Rancang Bangun Alat Pencetak Sumpit Bambu Untuk Usaha Kecil dan Menengah

(1)

FITRA SISWANTO SINUHAJI 070308041

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

RANCANG BANGUN ALAT PENCETAK SUMPIT BAMBU

UNTUK USAHA KECIL DAN MENENGAH

SKRIPSI

OLEH :

FITRA SISWANTO SINUHAJI 070308041

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(3)

SKRIPSI OLEH :

FITRA SISWANTO SINUHAJI 070308041/KETEKNIKAN PERTANIAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(4)

Judul Skripsi : Rancang Bangun Alat PencetakSumpit Bambu Untuk Usaha Kecil dan Menengah

Nama : Fitra Siswanto Sinuhaji

NIM : 070308041

Program Studi : Keteknikan Pertanian

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Mengetahui

Ir. Edi Susanto, M.Si

Ketua Program Studi Keteknikan Pertanian

Tanggal lulus:

Ainun Rohanah, STP, M.Si Ketua

Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si Anggota


(5)

FITRA SISWANTO SINUHAJI: Rancang Bangun Alat Pencetak Sumpit Bambu Untuk Usaha Kecil dan Menengah, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan LUKMAN ADLIN HARAHAP.

Mesin pencetak sumpit yang sudah ada mempunyai harga jual tinggi, sehingga hanya beberapa orang yang mampu membelinya. Oleh karena itu, perlu adanya inovasi dalam pembuatan alat pencetak sumpit yang mempunyai harga jual yang lebih murah. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, pada Juli 2011 - September 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain, membuat dan menguji alat pencetak sumpit bambu untuk usaha kecil dan menengah.

Hasil penelitian menunjukkan kapasitas efektif alat sebesar 248 pasang sumpit/jam dengan persentase kerusakan sebesar 20 %. Sedangkan biaya pokok yang harus dikeluarkan untuk membuat 1 pasang sumpit adalah sebesar Rp 20,35. Kata kunci : sumpit, alat pencetak sumpit, bambu, usaha kecil dan menengah.

ABSTRACT

FITRA SISWANTO SINUHAJI: The Engineering of bamboo chopstick making

equipment for small and medium enterprises, supervised by AINUN ROHANAH and LUKMAN ADLIN HARAHAP.

Chopstick making equipment that already exist have an expensive selling price, therefore only a few people can buy them. Therefore, an innovation is needed to manufacture a cheaper equipment. This research conducted at the Laboratory of Agricultural Engineering, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, in July 2011 - September 2011. The aim of this research was to design, build and test the equipment.

The result of the research showed that the effective capacity of the equipment was 248 chopsticks/hour with a broken of 20%.. While the basic costs to be incurred to make 1 chopstick is as much as Rp 20,35.

Keywords: chopstick, chopstick making equipment, bamboo, small and medium enterprises.


(6)

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Delitua pada tanggal 25 Oktober 1988 dari ayah Firman Sinuhaji dan ibu Nurlena br Tarigan. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA RK. Deli Murni Delitua dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Mekanisasi Pertanian dan mata kuliah Teknologi Pengolahan Limbah, penulis juga aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) dan Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) Fakultas Pertanian USU. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate, Dolok Merangir.


(7)

ii

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun skripsi ini berjudul “Rancang Bangun Alat Pencetak Sumpit Bambu Untuk Usaha Kecil dan Menengah” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Ainun Rohanah, STP, M.Si dan Bapak Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan, saran dan kritikan berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Medan, Januari 2012


(8)

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Bambu ... 4

Jenis Bambu ... 5

Pemanenan ... 6

Sumpit ... 7

Produksi Sumpit ... 8

Baut ... 10

Mesin Gergaji ... 11

Analisis Ekonomi ... 11

Biaya pemakaian alat ... 11

Biaya tetap ... 11

Biaya tidak tetap ... 12

Break Even Point... 12

Net Present Value ... 14

Internal Rate of Return ... 15

METODE PENELITIAN ... 17

Lokasi dan Waktu ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode Penelitian... 17

Komponen Alat ... 17

Persiapan Penelitian ... 18

Prosedur Penelitian... 19

Parameter yang Diamati ... 19

Kapasitas Efektif Alat (pasang sumpit/jam) ... 19

Persentase Kerusakan Hasil (%) ... 20

Analisis ekonomi ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Sumpit ... 21

Alat Pencetak Sumpit ... 22

Prosedur Pembuatan Sumpit ... 23

Kapasitas Efektif Alat ... 25

Persentase Kerusakan ... 26

Analisis Ekonomi ... 27

Break Even Point (Perhitungan Titik Impas) ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29


(9)

Saran ... 29 DAFTAR PUSTAKA ... 30


(10)

v

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Prosedur Pembuatan Sumpit ... 23 2. Hasil Pencetakan Sumpit ... 25


(11)

vi

No. Hal.

1. Flow Chart Pelaksanaan Penelitian ... 32

2. Data Hasil Pencetakan Sumpit ... 34

3. Kapasitas Efektif Alat dan Persentase Kerusakan ... 35

4. Analisis Ekonomi ... 36

5. Break Even Point ... 39

6. Prinsip Kerja Alat ... 40

7. Perawatan Alat ... 41

8. Keselamatan Kerja ... 42

9. Spesifikasi Alat ... 43


(12)

ABSTRAK

FITRA SISWANTO SINUHAJI: Rancang Bangun Alat Pencetak Sumpit Bambu Untuk Usaha Kecil dan Menengah, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan LUKMAN ADLIN HARAHAP.

Mesin pencetak sumpit yang sudah ada mempunyai harga jual tinggi, sehingga hanya beberapa orang yang mampu membelinya. Oleh karena itu, perlu adanya inovasi dalam pembuatan alat pencetak sumpit yang mempunyai harga jual yang lebih murah. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, pada Juli 2011 - September 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain, membuat dan menguji alat pencetak sumpit bambu untuk usaha kecil dan menengah.

Hasil penelitian menunjukkan kapasitas efektif alat sebesar 248 pasang sumpit/jam dengan persentase kerusakan sebesar 20 %. Sedangkan biaya pokok yang harus dikeluarkan untuk membuat 1 pasang sumpit adalah sebesar Rp 20,35. Kata kunci : sumpit, alat pencetak sumpit, bambu, usaha kecil dan menengah.

ABSTRACT

FITRA SISWANTO SINUHAJI: The Engineering of bamboo chopstick making

equipment for small and medium enterprises, supervised by AINUN ROHANAH and LUKMAN ADLIN HARAHAP.

Chopstick making equipment that already exist have an expensive selling price, therefore only a few people can buy them. Therefore, an innovation is needed to manufacture a cheaper equipment. This research conducted at the Laboratory of Agricultural Engineering, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, in July 2011 - September 2011. The aim of this research was to design, build and test the equipment.

The result of the research showed that the effective capacity of the equipment was 248 chopsticks/hour with a broken of 20%.. While the basic costs to be incurred to make 1 chopstick is as much as Rp 20,35.

Keywords: chopstick, chopstick making equipment, bamboo, small and medium enterprises.


