Gambaran Jenis Atresia Ani pada Penderita Atresia Ani di RSUP H. Adam Malik Tahun 2008-2010

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

ZAINUL ARIFIN S 070100381

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

GAMBARAN JENIS ATRESIA ANI PADA PENDERITA ATRESIA ANI DI RSUP H. ADAM MALIK TAHUN 2008-2010

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

ZAINUL ARIFIN S

070100381

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal penelitian dengan judul:

Gambaran Jenis Atresia Ani pada Penderita Atresia Ani di RSUP H. Adam Malik Tahun 2008-2010

Yang dipersiapkan oleh:

ZAINUL ARIFIN S 070100381

Proposal Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Lahan Penelitian.

Medan, Mei 2010 Disetujui, Dosen Pembimbing


(4)

ABSTRAK

Atresia ani adalah ketiadaan, penutupan, atau konstriksi rektum atau anus. Kondisi ini merupakan salah satu cacat lebih umum dari saluran pencernaan Atresia ani terdapat pada satu dari 5000 kelahiran hidup. Atresia ani terjadi dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 7:3. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran jenis atresia ani di RSUP H. Adam Malik Medan

. Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan besar sampel sebanyak 71 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai November 2010 dan data dikumpulkan dengan menggunakan rekam medis.

Adapun hasil penelitian ini menunjukkan pada gambaran klinis didapati tidak bisa buang air besar, sedangkan pada gambaran radiologi didapati pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 2 kelainan yaitu kelainan fistel tidak ada dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu, fistel vagina, fistel rektovestibular, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit

Kata Kunci: Gambaran, Jenis, Atresia ani.


(5)

ABSTRACT

Atresia ani is the absence, closure, or constriction of the rectum or anus. This condition is one from common defect of the digestive tract. Atresia ani was present in one from 5000 live births. Atresia ani occurs with a ratio of male and female 7:3.

The purpose of this study was to determine the description of type of atresia ani in General Hospital Centre H. Adam Malik Medan. The method of this research is descriptive with a sample size of 71 people. This study was conducted from June to November 2010 and data were collected using medical records.

The results of this study showed the clinical picture was found was abdominal bloating and vomiting, whereas the radiological picture was found in male group I was divided into 4 abnormalities which are urine fistel, rectum atresia, fistel not exist and the invertogram: air> 1 cm from skin. Group II in male divided into 2 abnormalities which are fistel desence and on invertogram: air <1 cm from the skin. While the female group I was divided into 4 abnormalities namely; fistel vagina, fistel rectovestibular, fistel not exist and the invertogram: air> 1 cm from the skin. Female group II divided into 3 abnormalities which are fistel perineum, fistel absence and on invertogram: air <1 cm from skin


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini hingga selesai. Penyusunan karya tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan yang harus dipenuhi dalam memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Salawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga yang telah menuntun umatnya untuk selalu berpegang dijalan-Nya.

Rasa kasih dan sayang disampaikan kepada Kedua orang tua tercinta atas curahan kasih sayang, doa dan dukungan yang tidak akan pernah terbalas. Tidak lupa disampaikan kepada Eyang putri, Pakde-Om, Bude-Bulik, Saudara-Saudari tercinta atas semangat, bantuan, cinta dan keber kepada kita semua.

Penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah ini, memperoleh bantuan moril dan materiil dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H(CTM), Sp.A(K), selaku rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak dr. Mahyono, Sp.B, Sp.BA, selaku Dosen Pembimbing yang dengan tulus meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan, motivasi dan semangat sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan.


(7)

4. Bapak dr. Aliandri, Sp.THT-KI, selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.

5. Ibu dr. Yunilda Adriani, MKT, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan-masukan untuk penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.

6. Seluruh Dosen dan pegawai di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang untuk semua jasa - jasanya dalam memberikan bantuan selama perkuliahan..

