi bentuk akhir yang stabil agar aman untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu. Kriteria mutu biji kopi yang meliputi aspek fisik, cita rasa dan kebersihan serta aspek keseragaman dan konsistensi sangat ditentukanoleh perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya. Oleh karena itu, tahapan proses dan spesifikasi peralatan pengolahan kopi yang


(15)

menjamin kepastian mutu harus didefinisikan secara jelas. Demikian juga, perubahan mutu yang terjadi pada setiap tahapan proses perlu dimonitor secara rutin supaya pada saat terjadi penyimpangan dapat dikoreksi secara cepat dan tepat. Sebagai langkah akhir, upaya perbaikan mutu akan mendapatkan hasil yang optimal jika disertai dengan mekanisme tata niaga kopi rakyatyang berorientasi pada mutu.

Pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani, pedagang pengecer, industri kecil dan pabrik. Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasnya hanya dilakukan secara tradisional dengan alat-alat sederhana. Hasilnya pun biasanya hanya dikonsumsi sendiri atau dijual bila ada pesanan. Sedangkan pembuatan kopi bubuk oleh pabrik biasanya dilakukan secara modern dengan skala yang cukup besar dengan menggunakan alat penyangrai.

Penyangraian kopi hingga pada saat sekarang ini masih banyak menggunakan peralatan manual ataupun yang disebut secara tradisional yaitu dengan menggunakan kuali dan pengadukannya pun menggunakan tenaga manusia (tangan) dan menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar. Dan hal ini kurang efektif dan efisien bagi manusia (Anonimous1,2011).

Untuk mengatasi keterbatasan atau pun ketidak efektifan dan ketidak efisiennya cara manual ini, maka dirancanglah suatu alat penyangrai kopi mekanis.

Untuk mendapatkan hasil sangrai yang baik, pengaturan suhu perlu diperhatikan. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan pengujian suhu untuk mendapatkan suhu yang baik untuk penyangraian.


(16)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh suhu alat penyangrai kopi mekanis. Karena diduga adanya pengaruh suhu terhadap rendemen, kapasitas olah dan kadar air pada kopi jenis Arabika (coffea arabica).

Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyangraian kopi.

3. Bagi masyarakat, untuk membantu dan memotivasi dalam proses produks

Hipotesis Penelitian

Diduga adanya pengaruh suhu penyangraian terhadap kualitas kopi sangrai dengan jenis kopi Arabika (coffea arabica).


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Kopi

Botani tanaman

Kopi termasuk keluarga besar (suku) Rubiaceae, keluarga Coffea. Di Indonesia dari keluarga ini dikenal ada beberapa varietas. Namun dari bermacam-macam varietas yang diperkebunkan itu tidak nampak adanya perbedaan yang besar. Bijinya berkeping dua (dikotil). Kalau tanaman dibiarkan saja, dapat tumbuh sampai 10 meter tingginya (AAK, 2009).

Adapun klasifikasi tanaman kopi (Coffea sp.) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dycotiledoneae Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Coffea Spesies : Coffea sp.

Jenis-jenis kopi

Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi tetapi yang sering dibudidayakan hanya kopi robusta, arabika dan liberika. Penggolongan kopi tersebut umumnya didasarkan pada spesiesnya, kecuali Robusta. Kopi robusta


(18)

bukan merupakan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi terutama Coffea canephora (Najiyati dan Danarti, 1999) 1. Kopi robusta

Kopi robusta digolongkan lebih rendah mutu cita rasanya dibandingkan dengan citarasa kopi arabika. Hampir seluruh produksi kopi robusta di seluruh dunia dihasilkan secara kering dan untuk mendapatkan rasa lugas tidak boleh mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi robusta memiliki kelebihan yaitu kekentalan lebih dan warna yang kuat (Siswoputranto, 1992).

Kadar kafein yang terdapat dalam kopi Robusta sedikit lebih tinggi dibanding kopi Arabika. Sebaliknya jenis Arabika lebih banyak mengandung zat gula dan minyak atsiri. Di negara-negara konsumen ramuan minuman kopi ini biasanya dihidangkan dalam bentuk blending kopi Robusta dan Arabika. Selain meningkatkan cita rasa hasil blending juga menekan harga pokoknya, karena harga kopi arabika tercatat jauh lebih tinggi dibanding robusta (Spillane, 1990). 2. Kopi liberika

Kopi liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak tahun 1965. Meskipun sudah cukup lama penyebarannya tetapi hingga saat ini jumlahnya masih terbatas karena kualitas buah yang kurang bagus dan rendemennya rendah (Najiyati dan Danarti, 1999).

Jenis Liberika antara lain : kopi abeokutae, kopi klainei, kopi dewevrei, kopi excelsa dan kopi dybrowskii. Diantara jenis-jenis tersebut pernah dicoba di Indonesia tetapi hanya satu jenis saja yang menunjukkan hasil yang diharapkan ialah jenis excels (AAK, 1988).


(19)

3. Kopi arabika

Kopi arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya, tanda-tandanya adalah biji picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak (Botanical, 2010).

Jenis-jenis kopi yang termasuk dalam golongan arabika adalah abesinia, pasumah, marago dan congensis (Najiyati dan Danarti, 1999).

Awalnya, jenis kopi yang dibudidayakan di Indonesia adalah arabika, lalu liberika dan terakhir robusta. Kopi jenis arabika sangat baik ditanam di daerah yang berketinggian 1.000-2.100 mdpl. Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi, cita rasa yang dihasilkan oleh biji kopi akan semakin baik. Karena itu, perkebunan kopi arabika hanya terdapat dibeberapa daerah tertentu (di daerah yang memiliki ketinggian diatas 1000 mdpl). Beberapa daerah penanaman jenis kopi arabika yang terkenal di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Tapanuli Utara, Dairi, Tobasa, Humbang Hasundutan, Mandailing, dan Karo), Provinsi Aceh, Provinsi Lampung, Sulawesi, Jawa dan Bali (Panggabean, 2011).