(13)

1 Latar Belakang

Salah satu industri pengolahan kayu dan bambu yang produknya sebagian besar ditujukan untuk keperluan ekspor adalah industri sumpit makan (chopstick). Dalam pembuatannya, sumpit makan dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku kayu, bambu, atau plastik. Namun yang banyak diproduksi adalah sumpit makan yang terbuat dari kayu dikarenakan potensi kayu sebagai bahan baku relatif lebih banyak dibandingkan bambu dan plastic (Matsuda, 1983).

Ditinjau dari segi pemasaran, menurut Ditjen Pengusahaan Hutan (1989) sumpit makan merupakan komoditi yang mempunyai prospek cerah untuk tujuan ekspor. Hal ini mengingat kebutuhan pasar luar negri (terutama Jepang dan Korea) terhadap sumpit makan cukup tinggi.

Dengan bertambahnya populasi manusia, supply akan sumpit makan ikut meningkat. Namun, pada proses produksi terdapat kendala dalam penyediaan bahan baku berupa kayu ataupun bambu. Hal ini dikarenakan jumlah bahan baku yang semakin sedikit sejalan dengan beralihfungsinya lahan pertanian menjadi daerah pemukiman serta penggunaan kayu dan bambu untuk produksi komoditas lain yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi.

Selama ini, proses pembuatan sumpit makan (chopstick) masih secara tradisional yaitu dengan melakukan pemotongan dan pengikisan menggunakan pisau. Hal ini dapat menimbulkan kecelakaan kerja, misalnya terlukanya tangan pekerja oleh sayatan bambu dan kayu maupun akibat terkena sayatan pisau. Selain masalah keselamatan kerja, proses produksi juga relatif lebih lambat.


(14)

2

Di samping cara tradisional tersebut, proses pembuatan sumpit juga telah menggunakan mesin sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi di bidang pertanian. Namun, mesin pencetak sumpit yang selama ini diproduksi adalah mesin untuk skala pabrik dan skala industri dengan harga penjualan mencapai puluhan juta rupiah.

Oleh karena itu perlu adanya inovasi dalam proses produksi sumpit makan (chopstick). Pembuatan alat pencetak sumpit makan yang memiliki harga jual yang jauh lebih murah merupakan salah satu inovasi untuk meningkatkan jumlah usaha kecil dan menengah, terutama untuk pembuatan sumpit makan. Dengan adanya alat pencetak sumpit untuk skala kecil dan menengah ini akan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, terutama yang berada di daerah penghasil tanaman bambu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sumpit makan. Pembuatan alat ini juga akan meningkatkan produktivitas pembuatan sumpit yang selama ini hanya menggunakan pisau dan tenaga manusia secara keseluruhan dalam pembuatan sumpit makan di daerah pedesaan. Ide untuk membuat alat ini terinspirasi dari alat pencetak tusuk sate yang telah ada di pasaran sebelumnya.

Adanya hal-hal di atas inilah yang mendasari untuk dilakukannya penelitian ini. Dengan perancangan alat pencetak sumpit akan meningkatkan keselamatan kerja dan meningkatkan produktivitas sumpit makan. Selain itu, dengan adanya alat pencetak sumpit untuk usaha kecil dan menengah ini akan membuka lapangan pekerjaan yang baru untuk masyarakat yang berada di daerah pedesaan dan meningkatkan perekonomian mereka.


(15)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang dan membuat alat pencetak sumpit bambu untuk skala kecil dan menengah.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat pencetak sumpit.

3. Bagi masyarakat, khususnya bagi para pembuat sumpit makan skala kecil dan menengah, dapat meningkatkan kuantitas sumpit makan yang dihasilkan.


(16)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Bambu

Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Metote pemberian nama ilmiah (Latin) ini dikembangkan oleh Carolus Linnaeus. Tanaman bambu diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Divisi : Magnoliophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae

Famili

Genus : Gigantochloa

Spesies : Gigantochloa atroviolacea

Tanaman bambu merupakan anggota famili rumput-rumputan yang tumbuh merumpun dan dapat mencapai tinggi 30 m serta memiliki ruas dan buku-buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini pula tumbuh akar-akar, sehingga pada tanaman bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan setiap ruasnya, di samping tunas rimpangnya. Tanaman bambu dalam pertumbuhannya tidak memerlukan perlakuan khusus karena tanaman ini dapat bertahan hidup sepanjang tahun, baik musim hujan maupun musim kemarau (Krisdianto, dkk, 2006).


(17)

Jenis Bambu

Beberapa jenis bambu yang terdapat di Indonesia, antara lain : a. Bambu Apus (Gigantochloa apus)

Biasanya digunakan untuk pembuatan kerajinan anyaman. Kelebihan bambu jenis ini, memiliki serat panjang, lentur, dan kuat. Ketika masih basah berwarna hijau cerah dan tidak begitu keras.

b. Bambu Ater (Gigantochloa atter)

Bambu ater juga berpotensial sebagai bahan baku kerajinan. Selama ini, tanamnan bambu ater dimanfaatkan untuk pembuatan alat musik angklung, sumpit, kertas, dan papan serat. Batangnya berwarna hijau sampai hijau gelap.

c. Bambu Betung (Dendrocalamus asper)

Memiliki serat yang sangat besar dan ruasnya panjang sehingga cocok sebagai bahan baku berbagai kerajinan dan pembuatan sumpit. Di antara jenis-jenis bambu yang lain, rebung bambu betung paling enak untuk dikonsumsi.

d. Bambu Gombong (Gigantochloa pseudoarundinacea)

Cirri khas bambu gombong adalah buluhnya yang berwarna hijau dengan garis-garis kuning sejajar dengan batang. Memiliki serat yang halus dan buluhnya lebih tipis.

e. Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolacea)

Ciri khas bambu hitam adalah berbuluh hijau kehitaman. Tingginya mencapai 20 m, diameter buluh 5-10 cm, serta panjang ruas 45-60 cm. Dapat digunakan dalam pembuatan sumpit, papan serat, dan konstruksi.


(18)

6

f. Bambu Talang (Schizostachyum brachycladum)

Memiliki serat yang sangat halus dan berwarna kuning kecokelatan. Biasanya digunakan sebagai bahan baku dinding, rakit dan lantai rumah. (Duryatmo,2000).

Pemanenan

Tanaman bambu di Indonesia merupakan tanaman bambu simpodial, yaitu batang-batangnya cenderung mengumpul di dalam rumpun. Batang bambu yang lebih tua berada di tengah rumpun, sehingga kurang menguntungkan dalam proses penebangannya. Metode pemanenan tanaman bambu adalah dengan metode tebang habis dan tebang pilih. Pada metode tebang habis, semua batang bambu ditebang baik yang tua maupun yang muda, sehingga kualitas batang bambu yang diperoleh bercampur antara bambu yang tua dan yang muda. Selain itu metode ini juga menimbulkan pengaruh terhadap sistem perebungan bambu, sehingga kelangsungan tanaman bambu terganggu, karena sistem perebungan bambu dipengaruhi juga oleh batang bambu yang ditinggalkan. Pada beberapa jenis tanaman bambu metode tebang habis menyebabkan rumpun menjadi kering dan mati, tetapi pada jenis yang lain masih mampu menumbuhkan rebungnya tetapi dengan diameter rebung tidak besar dan jumlahnya tidak banyak.