7. Sahabat terbaik yang ada selama ini dari Izala, Boby, Amir, Yusuf, Zanurul, Toal, Mahdi, Sukris, Bang Reza, yang selalu memberikan tenaga, waktu, senyum, canda-tawa dan ilmunya agar Penulis bisa bersemangat dalam menyelesaikan karya tulis ini.

8. Teman-teman seperjuangan KTI yakni Khaterin, Alta, Kiki dan semua teman-teman seangkatan 2007 serta yang lainnya yang tidak tersebutkan terima kasih atas persahabatan dan dukungannya selama in

9. kepada penulis.

Penulis menyadari penelitian ini terdapat banyak kekurangan dan penulis mengharapkan semoga karya tulis ilmiah ini akan bermanfaat bagi semua pihak demi perkembangan dan kemajuan Civitas Akademika.

Medan, 25 November 2010 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN...i

ABSTRAK ...ii

ABSTRACT...iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN...x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Definisi... 3

2.2.Embriologi...3

2.3. Epidemiologi ... 4

2.4. Etiologi... 5

2.5. Patofisiologi ... 5

2.6. Klasifikasi ... 6

2.7. Manifestasi Klinis ... 7


(9)

2.8. Diagnosis ... 9

2.9. Penatalaksanaan... 10

2.10. Prognosis ... 12

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 13

3.2. Definisi Operasional ... 13

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 14

4.1. Jenis Penelitian ... 14

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

4.3. Populasi dan Sampel ... 14

4.3.1. Populasi ... 14

4.3.2. Sampel ... 14

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 14

4.5. Metode Analisis Data ... 15

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...16

5.1 Hasil Penelitian...22

5.2 Pembahasan...22

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN...24

6. 1 Kesimpulan...24

6. 2 Saran...24

DAFTAR PUSTAKA ... 26 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 3.1. Skema Kerangka Konsep Penelitian ... 14


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin... 14 Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Gambaran Klinis... Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelomplok Jenis... Tabel 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Gambaran Radiologis... Tabel 4.1 Distribusi Gambaran Radiologis Jenis Atresia Ani pada Laki-laki

Golongan 1...

Tabel 4.2 Distribusi Gambaran Radiologis Jenis Atresia Ani pada Laki-laki

Golongan 2...

Tabel 4.3 Distribusi Gambaran Radiologis Jenis Atresia Ani pada Perempuan

Golongan 1...

Tabel 4.4 Distribusi Gambaran Radiologis Jenis Atresia Ani pada Perempuan


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN II Surat Persetujuan Peserta Penelitian

LAMPIRAN III Master Data Penelitian

LAMPIRAN IV Surat Ethical Clearance


(13)

ABSTRAK

Atresia ani adalah ketiadaan, penutupan, atau konstriksi rektum atau anus. Kondisi ini merupakan salah satu cacat lebih umum dari saluran pencernaan Atresia ani terdapat pada satu dari 5000 kelahiran hidup. Atresia ani terjadi dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 7:3. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran jenis atresia ani di RSUP H. Adam Malik Medan

. Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan besar sampel sebanyak 71 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai November 2010 dan data dikumpulkan dengan menggunakan rekam medis.

Adapun hasil penelitian ini menunjukkan pada gambaran klinis didapati tidak bisa buang air besar, sedangkan pada gambaran radiologi didapati pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 2 kelainan yaitu kelainan fistel tidak ada dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu, fistel vagina, fistel rektovestibular, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit

Kata Kunci: Gambaran, Jenis, Atresia ani.


(14)

ABSTRACT

Atresia ani is the absence, closure, or constriction of the rectum or anus. This condition is one from common defect of the digestive tract. Atresia ani was present in one from 5000 live births. Atresia ani occurs with a ratio of male and female 7:3.

The purpose of this study was to determine the description of type of atresia ani in General Hospital Centre H. Adam Malik Medan. The method of this research is descriptive with a sample size of 71 people. This study was conducted from June to November 2010 and data were collected using medical records.