Perkembangan kopi di Indonesia

Kopi Indonesia saat ini ditilik dari hasilnya, menempati peringkat keempat terbesar di dunia. Kopi memiliki sejarah yang panjang dan memiliki peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Indonesia diberkati dengan letak geografisnya yang cocok bagi tanaman kopi. Pada awalnya kopi di Indonesia berada dibawah pemerintah Belanda. Pada awalnya pemerintah Belanda menanam kopi di sekitar daerah Batavia (Jakarta), Sukabumi dan Bogor. Kopi juga ditanam di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera dan Sulawesi. Pada permulaan abad ke-20 perkebunan kopi Indonesia terserang hama, yang hampir


(20)

memusnahkan seluruh tanaman kopi. Pada saat itu kopi juga ditanam di Timor dan Flores. Jenis kopi yang ditanam disana adalah kopi Arabika. Kopi ini tidak terserang hama (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Kopi sebagai penghasil devisa

Kopi diperdagangkan sejak dasawarsa terakhir, bukan saja dalam bentuk

traditional green coffee (biji kopi mentah) yang ditampung oleh para pengolah roasters, namun juga dalam bentuk olahan setengah jadi dan bahan jadi siap pakai,

di antaranya dalam bentuk: kopi bubuk (powdered coffee), kopi celup (Spillane, 1990).

Nama kopi sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi. Aromanya yang harum, rasanya yang khas nikmat, serta khasiatnya yang dapat memberikan rangsangan penyegaran badan membuat kopi cukup akrab di lidah dan digemari. Penggemarnya bukan saja bangsa Indonesia, tetapi juga berbagai bangsa seantero dunia. Sudah beberapa abad lamanya kopi menjadi bahan perdagangan, dan karena inilah perkebunan kopi mendapat kepercayaan dan tugas berat dari pemerintah untuk menghasilkan kopi sebagai bahan ekspor. Sebab dari berbagai penjuru dunia banyak orang yang suka minum kopi tetapi negaranya tidak menghasilkan kopi, sehingga negara tersebut harus membeli dari negara lain. (Najiyati dan Danarti, 1999).

Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa negara, salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa adalah komoditas kopi. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan nasional yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut


(21)

dapat berupa pembukaan kesempatan kerja serta sebagai sumber pendapatan petani. Pengelolaan komoditas kopi telah membuka peluang bagi lima juta petani (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Lebih dari 90% produksi kopi Indonesia merupakan produksi kopi rakyat dan sisanya adalah produksi kopi perkebunan besar milik negara dan swasta. Sejak tahun 1984, Indonesia termasuk sebagai negara produsen dan pengekspor kopi dunia ketiga setelah Brazil dan Kolumbia (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Umumnya tanaman kopi rakyat sudah berumur sudah tua sehingga tidak produktif lagi. Teknologi yang digunakan pun sangat sederhana. Tidak heran bila mutunya sangat rendah. Untuk mengatasi hal tersebut maka langkah yang perlu ditempuh oleh petani adalah:

1. Mengembangkan varietas kopi arabika unggul pada lahan yang sesuai 2. Mengganti tanaman tua dengan tanaman muda varietas unggul yang

dianjurkan

3. Menerapkan teknik budidaya yang benar

4. Menerapkan sistem pemanenan dan pengolahan yang benar, baik cara pemetikan, pengolahan, pengeringan maupun sortasi.

(Najiyati dan Danarti, 2008).

Pengolahan hasil

Di dalam dunia perdagangan, kopi hanya dapat diperdagangkan dalam bentuk biji-bijian kering yang sudah terlepas dari daging buah dan kulit arinya. Biji-biji kopi yang diperdagangkan itu disebut kopi beras atau mark koffie. Untuk mendapatkan kopi beras perlu ada pengolahan. Pada pokoknya pengolahan itu


(22)

hanya ada dua cara yaitu pengolahan kering (Oost Indische Bereiding) dan pengolahan basah (West Indische Bereiding) (AAK, 2009).

Pada tanaman kopi Arabika dan Robusta dikenal dua macam cara proses pengolahan :

1. Proses kering, amat sederhana dan tidak memerlukan peralatan khusus. Setelah dipetik, kopi biasanya dikeringkan dengan cara dijemur selama 10 sampai 15 hari. Baru setelah itu kopi tersebut dikupas. Hampir semua kopi Arabika dari Brazil melalui proses kering, dan kualitasnya tetap bagus karena kopi yang dipetik biasanya yang telah betul-betul matang (berwarna merah).

2. Proses basah, diperlukan peralatan khusus dan hanya bisa memproses biji kopi yang telah benar-benar matang. Proses jenis ini biasanya dilakukan oleh perkebunan besar dengan peralatan yang memadai termasuk mekanik yang cakap sehingga mereka tidak tergantung pada cahaya matahari untuk mengeringkan kopi tersebut (Tapanuli Coffea, 2006).

Kualitas kopi yang baik hanya dapat diperoleh dari buah yang telah masak dan melalui pengolahan yang tepat. Buah kopi yang baru dipanen harus segera diolah, hal ini dikarenakan buah kopi mudah rusak dan menyebabkan cita rasa pada seduhan kopi (Panggabean, 2011).

