Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 1 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Menggunakan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Di Kota Medan

(1)

DETEKSI DAN PENENTUAN SEROTIPE VIRUS DENGUE

TIPE 1 DARI NYAMUK AEDES AEGYPTI DENGAN

MENGGUNAKAN REVERSE TRANSCRIPTASE POLYMERASE

CHAIN REACTION (RT-PCR)

DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

NURFADLY

067027007/IKT

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

DETEKSI DAN PENENTUAN SEROTIPE VIRUS DENGUE

TIPE 1 DARI NYAMUK AEDES AEGYPTI DENGAN

MENGGUNAKAN REVERSE TRANSCRIPTASE POLYMERASE

CHAIN REACTION (RT-PCR)

DI KOTA MEDAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Tropis dalam

Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURFADLY

067027007/IKT

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : DETEKSI DAN PENENTUAN SEROTIPE VIRUS DENGUE TIPE 1 DARI NYAMUK AEDES AEGYPTI DENGAN MENGGUNAKAN REVERSE TRANSCRIP-

TASE POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR)

DI KOTA MEDAN Nama Mahasiswa : Nurfadly

Nomor Pokok : 067027007

Program Studi : Kedokteran Tropis

Menyetujui

Komisi Pembimbing :

(Prof.Dr.A.A.P.Depari,DTM&H,SpPark) Ketua

(dr.R.Lia Kusumawati,MS,SpMK) (dr.Dewi Masyitah Darlan,DTM&E,MPH) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof.Dr.Syahril Pasaribu, DTM&H,MSc(CTM),SpA(K) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.,MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 12 Februari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.dr.A.A.Depari,DTM&H,SpPark

Anggota : 1. DR.dr.Rosihan Anwar, DMM,MS,Sp.MK,M.Pd 2. dr. Endang Haryanti Gani

3. dr. R.Lia Kusumawati,MS,SpMK


(5)

ABSTRAK

Virus Dengue adalah penyebab penyakit demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang serius di banyak

daerah tropis dan subtropis di dunia.Virus dengue termasuk kelompok arthropod

borne virus (arbovirus), genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan sampai saat ini

virus Dengue berdasarkan perbedaan antigennya dibagi menjadi 4 serotipe yaitu : DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Di Kota Medan penyakit demam dengue dan demam berdarah dengue juga masih merupakan masalah kesehatan yang sukar diatasi karena penderita penyakit tersebut selalu ditemukan sepanjang tahun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi virus Den 1 di Kota Medan. Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan teknik Reverse

Transcriptase-Polymerase Chain dengan menggunakan primer DEN 1 pada nyamuk

Aedes aegypti yang diambil dari 5 kecamatan endemis DBD, yaitu kecamatan Medan

Helvetia, kecamatan Medan Amplas, kecamatan Medan Selayang, kecamatan Medan Sunggal dan kecamatan Medan Baru. Penelitian dilakukan di SMF. Mikrobiologi klinik rumah sakit Haji Adam Malik Medan dari bulan September sampai Desember 2008.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nyamuk yang mengandung virus Dengue tipe 1 (DEN 1) ditemukan di Medan Helvetia dan Medan Amplas. Terdapat 3 sampel (15,0 %) dari Medan Helvetia dan juga 3 sampel (15,0 %) dari Medan Amplas yang mengandung virus DEN 1, sehingga jumlah keseluruhan 100 ekor nyamuk yang mengandung virus Dengue tipe 1 (DEN 1) adalah 6 ekor (6,0 %).


(6)

ABSTRACT

Dengue virus is cause of Dengue fever (DF) and Dengue Haemoragic Fever (DHF), which transmited by biting mosquitoes : Aedes aegypti and Aedes albopictus. This desease continue to be serious health problem in tropical and subtropical areas world wide. Dengue virus is artropod borne virus (arbovirus) that belong to Flavivirus genus, flaviviridae family, and until now antigenically distinct, there are four serotypes : DEN 1,DEN2,DEN3, and DEN 4. In medan, DF and DHF still to be emerge health problem because patiens of this desease always present along year.

This reseach object to know frequency of DEN 1 virus in Medan. It is a descriptive reseach with RT-PCR methode, by used DEN 1 primer in adult female Aedes aegypti which collected from 5 endemis areas in Medan : Medan Helvetia, Medan Amplas, Medan Selayang, Medan Baru and Medan Sunggal. It is done in SMF Clinical Microbiology hospital Haji Adam Malik Medan.

Result of this reseach show that DEN 1 virus is detected from 3 sample (15 %) of Mosquitoes from Medan Helvetia and 3 sample (15 %) of mosquitoes from Medan Amplas, so from 100 mosquitoes, there are 6 mosquitoes obtin DEN 1 virus.


(7)

KATA PENGANTAR

Ucapan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segara rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulisan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Tropis di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Selama masa kuliah sampai masa penyelesaian tesis ini penulis banyak memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

Koordinator Kopertis Wil. I beserta seluruh stafnya atas izin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Magister.

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.Chairuddin P. Lubis,DTM&H,Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister.

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa pada Program Ilmu Kedokteran Tropis Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi Magister Kedokteran Tropis, Prof.Dr.dr.h.Syahril Pasaribu,DTM&H,MSc(CTM),Sp.A (K) beserta jajarannya, atas kesempatan, bimbingan serta petunjuk selama menjadi mahasiswa.


(8)

4. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 5. Prof.Dr.A.A.P.Depari,DTM&H,SpPark, dr.R.Lia Kusumawati,MS,SpMK

dan dr.Dewi Masyitah Darlan,DTM&E,MPH, selaku pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan,bimbingan dan saran untuk penyelesaian tesis ini.

6. Dr.dr.Rosihan Anwar,DMM,MS,Sp.MK,M.Pd dan dr. Endang Haryanti Gani selaku dosen pembanding dan penguji tesis, atas masukan dan koreksi yang diberikan untuk penyempurnaan tesis ini.

7. Orang tua penulis, ayahanda Drs.M.Zain Azhari,MPd, Alm.Dra.Nurlela Harahap dan ibu Misni yang tak henti-hentinya mendoakan dan menasehati dengan penuh kasih sayang.

8. Suami penulis, Rahmad Fauzi,ST.MT. yang selalu memberi motivasi dan dukungan dalam suka dan duka kepada penulis selama menjalani pendidikan. Demikian juga anak-anak penulis, M.Fazlur Rahman, Annisa Fadlia, M.Faiz,Hilmia Rahma dan Fauzan Ihsan. Semoga menjadi anak-anak yang sholeh,serta berguna bagi agama, keluarga, nusa dan bangsa.

9. Rekan-rekan seperjuangan angkatan III di Program Ilmu Kedokteran Tropis yang telah bersama-sama menjalani masa perkuliahan dalam suka dan duka. Semoga persahabatan kita tidak terputus dengan berakhirnya masa pendidikan.


(9)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, banyak kekurangan baik dari segi isi maupun susunan bahasanya. Saran dan kritik diharapkan dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan tesis ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan kepada kita semua.

Medan, Februari 2009


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Nurfadly

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 12 September 1970

Sebagai anak ke dua dari Drs.H.M.Zain Azhari,M.Pd dan Alm.Dra.Hj.Nurlela harahap.

Alamat : Jl. Karya ling.VI No. 8 Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar : SD Swasta Pertiwi Medan, tahun 1977-1983 2. Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 9 Medan, tahun 1983-1986 3. Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 3 Medan, tahun 1986-1989

4. Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, tahun 1989 -1995

5. Pendidikan/latihan lain : Pendidikan Ilmu Akupunktur di RSCM-FK UI Jakarta, tahun 2001-2002


(11)

Riwayat pekerjaan :

1. Dokter PTT di Puskesmas Pancur Batu Sumatera Utara tahun 1996 sampai tahun 1999.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ……….. viii

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR GAMBAR ……….. xii

DAFTAR L AMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Perumusan Masalah ………. 5

1.3 Tujuan Penelitian ……… 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5


(13)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Virus Dengue ... 7

2.2 Peran Vektor Nyamuk terhadap Infeksi Dengue ………. 8

2.3 Epidemiologi ... 11

2.4 Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue ... 12

2.5 Diagnosa ... 14

2.6 Polymerase Chain Reaction (PCR) ………... 16

2.7 Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) ….. 18

2.8 Elektroforesis ……… 18

BAB III METODE PENELITIAN ………. 20

3.1 Rancangan Penelitian ………... 20

3.2 Tempat dan Waktu ………... 20

3.3 Bahan dan Cara Kerja ………. 20

3.3.1 Kerangka Kerja ……….. 23

3.3.2 Ekstraksi RNA Virus Dengue ………... 23

3.3.3 Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) ……… 26

3.3.4 Elektroforesis ……….. 27


(14)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 29

4.1 Hasil ……….. 29

4.2 Pembahasan ……… 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 51

5.1 Kesimpulan ………... 51

5.2 Saran ……… 51


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Kecamatan dan Jumlah Nyamuk yang Dikumpulkan ... 29 2 Persentase Nyamuk yang mengandung virus DEN 1... 42


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Pita pada Marker 100 bp Ladder ... 30

2 Hasil RT-PCR Kontrol Positif... 31

3 Hasil RT-PCR sampel 1 sampai 10 ... 32

4 Hasil RT-PCR sampel 11 sampai 20 ... 33

5 Hasil RT-PCR sampel 21 sampai 30 ... 34

6 Hasil RT-PCR sampel 31 sampai 40 ... 35

7 Hasil RT-PCR sampel 41 sampai 50 ... 36

8 Hasil RT-PCR sampel 51 sampai 60 ... 37

9 Hasil RT-PCR sampel 61 sampai 70 ... 38

10 Hasil RT-PCR sampel 71 sampai 80 ... 39

11 Hasil RT-PCR sampel 81 sampai 90 ... 40

12 Hasil RT-PCR sampel 91 sampai 100 ... 41

13 Peta penyebaran serotipe virus Dengue di 19 kota di Indonesia ... 45


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Tabel Rencana Kegiatan Penelitian……… 56 2 Hasil RT-PCR Sampel 1 sampai 100………. 57


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Virus Dengue adalah penyebab penyakit demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan

Aedes albopictus. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang serius di

banyak daerah tropis dan subtropis di dunia. Penyakit yang ditimbulkannya hiperendemis di Asia Tenggara, dengan bentuk yang paling berbahaya DBD dan sindrom syok dengue (SSD) yang biasanya bersifat fatal, terutama pada anak-anak (Yulfi,2006). Diperkirakan lebih kurang 100 juta kasus DD dan 500 ribu kasus DBD terjadi tiap tahunnya di seluruh dunia, dimana 90 % dari kasus-kasus tersebut menyerang anak-anak di bawah 15 tahun (Malange et al.,2004).