The results of this study showed the clinical picture was found was abdominal bloating and vomiting, whereas the radiological picture was found in male group I was divided into 4 abnormalities which are urine fistel, rectum atresia, fistel not exist and the invertogram: air> 1 cm from skin. Group II in male divided into 2 abnormalities which are fistel desence and on invertogram: air <1 cm from the skin. While the female group I was divided into 4 abnormalities namely; fistel vagina, fistel rectovestibular, fistel not exist and the invertogram: air> 1 cm from the skin. Female group II divided into 3 abnormalities which are fistel perineum, fistel absence and on invertogram: air <1 cm from skin

Keywords: Overview, Types, Atresia ani.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

Atresia ani adalah ketiadaan, penutupan, atau konstriksi rektum atau anus. Kondisi ini merupakan salah satu cacat lebih umum dari saluran pencernaan (Forrester, 2002).

Pada umumnya gambaran atresia ani yang terjadi pada 1,5%-2% atresia ani adalah Atresia rektum, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 4:0. Kejadian yang tinggi terjadi pada daerah India selatan (M Kisra, 2005).

Atresia ani terdapat pada satu dari 5000 kelahiran hidup (Roberton, D.A.R, 1965). Atresia ani terjadi dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 7:3 (Saxena A.K, 2004).

Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip Hamami, atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.

Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit (Hamami A.H, 2004).

Dikarenakan adanya perbedaan gambaran klinis maupun gambaran radiologi pada setiap jenis atresia ani, maka peneliti lebih lanjut ingin mengetahui gambaran jenis atresia ani yang didapati pada penderita atresia ani.


(16)

1.2. Rumusan Masalah.

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut ”Bagaimanakah Gambaran jenis atresia ani pada penderita atresia ani di RSUP H.Adam Malik Medan pada Tahun 2008-2010”.

1.3. Tujuan Penelitian. 1.3.1 Tujuan umum.

Untuk mengetahui gambaran jenis atresia ani pada penderita atresia ani di RSUP H.Adam Malik Medan pada Tahun 2008-2010.

1.3.2 Tujuan khusus.

A. Untuk mengetahui gambaran gejala klinis pada penderita atresia ani pada penderita atresia ani di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2008-2010.

B. Untuk mengetahui gambaran radiologis atresia ani pada penderita atresia ani di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2008-2010.

1.4. Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Dinas Kesehatan dan instansi terkait sebagai sumber data gambaran jenis atresia ani pada penderita atresia ani di RSUP H.Adam Malik Medan pada Tahun 2008-2010.

2. Peneliti untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam meneliti. 3. Peneliti selanjutnya yang membahas tentang masalah yang sama, hingga

dapat dijadikan referensi tambahan


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Atresia Ani 2.1 Definisi

Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla, 2009).

2.2 Embriologi

Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani.emdodern usus belakang ini juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra (Sadler T.W, 1997).

Bagian akhir usus belakang bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan. Daerah pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membran kloaka (Sadler T.W, 1997).

Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum urorektal, pada sudut antara allantois dan usus belakang.Sekat ini tumbuh kearah kaudal, karena itu membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus uroginetalis primitif, dan bagian posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur 7 minggu, septum urorektal mencapai membran kloaka, dan di daeraah ini terbentuklah korpus parienalis. Membran kloakalis kemudian terbagi menjadi membran analis di belakang, dan membran urogenitalis di depan (Sadler T.W, 1997).


(18)

Sementara itu, membran analis dikelilingi oleh tonjol-tonjol mesenkim, yang dikenal sebagai celah anus atau proktodeum. Pada minggu ke-9, membran analis koyak, dan terbukalah jalan antara rektum dan dunia luar. Bagian atas kanalis analis berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh pembuluh nasi usus belakang, yaitu arteri mesentrika inferior. Akan tetapi, sepertiga bagian bawah kanalis analis berasal dari ektoderm dan ektoderm dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah kolumna analis. Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis gepeng (Sadler T.W, 1997).

Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter (Faradilla, 2009).

2.3 Epidemiologi

Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran ( Grosfeld J, 2006).

Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis atresia ani yang paling banyak ditemui adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal (Oldham K, 2005).


(19)

Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa atresia ani letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan atresia letak tinggi ( Boocock G, 1987).

2.4 Etiologi

Atresia ani dapat disebabkan karena:

1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.

2. Gangguan organogenesis dalam kandungan. 3. Berkaitan dengan sindrom down.

Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt M, 2007).

2.5 Patofisiologi

Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika


(20)

urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis) (Faradilla, 2009).

2.6 Klasiikasi.

Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip Hamami, atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.

Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit (Hamami A.H, 2004).

2.7 Manifestasi Klinis.

Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam.

Gejala itu dapat berupa : 1. Perut kembung. 2. Muntah.

3. Tidak bisa buang air besar.

4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan (FK UII, 2009).

Atresia ani sangat bervariasi, mulai dari atresia ani letak rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari


(21)

rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada (Departement of Surgery University of Michigan, 2009).

Sebagian besar bayi dengan atresia ani memiliki satu atau lebih abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler (Grosfeld J, 2006).

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal adalah

1. Kelainan kardiovaskuler.

Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.

2. Kelainan gastrointestinal.

Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum (1%-2%).

3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.

Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele,

meningocele, dan teratoma intraspinal.

4. Kelainan traktus genitourinarius.

Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and

Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality) ( Oldham K, 2005).


(22)

2.8 Diagnosa

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat ditemukan :

a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir.

b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula.

c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan adalah letak rendah (Faradilla, 2009).

Menurut Pena yang dikutipkan Faradilla untuk mendiagnosa menggunakan cara: 1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :

a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi

b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif. Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.

2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.

Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa kolostomi. Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostom terlebih dahulu.

Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis\ udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan


(23)

agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi (Faradilla, 2009).

Pada pemeriksan klinis, pasien atresia ani tidak selalu menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus. (Levitt M, 2007)

Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan jenis atresia ani pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty (Levitt M, 2007).

Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan atresia ani letak tinggi dan harus dilakukan colostomy (Levitt M, 2007).

Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan atresia ani letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium) (Levitt M, 2007).

2.9 penatalaksanaan.

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 yang dikutip oleh Faradillah


(24)

memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel (Faradilla, 2009).

Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula (Faradilla, 2009).

Menurut Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menganjurkan pada :

a. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP).

b. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus.

c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.

d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi. (Faradilla, 2009).

Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baikminimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti (Faradilla, 2009).

Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus, karena seringnya ditemukan vital ke vetibulum atau vagina (80-90%). Golongan I Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak


(25)

lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada di posteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitif. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit. Dapat segera dilakukan pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu segera dilakukan kolostomi (Hamami A.H, 2004).

Yang harus diperhatikan ialah adanya fitel atau kenormalan bentuk perineum dan tidak adanya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pada anak laki dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel urin dan fistel perineum. Golongan I. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus


(26)

normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan wanita, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara < 1cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah (Hamami A.H, 2004).

2.10 prognosis

Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian defekasi, pencemaran pakaian dalam. Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot sfingter pada colok dubur (Hamami A.H, 2004).

Fungsi kontineia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau ensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita (Hamami A.H, 2004).

Hasil operasi atresia ani meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya metode PSARP (Levitt M, 2007).


(27)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

Atresia Ani adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital

Gejala klinis adalah gejala yang ingin diketahui yaitu kembung dan muntah

Gambaran radiologi adalah yang didapat melalui pemeriksaan radiologi yaitu gambaran kelainan fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel tidak ada, pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit, fistel perineum, membran anal, stenosis anus, pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit, kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular dan atresia rektum.