Penyangraian

Proses penyangraian merupakan tahapan pembentukan aroma dan cita rasa khas kopi dengan perlakuan panas. Proses sangrai diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan memanfaatkan panas yang tersedia dari kompor dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis. Reaksi ini merupakan reaksi


(23)

dekomposisi senyawa hidrokarbon antara lain karbohidrat, hemiselulosa, dan selulosa yang ada dalam kopi. Reaksi ini biasanya terjadi setelah suhu sangrai diatas 1800

1. Suhu 190

C (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Kisaran suhu sangrai yang umum adalah sebagai berikut:

0

-1950 2. Suhu 200

C untuk tingkat sangrai ringan (warna cokelat muda)

0

-2050

3. Suhu 205

C untuk tingkat sangrai medium (warna cokelat agak gelap)

0

Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 20 menit bergantung pada kadar air biji kopi. Salah satu tolak ukur proses penyangraian adalah derajat

sangrai yang dilihat dari perubahan warna biji kopi yang sedang disangrai (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Menurut Najiyati dan Danarti (1999), penyangraian adalah proses pemanasan kopi beras yang bertujuan untuk mendapatkan kopi sangrai yang berwarna coklat kayu manis kehitaman. Pada proses penyangraian kopi juga akan mengalami perubahan-perubahan warna yaitu berturut-turut dari hijau atau coklat muda menjadi coklat kayu manis, kemudian menjadi hitam dengan permukaan berminyak. Bila kopi sudah berwarna kehitaman dan mudah pecah (retak) maka penyangraian segera dihentikan, kopi segera diangkat dan didinginkan.

C untuk tingkat sangrai gelap (warna cokelat tua cenderung agak hitam).

Penyangraian bisa dilakukan secara terbuka dan tertutup. Penyangraian secara tertutup akan menyebabkan kopi bubuk yang dihasilkan mempunyai rasa agak asam akibat tertahannya air dan beberapa jenis asam yang mudah menguap.


(24)

Tetapi aromanya akan lebih tajam karena senyawa kimia yang mempunyai aroma khas kopi tidak banyak menguap. Selain itu kopi akan terhindar dari pencemaran bau yang berasal dari luar seperti bau bahan bakar atau bau gas hasil pembakaran yang tidak sempurna. Sedangkan penyangraian secara tradisional yang umumnya oleh petani dilakukan secara terbuka dengan menggunakan wajan terbuat dari tanah (kuali). Bila alat ini tidak ada bisa pula dilakukan dalam wajan yang terbuat dari besi/ baja (Najiyati dan Danarti, 1999).

Bagian terpenting dari alat penyangrai adalah silinder, pemanas, dan alat penggerak atau pemutar silinder. Cara menggunakannya, pertama silinder dipanasi hingga suhu tertentu dan diputar dengan kecepatan tertentu tergantung dari tipe alatnya. Setelah silinder dipanaskan pada suhu dan putaran tertentu, kemudian kopi dimasukkan ke dalam silinder. Sementara itu pemanasan dan pemutaran silinder tetap berlangsung, bila kopi sudah mencapai tahap roasting point (kopi masak sangrai) pemanasan segera dihentikan dan kopi didinginkan. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tahap roasting point tergantung pada jumlah kopi yang disangrai (Najiyati dan Danarti, 1999).

Kopi (Coffea sp) merupakan tanaman yang menghasilkan sejenis minuman. Minuman tersebut diperoleh dari seduhan kopi dalam bentuk bubuk. Kopi bubuk adalah biji kopi yang telah disangrai, digiling atau ditumbuk hingga menyerupai serbuk halus (Arpah, 1993).

Sebelum kopi dipergunakan sebagai bahan minuman, terlebih dahulu dilakukan proses roasting. "Flavor" kopi yang dihasilkan selama proses roasting


(25)

penyangraian, penggilingan, penyimpanan dan metode penyeduhannya. Cita rasa kopi akan ditentukan akhirnya oleh cara pengolahan di pabrik-pabrik. Penyang-raian biji kopi akan mengubah secara kimiawi kandungan-kandungan dalam biji kopi, disertai susut bobotnya, bertambah besarnya ukuran biji kopi dan perubahan warna bijinya. Kopi biji setelah disangrai akan mengalami perubahan kimia yang merupakan unsur cita rasa yang lezat (Hatta, 2012).

Kriteria mutu kopi sangrai

Kode HS : 090121000 Nama komoditi : Kopi sangrai Kode Standar Mutu : SNI.01-2983-1992 TAHUN : 1992

Tabel 1. Kriteria mutu kopi No

test Kriteria Satuan Persyaratan 1 Keadaan ( bau, rasa) - Normal 2 Kadar air % w/w Maksimal 4 3 Kadar abu % w/w 7-14 4 Kealkalian dari abu 1 N NaOH/100 gr 80-14 ml

5 Rendemen % w/w Maksimal 80 %

6 Kadar kafein % w/w 2-8 7 Kadar gula pereduksi % w/w Maksimal 10 8 Padatan tak larut

dalam air % w/w Maksimal 0,25 9 Cemaran logam

(Pb, Cu) Mg/kg Maksimal 29, 30 10 Kandungan tembaga

(Cu) Mg/kg Maksimal 30 11 Cemaran mikroba

( kapang, bakteri) Kol/gr Maks 50<300 12 Laju penyangraian %/jam 12-18 13 Kebisingan maksimal dB 90 14 Kontaminasi asap


(26)

Elemen Mesin Motor listrik

Mesin-mesin yang dinamakan motor listrik dirancang untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanis, untuk menggerakkan berbagai peralatan, mesin-mesin dalam industri, pengangkutan dan lain-lain. Setiap mesin sesudah dirakit, porosnya menonjol melalui ujung penutup (lubang pelindung) pada sekurang-kurangnya satu sisi supaya dapat dilengkapi dengan sebuah pulley atau sebuah generator atau ke suatu mesin yang akan digerakkan ( Daryanto, 2002 ).

Bahan penghantar adalah bahan yang menghantarkan listrik dengan mudah. Bahan ini mempunyai daya pengantar listrik (electrical conductivity) yang besar dan tahanan listrik (electrical resistance) kecil. Bahan penghantar listrik berfungsi untuk menghantarkan listrik (Sumanto, 1994).

Motor listrik mempunyai keuntungan yaitu dapat dihidupkan dengan hanya memutar saklar, motor DC mempunyai daya besar pada putaran rendah (Soenarto dan Shoichi, 1987).

