BAB III MACAM-MACAM UPACARA RITUAL DI SAPTA TIRTA PABLENGAN
A. Tata Cara Ziarah
Para leluhur dari Keraton Mangkunegaran sering melakukan ziarah dengan menggunakan tata cara ziarah. Tata cara ziarah yang dilakukan oleh Para Leluhur dari
Keraton Mangkunegaran bersifat individu, setiap individu mempunyai keinginan dan tujuan yang berbeda-beda. Dalam melakukan ziarah dan mengutarakan tujuan, Para
Peziarah melakukan tata cara ziarah dengan bantuan dari sesepuh desa yang lebih mengetahui seluk beluk di komplok Sapta Tirta Pablengan.
Peziarah melakukan tirakat memilih di atas bukit Argotiloso, seperti yang dilakukan oleh Pangeran Mangkunegaran I dengan memohon berkah dari Tuhan Yang
Maha Esa dengan mendo’akan para Leluhur yang dimakamkan atau bersemayam di bukit Argotiloso. Leluhur yang dimakamkan di bukit Argotiloso di antarannya, Raden
Ayu Banowati, Punden Eyang Gusti Aji EGA, juru kunci Sapta Tirta yang bernama Eyang Tirto Winoto dan seluruh kerabat-kerabat dari Mangkunegaran. Adapun syarat-
syarat yang dibawa untuk melakukan permohonan seperti adat Jawa yang sudah berlaku diantarannya, bunga kanthil, bunga melati, bunga mawar, bunga kenanga, kemenyan
ratus sodo atau dupo, rokok, uang cok bakal. Para Peziarah melakukan kebiasaan yang menjadi adat tradisi dari Keraton
Mangkunegaran yang melakukan ritual pembersihan diri atau mandi di Air Hangat, Air Kasekten dan Air Hidup sebelum melakukan ziarah ke pemakaman raja-raja di
Mangadeg dan Girilayu, adat tersebut hungga sekarang dilestarikan dan dilakukan oleh
Para Pengunjung. Dalam melakukan tirakat Para Peziarah harus dalam keaadaan suci lahir maupun batin dan tidak mengganggu Pengunjung lain yang melakukan tirakat.Para
Peziarah yang terkabul permohonanya, biasanya mengadakan syukuran di komplek Sapta Tirta Pablengan dengan tujuan bersyukur dan berterimakasih kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Kepercayaan masyarakat terhadap sumber Air Sapta Tirta, merupakan salah satu
perwujudan nilai sejarah dan budaya yang sampai sekarang ini kepercayaan itu masih tetap lestari dalam kehidupan masyarakat, yang merupakan warisan nenek moyang.
Kepercayaan terhadap sumber Air Sapta Tirta, secara tidak langsung menuntun masyarakat untuk tetap menjaga dan memelihara lingkungan sekitar dan memberikan
tanggapan yang ramah dan baik kepada para pengunjung, yang mungkin memerlukan keterangan yang bersangkutan dan kepentingan untuk berziarah atau pengobatan.
Wawancara dengan Sutikno pengunjung, 29 April 2010
B. Upacara Ritual di Sapta Tirta Pablengan