HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sifat Fisis
1. Berat Jenis BJ
Berat jenis merupakan salah satu faktor penentu kekuatan kayu. Pada kajian ilmu kayu BJ merupakan salah satu parameter didalam penggolongan kelas
kuat kayu. Menurut Panshin dan de Zeeuw 1980 bahwa kerapatan kayu umum dipergunakan sebagai indikator yang berkaitan dengan sifat kayu seperti kekuatan
dan penyusutan. Desch dan Dinwoodie 1981 juga menyatakan bahwa kerapatan memiliki peranan yang penting sebagai indikator dalam penentuan kekuatan kayu.
Menurut Tiruneh Kide 2002 dalam kegiatan pemilahan kayu sebagai bahan bangunan, BJ kayu dijadikan dasar awal didalam pengelompokan kekuatannya.
Kerapatan kayu memiliki korelasi positif yang kuat dengan kekuatan kayu MOR namun korelasinya rendah terhadap MOE Anon, 1980. Cave dan Walker 1994
juga menyatakan korelasi yang rendah antara kerapatan dengan kekakuan dinding sel. Sifat mekanis secara langsung berhubungan dengan kerapatan karena adanya
peningkatan kerapatan dari pucuk menuju pangkal batang maka tren kekuatan juga akan seperti itu. Pada penelitian ini BJ diukur pada kondisi awal basah,
kering udara dan kering oven.
a. BJ pada kondisi awal basah, kering udara, dan kering oven
Berat jenis pada kondisi awal, kering udara dan kering oven ditentukan melalui perbandingan berat kering oven dengan volume pada keadaan basah,
kering udara dan kering oven.
13 Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Rata-rata BJ tiga jenis kayu Kemenyan Berdasarkan Gambar 6 bahwa nilai rata-rata BJ pada kondisi basah, kering
udara dan kering oven untuk ketiga jenis kayu kemenyan masing-masing berkisar antara 0.43
– 0.62. Secara keseluruhan kayu kemenyan Toba memiliki BJ lebih tinggi dibanding kemenyan Bulu dan Durame
. Hasil penelitian ini menunjukkan
nilai BJ yang sedikit lebih tinggi dibandingkan penelitian Pasaribu et al. 2012 yang menyatakan bahwa kemenyan Bulu dan Toba memiliki nilai rata-rata BJ
sekitar 0.55. Selanjutnya Tren menunjukkan bahwa perubahan kandungan air dari kayu mengakibatkan perubahan BJ-nya, kayu kering memiliki BJ yang lebih
tinggi dibanding kayu dalam kondisi basah. Sesuai dengan pernyataan Forest Product Laboratory 1999 menyatakan bahwa BJ dan KA memiliki korelasi
negatif dimana semakin tinggi kadar air dari kayu maka nilai BJ nya semakin rendah. Selanjutnya distribusi BJ pada kedua arah orientasi batang disajikan pada
Gambar 7 – 9.
Gambar 7. BJ awal kayu kemenyan berdasarkan posisi batang
0.0 0.2
0.4 0.6
0.8 1.0
Bulu Durame
Toba
B J
Jenis Kayu
BJ-AWAL BJ-KU
0.20 0.40
0.60 0.80
Tepi Medium Pusat Tepi Medium Pusat
Tepi Medium Pusat Pangkal
Tengah Ujung
B er
a t
J en
is
Posisi Batang
Bulu Durame
Toba
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8. BJ kering udara kayu kemenyan berdasarkan posisi batang
Gambar 9. BJ kering oven kayu kemenyan berdasarkan posisi batang Gambar 7 - 9 menunjukkan bahwa berdasarkan arah vertikal batang dari
pangkal menuju ujung terlihat bahwa tren BJ sedikit mengalami penurunan. Tren serupa juga ditunjukkan oleh arah horizontal batang dimana semakin kedalam
mendekati empulur maka BJ semakin rendah. Pola distribusi penyebaran BJ berdasarkan arah orientasi batang untuk ketiga kondisi pengukuran hampir
seragam. Bowyer et al. 2003, kayu bulat pangkal cenderung memiliki BJ yang lebih tinggi daripada kayu bulat yang dipotong lebih tinggi dalam batang utama.
Menurut Brown et al. 1952, BJ kayu bervariasi dimana variasi tersebut disebabkan oleh jumlah zat penyusun dinding sel dan kandungan zat ekstraktif per
unit volume. Ketebalan dinding sel berpengaruh besar terhadap BJ kayu. Menurut Zobel dan Buijtenen 1989, kerapatan kayu bagian pangkal
secara normal lebih tinggi hal ini dikarenakan proporsi kayu teras yang lebih
0.20 0.40
0.60 0.80
Tepi Medium Pusat Tepi Medium Pusat
Tepi Medium Pusat Pangkal
Tengah Ujung
B er
a t
J en
is
Posisi Batang
Bulu Durame
Toba
0.20 0.40
0.60 0.80
Tepi Medium Pusat Tepi Medium Pusat
Tepi Medium Pusat Pangkal
Tengah Ujung
B er
a t
J en
is
Posisi Batang
Bulu Durame
Toba
Universitas Sumatera Utara
tinggi pada bagian pangkal batang dan bagian ujung kayu memiliki bagian juvenil yang tinggi. Kayu juvenil memiliki density yang rendah karena sedikitnya
proporsi kayu akhir sehingga didominasi oleh dinding sel yang tipis Haygreen dan Bowyer, 1996.
Menurut Haygreen dan Bowyer 1996, kerapatan kayu bervariasi secara horizontal dari empulur ke kulit dan dan secara vertikal dari pangkal ke ujung
batang. Kerapatan kayu bervariasi dari empulur ke kulit karena keberadaan jaringan kayu awal dan kayu akhir pada batang. Jaringan kayu akhir tersusun atas
sel diameter radial yang kecil, dinding sel tebal dan rongga sel tipis sehingga menghasilkan kerapatan kayu yang lebih tinggi dibanding dengan kayu awal.
Larson 1969 menyatakan bahwa peningkatan kerapatan terjadi dari empulur menuju kulit hal ini terjadi karena adanya transisi dari kayu juvenil ke kayu
dewasa. Kondisi ini juga mengindikasikan tipisnya dinding sel didaerah dekat empulur dan menjadi lebih tebal pada bagian tepi batang.
b. Tren perubahan BJ berdasarkan minggu pengukuran