Jenis Atresia ani A. Gejala klinis


(28)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan retrospektif yang bertujuan menggambarkan jenis atresia ani pada penderita atresia ani di RSUP H.Adam Malik Medan pada Tahun 2008-2010.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medis RSUP H Adam Malik Medan. Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret-September 2010, sedangkan pengambilan dan pengumpulan data dilakukan selama bulan Juli-September 2010.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita atresia ani di RSUP H Adam Malik Medan pada Tahun 2008-2010 sebanyak 71 penderita

4.3.2.Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh penderita atresia ani di RSUP H. Adam Malik Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik total

sampling.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pada awal penelitian diperlukan data sekunder berupa data rekam medik yang dapat diperoleh dari Bagian Instalasi Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan. Selanjutnya akan dilakukan pencatatan dan pengelompokan jenis atresia ani berdasarkan gejala klinis dan gambaran radiologi.

4.5. Metode Analisa Data

Pengolahan data akan dilakukan melalui beberapa tahapan, tahap pertama

entry yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer dengan


(29)

menggunakan program SPSS versi 17.0, tahap ke empat adalah melakukan

cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada

kesalahan atau tidak. Untuk mendeskripsikan data gambaran radiologis pada penderita atresia ani penderita atresia ani di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2008-2010 dilakukan perhitungan frekuensi dan persentase. Hasil penelitian akan di tampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(30)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian.

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP Haji Adam Malik Medan telah meiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. RSUP Haji Adam Malik Medan memiliki Departemen Ilmu Kesehatan Anak yang merupakan lokasi pengambilan data pada penelitian ini.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel.

Jumlah sampel yang terlibat dalam studi ini adalah sebesar 71 sampel. Semua data responden diambil dari data sekunder, yaitu data rekam medis pasien anak dari tahun 2005-2009 di RSUP H.Adam Malik Medan.

5.1.2.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin.

Distribusi sampel berdasarkan Jenis kelamin dapat dilihat dari tabel berikut:


(31)

Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin Penderita Atresia Ani

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 50 sampel terdapat 37 orang berjenis kelamin laki-laki (52,1%) dan 34 orang berjenis kelamin perempuan (47,9%).

5.1.2.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Gambaran Klinis

Distribusi sampel berdasarkan Gambaran Klinis dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 2. Distribusi Gambaran Klinis Penderita Atresia Ani

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa gambaran klinis yang ditemukan pada penderita penyakit atresia ani yaitu Perut kembung sebanyak 7 sampel (9,9%), Muntah yaitu sebanyak 7 sampel (9,9%) dan Tidak buang air besar 68 sampel (95,7).

No Jenis kelamin Jumlah %

1

Laki-laki 37 52,1

2 Perempuan 34 47,9

Jumlah 50 100,0

No

Gambaran Klinis

Dijumpai Tidak

dijumpai

Jumlah seluruhnya

Jumlah %

Juml ah

% Jumlah %

1 Perut kembung, 7 9,9 64 90 71 100

2 Tidak bisa buang

air besar 68 95,7

4 4,3 71 100


(32)

5.1.2.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Jenis

Distribusi sampel berdasarkan kelompok jenis dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 3. Distribusi Jenis Penderita Atresia Ani

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa pada laki-laki golongan 1 didapati sebanyak 34 sampel (47,9%) dan pada laki-laki golongan 2 sebanyak 3 sampel (4,2). Sedangkan pada perempuan golongan 1 didapati sebanyak 31 sampel (43,7) dan pada perempuan golongan 2 didapati sebanyak 3 sampel 3 sampel (4,2).

5.1.2.4.Distribusi Sampel Berdasarkan Gambaran Radiologis.