Pada motor listrik tenaga listrik diubah menjadi tenaga mekanik. Perubahan ini dilakukan dengan mengubah tenaga listrik menjadi

Prinsip kerja motor listrik

disebut sebagai elektromagnet. Sebagaimana kita ketahui bahwa kutub-kutub dari magnet yang senama akan tolak-menolak dan kutub-kutub tidak senama akan tarik-menarik. Maka kita dapat memperoleh gerakan jika kita menempatkan sebuah magnet pada sebuah poros yang dapat berputar, dan magnet yang lain pada suatu kedudukan yang tetap.


(27)

- Dapat dihidupkan dengan hanya memutar sakelar - Suara dan getaran tidak menjadi gangguan

- Udara tidak ada yang dihisap, juga tidak ada gas buang, karena itu tidak perlu mengukur polusi lingkungannya atau membuat ventilasi

- Motor DC mempunyai daya besar pada putaran rendah. Di lain pihak, motor AC yang menggunakan sumber daya umum tidak mudah mengubah putarannya

Di lain pihak, motor listrik juga memiliki kekurangan sebagai berikut : - Motor listrik membutuhkan sumber daya, kabelnya harus dapat

dihubungkan langsung dengan stop kontak, dengan demikian tempat penggunaannya sangat terbatas panjang kabel.

- Kalau dipergunakan baterai sebagai sumber daya, maka beratnya akan menjadi besar.

- Secara umum biaya listrik lebih tinggi dari harga bahan bakar minyak.

- Untuk menghasilkan daya yang sama dihasilkan oleh sebuah motor pembakaran, maka motor listrik akan lebih berat

(Soenarta dan Furuhama, 2002).

V- belt

V-belt merupakan alat transmisi pemindah daya/putaran yang ditempatkan pada pulley. V-belt adalah belt yang berpenampang trapesium, terbuat dari tenunan dan serat-serat yang dibenamkan pada karet kemudian dibungkus dengan anyaman dan karet; digunakan untuk mentransmisikan daya dari poros yang satu ke poros yang lainnya melalui pulley yang berputar dengan kecepatan sama atau berbeda (Darmono, et al.2007).


(28)

Penggerak berbentuk sabuk bekerja atas dasar gesekan tenaga yang disalurkan dari mesin penggerak dengan cara persinggungan sabuk yang menghubungkan antar pulley penggerak dengan pulley yang akan digerakkan. Sebaliknya sabuk mempunyai sifat lekat tetapi tidak lengket pada pulley dan salah satu pulley itu harus dapat diatur (Pratomo dan Irwanto, 1983).

Adapun kelebihan dari V- belt adalah sebagai berikut : a. V-belt lebih kompak

b. Slipnya relatif kecil c. Operasi lebih tenang

d. Mampu meredam kejutan saat start

e. Putaran poros dapat dalam 2 arah & posisi kedua poros dapat sembarang. Sedangkan kelemahan dari V- belt yaitu :

a. Tidak dapat digunakan untuk jarak poros yang panjang b. Umur lebih pendek

(Darmono, et al., 2012).

Pulley

Jarak yang jauh antara dua poros sering tidak memungkinkan transmisi langsung dengan pasangan roda gigi. Dalam demikian, cara transmisi putaran dan daya lain yang dapat diterapkan adalah dengan menggunakan sebuah sabuk atau rantai yang dibelitkan di sekeliling puli atau sprocket pada poros. Jika pada suatu konstruksi mesin putaran puli penggerak dinyatakan n1 dengan diameter dp dan

puli yang digerakkan n2 dan diameternya Dp, maka perbandingan putaran


(29)

p p D d n N = 2

1 ………( 1 )

(Roth,dkk., 1982).

Roda transmisi beralur untuk sabuk V dibuat dari besi tuang, baja tuang, atau baja cetak. Keterangan umum yang diperlukan dalam pemesanan roda transmisi beralur harus mencakup ukuran sabuk, jumlah alur, diameter alur roda, tipe konstruksinya dan ukuran serta tipe nap (Smith dan Wilkes , 1990).

Menurut Daryanto (1994), Ada beberapa jenis tipe pulley yang digunakan untuk sabuk penggerak yaitu :

- Pulley datar

Pulley ini kebanyakan dibuat dari besi tuang dan juga dari baja dengan bentuk yang bervariasi.

- Pulley mahkota

Pulley ini lebih efektif dari pulley datar karena sabuknya sedikit menyudut sehingga untuk slip relatif sukar, dan derajat ketirusannya bermacam-macam menurut kegunaannya

- Tipe Lain

Pulley ini harus mempunyai kisar celah yang sama dengan kisar urat pada sabuk penggeraknya.

Pemasangan pulley antara lain dapat dilakukan dengan cara:

- Horizontal, pemasangan pulley dapat dilakukan dengan cara mendatar dimana pasangan pulley terletak pada sumbu mendatar.


(30)

- Vertikal, pemasangan pulley dilakukan tegak dimana letak pasangan pulley

adalah pada sumbu vertikal. Pada pemasangan ini akan terjadi getaran pada bagian mekanisme serta penurunan umur sabuk.

Reducer speed

Reducer speed digunakan untuk menurunkan putaran. Dalam hal ini perbandingan reducer speed putarannya dapat cukup tinggi.

i =

2 1 N N

... (2)

dimana:

i = perbandingan reduksi N1 = input putaran (rpm)

N2 = output putaran (rpm)


(31)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dimulai pada bulan Januari 2013 di Laboratorium Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah : 1. Kopi arabika.

2. Gas LPG.

3. Pulley. 4. V-belt.

Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah : 1. Alat penyangrai kopi

2. Alat tulis 3. Kalkulator 4. Komputer

5. Timbangan Digital 6. Stopwatch

7. Kompor gas 8. Kamera


(32)

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan tentang alat penyangrai kopi mekanis tipe rotari, lalu studi literatur kepustakaan. Kemudian dilakukan pengujian alat dan pengamatan parameter.