Metode tebang pilih pada tanaman bambu adalah menebang batang-batang bambu berdasarkan umur tumbuhnya. Metode ini dikembangkan dengan dasar pemikiran adanya hubungan batang bambu yang ditinggalkan dengan kelangsungan sistem perebungan bambu (Sindusuwarno, 1963).


(19)

Sumpit

Sumpit adalah alat makan yang berasal dari Asia Timur, berbentuk dua batang kayu yang sama panjang yang dipegang di antara jari-jari salah satu tangan. Sumpit digunakan untuk menjepit dan memindahkan makanan dari wadah, dari piring satu ke piring lain atau memasukkan makanan ke dalam mulut. Sumpit bisa dibuat dari bahan seperti bambu, logam dan plastik yang permukaannya sudah dihaluskan atau dilapis dengan bahan pelapis seperti pernis atau cat supaya tidak melukai mulut dan terlihat bagus (Matsuda, 1983).

Sumpit digunakan di banyak negara di seluruh dunia untuk menikmati makanan khas Asia Timur. Di beberapa negara Asia Tenggara, sumpit merupakan alat makan utama yang sama pentingnya seperti sendok dan garpu. Di Indonesia, pilihan sendok-garpu atau sumpit disediakan di rumah makan yang menyediakan masakan Tionghoa, masakan Korea, masakan Jepang, masakan Vietnam, masakan Thailand hingga penjual bakso atau mie pansit di pinggir jalan (Matsuda, 1983).

Sebagian besar sumpit makan yang diproduksi di Indonesia diekspor ke negara- negara di Asia Timur, seperti Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Negara-negara di Asia Barat Daya, seperti Timur Tengah, Arab Saudi dan Kuwait. Sedangkan pasar ekspor sumpit di luar Asia, meliputi Denmark, Jerman, Italia, Spanyol, Australia, dan Amerika Serikat (Duryatmo, 2000).

Pembuatan sumpit makan dengan bahan baku bambu umumnya diawali dengan pemotongan bahan dengan panjang dan ketebalan tertentu. Bagian bahan yang digunakan hanyalah bagian dagingnya, bagian yang lainnya dibuang. Potongan-potongan bahan tersebut kemudian dibentuk hingga menjadi sumpit makan. Sumpit makan yang telah terbentuk kemudian dilanjutkan dengan


(20)

8

pencucian dan pengeringan. Sebelum dilakukan pengemasan, terlebih dahulu dilakukan sortasi untuk memisahkan sumpit makan yang cacat dari sumpit makan yang baik (Matsuda, 1983).

Produksi Sumpit

Menurut Witurseno (1991), proses produksi sumpit makan secara umum terdiri dari beberapa tahapan proses. Tahapan proses itu diantaranya, pemotongan silang (cross cutting), perebusan (boiling), penyayatan (peeling), pemotongan (chopping), pengeringan (drying), penyerutan (planning), pemutihan (bleaching), dan pengemasan (packing).

a. Pemotongan Silang. Pada proses ini kayu dipotong menjadi ukuran 25 cm. b. Perebusan. Proses ini dilakukan untuk kayu yang mengandung getah. c. Penyayatan. Pada tahapan ini dilakukan pembuangan kulit dan diperoleh

ketebalan 0,5 cm – 0,7 cm.

d. Pemotongan (chopping). Merupakan pemotongan kayu untuk memperoleh sumpit (chopstick) yang setengah jadi. Pada tahapan ini diperoleh sumpit makan setengah jadi.

e. Pengeringan. Pada tahapan ini sumpit makan dikeringkan selama tujuh jam dengan suhu 50°C - 60°C untuk memperoleh kadar air 5% - 13%. f. Penyerutan. Dilakukan untuk memperoleh sisi yang rata.

g. Pemutihan. Dilakukan dengan perendaman di dalam larutan yang terdiri dari �22, soda kue, waterglass dan 2�.

h. Pengemasan. Sumpit makan dimasukkan ke dalam karton dan siap untuk dipasarkan.


(21)

Mesin-mesin yang digunakan dalam industri pembuatan sumpit makan dengan bahan baku kayu pinus yaitu, gergaji bundar (circular saw), alat pembawa

barang (conveyor), perebus (boiler), mesin pengupas kulit kayu (barking machine), mesin penyayat (peeling machine), mesin pemotong

(chopping machine), mesin pengering (kiln machine), mesin pengatur (arranging machine), dan mesin penyelesaian akhir (finishing machine) (Wahyudin, 1990).

Menurut Wiraatmadja (1995), kapasitas pemotongan adalah kemampuan alat pemotong di dalam memotong suatu bahan dengan proses yang lebih singkat. Adapun cara untuk memperbesar atau memperkecil kapasitas pemotongan adalah mengubah jumlah mata pisau, kecepatan alat dan dengan mempertebal atau mempertipis bahan baku yang akan dipotong.

Ditinjau dari segi pemasaran, menurut Ditjen Pengusahaan Hutan (1989) sumpit makan merupakan komoditi yang mempunyai prospek cerah untuk tujuan ekspor. Hal ini mengingat kebutuhan pasar luar negri (terutama Jepang dan Korea) terhadap sumpit makan cukup tinggi.

Selain itu, pangsa pasar sumpit saat ini juga cukup besar. Sekitar sepertiga penduduk dunia menggunakannya. Jepang sendiri menggunakan sekitar 23 miliar sumpit setiap tahunnya (Anonimous, 2011).

Mesin Bor

Mesin bor adalah suatu alat pembuat lubang atau alur yang menggunakan mata bor sebagai pisau penyayatnya. Mesin bor termasuk perkakas dengan gerak utama berputar. Mesin bor terdiri dari beberapa jenis, yaitu mesin bor instrumen, mesin bor meja, mesin bor tiang, mesin bor pistol, mesin bor dada, mesin bor


(22)

10

tegak, mesin bor radial, dan lain sebagainya. Sementara itu mata bor yang digunakan pada proses pengeboran terdiri atas beberapa jenis, yaitu bor senter, bor spiral dua alur, bor alur, peluas standar, peluas ujung, bor kontersing, dan bor mahkota (Daryanto, 1992).

Mekanisme kerja mesin bor yaitu gerakan naik turun mata bor oleh selubung mata bor denngan bantuan roda gigi dan batang bergigi, pemakanan bor dapat dilakukan dengan tangan atau gerakan otomatis. Poros yang menjepit mata bor dalam berputarnya akan membawa mata bor ikut berputar dan dapat digerakkan ke atas/ ke bawah. Gerakan tegak lurus dari poros (sarung/selubung) dilakukan langsung oleh roda gigi yang berhubungan dengan batang bergigi yang terikat pada sarung sehingga hubungan roda-roda gigi menyebabkan mata bor

menyayat atau dapat diangkat kembali mata bor dari benda kerja (Daryanto, 2007).