Virus dengue termasuk kelompok arthropod borne virus (arbovirus), genus

Flavivirus, famili Flaviviridae, dan sampai saat ini virus Dengue berdasarkan

perbedaan antigennya dibagi menjadi 4 serotipe yaitu : DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat serotipe virus tersebut ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, pengamatan virus yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun (Depkes, 2006).


(19)

infeksi virus ini merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi pertama kali ditemukan di Filipina tahun 1952, infeksi virus Dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi yang berat yaitu demam berdarah dengue dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara (Depkes,2006). Di Indonesia pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar keseluruh daerah dengan jumlah kasus yang cenderung meningkat dan secara sporadis selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap tahun.

Patogenesis demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue hingga kini masih belum diketahui pasti, teori yang banyak dianut adalah secondary

heterologous infection hyphotesis Halstead (1969), dimana dinyatakan bahwa

pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus yang berbeda mempunyai resiko yang lebih besar menderita demam berdarah dengue. Hal ini disebabkan karena adanya antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan membentuk kompleks antigen antibodi, selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari intravaskuler ke ekstravaskuler. Kompleks antigen antibodi juga menyebabkan agregasi trombosit dan aktivasi sistem koagulasi (Depkes,2006).

Infeksi virus Dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok


(20)

permukaan laut (Litbang Depkes,2004). Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama virus Dengue karena hidupnya di dalam dan sekitar rumah, sedangkan Aedes

albopictus hidupnya di kebun-kebun sehingga lebih jarang kontak dengan manusia.

Sekali virus Dengue berada dalam tubuh nyamuk, virus tersebut akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya, sehingga nyamuk akan menjadi penular selama hidupnya. Penularan ini terjadi setiap kali nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah, nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui probosisnya agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue ditularkan ke orang lain (Siregar,2004).

Sejauh ini belum ditemukan vaksinasi yang aman dan efektif bagi virus Dengue, sehingga kontrol bagi penyakit ini sepenuhnya mengandalkan pada kontrol terhadap vektornya. Strategi kontrol terhadap nyamuk Aedes terutama dititikberatkan pada surveilans dan eliminasi tempat perindukan larva maupun nyamuk dewasa (Chow et al,1998).

Di Indonesia, kasus demam dengue dan demam berdarah dengue selalu berulang setiap tahun. KLB terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) : 35,19 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) : 2 %. Pada tahun 1999 IR menurun tajam yaitu : 10,17 ; namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,15 tahun 2000; 21,66 tahun 2001; 19,24 tahun 2002 dan 23,87 tahun 2003. Tahun 2004 merupakan tahun yang paling parah, di mana IR kembali meningkat tajam yaitu 37,01 (Depkes RI,2006).


(21)

Di Kota Medan penyakit demam dengue dan demam berdarah dengue juga masih merupakan masalah kesehatan yang sukar diatasi karena penderita penyakit tersebut selalu ditemukan sepanjang tahun. Namun belum diketahui serotipe virus Dengue apa yang ada pada nyamuk Aedes aegypti Kota Medan, karena sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian untuk mendeteksi serotipe virus Dengue dari nyamuk.

Surveilans terhadap virus (virologic surveilance) telah digunakan sebagai peringatan dini (early warning system) untuk memperkirakan timbulnya epidemik. Surveilans ini biasanya menggunakan isolasi virus dari serum manusia yang diperiksa dan diidentifikasi serotipenya dengan menggunakan imunofluoresens. Namun pendekatan cara ini dinilai kurang efektif mengingat virus ini telah dalam tahap menginfeksi penderita. Pendekatan yang lebih efektif adalah dengan mendeteksi virus di dalam tubuh nyamuk sebelum ia menginfeksi manusia (Yulfi,2006).

Saat ini sedang berkembang cara diagnosa dengan teknik molekuler menggunakan teknik Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Pemeriksaan dengan menggunakan RT-PCR ini dapat menentukan serotipe virus Dengue dengan cepat, tepat dan spesifik (Harris,1998).

Penelitian surveilans serotipe virus Dengue, khususnya virus DEN 1 dengan bahan nyamuk Aedes aegypti di Kota Medan belum pernah dilakukan dengan cara molekuler menggunakan teknik Reverse Transcriptase-Polymerase


(22)

di Kota Medan, maka dilakukanlah penelitian untuk menentukan virus DEN 1 menggunakan teknik RT-PCR dengan bahan nyamuk Aedes aegypti yang dikumpulkan dari beberapa tempat di Kota Medan .

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

Belum diketahuinya dan frekuensi virus DEN 1 pada nyamuk Aedes aegypti di Kota Medan.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui frekuensi virus DEN 1 pada nyamuk Aedes aegypti di Kota Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk melakukan deteksi virus DEN 1 dari nyamuk Aedes aegypti secara molekuler dengan menggunakan teknik Reverse Transcriptase-Polymerase Chain

Reaction (RT-PCR) dan mengetahui secara epidemiologi keberadaan Virus DEN 1


(23)

1.4 Manfaat Penelitian

a. Untuk mengetahui frekuensi virus DEN 1dari nyamuk Aedes aegypti di Kota Medan.

b. Menambah informasi tentang lokasi keberadaan virus DEN 1 di Kota Medan.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Virus Dengue

Virus Dengue adalah virus yang termasuk dalam grup B Arthropod borne

virus (arboviruses) dari kelompok Flavivirus dan keluarga Flaviviridae. Virus

Dengue dewasa terdiri dari genom asam ribonukleat berserat tunggal yang dikelilingi oleh nukleokapsid dengan diameter sekitar 30 nm. Nukleokapsid ini dikelilingi oleh selubung lemak dengan ketebalan sekitar 10 nm. Diameter keseluruhan virion tersebut kira-kira 50 nm.

Virus Dengue terdiri dari empat serotipe yaitu : DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Struktur antigen keempat serotipe tersebut sangat mirip satu dengan lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan perlindungan silang. Infeksi oleh salah satu serotipe virus akan menimbulkan kekebalan jangka panjang pada serotipe sejenis, tetapi dengan serotipe lain sering menyebabkan infeksi sekuansial yang manifestasinya lebih berat (Kinney et al, 2005; Chambers et al, 2003).

Genom virus Dengue yang berat molekulnya 11 Kb tersusun dari protein struktural dan protein nonstruktural. Protein strukturalnya yaitu protein core atau nukleokapsid (C), protein envelope (E) dan protein pre-membran (pre-M). Protein struktural ini merupakan 25% dari total protein, sedangkan protein nonstruktural


(25)

merupakan bagian terbesar (75%) terdiri dari protein NS-1, NS-2A, NS-2B, NS-3, NS-4A, NS-4B dan NS-5. Dalam merangsang pembentukan antibodi diantara protein struktural, urutan imunogenitas tertinggi adalah protein E, kemudian diikuti protein pre-M dan C. Sedangkan pada protein nonstruktural yang paling berperan adalah protein NS-1 (Massi et al,2006).

Hospes seluler untuk virus Dengue terutama sel-sel yang termasuk sistem retikuloendotelial, yaitu: sel monosit, sel endotel,sel Kuppfer, sel limfosit B dan makrofag. Infeksi dimulai dengan menempelnya virion pada reseptor virus yang ada di permukaan sel, ada 2 cara virus Dengue menempel pada sel yaitu virus terikat pada reseptor yang ada di permukaan sel atau melalui antibodi anti Dengue yang terikat pada sel. Setelah menempel, virus masuk ke dalam sel dengan cara endositosis dan fusi selubung virus dengan membran plasma yang diikuti pelepasan nukleokapsid ke dalam sitoplasma sel dan terjadi proses replikasi virus (Kusumawati,2005).

2.2 Peran Vektor Nyamuk terhadap Infeksi Dengue

Penularan infeksi virus Dengue terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti

atau Aedes albopictus yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama virus Dengue karena hidupnya di dalam dan sekitar rumah, sedangkan Aedes albopictus hidupnya di kebun-kebun sehingga lebih jarang kontak dengan manusia. Penyebarannya sangat luas , meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Kedua jenis nyamuk ini


(26)

terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan berkembang biak (Siregar,2004).

Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak 2 garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Nyamuk jantan umumnya lebih kecil dari nyamuk betina dan memiliki rambut-rambut tebal pada antenanya. Pada nyamuk betina probosis dipakai sebagai alat untuk menghisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan untuk mengisap bahan-bahan cair seperti cairan tumbuhan, buah-buahan dan keringat. Di kiri kanan probosis terdapat palpus dan sepasang antena. Antena pada nyamuk jantan berambut lebat (plumose) dan pada nyamuk betina jarang (pilose).

Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi hari pukul 09.00-10.00 sampai petang hari pukul 16.00-17.00. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina, karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah untuk memperoleh asupan protein yang diperlukan untuk produksi telur. Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti hanya sekitar habitatnya saja (± 50 m). Namun jarak terbang ini tidak absolut karena nyamuk dapat terbawa oleh


(27)

Nyamuk mengalami metamorfosa sempurna : Telur-Larva-Pupa-Dewasa. Stadium telur, larva dan pupa hidup di dalam air sedangkan stadium dewasa hidup beterbangan. Telur diletakkan satu per satu terpisah, ditemukan di tepi permukaan air pada lubang dan containers.

Adanya virus dalam tubuh nyamuk mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor atau kemampuan nyamuk menyebarkan virus, dimana nyamuk menjadi kurang handal dalam menghisap darah, walaupun berulangkali menusukkan probosisnya namun tidak berhasil mengisap darah , sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain, akibatnya resiko penularan virus menjadi semakin besar (Wikipedia,2003).

Nyamuk Aedes mendapat virus sewaktu menghisap darah orang yang di dalam darahnya mengandung virus atau mendapatkannya secara trans ovarial

transmission, dimana sejak telur, nyamuk telah mengandung virus yang diturunkan

oleh induknya (Yulfi ,2006; Depkes,2006)).

Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk, maka virus yang ada dalam darah ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan nyamuk termasuk dalam kelenjar liurnya. Kira-kira seminggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk


(28)

hidupnya. Penularan ini terjadi setiap kali nyamuk menusuk/menggigit, sebelum menghisap darah, nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui probosisnya agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue ditularkan nyamuk ke orang lain (Siregar,2004)

2.3 Epidemiologi

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat tahun 1972. Sejak saat itu penyakit ini menyebar ke berbagai daerah, sehingga tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkiti dan jumlah kasus cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan baiknya sarana transfortasi, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku terhadap pembersihan sarang nyamuk dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya ke empat serotipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Litbang Depkes,2002).

Dalam kurun waktu lebih dari 35 tahun terjadi peningkatan yang pesat, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit. Sampai akhir tahun 2005, DBD telah ditemukan di seluruh propinsi Indonesia dan 35 kabupaten telah melaporkan adanya KLB. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968, menjadi 43,42 per 100.000 penduduk pada akhir tahun 2005 (Depkes, 2006).


(29)

Penyakit DBD disebabkan oleh virus Dengue dengan serotipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat serotipe tersebut telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan Yokyakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah serotipe DEN 1 dan DEN 3 (Depkes,2004).

Di kota Medan penyakit demam dengue dan demam berdarah dengue juga masih merupakan masalah kesehatan yang sukar diatasi karena penderita penyakit tersebut selalu ditemukan sepanjang tahun. Berdasarkan peta insidens DBD menurut propinsi di Indonesia tahun 2007, insidens rate DBD di Sumatera Utara 20-50 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) nya 0,5-1% (Badan Infokom SU,2007).

2.4 Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue

Manifestasi klinis infeksi virus Dengue dapat menyebabkan bermacam-macam keadaan dapat tanpa gejala,demam ringan yang tidak spesifik, demam Dengue (DD), atau bentuk yang lebih berat yaitu demam berdarah Dengue (DBD) dan sindrom syok Dengue (SSD).

Gejala klasik DD adalah: demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik

(saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang

atau sendi, mual, muntah, dan timbul ruam berbentuk makulopapular. Ruam muncul pada awal penyakit (1-2 hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke 6 atau ke 7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, peteki juga dapat ditemukan. Hasil


(30)

pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni, kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Pada masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama pada orang dewasa. DD dapat juga disertai dengan manifestasi perdarahan seperti: epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri atau menoragi. DD yang disertai perdarahan harus dibedakan dengan DBD, dimana pada DD tidak dijumpai kebocoran plasma. Hasil pemeriksaan serologis dijumpai peninggian IgM.

Gejala DBD ditandai dengan adanya demam tinggi mendadak, 2-7 hari, disertai muka kemerahan, sakit kepala, nyeri otot, tulang atau sendi, mual, muntah dan anoreksia. Biasanya ditemukan juga nyeri perut terutama di daerah epigastrium dan di bawah tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling sering ditemukan adalah uji Tourniquet positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan . Pada kebanyakan kasus, pada fase awal demam ditemukan peteki halus tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah dan palatum mole. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just

palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan.

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat itu terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba, sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi yang ringan , perubahan yang terjadi minimal, sedangkan pada kasus berat, penderita dapat mengalami syok. Pada pemeriksaan darah selalu ditemukan trombositopeni


(31)

pada hari ke 3 sampai hari ke 7 sakit. Hemokonsentrasi terjadi karena kebocoran plasma, dinilai dengan peningkatan nilai hematokrit. Penurunan jumlah trombosit yang disertai peningkatan hematokrit biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan efusi pleura atau asites.

Sindrom syok Dengue adalah manifestasi klinis demam berdarah dengue yang disertai tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Syok biasanya terjadi antara hari ke 3 sampai hari ke 7. Pasien mula-mula gelisah, kemudian jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan gejala berupa: kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi ≤20 mmHg dan hipotensi. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan yang adekwat , syok dapat diatasi segera (Depkes,2006).

2.5 Diagnosa

Untuk menegakkan diagnosa infeksi virus Dengue digunakan kriteria WHO 1997 yaitu dijumpainya demam tinggi dengan onset yang akut, hemokonsentrasi (>20%), manifestasi perdarahan, hepatomegali, hipotensi dan shock.

Diagnosa klinis demam berdarah dengue ditetapkan berdasarkan penetapan derajat tingkat keparahan penderita secara klinis dengan menggunakan kriteria WHO 1997 yang terbagi atas 4 tingkatan:

Derajat I : ditandai dengan adanya demam mendadak , keluhan yang tidak spesifik dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif.


(32)

Derajat II : terdapat seluruh manifestasi DBD derajat 1 disertai perdarahan spontan pada kulit atau perdarahan lain.

Derajat III : terdapat seluruh manifestasi DBD derajat 2 disertai kegagalan sistem sirkulasi yaitu : frekuensi nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun

(≤20 mmHg) atau hipotensi, kulit teraba dingin-lembab, sianosis di sekitar mulut dan penderita gelisah.

Derajat IV : terdapat seluruh manifestasi DBD derajat 3 disertai manifestasi syok, dimana nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.

Manifestasi laboratorium dapat dilihat dari beberapa parameter seperti terjadinya leukopeni dengan jumlah neutrofil menonjol, peningkatan limfosit atipikal atau limfosit plasma biru >4% di darah tepi, trombositopeni (trombosit ≤ 100.000/mm3), hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit ≥20%, abnormalitas pembekuan darah, dan peningkatan kadar SGOT/SGPT. Pada pemeriksaan radiologi, foto toraks dan USG dapat mendeteksi adanya efusi pleura atau asites.

Pemeriksaan serologi adalah salah satu alat untuk membantu membuat konfirmasi diagnosa Infeksi virus Dengue. Pemeriksaan yang dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus Dengue antara lain: Uji hemaglutinasi inhibisi,uji komplemen fiksasi, uji neutralisasi dan Elisa. Pada dasarnya, hasil pemeriksaan


(33)

serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase penyembuhan terhadap titer antibodi fase akut (Depkes,2006;Darmowandowo,2006).

2.6 Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1985, merupakan suatu prosedur yang efektif untuk pelipatgandaan (amplifikasi) DNA. Proses ini mirip dengan proses replikasi DNA dalam sel. Amplifikasi ini menghasilkan lebih dari sejuta kali DNA asli. Hasil pelipatgandaan segmen DNA ini menyebabkan segmen DNA yang dilipatgandakan tersebut mudah dideteksi karena konsentrasinya tinggi. Pendeteksian dilakukan dengan metode pemisahan molekul berdasarkan bobot molekulnya, yang disebut elektroforesis menggunakan gel agarosa (Sudjadi,2008). Proses pelipatgandaan DNA oleh PCR ini meliputi tiga tahapan proses utama, yaitu:

Proses pertama melepaskan rantai ganda DNA menjadi dua rantai tunggal DNA melalui proses denaturasi. Proses denaturasi DNA dilakukan dengan cara menaikkan suhu sampai 95oC. Sebelum proses denaturasi ini, biasanya diawali dengan proses denaturasi inisial untuk memastikan rantai DNA telah terpisah sempurna menjadi rantai tunggal.

Proses kedua adalah annealing atau pemasangan 2 rantai primer pada kedua rantai DNA tersebut. Primer berfungsi sebagai pancingan awal dalam pelipatgandaan segmen DNA. Primer terdiri dari 18 - 24 deret basa nukleotida pengode DNA [adenin(A), guanin (G), sitosin (C), dan timin (T)] yang disintesis secara artifisial


(34)

dan biasanya dapat dipasangkan dengan DNA yang akan dideteksi. Proses pemasangan primer dengan DNA yang akan dideteksi ini membutuhkan suhu optimum sesuai kebutuhan primer tersebut. Biasanya dengan cara menurunkan suhu antara 37oC-60oC.

Proses ketiga disebut ekstension atau perpanjangan . Pada proses ini deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), yang sebelumnya telah ditambahkan dalam pereaksi, menyebabkan primer yang tadinya hanya 18 sampai 24 deret basa nukleotida akan memperoleh tambahan basa nukleotida yang terdapat di dNTP dan kemudian menjadi sepanjang segmen DNA yang dilipatgandakan itu. Proses ini dibantu oleh adanya enzim DNA polimerase dan enzim ini bekerja optimum pada suhu 72oC. dNTP merupakan kumpulan 4 jenis basa nukleotida (A,G,C, dan T) yang terikat pada 3 gugus fosfat dan masing-masing berdiri bebas sampai enzim DNA polimerase mengkatalis pengikatannya pada primer. Setelah siklus PCR berakhir, proses final extension dilakukan selama 5-15 menit pada suhu yang sama dengan proses ekstensi untuk menjamin semua rantai tunggal DNA telah penuh terbentuk.