Distribusi sampel berdasarkan jenis atresia ani pada laki-laki golongan 1 dapat dilihat dari tabel berikut:

No Jenis Jumlah %

1 Laki-laki golongan 1 34 47,9

2 Laki-laki golongan 2 3 4,2

3 Perempuan golongan 1 31 43,7

4 Perempuan golongan 2 3 4,2

Jumlah 50 100,0


(33)

Tabel 4.1 Distribusi Gambaran Radiologis Jenis Atresia Ani pada Laki-laki Golongan 1

Distribusi sampel berdasarkan jenis atresia ani pada laki-laki golongan 2 dapat dilihat dari tabel berikut:

No

Gambaran Radiologis

Dijumpai Tidak dijumpai

Jumlah seluruhnya

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Fistel urin 2 5,8 32 96,2 34 100

2 Atresia rektum 1 2,9 32 97,1 34 100

3 Tidak ada fistel 32 96,2 2 5,8 34 100

4

Pada

invertogram: udara > 1 cm dari kulit


(34)

Tabel 4.2. Distribusi Gambaran Radiologis Jenis Atresia Ani pada Laki-laki Golongan 2

Distribusi sampel berdasarkan jenis atresia ani pada perempuan golongan 1:

Tabel 4.3. Distribusi Gambaran Radiologis Jenis Atresia Ani pada Perempuan Golongan 1

No

Gambaran Radiologis

Dijumpai Tidak dijumpai

Jumlah seluruhnya

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Tidak ada fistel 3 100 0 0 3 100

2

pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit

3 100 0 0 3 100

No

Gambaran

Radiologis Dijumpai

Tidak dijumpai

Jumlah seluruhnya

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Fistel vagina 12 38,7 19 61,3 31 100

2

Fistel rektovestibul ar

8 25,8 23 74,2 31 100

3 Tidak ada

fistel 11 35,4 20 64,6 31 100

4

Pada

invertogram: udara > 1 cm dari kulit

31 100 0 0 31 100


(35)

Distribusi sampel berdasarkan jenis atresia ani pada Perempuan golongan 2 dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.4 Distribusi Gambaran Radiologis Jenis Atresia Ani pada Laki-laki Golongan 2

Berdasarkan table 4 diatas diketahui pada laki – laki golongan I didapati 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin 2 sampel, atresia rektum 1 sampel, , fistel tidak ada 32 sampel dan pada invertogram: udara > 1 cm 34 sampel dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 2 kelainan yaitu fistel tidak ada 3 sampel. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit 3 sampel. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu fistel vagina 12 sampel, fistel rektovestibular 8 sampel, fistel tidak ada 11 sampel dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit 31 sampel. Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum 2 sampel, fistel tidak ada 1 sampel. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit 3 sampel.

No

Gambaran Radiologis

Dijumpai Tidak dijumpai

Jumlah seluruhnya

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Fistel perinium 2 66,6 1 33,3 3 100

3 Tidak ada fistel 1 33,3 2 66,6 3 100

4

Pada

invertogram: udara < 1 cm dari kulit


(36)

Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP H.Adam Malik Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran atresia ani pada penderita atresia ani. Sampel di ambil dari rekam medis pasien dari tahun 2008-2010. Dari penelitian di dapatkan 71 anak yang didiagnosa menderita penyakit atresia ani.

Berdasarkan jenis kelamin, dijumpai jenis kelamin laki-laki (52,1%) sedikit dominan dibandingkan dengan perempuan (47,9%).Kondisi ini sama dengan yang ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh (Oldham K, 2005).dimana kasus yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak ditemukan.

Dalam penelitian ini, diketahui bahwa gambaran klinis yang paling bayak ditemukan pada penderita penyakit atresia ani yaitu tidak bisa buang air besar sama dengan yang ditemukan oleh FK UII, (2009) yaitu gambaran klinis yang ditemukan pada penderita penyakit atresia ani adalah tidak bisa buang air besar.

Pada penelitian ini, didapati pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 2 kelainan yaitu kelainan fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu, fistel vagina, fistel rektovestibular, , fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, , fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit berbeda dengan yang didapatkan Hamami A.H, (2004) yaitu pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan


(37)

dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit.