Baut

Baut atau sekrup adalah suatu batang atau tabung yang memiliki alur pada permukaannya. Penggunaan utamanya adalah sebagai pengikat untuk menahan dua buah objek. Baut penjepit dapat dibagi atas :

a. Baut tembus, digunakan untuk menjepit dua bagian melalui lubang tembus, dimana jepitan dikuatkan dengan sebuah mur.

b. Baut tap, digunakan untuk menjepit dua bagian dimana jepitan diketatkan dengan ulir yang ditapkan pada salah satu bagian.

c. Baut tanam, merupakan baut tanpa kepala dan diberi ulir pada pada kedua ujungnya. Untuk dapat menjepit, baut ditanam pada salah satu bagian yang


(23)

mempunyai lubang berulir, dan jepitan diketatkan dengan sebuah mur. (Sularso dan Suga, 2002).

Mesin Gergaji

Mesin gergaji digunakan untuk memotong benda-benda kerja yang panjang, misalnya batang besi. Mesin gergaji menyayat dengan gerakan bolak-balik (langkah penyayatan dilakukan ketika bergerak maju). Bentuk gigi daun gergaji memiliki banyak bentuk, misalnya gergaji datar, gergaji pita, gergaji bundar, dan lain sebagainya (Daryanto, 2007).

Analisis Ekonomi Biaya pemakaian alat

Pengukuran biaya pemakaian alat dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya pokok). Biaya pokok = [��

� +���] C ... (1) dimana :

BT = total biaya tetap (Rp/tahun) BTT = total biaya tidak tetap ( Rp/jam) x = total jam kerja pertahun (jam/tahun) C = kapasitas alat (jam/satuan produksi) Biaya tetap

Biaya tetap terdiri dari:

1. Biaya penyusutan (metode garis lurus) D = �−�

� ... (2) dimana:


(24)

12

P = nilai awal alsin (harga beli/pembuatan) (Rp) S = nilai akhir alsin (10% dari P) (Rp)

n = umur ekonomi (tahun)

2. Biaya bunga modal dan asuransi, perhitungannya digabungkan besarnya: I = �(�)(�+1)

2� ... (3) dimana:

i = total persentase bunga modal dan asuransi (17% pertahun)

3. Di negara kita belum ada ketentuan besar pajak secara khusus untuk mesin-mesin dan peralatan pertanian, bahwa beberapa literatur menganjurkan bahwa biaya pajak alsin pertanian diperkirakan sebesar 2% pertahun dari nilai awalnya.

4. Biaya gudang atau gedung diperkirakan berkisar antara 0,5 – 1 %, rata-rata diperhitungkan 1% nilai awal (P) pertahun.

Biaya tidak tetap

Biaya tetap terdiri dari:

1. Biaya perbaikan untuk motor litrik sebagi sumber tenaga penggerak. Biaya perbaikan ini dapat dihitung dengan persamaan:

Biaya reperasi = 1,2%(�−�)

1000��� ... (4) 2. Biaya karyawan/operator yaitu biaya untuk gaji operator. Biaya ini tergantung kepada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari gaji bulanan atau gaji pertahun dibagi dengan total jam kerjanya (Darun, 2002)

Break Even Point

Break even point (BEP) atau analisis titik impas umumnya berhubungan


(25)

yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing) dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol. Bila pendapatan dari produksi berada disebelah kiri titik impas maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaiknya bila disebelah kanan titik impas akan memperoleh keuntungan. Analisis titik impas juga digunakan untuk:

1. Hitungan biaya dan pendapatan untuk setiap alternatif kegiatan usaha. 2. Rencana pengembangan pemasaran untuk menetepkan tambahan investasi

untuk peralatan produksi.

3. Tingkat produksi dan penjualan yang menghasilkan ekuivalensi (kesamaan) dari dua alternatif usulan investasi.

(Waldiyono, 2008).

Manfaat perhitungan BEP adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa ada keuntungan.

Untuk mengetahui produksi BEP maka dapat digunakan rumus sebagai berikut:

� = �

(�−�) ... (5) dimana:

N = jumlah produksi minimal untuk mencapai BEP (Pasang) F = biaya tetap per tahun (rupiah)


(26)

14

V = biaya tidak tetap per unit produksi (Darun, 2002).

Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada output yang dihasilkan. Dimana semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin banyak bahan yang digunakan dan biaya yang digunakan akan semakin besar juga. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung pada banyak sedikitnya produk yang akan dihasilkan (Soeharno, 2007).

Biaya tetap adalah biaya yang tidak terpengaruh oleh aktifitas perusahaan. Biaya ini secara total tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah-ubah sesuai dengan aktifitas perusahaan. Biaya ini secara total akan berberubah-ubah sesuai dengan volume produksi (Halim, 2009).

Net Present Value

Net present value (NPV) adalah selisih antara present value dari investasi

nilai sekarang dari penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Identifikasi masalah kelayakan keuangan dianalisis dengan menggunakan metode analisis finansial dengan kriteria investasi. NPV merupakan kriteria yang digunakan untuk mengukur kelayakan suatu alat untuk diusahakan. Perhitungan NPV merupakan

net benefit yang telah didiskon dengan discount factor. Secara singkat dapat

dirumuskan:

CIF – COF ≥ 0 ... (6) dimana :

CIF = cash inflow COF = cash outflow


(27)

Sementara itu keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan bertindak sebagai tingkat bunga modal dalam perhitungan :

Penerimaan (CIF) = pendapatan x (P/A, i, n) + nilai akhir x (P/F, i, n) Pengeluaran (COF) = investasi + pembiayaan (P/A, i, n).

Kriteria NPV yaitu :

- NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan

- NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi usaha tidak menguntungkan

- NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan

(Darun, 2002).

Internal Rate of Return

Dengan menggunakan metode Internal rate of return (IRR) akan diperoleh informasi yang berkaitan dengan tingkat kemampuan cash flow dalam mengembalikan investasi. Logika sederhananya menjelaskan seberapa kemampuan cash flow dalam mengembalikan modalnya dan seberapa besar pula kewajiban yang harus dipenuhi (Giatman, 2006).

IRR adalah suatu tingkatan discount rate, pada discount rate dimana diperolah B/C ratio = 1 atau NPV = 0. Harga IRR dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

IRR = i1 – ���1

(���2−���1) (i1 – i2) ... (7) Dimana: i1 = suku bunga bank paling atraktif

i2 = suku bunga coba-coba NPV1 = NPV awal pada i1


(28)

16

NPV2 = NPV pada i2 (Kastaman, 2006).


(29)

17 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, pada Juli 2011 - September 2011. Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: bambu hitam, pipa baja, elektroda, kayu balok, baut dan mur, dan plat besi.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: mesin bor, mesin gerinda, gergaji besi, gergaji, palu, stopwatch, kalkulator, alat tulis, meteran, dan komputer.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara studi literatur (kepustakaan), melakukan eksperimen dan melakukan pengamatan tentang alat pencetak sumpit bambu. Kemudian dilakukan perancangan bentuk dan pembuatan/perangkaian komponen-komponen alat pencetak sumpit. Setelah itu, dilakukan pengujian alat dan pengamatan parameter.

Komponen Alat

Alat pencetak sumpit ini mempunyai beberapa komponen yaitu: 1. Kerangka Alat

Berfungsi sebagai pendukung komponen lainnya, yang terbuat dari besi. Mempunyai panjang 28,5 cm, lebar 20,0 cm, dan tinggi 30,0 cm.