Ketiga proses ini dilakukan berulang-ulang sampai jumlah kelipatan segmen DNA sesuai dengan kebutuhan (Sopian,2006;Sudjadi,2008).


(35)

2.7 Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

Pada metode PCR biasa sumber sampel yang digunakan adalah DNA yang diekstrak dari sel atau jaringan. Pada RT-PCR sampel yang digunakan bukan DNA melainkan RNA.

Sebagaimana kita ketahui, RNA merupakan asam ribonukleat rantai tunggal, sedangkan DNA adalah asam ribonukleat rantai ganda. Ciri khas RNA adalah tidak terdapat gugus basa timin (T) melainkan diganti oleh urasil (U). Pada metode RT-PCR, pertama-tama RNA diubah dulu menjadi DNA dengan menggunakan enzim

reverse transcriptase, yang disebut dengan komplemen DNA (cDNA). Dalam hal

ini disintesis cDNA dari perpasangan antara gugus basa U dan A serta G dan C. Dari cDNA inilah dilipatgandakannya segmen DNA yang mirip urutan basa nukleotidanya dengan RNA, hanya U terganti kembali ke T.

Karena adanya penambahan proses sintesis cDNA, tahapan proses PCR bertambah pula. Tahap pertama terjadi proses annealing untuk memasangkan primer untuk memperpanjang segmen cDNA. Setelah terbentuk segmen cDNA ini, baru kemudian masuk kepada proses PCR biasa (Sopian,2006).

2.8 Elektroforesis

Elektroforesis merupakan teknik pemisahan molekul dalam suatu campuran di bawah pengaruh medan listrik. Molekul yang terlarut dalam medan listrik akan bergerak dengan kecepatan tertentu.


(36)

Elektroforesis melalui gel agarosa merupakan metode standar untuk pemisahan, identifikasi dan pemurnian fragmen DNA. Agarosa disarikan dari ganggang laut dengan dasar stuktur D-galaktosa dan 3,6-anhidroL –galaktosa. Gel agarosa dibuat dengan melelehkan agarosa dalam bufer dengan pemanasan dan kemudian dituangkan pada cetakan serta didiamkan sampai dingin. Setelah mengeras, diberikan medan listrik pada kedua ujungnya, maka DNA yang bermuatan negatif pada pH netral akan bergerak ke anoda. Molekul DNA yang lebih besar akan bergerak lebih lambat karena terjadi gesekan lebih besar. Untuk mendeteksi adanya DNA , sebelum dimasukkan dalan gel agarosa, terlebih dahulu diwarnai dan kemudian dapat dilihat adanya pita molekul pada gel agarosa jika diletakkan di atas cahaya ultraviolet. Pita molekul ini menandakan adanya segmen DNA (Sudjadi,2006).


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan teknik Reverse

Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di SMF. Mikrobiologi klinik rumah sakit Haji Adam Malik Medan, dari September sampai Desember 2008. Rencana kegiatan penelitian terdiri dari : Pengumpulan nyamuk , ekstraksi nyamuk, melakukan RT-PCR, elektroforesis dan visualisasi. Rencana penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.3 Bahan dan Cara Kerja

Bahan penelitian adalah nyamuk Aedes aegypti betina dari rumah penduduk di wilayah endemis DBD di Medan, Sumatera utara, yaitu: Medan Helvetia, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Baru dan Medan Amplas. Nyamuk ditangkap dari habitat istirahat di dalam rumah, terutama di tempat-tempat lembab dan gelap serta pakaian yang tergantung pada pagi hari pukul 07.00-11.00wib dan sore hari pukul 16.00-18.00 wib. Pengumpulan nyamuk dilakukan di rumah-rumah penderita DBD atau mantan penderita dan sekitarnya berdasarkan keterangan dari


(38)

Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat. Nyamuk ditangkap menggunakan aspirator. Nyamuk hasil tangkapan dibawa ke laboratorium dan dimatikan dengan cara dimasukkan ke dalam refrigerator dalam vial, setelah mati nyamuk disimpan pada suhu -700 C. Nyamuk akan digunakan sebagai bahan pemeriksaan virus Dengue. Virus yang akan diperiksa adalah virus DEN1.

Jumlah sampel minimal

n ≥ Z2 (0.5 – /2) x p x q e2

jika = 0,05 maka Z2 (0.5 – /2) = 1.96 dimana : e = tingkat ketepatan yang diinginkan = 10 % = 0,1

p = proporsi nyamuk Aedes aegypti yang mengandung virus Dengue q = 1-p = 1- 0,5= 0,5

n ≥ (1.96)2 x (0.5) x (0.5) (0.1)2

n ≥ 96

Di mana dalam hal ini karena tidak diketahui jumlah nyamuk Aedes aegypti yang mengandung virus Dengue, karena memang di Medan belum pernah dilakukan penelitian mendeteksi virus Dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, maka sesuai rumus angka untuk p diambil 0,5 (Jalil,2006).


(39)

Sehingga sampel minimal yang diperlukan pada penelitian ini adalah 96 ekor nyamuk Aedes aegypti betina.

Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah :

1. QIAamp MinElute Virus Spint Kit, terdiri dari: QIAamp MinElute Columns, Collection Tubes, bufer AL, bufer AW1 (concentrate), bufer AW2 (concentrate), bufer AVE, Protease Resuspension Buffer, Carrier RNA, QIAGEN® Protease. 2. Primer DEN 1 ( CGT CTC CAG TGA TCC GGG GG )

3. Etanol (96-100%) 4. Agarosa

5. SYBER safe-TM 6. 1X TAE bufer 7. Aquades 8. Blue juice 2X

9. Biosafety cabinet class II merk Esco class II type A2 10.Penggerus

11.Pipet tips dan mikropipet 12.Tabung eppendorf

13.Vortexer merk Maxi Mix II

14.Block heater merk Barnstead International

15.Micro wave

16.Microcentrifuge merk Sorvall Biofuge Primo R Centrifuge 17.Kulkas dan Freezer merk Sanyo


(40)

18.Alat elektroforesis

19.Mesin PCR merk Bio-rad 20.Alat gel imaging merek Bio-rad

3.3.1 Kerangka Kerja

Pengumpulan Nyamuk Aedes aegypti Ekstraksi RNA virus Dengue

RT-PCR dengan menggunakan primer DEN 1 Elektroforesis

Visualisasi

3.3.2 Ekstraksi RNA Virus Dengue

Sebelum melakukan ekstraksi, dilakukan terlebih dahulu persiapan terhadap bahan-bahan, antara lain :

1. Mempersiapkan Qiagen protease

1,4 bufer AVE ditambahkan ke dalam tabung yang berisi Qiagen protease , dicampur dan dipisahkan ke dalam 5-6 tabung eppendrof, masing-masing 250 µl (untuk 10 reaksi), lalu disimpan pada suhu -200 C.

2. Mempersiapkan bufer AL

310 µl bufer AVE ditambahkan ke dalam tabung berisi carrierRNA, dicampurkan dan dipisahkan ke dalam 5 tabung eppendrof masing –


(41)

3. Mempersiapkan Bufer AW-1

25 ml etanol 96-100% ditambahkan ke dalam bufer AW-1 dan disimpan pada suhu ruangan.

4. Mempersiapkan Bufer AW-2

30 ml etanol 96-100% ditambahkan kedalam bufer AW-2 dan disimpan pada suhu ruangan

5. Mencampur Medium Virus

DMEM (Drainase Enrich Medium) dimasukkan ke dalam tabung kultur 12 ml sebanyak 9,5 ml per tabung. Lalu ditambahkan 0,5 ml FBS ke dalam tabung tersebut dan disimpan pada suhu 4oC.

Adapun cara melakukan ekstraksi RNA virus Dengue dari nyamuk Aedes aegypti

adalah sebagai berikut:

Seekor nyamuk dengan menggunakan pinset steril di masukkan ke dalam tabung eppendorfyang berisi 300 µl medium virus (DMEM + FBS), nyamuk kemudian digerus dengan menggunakan penggerus steril. Setelah itu disentrifus dengan kecepatan 14.000 rpm selama 10 menit dengan suhu 4oC. Lalu 200µl supernatant

hasil sentrifugasi diambil dengan menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1,5 ml yang telah diisi 25µl Qiagen protease. Setelah itu ditambahkan 200 µl bufer AL dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 56oC. Lalu disentrifus dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. Kemudian ditambahkan 250 µl etanol , ditutup dan dicampurkan dengan menggunakan vortexer selama 15 detik. Setelah divortex, campuran tersebut


(42)

diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruangan. Lalu disentrifus lagi dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit.

Setelah tabung eppendorf dikeluarkan dari mesin sentrifus, seluruh campuran tersebut dimasukkan ke dalam column dengan menggunakan mikropipet dan ditutup , lalu disentrifus dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. Setelah itu

column dikeluarkan dari mesin sentrifus lalu collection tube yang mengandung

filtrat dibuang dan column dimasukkan ke dalam collection tube baru. Kemudian dilakukan berturut-turut pencucian dengan bufer AW-1, bufer AW-2 dan etanol, dengan cara menambahkan 500 µl masing-masing larutan tersebut, lalu disentrifus dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. Setelah column dikeluarkan dari mesin sentrifus, buang collection tube yang mengandung filtrat dan column dimasukkan ke dalam collection tube baru. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 14.000 rpm selama 3 menit untuk mengeringkan (dry spin).