Penelitian ini menggunakan metode perancangan percobaan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial, dengan lima perlakuan dengan lima kali pengulangan sebagai berikut :

T1 = 70° C T4 = 85° C

T2 = 75° C T5 = 90° C

T3

1. Silinder berfungsi untuk wadah penyangraian. Di dalam silinder terdapat poros yang dipasang secara horizontal yang dilengkapi dengan plat yang berfungsi sebagai pengaduk.

= 80° C

dengan T adalah suhu penyangraian.

Persiapan Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan untuk penelitian yaitu merancang bentuk dan ukuran alat penyangrai kopi mekanis tipe rotari dan disajikan dalam gambar teknik, mempersiapkan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian.

Persiapan alat

Alat penyangrai yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat penyangrai buatan mahasiswa Keteknikan Pertanian Angkatan 2008, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Alat ini terdiri dari beberapa bagian yaitu:


(33)

2. Kompor gas dan gas lpg sebagai sumber panas. 3. Termokontrol berfungsi sebagai indikator suhu.

4. Elektromotor berfungsi sebagai sumber tenaga untuk mengaduk kopi. 5. Reducer speed berfungsi untuk mengurangi kecepatan putaran.

Persiapan bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah biji kopi kering yang berasal dari perkebunan rakyat Desa Berastepu, Kecamatan simpang empat, Kabupaten Karo dengan ketinggian 1200 m dpl..

Prosedur Penelitian

1. Ditimbang biji kopi kering sebanyak 1 kg sebagai bahan yang akan disanggrai

2. Dihidupkan kompor gas guna pemanasan sesuai dengan parameter yaitu 700C, 750C, 800C, 850C dan 900

3. Dimasukkan biji kopi kering ke dalam silinder penyangrai melalui corong masukan.

c.

4. Dijaga suhu agar tetap konstan sesuai dengan parameter uji. 5. Dimatikan kompor gas.

6. Dikeluarkan bahan yang telah disangrai melalui saluran keluar. 7. Didiamkan hasil sangraian.

8. Ditimbang bahan yang telah disanggrai.


(34)

Parameter yang Diamati Rendemen

Rendemen menunjukkan persentase perbandingan berat bahan akhir terhadap berat bahan awal. Rendemen diperoleh dengan cara sebagai berikut, bahan ditimbang sebelum percobaan, bahan setelah percobaan ditimbang kembali, kemudian dihitung dengan rumus:

% 100 ) ( ) ( × = kg Awal Berat kg Akhir Berat endemen R

... (3) (Ananda, 2009).

Kapasitas olah

Kapasitas olah (kg/jam) dilakukan dengan membagi berat awal kopi terhadap waktu yang dibutuhkan untuk menyangrai kopi.

T BB

KM = ………...(5) dimana:

KM = kapasitas olah ( kg/jam ) BB = berat akhir ( kg )

T = waktu ( jam )

Kadar air

Perhitungan kadar air dilakukan dengan pengamatan bahan setelah bahan dimasukkan ke dalam oven. Bahan sebanyak 5 gr dimasukkan kedalam oven selama 4 jam dengan suhu 1050C. Kemudian bahan didinginkan di dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu bahan ditimbang dankemudian dimasukkan


(35)

ke dalam oven selama 30 menit dan kembali masuk kedalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang hasil akhirnya .

Perhitungan kadar air

) 4 ...( ... %... 100

) (

) ( )

( − ×

=

kg Akhir Berat

kg Akhir Berat kg

Awal Berat Air

Kadar


(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses penyangraian memiliki beberapa tahapan yaitu persiapan biji beras, proses penyangraian, pendinginan, penyimpanan sementara, dan pengemasan. Proses penyangraian merupakan tahapan pembentukan aroma dan cita rasa khas kopi dengan perlakuan panas dan kunci dari produksi kopi bubuk. Proses penyangraian ini menggunakan mesin sangrai tipe rotari yang digerakkkan oleh motor listirk. Sedangkan sebagai sumber bahan bakar adalah menggunakan kompor gas. Silinder penyangraian terbuat dari bahan pipa stainless steel dengan tebal pipa 3 mm, diameter 22 cm, tinggi 30 cm. Di dalam silinder penyangraian terdapat poros pengaduk yang terbuat dari bahan stainless steel dengan diameter

inch dan panjang 60 cm. Poros ini dilengkapi dengan dua buah plat dengan ketebalan masing-masing plat 2 mm. Jarak kisi antara dinding silinder penyangrai bagian dalam dengan ujung plat pengaduk sebesar 3 mm untuk mempermudah proses pengadukan agar saat plat pengaduk berputar tidak terjadi gesekan dengan dinding silinder.

Bahan-bahan yang digunakan dalam rancang bangun alat penyangrai ini sangat berpengaruh terhadap kualitas kopi sangrai yang akan disangrai, hal ini sesuai dengan literatur Panggabean (2011) yang menyatakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan selama menyangrai kopi diantaranya sistem mesin penyangrai, bahan plat tabung penyangrai, stabilitas sumber api tabung penyangrainya, aspek lain juga penting yaitu suhu, waktu, keahlian dan teknik penyangraian dan keadaan lingkungan sekitar. Dalam proses penyangraian udara di sekitar juga mempengaruhi karena udara dapat mempengaruhi sumber api yang digunakan.