2. Palu Pemukul

Berfungsi sebagai penekan bahan yang akan dicetak, yang terbuat dari kayu balok dengan ukuran panjang 30 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 10 cm.


(30)

18

3. Mata pencetak sumpit

Berfungsi sebagai pisau pemotong bahan, yang terbuat dari besi berbentuk silinder dengan diameter luar 2 cm, diameter dalam 1,3 cm dan penjang 10 cm. Mempunyai dua buah lubang dengan diameter 6 mm. Persiapan Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan

untuk penelitian yaitu merancang bentuk dan ukuran alat, mempersiapkan bahan-bahan dan peralatan-peralatan yang akan digunakan dalam penelitian.

a. Pembuatan alat

Adapun langkah-langkah dalam pembuatan alat pencetak sumpit ini adalah:

1. Dirancang bentuk alat sesuai sesuai dengan urutan proses 2. Digambar serta ditentukan dimensi alat

3. Dipilih bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat alat

4. Diukur bahan-bahan yang akan digunakan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.

5. Dipotong bahan-bahan yang telah diukur.

6. Dilakukan pengelasan dan pengeboran untuk pemasangan kerangka alat. 7. Dilakukan perangkaian alat.

8. Digerinda permukaan yang kasar 9. Dilakukan pengecatan alat.


(31)

b. Persiapan bahan

1. Disiapkan bahan yang akan dicetak (dalam penelitian bahan yang digunakan adalah bambu hitam)

2. Dipotong bambu dengan bentuk balok dengan ukuran panjang 1,4 cm, lebar 0,7 cm dan tinggi 20 cm sebanyak 60 buah

3. Dikeringkan potongan bambu tersebut selama dua hari di bawah sinar matahari

4. Bahan siap untuk dicetak. Prosedur Penelitian

1. Diletakkan ujung bahan yang sudah berbentuk balok pada mata pisau pencetak

2. Dipukul bahan dengan menggunakan palu untuk 20 buah balok secara berkesinambungan

3. Dicatat waktu yang dibutuhkan

4. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali

5. Dilakukan pengamatan parameter terhadap kapasitas efektif alat, persentase kerusakan hasil dan analisis ekonomi, dengan mengolah data yang telah diperoleh saat penelitian.

Parameter yang Diamati

Kapasitas Efektif Alat (pasang sumpit/jam)

Pengukuran kapasitas alat dilakukan dengan membagi jumlah pasangan sumpit terhadap waktu yang dibutuhkan.

Kapasitas Alat = �����ℎ������������ (������)


(32)

20

Persentase Kerusakan Hasil (%)

Pengukuran persentase kerusakan hasil dilakukan dengan cara membandingkan jumlah pasang sumpit yang rusak dengan sumpit yang dicetak dikali 100%. Dapat ditulis dengan rumus:

Persentase kerusakan hasil = jumlahpasangsumpityangrusak

jumlahpasangsumpityangdicetakx100% ... (9) Analisis ekonomi

a. Biaya pemakaian alat

Perhitungan biaya pemakaian alat dapat dilakukan dengan menggunkan persamaan (1)

b. Break even point (perhitungan titik impas)

Untuk menentukan BEP dapat dilakukan dengan persamaan (5) c. Net present value (NPV)

Perhitungan NPV dapat dilakukan dengan persamaan (6) d. Internal rate of return (IRR)


(33)

21 Sumpit

Sumpit (chopstick) adalah alat makan yang terdiri dari dua buah batang (stick) yang memiliki panjang yang sama dan dapat berbentuk balok maupun silinder. Umumnya sumpit dibuat dari bahan baku kayu, bambu, dan plastik. Pemakaian alat makan ini adalah dijepit di antara jari-jari.

Dilihat dari aspek ekonomi, di masa yang akan datang alat pencetak sumpit untuk usaha kecil dan menengah ini akan mampu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat pedesaan dan meningkatan perekonomian masyarakat. Selain itu, kuantitas sumpit yang dihasilkan pun akan semakin meningkat. Hal ini mengingat kebutuhan pasar luar negri (terutama Jepang dan Korea) terhadap sumpit makan cukup tinggi. Berdasarkan literatur anonimous (2011) hampir sepertiga penduduk dunia menggunakan sumpit dan negara Jepang sendiri membutuhkan 23 milyar pasang sumpit setiap tahunnya.

Selain negara Jepang dan Korea, masih banyak negara sebagai tujuan ekspor sumpit makan baik di Asia ataupun di luar Asia. Negara-negara tersebut adalah Cina, Arab Saudi, Kuwait, Denmark, Jerman, dan Amerika Serikat. Hal ini sesuai dengan literatur Duryatmo (2000) bahwa sebagian besar sumpit makan yang diproduksi di Indonesia diekspor ke negara- negara di Asia Timur, seperti Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Negara-negara di Asia Barat Daya, seperti Timur Tengah, Arab Saudi dan Kuwait. Sedangkan pasar ekspor sumpit di luar Asia, meliputi Denmark, Jerman, Italia, Spanyol, Australia, dan Amerika Serikat.


(34)

22

Alat Pencetak Sumpit

Alat pencetak sumpit merupakan alat yang berfungsi sebagai pencetak sumpit makan. Alat ini akan menghasilkan sepasang sumpit sekaligus dalam sekali pencetakan.

Dalam perancangan alat, perlu diperhatikan pemilihan bahan konstruksi yang digunakan. Pada perancangan alat ini digunakan bahan plat baja perkakas karena baja perkakas mempunyai konstruksi yang kokoh. Sedangkan untuk mata pencetak sumpitnya digunakan bahan high super steel , yang memiliki tingkat kekuatan yang mendekati intan dan kemudian dilas kuningan pada pipa baja berdiameter 7 mm dan tinggi 10 cm.

Alat pencetak sumpit yang dibuat ini memiliki beberapa komponen utama, yaitu :

1. Kerangka Alat

Berfungsi sebagai pendukung komponen lainnya, yang terbuat dari baja. Mempunyai panjang 28 cm, lebar 20 cm, dan tinggi 30 cm. Dilengkapi dengan dudukan setinggi 4 cm sebagai dudukan mata pencetak.

2. Palu Pemukul

Berfungsi sebagai penekan bahan yang akan dicetak, yang terbuat dari kayu balok dengan ukuran panjang 30 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 10 cm.

3. Mata pencetak sumpit

Berfungsi sebagai pisau pemotong bahan, terbuat dari baja super (high super steel) yang dilas kuningan pada silinder besi dengan diameter

dalam 2 cm, diameter luar 3 cm dan tinggi 10 cm. Dilengkapi dengan dua buah mata pencetak berdiameter 7 mm setiap lubang.


(35)

Mata pencetak yang diletakkan di dudukan kerangka alat diketatkan dengan bantuan satu buah baut tab. Baut tab ini berfungsi untuk menyatukan dan menguatkan mata pencetak dengan kerangka alat. Dengan adanya baut ini, mata pencetak tidak akan bergerak sewaktu proses pencetakan sumpit. Hal ini sesuai dengan literatur Sularso dan Suga (2002) yang menyatakan bahwa baut adalah suatu batang atau tabung yang memiliki alur pada permukaannya. Penggunaan utamanya adalah sebagai pengikat untuk menahan dua buah objek. Baut penjepit dapat dibagi atas, baut tembus, baut tab, dan baut tanam. Baut tap adalah baut yang digunakan untuk menjepit dua bagian dimana jepitan diketatkan dengan ulir yang ditapkan pada salah satu bagian saja.