Setelah column dikeluarkan dari mesin sentrifus, buang kembali collection tube

yang mengandung filtrat dan column dimasukkan ke dalam collection tube baru , tutupnya dibuka dan diinkubasi dalam 56oC selama 3 menit. Kemudian masukkan

column ke dalam tabung microcentrifuge 1,5 ml, dimasukkan 100 µl bufer AVE ke

tengah-tengah membran, lalu ditutup dan diinkubasi selama 1 menit pada suhu ruangan. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 14.000 rpm selama 1 menit. Setelah itu column dibuang, dan tabung microcentrifuge yang mengandung RNA yang telah diekstraksi disimpan dalam suhu -70oC.


(43)

3.3.3 Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

RT-PCR adalah teknik yang akan digunakan untuk mendeteksi adanya RNA virus Dengue serotipe 1 (DEN 1) dengan menggunakan primer DEN 1.

Pertama-tama dipersiapkan Master mix yang dibuat dengan mencampurkan 25 µl 2x reaksi mix (bufer yang terdiri dari 0.4 mM dNTP dan 3.2 mM MgSO4) dengan 20 µl larutan yang berisi campuran dari 1 µl dari 10 µM primer DEN1, 2 µl superscript III RT, 4 µl MgSO4 dan aquades (Eva Haris et al,1998). Master mix ini dicampurkan dengan pipeting dan di spin down.

RNA hasil ekstraksi dipersiapkan dengan memanaskan tabung pada 65o C selama 5 menit dengan menggunakan block heater, kemudian ditempatkan di dalam es selama mempersiapkan master mix. Kemudian 5 µl RNA hasil ekstraksi ditambahkan ke dalam master mix, kemudian disentrifus dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. Lalu dimasukan ke dalam mesin PCR.

Langkah Reverse Transcriptase (RT) dilakukan selama 30 menit untuk menghasilkan cDNA, kemudian diamplifikasi dengan langkah Polymerase Chain

Reaction (PCR) berikut : 92o C selama 3 menit untuk denaturasi inisial, 82oC

selama 430 detik untuk denaturasi, 53oC selama 30 detik untuk annealing dan 72oC selama 1 menit untuk ekstension. Siklus ini diulangi sebanyak 40 kali sebelum final

extension 72oC selama 5 menit. Produk PCR ini disimpan pada suhu 4oC sebelum


(44)

3.3.4 Elektroforesis

Untuk menentukan jenis serotype virus Dengue yang telah diamplifikasi maka dilakukan elektroforesis. Cara melakukan elektroforesa adalah sebagai berikut:

Mula-mula dibuat agarose 2% dengan cara : 10 ml 1X TAE bufer dicampur dengan 100 ml aquades (pengenceran 10x), lalu 50 ml larutan 1X TAE bufer tersebut dicampurkan dengan 1 gram agarose. Lalu dipanaskan dalam microwave

sampai mendidih, kemudian ditambahkan 1:1000 SYBER safe-TM dan tuang dalam cetakan agarose gel yang telah disediakan dengan jumlah sumuran (well) sesuai kebutuhan.

Setelah gel agarose mengeras, dimasukkan ke dalam tangki (chamber) elektroforesis yang berisi 1X TAE buffer. Kemudian 5-10 µl hasil PCR dicampur dengan 1 µl blue juice 2X dan dimasukkan ke dalam sumur pada pada gel agarose, lalu masukkan pula secara berturut-turut 10 µl marker, 5-10 µlkontrol positif dan 5-10 µl kontrol negatif pada sumur-sumur berikutnya. Kontrol positif adalah hasil amplifikasi PCR yang berisi master mix yang dicampur RNA virus DEN 1 dan kontrol negatif adalah hasil amplifikasi PCR yang berisis master mix yang dicampur

nucleus free water.

Power supply kemudian dinyalakan pada posisi 100 V, 400 mA dan


(45)

3.3.5 Visualisasi

Setelah dielektoforesis, gel agarosa dimasukkan ke dalam alat gel imaging untuk melihat hasil amplifikasi RNA virus Dengue yang dilakukan dengan teknik RT-PCR.

Pita molekul yang terlihat pada gel agarosa menandakan adanya segmen DNA, kemudian pita DNA tersebut dibandingkan dengan pita yang ada pada kontrol positif dan marker.


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pengumpulan nyamuk dari 5 kecamatan endemis DBD di Medan terkumpul 341 ekor nyamuk Aedes aegypti . Kemudian diambil secara acak masing-masing 20 ekor nyamuk betina dewasa dari setiap kecamatan, sehingga jumlah nyamuk seluruhnya yang menjadi sampel penelitian ada 100 ekor nyamuk betina dewasa.

Jumlah nyamuk dan kecamatan sumber nyamuk dapat dilihat dari Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Kecamatan dan Jumlah Nyamuk yang Dikumpulkan

Kecamatan Jumlah (ekor) No. Sampel

Medan Helvetia 20 1-20

Medan Amplas 20 21-40

Medan Selayang 20 41-60

Medan Baru 20 61-80

Medan Sunggal 20 81-100

jumlah 100


(47)

Satu per satu nyamuk-nyamuk tersebut diekstraksi untuk mendapatkan RNA virus Dengue yang ada dalam nyamuk. Setelah itu RNA hasil ekstraksi tersebut di RT-PCR dengan menggunakan primer DEN 1. Hasil RT-RT-PCR kemudian dielektroforesis dan divisualisasi, virus DEN 1 dikatakan positif bila ditemukan pita DNA berukuran 482 pasangan basa (bp). Untuk memastikan pita DNA yang didapat dibandingkan dengan kontrol positif dan pita pada marker pita yang berukuran 500 bp.

Marker yang digunakan adalah marker 100 bp DNA ladder, dimana hasil elektroforesis dari marker tersebut menghasilkan gambaran pita sebagai berikut:


(48)

Gambar di bawah ini menunjukkan hasil RT-PCR kontrol positif dari masing-masing

DENV dibandingkan dengan pita pada marker yang digunakan.

Gambar 2. Hasil RT-PCR Kontrol Positif

Keterangan : 1. Kontrol positif DEN 2 : 119 bp 2. Kontrol positif DEN 3 : 290 bp 3. Kontrol positif DEN 4 : 398 bp 4. Kontrol positif DEN 1 : 482 bp 5. Marker 100 bp DNA Ladder


(49)

Hasil RT-PCR virus Dengue DEN 1 yang didapat dari 100 ekor nyamuk yang dikumpulkan dari kecamatan Medan Helvetia, kecamatan Medan Amplas, kecamatan Medan Selayang, kecamatan Medan Baru dan kecamatan Medan Sunggal adalah sebagai berikut:

500 bp 482 bp

Gambar 3. Hasil RT-PCR sampel 1 sampai 10

Keterangan :

1. Marker 8. Sampel 5 : - 2. Kontrol negatif 9. Sampel 6 : - 3. Kontrol positif DEN 1 10. Sampel 7 : - 4. Sampel 1 : DEN 1 11 . Sampel 8 : - 5. Sampel 2 : DEN 1 12. Sampel 9 : - 6. Sampel 3 : DEN 1 13. Sampel 10 : - 7. Sampel 4 : -


(50)

Sampel 1 sampai 10 didapat dari nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Helvetia. Hasil RT-PCR sampel 1 sampai 10 menunjukkan virus DEN 1 yang positif ditemukan pada sampel 1,2 dan 3, ditandai dengan adanya pita DNA berukuran 482 bp. Sedangkan pada sampel 4 sampai 10 tidak ditemukan virus DEN 1.

500 bp

Gambar 4. Hasil RT-PCR sampel 11 sampai 20

Keterangan:

1. Marker 8. Sampel 15 : - 2. Kontrol negatif 9. Sampel 16 : - 3. Kontrol positif DEN 1 10. Sampel 17 : - 4. Sampel 11 : - 11 . Sampel 18 : - 5. Sampel 12 : - 12. Sampel 19 : - 6. Sampel 13 : - 13. Sampel 20 : - 7. Sampel 14 : -


(51)

Sampel 11 sampai 20 didapat dari nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Helvetia dan hasil RT-PCR sampel-sampel tersebut tidak ditemukan virus DEN 1. Dengan demikian dari 20 sampel nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Helvetia ditemukan 3 sampel (15,0 %) yang mengandung virus DEN 1.

500 bp 482 bp

Gambar 5. Hasil RT-PCR sampel 21 sampai 30

Keterangan:

1. Marker 8. Sampel 25 : - 2. Kontrol negatif 9. Sampel 26 : - 3. Kontrol positif DEN 1 10. Sampel 27 : - 4. Sampel 21 : DEN 1 11 . Sampel 28 : - 5. Sampel 22 : DEN 1 12. Sampel 29 : - 6. Sampel 23 : DEN 1 13. Sampel 30 : - 7. Sampel 24 : -


(52)

Sampel 21 sampai 30 didapat dari nyamuk yang berasal kecamatan Medan Amplas dan hasil RT-PCR menunjukkan terdapat virus DEN 1 pada sampel 21,22 dan 23, sedangkan pada sampel 24 sampai 30 tidak ditemukan virus DEN 1.

500 bp

482 bp

Gambar 6. Hasil RT-PCR sampel 31 sampai 40

Keterangan:

1. Marker 8. Sampel 35 : - 2. Kontrol negatif 9. Sampel 36 : - 3. Kontrol positif DEN 1 10. Sampel 37 : - 4. Sampel 31 : - 11 . Sampel 38 : - 5. Sampel 32 : - 12. Sampel 39 : - 6. Sampel 33 : - 13. Sampel 40 : - 7. Sampel 34 : -


(53)

Sampel 31 sampai 40 didapat dari nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Amplas dan dari hasil RT-PCR sampel-sampel tersebut tidak ditemukan virus DEN 1. Dengan demikian dari 20 sampel nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Amplas ditemukan 3 sampel (15,0 %) yang mengandung virus DEN 1.