(37)

Proses penyangraian biji kopi kering dilakukan dengan cara memanaskan silinder penyangraian terlebih dahulu untuk mencapai target suhu yang diinginkan di dalam silinder. Setelah suhu yang diinginkan telah tercapai kemudian motor listrik dihidupkan dan dimasukkan biji kopi kering ke dalam silinder penyangraian melalui saluran pemasukan. Kopi yang digunakan harus dengan standar tertentu yaitu kopi kering dengan kadar air 14%. Saat proses penyangraian, biji kopi kering akan diaduk oleh poros pengaduk yang sejajar atau yang terletak horizontal terhadap silinder penyangrai. Setelah biji kopi kering dimasukkan, proses penyangraian dilakukan selama 15 menit, hal ini sesuai dengan literatur Najiyati dan Danarti (2004) yang menyatakan bagian terpenting dari alat penyangrai adalah silinder, pemanas dan alat penggerak. Pertama silinder dipanaskan hingga suhu tertentu dan diputar dengan kecepatan tertentu, tergantung tipe alat yang digunakan. Kopi dimasukkan ke dalam silinder, bila kopi sudah mencapai tahap

roasting point (kopi masak sangrai), pemanasan segera dihentikan, kopi masak sangrai ditandai dengan suara percikan yang timbul dari biji kopi dan aroma kopi yang khas yang munculdari biji kopi lalu kopi segera diangkat. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tahap roasting point tergantung jumlah kopi yang disangrai dan alatnya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan lama penyangraian 15 menit, dengan suhu 70oC , 75oC , 80oC , 85oC dan 90oC dan dengan menggunakan biji kopi kering jenis arabika sebanyak 1 kg, hal ini sesuai dengan literatur Panggabean (2011) yang menyatakan suhu yang diperlukan dalam menyangrai kopi sekitar 60-2500 C. Sementara itu, lama waktu menyangrai cukup bervariasi tergantung dari sistem dan tipe mesin penyangrai yang digunakan. Umumnya,


(38)

waktu yang diperlukan untuk proses penyangraian dibutuhkan waktu sekitar 15-30 menit yang bertujuan untuk menjaga kulaitas kopi dari segi warna kopi dan yang paling penting dari segi rasa kopi yang diinginkan.

Perlakuan berbagai tingkatan suhu memberikan pengaruh terhadap nilai rendemen, kapasitas hasil dan kadar air. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah. Tabel 2. Pengaruh berbagai tingkatan suhu terhadap parameter yang diamati

Suhu (0C) Rendemen (%) Kapasitas olah (kg/jam) Kadar Air (%) T1 (70) 89.6 3.584 8,454 T2 (75) 87.8 3.512 8,042 T3 (80) 81.2 3.252 5,948 T4 (85) 72.4 2.896 7.546 T5 (90) 72.0 2.880 5,126

Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan T1(700C) yaitu sebesar 89,6 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan T5(900C) yaitu 72%. Sedangkan kapasitas olah tertinggi terdapat pada perlakuan T1(700C) yaitu sebesar 3,584 dan kapasitas hasil terendah terdapat pada perlakuan T5(900C) yaitu sebesar 2,880 kg/jam. Dan untuk kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1(700C) yaitu sebesar 8,454 % dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan T5(500C) yaitu sebesar 5,126 %.

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari setiap tingkatan perlakuan yang diberikan terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada daftar analisa sidik ragam dari masing-masing parameter, yang selanjutnya diuji dengan uji

duncan multiple range test (DMRT).

Persentase Rendemen

Persentase Rendemen diperoleh dengan perbandingan berat bahan akhir terhadap berat bahan awal dikali 100%.


(39)

Dari hasil analisis sidik ragam yang diperoleh dapat dilihat bahwa perlakuan uji berbagai tingkatan suhu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap persentase rendemen pada kopi hal ini terjadi karena perbedaan yang terlihat dari setiap tingkatan suhu yang menunjukkan hasil yang berbeda. Sehingga dalam parameter ini dilakukan pengujian duncan multiple range test

(DMRT).

Tabel 3. Uji DMRT pengujian berbagai tingkatan suhu terhadap rendemen (%)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- T5 72.00 a A

2 9.0541 12.3382 T4 72.40 a A 3 9.5145 12.9520 T3 81.20 ab AB 4 9.76006189 13.28964 T2 87.80 b B 5 9.97490601 13.50449 T1 89.66 b B Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf

5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa hasil uji DMRT pada taraf 0,05 perlakuan T5(900C) memberikan pengaruh berbeda tidak nyata dengan T4(850C), dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap T3 (800C), tetapi memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap T2(750C), dan juga memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap T1 (700C).

Sedangkan pada taraf 0,01 perlakuan T5(900C) memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap T4(850C), dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap T3(800C), tetapi memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap T2(750C) , dan juga memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap T1(700C).


(40)

Hubungan antara uji suhu alat penyangrai kopi terhadap persentasi rendemen kopi yang dihasilkan dapat dilihat pada grafik berikut: (kecepatan putara

Gambar 1. Hubungan antara uji tingkatan suhu terhadap persentase rendemen Dari gambar 1 menunjukkan penyangraian dengan berbagai tingkatan suhu menghasilkan rendemen yang semakin menurun. Dengan waktu penyangraian 15 menit dan tingkatan suhu 700C , 750C , 800C , 850C dan 900C. Artinya semakin tinggi suhu yang diberikan maka rendemen semakin kecil. Selama proses penyangraian perlakuan yang menunjukkkan hasil yang signifikan adalah pada suhu 800C, pada suhu tersebut rendemen yang diperoleh sebesar 81,2% yang mendekati standar mutu kopi. Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah masa yang hilang (loss) selama proses penyangraian. Semakin tinggi suhu maka persentase kehilangan (loss) akan semakin tinggi juga. Hal ini sesuai dengan Estiasih (2009) bahwa semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan.

y = -1.02x + 162.1 r = - 0.925

-10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ren d em en ( % )


(41)

Kapasitas Olah

Kapasitas olah diperoleh dengan membagi berat awal kopi terhadap waktu yang dibutuhkan untuk menyangrai kopi.

Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan uji berbagai tingkatan suhu memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kapasitas olah. Sehingga dilakukan pengujian duncan multiple range test (DMRT).