Prosedur Pembuatan Sumpit Tabel 1. Prosedur Pembuatan Sumpit

No Tahapan Keterangan

1. Pemotongan ruas bambu Dipotong ruas-ruas bambu sepanjang ±20 m menggunakan gergaji; setelah itu, ruas-ruas tersebut dipotong dengan panjang 20 cm.

2. Pembelahan bambu Dibelah ruas-ruas bambu yang telah dipotong dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 1,3 cm dan ketebalan 0,5-0,7 cm. 3. Pengeringan Dikeringkan di dalam oven bambu yang

telah dipotong dengan suhu 50°C selama 7 jam.

4. Pencetakan sumpit Diletakkan balok bambu tegak lurus di atas mata pisau pencetak, dipukul bambu dengan menggunakan balok pemukul hingga sumpit tercetak.

5. Penyerutan Diruncingkan salah satu ujung sumpit menggunakan pisau.

6. Penghalusan Dihaluskan permukaan sumpit dengan menggunakan kertas pasir.

7. Pencucian Direndam sumpit si dalam air bersih untuk membersihkan sumpit.

8. Pengeringan sumpit Dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 40°C selama 10 menit.


(36)

24

Dalam pembuatan sumpit bahan baku yang biasanya digunakan adalah kayu, bambu, logam, dan plastik. Pada penelitian ini penulis menggunakan bahan baku bambu dalam pembuatan sumpit. Hal ini didasarkan oleh beberapa hal, yaitu tanaman bambu merupakan tanaman yang jumlahnya relatif banyak di daerah penulis tinggal. Selain itu, dibandingkan tanaman lainnya tanaman bambu lebih mudah tumbuh dan tidak memerlukan perawatan khusus dalam pemeliharaanya. Alasan berikutnya penulis tidak menggunakan kayu sebagai bahan baku dikarenakan jumlah kayu di Indonesia semakin berkurang dan alat yang dibuat ini juga khusus untuk pembuatan sumpit bambu.

Tanaman bambu memiliki banyak jenis dan manfaat yang berbeda-beda. Beberapa jenis bambu tersebut antara lain, bambu apus (Gigantochloa apus), bambu ater (Gigantochloa atter), bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu

talang (Schizostachyum brachyladum), dan bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea). Bambu apus memiliki serat yang panjang dan

lentur dan biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan anyaman. Bambu ater biasanya digunakan untuk pembuatan kerajinan, sumpit, dinding rumah, dan juga pipa air. Bambu betung cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan kerajinan, sumpit, konstruksi bangunan dan jembatan. Bambu talang biasanya digunakan untuk pembuatan dinding, rakit atau lantai rumah. Bambu hitam biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan sumpit, papan serat, dan papan partikel. Hal ini sesuai dengan literatur Duryatmo (2000) bahwa tanaman bambu memiliki jenis dan manfaat yang beragam. Bambu apus dan ater misalnya, cocok untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan kerajinan anyaman.


(37)

Sementara bambu ater, bambu betung, dan bambu hitam dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan sumpit dan konstruksi.

Dari berbagai jenis bambu yang telah disebutkan di atas, yang digunakan

dalam proses pencetakan sumpit pada proses pengujian adalah bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea). Hal ini dikarenakan bambu jenis ini memiliki

kriteria yang sesuai untuk pembuatan sumpit makan, yaitu tingginya dapat mencapai 20 m, berdiameter 5-10 cm, serta memiliki ruas-ruas dengan panjang 45-60 cm. Hal ini sesuai dengan literatur Duryatmo (2000), yang menyatakan bahwa ciri khas bambu hitam adalah berbuluh hijau kehitaman, dengan tinggi mencapai 20 m, diameter buluh 5-10 cm, serta panjang ruas 45-60 cm serta dapat digunakan dalam pembuatan sumpit, papan serat, dan konstruksi.

Kapasitas Efektif Alat

Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut : Tabel 2. Hasil Pencetakan Sumpit

Ulangan Jumlah balok bambu Lama pencetakan (menit) Jumlah sumpit yang rusak (pasang) Jumlah sumpit yang baik (pasang) I II III 20 20 20 3,92 3,75 3,95 5 3 4 15 17 16

Rataan 20 3,87 4 16

Pada penelitian yang telah dilakukan diperoleh sumpit yang tercetak baik sebanyak 15 pasang pada percobaan I dan waktu yang dibutuhkan 3,92 menit, percobaan II sebanyak 17 pasang selama 3.75 menit , dan percobaan III sebanyak 16 pasang selama 3,95 menit, sehingga diperoleh jumlah rata-rata sumpit yang dihasilkan sebanyak 16 pasang dengan lama pencetakan selama 3,87 menit. Dengan demikian, waktu yang diperlukan untuk mencetak 1 pasang sumpit adalah 14,5 detik.


(38)

26

Kapasitas efektif suatu alat menunjukkan produktifitas alat selama pengoperasian tiap satuan waktu. Dalam hal ini kapasitas efektif alat diukur dengan membagi banyaknya pasang sumpit yang tercetak dengan baik terhadap waktu yang dibutuhkan selama pencetakan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (Tabel 2), diperoleh kapasitas efektif alat pencetak ini sebanyak 248 pasang sumpit per jam. Apabila alat beroperasi dengan kapasitas maksimum, maka dalam satu hari (8 jam kerja) diperoleh 1.984 pasang dan dalam satu tahun (asumsi 299 hari efektif berdasarkan tahun 2011) akan dihasilkan 593.216 pasang sumpit.

Untuk memperoleh kapasitas efektif alat pencetak sumpit yang optimal, dapat dilakukan dengan penajaman mata pisau sebelum digunakan serta bahan baku bambu yang tidak terlalu panjang dan tidak terlalu tebal. Apabila mata pisau pencetak tidak tajam, maka proses pencetakan akan lebih lama dan membutuhkan tenaga yang lebih pula. Sementara itu, apabila bahan baku bambu yang akan dicetak terlalu panjang dan terlalu tebal, maka akan member tekanan yang lebih besar terhadap mata pencetak dan otomatis waktu yang dibutuhkan untuk pencetakan sumpit akan semakin lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiraatmadja (1995), bahwa kapasitas pemotongan dapat diperbesar atau diperkecil dengan mengubah tebal potongan bahan baku.

Persentase Kerusakan

Besarnya persentase kerusakan hasil dapat dihitung dengan membagikan jumlah pasang sumpit yang rusak terhadap jumlah sumpit yang dicetak. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa persentase kerusakan hasil pada alat pencetak sumpit ini sebesar 20 % (Lampiran 3).