500 bp

Gambar 7. Hasil RT-PCR sampel 41 sampai 50

Keterangan:

1. Marker 8. Sampel 45 : - 2. Kontrol negatif 9. Sampel 46 : - 3. Kontrol positif DEN 1 10. Sampel 47 : - 4. Sampel 41 : - 11 . Sampel 48 : - 5. Sampel 42 : - 12. Sampel 49 : - 6. Sampel 43 : - 13. Sampel 50 : - 7. Sampel 44 : -


(54)

Sampel 41 sampai 50 didapat dari nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Selayang dan hasil RT-PCR sampel-sampel tersebut tidak ditemukan virus DEN 1.

500 bp

Gambar 8. Hasil RT-PCR sampel 51 sampai 60

Keterangan:

1. Marker 8. Sampel 55 : - 2. Kontrol negatif 9. Sampel 56 : - 3. Kontrol positif DEN 1 10. Sampel 57 : - 4. Sampel 51 : - 11 . Sampel 58 : - 5. Sampel 52 : - 12. Sampel 59 : - 6. Sampel 53 : - 13. Sampel 60 : - 7. Sampel 54 : -


(55)

Sampel 51 sampai 60 didapat dari nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Selayang dan hasil RT-PCR sampel-sampel tersebut tidak ditemukan virus DEN 1. Dengan demikian dari 20 sampel yang didapat dari nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Selayang tidak ditemukan sampel (0%) yang mengandung virus DEN 1.

500 bp

Gambar 9. Hasil RT-PCR sampel 61 sampai 70

Keterangan:

1. Marker 8. Sampel 65 : - 2. Kontrol negatif 9. Sampel 66 : - 3. Kontrol positif DEN 1 10. Sampel 67 : - 4. Sampel 61 : - 11 . Sampel 68 : - 5. Sampel 62 : - 12. Sampel 69 : - 6. Sampel 63 : - 13. Sampel 70 : - 7. Sampel 64 : -


(56)

Sampel 61 sampai 70 didapat dari nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Baru dan hasil RT-PCR sampel-sampel tersebut tidak ditemukan virus Dengue tipe 1 (DEN 1).

500 bp

Gambar 10. Hasil RT-PCR sampel 71 sampai 80

Keterangan:

1. Marker 8. Sampel 75 : - 2. Kontrol negatif 9. Sampel 76 : - 3. Kontrol positif DEN 1 10. Sampel 77 : - 4. Sampel 71 : - 11 . Sampel 78 : - 5. Sampel 72 : - 12. Sampel 79 : - 6. Sampel 73 : - 13. Sampel 80 : - 7. Sampel 74 : -


(57)

Sampel 71 sampai 80 didapat dari nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Baru dan hasil RT-PCR sampel-sampel tersebut tidak ditemukan virus DEN 1. Dengan demikian dari 20 sampel yang didapat dari nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Baru tidak ditemukan sampel (0%) yang mengandung virus DEN 1.

500 bp

482 bp

Gambar 11. Hasil RT-PCR sampel 81 sampai 90

Keterangan:

1. Marker 8. Sampel 85 : - 2. Kontrol negatif 9. Sampel 86 : - 3. Kontrol positif DEN 1 10. Sampel 87 : - 4. Sampel 81 : - 11 . Sampel 88 : - 5. Sampel 82 : - 12. Sampel 89 : - 6. Sampel 83 : - 13. Sampel 90 : - 7. Sampel 84 : -


(58)

Sampel 81 sampai 90 didapat dari nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Sunggal dan hasil RT-PCR menunjukkan bahwa sampel-sampel tersebut tidak ditemukan virus DEN 1.

500 bp 482 bp

Gambar 12. Hasil RT-PCR sampel 91 sampai 100 Keterangan:

1. Marker 8. Sampel 95 : - 2. Kontrol negatif 9. Sampel 96 : - 3. Kontrol positif DEN 1 10. Sampel 97 : - 4. Sampel 91 : - 11 . Sampel 98 : - 5. Sampel 92 : - 12. Sampel 99 : - 6. Sampel 93 : - 13. Sampel 100 : - 7. Sampel 94 : -


(59)

Sampel 91 sampai 100 didapat dari nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Sunggal dan hasil RT-PCR sampel-sampel tersebut tidak ditemukan virus DEN 1. Dengan demikian dari 20 sampel yang didapat dari nyamuk yang berasal kecamatan Medan Sunggal tidak ditemukan sampel (0%) yang mengandung virus DEN 1. Hasil RT-PCR secara keseluruhan dari 100 sampel nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Helvetia, Medan Amplas, Medan Selayang, Medan Baru dan Medan Sunggal dapat dilihat pada Lampiran 2.

Persentase nyamuk yang mengandung virus Dengue tipe 1 (DEN 1) dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2. Persentase Nyamuk yang mengandung virus DEN 1

Kecamatan Sumber Nyamuk

Jumlah Nyamuk (ekor)

Jumlah Nyamuk yang Mengandung virus

DEN 1 (ekor)

Persentase (%)

Medan Helvetia 20 3 15,0

Medan Amplas 20 3 15,0

Medan Selayang 20 0 0

Medan Baru 20 0 0

Medan Sunggal 20 0 0


(60)

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa nyamuk yang mengandung virus DEN 1 ditemukan di kecamatan Medan Helvetia dan kecamatan Medan Amplas. Terdapat 3 sampel (15,0 %) dari kecamatan Medan Helvetia dan juga 3 sampel (15,0 %) dari kecamatan Medan Amplas yang mengandung virus DEN 1, sehingga jumlah keseluruhan 100 ekor nyamuk yang mengandung virus DEN 1 adalah 6 ekor (6,0 %).

4.2 Pembahasan

Sampel pada pada penelitian ini adalah 100 ekor nyamuk Aedes aegypti

betina dewasa yang dikumpulkan dari 5 kecamatan endemis DBD di Medan Sumatera Utara, yaitu kecamatan Medan Helvetia, kecamatan Medan Amplas , kecamatan Medan Selayang, kecamatan Medan Baru dan kecamatan Medan Sunggal. Nyamuk-nyamuk dikumpulkan dari rumah penderita atau mantan penderita DBD dan sekitarnya. Dari setiap kecamatan diambilkan masing-masing 20 ekor nyamuk. Semua nyamuk satu persatu diekstraksi untuk mendapatkan RNA virus Dengue yang ada di nyamuk tersebut. RNA hasil ekstraksi kemudian di RT-PCR dengan menggunakan primer DEN 1. Setelah itu hasil RT-PCR dielektroforesis dan divisualisasi. Virus DEN 1 dikatakan positif bila ditemukan pita DNA berukuran 482 bp, yang dibandingkan dengan kontrol positif dan pita yang berukuran 500 bp pada marker.


(61)

Pada penelitian ini dari 100 ekor nyamuk yang telah diperiksa didapatkan 6 sampel (6,0 %) yang positif mengandung virus DEN 1. Virus DEN 1 ditemukan pada sampel nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Helvetia dan kecamatan Medan Amplas. Dari 20 sampel nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Helvetia ditemukan ada 3 sampel (15,0 %) yang mengandung virus DEN 1, demikian juga dari 20 sampel nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Amplas ada 3 sampel yang mengandung virus DEN 1.

Hasil penelitian ini berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Depkes tahun 2003-2005, dimana pada penelitian tersebut hanya ditemukan virus DEN 2, DEN 3, dan DEN 4, dengan dominasi virus DEN 2, tetapi tidak ditemukan adanya virus DEN 1 di Sumatera Utara. Namun pada penelitian ini dari 100 sampel nyamuk ditemukan 6 ekor nyamuk yang mengandung virus DEN 1. Hasil penelitian Depkes tersebut dapat dilihat pada Gambar peta penyebaran serotipe virus Dengue di 19 kota di Indonesia di bawah ini.


(62)

Sumber : Depkes RI (2007)

Gambar 13. Peta penyebaran serotipe virus Dengue di 19 kota di Indonesia

Penelitian yang dilakukan oleh Depkes tersebut menggunakan sampel penelitian dari serum penderita DBD, berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada penelitian ini yaitu menggunakan sampel dari nyamuk Aedes aegypti.

Penelitian untuk mendeteksi dan menentukan serotipe virus Dengue dari nyamuk Aedes aegypti di Indonesia belum pernah dilakukan, seluruh penelitian yang ada selama ini menggunakan sampel dari spesimen klinik.


(63)

Perbedaan hasil yang didapat tentunya menimbulkan berbagai pertanyaan, apakah karena waktu penelitian yang berbeda, sampel yang berbeda atau keparahan penyakit yang ditimbulkan oleh masing-masing serotipe berbeda sehingga tidak terdeteksi adanya infeksi virus Dengue tipe 1 dari serum penderita dalam penelitian yang dilakukan oleh Depkes tersebut.

Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian DBD, antara lain faktor hospes, lingkungan dan faktor virus sendiri. Faktor hospes adalah kerentanan dan respon imun, faktor lingkungan yaitu kondisis geografis, kondisi demografis, serta jenis dan kepadatan nyamuk sebagai vektor penular. Kondisi demografis berhubungan dengan mobilitas dan perilaku penduduk. Penelitian yang dilakukan oleh Budhy Setya dari universitas Air Langga mendapatkan bahwa kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Makasar dan Manado dimana mobilitas penduduk tinggi lebih sering dijumpai adanya infeksi sekunder virus Dengue. Adanya infeksi sekunder menunjukkan adanya serotipe virus berbeda yang menginfeksi orang yang sama.