Tabel 4. Uji DMRT pengujian berbagai tingkatan suhu terhadap kapasitas olah(%)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- T5 2.88 a A

2 0.4678 0.6375 T4 2.90 a A 3 0.4916 0.6692 T3 3.25 a A 4 0.504275 0.686638 T2 3.51 b AB 5 0.515375 0.697739 T1 3.58 b B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 4. dapat dilihat bahwa dari hasil uji DMRT pada taraf 0,05% perlakkuan T2(750C) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap T1(700C), perlakuan T3(800C) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap T2(750C), perlakuan T4(850C) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap T3(800C), dan perlakuan T5(900C) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap T4(850C).

Sedangkan pada taraf 0,01% dapat dilihat bahwa pada perlakuan T2(750C) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap T1(700C), perlakuan T3(800C) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap T2(750C), perlakuan T4(850C) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap T3(800C), dan perlakuan T5(900C) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap T4(850C).


(42)

Hubungan antara tingkatan suhu terhadap kapasitas olah yang dihasilkan dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 2. Hubungan antara uji tingkatan suhu terhadap kapasitas olah

Kapasitas olah berbanding terbalik dengan suhu, dengan pertambahan suhu maka nila kapasitas olah akan berkurang. Nilai kapasitas olah berkurang karena dipengaruhi oleh massa kopi setelah penyangraian hal ini sesuai dengan literatur Clarke dan Macrae (1985) yang menyatakan bahwa pengaturan operasi penyangraian sangatlah penting, karena dari hasil penjelasan temperatur dan waktu penyangraian menentukan hasil akhir yang dapat diterima atau tidak oleh konsumen, massa dari kopi selama penyangraian selalu berkurang yang ditandai dengan pelepasan air dari kopi menjadi uap air sehingga massa kopi berkurang dan menuju titik maksimum yang menjadi standar dalam penentuan kualitas kopi bagi konsumen. Dari hasil penyangraian perlakuan yang menunjukkan hasil yang signifikan pada perlakuan ketiga (800C) dengan rata-rata 3,252 kg/jam.

y = -0.040x + 6.463 r = - 0.932

-0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00

60 65 70 75 80 85 90 95 100

K ap as it as O lah ( k g/ jam )


(43)

Kadar Air

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat per satuan bobot bahan.

Dari analisis sidik ragam kadar air menunjukan bahwa uji berbagai tingkatan suhu alat penyangrai kopi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air kopi yang dihasilkan. Sehingga pengujian duncan multiple range test (DMRT) tidak dilanjutkan.


(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Uji tingkatan suhu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen, kapasitas hasil dan berbeda tidak nyata terhadap persentase kadar air kopi.

2. Rendemen tertinggi terdapat pada T1(700C) yaitu sebesar 89% dan yang terendah terdapat pada T5(900

3. Kapasitas hasil tertinggi terdapat pada T1(70 C) yaitu 75,75%.

0

C) yaitu sebesar 3,584 Kg/jam dan kapasitas hasil terendah terdapat pada T5(900

3. Dan untuk kadar air tertinggi terdapat pada T1(70

C) yaitu sebesar 2,850 kg/jam.

0

C) yaitu sebesar 8,454% dan kadar air terendah terdapat pada T5(900

4. Semakin tinggi suhu yang diberikan dalam menyangrai kopi maka rendemen dan kapasitas olah hasil yang dihasilkan semakin kecil.

C) yaitu sebesar 5,126%.

5. Hasil perlakuan terbaik pada parameter kadar air adalah suhu T3(800

6. Hasil perlakuan terbaik pada parameter rendemen adalah T3(80

C) yaitu sebesar 5,948% yang ditandai dengan warna kopi yang kecoklatan yang berarti kopi telah matang .

0

7. Hasil perlakuan terbaik pada parameter kapasitas olah adalah T3(80 C) sebesar 81,2%.

0

C) sebesar 3,252 Kg/jam.


(45)

Saran

1.Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat penyangraian. 2.Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai rasa dan aroma kopi. 3. Perlu dilakukan pengembangan alat ini dengan modifikasi kompor gas


(46)

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 2009. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius, Yogyakarta.

Ananda, A.D, 2009. Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Organoleptik Minuman Fungsional Teh Hijau (Camellia sinensis) Rempah Instan. Skripsi. Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Offical Analytical Chemist. Washington, DC.

Clarke, R.J. dan R. Macrae. 1985. Coffe Volume I: Chemistry. Elsevier Applied Science, London dan New York

Darmono, K., Oktavianus Y.F.W., Johanes B.P., Andrian, K.M., Aditya, P.P., Arief, S.R., Made, A.D., Achmad, F., Stephanus, D.K., dan Abiniswu. V- Belt. http:// www. Dharmastiti. Staff. UGM. ac.id. (22 Februari 2012). Daryanto, 1994. Pengetahuan Teknik Bangunan. Rineka Cipta. Malang. Daryanto, 2002. Pengetahuan Listrik. Bumi Aksara. Jakarta.

Estiasih. Teti dan Kgs Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara. Malang.

Hatta, M. 2012. Sifat Kimia Dan Evaluasi Sensori Bubuk Kopi Arabika.

7: Halaman 1.

Najiyati, S dan Danarti, 1999. Kopi Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Penebar Swadaya, Jakarta.

Najiyati, S dan Danarti, 2008. Kopi dan Penanganan Pasca Panen. Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Niemann, G., 1982. Elemen Mesin : Desain dan Kalkulasi dari Sambungan, Bantalan, dan Poros. Penerjemah Bambang Priambodo. Erlangga, Jakarta. Panggabean, E., 2011. Buku Pintar Kopi. Agro Media, Jakarta.

Pratomo, M. dan Irwanto K., 1983. Alat dan Mesin Pertanian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Roth, L.O.,F.R.Crow, and G.W.A. Mahoney. 1982. Agriculture Engineering. AVI Publishing. Westport, USA.


(47)

Smith, H. P. dan Wilkes, L. H., 1990. Mesin dan Peralatan Usaha Tani. Gajah Mada University Press, Yoyakarta.