(39)

Dalam penelitian ini sumpit hasil pencetakan yang rusak dikategorikan dalam sumpit yang tidak tercetak sempurna, yaitu sumpit yang tidak berbentuk bulat atau sumpit yang terlalu pendek. Hal ini terjadi diduga karena beberapa alasan, yaitu karena bahan yang digunakan masih terlalu basah (kadar air yang masih tinggi) dan dikarenakan mata pencetak kurang tajam. Jika bambu yang digunakan memiliki kadar air yang masih tinggi, sewaktu proses pemukulan bambu akan lebih lentur dan mudah patah sehingga ketika diberi tekanan, hanya setengah dari panjang bahan yang tercetamk menjadi sumpit. Sementara itu, apabila mata pencetak tidak tajam maka sewaktu proses pencetakan akan timbul banyak serat pada sumpit yang dihasilkan dan sumpit yang dihasilkan tidak bulat sepenuhnya.

Untuk mengurangi tingkat kerusakan sumpit yang dihasilkan perlu diperhatikan ketajaman mata pencetak dan kadar air bahan baku sebelum dicetak. Kadar air yang sesuai untuk bahan baku bambu sebelum dicetak berada di antara 5% - 13%. Hal ini dapat dicapai dengan proses pengeringan bambu di dalam oven selama tujuh jam pada suhu 50°C. Menurut Witurseno (1991), pada tahapan pengeringan bambu dikeringkan selama tujuh jam dengan suhu 50°C - 60°C untuk memperoleh kadar air 5% - 13%.

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan.


(40)

28

Dari analisis ekonomi (Lampiran 5), diperoleh biaya pembuatan sumpit sebesar Rp. 20,3/pasang, yang merupakan hasil perhitungan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap terhadap kapasitas alat pencetak sumpit. Untuk biaya tetap sebesar Rp. 159.000/tahun dan biaya tidak tetap sebesar Rp. 5.002,26/jam.

Break Even Point (Perhitungan Titik Impas)

Manfaat perhitungan BEP adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan. Bila pendapatan dari produksi berada di sebelah kiri titik impas maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila di sebelah kanan titik impas akan memperoleh keuntungan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan (Lampiran 2), alat ini akan mencapai nilai BEP pada nilai 1.995 pasang/tahun. Apabila alat beroperasi dengan kapasitas maksimumnya (Lampiran 3), maka sumpit yang tercetak sebanyak 248 pasang/jam atau 1984 pasang/hari. Dengan demikian, setelah alat beroperasi selama 2 hari maka nilai BEP akan terpenuhi dan sekaligus akan diperoleh keuntungan sebanyak 1973 pasang sumpit.


(41)

29 Kesimpulan

1. Kapasitas efektif alat pencetak sumpit ini adalah 248 pasang/jam. 2. Persentase kerusakan bahan mencapai 20%.

3. Biaya pokok yang harus dikeluarkan untuk memproduksi satu pasang sumpit adalah sebesar Rp. 20,3/pasang.

4. Alat ini akan mencapai nilai BEP apabila telah memproduksi sumpit sebanyak 1995 pasang/tahun.

5. Setiap pembuatan satu pasang sumpit menggunakan alat ini membutuhkan waktu 14,5 detik.

6. Rata-rata pemukulan untuk mencetak satu pasang sumpit sebanyak 9-10 kali pemukulan.

7. Dari satu ruas bambu dengan panjang 42 cm dapat dihasilkan 24 pasang sumpit.

8. Dari satu buah bambu hitam sepanjang 15 m dapat diperoleh 20 ruas bambu dan dapat menghasilkan 480 pasang sumpit.

Saran

1. Perlu diperhatikan pada penyediaan bahan baku yang akan dipergunakan, sebaiknya bahan baku tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tinggi.

2. Untuk penelitian lebih lanjut, perlu dihitung kadar air bahan baku yang optimal agar proses pencetakan lebih cepat agar dapat meningkatkan kapasitas alat serta mengurangi persentase kerusakan sumpit yang dihasilkan.


(42)

30

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2011. Amerika Ekspor Sumpit ke Tiongkok.

Darun. 2002. Ekonomi Teknik. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian USU. Medan.

Daryanto. 1992. Mesin Perkakas Bengkel. Rineka Cipta. Jakarta. Daryanto. 2007. Dasar-dasar Teknik Mesin. Rineka Cipta. Jakarta.

Duryatmo, Sardhi. 2000. Wirausaha Kerajinan Bambu. Puspa Swara. Jakarta. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1989. Kebijakan Pengembangan Bahan

Baku Bagi Industri Pengolahan Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Lainnya Dalam Rangka Peningkatan Ekspor Non Migas. Lokakarya Pengembangan Ekspor Produk Industri Kayu Gergajian dan Hasil Hutan Olahan lainnya. Jakarta.

Giatman, M. 2006. Ekonomi Teknik. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Halim, A. 2009. Analisis Kelayakan Investasi Bisnis : Kajian Dari Aspek

Keuangan. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Kastaman, R., 2006. Analisis Kelayakan Ekonomi Suatu Investasi. Tasikmalaya. Krisdianto, G. Sumarni, dan A, Ismanto. 2006. Sari Hasil Penelitian Bambu.

Departemen Kehutanan. Jakarta.

Matsuda. 1983. Production of Bamboo Chopsticks in Kumamoto Country. Bamboo Information Centre. Japan.

Sindusuwarno. 1963. Permasalahan Sumberdaya Bambu di Indonesia. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Soeharno, 2007. Teori Mikroekonomi. Andi Offset, Yogyakarta

Sularso dan K. Suga. 2002. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Pradnya Paramita. Jakarta.

Wahyudin. 1990. Laporan Praktek Umum Kehutanan di Perum Perhutani I Unit I Jawa Barat. Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fahutan IPB. Bogor.

Waldiyono. 2008. Ekonomi Teknik (Konsep, Teori dan Aplikasi). Pusataka Pelajar. Yogyakarta.


(43)

Wiraatmadja, S. 1995. Alsintan Pengiris dan Pemotong. Penebar Swadaya. Jakarta Witurseno. 1991. Pengaruh Diameter Kayu Tusam Terhadap Rendemen Dalam


(44)

32

Lampiran 1. Flow Chart pelaksanaan penelitian

Menggambar dan menetukan dimensi alat

Merancang bentuk alat

Memilih dan mengukur bahan yang akan digunakan

Memotong, membubut dan mengikir bahan sesuai dengan dimensi pada gambar

Pengelasan Merangkai alat

Digerinda permukaan yang kasar

Pengecatan

a b


(45)

Pengujian alat

Analisa data

Selesai Layak

b a

Tidak


(46)

34

Lampiran 2. Data Hasil Pencetakan Sumpit Ulangan Jumlah

balok bambu Lama pencetakan (menit) Jumlah sumpit yang rusak (pasang) Jumlah sumpit yang baik (pasang) I II III 20 20 20 3,92 3,75 3,95 5 3 4 15 17 16


(47)

Lampiran 3. Kapasitas Efektif Alat dan Persentase Kerusakan

1. Kapasitas Efektif Alat = �����ℎ������������ (������)

����� (���)

= 16 ������

0,0645���

= 248 pasang/jam

2. Persentase kerusakan hasil = �����ℎ���������������������

�����ℎ�����������������������100%

= 4������

20������100%


(48)

36

Lampiran 4. Analisis ekonomi 1. Unsur produksi

Biaya Pembuatan Alat (P) : Rp. 500.000 Umur ekonomi (n) : 5 tahun Jam kerja/ hari : 8 jam/hari