Data dari berbagai penelitian di beberapa negara menggambarkan suatu keunikan, dimana masing-masing serotipe virus dengue akan memicu terjadinya wabah atau KLB berdasarkan kondisi geografis dan periode waktu yang berbeda, misalnya serotipe yang bersirkulasi di Bangkok, Thailand ternyata berbeda pada kurun waktu yang berbeda pula. DEN 1 predominan pada tahun 1990-1992, DEN 2 pada tahun 1973-1986 dan 1988-1989, DEN 3 pada 1987 dan 1995-1999, DEN 4 pada tahun 1993-1994(Hariadhi,2004). Dari hasil penelitian, virus DEN 1 ditemukan pada nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Helvetia dan


(64)

kecamatan Medan amplas , tetapi tidak pada nyamuk yang berasal dari kecamatan Medan Selayang, kecamatan Medan Baru dan kecamatan Medan Sunggal. Menurut Kasubdin P2P dinkes kota Medan, Kecamatan Medan Helvetia mempunyai kasus DBD yang paling tinggi dibandingkan kecamatan lain di Medan pada tahun 2006. Hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut apakah ada hubungan keberadaan virus DEN 1 dengan tingginya kasus DBD di kecamatan Medan Helvetia. Sesuai dengan hipotesis Halstead yang menyatakan bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan virus Dengue serotipe berbeda mempunyai resiko lebih besar menderita DBD dan SSD, sehingga dengan ditemukannya lebih dari satu serotipe virus Dengue di satu daerah memungkinkan makin tinggi terjadinya kasus DBD di daerah tersebut. Menurut Harris et al (1998) di banyak tempat, di mana beberapa serotipe virus Dengue ditemukan bersama dalam satu waktu akan meningkatkan resiko untuk menjadi bentuk penyakit yang lebih parah (DBD/SSD).

Penelitian dari serum darah penderita yang dilakukan oleh Hariadhi dan Soegijanto menghasilkan bahwa adanya infeksi ganda oleh 2 serotipe virus Dengue yang berbeda ternyata memperparah perjalanan penyakit. Adanya infeksi ganda dapat terjadi karena penderita digigit oleh 2 nyamuk Aedes aegypti yang berbeda, dimana masing-masing nyamuk mengandung virus Dengue serotipe berbeda atau dalam tubuh nyamuk ada 2 serotipe virus Dengue sekaligus. Menurut Yotopranoto (2005), adanya transovarial transmision memungkinkan nyamuk Aedes aegypti membawa 2 virus Dengue (DENV) sekaligus. Di mana sejak dari telur nyamuk telah membawa


(65)

terisap juga sehingga bila nyamuk tersebut menggigit manusia lain akan terkena 2 virus Dengue sekaligus.

Saxena et al(2008) dalam tulisannya menyatakan bahwa dalam infeksi Dengue, deteksi serotipe virus sangat penting karena kasus infeksi sekunder dengan serotipe berbeda akan menyebabkan perjalanan penyakit menjadi membahayakan pasien yaitu DBD atau SSD. Maka penentuan serotipe virus penting dalam managemen pasien infeksi Dengue.

Menentukan serotipe virus Dengue yang bersirkulasi di suatu daerah dan suatu waktu tertentu sangat dibutuhkan karena infeksi oleh salah satu serotipe dapat merupakan faktor risiko penting untuk berkembang menjadi DHF-SSD bila diinfeksi oleh virus serotipe lain Untuk mengontrol dan mencegah hal ini perlu dideteksi dengan cepat tipe virus dalam sampel klinik dan nyamuk ( Harris,et al.1998).

Dengan demikian, ditemukannya Virus DEN 1 di kecamatan Medan Helvetia dan kecamatan Medan Amplas merupakan suatu hal yang harus diperhatikan, karena bila terjadi infeksi sekunder pada penduduk di kedua kecamatan tersebut dapat mengakibatkan perjalanan penyakit yang fatal (DBD,SSD). Walaupun di banyak penelitian disebutkan bahwa virus DEN 3 yang berhubungan dengan terjadinya wabah di suatu daerah.

Seluruh serotipe virus terdapat di Indonesia. DEN 3 merupakan serotype yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di banyak daerah, diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit, dikuti DEN 2 (Hariadhi,2004).


(66)

Menurut Kukreti,et al (2007) di India walaupun dilaporkan bahwa semua serotipe virus Dengue bersirkulasi , tapi hanya virus DEN 2 dan DEN 3 yang berimplikasi pada wabah. Namun dikatakan juga bahwa pada out break tahun 2006 di India terdapat peningkatan kasus yang berhubungan dengan virus DEN 1 yaitu 30 % dari total kasus. Penelitian di India yang dilakukan oleh Dash et al tahun 2006 menyimpulkan bahwa kemunculan kembali DEN 3 menggantikan DEN 2 yang bersirkulasi merupakan pertanda akan terjadinya out break.

Vaughn et al. melaporkan bahwa keparahan penyakit ifeksi Dengue berhubungan dengan titer virus dan serotipe virus. Lebih jauh dikatakan perubahan sirkulasi serotipe predominan dalam suatu komunitas merupakan indikator terjadinya wabah Dengue karena populasi di komunitas tersebut sedang melawan serotipe baru. Observasi yang dilakukan oleh Thu et al. Di Myanmar sejak tahun 2001 terjadi KLB ketika virus DEN 1 menjadi serotipe predominan yang bersirkulasi di negara tersebut. Di Singapore dimana terjadi perubahan dari DEN 2 ke DEN 1 menyebabkan terjadi KLB pada tahun 2004 dan 2005.

Teknik molekuler RT-PCR dapat menunjukkan tipe virus yang bersirkulasi di suatu daerah. Ini penting sebab perubahan serotipe mengindikasikan suatu ancaman terjadinya DHF di populasi tersebut (Chung,2003).

Hasil yang negatif pada penelitian ini bukan berarti nyamuk-nyamuk Aedes

aegypti yang dikumpulkan sebagian besar tidak mengandung virus Dengue, akan


(67)

aegypti pada penelitian ini menambah informasi tentang keberadaan virus DEN 1 di kota Medan.

Ketiadaan vaksin atau obat antiviral untuk menyembuhkan infeksi Dengue menyebabkan pengembangan penelitian berdasarkan sistem sureveilens dibutuhkan dalam menyediakan peringatan dini (early warning) dari epidemi demam Dengue. Informasi demikian dapat dijadikan ukuran pencegahan ( Mis. Kontrol nyamuk) dan memberi peringatan agar mempersiapkan segala sesuatunya untuk mencegah terjadinya wabah DBD. Peringatan dini diberikan setiap tahun sebelum terjadinya KLB DBD. Dengan adanya peringatan dini ini maka masyarakat dapat berperan dalam upaya pemberantasan vektor yang merupakan faktor paling penting untuk memutus rantai penularan dalam rangka mencegah penyakit DBD muncul kembali di masa yang akan datang.


(68)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

A. Hasil dari 100 ekor nyamuk yang dikumpulkan dari 5 kecamatan endemis DBD di Medan Sumatera Utara yaitu Medan Helvetia, Medan Amplas, Medan selayang, Medan Baru dan Medan Sunggal, setelah diekstraksi dan di RT-PCR ditemukan 6 sampel ( 6%) yang positif mengandung DEN 1. Virus Dengue tipe 1 (DEN 1) ini ditemukan pada nyamuk yang berasal dari Medan Helvetia dan Medan Amplas .

B. Teknik molekuler RT-PCR dapat menunjukkan tipe virus yang bersirkulasi di suatu daerah, hal ini penting sebab perubahan serotipe mengindikasikan suatu ancaman terjadinya DHF di populasi tersebut.

5.2 Saran

Agar didapatkan secara lengkap pola distribusi serotipe virus Dengue di Medan Sumatera Utara, perlu dilakukan penelitian untuk mendeteksi serotipe virus Dengue yang lain (DEN 2, DEN 3 dan DEN 4).


(69)

DAFTAR PUSTAKA

Budhy,S. 2007. Profil Serologis Infeksi Primer dan Sekunder Virus Dengue dari Berbagai Daerah di Jawa Timur. Post Graduate Air langga University.(Email: library @lib.unair.ac.id; library @unair.ac.id)

Badan Informasi dan Komunikasi Sumatera Utara, Jum’at 16 Februari 2007 (on line)

Chamber,T. Schlesingers,J. Davidson,D. et al.2003. Yellow virus/Dengue-2 and Yellow fever/Dengue 4 Chimeras: Biological Characterization, Immunogenicity, and Protection against Dengue Encephalitis in Mouse Model.Journal of Virology.77(6) :3655-3668

Chen,H. Jianxin,W. Ping,L.et al. 2004. Microarray Analysis for Identification of

Plasmodium-Refractoriness Candidate Genes in Mosquitoes (on line).

(http://genome.nrc.ca.on, diakses 3 Maret 2008)

Chow,V.T. Chan,Y.C. Yong,R.et al. 1998. Monitoring of Dengue Viruses in Field Caught Aedes aegypti and Aedes albopictus by A Type-Specific PCR and Cycle Sequencing, American Journal of tropical Medicine and Hygiene

58(5): 578-586

Chung ,Y.K. Fung, Y.P. 2002. Dengue Virus Infection Rate in Field Population of

Female Aedes aegypti and Aedes albopictus in Singapore. Tropical

Medicine & International Health. 7 : 322

Dash,P. Parida ,M. Saxena,P. 2006. Reemergence of Dengue Virus Type 3 in India : Implications for Increased Incidence of DHF & DSS. Virology Journal.3(55)

Darmowandowo,W. 2006. Kuliah Infeksi Virus Dengue. Naskah lengkap disajikan dalam Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI. Fakultas Kedokteran Unair. Surabaya. 29-30 Juli 2006

Gandahusada S. Pribadi W. Ilahude DH. 1999. Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal: 164-165 Gubler,D.J. 2002. How Effectively is Epidemiological Surveillance Used far

Dengue Programme Planning and Epidemic Response?. Dengue Bulletin. 26: 96-104


(70)

Hadinegoro,S.R. Soegeng ,S. Suharyono,W. Thomas,S.2006. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal: 2-19

Hariadhi,S. soegijanto,S. 2004, Pola Distribusi Serotipe Virus Dengue Pada Beberapa Daerah Endemik Di Jawa Timur Dengan Kondisi Geografis Berbeda,

Hal. 11-19

Harris,E. T.G.Robert. L.Smith. J.Selle.et al. 1998. Typing of Dengue Viruses in Clinical Specimens and Mosquitoes by Single-Tube Multiplex Reverse Transcriptase PCR, Journal of Clinical Microbiology, Sept.1998,p.2634-2639

Husaini Makmur. 2003. Entomologi Kedokteran . Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran USU. USU Press Medan.Hal:84

Hutajulu Bangkit. Winarto.2007. Review of National Vector Control Policy in Indonesia, Directorate of VBDC DG DC & EH, MOH Indonesia

Jalil,A.2006. Bahan Kuliah Statistik Klinik. Hal. 34.