Soenarto dan Shoichi, F., 1987.Motor Serba Guna. Pradnya Paramita, Jakarta. Soenarta, N dan S. Furuhama., 2002. Motor Serbaguna. Pradnya Paramita, Jakarta.

Spillane, J. J., 1990. Komoditi Kopi Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.

Sumanto, 1994. Pengetahuan Bahan Untuk Mesin dan Listrik. Andi Offset, Yogyakarta.

Tapanulli Coffea, 2006.Sejarah Tanaman Kopi. http://www.TapanulliCoffea.com. ( 26 Februari 20012 ).

Tim Karya Tani Mandiri, 2010. Pedoman Budidaya Tanaman Kopi. Nuansa Aulia, Bandung.


(48)

Lampiran 1. Data pengamatan rendemen (%).

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III IV V

T1 89 89 88 91 91 448 89.6 T2 87 88 89 89 86 439 87.8 T3 82 79 81 79 85 406 81.2 T4 49 70 85 83 75 362 72.4 T5 74 75 71 65 75 360 72 Total 381 401 414 407 412 2015 403 Rataan 76.2 80.2 82.8 81.4 82.4 403 80.6

Data analisis sidik ragam rendemen

SK Db JK KT Fhit. F0.05 F0.01 Perlakuan 4 1372.000 343.000 7.282 ** 2.86608 4.43069 Galat 20 942.000 47.100

Total 24 2314.000 Ket : FK = 162409

** = sangat nyata

* = nyata tn = tidak nyata


(49)

Lampiran 2. Data pengamatan kapasitas olah (kg/jam)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III IV V

T1 3.56 3.56 3.52 3.64 3.64 17.92 3.584 T2 3.48 3.52 3.56 3.56 3.44 17.56 3.512 T3 3.3 3.16 3.24 3.16 3.4 16.26 3.252 T4 1.96 2.8 3.4 3.32 3 14.48 2.896 T5 2.96 3 2.84 2.6 3 14.4 2.88 Total 15.26 16.04 16.56 16.28 16.48 80.62 16.124 Rataan 3.052 3.208 3.312 3.256 3.296 16.124 3.2248

Data analisis sisik ragam kapasitas olah

SK Db JK KT Fhit. F0.05 F0.01 Perlakuan 4 2.196 0.549 7.278 ** 2.86608 4.43069 Galat 20 1.509 0.075

Total 24 3.705

Ket : FK =

259.983 4

** = sangat nyata

* = nyata tn = tidak nyata


(50)

Lampiran 3. Data pengamatan kadar air (%)

Perlakuan ulangan Total Rataan I II III IV V

T1 16.27 11.11 8.69 4.16 2.04 42.27 8.454 T2 19.04 8.69 4.16 4.16 4.16 40.21 8.042 T3 13 6.38 4.16 4.16 2.04 29.74 5.948 T4 16.27 8.69 8.69 2.04 2.04 37.73 7.546 T5 11.11 4.16 4.16 4.16 2.04 25.63 5.126 Total 75.69 39.03 29.86 18.68 12.32 175.58 35.116 Rataan 15.138 7.806 5.972 3.736 2.464 35.116 7.0232

Data analisi sidik ragam kadar air (%)

SK Db JK KT Fhit. F0.05 F0.01 Perlakuan 4 40.569 10.142 0.367 tn 2.86608 4.43069 Galat 20 553.436 27.672

Total 24 594.005

Ket : FK =

1233.13 3

** = sangat nyata

* = nyata tn = tidak nyata


(51)

Lampiran 4. Flowchart penelitian

Mulai

Persiapan alat Persiapan bahan

Pemanasan alat

Penyangraian

Pengambilan data

Analisis data

Perhitungan data

Data: 1. Berat awal bahan 2. Temperatur alat 3. Berat akhir bahan


(52)

Lampiran 5. Spesifikasi alat. 1. Dimensi

Panjang = 46,7 cm Lebar = 41 cm Tinggi = 112 cm 2. Bahan

Silinder penyangraian = Pipa stainless steel

Rangka = Besi siku 3. Tenaga

Motor listrik = 1 HP, 1420 rpm

Speed reducer = 1:20 4. Pemanas

Sumber panas = Kompor gas Bahan bakar = Gas LPG 5. Suhu

Pengukur suhu = Termokontrol 6. Transmisi

Puli motor listrik = 2 inch


(53)

Lampiran 6. Komponen alat

1. Silinder penyangraian

2. Kompor gas


(54)

4. Speed reducer

5. Motor listrik


(55)

7. Tombol ON/OFF

8. Termokontrol


(56)

Lampiran 7. Kopi hasil sangrai (700

1. Ulangan I C)

2. Ulangan II


(57)

4. Ulangan IV


(58)

Lampiran 8. Kopi hasil sangrai (750

1. Ulangan I C)

2. Ulangan II


(59)

4. Ulangan IV


(60)

Lampiran 9. Kopi hasil sangrai (800

1. Ulangan I

C)

2. Ulangan II


(61)

4. Ulangan IV


(62)

Lampiran 10.Kopi hasil sangrai (850

1. Ulangan I C)

2. Ulangan II


(63)

4. Ulangan IV


(64)

Lampiran 11. Kopi hasil sangrai (900

1.Ulangan I C)

2. Ulangan II


(65)

4. Ulangan IV

5. Ulangan V


(1)

Lampiran 9. Kopi hasil sangrai (800

1. Ulangan I

C)

2. Ulangan II

3. Ulangan III


(2)

4. Ulangan IV


(3)

Lampiran 10.Kopi hasil sangrai (850

1. Ulangan I C)

2. Ulangan II

3. Ulangan III


(4)

4. Ulangan IV


(5)

Lampiran 11. Kopi hasil sangrai (900

1.Ulangan I C)

2. Ulangan II

3. Ulangan III


(6)

4. Ulangan IV

5. Ulangan V