Jam kerja/ tahun : 2.392 jam/tahun (asumsi 299 hari efektif berdasarkan tahun 2011)

Nilai akhir (S) : 10 % dari nilai awal Bunga modal : 18 %/tahun

Biaya gudang : 1 % dari nilai awal/tahun Biaya pajak : 2 % dari nilai awal Biaya operator : Rp. 40.000/hari 2. Perhitungan biaya produksi

A. Biaya tetap

1. Biaya penyusutan D = (P−S)

n

D = (500000−50000) 5

D = Rp. 90.000/tahun

2. Biaya bunga modal dan asuransi I = i(P)(n+1)

2n

I = 18%(500000)(5+1) 2.5


(49)

3. Biaya sewa gedung = 1% . P = 1% . 500000 = Rp. 5.000/tahun 4. Pajak

= 2% . P = 2% . 500000 = Rp. 10.000/tahun Total biaya tetap:

= Rp. 159.000/tahun B. Biaya tidak tetap

1. Biaya Operator

= Upah operator / Jam kerja = Rp. 5.000/jam

2. Biaya Perawatan Alat (Reparasi) =1,2% (�−�)

=1,2% (500000−50000)

2392���

= Rp. 2,26/jam 3. Biaya Bahan Baku

= ℎ���������

�����ℎ����������

=��10.000 528 = Rp. 19


(50)

38

Total biaya tidak tetap

= Rp. 5.021,26/jam Biaya pokok produksi

= �BT

x + BTT� C = �159000/tahun

2392jam/tahun+ 5021,26/jam� 0,004 jam/pasang


(51)

Lampiran5. Break Even Point

Analisis titik impas umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing). Dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol.

� = �

(�−�) ... (7) Biaya tetap (F) = Rp. 159.000 /tahun

Biaya tidak tetap (V) = Rp. 5.021.26/jam (1 jam = 248 pasang) = Rp. 20,35/ pasang (P)

Penerimaan dari tiap P produksi = Rp. 100/pasang

Alat akan mencapai BEP jika alat telah menghasilkan pasang sumpit sebanyak

= �� ��. 159.000/��ℎ��

. 100/Pasang−��. 20,35/pasang = ����. 159.000 /��ℎ��

.79,65/������ = 1.997 pasang/tahun

(

R V

)

F N

− =


(52)

40

Lampiran 6. Prinsip Kerja Alat

Prinsip kerja alat pencetak sumpit ini adalah bahan baku bambu diletakkan tegak lurus di atas mata pencetak sumpit, kemudian diberi gaya tekan yang tegak lurus pada bahan dengan menggunakan balok kayu hingga bahan baku tercetak menjadi sumpit.

Sumpit yang tercetak dari proses pencetakan ini memiliki dimensi tinggi 20 cm dan berdiameter 6 mm.


(53)

Lampiran 7. Perawatan Alat

Setelah digunakan, alat harus dibersihkan kembali. Sisa-sisa bambu hasil pemotongan yang terdapat pada mata pencetak harus dibersihkan. Penajaman mata pencetak juga harus dilakukan dan sebaiknya dilakukan sekali dalam seminggu menggunakan kikir. Hal ini agar proses pencetakan sumpit lebih cepat dan mampu meningkatkan kapasitas alat. Alat pemukul yang digunakan sewaktu pencetakan sebaiknya menggunakan kayu. Hal ini guna menjaga ketajaman mata pencetak.


(54)

42

Lampiran 8. Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama proses kerja. Dikarenakan mata pisau pencetak dapat dilepaskan dari kerangka alat, pada alat pencetak sumpit ini hendaknya perlu diperhatikan pemasangan mata pisau pencetak sebelum penggunaan. Mata pisau pencetak harus dipastikan terkunci kuat menggunakan baut yang telah terpasang pada kerangka alat. Hal ini untuk menghindari bahaya terlepasnya mata pisau pencetak sewaktu pemakaian alat ini.

Keselamatan operator juga perlu diperhatikan. Dianjurkan kepada operator untuk menggunakan sarung tangan guna menghindari terjadinya luka akibat terkena sayatan bambu dan mata pisau pencetak.


(55)

Lampiran 9. Spesifikasi Alat 1. Kerangka alat

Dimensi

Panjang : 28,5 cm Lebar : 20,0 cm Tinggi : 30,0 cm 2. Dudukan Mata Pisau Pencetak

Dimensi

Diameter : 1,5 cm Tinggi : 4,0 cm 3. Mata Pisau Pencetak

Panjang : 10,0 cm Diameter : 1,3 cm

Kapasitas efektif : 248 pasang sumpit/jam Persentase kerusakan : 20 %


(56)

44

Lampiran 10. Gambar

Gambar 1. Bahan Baku Bambu Hitam


(57)

Gambar 3. Mata Pisau Pencetak Sumpit


(1)

Lampiran 6. Prinsip Kerja Alat

Prinsip kerja alat pencetak sumpit ini adalah bahan baku bambu diletakkan tegak lurus di atas mata pencetak sumpit, kemudian diberi gaya tekan yang tegak lurus pada bahan dengan menggunakan balok kayu hingga bahan baku tercetak menjadi sumpit.

Sumpit yang tercetak dari proses pencetakan ini memiliki dimensi tinggi 20 cm dan berdiameter 6 mm.


(2)

Lampiran 7. Perawatan Alat

Setelah digunakan, alat harus dibersihkan kembali. Sisa-sisa bambu hasil pemotongan yang terdapat pada mata pencetak harus dibersihkan. Penajaman mata pencetak juga harus dilakukan dan sebaiknya dilakukan sekali dalam seminggu menggunakan kikir. Hal ini agar proses pencetakan sumpit lebih cepat dan mampu meningkatkan kapasitas alat. Alat pemukul yang digunakan sewaktu pencetakan sebaiknya menggunakan kayu. Hal ini guna menjaga ketajaman mata pencetak.


(3)

Lampiran 8. Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama proses kerja. Dikarenakan mata pisau pencetak dapat dilepaskan dari kerangka alat, pada alat pencetak sumpit ini hendaknya perlu diperhatikan pemasangan mata pisau pencetak sebelum penggunaan. Mata pisau pencetak harus dipastikan terkunci kuat menggunakan baut yang telah terpasang pada kerangka alat. Hal ini untuk menghindari bahaya terlepasnya mata pisau pencetak sewaktu pemakaian alat ini.

Keselamatan operator juga perlu diperhatikan. Dianjurkan kepada operator untuk menggunakan sarung tangan guna menghindari terjadinya luka akibat terkena sayatan bambu dan mata pisau pencetak.


(4)

Lampiran 9. Spesifikasi Alat 1. Kerangka alat

Dimensi

Panjang : 28,5 cm Lebar : 20,0 cm Tinggi : 30,0 cm 2. Dudukan Mata Pisau Pencetak

Dimensi

Diameter : 1,5 cm Tinggi : 4,0 cm 3. Mata Pisau Pencetak

Panjang : 10,0 cm Diameter : 1,3 cm

Kapasitas efektif : 248 pasang sumpit/jam Persentase kerusakan : 20 %


(5)

Lampiran 10. Gambar

Gambar 1. Bahan Baku Bambu Hitam


(6)

Gambar 3. Mata Pisau Pencetak Sumpit