(38)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah:

1. Distribusi jenis kelamin paling banyak adalah laki-laki sebanyak 36 penderita dengan persentase 52,1%.

2. Distribusi berdasarkan gambaran klinis yang ditemukan adalah tidak bisa buang air besar.

3. Distribusi berdasarkan pemeriksaan radiologis didapati pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 2 kelainan yaitu kelainan fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu, fistel vagina, fistel rektovestibular, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, , fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit

6.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan penulis, yaitu:

1. Dalam mengentri data rekam medis ke dalam komputer sebaiknya lebih teliti, agar tidak terjadi penggandaan nomor rekam medis dan kesalahan dalam memasukkan kode penyakit. Sehingga dapat mempermudah pencarian data rekam medis.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap penyakit atresia ani dalam jumlah kasus yang lebih besar


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Anorectal Malformation A parent’s Guide. Departement of Paediatric

Surgery Starship Hospital Auckland, 2006. http://www.starship.org.nz/General%20Surgery%20PDFs/anorect.pdf

[diakses 1 April 2010]

Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and Associated Anomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-579. http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1778456&blobtyp e=pdf [diakses 1April 2010]

Faradilla N, Damanik R.R, Mardhiya W.R.2009. Anestesi pada Tindakan Posterosagital Anorektoplasti pada Kasus Malformasi Anorektal.

Universitas Riau. Available from:

1 April 2010]

FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006. http://www.uii.co.id/library/atresia [diakses 1 April 2010]

Forrester M, and Merz R. Descriptive epidemiology of anal atresia in Hawaii, 1986-1999. Teratology 66: S12-S16, 2002.

Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition. Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; 1566-99.

Haeusler M.C, Berghold A, Stoll C, Barisic I, Clementi M. Prenatal ultrasonographic detection of gastrointestinal obstruction: results from 18 European congenital anomaly registries. Prenat Diagn 2002;22:616-623


(40)

Hamami A.H, Pieter J, Riwanto I, Tjambolang T, Ahmadsyah I. 2004. Buku-ajar

ilmu bedah. editor, Peter J,.-Ed.2.-Jakarta : EGC.

Kella N, Memon S, Qureshi G. Urogenital Anomalies Associated with Anorectal Malformation in Children. World Journal of Medical Sciences 1 (2) 2006; 151-154 http://www.idosi.org/wjms/1(2)2006/20.pdf

Kisra M, Alkadi H, Zerhoni H, Ettayebi F, Benhammou M. Rectal atresia

[diakses 1 April 2009]

Department of Pediatric Surgery, Rabat University Children’s Hospital, Rabat, Morocco, 2005

Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007, 2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 1 April 2010]

Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-1434

Moore, K, Persaud, T. The developing human: clinically orientated embryology, 1998.

Robertson D. A. R, Samuel E, Macleod W. Radiological assessment of imperforate anus. Radiodiagnostic Departments, Royal Infirmary and Royal Hospital for Sick Children, Edinburgh, 1965

Sadler, T.W. 1997. Embriologi Kedokteran Langman. alih bahasa, Joko Suyono; editor, Devi H. Ronardy. Jakarta: EGC.

Saxena A.K, Morcate J. Schleef J, Reich A, Willital G.H. Rectal atresia, choanal atresia and congenital heart disease: A rare association. Pediatric Surgical University Clinic, M¨unster, Germany, 2004


(41)

University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery University of Michigan


(1)

Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP H.Adam Malik Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran atresia ani pada penderita atresia ani. Sampel di ambil dari rekam medis pasien dari tahun 2008-2010. Dari penelitian di dapatkan 71 anak yang didiagnosa menderita penyakit atresia ani.

Berdasarkan jenis kelamin, dijumpai jenis kelamin laki-laki (52,1%) sedikit dominan dibandingkan dengan perempuan (47,9%).Kondisi ini sama dengan yang ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh (Oldham K, 2005).dimana kasus yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak ditemukan.