Jawets,E.Melnick,J. L,Adelberg.et al. 1995. Medical Mycrobiology. Appleton and Lange Norwalk, Connecticut. Hal: 443-444

Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Bulletin Harian. Tim Penanggulangan DBD Departemen Kesehatan R.I. 2004

Kinney,M. Huang,CY.Rose,BC. Kroeker,AD. Drecher,T. Patrick,I. Stein,D. 2005.Inhibition of Dengue Virus Serotipe 1to 4 in Vero cell Cultures with Morpholino Oligomers. Journal of Microbiology. 79(8):5116-5128

King,C. Yu Chow,D.Jung Chien,L.et al.2008.Comparative Analysis of Full Genomic Seguences Among Different Genotipes of Dengue Virus Type 3. Virology Journal.5(63)

Kristina. Isminah. Leni,W. 2004. Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue. Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Jakarta

Kukreti,H. Dash,P.Parida,M.et al. 2006. Phylogenetic Studies Reveal Existence of Multiple Lineages of A Single Genotipe of DEN 1 (Genotipe III)in India


(71)

Kusumawati Lia.2005. Teori Sequential Infection dari Halstead (on line).http://library.usu.ac.id/down load/fk/mikrobiologi/pdf.

Lai Ling Yee, et al. Cost-Effective Real- Time Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR) To Screen for Dengue Virus followed by Rapid Single- Tube Multiplex RT-PCR for Serotyping of the Virus.2007. Journal of Clinical Microbiology.March. 45(3): 935-941

Massi,M.N. Sabran,A. 2006. Teknik Identifikasi Serotipe Virus Dengue (Den 1-4) dengan Uji Reverse Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin

Oda,T. 2001. Studies on Bionomics of Aedes aegypti and Aedes albopictus and Dengue Virus Isolation in Jakarta, Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I. Jakarta

Santos,F.B. Marize P.M. Harris ,E.et al. 2002. Complete Nucleotide SequenceAnalysis of Brazilian Dengue Virus Type 2 Strain. Mem.Inst.Oswaldo Cruz. Brazil.. 97(7):991-995

Saxena,P. Dash,P. Santosh,S. Et al. 2008.Development and Evaluation of One Step Single Tube Multiplex RT-PCR for Rapid Detection and Typing of Dengue Viruses. Journa of Virology.5(20)

Singh Kamaljit,et al. AProspective Clinical Study on the Use of Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction for the Early Diagnosis of Dengue Fever.2006. The Journal of Molecular Diagnostics.8(5)

Siregar,A.F. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam berdarah Dengue di Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumareta utara

Sopian,T. 2006. Aplikasi Teknologi PCR mendeteksi Flu Burung (online), (http://64.203.71.11/Kompas-cetak, diakses 17 Mei 2008)

Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.Hal: 94-99 dan hal: 131-143

Thu,H.M., K. Lowry,T.T.Myint,et al. 2004. Myanmar Dengue Outbreak Associated with Displacement of Serotype 2,3, and 4 by Dengue 1. Emerg.Infection.10:593-597


(72)

Wikipedia, the free encyclopedia. Polymerase Chain Reaction (on line).

(http://en.wikipedia.org/wiki/polymerase chain reaction, diakses 6 Maret 2008)

.

World Health Organization Regional Office for South-East Asia. 1997.

Management of Dengue Epidemic. Report of A Technical Meeting, SEARO,

New Delhi, 28-30 November 1996

Vaughn,DW.,S.Green, S.kalayanarooj,et al. 2000. Dengue Viremia Titer, Antibody Respons Patern, and Virus Serotipe Correlate with Desease Severity. J.Infc. 181:2-9

Yonopranoto,S. 2005. Demam Berdarah Meningkat karena Pola Penularan Berubah. Jawa Pos, 11 Agustus 2005

Yulfi,H. 2006. Persistency of Transovarian Dengue Virus in Aedes aegypti (on line). (http://library.usu.ac.id/down load/fk/pdf)

Yuwono,D. 2001. Hubungan Antara Genotip Virus Dengue dengan Severity Penyakit Berdasarkan Respons Imun Selulernya. Pusat Penelitian Penyakit menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I. Jakarta.


(73)

Lampiran 1

Tabel Rencana Kegiatan Penelitian

September Oktober November Desember No Kegiatan

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1 Pengumpulan

Nyamuk

2 Ekstraksi

3 RT-PCR dengan menggunakan Primer DEN 1 4 Elektroforesis dan


(74)

Lampiran 2

Hasil RT-PCR Sampel 1 sampai 100

No. sampel Kecamatan Sumber Nyamuk

Hasil RT-PCR DEN 1

1 Medan Helvetia +

2 + 3 + 4 - 5 - 6 - 7 - 8 - 9 -

10 -

11 -

12 -

13 -

14 -

15 -

16 -


(75)

18 -

19 -

20 -

21 Medan Amplas +

22 + 23 +

24 -

25 -

26 -

27 -

28 -

29 -

30 -

31 -

32 -

33 -

34 -

35 -

36 -

37 -


(76)

39 -

40 -

41 Medan Selayang -

42 -

43 -

44 -

45 -

46 -

47 -

48 -

49 -

50 -

51 -

52 -

53 -

54 -

55 -

56 -

57 -

58 -


(77)

60 -

61 Medan Baru -

62 -

63 -

64 -

65 -

66 -

67 -

68 -

69 -

70 -

71 -

72 -

73 -

74 -

75 -

76 -

77 -

78 -

79 -


(78)

81 Medan Sunggal -

82 -

83 -

84 -

85 -

86 -

87 -

88 -

89 -

90 -

91 -

92 -

93 -

94 -

95 -

96 -

97 -

98 -

99 -


(79)

45 -

46 -

47 -

48 -

49 -

50 -

51 -

52 -

53 -

54 -

55 -

56 -


(80)

-69 -

70 -

71 -

72 -

73 -

74 -

75 -

76 -

77 -

78 -

79 -

80 -

81 Medan Sunggal

-93 -

94 -

95 -

96 -


(1)

18 -

19 -

20 -

21 Medan Amplas +

22 + 23 +

24 -

25 -

26 -

27 -

28 -

29 -

30 -

31 -

32 -

33 -

34 -

35 -

36 -

37 -


(2)

39 -

40 -

41 Medan Selayang -

42 -

43 -

44 -

45 -

46 -

47 -

48 -

49 -

50 -

51 -

52 -

53 -

54 -

55 -

56 -

57 -


(3)

60 -

61 Medan Baru -

62 -

63 -

64 -

65 -

66 -

67 -

68 -

69 -

70 -

71 -

72 -

73 -

74 -

75 -

76 -

77 -

78 -

79 -


(4)

81 Medan Sunggal -

82 -

83 -

84 -

85 -

86 -

87 -

88 -

89 -

90 -

91 -

92 -

93 -

94 -

95 -

96 -

97 -

98 -

99 -


(5)

45 -

46 -

47 -

48 -

49 -

50 -

51 -

52 -

53 -

54 -

55 -

56 -


(6)

-69 -

70 -

71 -

72 -

73 -

74 -

75 -

76 -

77 -

78 -

79 -

80 -

81 Medan Sunggal

-93 -

94 -

95 -

96 -


Dokumen yang terkait

Deteksi Dan Penentuan Virus Gengue Serotpe 1 Dari Serum Penderita Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Di Rumah Sakit Kota Medan Menggunakan Reverse Transcriptase Polymerase Shain Reaction

0 43 61

Deteksi Dan Penentuan Virus Dengue Serotipe 3 Dari Serum Penderita Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Di Rumah Sakit Kota Medan Menggunakan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction

1 39 65

Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Menggunakan Metode Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan

2 68 68

Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe-3 (Den-3) Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Menggunakan Reverse Transcriptase- PCR (RT-PCR) Di Kota Medan

1 52 82

Analisis Kandungan Gelatin Babi dan Gelatin Sapi pada Cangkang Kapsul Keras yang Mengandung Vitamin A Menggunakan Real-Time Polymerase Chain Reaction

0 13 80

Deteksi diferensial Tomato chlorosis virus (ToCV) dan Tomato infectious chlorosis virus (TICV) dengan reverse transcription polymerase chain reaction (RT PCR)

0 10 41

Deteksi cepat virus avian influenza dengan anigen dan penentuan subtipe H5 menggunakan reverse transcription-PCR(Polymerase chain reaction)

1 11 30

Deteksi diferensial Tomato chlorosis virus (ToCV) dan Tomato infectious chlorosis virus (TICV) dengan reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR)

0 5 80

Deteksi virus avian influenza (h5n1) pada unggas air di propinsi lampung dengan uji haemagglutination inhibition (hi) dan reverse transcriptase polymerase chain reaction (rt pcr)

0 4 50

Deteksi Virus Dengue dari Nyamuk Vektor Aedes aegypti di Daerah Endemik Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Padang dengan Metode Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

1 3 15