Dalam penelitian ini, diketahui bahwa gambaran klinis yang paling bayak ditemukan pada penderita penyakit atresia ani yaitu tidak bisa buang air besar sama dengan yang ditemukan oleh FK UII, (2009) yaitu gambaran klinis yang ditemukan pada penderita penyakit atresia ani adalah tidak bisa buang air besar.

Pada penelitian ini, didapati pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 2 kelainan yaitu kelainan fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu, fistel vagina, fistel rektovestibular, , fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, , fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit berbeda dengan yang didapatkan Hamami A.H, (2004) yaitu pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan


(2)

dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit.


(3)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah:

1. Distribusi jenis kelamin paling banyak adalah laki-laki sebanyak 36 penderita dengan persentase 52,1%.

2. Distribusi berdasarkan gambaran klinis yang ditemukan adalah tidak bisa buang air besar.

3. Distribusi berdasarkan pemeriksaan radiologis didapati pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 2 kelainan yaitu kelainan fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu, fistel vagina, fistel rektovestibular, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, , fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit

6.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan penulis, yaitu:

1. Dalam mengentri data rekam medis ke dalam komputer sebaiknya lebih teliti, agar tidak terjadi penggandaan nomor rekam medis dan kesalahan dalam memasukkan kode penyakit. Sehingga dapat mempermudah pencarian data rekam medis.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap penyakit atresia ani dalam jumlah kasus yang lebih besar


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Anorectal Malformation A parent’s Guide. Departement of Paediatric

Surgery Starship Hospital Auckland, 2006. http://www.starship.org.nz/General%20Surgery%20PDFs/anorect.pdf

[diakses 1 April 2010]

Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and Associated Anomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-579. http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1778456&blobtyp e=pdf [diakses 1April 2010]

Faradilla N, Damanik R.R, Mardhiya W.R.2009. Anestesi pada Tindakan Posterosagital Anorektoplasti pada Kasus Malformasi Anorektal.

Universitas Riau. Available from:

1 April 2010]

FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006. http://www.uii.co.id/library/atresia [diakses 1 April 2010]

Forrester M, and Merz R. Descriptive epidemiology of anal atresia in Hawaii, 1986-1999. Teratology 66: S12-S16, 2002.

Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition. Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; 1566-99.

Haeusler M.C, Berghold A, Stoll C, Barisic I, Clementi M. Prenatal ultrasonographic detection of gastrointestinal obstruction: results from 18 European congenital anomaly registries. Prenat Diagn 2002;22:616-623


(5)

Hamami A.H, Pieter J, Riwanto I, Tjambolang T, Ahmadsyah I. 2004. Buku-ajar

ilmu bedah. editor, Peter J,.-Ed.2.-Jakarta : EGC.

Kella N, Memon S, Qureshi G. Urogenital Anomalies Associated with Anorectal Malformation in Children. World Journal of Medical Sciences 1 (2) 2006; 151-154 http://www.idosi.org/wjms/1(2)2006/20.pdf

Kisra M, Alkadi H, Zerhoni H, Ettayebi F, Benhammou M. Rectal atresia

[diakses 1 April 2009]

Department of Pediatric Surgery, Rabat University Children’s Hospital, Rabat, Morocco, 2005

Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007, 2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 1 April 2010]

Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-1434

Moore, K, Persaud, T. The developing human: clinically orientated embryology, 1998.

Robertson D. A. R, Samuel E, Macleod W. Radiological assessment of imperforate anus. Radiodiagnostic Departments, Royal Infirmary and Royal Hospital for Sick Children, Edinburgh, 1965

Sadler, T.W. 1997. Embriologi Kedokteran Langman. alih bahasa, Joko Suyono; editor, Devi H. Ronardy. Jakarta: EGC.

Saxena A.K, Morcate J. Schleef J, Reich A, Willital G.H. Rectal atresia, choanal atresia and congenital heart disease: A rare association. Pediatric Surgical University Clinic, M¨unster, Germany, 2004


(6)

University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery University of Michigan